Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN TRAUMA KEPALA

DISUSUN OLEH:
AMALYA DELA AVISSYAH (14.401.20.005)
ANISA LAILATUS SARIFAH (14.401.20.006)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RUSTIDA


PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN
KRIKILAN-GLENMORE-BANYUWANGI
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan tugas
makalah yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA KEPALA”
dengan tepat waktu.
Makalah ini kami buat bertujuan untuk menjelaskan materi tentang trauma
kepala. Dengan adanya makalah ini di harapkan mahasiswa lain dapat memahami
materi asuhan keperawatan trauma kepala dengan baik.
Makalah ini kami buat dengan semaksimal mungkin walaupun kami
menyadari masih banyak kekurangan yang harus kami perbaiki. Oleh karena itu
kami mengharapkan saran atau pun kritik dan yang sifatnya membangun dan
tercapainya suatu kesempurnaan makalah ini. Kami berharap makalah ini dapat
berguna bagi pembaca maupun kami.

Krikilan, 14 September 2022

Penulis

2
1)
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Penyakit........................................................................................4
1. Definisi..................................................................................................4
2. Etiologi..................................................................................................4
3. Tanda dan Gejala...................................................................................5
4. Patofisiologi..........................................................................................5
5. Klasifikasi.............................................................................................8
6. Komplikasi............................................................................................9
7. Pemeriksaan Diagnostik......................................................................10
8. Penatalaksanaan Medis.........................................................................2
B. Konsep Asuhan Keperawatan....................................................................3
1. Pengkajian.............................................................................................3
2. Diagnosa Keperawatan..........................................................................9
3. Intervensi.............................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Penyakit
1. Definisi
Cedera kepala atau trauma kapitis adalah suatu gangguan trauma
dari otak disertai/tanpa perdarahan intestinal dalam subtansi otak, tanpa
diikuti terputusnya kontiunitas dari otak. Cedera kepala adalah suatu
trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak
yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung
pada kepala. (Maros & Juniar, 2016)
Cedera kepala meliputi trauma kulit kepala, tengkorak, dan otak.
Secara anatomi otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit kepala,
serta tulang dan tentorium (helm) yang membungkusnya. Tanpa
pelindungan ini otak akan mudah sekali terkena cedera dan mengalami
kerusakan. Selain itu, sekali neuron rusak, tidak dapat diperbaiki lagi.
(Muttaqin, 2012)

2. Etiologi
a. Kekurangan suplai oksigen yang menuju otak
b. Pecahnya pembuluh darah di otak karena kerapuhan pembuluh
darah otak
c. Adanya sumbatan bekuan darah di otak (Batticaca, 2012)
Cedera kepala dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu :
a. Trauma Primer, terjadi akibat trauma pada kepala secara langsung
maupun tidak langsung (akselerasi dan deselerasi).
b. Trauma Sekunder, terjadi akibat trauma saraf (melalui akson) yang
meluas, hipertensi intrakranial, hipoksia, hiperkapnea, atau
hipotensi sistemik (Sibuea, 2012).(Ryu, 2012)

4
3. Tanda dan Gejala
Pada pemeriksaan klinis biasa yang dipakai untuk menentukan
cedera kepala menggunakan pemeriksaan GCS (Glasgown Coma Scale)
yang dikelompokkan menjadi cidera kepala ringan atau minor dengan
GCS 13-15, cidera kepala sedang dengan GCS 9-12, dan cidera kepala
berat dengan GCS 8. (Muttaqin,2012)
a. Sakit kepala karena trauma langsung dan atau meningkatnya
tekanan intracranial
b. Disorientasi atau perubahan kognitif
c. Perubahan dalam berbicara
d. Perubahan dalam gerakan motoric
e. Mual dan muntah karena meningkatnya tekanan intracranial
f. Ukuran pupil tidak sama penting untuk menentukan apakah terkait
dengan perubahan neurologis atau apakah pasien memunyai ukuran
pupil berbeda (persentase kecil populasi mempunyai ukuran pupil
berbeda)
g. Berkurangnya atau tidak adanya reaksi pupil terkait dengan
kompromi neurologis
h. Menurunnya tingkat kesadaran atau hilangnya kesadaran.
(DiGiulio.dkk 2012)

4. Patofisiologi
Suatu sentakan traumatik pada kepala menyebabkan cedera
kepala. Sentakan biasanya tiba-tiba dan dengan kekuatan penuh, seperti
jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor, atau kepala terbentuk. Jika
sentakan menyebabkan suatu trauma akselerasi-deselarasi atau cuop-
counteroup, maka kontusio serebri dapat terjadi. Trauma akserelasi-
deselarasi dapat terjadi langsung dibawah sisi yang terkena ketika otak
terpantul kearah tengkorak dari kekuatan suatu sentakan (suatu pukulan
benda tumpul, sebagai contoh), ketika kekuatan sentakan mendorong
otak terpantul kearah sisi berlawanan tengkorak, atau ketika kepala

5
terdorong kedepa n dan terhenti seketika. Otak terus bergerak dan
terbentur kembali ke tengkorak (akselerasi) dan terpantul (deselerasi).
Trauma kepala dapat langsung menyebabkan kehilangan
kesadaran. Jika trauma itu sementara dan tidak diikuti oleh patologi
otak berat lainnya selain amnesia yang terjadi dalam waktu yang
singkat, trauma itu disebut konkusio. Perubahan kesadaran dalam
jangka panjang mungkin disebabkan oleh hematoma parenkim,
hematoma subdural, atau hematoma epidural atau pada robekan akson-
akson difus di substansia alba.

6
Pathway

Cedera Kepala

Ekstra Cranial Tulang Cranial Intra cranial

Terputusnya Terputusnya Jaringan otak


Kontunuitas Kontunuitas rusak, kontatio,
Jaringan otot, kulit Jaringan tulang laserasi

Pendarahan dan Perubahan


Hematoma Gangguan Resiko Infeksi Protoregulasi
Suplai darah

Peningkatan TIK Kejang

Iskemia
Peregangan Doramen Penurunan
dan pembuluh darah Kesadaran
Hipoksia

Nyeri Akut
Berkurangnya Akumulasi
Resiko Spontanitas Cairan
Ketidakefektifan
Perfusi jaringan otak
Gangguan Bersihan
Memori Jalan Nafas
Tidak Efektif

7
5. Klasifikasi
a. Fraktur Tengkorak
Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuitas tulang tengkorak
yang disebabkan oleh trauma. Ini dapat terjadi dengan atau tanpa
kerusakan otak. Adanya fraktur tengkorak dapat menimbulkan
dampak tekanan yang kuat. Fraktur tengkorak juga dapat terbuka
atau tertutup. Pada fraktur tengkorak terbuka terjadi kerusakan pada
dura meter sedangkan pada frakur tertutup keadaan dura meter tidak
rusak . (Batticaca, 2012).
b. Cedera otak
Penimbangan paling penting pada cedera kepala manapun adalah
apakah otak telah atau tidak mengalami cedera. Cedera minor dapat
menyebabkan kerusakan otak bermakna. Otak tidak dapat
menyimpan oksigen dan glukosa sampai derajat tertentu yang
bermakna. Sel-sel otak membutuhkan suplai darah terus-menerus
untuk memperoleh nutrisi. Kerusakan otak bersifat irreversible
(permanen atau tidak dapat pulih). Sel-sel otak yang mati
diakibatkan karena aliran darah berhenti mengalir hanya beberapa
menit saja dan kerusakan neuron tidak dapat mengalami regenerasi.
Cedera otak serius dapat terjadi,dengan/atau tanpa fraktur tengkorak,
setelah pukulan atau cedera pada kepala yang menimbulkan
kontusio, laserasi, perdarahan (Batticaca, 2012).
c. Komusio serebri (cedera kepala ringan)
Setelah cedera kepala ringan, akan terjadi kehilangan fungsi
neurologis sementara dan tanpa kerusakan struktur. Komosio
umumnya meliputi suatu periode tidak sadar yang berakhir selama
beberapa detik sampai beberapa menit. Keadaan komosio
ditunjukkan dengan gejala pusing atau berkunang-kunang dan dan
terjadi kehilangan kesadaran penuh sesaat. Jika jaringan otak di
lobus frontal terkena, klien akan berperilaku sedikit aneh, sementara
jika lobus-lobus frontal terkena, klien akan berperilaku sedikit aneh,

8
sementara jika lobus temporal yang terkena maka akan menimbulkan
amnesia dan disorientasi (Batticaca, 2012).
d. Kontusio serebri (cedera kepala berat)
Merupakan cedera kepala berat, di masa otak mengalami memar
dengan memungkinkan adanya daerah yang mengalami perdarahan.
Klien berada pada periode tidak sadarkan diri. Gejala akan timbul
dan lebih khas. Klien terbaring kehilangan gerakan, denyut nadi
lemah, pernapasan dangkal, kulit dingin dan pucat. Sering terjadi
defekasi dan berkemih tanpa disadari. Klien dapat diusahakan
bangun tetapi segera masuk kembali ke dalam keadaan tidak sadar.
Tekanan darah dan suhu abnormal dan gambaran sama dengan syok.
e. Hemoragik intrakranial
Penggumpalan darah (hematoma) yang terjadi di dalam kubah
kranial adalah akibat yang serius dari hemoragik cedera kepala,
penimbunan darah pada rongga epidural, subdural, atau
intraserebral, bergantung pada lokasinya. Deteksi dan penanganan
hematoma sering kali lambat dilakukan sehingga akhirnya hematoma
tersebut cikup besar untuk menyebabkan distorsi dan herniasi otak
serta peningkatan TIK. Tanda dan gejala dari iskemik serebral yang
dilakukan oleh kompresi karena hematoma bervariasi dan
bergantung pada kecepatan dimana daerah vital pada anak
terganggu. (Batticaca, 2012).
f. Lasserasi serebri
Kerusakan otak yang luas disertai robekan durameter serta fraktur
terbuka pada kranium (Batticaca, 2012)

6. Komplikasi
Menurut (Batticaca, 2012) komplikasinya :
a. Edema serebral dan herniasi
b. Defisit neurologis
c. Infeksi sistemik (pneumonia, ISK, septikemia)

9
d. Infeksi bedah neuro (infeksi luka, osteomielitis, meningitis,
ventrikulitis, abses otak
e. Osfikasi heterotrofik (nyeri tulang pada sendi-sendi yang menunjang
beratbadan

7. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang biasa dilakukan pada trauma kepala, yaitu
a. Pengkajian neurologi
b. Pemeriksaan CT scan (Batticaca F. B., 2012)
Pemeriksaan diagnostik menurut (Muttaqin, 2012)
c. CT scan (dengan/tanpa kontras)
Mengidentifikasi luasnya lesi,perdarahan, determinan, ventrikuler,
dan perubahan jaringan otak.
d. MRI
Digunakan sama dengan CT scan dengan / tanpa kontras radioaktif
e. Cerebral angiography
Menunjukkan anomaly sirkulasi serebral seperti perubahan jaringan
otak sekunder menjadi edema, perdarahan, dan trauma
f. Serial EEG
Dapat melihat perkembangan gelombang patologis
g. Sinar -X
Mendeteksi perubahan struktr tulang (fraktur),perubahan struktur
garis (perdarahan/edema), fragmen tulang.
h. BAER
Mengoreksi batas fungsi korteks dan otak kecil
i. PET
Mendeteksi perubahan aktivitas metabolism otak.
j. CSS
Lumbal pungsi dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan
subarachnoid.
k. Kadar elektrolit

10
Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai peningkatan
intracranial.
l. Screen toxicology
Untuk mendeteksi pengaruh obat yang dapat menyebabkan
penurunan kesadaran
m. Rongten thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral
Menyetakan akumulasi udara /cairan pada area pleural
n. Toraksentesis menyatakan darah / cairan
o. Analisa gas darah(AGD/Astrup)
Analisa gas darah adalah salah satu tes diagnostic. Status respirasi
yang dapat digambarkan melalui pemeriksaan AGD ini adalah status
oksigenasi dan status asam basa. (Muttaqin, 2012)

8. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan saat awal trauma pada cidera kepala selain dari
faktor mempertahankan fungsi ABC (airway, breathing, circulation)
menilai status neurologis (bisability, eksposure), maka faktor yang harus
diperhitungkan pula adalah mengurangi iskemia serebri yang terjadi.
Keadaan ini dapat dibantu dengan pemberian oksigen dan glukossa
sekalipun pada otak yang mengalami trauma relative memerlukan
oksigen dan glukosa yang lebih rendah. Selain itu perlu dikontrol
kemungkinan tekatan intracranial yang meninggi yang disebabkan oleh
edema serebri. Prinsip ABC dan ventilasi yang teratur dapat mencegah
penikatan tekanan intracranial.
Penatalaksanaan konservatif meliputi:
a. Bedrest total
b. Obserfasi TTV (GCS dan tingkat kesadaran)
c. Pemberian obat-obatan
1) Dexamethasone / kalmetason sebagai pengobatan anti edema
serebral, dosis sesuai dengan berat ringannya trauma
2) Trapi hiperventilasi (trauma kepala berat) untuk mengatasi

11
vasodilatasi
3) Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis, yaitu
mannitol 20%, atau glukosa 40%, atau gliserol 10%.
4) Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penicillin)
atau untuk infeksi anaerob diberikan metronidasol.
d. Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak
dapat diberikan apa-apa hanya cairan infus dextrose 5% aminofusin,
aminovel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2-3 hari
kemudian diberikan makanan lunak.
e. Pada trauma berat. Karena hari-hari pertama didapat klien
mengalami penurunan kesadaran dan cenderung terjadi retensi
natrium dan elektrolit maka hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu
bnyak cairan.dextosa 5% 8 jam pertama, ringer dexrosa 8 jam kedua,
dan dextrosa 5% 8 jam 3. Pada hari selanjutnya bila kesadaran
rendah maka makanan diberikan melalui NGT (2500-3000 TKTP).
Pemeberian protein tergantung dari nilai urinitrogennya. (Muttaqin,
2012)

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas
Identitas klien meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia
muda). Jenis klamin (banyak laki-laki karena sering ngebut-ngebutan
dengan motor tanpa memakai pengaman helm, pendidikan, alamat,
pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit,
nomor registrasi, diagnosis medis. (Muttaqin, 2012)
b. Status Kesehatan saat ini
1) Keluhan utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta
pertolongan kesehatan tergantung dari seberapa jauh dampak

12
trauma kepala disertai penurunan singkat kesadaran. (Muttaqin,
2012)
2) Riwayat penyakit sekarang
Adanya Riwayat trauma yang mengenai kepala akibat dari
kecelakaan lalu lintas jatuh dari ketingggian, dan trauma
langsung ke kepala. Pengkajian yang di dapat meliputi tingkat
kesadaran menurun(GCS <15),konvulsi, muntah, takipnea, sakit
kepala, sakit kepala, wajah simetris atau tidak, lemah, luka di
kepala, paralisis, akumulasi secret pada saluran pernapasan ,
adanya liquor dari hidung dan telinga, serta kejang. (Muttaqin,
2012)
c. Riwayat kesehatan terdahulu
1) Riwayat Penyakit Sebelumnya
Pada pengkajian riwayat penyakit sebelumnya yang perlu
ditanyakan meliputi adanya riwayat hipertensi, riwayat cedera
kepala sebelumnya, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia,
penggunaan obat-obat antikoagulan, aspirin, vasodilator,obat-
obat adiktif, konsumsi alkohol berlebih. (Muttaqin, 2012)
2) Riwayat penyakit keluarga
Pada pengkjian riwayat penyakit keluarga sebelumnya apakah
terdapat penyakit kronis (penyakit jantung, hipertensi, maupun
gula) dan apakah pernah dirawat di Rumah Sakit sebelumnya.
(Muttaqin, 2012)
3) Riwayat pengobatan
Pada klien trauma kepala pengobatan pada kejang pertama
Fenition 200 mg dilanjutkan 3-4 x 100 mg/hari, pada status
epilepsi diberikan diazepam 10 mg/iv dapat diulang dalam 15
menit. Bila cenderung berulang 50-100 mg/500 ml Nacl 0,9 %
dengan tetesan <40 mg/jam. Setiap 6 jam dibuat larutan baru
oleh karena tidak stabil. Bila setelah 400 mg tidak berhasil, ganti
obat lain misalnya Fenitoin.

13
d. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan Umum
a) Kesadaran
Pada keadaan cedera kepala umumnya mengalami penurunan
kesadaran (cedera kepala ringan/cedera otak ringan. GCS 13-
15, cedera kepala sedang GCS 9-12, cedera kepala
berat/cedera otak berat, bila GCS kurang atau sama dengan 8)
dan terjadi perubahan tanda-tanda vital. (Muttaqin, 2012)
b) Tanda-tanda vital
Seharusnya teratur diukur, sejak tanda-tanda vital mungkin
memberikan petunjuk adanya perkembangan syok sebaik
adanya peningkatan TIK. Monitor harus dilakukanya untuk
pengukuran oksimetri, pembacaan EKG, dan tekanan darah,
dan untuk pengkajian suhu konstan.
2) Body System
a) Sistem pernafasan
Perubahan pada sistem pernapasan bergantung pada gradiasi
dari perubahan jaringan cerebral akibat trauma kepala.
(1) Inspeksi, biasanya pada klien trauma kepala terjadi
peningkatan produksi sputum, sesak napas, penggunaan
otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan.
Terdapat retraksi klavikula/ dada, pengembangan paru
tidak simetris. Ekspansi dada. Pada observasi ekspansi
dada juga perlu dinilai retraksi dari otot – otot
interkostal, substernal, pernapan abdomen, dan respirasi
paradoks (retraksi abdomen saat inspirasi).
(2) Palpasi biasanya pada klien trauma kepala didapatkan
fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain

14
akan didapatkan apabila melibatkan trauma pada rongga
thoraks.
(3) Perkusi biasanya pada klien trauma kepala didapatkan
biasanya Adanya suara redup sampai pekak pada
keadaan melibatkan trauma pada thoraks/ hematothoraks
(4) Auskultasi biasanya pada klien trauma kepala didapatkan
bunyi napas tambahan seperti napas berbunyi, stridor,
ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi sekret
dan kemampuan batuk yang menurun sering didapatkan
pada klien cedera kepala dengan penurunan tingkat
kesadaran koma. (Muttaqin, 2012)
c) Sistem kardiovaskuler
Pengkajian pada sistem kardivaskular didapatkan renjata
(syok) hipovolemik yang sering terjadi pada klien cedera
kepala sedang dan berat. Hasil pemeriksaan pada beberapa
keadaan ditemukan tekanan darah normal atau berubah, nadi
bradikardi, takikardi, dan aritmia. (Muttaqin, 2012)
d) Sistem persarafan
Inspeksi dan palpasi
Trauma yang mengenai kepala dapat diredam oleh rambut
dan kulit kepala. Selanjutnya bagian yang terberat dari
benturan diteruskan ke tengkorak, yang cukup mempunyai
elastisitas hingga dapat mendatar.
Saraf V, Pada klien trauma kepala beberapa keadaan cedera
kepala menyebabkan paralisis nervus trigenimus, didapatkan
penurunan kemampuan koordinasi gerakan menguyah.
Saraf VII, Persepsi pengecapan mengalami perubahan.
Saraf VIII, Perubahan fungsi pendengaran pada klien cedera
kepala ringan biasanya tidak didapatkan penurunan apabila
trauma yang terjadi tidak melibatkan saraf vestibulokoklearis.

15
Saraf IX dan Xl, Kemampuan menelan kurang baik,
kesukaran membuka mulut.
Saraf XI, Bila tidak melibatkan trauma pada leher, mobilitas
klien cukup baik dan tidak ada atrofi otot
sternokleidomastoideus dan trapezius.
Saraf XII, Indra pengecapan mengalami perubahan.
(Muttaqin, 2012)
e) Sistem perkemihan
Kaji keadaan urine meliputi warna, jumlah, dan karakteristik,
termasuk berat jenis, penurunan jumlah urine. Setelah cedera
kepala klien mungkin mengalami inkontinensia urine karena
konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan.
(Muttaqin, 2012)
f) Sistem pencernaan
Adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun,
mual muntah pada fase akut. Mual sampai muntah
dihubungkan dengan peningkatan produksi asam lambung
sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi..
(Muttaqin, 2012)
g) Sistem integument
Kaji warna kulit, suhu, kelembapan, dan turgor kulit. Adanya
perubahan warna kulit warna kebiruan menunjukaan adanya
sianosis (ujung kuku, ekstremitas, telinga, hidung, dan
membrane mukosa). (Muttaqin, 2012)
h) Sistem muskuloskeletal
Sistem otot dikaji dengan memperhatikan kemampuan
megubah posisi, kekuatan otot pasien serta kelemahan yang
dialami.
i) Sistem endokrin

16
Disfungsi sistem endokrin menyebabkan perubahan fisik
sebagai dampaknya terhadap keseimbangan cairan dan
elektrolit, metabolisme dan energi.
j) Sistem reproduksi
Inspeksi dan palpasi
Menginspeksi karakteristik warna kulit sekitar genetalia apa
ada gangguan serta menginspeksi apa ada nyeri tekan.
k) Sistem penginderaan
(1) Mata
Inspeksi dan palpasi
Inspeksi visual dilakukan dengan instrument oftslmik
khusus dan sumber cahaya. Palpasi biasa dilakukan
untuk mengkaji nyeri tekan mata, dan biasanya pada
trauma kepala mata berkunang-kunang, kesulitan
berkonsentrasi ata penglihatan sedikit kabur.
(2) Telinga
Inspeksi dan palpasi
Fraktur dasar tengkorak dicurigai ketika cairan
serebrospinal (CSS) keluar dari telinga (otore
serebrospinal). (Batticaca F. B., 2012)
(3) Hidung
Inspeksi dan palpasi
Keluarnya CSS merupakan masalah serius karena dapat
menyebabkan infeksi seperti meningitis, jika organisme
masuk ke dalam basis kranii melalui hidung atau sinus
melalui robekan pada dura meter. (Batticaca F. B., 2012)
(4) Mulut
Inspeksi dan palpasi
Mengobservasi bentuk, ukuran, warna kulit, dan adanya
deformitas. Memalpasi apakah ada nyeri tekan terhadap
pasien pada bagian mulut & bibirnya.

17
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut PPNI (2016) diagnosa keperawatan trauma kepala yang muncul
antara lain
a. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
Definisi: Ketidakmampuan membersihkan secret atau obstruksi jalan
napas untuk mempertahankan jalan napas tetap paten.
Penyebab:
Fisiologis, spasme jalan napas, hiperskresi jalan napas, disfungsi
neuromuskuler, benda asing dalam jalan napas, adanya jalan napas
buatan , sekresi yang tertahan, hyperplasia dinding jalan napas,
proses infeksi, respon alergi, efek agen farmakologis (mis. Anastesi)
Situasional, merokok aktif, merokok pasif, terpajan polutan.
Subjektif: ( tidak tersedia)
Objektif : Batuk tidak efektif, tidak mampu batuk, sputum berlebih,
mengi, wheezing dan/atau ronkhi kering, meconium di jalan
napas(pada neonatus)
Subjektif : Dispnea, sulit bicara, ortopnea
Objektif : Gelisah, sianosis, bunyi napas menurun, frekuensi napas
berubah, pola napas berubah.
Kondisi Klinis Terkait :
Gullian barre syndrome, sclerosis multiple, myasthenia gravis,
prosedur diagnostik (mis. Bronkoskopi, transesophageal
echocardiography (TEEL)), Depresi system saraf pusat,, cedera
kepala, stroke, kuadriplegia, sindrom aspirasi meconium, infeksi
saluran napas.
Tujuan/Kriteria Hasil:
Setelah dilakukan Tindakan keperawatan selama …. jam dispnea
menurun. Dengan kriteria hasil: produksi sputum, mengi, wheezing,
meconium, dispnea, ortopnea, sulit bicara, sianosis, gelisah menurun,
frekuensi napas, pola napas membaik.

18
a. Gangguan memori
Definisi: Ketidakmampuan mengingat beberapa informasi atau
perilaku.
Penyebab: ketidakadekuatan stimulasi intelektual, gangguan
sirkulasi ke otak, proses penuaan, hipoksia, gangguan
neurologis(mis. EEG positif, cedera kepala, gangguan kejang), efek
agen farmakologis, penyalahgunaan zat, factor psikologis (mis.
Kecemasan, depresi, strees berlebihan, berduka, gangguan tidur),
distraksi lingkungan.
Subjektif: Melaporkan pernah mengalami pengalaman lupa, tidak
mampu mempelajari keterampilan baru, tidak mampu mengingat
informasi factual, tidak mampu mengingat perilaku tertentu yang
pernah dilakukan, tidak mampu mengingat peristiwa.
Objektif: Tidak mampu melakukan kemampuan yang di pelajari
sebelumnya.
Subjektif: Lupa melakukan perilaku pada waktu yang telah
dijadwalkan, merasa mudah lupa.
Objektif: (tidak tersedia)
Kondisi Klinis Terkait: Stroke, cedera kepala, kejang, penyakit
Alzheimer, depresi, intoksikasi alcohol.
Tujuan/Kriteria Hasil:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. jam diharapkan
verbalisasi kemampuan mempelajari hal baru meningkat. Dengan
kriteria hasil: verbalisasi kemampuan mempelajari hal baru,
verbalisasi kemampuan mengingat informasi factual, verbalisasi
kemampuan mengingat perilaku tertentu yang pernah di lakukan,
verbalisasi kemampuan mengingat peristiwa, melakukan
kemampuan yang di pelajari meningkat.

19
3. Intervensi
Menurut PPNI (2018) tindakan keperawatan trauma kepala yang muncul
antara lain
a. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
Observasi:
Memonitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
Monitor bunyi napas tambahan (mis.gurgling, mengi, wheezing,
ronkhi kering)
Monitor sputum(jumlah, warna, aroma)
Terapeutik:
Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift
(jaw-thrust jika curiga traura servikal)
Posisikan semi-fowler atau fowler
Berikan minum hangat
Berikan fisioterapi dada, jika perlu
Lakukan penghisapan lender kurang lebih 15 detik
Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi:
Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi
Ajarkan Teknik batu efektif
Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika
perlu
b. Gangguan memori
Observasi:
Identifikasi masalah memori yang dialami
Identifikasi kesalahan terhadap orientasi
Monitor perilaku dan perubahan memori selama terapi
Terapeutik:

20
Rencakan metode mengajar sesuai kemampuan pasien
Stimulasi memori dengan mengulang pikiran yang terakhir kali di
ucapkan, jika perlu
Koreksi kesalahan orientasi
Fasilitasi mengingat kembali pengalaman masa lalu, jika perlu
Fasilitasi tugas pembelajaran ( mis. mengingat informasi verbal dan
gambar)
Fasilitasi kemampuan konsentrasi (mis. bermain kartu pasangan)
Stimulasi menggunakan memori pada peristiwa yang baru terjadi
(mis. bertanya ke mana saja ia pergi akhir-akhir ini)
Edukasi:
Jelaskan tujuan dan prosedur latihan
Ajarkan Teknik memori yang tepat (mis. imajinasi visual, perangkat
mnemonic, permainan memori, isyarat memori, Teknik asosiasi,
membuat daftar, computer, papan nama)
Kolaborasi:
Rujuk pada terapi okupasi

21
DAFTAR PUSTAKA

Maros, H., & Juniar, S. (2016). ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II


TENTANG TRAUMA KEPALA. 1–23.
Ryu. (2012). Intervensi terapi musik terhadap kualitas nyeri.
Muttaqin, A. (2012). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika .
Batticaca, F. B. (2012). Asuhan Keperawatan pada Klien Dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

22

Anda mungkin juga menyukai