Anda di halaman 1dari 28

STUDI KASUS PADA PASIEN POST SC DENGAN MASALAH

KEPERAWATAN RESIKO INFEKSI DI RUANG NIFAS RS


DR.SOEDARSONO PASURUAN

KARYA ILMIAH AKHIR (KIA)

OLEH:
ROSLINCE UMBU PATI
2021611039

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI
MALANG
2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sectio caesarea (SC) merupakan tindakan medis yang diperlukan

untuk membantu persalinan yang tidak bisa dilakukan secara normal akibat

masalah kesehatan ibu atau kondisi janin. Tindakan ini diartikan sebagai

pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan

dinding uterus atau vagina atau suatu histerotomi untuk melahirkan janin dari

dalam rahim (Arda & Hartaty, 2021). Menurut Guyton dalam (Santika &

Iskandar, 2021) bahwa Sectio caesarea adalah salah satu bentuk pengeluaran

fetus melalui sebuah irisan pembedahan yang menembus abdomen seorang

ibu (laparotomy) dan uterus (hiskotomy) untuk mengeluarkan satu bayi atau

lebih. Sectio caesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan bayi dengan

berat diatas 5000 gram, melalui sayatan pada dinding uterus yang masih utuh.

World Health Organization (WHO) tahun 2016 menetapkan standar

rata-rata section caesarea di sebuah Negara adalah 5-15% per 1000 kelahiran

di dunia dan angka persalinan dengan section caesarea sekitar 10-15% dari

semua proses persalinan. Di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan

Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan prevalensi tindakan sesar pada

persalinan adalah 17,6 persen, tertinggi di wilayah DKI Jakarta (31,3%) dan

terendah di Papua (6,7%) (Sulistianingsih & Bantas, 2019).


Resiko Infeksi bedah adalah infeksi yang terjadi setelah operasi di

bagian tubuh tempat operasi berlangsung atau resiko infeksi berisiko

mengalami peningkatan terserang organisme patogenik (Muliana et al., 2019).

Infeksi di tandai dengan adanya cairan nanah yang berasal dari luka, nyeri,

pembengkakan di tempat luka kemerahan serta penigkatan suhu tubuh. Infeksi

bedah sesar dapat meningkatkan angka kesakitan bagi setiap wanita yang baru

saja melahirkan(Sari & Fajri, 2019). Sekitar 18.5 juta operasi sesar dilakukan

setiap tahun di seluruh dunia. Mayoritas Negara yang menghasilkan 18.5 juta

sesar berasal dari Afrika (68.5%) dan Asia (29.6%). Karena peningkatan yang

terus menerus di seluruh dunia dalam insiden kelahiran sesar, jumlah wanita

yang terinfeksi terus diperkirakan meningkat (Tampilang et al., 2018).

Penyebab langsung kematian maternal terkait masa nifas di Indonesia

berdasarkan data KEMENKES RI tahun 2015, menunjukan bahwa kematian

ibu yang di sebabkan oleh infeksi post sectio caesarea di Indonesia pada tahun

2013 mencapai 7,3% dan 90% dari morbiditas pasca operasi disebabkan oleh

infeksi luka operasi (Wardhani, 2016).

Persalinan SC memberikan dampak positif dan juga negatif pada ibu.

Dampak positif tindakan SC dapat membantu persalinan ibu, apabila ibu tidak

dapat melakukan persalinan secara pervaginam. Dampak nyeri jika tidak di

tangani dapat memengaruhi aspek psikologis meliputi kecemasan, takut,

perubahan kepribadian, perilaku serta gangguan tidur. Aspek fisiologis nyeri

mempengaruhi peningkatan angka morbiditas dan mortalitas(Latifah &


Ramawati, 2018). Selain itu, dapat memberikan dampak negatif terhadap

konsep diri ibu. Karena ibu kehilangan pengalaman melahirkan secara normal

serta kehilangan harga diri yang terkait dengan perubahan citra tubuh akibat

tindakan operasi (Juliathi et al., 2021).

Solusi yang diberikan pada pasien post SC dengan masalah resiko

infeksi yaitu dilakukan dengan terapi farmakologis dan non-farmakologis.

Penatalaksanaan nyeri dengan farmakologis menggunakan obat-obat

analgesik narkotik baik secara intravena maupun intramuskular. Akan tetapi

penggunaan rutin analgesik sebagai terapi untuk mengontrol nyeri tidaklah

cukup, pasien masih merasakan nyeri yang berat sehingga diperlukan terapi

dan intervensi lain sebagai tambahan.

Berdasarkan paparan di atas, penulis ingin melakukan studi kasus

mengenai asuhan keperawatan tentang masalah keperawatan resiko infeksi

dengan indikasi post tindakan SC pada ibu melahirkan. Tindakan non

farmakologis dapat dilakukan perawat sebagai tindakan mandiri profesi untuk

meningkatkan adaptasi ibu post SC dengan masalah keperawatan resiko

infeksi untuk meminimalisir dampak negative akibat resiko infeksi yang

muncul.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan umum

Untuk melakukan asuhan keperawatan pada pasien post sc di Rumah Sakit

Dr Sudarsono Pasuruan.

1.2.2 Tujuan khusus


a. Melakukan pengkajian keperawatan dan analisa data pada pasien post

sc di Rumah Sakit Dr Sudarsono Pasuruan.

b. Merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien post sc di Rumah

Sakit Dr Sudarsono Pasuruan.

c. Menemukan intervensi keperawatan pada pasien post sc di Rumah

Sakit Dr Sudarsono Pasuruan.

d. Melakukan implementasi keperawatan pada pasien post sc di Rumah

Sakit Dr Sudarsono Pasuruan.

1.3 Manfaat

1.3.1 Teoritis

Untuk menambah pengetahuan bagi pembaca diperpustakaan dan berbagai

masukan bagi fakultas kesehatan Universitas Tribhuwana Tungga Dewi.

1.3.2 Praktis

Sebagai salah satu sumber informasi bagi penentu kebijakan dan

pelaksanaan program bai k di fakultas kesehatan Universitas Tribhuwana

Tungga Dewi ataupun di Rumah Sakit Dr Sudarsono Pasuruan dalam

menyusun perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program post partum

care.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Medis

2.1.1 Pengertian Sectio Caesarea

Sectio Caesarea adalah sebuah bentuk melahirkan anak dengan

melakukan sebuah irisan pembedahan yang menembus abdomen seorang

ibu dan uterus untuk mengeluarkan satu bayi atau lebih. Cara ini biasanya

dilakukan ketika kelahiran melalui vagina akan mengarah pada

komplikasi-komplikasi kendati cara ini semakin umum sebagai pengganti

kelahiran normal (I. Rahim & Hengky, 2020) Sectio Caesarea merupakan

suatu persalinan buatan, yaitu janin dilahirkan melalui insisi pada dinding

perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta

bobot janin diatas 500 gram (Nurkhasanah U, 2018). Salah satu tindakan

yang dapat dilakukan untuk menolong proses persalinan yaitu melalui

Sectio caesarea (SC) dengan melakukan pmbedahan pada dinding

abdomen (laparatomi) dan dinding rahim (histerektomi) (Noya, 2019).

Beberapa pengertian tentang Sectio Caesarea diatas dapat diambil

kesimpulan bahwa Sectio Caesarea adalah suatu tindakan pembedahan

yang tujuannya untuk mengeluarkan janin didalam rahim melalui insisi

pada dinding dan rahim perut ibu dengan syarat rahim harus dalam

keadaan utuh dan bobot janin diatas 500 gram.


2.1.2 Etiologi Sectio Caesarea

Menurut (W. A. Rahim et al., 2019) penyebab sectio caesarea sebagai

berikut :

1. CPD (Chepalo Pelvik Disproportion) Chepalo pelvik disproportion

(CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran

lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat

melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan

beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan

jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami.

Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul patologis

juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan alami

sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis tersebut

menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan ukuran-

ukuran bidang panggul menjadi abnormal.

2. PEB (Pre-Eklamsi Berat)

Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung

disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas.

Setelah perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan

penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting. Karena itu

diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati

agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.

3. KPD (Ketuban Pecah Dini)


Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda

persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu.

4. Bayi kembar Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara

Caesarea. Hal ini karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi

komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain itu,

bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang

sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.

5. Faktor hambatan jalan lahir Adanya gangguan pada jalan lahir,

misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan adanya pembukaan,

adanya tumor, dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek

dan ibu sulit bernapas.

6. Kelainan letak janin

a) Kelainan pada letak kepala

b) Letak sungsang

c) Kelainan letak lintang

2.1.3 Patofisiologi Sectio Caesarea

Adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses persalinan yang

menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya

plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo

pelvic, rupture uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-

eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut

menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio

Caesarea (SC). Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang


akan menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan

menimbulkan masalah nyeri akut, intoleransi aktivitas. Adanya

kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan pasien

tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri

sehingga timbul masalah defisit perawatan diri. Kurangnya informasi

mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post operasi

akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain itu, dalam proses

pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen

sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh

darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang

pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa

(Ngatminah, 2014)
Pathway Sectio Caesarea( SC )

Panggul sempit Sectio caesarea

Post anasthesi Luka post operasi Nifas Insisi

laktasi luka
Penurunan tonus otot Jaringan terputus Jaringan terbuka
-Progesteron dan nyeri
Penurunan kerja otot Merangsang area Proteksi kurang estrogen serta
eliminasi sensorik prolaktin menurun
Invasi bakteri
Penurunan peristaltic usus Gangguan rasa Pertumbuhan Resti infeksi
nyaman kelenjar susu dan
Risiko infeksi
Konstipasi gangguan
Nyeri akut - Isapan bayi rasa nyaman
Penurunan kerja otot - Oksitosin meningkat
ekstermitas bawah - Ejeksi ASI
Penurunan tonus
Gangguan
otot vesika urinaria Tidak adekuat ASI
bedrest pola tidur

Gangguan Penurunan kontraksi Inefektif laktasi Kurang informasi


mobilitas fisik vesika urinaria tentang perawatan
Menyusui payudara
Retensi urine tidak efektif

Defisi
Distensi kandung pengetahuan
Efek anastesi
kemih

Pembatasan
Gangguan eliminasi
intake peroral
urine Risiko
ketidakseimbangan
cairan
2.1.4 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis sectio caesarea menurut (Sholihah, 2020)antara lain :

1. Nyeri akibat luka pembedahan


2. Adanya luka insisi pada bagian abdomen
3. Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus
4. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lokhea tidak
banyak)
5. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 ml
6. Emosi labil
7. Terpasang kateter urinarius
8. Auskultasi bising usus tidak terdengar atau samar
9. Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan muntah
10. Status pulmonary bunyi paru jelas da n vesikuler
11. Pada kelahiran secara SC tidak direncanakan maka biasanya kurang
paham prosedur
12. Bonding dan Attachment pada anak yang baru dilahirkan
2.1.5 Pemeriksaan
Dalam (Kwatolo et al., 2019) pemeriksaan penunjang yang dilakukan
yaitu:

a. Pemantauan janin terhadap kesehatan janin


b. Pemantauan EKG
c. JDL dengan diferensial
d. Elektrolit
e. Hemoglobin/Hematokrit
f. Golongan Darah
g. Urinalis
h. Amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi
i. Pemeriksaan sinar X sesuai indikasi.
j. Ultrasound sesuai pesanan.
2.1.6 Penatalaksanaan

Perawatan post Sectio Caesarea menurut (Achadyah & Sestu Retno


DA, 2017) yaitu :

a. Ruang pemulihan
Dalam ruang pemulihan prosedur yang harus dilakukan yaitu
memantau dengan cermat jumlah perdarahan dari vagina dan
palpasi fundus uteri untuk memastikan bahwa uterus berkontraksi
dengan baik
b. Pemberian Cairan Intravena
Perdarahan yang tidak disadari di vagina selama tindakan dan
perdarahan yang tersembunyi didalam uterus atau keduanya, sering
menyebabkan perkiraan kehilangan darah menjadi lebih rendah
daripada sebenarnya. Cairan intravena yang perlu disiapkan untuk
memenuhi kebutuhan klien yaitu larutan Ringer Laktat atau larutan
Kristaloid ditambah Dektrosa 5%. Bila kadar Hb rendah diiberikan
transfusi darah sesuai kebutuhan.
c. Tanda-Tanda Vital
Setelah pulih dari ansetesi, observasi pada klien dilakukan setiap
setengah jam setelah 2 jam pertama dan tiap satu jam selama
minimal 4 jam setelah didapatkan hasil yang stabil. Tanda vital
yang perlu dievaluasi yaitu Tekanan darah, Nadi, Jumlah urin,
Jumlah perdarahan, Status fundus uteri, Suhu tubuh.
d. Analgesik
Pemberian analgesik dapat diberikan paling banyak setiap 3 jam
untuk mengurangi nyeri yang dirasakan. Pemberian analgesik dapat
berupa Meperidin 75-100mg intramuskuler dan morfin sulfat
1015mg intramuskuler.
e. Pengawasan fungsi vesika urinaria dan usus
Kateter vesika urinaria biasanya dapat dilepas dalam waktu 12 jam
setelah operasi dilakukan. Sedangkan untuk makanan padat dapat
diberikan kurang lebih 8 jam stelah operasi, atau jika klien tidak
mengalami komplikasi.
f. Pemeriksaan laboratorium
Hematrokit secara rutin diukur pada pagi hari stelah pembedahan.
Pemeriksaan dilakukan lebih dini apabila terdapat kehilangan darah
yang banyak selama operasi atau menunjukkan tanda-tanda lain
yang mengarah ke hipovoemik.
g. Menyusui
Menyusui dilakukan pada hari 0 post Sectio Caesarea. Apabila klien
memutuskan untuk tidak menyusui, dapat diberikan bebat untuk
menopang payudara yang bisa mengurangi rasa nyeri pada
payudara.
h. Pencegahan infeksi pasca operasi
Infeksi panggul pasca operasi merupakan penyebab tersering dari
demam dan tetap terjadi pada 20% wanita walaupun telah diberikan
antibiotik profilaksis. Sejumlah uji klinis acak telah membuktikan
bahwa antibiotik dosis tunggal dapat diberikan saat Sectio Caesarea
untuk menrunkan angka infeksi.
i. Mobilisasi
Mobilisasai dilakukan secara bertahap meliputi miring kanan dan kiri
dapat dimulai sejak 6-10 jam setelah operasi. Hari kedua post operasi
penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk
bernafas dalam. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubahmenjadi
posisi setengah duduk. Selanjutnya dengan berturrut-turut selama hari
demi hari pasien dianjurkan belajar uduk selama sehari, belajar
berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ketiga sampai hari
kelima pasca operasi sectio caesarea.
2.2 Konsep Masalah Keperawatan
2.2.1 Pengertian Resiko Infeksi

Menurut buku SDKI No.304 code: D.0140 resiko infeksi adalah berisiko

mengalami peningkatan terserang organisme patogenik.

2.2.2 Penyebab

a) Penyakit kronis (mis, diabetes melitus)

b) Efek prosedur infasif

c) Malnutrisi

d) Peningkatan paparan organisme patogen lingkungan

2.2.3 Tanda Dan Gejala Primer Dan Sekunder

Ketidakadekuatan pertahanan tubuh Ketidakadekuatan pertahanan tubuh


primer sekunder

1. Gangguan peristaltic 1. Penurunan hemoglobin


2. Kerusakan integritas kulit 2. Imununosupresi
3. Perubahan sekresi PH 3. Leukopenia
4. Penurunan kerja siliaris 4. Supresi respon inflamasi
5. Ketuban pecah lama 5. Vaksinasi tidak adekuat
6. Ketuban pecah sebelum
waktunya
7. Merokok
8. Statis cairan tubuh

2.2.4 Kondisi Klinis Terkait

a. AIDS

b. Luka terbakar
c. Penyakit paru obstruktif kronis

d. DM

e. Tindakan infasif

f. Kondisis penggunaan terapi steroid

g. Penyalagunaan obat

h. Ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW)

i. Kanker, dan gagal ginjal

2.2.5 Penatalaksanaan

Penatalaksaan yang dilakukan pada pasien dengan masalah keperawatan

resiko infeksi yaitu :

1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik

2. Batasi jumlah pengunjung

3. Berikan perawatan kulit pada area edema

4. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan

lingkungan pasien

5. Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi

6. Menjelaskan tanda dan gejala infeksi

7. Mengajarkan cara mencuci tangan yang benar

8. Ajarkan etika batuk

9. Ajarkan cara memeriksa luka atau luka operasi

10. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi

11. Anjurkan meningkatkan asupan cairan

12. Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu


2.3 Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan merupakan cara sistematis yang dilakukan oleh

perawat bersama pasien dalam menentukan kebutuhan pasien dengan

melakukan pengkajian, penentuan diagnosa, perencanaan tindakan,

pelaksanaan tindakan, serta pengevaluasian hasil asuhan yang telah diberikan

dengan berfokus pada pasien dan berorientasi pada tujuan (Sharfina, 2019).

2.3.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari dasar utama dari proses
keperawatan. engkajian keperawatan adalah proses pengumpulan,
pengujian, analisa, dan mengkomunikasikan data tentang klien. Tujuan
pengkajian untuk membuat data dasar tentang tingkat kesehatan klien,
praktik kesehatan, penyakit terdahulu, dan pengalaman yang
berhubungan, dan tujuan perawatan kesehatan. Status pasien akan
mengatur waktu dan kedalaman.Pengumpulan data yang akurat dan
sistematis akan membantu penentuan status kesehatan dan pola
pertahanan klien ,mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan klien,serta
merumuskan diagnosa keperawatan.Pengkajian adalah pemikiran asar
dari proses asuhan keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan
data atau informasi dari klien agar dapat mengidentifikasi,mengnal
masalah-masalah,kenutuhan kesehatan dan keperawatan klien baik
mental,sosial,dan lingkungan (Hutagalung, 2019)
Menurut (Hutagalung, 2019) bahwa pengkajian terdiri dari:
a) Identitas klien
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama,
pekerjaan, status pernikahan, suku/bangsa, alamat, nomor rekam
medis, ruang rawat, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian,
diagnosa medis, dan identitas penanggung jawab.
b) Riwayat keluarga dan Tahap Perkembangan
1) Tahap perkembangan keluarga saat ini
Dari beberapa tahap perkembangan keluarga, identifikasi tahap
perkembangan keluarga saat ini. Tahap perkembangan keluarga
ditentukan oleh anak tertua dari keluarga inti.
2) Tahap Perkembangan keluarga yang belum tercapai
Identifikasi tahap perkembangan keluarga yang sudah
terpenuhi dan yang belum terpenuhi. Pengkajian ini juga
menjelaskan kendala – kendala yang membuat tugas
perkembangan keluarga tersebut belum terpenuhi.
3) Riwayat keluarga inti
Pengkajian dilakukan mengenai riwayat kesehatan keluarga
inti, meliputi riwayat penyakit keturunan, riwayat kesehatan
masing – masing anggota keluarga meliputi penyakit yang
pernah diderita oleh keluarga, terutama gangguan jiwa.
4) Riwayat keluarga sebelumnya
Pengkajian mengenai riwayat kesehatan orang tua dari suami
dan istri, serta penyakit keturunan dari nenek dan kakek
mereka. Berisi tentang penyakit yang pernah diderita oleh
keluarga klien, baik berhubungan dengan panyakit yang
diderita oleh klien, maupun penyakit keturunan dan menular
lainnya.
2.3.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai seseorang,

keluarga, atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau

proses kehidupan yang aktual atau potensial. Diagnosa keperawatan

merupakan dasar dalam penyusunan rencana tindakan asuhan keperawatan,

tujuan dokumentasi diagnosa keperawatan untuk menuliskan

masalah/problem pasien atau perubahan status kesehatan pasien


(Dokumentasi Keperawatan, 2017). Berdasarkan SDKI (2017) masalah

yang mu ngkin muncul, sebagai berikut :

1) Nyeri akut b.d agen pencedera fisik, luka post operasi Sectio

Caesarea.(D.0077)

2) Risiko infeksi b.d efek prosedur pembedahan Sectio Caesarea.

(D.0143)

3) Menyusui tidak efektif b.d ketidakadekuatan suplai ASI.( D.0029)

4) Defisit pengetahuan tentang teknik menyusui yang benar b.d

Kurang Terpapar Informasi (D.0111)

5) Gangguan mobilitas fisik b.d nyeri, terpasang alat invasif.(D.

0054)

6) Konstipasi b.d penurunan motilitas gastrointestinal.( D.0049)

7) Gangguan eliminasi urine b.d efek tindakan medis, anastesi.

( D.0040)

8) Gangguan pola tidur b.d nyeri akibat luka post Sectio Caesarea.

(D.0055)

9) Risiko ketidakseimbangan cairan b.d prosedur pembedahan

mayor, pembatasan cairan peroral.(D.0036)

2.3.3 Rencana Tindakan

Setelah perumusan diagnosa keperawatan maka perlu dibuat

perencanaan intervensi keperawatan. Perencanaan keperawatan adalah suatu

rangkaian kegiatan penentuan langkah-langkah pemecahan masalah dan

prioritasnya, perumusan tujuan, rencana tindakan dan penilaian asuhan


keperawatan pada pasien berdasarkan analisis data dan diganosa keperawatan.

Tujuan intervensi keperawatan adalah untuk menghilangkan, mengurangi, dan

mencegah masalah keperawatan pasien.(Manggasa, 2021).

Menurut buku SIKI No.278 code: 1.14539 pencegahan infeksi adalah

mengidentifikasi dan menurunkan risiko terserang organisme patogenik.

1. Tindakan

Observasi

- Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik

Terapeutik

- Batasi jumlah pengunjung

- Berikan perawatan kulit pada area edema

- Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan

lingkungan pasien

- Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi

Edukasi

- Menjelaskan tanda dan gejala infeksi

- Mengajarkan cara mencuci tangan yang benar

- Ajarkan etika batuk

- Ajarkan cara memeriksa luka atau luka operasi

- Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi


- Anjurkan meningkatkan asupan cairan

Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu

2.3.4 Pelaksanaan/Implementasi Keperawatan

Serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu

pasien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang

baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Astuti et al., 2017).

1) Memonitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik

2) Membatasi jumlah pengunjung

3) Memberikan perawatan kulit pada area edema

4) Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan

lingkungan pasien

5) Mempertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi

6) Menjelaskan tanda dan gejala infeksi

7) Mengajarkan cara mencuci tangan yang benar

8) Mengajarkan etika batuk

9) Mengajarkan cara memeriksa luka atau luka operasi

10) Menganjurkan meningkatkan asupan nutrisi

11) Menganjurkan meningkatkan asupan cairan

12) Mengkolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu

2.3.5 Evaluasi Keperawatan


Merupakan tahap akhir dari rangkaian proses keperawatan untuk

mengukur keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan tindakan keperawatan

yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan pasien (Dokumentasi

Keperawatan, 2017). Pada tah ap evaluasi ini terdiri dari dua kegiatan yaitu

kegiatan yang dilakukan dengan mengevaluasi selama proses keperawatan

berlangsung atau menilai dari respon pasien disebut evaluasi proses dan

kegiatan melakukan evaluasi dengan target tujuan yang diharapkan disebut

evaluasi hasil. Terdapat dua jenis evaluasi yaitu evaluasi formatif dan evaluasi

sumatif. Evaluasi formatif merupakan evaluasi yang dilakukan pada saat

memberikan intervensi dengan respon segera. Sedangkan evaluasi sumatif

merupakan rekapitulasi dari hasil observasi dan analisis status pasien pada

waktu tertentu berdasarkan tujuan yang direncanakan pada tahap perencanaan.

Dilakukan setiap berdasarkan tujuan yang direncanakan pada tahap

perencanaan (Harefa, 2019).

Menurut buku SLKI No.238 code: L.14137 tingkat infeksi adalah

derajat infeksi berdasarkan observasi atau sumber informasi

Ekspetasi Menurun
Kriteria hasil menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat
menurun meningka
t
Kebersihan 1 2 3 4 5
tangan
Kebbersihan
badan 1 2 3 4 5
Nafsu makan 1 2 3 4 5

Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun


meningkat menurun
1 2 3 4 5
Demam
1 2 3 4 5
Kemerahan
1 2 3 4 5
Nyeri
1 2 3 4 5
Bengkak
1 2 3 4 5
Vesikel
1 2 3 4 5
Cairan berbau
busuk 1 2 3 4 5
Sputum berwarna 1 2 3 4 5
hijau
1 2 3 4 5
Drainase purulen
1 2 3 4 5
Pluria
1 2 3 4 5
Periode malaise
1 2 3 4 5
Periode
menggigil 1 2 3 4 5

Letargi 1 2 3 4 5

Gangguan 1 2 3 4 5
kognitif
Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik
Kadar sel darah memburuk membaik
putih 1 3 5
2 4
Kultur darah 1 3 5
2
1 4
Kultur urine 3 5
2
Kultur sputum 1 2 3 4 5
Kultur area luka 1 2 3 4 5
Kultur feses 1 2 3 4 5
Kadar sel darah 1 2
3 4 5
putih
1
4

.
BAB III

METODE

3.1 Desain Studi Kasus

Penulisan karya tulis ilmiah menggunakan metode desain karya tulis ilmiah

dalam bentuk studi kasus dengan menggunakan pendekatan diskriptif kualitatif

dan kuantitatif untuk mengeksplorasi masalah asuhan keperawatan dengan Post

Sectio Caesarea. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan asuhan

keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,

pelaksanaan, dan evaluasi di ruang Nifas Rs Dr.Soedarsono Pasuruan.

3.2 Subjek Studi Kasus

Subjek penelitian yang di gunakan dalam penelitian keperawatan adalah :

1. Klien post sc di rumah sakit pasuruan malang.

2. Studi kasus ini adalah 3 pasien dengan Post Sectio Caesarea dengan

masalah keperawatan resiko infeksi yang dirawat di ruang Nifas Rs

Dr.Soedarsono Pasuruan.

3.3 Lokasi Dan Waktu Studi Kasus

Lokasi merupakan tempat untuk melakukan penelitian.lokasi dalam studi

kasus di sini adalah di rumah sakit DR.Soerdarsono Pasuruan Malang Studi kasus

dilaksanakan di ruang Nifas Rs Dr.Soedarsono Pasuruan dan penelitian akan

dilakukan selama 2 minggu.


3.4 Fokus Studi Kasus

1. Klien mampu mengenal pengertian,penyebab, tanda gejala, akibat, dan proses

terjadinya masalah.

2. Klien mampu mengetahui cara mengetasi masalah.

3. Klien mampu merasakan manfaat yang diberikan peneliti dalam mengatasi

masalah.

3.5 Defenisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasiona

Variabel Defenisis
Resiko infeksi Berisiko mengalami peningkatan terserang
organisme patogenik.
Pasien post Sectio Caesarea Pasien post SC adalah pasien yang mengalami
proses persalinan dengan melalui pembedahan
dimana irisan dilakukan diperut ibu dan rahim
untuk mengeluarkan bayi.

3.5 Instrumen Studi Kasus

Instrument pengumpulan data yang digunakan adalah menggunakan format

pengkajian asuhan keperawatan maternitas.

3.6 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan kegiatan untuk mengumpulkan data yang

diperlukan dalam studi kasus ini. Metode pengumpulan data yang digunakan

adalah sebagai berikut:


1. Wawancara

Wawancara adalah metode pengumpulan data dengan cara mewawancarai

langsung responden yang diteliti, metode ini memberikan hasil secara

langsung. Pada studi kasus ini, sumber data diperoleh dari hasil

wawancara terhadap klien dan keluarga klien.

2. Observasi

Observasi adalah metode pengumpulan data dengan cara melakukan

pengamatan secara langsung kepada responden untuk mencari perubahan

atau hal hal yang akan diteliti

3. Dokumentasi

Dokumentasi dilakukan setiap hari setlah melakukan asuhan keperawatan

jiwa pada klien dan dilakukan dengan menggunakan format asuhan

keperawatan maternitas.

3.8 Analisis Data Dan Penyajian Data

Pengolahan dan menggunakan analisis deskriptif. Analisis deskriptif adalah

digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan data yang

terkumpul untuk membuat suatu kesimpulan (Nasution, 2017). Pengolahan

data ini untuk melakukan asuhan keperawatan pada keluarga klien. Teknik

analisis yang digunakan dengan cara menarasikan jawaban jawaban dari

penulisan yang diperoleh dari hasil interpretasi wawancara mendalam yang

dilakukan untuk menjawab rumusan masalah penulisan. Teknik analisis


digunakan dengan cara observasi oleh penulis dan studi dokumentasi yang

menghasilkan data untuk selanjutnya dinterpretasikan dan dibandingkan teori

yang ada sebagai bahan untuk memberikan rekomendasi dalam intervensi

tersebut.

3.9 Etika Studi Kasus

Masalah etika yang harus diperhatikan antara lain adalah sebagai berikut :

Etika yang mendasari penyusunan studi kasus adalah :

1. Informed Consent ( persetujuan menjadi responden)

dimana subjek harus mendapatkan informasi secara lengkap tentang

tujuan penelitian yang akan dilaksanakan, mempunyai hak untuk

bebas berpatisipasi atau menolak menjadi responden. Pada informed

consent juga perlu dicantumkan bahwa data yang diperoleh hanya

akan dipergunakan untuk pengembangan ilmu.

2. Anonimity (tanpa nama)

dimana subjek mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang

diberikan harus dirahasiakan . Kerahasiaan dari responden dijamin

dengan jalan mengaburkan identitas dari responden atau tanpa nama

(anonymity).

3. Rahasia (confidentiality)

kerahasiaan yang diberikan kepada responden dijamin oleh peneliti.

Anda mungkin juga menyukai