Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN


GAGAL GINJAL (GINJAL KRONIS)

Disusun Oleh:
Puput ayu puspita (14.401.17.070)

PROGAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA
KRIKILAN – GLEMOR – BANYUWANGI
2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kekacauan pada fungsi ginjal mengganggu kemajuan tubuh untuk menjaga
keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa. Menurunya fungsi ginjal berkaitan dengan
eritropoietin dan sintesis prostlagadin. Penurunan insulin dan sitem renin-angiotensin-
aldosteron juga dipengaruhi oleh menurunya fungsi ginjal . kebutuhan psikologis mungkin
muncul karena masalah psikologis yang disebabkan penyakit ginjal kronis. Kehilangan
fungsi ginjal berangsur-angsur selama periode waktu yang panjang mungkin disertai dengan
glomerulonefritis, hipertensi, pielonefritis kronis, dan penyakit lainya. Oleh karena ginjal
melakukan beragam fungsi, efek uremiatidal hanya terjadi diginjal tetapi juga pada sistem
organ lainya. Oleh karena keterlibatan waktu CKD lebih dapat menyebabkan perubahan
degeneratif diseluruh tubuh dibandingkan uremia. Koma, serangan jantung, dan
kematiandapat terjadi jika proses tidak dihentika atau dilakukan terapi pengganti. (Hawks,
Black &, 2014, p. 323)
Telah dilakukan suatu estimasi pada populasi di US bahwa sekitar 6% orang dewasa
memiliki penyakit ginjal stadium 1 atau 2, 4, 5% nya stadium 3dan 4. Penyebab tersering
CKD di amerika adalah nefropati diabetes, lebih sering pada DM tipe 2. Nefropati hipertensi
merupakan penyebab tersering pada pasien lanjut usia. Nefrokeloris yang progesif pada
penyakit vascular ginjal akan menjurus kepada penyakit kardiovaskular dan serebrovaskular.
Tahap awal CKD seperti albuminuria dan penurunan GFR merupakan suatu faktor resiko
mayor penyakit kardiovaskular. (Sutjahjo, 2015, hal 99)
Gagal ginjal kronis merupakan kondis penyakit pada ginjal yang persisten
(keberlangsungan ≥ 3 bulan) dengan 1. Kerusakan ginjal; dan 2. Kerusakan Glomerular
Filtration Rae (GFR) dengan angka GFR ≤ 60 ml/menit/1.73 m2. (Prabowo & Pranata, 2014,
hal 196)
Gagal ginjal adalah kondisi yang menyebabkan ginjal tidak dapat membuang
metabolit yang menumpuk dari darah, yang menyebabkan perubahan keseimbangan cairan,
elektrolit, dan asam basa. (burke, dkk, 2017, p. 1049)
B. Batasan Masalah
Masalah pada studi ini dibatasi pada asuhan keperawatan dengan klienyang menderita gagal
ginjal kronis.

C. Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan pada klien yang menderita gagal ginjal kronis?

D. Tujuan Masalah
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat mengaplikasikan dan memahami asuhan keperawatan pada gagal
ginjal kronis.

2. Tujuan Khusus
a) Agar mahasiswa memahami definisi, etiologi, tanda dan gejala, patofisiologis,
komplikasi gagal ginjal kronis.
b) Agar mahasiswa memahami konsep asuhan keperwatan pada klien gagal ginjal
kronis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Penyakit Gagal Ginjal Kronis


1. Definisi
Gagal ginjal kronis atau penyakit ginjal tahap akhir merupakan gangguan fungsi
ginjal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan
uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). (Madjid & Suharyanto,
2013, p. 183)
Gagal ginjal kronis merupakan gagal ginjal akut yang sudah berlangsung lama,
sehingga mengakibatkan gangguan yang persisten dan dampak yang bersifat kontinyu.
(Prabowo & Pranata, 2014, hal 197)
Jadi gagal ginjal kronis merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh penurunan
fungsi ginjal yang bersifat progresif. Pasien yang mengalami gagal ginjal kronis
mempunyai lima stadium.

2. Etiologi
Gagal ginjal kronis sering kali menjadi penyakit komplikasi dari penyakit lainya,
sehingga merupakan penyakit sekunder (secondary illness). Penyebab yang sering adalah
diabetes melitus dan hipertensi. Selain itu ada beberapa penyebab lainya dari gagal ginjal
kronis, yaitu: (Prabowo & Pranata, 2014, hal 197)
a. Penyakit glomerular kronis (glomerulonephritis)
b. Infeksi kronis (pylonefritis kronis, tuberculosis)
c. Kelainan kongenital (polikistik ginjal)
d. Penyakit vaskuler (renal nephrosclerosis)
e. Obstruksi saluran kemih (nephrolithiasis)
f. Penyakit kolagen (systemic lupus erythematosus)
g. Obat-obatan nefrotosik (aminoglikosida)
3. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala pada klien gagal ginjal : (Majid & Suharyanto, 2013, hal, 189)
a. Ginjal dan gastrointestinal
Hipotensi, mulut kering, penurunan turgor kulit, fatique, dan mual.
b. Kardiovaskuler
Hipertensi, aritmia, kardiomyopati, uremic percarditis, effuse pericardial
(kemungkinan bisa terjadi tamponade jantung), gagal jantung, edema periorbital dan
edema perifer.
c. Respiratory system
Edema pulmonal, nyeri pleura, friction rub dan efusi pleura, crackles, sputum yang
kental, uremic pleuritis dan uremic lung, dan sesak napas.
d. Gastrointestinal
Adanya inflamasi dan ulserasi pada mukosa gastrointestinal karena stomatitis,
ulserasi dan perdarahan gusi, dan kemungkinan juga disertai parotitis.
e. Integumen
Kulit pucat, kekuning-kuningan, kecoklatan, kering dan ada scalp.
f. Neurologis
Neuropathy perifer, nyeri, gatal pada lengan dan kaki.
g. Endokrin
Infertilitas dan penurunan libido, amenorrhea dan gangguan siklus menstruasi pada
wanita, impoten, penurunan sekresi aldosterone, dan kerusakan metabolism
karbohidrat.
h. Hematopoitiec
Anemia, penurunan waktu hidup sel darah merah, trombositopenia (dampak dari
dialysis), dan kerrusakan platelet.
i. Musculoskeletal
Nyeri, pada sendi dan tulang, demineralisasi tulang, fraktur pathologis, dan
klasifikasi (otak, mata, gusi, sendi, miokard).
j. Patofisiologis
Pada gagal ginjal kronis, fungsi ginjal menurun secara drastis yang berasal dari
nefron. Insifisiensi dari ginjal tersebut sekitar 20% sampai 50% dalam hal GFR. Pada
penurunan fungsi rata-rata 50%, biasanya muncul tanda dan gejala azotemia sedang,
poliuri, nocturia, hipertensi dan sesekali terjadi anemia. Selain itu, selama terjadi
kegagalan fungsi ginjal maka keseimbangan cairan dan elektrolit juga terganggu.
Pada hakikatnya tanda dan gejala gagal ginjal kronis hampir sama dengan gagal ginjal
akut, namun awitan waktunya saja yang membedakan. Perjalanan dari gagal ginjal
kronis membawa dampak yang sistemik terhadap seluruh sistem tubuh dan sering
mengakibatkan komplikasi. (Prabowo & Pranata, 2014, hal 1999)
Pathway (Prabowo & Pranata, 2014, hal 200)

glomerulonefritis

Gagal ginjal kronis


Infeksi kronis

Kelainan kongenital

Penyakit vaskuler
Gangguan
hipernatremia Produksi urin turun
reabsorbsi
nephrolithias

hiponatremia
SLE Retensi cairan Gangguan eliminasi urine

Obat nefrotoksik
Vol. Vaskuler Vol. Vaskuler
turun meningkat

Proses hemodialisa
kontinyu hipotensi Permeabilitas
kapiler meningkat

Tindakan invasif berulang Perfusi turun

Oedema

Injury jaringan Ketidakefektifan perfusi jaringan


perifer
Stagnansi vena
Resiko infeksi Defisiensi energi
sel
Informasi inadekuat
Infiltrasi
Intoleran aktifitas
Ansietas

Stress ulcer Kerusakan jaringan kulit

HCL. Meningkat Oedema pulmonal

Mual muntah
Ekspansi paru turun Retensi CO²

Ketidakseimbangan Nutrisi: kurang


dyspneu
dari kebutuhan tubuh
Asidosis
respiratorik
Ketidakefektifan pola napas

Gangguan pertukaran gas


k. Klasifikasi
Klasifikasi gagal ginjal kronis di bagi atas 5 tingkatan derajat yang
didasarkan pada LFGdengan ada atau tidaknya kerusakan ginjal. Pada derajat 1-3
biasanya belum terdapat gejala apapun. Manifestasi klinis datang pada fungsi
ginjal yang rendah yaitu terlihat pada derajat 4 dan 5. (Arora , 2015)
Derajat LFG (ml/mnt/1.732m²) penjelasan
90 kerusakan ginjal dengan LFG normal
Atau meningkat
2 60-89 kerusakan ginjal dengan LFG turun
ringan
3A 45-59 kerusakan ginjal dengan LFG turun
dari ringan sampai sedang
3B 30-44 kerusakan ginjal dengan LFG turun
dari sedang sampai berat
4 15-29 kerusakan ginjal dengan LFG turun
Berat
5 <15 gagal ginjal

I. Komplikasi
Komplikasi dapat di timbulkan dari penyakit gagal ginjal kronis adalah:
(Prabowo & Pranata, 2014, hal 203)
a. Penyakit tulang
Penurunan kadar kalsium (hipokalsemia) secara langsung akan
mengakibatkan dekalsifikasi matriks tulang, sehingga tulang akan menjadi
rapuh (osteoporosis) dan jika berlangsung lama akan menyebabkan fraktur
pathologis.
b. Penyakit kardiovaskuler
Ginjal sebagai kontrol sirkulasi sistemik akan berdampak secara
sistemikberupa hipertensi, kelainan lipid, intoleransi glukosa, dan kelainan
hemodinamik (sering terjadi hipertrofi ventrikel kiri).

c. Anemia
Selain berfungsi dalam sirkulasi, ginjal juga berfungsi dalam rangkaian
hormonal (endokrin). Sekresi eritropoetin yang mengalami defisiensi di
ginjal akan mengakibatkan penurunan hemoglobin.
d. Disfungsi seksual
Dengan gangguan sirkulasi pada ginjal, maka libido sering mengalami
penurunan dan terjadi impotensi pada pria. Pada wanita, dapat terjadi
hiperprolaktinemia.

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas
Tidak ada spesifikasi khusus untuk kejadian gagal ginjal, namun laki-laki sering
memiliki resiko lebih tinggi terkait dengan pekerjaan dan pola hidup sehat. Gagal
ginjal akut, sehingga tidak berdiri sendiri. (Prabowo & pranata, 2014, hal 204)
b. Status kesehatan saat ini
1) Keluhan utama
Keluhan sistemik: sesak napas, edema malaise,pucat, dan uremia atau demam
disertai menggigil akibat infeksi/urosepsia.
Keluhan local: nyeri, keluhan miksi (keluhan iritasi dan keluhan obstruksi),
hematuria, inkontinensia, disfungsi seksual, atau infertitas. (Muttaqin, 2012, hal
269)
2) Alasan masuk rumah sakit
Karena pasien mengeluhkan atau mengalami keadaan sesak napas, nyeri, keluhan
miksi, hematuria, dan kontinensia. (Muttaqin, 2012, hal 269)
3) Riwayat penyakit sekarang
Pada klien dengan gagal ginjal kronis biasanya terjadi penurunan urine output,
penurunan kesadaran, perubahan pola napas karena komplikasi dari gangguan
sistem ventilasi, fatigue, perubahan fisiologis kulit bau urea pada napas. Selain itu
karena berdampak pada proses metabolism (sekunder karena intoksikasi), maka
akan terjadi anoreksi, nausea dan vomit sehingga beresiko untuk terjadinya
gangguan nutrisi. (Prabowo & Pranata, 2014, hal 203)
c. Riwayat kesehatan dahulu
1) Riwayat penyakit sebelumnya
Gagal ginjal kronik dimulai dengan periode gagal ginjal akut dengan berbagai
penyebab (multikausa). Oleh karena itu, informasi penyakit terdahulu akan
menegaskan untuk menegaskan untuk penegakan masalah. Kaji riwayat
penyakit ISK, payah jantung, penggunaan obat berlebihan (overdosis)
khususnya obat yang bersifat nefrototik, BPH dan lain sebagainya yang
mampu mempengaruhi kerja ginjal. Selain itu, ada beberapa penyakit yang
langsung mempengaruhi/menyebabkan gagal ginjal yaitu diabetes melitus,
hipertensi, batu saluran kemih (urolithiasis). (Prabowo & Pranata, 2014, hal
203)
2) Riwayat penyakit keluarga
Gagal ginjal kronis bukan penyakit menular dan menurun, sehingga silsilah
keluarga tidak terlalu berdampak pada penyakit ini. Namun, pencetus
sekunder seperti DM dan hipertensi memiliki pengaruh terhadap kejadian
penyakit gagal ginjal kronis, karena penyakit tersebut bersifat herediter.
(Prabowo & Pranata, 2014, hal 203)
3) Riwayat pengobatan
Pasien gagal ginjal kronis minum jamu saat sakit. (Prabowo & Pranata, 2014,
hal 203)

d. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum.
a. Kesadaran
Kesadaran lemah (fatigue). (Prabowo & Pranata, 2014, hal 206)
b. Tanda-tanda vital
Pada pemeriksaan TTV sering didapatkan RR meningkat (tachypnea),
hipertensi/hipotensi sesuai dengan kondisi fluktuatif. (Prabowo & Pranata,
2014, hal 206)

2) Body system
a. Sistem pernafasan
Pasien mengalami kussmaul, dyspnea, edema paru, pneumonitis. (Majid &
Suharyanto, 2013, hal, 189)
b. Sistem kardiovaskuler
Adanya hipertensi, retinopati dan ensefalopati hipertensif, beban sirkulasi
berlebih, edema, gagal jantung kongestif, dan disritma. (Majid &
Suharyanto, 2013, hal, 189)
c. Sistem persyarafan
Penurunan kesadaran terjadi jika telah mengalami hiperkabic dan sirkulasi
cerebral terganggu. Oleh karena itu penurunan kognitif dan terjadinya
disorientasi akan dialami klien gagal ginjal kronis. (Prabowo & Pranata,
2014, hal 206)
d. Sistem perkemihan
Dengan gangguan/kegagalan fungsi ginjal secara kompleks (filtrasi,
sekresi, reabsorsi dan ekskresi), maka manifestasi yang paling menonjol
adalah penurunan urine output < 400ml/hari bahkan sampai pada anuria
(tidak adanya urine output). (Prabowo & Pranata, 2014, p. 207)
e. Sistem pencernaan
Gangguan sistem pencernaan lebih dikarenakan efek dari penyakit (stress
effect). Sering ditemukan anoreksia, nausea, vomit, dan diare. (Prabowo &
Pranata, 2014, p. 204)
f. Sistem integument
Pucat, pruritos, kristal uremia, kulit kering, dan memar. (Majid &
Suharyanto, 2013, hal, 189)
g. Sistem musculoskeletal
Dengan penurunan/kegagalan fungsi skresi pada ginjal maka berdampak
pada proses demineralisasi tulang, sehingga resiko terjadinya osteoporosis
tinggi. (Prabowo & Pranata, 2014, p. 207)

h. Sistem endokrin
Berhubungan dengan pola seksualitas, klien dengan gagal ginjal kronis
akan mengalami disfungsi seksualitas karena penurunan hormone
reproduksi. Selain itu, jika kondisi gagal ginjal kronis berhubungan
dengan penyakit diabetes melitus, maka aka nada gangguan dalam skresi
insulin yang berdampak pada proses metabolism. (Prabowo & Pranata,
2014, hal 206)
i. Sistem reproduksi
Libido hilang, amenore, impotensi dan sterilitas. (Majid & Suharyanto,
2013, hal, 189)
j. Sistem pengindraan
Kadar batas pendengaran menunjukan devisit frekuensi tinggi pada awal
penyakit, setelah itu pendengaran secara bertahap memburuk. Amourosis
uremia adalah onset tiba-tiba kebutuhan bilateral, yang harus
dikembalikan dalam waktu beberapa jam sampai beberapa hari. Mata
sering mengandung garam kalsium, yang membuatnya terlihat seperti
iritasi. (Hawks, Black &, 2014, p. 339)
k. Sistem imun
Protein, sintesis abnormal, hiperglikemia, kebutuhan insulin menurun
lemak, peningkatan kadar trigeliserid. (Majid & Suharyanto, 2013, hal,
189)
e. Pemeriksaan Penunjang
1) Biokimiawi
Pemeriksaan utama dari analisa fungsi ginjal adalah ureum dan kreatinin
plasma. Untuk hasil yang lebih akurat untuk mengetahui fungsi ginjal adalah
dengan analisa creatinine clearance. Selain pemeriksaan fungsi ginjal (renal
function test), pemeriksaan kadar elektrolit juga harus dilakukan untuk
mengetahui status keseimbangan elektrolit dalam tubuh sebagai bentuk kinerja
ginjal.
2) Urinalisis
Urinalisis dilakukan untuk menapis ada tidaknya infeksi pada ginjal atau ada
tidaknya perdarahan aktif akibat inflamasi pada jaringan parenkim ginjal.
3) Ultrasonografi ginjal
Imaging (gambaran) dari ultrasonogrfi akan memberikan informasi yang
mendukung untuk menegakan diagnosis gagal ginjal. Pada klien gagal ginjal
biasanya menunjukan adanya obstruksi atau jaringan parut pada ginjal. Selain
itu, ukuran dari ginjal pun akan terlihat. (Prabowo & Pranata, 2014, hal 201)
f. Penatalaksanaan
1) Tindakan pengobatan pada tahap ini adalah untuk meredakan atau
memperlambat gangguan fungsi ginjal progrsif.
Pengobatan:
a) Pengaturan diet protein, kalium, natrium, dan cairan
1. Pembatasan protein
Pembatasan protein tidak hanya mengurangi kadar BUN, tetapi serta
mengurangi asupan kalium dan fosfat, serta mengurangi produksi ion
hidrogen yang berasal dari protein. Pembatsan asupan protein telah
terbukti menormalkan kembali kelainan ini dan memperlambat
terjadinya gagal ginjal.
2. Diet rendah kalium
Hyperkalemia biasanya merupakan masalah pada gagal ginjal lanjut.
Asupan kalium dikurangi. Diet yang dianjurkan adalah 40-80
mEq/hari. Penggunaan makanan dan obat-obatan yang tinggi kadar
kaliumnya dapat menyebabkan hyperkalemia.
3. Diet rendah natrium
Diet Na dianjurkan adalah 40-90 mEq/hari (1-2 g Na). asupan natrium
yang terlalu luas dapat mengakibatkan retensi cairan, edema perifer,
edema paru, hipertensi dan gagal jantung kongestif.
4. Pengaturan cairan
Cairan yang diminum penderita gagal ginjal tahap lanjut harus diawasi
dengan teliti. Parameter yang tepat diikuti selain data asupan dan
pengeluaran cairan yang dicatat dengan tepat adalah pengukuran berat
badan harian. Aturan yang dipakai untuk menentukan banyaknya
asupan cairan dalah:
Jumlah urin yang keluar selama 24 jam terakhir + 500 ml (IWL)

5. Pencegahan dan pengobatan komplikasi


a. Hipertensi
1) Hipertensi dapat dikontrol dengan pembatasan natrium dan
cairan.
2) Pemberian diuretic: furosemid (Lasix)
b. Hyperkalemia
Hiperkalemia dapat diobati dengan pemberian glukosa dan insulin
intravena yang akan memasukan K⁺ ke dalam sel, atau dengan
pemberian kalsium glukonat 10%.
c. Anemia
Pengobatanya adalah pemberian hormon eritropoeitin yaitu
rekombinan eritropoeitin (r-EPO) selain dengan pemberian vitamin
dan asam folat, besi dan tranfusi darah.
d. Asidosis
Asidosis ginjal biasanya tidak diobati kecuali HCO⁻₃ plasma turun
dibawah angka 15 mEq/L. bila asidosis berat akan dikoreksi
dengan pemberian Na HCO⁻₃ (natrium bikarbonat) parenteral.
Koreksi pH darah yang berlebih dapat mempercepat timbulnya
tetani, maka harus dimonitor dengan seksama.
e. Diet rendah fosfat
Diet rendah fosfat dengan pemberian gel dapat mengikat fosfat
didalam usus. Gel yang dapat mengikat fosfat harus di makan
Bersama dengan makanan.
f. Pengobatan hiperurisemia
Obat pilihan untuk mengobati hiperurisemia pada penyakit ginjal
lanjut adalah pemberian alopurinol. Obat ini mengurangi kadar
asam urat dengan menghambat biosintesis sebagian asam urat total
yang dihasilkan oleh tubuh.

2) Dialisis dan transplatasi


Pengobatan gagal ginjal kronis stadium akhir yaitu dengan dialisis dan
transplantasi ginjal. Dialisis dapat digunakan mempertahankan penderita
dalam keadaan klinis yang optimal sampai tersedia donor ginjal.
Dialisi dilakukan apabila kadar kreatinin serum biasanya diatas 6 mg/100ml
pada laki-laki atau 4 ml/100ml pada wanita, dan GFR kurang dari 4 ml/menit.
(Majid & Suharyanto, 2013, hal, 189)

3. Diagnosa keperawatan
Menurut SDKI (2017) diagnosa keperawatan gagal ginjal kronis yang muncul antara lain:
(PPNI, 2017)
a. Termoregulasi Tidak Efektif
Definisi: Disfungsi eliminasi urin.
Penyebab: penurunan kapasitas kandung kemih
Gejala dan Tanda Mayor:
Subjektif: desakan berkemih (urgensi), urin menetes (dribbling), sering buang air kecil,
nocturia.
Objektif: distensi kandung kemih, berkemih tidak tuntas, volume residu urin meningkat.
Gejala dan Tanda Manor:
Subjektif: -
Objektif: -
Kondisi klinis Terkait: infeksi ginjal dan saluran kemih, hiperglikemia, trauma, kanker,
cedera/tumor/infeksi/medulla spinalis, neuropati diabetikum, neuropati alkoholik.
b. Perfusi Perifer Tidak Efektif
Definisi: penurunan sirkulasi darah pada level kapiler yang dapat mengganggu
metabolism tubuh.
Penyebab: hiperglikemia, penurunan kosentrasi hemoglobin, kekurangan volume cairan.
Gejala dan Tanda Mayor:
Subjektif: -
Objektif: pengisian >3 detik, nadi perifer menurun atau tidak teraba, akral teraba dingin,
warna kulit pucat, turgor kulit menurun.
Gejala dan Tanda Manor:
Subjektif : parastesia, nyeri ekstermitas (klaudikasi intermiten).
Objektif: edema, penyembuhan luka terlambat, indeks ankle-brachial <0,90.
Kondisi Klinis Terkait: tromboflebitis, diabetes melitus, anemia, gagal jantung kongetif.
c. Gangguan Pertukaran Gas
Definisi: kelebihan atau kekurangan oksigenisasai dan atau eliminasi karbondioksida pada
membran alveolus-kapiler.
Penyebab: ketidakseimbangan ventilasi-perfusi.
Perubahan membran alveolus-kapiler.
Gejala dan Tanda Mayor:
Subjektif: dyspnea.
Objektif: PCO2 meningkat/menurun, PO2 menurun, takikardia, pH arteri
meningkat/menurun, bunyi nafas tambahan.
Gejala dan Tanda Manor:
Subjektif: pusing, penglihatan kabur.
Objektif: sianosis, diaphoresis, gelisah, napas cuping hidung.
Kondisi Klinis Terkait: penyakit paru obstruksi kronis (PPOK), gagal jantung kongestif,
asma, pneumonia, tuberkolosis paru.

4. Intervensi
a. Gangguan eliminasi urin
1. Tujuan: menunjukan eliminasi urin, yang dibuktikan oleh indicator berikut (sebutkan
1-5: selalu, sering, kadang-kadang, jarang, atau tidak mengalami gangguan):
a) Pola eliminasi
b) Pola mengosongkan kandung kemih sepenuhnya
c) Mengenali urgensi
2. Kriteria hasil
a) Kontinensia urine
b) Menunjukan pengetahuan yang adekuat tentang obat yang mempengaruhi fungsi
perkemihan

c) Eliminasi tidak terganggu:


1) Bau, jumlah dan warna urine dalam rentang yang diharapkan
2) Tidak ada hematuria
3) Pengeluaran urine tanpa nyeri, kesulitan diawal berkemih, atau urgensi
4) BUN, kreatinin serum dan berat jenis urine dalam batas normal
5) Protein, glukosa, keton, pH, dan elektrolit urine batas normal.
3. Intervensi NIC
a) Latihan otot panggul: menguatkan dan melatih otot levator ani dan orogenital
melalui kontraksi volunteer dan berulang untuk menurunkan inkontinensia urine
jenis stress, urgensi, atau campuran.
b) Berkemih tepat waktu: meningkatkan kontinensia urine dengan diingatkan secara
verbal pada waktu tertentu untuk berkemih dan umpan balik social yang positif
demi keberhasilan eliminasi.
c) Kateterisasi urine: memasang kateter kedalam kandung kemih untuk drainase
urine sementara atau permanen.
4. Aktifitas keperawatan
a) Pengkajian:
Manajemen eliminasi urine (NIC):
1) Pantau eliminasi urine, meliputi frekuensi, konsistensi, bau, volume, dan warn
ajika perlu.
2) Kumpulkan specimen urine porsi tengah untuk urinalisis jika perlu.
b) Penyuluhan untuk pasien/keluarga
Manajemen eliminasi (NIC):
1) Ajarkan pasien tentang tanda dan gejala infeksi saluran kemih.
2) Instruksikan pasien dan keluarga untuk mencatat haluaran urine, bila
diperlukan.
3) Instruksikan pasien untuk berespon segera terhadap kebutuhan eliminasi,
jika perlu.
4) Ajarkan pasien untuk minum 200 ml cairan pada saat makan, diantara waktu
makan, dan diawal petang.

c) Aktivitas kolaboratif
Manajemen eliminasi urine (NIC):
1). Rujuk ke dokterjika terdapat tanda dan gejala infeksi saluran kemih.

b. Ketidakefektifan jaringan perifer


1. Tujuan: menunjukan status sirkulasi, yang dibuktikan oleh indicator (sebutkan 1-
5: gangguan ekstrem, berat sedang, ringan, atau tidak ada penyimpangan dari
rentang normal):
PaO2 dan PaCO2 atau tekanan parsial oksigen dan karbon dioksida pada darah
arteri.
Nadi karotis, kiri dan kanan, brachial, radial, femoral dan pedal.
Tekanan darah sistolik dan diastolik, tekanan nadi, tekanan darah rerata, CVP,
dan tekanan baji pulmonal.
2. Kriteria hasil:
a) Menunjukan fungsi otonom yang utuh.
b) Melaporkan kecukupan energi
c) Berjalan 6 menit dengan tidak merasakan nyeri ekstermitas bawah.
3. Intervensi NIC:
a) Pemantauan ekstermitas bawah: mengumpulkan, menganalisa, dan
menggunakan data pasien untuk mengkategorikan risiko dan mencegah cedera
pada ekstermitas bawah.
b) Manajemen tekanan: meminimalkan tekanan kebagian tubuh.
4. Aktivitas keperawatan:
a) Pengkajian
1) Kaji ulkus stasis dan gejala selulitis (yaitu nyeri, kemerahan, dan
pembengkakan ekstermitas).
2) Kaji integritas kulit perifer.
3) Kaji tonus otot, pergerakan motoric, gaya berjalan, dan propriosepsi.
b) Penyuluhan untuk pasien/keluarga:
1) Ajarkan manfaat latihan fisik pada sirkulasi perifer.
2) Ajarkan pentingnya latihan fisik secara bergantian dengan istirahat,
terutama pada pasien yang mengalami insufisien arteri.
3) Ajarkan efek merokok pada sirkulasi perifer.
c) Aktivitas kolaboratif:
1) Berikan medikasi berdasarkan instruksi atau protocol (mis., medikasi
analgesic, antikoagulan, nitrogliserin, vasodilator, diuretic, dan inotropic
positif dan kontraktilis.

c. Gangguan pertukaran gas


1. Tujuan :
Gangguan pertukaran gas akan berkurang, yang dibuktikan oleh tidak
terganggunya respon alergi: sistemik, keseimbangan elektrolitdan asam
basa, respon ventilasi mekanis: orang dewasa, status pernapasan,: ventilasi ,
perfusi jaringan paru, dan tanda-tanda vital.
2. Intervensi NIC
a) Manajemen jalan napas: memfasilitasi kepatenan jalan napas.
b) Terapi oksigen: terapi oksigen dan memantau efektivitasnya.
3. Aktifitas keperawatan:
a) Pengkajian:
1) Kaji suara paru; frekuensi napas, kedalaman, dan usaha napas; dan
produksi sputum sebagai indicator keefektifan penggunaan alat
penunjang.
2) Pantau saturasi O2 dengan oksimeter nadi.
3) Pantau kadar elektrolit.
b) Penyuluhan untuk pasien/ keluarga:
1) Jelaskan penggunaan alat bantu yang diperlukan (oksigen, pengisap,
spirometer, dan IPPB.
2) Ajarkan kepada pasien Teknik bernapas dan relaksasi.
3) Jelaskan kepada pasien dan keluarga alasan pemberian oksigen dan
tindakan lainya.
c) Aktivitas kolaboratif
1) Konsultasikan dengan dokter tentang pentinya pemeriksa gas darah
arteri (GDA) dan penggunaan alat bantu yang dianjurkan sesuai
dengan adanya perubahan kondisi pasien.
2) Laporkan perubahan pada data pengkajian terkait (mis., sensorium
pasien,, suara napas, pola napas, analisis gas darah arteri, sputum, efek
obat).
3) Berikan obat yang diresepkan (mis., natrium bikarbonat) untuk
mempertahankan keseimbangan asam basa.
d) Aktivitas lain
1) Jelasakan kepada pasien sebelum memulai pelaksanaan prosedur,
untuk menurunkan ansietas dan meningkatan rasa kendali.
2) Beri penangan kepada pasien selama periode gangguan atau
kecemasan.
3) Lakukan hygiene oral secara teratur.
(Wilkinson, 2017)
DAFTAR PUSTAKA

Burke dkk. (2017). Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Eliminasi. jakarta: EGC.
Hawks, Black &. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Singapura: Elsevier.
Madjid & Suharyanto. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta: TIM.
PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta selatan: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Prabowo & Pranata. (2014). Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Sutjahjo. (2015, hal 99). Dasar-dasar Ilmu Penyakit Dalam . Surabaya: Airlangga University.
Wilkinson. (2017). Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.
LEMBAR PENGESAHAN
Disusun oleh:
Puput ayu puspita (14.401.17.070)

Telah disahkan pada:


Hari/tanggal : Sabtu, 15 September 2018
Judul : Asuhan Keperawatan Dengan Klien Gagal Ginjal Kronis

Dosen Pengampu
Keperawatan Medikal Bedah
( Eko Prabowo, S.Kep.,Ns)

Anda mungkin juga menyukai