Anda di halaman 1dari 30

STUDI KASUS PADA PASIEN POST SC DENGAN MASALAH

KEPERAWATAN GANGGUAN POLA TIDUR DI RS DR. SOEDARSONO


PASURUAN

KARYA ILMIAH AKHIR

DISUSUN OLEH :
NAOMI CHRISTINE ELSYIE MALO
2021611033

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI
MALANG
2022
STUDI KASUS PADA PASIEN POST SC DENGAN MASALAH
KEPERAWATAN GANGGUAN POLA TIDUR DI RS DR. SOEDARSONO
PASURUAN

KARYA ILMIAH AKHIR

Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Pendidikaan Profesi Ners

DISUSUN OLEH :
NAOMI CHRISTINE ELSYIE MALO
2021611033

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI
MALANG
2022
HALAMAN PENGESAHAN
STUDI KASUS PADA PASIEN POST SC DENGAN MASALAH
KEPERAWATAN GANGGUAN POLA TIDUR DI RS DR. SOEDARSONO

Telah disetujui dan memenuhi syarat


Untuk diujiankan pada tanggal……

Pembimbing,

…………………………………..
NIDN

Mengetahui,
ketua program studi
pendidikan Profesi Ners

rachmat chusnul choeron, ns., m. kep


NIDN. 0725088501
HALAMAN PENGUJI
STUDI KASUS PADA PASIEN POST SC DENGAN MASALAH
KEPERAWATAN GANGGUAN POLA TIDUR DI RS DR. SOEDARSONO

Telah ujiankan pada tanggal……


Dan dinyatakan memenuhi syarat

Pembimbing,

…………………………………..
NIDN

Ketua penguji

……………………………
NIDN.
PERNYATAAN ORIENTALITAS

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Naomi Christine elsyie malo

Nim : 2021611033

Judul : Studi Kasus Pada Pasien Post Sc Dengan Masalah Keperawatan

Gangguan Pola Tidur Di Rs Dr. Soedarsono Pasuruan

Adalah hasil karya ilmiah akhir(KIA) saya sendiri dan belum pernah

dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya. Hal – hal yang menyangkut kutipan

atau rujukan, saya sampaikan dalam daftar pustaka.

Malang,

Yang membuat pernyataan,

Naomi Christine elsyie malo

Nim. 2021611033
ABSTRAK
BAB 1

PENDAHULIUAN

A. Latar Belakang

Persalinan dan kelahiran merupakan akhir dari kehamilan dan awal

dimulainya kehidupan di luar rahim bagi bayi baru lahir (Siti Fauziah,

2015). Salah satu metode persalinan yaitu Sectio Caesarea (SC). Sectio

Caesarea (SC) atau persalinan sesar adalah tindakan yang dilakukan untuk

melahirkan bayi dengan cara melakukan pembedahan melalui

abdomendinding uterus(Nugroho, Nurrezki, Warnaliza, & Wilis, 2014).

Kejadian Persalinan dengan sesar cukup meningkat sebanyak 10%-15%

yang direkomendasikan World Health Organization (WHO) dalam

meningkatkan kesehatan ibu bayi. Amerika Latin dan wilayah Karibia

mencapai 40,5 %, Eropa (25%), Asia (19,2%) dan Afrika (7,3%).

Berdasarkan Riskesdas 2018 di Indonesia menunjukkan sebanyak 17,6%

tindakan sesar, tertinggi di wilayah DKI Jakarta (31,3%) dan terendah di

Papua (6,7%). Data Riskesdas 2013 di Jatim pada tahun 2011 berjumlah

3.401 operasi dari 170.000 persalinan, sekitar 20% dari seluruh persalinan

(Dinkes Provinsi Jawa timur, 2012).

Ibu post SC mengalami gangguan pola tidur pada hari ke-0 sampai

hari ke 3 pasca dilakukannya tindakan SC, yang merupakan hari tersulit

bagi ibu karena mengalami proses persalinan dan susah untuk beristirahat.

Pola tidur akan kembali normal dalam waktu 2-3 minggu setelah

dilakukannya tindakan SC(Marmi, 2014). Penyebab kesulitan tidur pada

ibu post SC diantaranya lingkungan yang kurang nyaman, bayi menangis,


aktivitas merawat bayi, serta nyeri pada luka setelah dilakukannya

pembedahan. Ketidaknyamanan secara fisik dapat mengganggu tidur ibu

post SC (Ika Pratiwi, 2016).

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk memberikan asuhan keperawatan pada pasien post sc

dengan gangguan pola tidur di RS Dr Soedarsono Pasuruan

2. Tujuan khusus

a. Melakukan pengkajian pengkajian pada pasien post sc

b. Menegakkan diagnose keperawatan yang diangkat pada

pasien post sc

c. Merumuskan rencana tindakan dari diagnose keperawatan

ang diangkat

d. Melakukan implementasi dari diagnose yang diangkat

e. Melakukan evaluasi dari implementasi yang dilakukan

3. Manfaat

a. Manfaat teoritis

Untuk menambah pengetahuan bagi pembaca dan sebagai

masukan bagi fakultas kesehatan universitas tribhuwana

malang.

b. Manfaat praktis

Sebagai salah satu sumber informasi bagi penentu

kebijakan dan pelaksanaan program baik di fakultas

kesehatan universitas tribhuwana tunggadewi malang


ataupun di RS Dr soedarsono pasuruan dalam menyusun

perencanaan, pelaksanaan asuhan keperawatan


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP MEDIS

1. Pengertian

Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin


dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan
dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat
janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009)
Sectio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin
dengan membuka dinding perut dan dinding rahim (Mansjoer,
2002)
Jadi sectio caesaria adalah suatu pembedahan guna
melahirkan janin lewat insisi pada dinding abdomen dan uterus
persalinan buatan, sehingga janin dilahirkan melalui perut dan
dinding perut dan dinding rahim agar anak lahir dengan keadaan
utuh dan sehat

2. Etiologi
Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea
adalah ruptur uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah
dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin
besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio caesarea
diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea sebagai
berikut:
a. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar
panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin
yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara
alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa
tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan
yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami.
Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul
patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses
persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi.
Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga
panggul menjadi asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul
menjadi abnormal.
b. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang
langsung disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih
belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan
eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal
paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini
amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar
tidak berlanjut menjadi eklamsi.
c. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat
tanda persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu.
Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas
37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu.
d. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini
karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi
yang lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi
kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang
sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.
e. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang
tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan
kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit
bernafas.
f. Kelainan Letak Janin
a) Kelainan pada letak kepala
 Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada
pemeriksaan dalam teraba UUB yang paling rendah.
Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya
bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar
panggul.
 Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian
kepala yang terletak paling rendah ialah muka. Hal ini
jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.
 Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada
pada posisi terendah dan tetap paling depan. Pada
penempatan dagu, biasanya dengan sendirinya akan
berubah menjadi letak muka atau letak belakang kepala.
b) Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak
memanjang dengan kepala difundus uteri dan bokong
berada di bagian bawah kavum uteri. Dikenal beberapa
jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi
bokong kaki, sempurna, presentasi bokong kaki tidak
sempurna dan presentasi kaki (Saifuddin, 2002).

3. Patofisiologi
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan
berat di atas 500 gr dengan sayatan pada dinding uterus yang masih
utuh. Indikasi dilakukan tindakan ini yaitu distorsi kepala panggul,
disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, placenta previa dll, untuk
ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Janin besar dan
letak lintang setelah dilakukan SC ibu akan mengalami adaptasi
post partum baik dari aspek kognitif berupa kurang pengetahuan.
Akibat kurang informasi dan dari aspek fisiologis yaitu produk
oxsitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang keluar
hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi post de entris bagi
kuman. Oleh karena itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan
luka dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah utama karena insisi
yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa
bersifat regional dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak
pengaruhnya terhadap janin maupun ibu anestesi janin sehingga
kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan upnoe yang tidak dapat
diatasi dengan mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan
pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri
berupa atonia uteri sehingga darah banyak yang keluar. Untuk
pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat
sekret yan berlebihan karena kerja otot nafas silia yang menutup.
Anestesi ini juga mempengaruhi saluran pencernaan dengan
menurunkan mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung
akan terjadi proses penghancuran dengan bantuan peristaltik usus.
Kemudian diserap untuk metabolisme sehingga tubuh memperoleh
energi. Akibat dari mortilitas yang menurun maka peristaltik juga
menurun. Makanan yang ada di lambung akan menumpuk dan
karena reflek untuk batuk juga menurun. Maka pasien sangat
beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang pipa
endotracheal. Selain itu motilitas yang menurun juga berakibat
pada perubahan pola eliminasi yaitu konstipasi.(Saifuddin,
Mansjoer & Prawirohardjo, 2002)
Kelainan / hambatan selama hamil dan proses persalinan misalnya: plasenta previa
sentralis/lateralis, panggul sempit, disporporsichepalo pelvic, rupture uteri mengancam, partus
lama/tidak maju, preeklamsia, dystonia servik, malpresentasi janin

Section Caesarea (SC)

Post anesthesi Luka post operasi


Post partum nifas

Distensi kandung kemih


Penurunan medullla Penurunan kerja pons Jaringan terputus Jaringan terbuka
oblongata

Udem dan memar di


Penurunan kerja otot Merangsang Proteksi kurang uretra
Penurunan Refleks area sensorik
eliminasi
Batuk

Invasi bakteri Penurunan sensitivitas &


Akumulasi sekret Penurunan peristaltik Gangguan rasa sensasi kandung kemih
usus nyaman

Resiko Infeksi
Bersihan nafas Gangguan eliminasi
Konstipasi Nyeri
tidak efektif urine

Penurunan progeteron & estrogen

Psikologi

Kontaksi uterus Merangsang pertumbuhan Penambahan


kelenjar susu anggota baru

Involusi Peningkatan hormone prolaktin


Masa krisis Tuntutan
anggota baru
Merangsang laktasi oktsitosin

Adekuat Tidak Adekuat Perubahan


Bayi menangis
pola peran
Ejeksi ASI

Pengeluaran Perdarahan
lochea Gangguan pola
tidur
Efektif Tidak efektif

Hb Kekuranagn vol cairan


Nutrisi bayi terpenuhi
& elektrolit

Kurang O2
Resiko syok
(hipovolemik)
Kurang informasi ttg perawatan Bengkak
payudara

Kelemahan
Ketidakefektifan pemberian ASI

Defisiensi pengetahuan
Defisit
Nutrisi bayi kurang dari kebutuhan
perawatan diri
4. Manifestasi Klinis
Persalinan dengan Sectio Caesaria , memerlukan perawatan
yang lebih koprehensif yaitu: perawatan post operatif dan
perawatan post partum.Manifestasi klinis sectio caesarea
menurut Doenges (2001),antara lain :
 Nyeri akibat ada luka pembedahan
 Adanya luka insisi pada bagian abdomen
 Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus
 Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang
berlebihan (lokhea tidak banyak)
 Kehilangan darah selama prosedur pembedahan
kira-kira 600-800ml
 Emosi labil / perubahan emosional dengan
mengekspresikan ketidakmampuan menghadapi situasi baru
 Biasanya terpasang kateter urinarius
 Auskultasi bising usus tidak terdengar atau samar
 Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual
dan muntah
 Pada kelahiran secara SC tidak direncanakan maka bisanya
kurang paham prosedur
 Bonding dan Attachment pada anak yang baru dilahirkan.

5. KOMPLIKASI

1. Infeksi Puerpuralis
 Ringan : dengan kenaikan suhu beberapa hari saja.
 Sedang : dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi disertai
dehidrasi atau perut sedikit kembung
 Berat : dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik.
Hal ini sering kita jumpai pada partus terlantar
dimana sebelumnya telah terjadi infeksi intrapartum
karena ketuban yang telah pecah terlalu lama.
2. Pendarahan disebabkan karena :
 Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
 Atonia Uteri
 Pendarahan pada placenta bled
3. Luka pada kandung kemih, emboli paru dan keluhan
kandung kemih bila reperitonalisasi terlalu tinggi.
4. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang
kuatnya perut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan
berikutnya bisa terjadi ruptura uteri. Kemungkinan hal ini lebih
banyak ditemukan sesudah sectio caesarea klasik.

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a) Elektroensefalogram ( EEG ) Untuk membantu menetapkan


jenis dan fokus dari kejang.
b) Pemindaian CT :Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan
jaringan.
c) Magneti resonance imaging (MRI): Menghasilkan
bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan
gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah –
daerah otak yang itdak jelas terliht bila menggunakan
pemindaian CT.
d) Pemindaian positron emission tomography ( PET ):Untuk
mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu
menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann
darah dalam otak.
e) Uji laboratorium
 Fungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
 Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan
hematocrit
 Panel elektrolit
 Skrining toksik dari serum dan urin
 AGD
 Kadar kalsium darah
 Kadar natrium darah
 Kadar magnesium darah

7. PENATALAKSANAAN

1. Perawatan awal
a. Letakan pasien dalam posisi pemulihan
b. Periksa kondisi pasien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam
pertama, kemudian tiap 30 menit jam berikutnya. Periksa tingkat
kesadaran tiap 15 menit sampai sadar
c. Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi
d. Transfusi jika diperlukan
e. jika tanda vital dan hematokrit turun walau diberikan transfusi,
segera kembalikan ke kamar bedah kemungkinan terjadi
perdarahan pasca bedah
2. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus
lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian
minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 -
10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
3. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
a. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah
operasi
b. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur
telentang sedini mungkin setelah sadar
c. Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5
menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
d. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi
setengah duduk (semifowler)
e. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan
belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian
berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
4. Fungsi gastrointestinal
a. Jika tindakan tidak berat beri pasien diit cair
b. Jika ada tanda infeksi , tunggu bising usus timbul
c. Jika pasien bisa flatus mulai berikan makanan padat
d. Pemberian infus diteruskan sampai pasien bisa minum dengan baik
5. Perawatan fungsi kandung kemih
a. Jika urin jernih, kateter dilepas 8 jam setelah pembedahan atau
sesudah semalam
b. Jika urin tidak jernih biarkan kateter terpasang sampai urin jernih
c. Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih biarkan kateter
terpasang sampai minimum 7 hari atau urin jernih.
d. Jika sudah tidak memakai antibiotika berikan nirofurantoin 100
mg per oral per hari sampai kateter dilepas
e. Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak
enak pada penderita, menghalangi involusi uterus dan
menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam /
lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
1. Pembalutan dan perawatan luka
a. Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan tidak
terlalu banyak jangan mengganti pembalut
b. Jika pembalut agak kendor , jangan ganti pembalut, tapi beri plester
untuk mengencangkan
c. Ganti pembalut dengan cara steril
d. Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih
e. Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angkat jahitan
kulit dilakukan pada hari kelima pasca SC Jika masih terdapat
perdarahan
f. Lakukan masase uterus
g. Beri oksitosin 10 unit dalam 500 ml cairan I.V. (garam fisiologik
atau RL) 60 tetes/menit, ergometrin 0,2 mg I.M. dan prostaglandin
2. Jika terdapat tanda infeksi, berikan antibiotika kombinasi sampai
pasien bebas demam selama 48 jam :
a. Ampisilin 2 g I.V. setiap 6 jam
b. Ditambah gentamisin 5 mg/kg berat badan I.V. setiap 8 jam
c. Ditambah metronidazol 500 mg I.V. setiap 8 jam
3. Analgesik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
a. Pemberian analgesia sesudah bedah sangat penting
b. Supositoria = ketopropen sup 2x/ 24 jam
c. Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
d. Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam
bila perlu
4. Obat-obatan lain
a. Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat
diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C
10. Hal – Hal lain yang perlu diperhatikan
a. Paska bedah penderita dirawat dan diobservasi kemungkinan
komplikasi berupa perdarahan dan hematoma pada daerah operasi
b. Pasca operasi perlu dilakukan drainase untuk mencegah terjadinya
hematoma.
c. Pasien dibaringkan dengan posisi semi fowler (berbaring dengan
lutut ditekuk) agar diding abdomen tidak tegang.
d. Diusahakan agar penderita tidak batuk atau menangis.
e. Lakukan perawatan luka untuk mencegah terjadiny infeksi
f. Dalam waktu 1 bulan jangan mengangkut barang yang berat.
g. Selama waktu 3 bulan tidak boleh melakukan kegiatan yang dapat
menaikkan tekanan intra abdomen

h. pengkajian difokuskan pada kelancaran saluran nafas, karena bila


terjadi obstruksi kemungkinan terjadi gangguan ventilasi yang
mungkin disebab-kan karena pengaruh obat-obatan, anestetik,
narkotik dan karena tekanan diafragma. Selain itu juga penting
untuk mempertahankan sirkulasi dengan mewaspadai terjadinya
hipotensi dan aritmia kardiak. Oleh karena itu perlu memantau
TTV setiap 10-15 menit dan kesadaran selama 2 jam dan 4 jam
sekali.
i. Keseimbangan cairan dan elektrolit, kenyamanan fisik berupa nyeri
dan kenya-manan psikologis juga perlu dikaji sehingga perlu
adanya orientasi dan bimbingan kegi-atan post op seperti ambulasi
dan nafas dalam untuk mempercepat hilangnya pengaruh anestesi.
j. Perawatan pasca operasi, Jadwal pemeriksaan ulang tekanan darah,
frekuensi nadi dan nafas. Jadwal pengukuran jumlah produksi urin
Berikan infus dengan jelas, singkat dan terinci bila dijumpai
adanya penyimpangan
k. Penatalaksanaan medis, Cairan IV sesuai indikasi. Anestesia;
regional atau general Perjanjian dari orang terdekat untuk tujuan
sectio caesaria. Tes laboratorium/diagnostik sesuai indikasi.
Pemberian oksitosin sesuai indikasi. Tanda vital per protokol
ruangan pemulihan, Persiapan kulit pembedahan abdomen,
Persetujuan ditandatangani. Pemasangan kateter fole

B. KONSEP MASALAH KEPERAWATAN

1. Pengertian Gangguan Pola Tidur

Gangguan pola tidur adalah gangguan kualitas dan kuantitas waktu

tidur akibat faktor eksternal (buku SDKI no.126,code:D.0055).

2. Penyebab

a) Hambatan lingkungan (mis. Kelembapan lingkungan

sekitar, suhu lingkungan, pencahayaan, kebisingan, bau

tidak sedap, jadwal pemantauan/pemeriksaan/tindakan)

b) Kurang control tidur


c) Kurang privasi

d) Restraint fisik

e) Ketiadaan teman tidur

f) Tidak familiar dengan peralatan tidur

3. Tanda gejalah mayor dan minor

Gejalah mayor Gejalah minor


a. Mengeluh sulit tidur a. Mengeluh kemampuan
b. Mengeluh sering terjaga beraktivitas menurun
c. Mengeluh tidak puas tidur
d. Mengeluh pola tidur berubah
e. Mengeluh istrahat tidak cukup

4. Kondisi klinis terkait

a. Nyeri/ kolik

b. Hipertiroidisme

c. Kecemasan

d. Penyakit paru obstruktif kronis

e. Kehamilan

f. Periode pasca partum

g. Kondisi paska operasi

5. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien dengan masalah

keperawatan gangguan pola tidur yaitu :

a. Identifikasi pola aktivitas dan tidur


b. Identifikasi faktor pengganggu tidur(fisik dan atau

psikologis

c. Identifikasi makanan dan minuman yang mengganggu

tidur(mis. Kopi, the, alcohol,makan mendekati waktu tidur,

minum banyak air sebelum tidur)

d. Identifikasi obat tidur yang dikonsumsi

e. Modifikasi lingkungan (mis. Pencahayaan, kebisingan

suhu, matras dan tempat tidur)

f. Batasi waktu tidur siang, jika perlu

g. Fasilitasi menghilangkan stress sebelum tidur

h. Tetapkan jadwal tidur rutin

i. Lakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan(mis.

Pijat, pengaturan posisi, terapi akupresur)

j. Sesuaikan jadwal pemberian obat dan atau tindakan untuk

menunjang siklus tidur terjaga

k. Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit

l. Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur

m. Anjurkan menghindari makanan/minuman yang

mengganggu tidur

n. Anjurkan pengguanaan, obat tidur yang tidak mengandung

supresor terhadap tidur REM

o. Ajarkan faktor – faktor yang berkontribusiterhadap

gangguan pola tidurr(mis. Psikologis, gaya hidup, sering

berubah shift bekerja)


p. Ajarkan relaksasi otot autogenok atau cara nonfarmakolfi

yang lain

C. Asuhan keperawaatan

Proses keperawatan(asuhan keperawatan) adalah suatu metode yang

sistematis dan terorganisasi dalam pemberian asuhan keperawatan, yang

difokuskan pada reaksi dan respons unik individu pada suatu kelompok

atau perorangan terhadap gangguan kesehatan yang dialami, baik actual

maupun potensial (Deswani,2011). Proses keperawatan terdiri atas lima

tahap, yaitu :

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal proses keperawatan dan

merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data

dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan

mengidentifikasi status kesehatan klien. Pengkajian yang lengkap,

akurat, sesuai kenyataan, kebenaran data sangat penting untuk

merumuskan suatu diagnosa keperawatan dan dalam memberikan

asuhan keperawatan sesuai dengan respon individu.

 Data Dasar

adalah kumpulan data yang berisikan mengenai status

kesehatan klien, kemampuan klien untuk mengelola

kesehatan terhadap dirinya sendiri, dan hasil konsultasi dari

medis atau profesi kesehatan lainnya.

 Data Fokus

adalah data tentang perubahan-perubahan atau respon klien


terhadap kesehatan dan masalah kesehatannya serta hal-hal

yang mencakup tindakan yang dilaksanakan terhadap klien.

a) Fokus pengkajian keperawatan

Fokus pengkajian keperawatan tidak sama dengan

pengkajian medis. Pengkajian medis difokuskan pada

keadaan patologis, sedangkan pengkajian keperawatan

ditujukan pada respon klien terhadap masalah-masalah

kesehatan yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan

dasar manusia. Misalnya dapatkah klien melakukan

aktivitas sehari-hari, sehingga fokus pengkajian klien

adalah respon klien yang nyata maupun potensial terhadap

masalahmasalah aktifitas harian.

b) Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah pengumpulan informasi tentang

klien yang dilakukan secara sistematis untuk menentukan

masalah-masalah, serta kebutuhan-kebutuhan keperawatan

dan kesehatan klien. Pengumpulan informasi merupakan

tahap awal dalam proses keperawatan. Dari informasi yang

terkumpul, didapatkan data dasar tentang masalah-masalah

yang dihadapi klien. Selanjutnya data dasar tersebut

digunakan untuk menentukan diagnosis keperawatan,

merencanakan asuhan keperawatan, serta tindakan

keperawatan untuk mengatasi masalah – masalah klien.


2. Diagnosa

Diagnosa keperawatan memberikan dasar-dasar pemilihan

intervensi untuk mencapai hasil yang menjadi tanggung gugat

perawat. Adapun persyaratan dari diagnose keperawatan adalah

perumusan harus jelas dan singkat dari respons klien terhadap

situasi atau keadaan yang dihadapi, spesifik dan akurat,

memberikan arahan pada asuhan keperawatan, dapat dilaksanakan

oleh perawat dan mencerminkan keadaan kesehatan klien.

Berdasarkan SDKI (2017) masalah keperawatan yang mungkin

muncul, yaitu:

a) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencidera fisik (luka


post operasi)(D.0077)
b) Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif,
paparan lingkungan pathogen (D.0142)
c) Konstipasi b.d penurunan motilitas gastrointestinal.(

D.0049)

d) Gangguan eliminasi urine b.d efek tindakan medis,

anastesi.( D.0040)

e) Gangguan pola tidur b.d nyeri akibat luka post Sectio

Caesarea.(D.0055)

f) Risiko ketidakseimbangan cairan b.d prosedur pembedahan

mayor, pembatasan cairan peroral.(D.0036)

g) Menyusui tidak efektif berhubungan

dengan ketidakadekuatan suplai ASI .( D.0029)


h) Defisit pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal

atau familiar dengan sumber informasi tentang cara

perawatan bayi (D.0111)

3. Rencana tindakan

Langkah-langkah dalam membuat perencanaan keperawatan

meliputi: penetapan prioritas, penetapan tujuan dan kriteria hasil

yang diharapkan, menentukan intervensi keperawatan yang tepat

dan pengembangan rencana asuhan keperawatan. Setelah diagnosa

keperawatan dirumuskan secara spesifik, perawat menggunakan

kemampuan berfikir kritis untuk segera menetapkan prioritas

diagnosa keperawatan dan intervensi yang penting sesuai dengan

kebutuhan klien (Potter & Perry, 1997). Penetapan prioritas

bertujuan untuk mengidentifikasi urutan intervensi keperawatan

yang sesuai dengan berbagai masalah klien (Carpenito, 1997).

Penetapan prioritas dilakukan karena tidak semua masalah dapat

diatasi dalam waktu yang bersamaan. Salah satu metode dalam

menetapkan prioritas dengan mempergunakan hirarki kebutuhan

menurut Maslow. Prioritas dapat diklasifikasi menjadi tiga

tingkatan, antara lain high priority, intermediate priority, dan low

priority. Dalam menetapkan prioritas perawat juga harus

memperhatikan nilai dan kepercayaan klien terhadap kesehatan,

prioritas klien, sumber yang tersedia untuk klien dan perawat,

pentingnya masalah kesehatan yang dihadapi, dan rencana


pengobatan medis. Diagnosa keperawatan klien dan penetapan

prioritas membantu dalam menentukan tujuan keperawatan.

Menurut buku SIKI no.48 code: I.05174 dukung tidur adalah

memfalitasi siklus tidur dan terjaga yang teratur.

Tindakan :

a) Observasi :

 Identifikasi pola aktivitas dan tidur

 Identifikasi faktor pengganggu tidur(fisik dan atau

psikologis

 Identifikasi makanan dan minuman yang mengganggu

tidur(mis. Kopi, the, alcohol,makan mendekati waktu tidur,

minum banyak air sebelum tidur)

 Identifikasi obat tidur yang dikonsumsi

b) Terapeutik :

 Modifikasi lingkungan (mis. Pencahayaan, kebisingan

suhu, matras dan tempat tidur)

 Batasi waktu tidur siang, jika perlu

 Fasilitasi menghilangkan stress sebelum tidur

 Tetapkan jadwal tidur rutin

 Lakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan(mis.

Pijat, pengaturan posisi, terapi akupresur)

 Sesuaikan jadwal pemberian obat dan atau tindakan untuk

menunjang siklus tidur terjaga

c) Edukasi :
 Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit

 Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur

 Anjurkan menghindari makanan/minuman yang

mengganggu tidur

 Anjurkan pengguanaan, obat tidur yang tidak mengandung

supresor terhadap tidur REM

 Ajarkan faktor – faktor yang berkontribusiterhadap

gangguan pola tidurr(mis. Psikologis, gaya hidup, sering

berubah shift bekerja)

 Ajarkan relaksasi otot autogenok atau cara nonfarmakolfi

yang lain

4. Implementasi

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang

dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status

kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang lebih baik yang

menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Gordon, 1994,

dalam Potter & Perry, 1997).

a. Mengidentifikasi pola aktivitas dan tidur

b. Mengidentifikasi faktor pengganggu tidur(fisik dan atau

psikologis

c. Mengidentifikasi makanan dan minuman yang mengganggu

tidur(mis. Kopi, the, alcohol,makan mendekati waktu tidur,

minum banyak air sebelum tidur)


d. Mengidentifikasi obat tidur yang dikonsumsi

e. Memodifikasi lingkungan (mis. Pencahayaan, kebisingan

suhu, matras dan tempat tidur)

f. Membatasi waktu tidur siang, jika perlu

g. Memfasilitasi menghilangkan stress sebelum tidur

h. Menetapkan jadwal tidur rutin

i. Melakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan(mis.

Pijat, pengaturan posisi, terapi akupresur)

j. Menyesuaikan jadwal pemberian obat dan atau tindakan

untuk menunjang siklus tidur terjaga

k. Menjelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit

l. Menganjurkan menepati kebiasaan waktu tidur

m. Menganjurkan menghindari makanan/minuman yang

mengganggu tidur

n. Menganjurkan pengguanaan, obat tidur yang tidak

mengandung supresor terhadap tidur REM

o. Mengajarkan faktor – faktor yang berkontribusiterhadap

gangguan pola tidurr(mis. Psikologis, gaya hidup, sering

berubah shift bekerja)

p. Mengajarkan relaksasi otot autogenok atau cara

nonfarmakolfi yang lain

5. Evaluasi

Meskipun proses keperawatan mempunyai tahap-tahap, namun

evaluasi berlangsung terus menerus sepanjang pelaksanaan proses


keperawatan (Alfaro-LeFevre, 1998). Tahap evaluasi merupakan

perbandingan yang sistematik dan terencana tentang kesehatan

klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan

berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan

lainnya. Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam

menilai tindakan keperawatan yang telah ditentukan, untuk

mengetahui pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan

mengukur hasil dari proses keperawatan.

Menurut buku SLKI no. 96 code : L.05045 pola tidur yaitu

keadekuatan kualitas dan kuantitas tidur.

Ekspektasi Membaik
Kriteria hasil menurun Cukup sedang Cukup meningkat
menurun meningkat
Keluhan sulit tidur 1 2 3 4 5
Keluhan sering 1 2 3 4 5
terjaga
Keluhan tidak puas 1 2 3 4 5
tidur
Keluhan pola tidur 1 2 3 4 5
berubah
Keluhan istrahat tidak 1 2 3 4 5
cukup
meningkat Cukup sedang Cukup Menurrun
Kemampuan meningkat menurun
beraktivitas 1 2 3 4 5

Anda mungkin juga menyukai