Anda di halaman 1dari 53

LAPORAN TUTORIAL

BLOK 13 MODUL 3
"LESI PUTIH DAN LESI BUKAN PUTIH, SERTA KELAINAN PADA
BIBIR, LIDAH DAN MASALAH MULUT LAINNYA"

Kelompok 3
TUTOR: drg. Asep Darya Darma Putra
KETUA: Hafifah Hanum Suenda (1811413014 )
SEKRETARIS : Yuliza Putri (1811412013)
ANGGOTA: Atikah Fadhilah ( 1811411014)
Adhifandro Satria Andrean ( 1811411010)
Resty Pratama Nurliyani ( 1811413020)
Lutfia Khairani Zulfaneti (1811412018)
Tri Aditya Septian (1811412006)
Aidha Mestika Amril (1811413015)
Hilda Zefni (1811412017)
Utami Trifanta (1811411006)
Shania Azzira ( 1811412010 )

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS ANDALAS
2020
MODUL 4
LESI PEMBESARAN JARINGAN LUNAK DAN PENYAKIT KELENJAR
SALIVA
Skenario 4 : BENJOLAN DI MULUT.. BAHAYA GAK YA..
Darto, 39 tahun datang ke RSGM dengan keluhan adanya benjolan di lidah sejak 4
bulan yang lalu. Benjolan tersebut tidak sakit, namun Darto merasa khawatir jika
pembengkakan tersebut merupakan kanker, sebab 2 tahun yang lalu kerabatnya pernah
menderita kanker lidah. Kekhawatirannya semakin bertambah, sebab dia adalah seorang
perokok berat dan sesekali minum alkohol. Pada pemeriksaan klinis tampak massa eksofitik
pada permukaan dorsal lidah sebelah kiri berwarna sama dengan jaringan sekitar berukuran
1,5x1x0,5cm. Permukaan lesi sedikit berulserasi, konsistensi kenyal dengan dasar sessile dan
indurasi negatif. Dokter meminta Darto agar menghentikan kebiasaan buruknya, karena hal
tersebut merupakan salah satu faktor etiologi penyakit keganasan di rongga mulut.
Pasien lain, Ibu Ngatinah berusia 56 tahun mengeluhkan terdapat pembengkakan di
sudut rahang yang terjadi secara tiba-tiba dan sangat sakit. Sehari sebelumnya, dia merasakan
badannya agak demam dan sakit kepala. Pada pemeriksaan klinis terdapat pembengkakan pada
kelenjar parotis kanan kiri dengan konsistensi lunak, dan sewaktu dilakukan penekanan ringan
pada kelenjar terlihat eksudat yang purulen pada duktus kelenjar. Dari anamnesis diketahui ibu
Ngatinah sudah 6 tahun ini rutin mengkonsumsi obat untuk hipertensi yang dideritanya.
Bagaimana saudara menjelaskan kasus di atas?

Skenario oleh : drg Surya Nelis, Sp.PM


A. TERMINOLOGI
1. KANKER : pertumbahan sel yang tidak terkendali yg diikuti dengan proses invasi dan peyebaran
ketubuh yg lain
2. MASSA EKSOFITIK : massa yang tumbuhnya cenderung keluar dari permukaan epitel dari tempat
pertumbuhan asalnya. warna bervariasi sama dengan jaringan sekitar sampai merah keputihan,
tergantung dari keratin yang terbentuk.
3. DASAR SESSILE : : dia tidak bertangkai, atau melekat lgsg pada basisnya
4. KELENJAR PAROTIS : kelenjar ludah terbesar yg terletak di bagian samping wajah. letak dibawah
telinga, dan memberikan 25% kontribusi saliva
5. EKSUDAT : campuran sel2 yg sudah rusak, yg keluar dari pembuluh darah kedalam jaringan dimana
ini disebabakna adanya implamasi
B. RUMUSAN MASALAH & ANALISA MASALAH
1. Apa hubungan penyakit pak Darto sekarang dengan penyakit kerabatnya 2 tahun yg lalu?
Jawab :
Secara umum kanker disebabkan oleh adanya mutasi gen atau perubahan sel dari keadaan
normalnya.terjadinya mutasi ini dapat disebabkan oleh pola hidup yang tidak sehat seperti
merokok dan konsumsi alkohol.Jika hal ini terus terjadi dan terpapar terus menerus maka akan
memicu terjadinya keganasan/kanker.Untuk mutasi gen ini bisa saja diturunkan,tetapi bisa
menjadi kanker apabila ada faktor pemicunya.Jadi,kemungkinan bahwa kanker tersebut
merupakan keturunan sangat kecil.

2. Bagaimana gejala2 awal tanda kanker lidah ?


Jawab :
1.Sakit tenggorokan dan nyeri saat menelan yang berlangsung terus-menerus.
2.Muncul benjolan di daerah mulut dan leher, akibat pembengkakan kelenjar getah bening.
3.Rasa kebas dalam mulut yang tidak kunjung hilang.
4.Perdarahan pada lidah tanpa sebab yang jelas.
5.Sulit menggerakkan rahang.
Penurunan berat badan secara drastis.
Perubahan pada suara dan berbicara.

3. Apakah benjolan pak Darto keganasan ?


Jawab :
Berdasarakan skenario dapat dikatakan bahwa benjolan tersebut bersifat jinak,karena hanya
mengenai daerah yang kecil yaitu lidah (tidak meluas)dan perkembangannya terjadi secara
lambat.Tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa benjolan tersebut dapat menjadi keganasan
karena terpapar rokok dan alcohol

4. Apa hubungan alcohol dan rokok dengan penyakit yg diderita pak Darto ?
Jawab :
Sebagai faktor pemicu penyakit pak Darto

5. Apa kemungkinan diagnosa pak Darto di scenario ?


Jawab :
Papilloma. karena biasanya terjadi pada laki2 diatas umur 35 thn , terdapat eksofitik, dan
warnany sama dengan jaringan sekitarnya. konsistensi nya kenyal , benjolan tidak terasa sakit,
menyerang bagian lidah.

6. Apa saja factor etiologi keganasan di rongga mulut pak Darto?


Jawab :
Genetic, defisiensi imun, hpv, bad habbit.

7. Apakah dengan menghentikan kebiasaan buruk pak Darto penyakit akan berhenti dengan
sendirinya ?
Jawab :
Tidak bisa lgsg menghilangkan penyakit pak darto. jika dihentikan kebiasaan merokok maka
benjolan pak darto tujuannya memperlambat keganasan benjolan tsb. mendukung kesembuhan
mengonsumsi vitamin2 yng di butuhkan oleh pak darto

8. Apa perawatan pada kasus Darto?


Jawab :
Dilakukan pembedahan dan terapi
9. Apa yang menyebabkan pembengkakan pada kasus Ibuk Ngatinah ?
Jawab :
Pembengkakan kelenjar parotis bu ngatinah berkaitan dengan konsumsi obat hipertensi yang
mempengaruhi produksi saliva sebagai akibat pengaturan persarafan otonom yang tidak teratur
pada kelenjar,sehingga terjadi pembengkakan pada sel asinar yang terlihat sebagai
pembengkakan kelenjar parotis.

10. Apa hubungan pembengkakan kelenjar parotis dengan pembengkakan pada sudut rahang ibu
ngatinah?
Jawab :
Karena lokasi kelenjar parotis dekat dengan sudut rahang sehingga terjadi pembengkakan pada
kelenjar parotis maka sudut rahang juga ikut membengkak

11. Apa penyebab adanya eksudat purulent pada ductus kelenjar Ibuk Ngatinah ?
Jawab :
Terjadi karena adanya infeksi bakteri

12. Apa saja diagnosa Ibu Ngatinah ?


Jawab :
Sialadenitis

C. SKEMA

Darto 39 Ngatinah 56

Pembengkakan Sudut
Benjolan Lidah Rahang

Lesi Pembesaran Penyakit Kelenjar


Jaringan Rongga Mulut Parotis / saliva
Lunak

Tumor Jinak Tumor Ganas Penyakit Spesifik Tumor Jinak Tumor Ganas
Kelenjar Saliva

JENIS PREDISPOSISI PATOGENESIS GEJALA PP


ETIOLOGI TREATMENT
KLINIS
PLANNING
D. LEARNING OBJECTIVE

1.)Hyperplasia Reaktif / Inflammatory Jaringan Lunak


Gambaran berbagai macam pertumbuhan nodular, umumnya terjadi pada mukosa oral
yang secara histologis merupakan jaringan fibrosa dan granulasi yang mengalami
inflamasi.Paling sering mengalami trauma mastologis dan sering mengalami ulserasi dan
hemorraghic.Pelebaran pembuluh darah, peradangan akut dan peradangan kronis, abses local.

1. Fibroma
 Definisi
Fibroma adalah tumor jinak yang terdiri dari jaringan ikat atau fibrosa. Tumor ini terdiri
dari sel-sel jaringan ikat muda yang berkolagen. Menurut WHO tumor jaringan lunak fibroblast
yang terbentuk dari bermacam-macam jenis epitel odontogenik,dentin dan sementum.
 Etiologi
Seringkali muncul disebabkan oleh adanya iritasi yang kronis pada rongga mulut dan
juga oleh karena terjadi trauma. Iritasi oleh karena pemakaian prothesa dan trauma pada gigi
geligi merupakan penyebab paling sering yang dapat menimbulkan terjadinya tumor ini.
Juga dapat diakibatkan oleh gangguan pada masa embrional dimana terjadi perubahan
dalam proses pertumbuhan dan perkembangan jaringan.
Juga sering ditemukan dalam bentuk kumpulan tertutup pada akar gigi dari gigi yang
sedang erupsi. Sejumlah lesi yang terjadi pada mandibula sering juga dihubungkan dengan
adanya gigi yang terpendam.

 Histologis

a.) Central Odontogenik Fibroma


Tumor jinak yang terdiri dari jaringan sel-sel kolagen yang terjadi pada tulang rahang.
1.) Sebuah kesi disekeliling mahkota dari gigi yang erupsi menyerupai kista dentigerous
yang kecil.
2.) Sebuah lesi dari jaringan lunak fibrous dengan kumpulan epitel odontogenik yang
tersebar, diduga beberapa menyerupai folikel gigi tetapi dikarenkan ukurannya
membuat ia dapat diterima sebagai sebuah tumor.
3.) Lesi yang telah digambarkan oleh WHO sebagai neoplasma fibroblast yang terdiri dari
berbagai jenis epitel odontogenik dan dalam beberapa kasus , terjadi material
menyerupai displasia dentin atau sementum.
b.) Peripheral Odontogenik Fibroma
Tumor yang berasal dari jaringan ikat dengan keterlibatan sekunder dari epitel non
neoplasma, dan komponen jaringan ikat tersebut adalah ciri-ciri khasnya.
1.) Suatu lesi yang bentuknya meninggi, tidak mempunyai kapsul dan biasanya terjadi
ulseras.
2.) Tumor ini diperkirakan berasal dari ligamen periodontal dan jeringat ikat pada gingiva,
dimana komponen epitelnya berasal dari lapisan sel basal epitel stratified skuamous.

 Gambaran klinis

a.) Central Odontogenik Fibroma


1.) Secara klinis lebih sering terjadi pada anak-anak dan dewasa muda. Lebih banyak
terjadi pada mandibula
2.) Tumbuh secara lambat dan bertahap
3.) Menyebabkan perpindahan secara menyeluruh dari gigi geligi dan akar gigi yang
diakibatkan oleh pembesaran tumor tersebyut.
4.) Adanya karies pada gigi yang dapat menyebabkan kerusakan tulang juga dapat
dihubungkan dengan tumor ini, dimana pada awalnya proses tersebut memberikan
kesan bahwa lesi tersebut diakibtakan jaringan pulpa
5.) Central odontogenik fibroma yang terjadi pada bagian posterior dari maksila dapat
meluas ke dalam sinus maksilaris , mencapai fosa pterigomaksilaris dimana daerah ini
dekat dengan struktur-struktur vital sehingga dilakukan perawatan yang lebih dini dan
akurat.
b.) Peripheral Odontogenik Fibroma
1.) Secara khas tampak sebagai papula yang tumbuh lambat, bebrbatas jelas dengan
gingiva, mempunyai warna yang sering sama dengan mukosa disekitarnya yaitu merah
muda pucat, yang lama kelamaan membesar dan membentuk nodula.
2.) Lesi bulat yang licin dan simetris ini adalah lunak dan tidak sakir jika di palpasi,
bertangkai.
3.) Posisi dari lesi yang membesar seperti yang terjadi pada beberapa kasus dapat
menyebabkan trauma pada tumor yang berasal dari gigi antagonis, yang mengakibatkan
terjadinya ulserasi,fisur,leukoplakia dan inflmasi secara bersamaan.

 Gambaran Radiografi
a.) Central odontogenik fibroma :
Gambaran radiografinya banyak yang memperlihatkan adanya ruangan atau rongga
radiolusen yang banyak, dimana juga dapat melibatkan porsi yang relatif lebih banyak
pada tulang rahang. Pada foto ronsen juga dapat terlihat adanya ekspansile. Lesi ii juga
dapat terlihat sebagai gambaran area radiolusen dimana dapat ditemukan adanya gigi
yang terpendam.
b.) Peripheral odontogenik fibroma :
Secara jelas dari gambar ronsen terlihat gambaran radiolusen tidak ada keterlibatan
tulang secara mendasar. Namun, pada sebagian besar kasus yang terjadi , erosi seperti
cangkir dari tulang alveolar di bawahnya dapat terlihat pada gambaran radiografi.

 Diagnosa Banding
a.) lipofibroma
Benjolan lemak yang tumbuh secara lambat di antara kulit dan lapisan otot

b.) Papiloma
suatu jenis tumor yang menyerang jaringan epitel dan memiliki sifat jinak.

 Perawatan
a.) Insisi dan pembuatan muko-periost flep
b.) Pengambilan tulang yang menutupi lesi
c.) Pengambilan lesi odontogenik fibroma
d.) Pembersihan luka atau tulang
e.) Penutupan flep dengan penjahitan
f.) Perawatan pasca bedah

 Instrumen
a.) Tampon dan kapas yang streril
b.) Anastesi lokal
c.) Skalpel dengan mata bedah yang tajam
d.) Kasa tiis
e.) Benang bedah yang tepat
f.) Tissue forceps
g.) Jarum untuk menjahit
h.) Obat kumur desinfektan

 Prognosis Perawatan
a.) Tingkat penjalarasn lesi
b.) Gambaran secara mikroskopis
c.) Keadaan anatomi jaringan
d.) Kondisi pasien secara umum

2. Fibrous Inflammatory Hyperplasia


Hiperplasia fibrosa inflamasi atau hiperplasia adalah respons jaringan lunak jinak
terhadap iritan lokal. Ini bisa disebabkan oleh kalkulus, gigi tajam, tambalan rusak, plak
berlebihan, dan faktor iritasi lainnya.
3. Granuloma Piogenik

Granuloma piogenik merupakan lesi jinak vaskuler pada mukosa yang relatif sering
terjadi. Iritasi menjadi penyebab tersering kejadian pada ginggiva. Tidak ada data pasti angka
kejadian granuloma piogenik pada ginggiva di Indonesia. Granuloma piogenik dapat timbul
pada segala umur, namun terbanyak pada usia dewasa muda. Angka kejadian granuloma
piogenik lebih banyak terjadi pada wanita akibat perubahan hormonal selama pubertas,
kehamilan, dan menopause.

Gambaran klinis granuloma piogenik pada gingiva berupa benjolan berwarna merah
kebiruan, kenyal, dan tidak nyeri. Secara mikroskopis berupa lesi eksofitik dikelilingi jaringan
yang normal dilapisi epitel gepeng berlapis yang rata, atrofi atau ulserasi dengan lesi terdiri
dari proliferasi pembuluh darah disertai jaringan granulasi. Etiopatogenesis dari granuloma
piogenik masih menjadi perdebatan. Beberapa peneliti memasukkan granuloma piogenik
kedalam entitas infeksi yang diakibatkan adanya infeksi oleh Stafilokokus dan botryomycosis.

Faktor pertumbuhan yang berperan penting dalam angiogenesis dan perkembangan


granuloma piogenik adalah VEGF dan bFGF. Pemeriksaan imunohistokimia pada granuloma
piogenik akan memberikan ekspresi faktor VIII pada endotel dan negatif pada area seluler.
Granuloma piogenik didiagnosa banding dengan peripheral giant cell granuloma dan
Peripheral ossifying fibroma karena secara makroskopis identik. Granuloma piogenik juga
memberikan ekspresi pada bFGF, anti-CD34, dan VEGF.

Granuloma piogenik memiliki prognosis yang sangat baik dengan terapi eksisi namun
memiliki tendensi berulang bila eksisi inkomplit. Simpulan: Granuloma piogenik pada
ginggiva merupakan lesi vaskuler jinak yang sering terjadi pada usia muda akibat iritasi dan
memiliki prognosis sangat baik dengan terapi eksisi

4. Epulis Gravidarum (Epulis Pregnancy)


Epulis gravidarum adalah reaksi jaringan granulomatik yang berkembang pada gusi
selama kehamilan. Tumor ini adalah lesi proliferatif jinak pada jaringan lunak mulut dengan
angka kejadian berkisar dari 0,2 hingga 5% dari ibu hamil.Epulis tipe ini berkembang dengan
cepat, dan ada kemungkinan berulang pada kehamilan berikutnya. Tumor kehamilan ini
biasanya muncul pada trimester pertama kehamilan namun ada pasien yang melaporkan
kejadian ini pada trimester kedua kehamilannya. Perkembangannya cepat seiring dengan
peningkatan hormone estrogen dan progesteron pada saat kehamilan. Hormon progesteron
pengaruhnya lebih besar terhadap proses inflamasi/keradangan. Pembesaran gingival akan
mengalami penurunan pada kehamilan bulan ke-9 dan beberapa hari setelah melahirkan.
Keadaannya akan kembali normal seperti sebelum hamil.
Epulis gravidarum tampak sebagai tonjolan pada gingiva dengan warna yang bervariasi
mulai dari merah muda, merah tua hingga papula yang berwarna keunguan, paling sering
dijumpai pada gingiva anterior rahang atas. Umumnya pasien tidak mengeluhkan rasa sakit
namun lesi ini mudah berdarah saat pengunyahan atau penyikatan gigi. Pada umumnya lesi ini
berukuran diameter tidak lebih dari 2 cm namun pada beberapa kasus dilaporkan ukuran lesi
yang jauh lebih besar sehingga membuat bibir pasien sulit dikatupkan. Factor penyebab epulis
gravidarum dapat dibagi menjadi 2. Yakni penyebab primer dan penyebab sekunder :
 Penyebab primer Iritasi lokal seperti plak merupakan penyebab primer epulis
gravidarum sama halnya seperti pada ibu yang tidak hamil, tetapi perubahan hormonal
yang menyertai kehamilan dapat memperberat reaksi keradangan pada gusi oleh iritasi
lokal. Iritasi lokal tersebut adalah kalkulus/plak yang telah mengalami pengapuran,
sisa-sisa makanan, tambalan kurang baik, gigi tiruan yang kurang baik.
 Penyebab sekunderKehamilan merupakan keadaan fisiologis yang menyebabkan
perubahan keseimbangan hormonal, terutama perubahan hormon estrogen dan
progesterone. Peningkatan konsentrasi hormon estrogen dan progesterone pada masa
kehamilan mempunyai efek bervariasi pada jaringan, diantaranya pelebaran pembuluh
darah yang mengakibatkan bertambahnya aliran darah sehingga gingiva menjadi lebih
merah, bengkak, dan mudah mengalami perdarahan.
5. Granuloma sel raksasa perifer (PGCG)

Granuloma sel raksasa perifer adalah salah satu lesi hiperplastik reaktif rongga mulut,
yang berasal dari periosteum atau membran periodontal setelah iritasi lokal atau trauma kronis.
Usia berkisar antara 6 sampai 75 tahun (rata-rata 33 tahun). Granuloma sel raksasa perifer
terlihat lebih banyak di mandibula daripada di rahang atas dan di daerah anterior lebih banyak
daripada di daerah posterior. Dalam kebanyakan kasus, lesi berwarna merah muda, bertangkai
dan memiliki permukaan yang tidak mengalami ulserasi. Kurang dari setengah kasus, tidak ada
riwayat perdarahan dan juga nyeri jarang dilaporkan. Kalkulus adalah faktor etiologi yang
paling umum. Trauma kronis dapat menyebabkan peradangan, menghasilkan jaringan granulasi
dengan sel endotel, sel inflamasi kronis dan proliferasi fibroblas dan bermanifestasi sebagai
pertumbuhan berlebih yang disebut hiperplasia reaktif. Lesi mirip tumor ini bukan neo-plastik,
tetapi menunjukkan proses kronis yang berlebihan. terjadi perbaikan (jaringan granulasi dan
pembentukan bekas luka) setelah cedera.

Lesi hiperplastik reaktif dikategorikan menjadi beberapa kelompok. Granuloma sel


raksasa perifer (PGCG) adalah salah satu lesi sel raksasa yang paling sering terjadi pada rahang
dan berasal dari jaringan ikat periosteum atau membran periodontal. Ini bukan neoplasma
sejati. melainkan lesi reaktif hiperplastik jinak yang terjadi sebagai respons terhadap iritasi
lokal seperti pencabutan gigi, restorasi gigi yang buruk, gigi palsu yang tidak pas, plak,
kalkulus, impaksi makanan dan trauma kronis. Nama lain dari lesi ini adalah raksasa perifer
tumor sel, osteoklastoma, granuloma sel raksasa reparatif, epulis sel raksasa, dan hiperplasia
sel raksasa pada mukosa mulut.

Secara histologis, PGCG dideskripsikan sebagai massa jaringan non-enkapsulasi,


mengandung banyak sel raksasa mirip osteoklas multinukleat yang terletak di stroma sangat
seluler dan vascular. Secara klinis, PGCG bermanifestasi sebagai nodul yang tegas, lembut,
cerah atau sebagai massa sesil atau bertangkai dan dengan permukaan yang kadang mengalami
ulserasi. Warnanya, berkisar dari merah tua sampai ungu atau biru. Terletak di papilla
interdental, tepi alveolar edentulous atau di tingkat gingiva marginal. Ukurannya bervariasi,
meskipun jarang dilaporkan berdiameter lebih dari 2 cm.9 Namun, ada laporan massa yang
melebihi 5 cm, di mana faktor-faktor seperti kebersihan mulut yang buruk atau xerostomia
tampaknya memainkan peran penting dalam pertumbuhan lesi. Lesi yang baru jadi dapat
berdarah dan menyebabkan perubahan kecil pada kontur gingiva tetapi yang besar berdampak
buruk pada fungsi normal mulut. Nyeri bukan merupakan karakteristik umum, kecuali
mengganggu oklusi, dalam hal ini dapat memborok dan menjadi terinfeksi. Dalam beberapa
kasus, tulang yang mendasari, menderita erosi dan terjadi radiolusensi berbentuk cawan. Lesi
dapat berkembang pada usia berapa pun. Namun, ini lebih sering terjadi pada dekade kelima
dan keenam kehidupan dengan sedikit kecenderungan wanita.

Perawatan terdiri dari reseksi bedah, dengan pembersihan luas dasar lesi untuk
menghindari kekambuhan. Karakteristik dan perilaku klinis PGCG dapat bervariasi pada
populasi yang berbeda dan sulit untuk diprediksi, yang mencerminkan pengaruh lingkungan,
gaya hidup, dan faktor ras yang berbeda, penilaian yang dapat membantu dalam diagnosis dan
manajemen. Informasi mengenai jenis kelamin, usia, tanda, dan gejala mungkin berguna dan
mengarah pada diagnosis dini dan manajemen yang tepat, mencegah kerusakan lebih lanjut
pada jaringan keras dan lunak di area yang terkena.

2.)Tumor Jinak Jaringan Lunak Mulut

1. Tumor epithelial
 Ada beberapa pertumbuhan jinak yang disebabkan oleh virus epitel oral, terutama yang
disebabkan oleh human papillomavirus (HPV).
 Teknik biologi molekuler (misalnya, hibridisasi in situ, reaksi berantai polimerase)
yang digunakan untuk mendeteksi HPV mengungkapkan bahwa asam
deoksiribonukleat (DNA) virus dapat ditemukan pada lesi ini tetapi mungkin juga
terdapat pada mukosa mulut normal.
 Ada lebih dari 120 jenis HPV, yang setidaknya 25 di antaranya telah terdeteksi pada
lesi rongga mulut
 Banyak perhatian telah difokuskan pada hubungan antara HPV dan karsinogenesis oral
Subtipe HPV onkogenik risiko tinggi (terutama HPV 16, tetapi juga HPV 18, 31, 33,
35) umumnya terdeteksi pada karsinoma sel skuamosa rongga mulut (27-47%).
 Mereka ditemukan pada tingkat yang lebih rendah pada lesi pramaligna dan kadang-
kadang diamati pada mukosa normal. HPV lebih mungkin terdeteksi pada kanker yang
melibatkan orofaring dan amandel dibandingkan dengan rongga mulut
 Khususnya HPV 16, 6, 11 dan untuk HPV 6, 11 dapat menyebabkan VIRAL

a. VIRAL PAPILOMA /SQUAMOUS PAPILLOMA


 Definisi
Papiloma adalah suatu lesi jinak pada mulut, biasanya terjadi karena proliferasi abnormal
dari sel epitel skuamus simpleks mulut. Bentuk dari papiloma pada umumnya berbentuk bulat
atau dapat juga ditemui menyerupai bunga kol disertai dengan tangkai. Lesi tersebut dapat
berwarna putih atau normal seperti jaringan sekitarnya dengan ukuran kurang dari 1 cm.

 Lokasi

Lokasi lesi tersering pada kasus papiloma adalah di lidah dan jaringan lunak pada
palatum, namun permukaan manapun pada bagian mulut juga memungkinkan terjadinya lesi
tersebut.

 Etiologi

Etiologi terjadinya papiloma antara lain akibat adanya infeksi dari Human Papilloma
Virus (HPV) tipe 6 dan 11.HPV adalah salah satu anggota dari papovavirus. HPV termasuk
DNA virus yang memiliki single molecule dari DNA rantai ganda. Replikasi pada HPV terjadi
di dalam nukleus sel epitel karena adanya stimulasi dari sintesis DNA dari host tersebut.

 Gambaran klinis

Berukuran kurang dari 1cm, warna bervariasi dari pink-putih, berkerut, eksofitik dan
bertangkai

 Diagnosis banding

Diagnosis banding dari papilloma skuamous oral tipe soliter adalah xanthoma verusiform,
hiperplasia papiler dan kondiloma akuminata

 Terapi dan prognosis

Sebagian besar angka kejadian oral squamous papilloma disebabkan karena infeksi HPV.
Rute transmisi virus ini tidak diketahui untuk lesi oral, walaupun kontak langsung diperkirakan
sebagai penyebab utama pada sebagian besar kasus. Terapi utama yang dapat diberikan pada
pasien dengan papilloma adalah eksisi rutin atau ablasi laser. Terapi modalitas lain termasuk
elektrokauter, cryosurgery dan injeksi intralesi interferon. Sedangkan untuk dokter umum,
sesuai kompetensinya dokter umum dapat melakukan biopsi untuk kemudian di konsulkan
untuk pemeriksaan histologi patologi anatomi di laboratorium maupun dirujuk ke dokter
Spesialis Bedah Mulut. Prognosis baik, rekurensi jarang ditemukan kecuali untuk lesi pada
pasien dengan infeksi HIV.

b. Verucca Vulgaris,

 umumnya ditemukan pada kulit (kadang-kadang berhubungan dengan lesi kulit yang
serupa, seringkali pada jari) dan disebabkan oleh HPV subtipe 2 dan 57 pada kulit.
 Saat mengenai rongga mulut, kutil ini serupa penampilan papiloma skuamosa dan
cenderung melibatkan bibir, gingiva, dan langit-langit keras.
 Papiloma oral dan kutil secara klinis serupa, dan diperlukan eksisi lokal.
 Kehati-hatian harus dilakukan saat menghilangkan lesi mulut terkait HPV dengan
elektrokauter atau laser karena ada kemungkinan partikel HPV aerosolisasi.
 Meskipun lesi ini mungkin menular, riwayat kontak langsung dengan orang lain yang
terinfeksi tidak biasa, kecuali dalam kasus kutil oral yang berulang dan sering berulang
yang terkait dengan kontak seksual atau penularan ke ibu, disebut sebagai kondiloma
acuminatum .HPV 6 dan 11 terdeteksi pada lesi ini.

c. Hiperplasia epitel fokal (penyakit Heck),

 suatu kondisi yang ditandai dengan banyak papula lunak, berbatas tegas, datar, dan
sesil (yaitu, nonpapillomatous) yang tersebar di seluruh mukosa mulut,
 merupakan endemik di beberapa komunitas Eskimo dan penduduk asli Amerika tetapi
jarang terjadi di orang kulit putih.
 Temuan terbaru di antara orang Puerto Rico dan orang kulit hitam menunjukkan bahwa
pencarian lebih lanjut untuk lesi ini mungkin menunjukkan bahwa lesi ini lebih luas.
 Secara histologis, ini ditandai dengan acanthosis nodular nondiskeratotik, yang
membentuk dasar papula, dan infiltrasi limfositik subepitel.
 HPV DNA 13 dan 32 terdeteksi pada 75 hingga 100% lesi ini.

d. Papillomatosis intraoral,

sering kemerahan, umum terjadi pada populasi yang terinfeksi HIV, terutama sejak
munculnya terapi antiretroviral (ART). Florid papillomatosis juga dapat terjadi pada pasien
dengan kondisi seperti ichthyosis hystrix (papillomatosis kulit cacat bawaan yang didapat)
dan sindrom Down

e. Moluskum kontagiosum

Merupakan infeksi dermatologis yang didapat melalui kontak langsung dengan kulit
dan ditandai dengan kumpulan nodul kecil yang dapat dikuret dari kulit.

 Ini terdiri dari gumpalan sel epitel yang berkembang biak dengan badan inklusi
eosinofilik yang menonjol.
 Kondisi ini bukan neoplasma, tetapi termasuk di sini sebagai salah satu spektrum
proliferasi epitel rongga mulut akibat infeksi virus. Baik lesi intraoral dan labial dari
moluskum kontagiosum telah dilaporkan, terutama pada pasien yang terinfeksi human
immunodeficiency virus (HIV).
 Hal ini disebabkan oleh poxvirus yang menginfeksi kulit, di mana virus bereplikasi di
stratum spinosum, menghasilkan badan inklusi karakteristik dan patognomonik Cowdry
tipe A yang umumnya terkait dengan infeksi poxvirus tetapi ternyata hanya
menghasilkan sejumlah kecil virus lengkap
f. Keratoacanthoma

 Merupakan lesi terlokalisasi yang biasanya ditemukan pada kulit yang terpapar sinar
matahari, termasuk bibir atas.
 Pertumbuhan cepat keratoacanthoma mungkin cukup menakutkan, sampai-sampai
sering keliru didiagnosis sebagai karsinoma sel skuamosa atau sel basal.
 Lesi ini tampak terfiksasi pada jaringan sekitarnya (mirip dengan beberapa karsinoma),
sering tumbuh dengan cepat, dan biasanya dibatasi oleh keratin yang tebal.
 Kadang-kadang, lesi menjadi matang, terkelupas, dan sembuh secara spontan, tetapi
lebih sering, apabila tersumbat maka eksisi diperlukan, dan diagnosis ditegakkan dari
evaluasi mikroskopis.
 Jaringan epitel yang berdekatan dengan lesi dibatasi secara tajam dari lesi, yang
tampaknya terletak pada depresi berbentuk cangkir. Epitel yang berkembang biak yang
merupakan lesi ini terdiri dari massa sel skuamosa yang berdiferensiasi cukup baik
yang sering menghasilkan mutiara keratin dan menunjukkan sedikit atipia seluler.
 Lokasi lesi yang biasa di bibir atas (di mana karsinoma sel skuamosa dari etiologi
aktinik jarang terjadi, dibandingkan dengan bibir bawah) harus mengingatkan klinis
untuk mempertimbangkan keratoacanthoma dalam diagnosis banding.
Keratoacanthoma intraoral jarang terjadi.
 Pengobatan lesi ini adalah eksisi konservatif, meskipun beberapa percaya bahwa lesi ini
tidak dapat dipisahkan dengan jelas dari karsinoma sel skuamosa dan menganjurkan
eksisi luas untuk mencegah kekambuhan.

2. Hemangioma

Merupakan tumor yang sebenarnya dan muncul beberapa minggu setelah lahir dan
berkembang pesat . Dicirikan oleh hiperplasia sel endotel dan dalam banyak kasus mengalami
involusi, dengan sisa jaringan telangiektatis, lemak, atau parut terlihat pada sekitar 40 sampai
50% pasien.

 Klinis : superfisial dan dalam, kecil dan besar, paling sering sebagai lesi soliter
tetapi juga sebagai lesi multiple, lesi lunak , tidak sakit, berwarna merah atau
biru, kadang-kadang menonjol, yang biasanya memucat bila ditekan. Paling
sering pada lidah, terpi vermillion bibir, mukosa bukal

Lesi kecil mungkin secara klinis tidak dapat dibedakan dari granuloma piogenik dan
varises vena superfisial. Hemangioma dapat diklasifikasikan sebagai tipe kapiler atau
kavernosa; yang pertama dangkal dan yang terakhir lebih dalam

 Pemeriksaan :
- Aspirasi ( tindakan yang dilakukan untuk mengetahui tumor tersebut apakah jinak atau
ganas atau untuk mrngetaui benjolan tersebut tumor atau tidak
- Biopsyi untuk memastikan apakah penyakit itu hemangioma atau tidak
- Eksisi bila mungkin dilakukan
 Perawatan :
- Pengamatan ( 50 % kasus mereda dengan sendirinya) atau cryosurgery atau terapi laser
argon atau emolisasi arteri (jarang )
3. Malvormasi Vaskuler

Merupakan penyimpangan structural dalam komponen alat vascular dan mungkin secara klinis
dapat terlihat saat lahir, tumbuh secara perlahan sebanding dengan pertumbuhan anak (ditandai
dengan hipertrofi), dan tidak pernah bervolusi.

 Klasifikasikan tergantung pada jenis pembuluh yang terlibat atau jenis aliran:
- arteri dan arteriovenosa (aliran tinggi), . Malformasi arteri dan arteriovenosa pertama
kali dapat berkembang setelah perubahan hormonal (seperti pubertas), infeksi, atau
trauma, dan, secara klinis, mungkin keras, berdenyut, dan hangat.
- kapiler, atau vena (aliran rendah). Malformasi vena kadang-kadang dapat muncul
pertama kali pada awal masa dewasa, dan secara klinis bersifat lunak dan mudah
dikompres

Malformasi yang terletak di pusat harus dibedakan dari banyak tumor osteolitik dan lesi mirip
kista yang mempengaruhi rahang

 Perawatan :

Diascopy adalah teknik memberikan tekanan pada lesi vaskular yang dicurigai untuk
memvisualisasikan evakuasi pewarnaan. dan dapat memfasilitasi diferensiasi lesi vaskular kecil
dari lesi berpigmen.

Perawatan harus diambil dalam melakukan biopsi atau pemotongan semua lesi vaskular:
(1) memiliki kecenderungan perdarahan yang tidak terkontrol dan
(2) luasnya lesi tidak diketahui karena hanya sebagian kecil yang terlihat di mulut.
Oleh karena itu, identifikasi lokasi anatomi yang tepat dan kedalaman luas jaringan diperlukan
sebelum perawatan, terutama untuk lesi aliran tinggi. Angiografi, computed tomography (CT),
dan magnetic resonance imaging (MRI) adalah teknik pencitraan yang berguna. Modalitas
pengobatan (sendiri atau kombinasi) termasuk embolisasi intra-arterial superselektif (SIAE),
skleroterapi, radioterapi, atau eksisi / reseksi bedah menggunakan elektrokoagulasi,
cryosurgery, atau bedah laser.

4. Limfangioma
 kumpulan pembuluh limfe ( harmatoma jinak ) yang membesar dan saling berkelompok
 berkembang pada awal kehidupantanpa mempunyai predileksi pada jenis kelamin
 dapat timbul di membrane mukosa. Pada RM biasanya terjadi di permukaan dorsal dan
lateral bagian anterior lidah,bibir, dan mukosa labial.
 Mirip dengan malformasi vaskuler
 Ditandai dengan proliferasi abnormal pembuluh limfatik
 (80%-90%)limfagioma muncul pada tahun pertama , sering dikaitkan dengan
kongenital makroglosia
 Klinis :
- Permukaan berukuran kecil mempunyai tonjolan papilla yang tidak teratur, dan mirip
seperti papilloma.
- Lunak dan bisa ditekan
- Warna bervariasi dari pink normal sampai keputihan, sedikit translusen atau biru
- Limfagioma difus pada lidah menyebabkan Makroglosia ( kelainan lidah berupa ukuran
lidah lebih besar dari normal).
- Limfangioma pada bibir menyebabkan Makrochelia ( kelainan pada bibir berupa bibir
tebal )
- massa jaringan lunak yang tumbuh lambat dan tidak nyeri. Ini sering muncul tanpa
garis anatomi yang jelas,
- Kadang-kadang, mereka mungkin mengalami peningkatan ukuran yang cepat akibat
peradangan akibat infeksi atau perdarahan akibat trauma
 Diagnose banding :
 hemangioma,
 hipotiroidisme kongenital,
 mongolisme,
 amiloidosis,
 neurofibromatosis,
 berbagai penyakit penyimpanan (misalnya, sindrom Hurler dan penyakit penyimpanan
glikogen),
 dan hipertrofi otot primer lidah, yang semuanya dapat menyebabkan makroglossia.
 Perawatan :
- Pengobatan limfangioma ditentukan oleh jenisnya, lokasi anatominya, dan luasnya
infiltrasi ke dalam struktur sekitarnya
- Aspirasi atau diaskopi merupakan keharusan sebelum melakukan eksisi bedah dari
limfangioma untuk mencegah komplikasi yang berhubungan dengan Hemangioma yang
mempunyai penampilan yang serupa
- Pasien dengan lesi yang besar dan difus sering harus dirawat inap di rumah sakit untuk
memantau edema pascaoperasi dan kemungkinan terjadinya sumbatan jalan napas.
Limfangioma besar dapat mengancam nyawa jika mengganggu jalan napas atau
pembuluh darah vital, dan yang menyebar ke dalam dan membuat leher bengkak
bersifat makrokistik dan disebut sebagai higroma kistik
- Limfangioma tidak mengalami perubahan menjadi ganas tetapi apabila menjadi besar
akan mengancam nyawa dan menganggu jalanya pernafasan
- Beberapa limfangioma, khususnya jenis kongenital, hilang secara spontan pada masa
kanak-kanak
- Eksisi bedah adalah yang paling umum, dan skleroterapi (dengan agen kemoterapi
seperti picabinil atau etanol) juga dianjurkan. Kekambuhan limfangioma oral telah
dilaporkan, mungkin karena lesi terjalin di antara serat otot, mencegah pengangkatan
total.

 Beda limfangioma dan hemangioma

Limfangioma Hemangioma

Warna bervariasi dari pink normal sampai berwarna merah atau biru
keputihan, sedikit translusen atau biru

Lunak dan bisa ditekan Lesi lunak, yang biasanya memucat bila
ditekan.

permukaan dorsal dan lateral bagian Paling sering pada lidah, terpi vermillion
anterior lidah,bibir, dan mukosa labial bibir, mukosa bukal

mengalami peningkatan ukuran yang cepat kecil dan besar


akibat peradangan

Nyeri sebagai lesi tidak sakit,

5. Neurogenic lesions
 Traumatic neuroma

Neuroma traumatis bukanlah tumor yang sebenarnya tetapi sebuah proliferasi jaringan
saraf yang disebabkan oleh cedera pada perifer saraf. Jaringan saraf terbungkus dalam selubung
yang terdiri dari Sel Schwann dan seratnya. Di rongga mulut, cedera saraf dapat terjadi dari
injeksi anestesi lokal, pembedahan, atau sumber trauma lainnya. Seringkali neuroma traumatis
menyakitkan. Ketidaknyamanan dapat berkisar dari nyeri saat palpasi sampai sakit parah dan
konstan. Sebagian besar neuroma traumatis terjadi pada orang dewasa. Neuroma traumatis di
rongga mulut dapat terjadi di lokasi mana pun di mana saraf rusak; foramen mental area adalah
lokasi paling umum. Diagnosis pasti adalah dibuat berdasarkan biopsi dan pemeriksaan
mikroskopis. Neuroma traumatis diobati dengan eksisi bedah. Kambuh untuk neuroma jarang.

 Neuro fibroma dan schwannoma


Neurofibroma dan schwannoma (neurilemmoma) bersifat tumor jinak yang berasal dari
jaringan yang membungkus saraf dan termasuk sel Schwann dan fibroblast. Meskipun
neurofibroma dan schwannoma adalah tumor yang berbeda secara mikroskopis, mereka sangat
mirip dalam presentasi klinis dan tingkah laku. Neurofibroma dan schwannomas dapat terjadi
pada usia berapa pun, tanpa kecenderungan seks. Pemeriksaan mikroskopis dari sebuah
neurofibroma menunjukkan gambaran yang cukup baik tetapi proliferasi difus sel Schwann
berbentuk gelendong.schwannoma dikemas dan menunjukkan jumlah yang bervariasi dari dua
pola mikroskopis yang berbeda. Satu pola terdiri sel dalam pengaturan palisade di sekitar area
eosinofilik dan yang lainnya terdiri dari sel-sel berbentuk gelendong yang kurang seluler dalam
stroma yang tampak seperti myxoid. Untuk dua lesi ini, ringan pemeriksaan mikroskopis
umumnya cukup untuk dilakukan diagnosa. Enkapsulasi parsial dari enkapsulasi yang
dipalisade neuroma mungkin menyerupai schwannoma. Perbedaan dalam pewarnaan
imunohistokimia telah dibuktikan dan mungkin membantu dalam menegakkan diagnosis
definitif. Perawatan untuk neurofibroma atau schwannoma adalah pembedahan pemotongan.
Mereka umumnya tidak berulang.

 Neurofibromatosis

Beberapa neurofibroma terjadi pada kelainan yang diturunkan secara genetic dikenal
sebagai neurofibromatosis 1 (NF1) atau von Recklinghausen. Penyakit ini ditularkan secara
autosomal sifat dominan, dan gen NF1 telah diidentifikasi.Oral neurofibroma adalah ciri umum
penyakit ini. Kehadiran dari banyak neurofibroma atau neurofibroma tipe plexiform adalah
patognomonik dari NF1.Pasien dengan NF1 berada pada peningkatan risiko perkembangan
tumor ganas, terutama ganas perifer tumor selubung saraf, leukemia, dan rhabdomyosarcoma.

 GRANULAR CELL TUMOUR


sel dengan sitoplasma granular. Patogenesis ini tumor belum terbentuk, tetapi sebagian
besar bukti menunjukkan bahwa itu muncul dari sel Schwann atau mesenkim primitifnya
prekursor. Tumor sel granular paling sering terjadi di lidah diikuti oleh bukal dan mukosa
labial, gingiva, dan dasar mulut. Tumor muncl sebagai nodul nonulcerated tanpa rasa sakit.
Sebagian besar dari kasus terjadi pada orang dewasa dengan kecenderungan wanita.
Imunositokimia pewarnaan menunjukkan reaktivitas untuk protein S-100 dan myelin. Laporan
varian sel granular dari trauma neuroma mendukung lebih lanjut asal neurogenic tumor ini,
seperti halnya laporan tumor sel granular yang terkait dengan neurofibromatosis.Pemeriksaan
mikroskopis mengungkapkan sel berbentuk oval besar dengan sitoplasma granular. Granular
sel ditemukan di jaringan ikat. Permukaan atasnya epitel menunjukkan hiperplasia
pseudoepitheliomatous, yang merupakan proliferasi jinak epitel menjadi ikat jaringan. Tumor
ini dirawat dengan pembedahan konservatif eksisi dan tidak kambuh. Epulis kongenital, atau
epulis kongenital pada bayi baru lahir, merupakan neoplasma jinak yang tersusun dari sel-sel
yang berdekatan menyerupai yang terlihat pada tumor sel granular yang terjadi pada orang
dewasa. Ultrastruktur dan imunohistokimia Ciri-cirinya berbeda dengan tumor sel granular
yang terjadi pada orang dewasa, memastikan bahwa lesi ini benar-benar terpisah kesatuan.
Neoplasma kemungkinan besar muncul dari primitive sel mesenchymal.74 Epulis kongenital
hadir saat lahir dan tampil sebagai permukaan halus, sesil, atau bertangkai massa di gingiva.
Biasanya terjadi pada rahang atas anterior alveolar ridge dan hampir selalu terjadi pada anak
perempuan. Itu epulis kongenital diobati dengan eksisi bedah dan memang demikian tidak
berulang. Kadang-kadang, tumor akan berkurang tanpa perawatan

6. Lipoma
 Definisi

Lipoma merupakan tumor yang jarang terjadi dalam kavum oris. Lipoma merupakan
tumor jinak namun akan menimbulkan masalah bila berukuran besar dan tumbuh di lokasi yang
sulit untuk dilakukan operasi. Tumor ini sering ditemukan pada usia 40-60 tahun, lebih sering
pada laki-laki, dan sama untuk semua ras.

 Lokasi

Lipoma jarang ditemukan dalam kavum oris, lebih banyak pada jaringan subkutan daerah
leher. Lipoma yang terdapat di kavum orias biasanya terdapat di lidah, dasar mulut, bukalis,
ginggiva, dan mukobukalis dari bibir

 Gambaran klinis

lipoma berupa tumor dengan epitelium tipis, pada permukaan tampak pembuluh darah
superfisial, berbentuk lobus yang ireguler , teraba licin seperti minyak , berwarna kekuningan
pucat sampai jingga , dan tidak nyeri

 Etiologi
1. Degenerasi lemak
2. Hereditar
3. Hormonal
4. Trauma
5. Infeksi
6. Iritasi kronis
7. Metafase sel otot
8. Lipoblastic embryonic cell nest in origin
9. Bahan karsinogenik (bahan kimia, virus, radiasi)
10. Genetik
11. Immunologi, virus
12. Lingkungan

 Tanda dan gejala


Secara klinis, lipoma paling sering tanpa disertai gejala (asymptomatic). Gejala Adapun
gejala-gejala lipoma antara lain:
- Lipoma bisa juga menyakitkan jika tumor lemak ini tumbuh dan ditekan di dekat
saraf
- Lipoma jika disentuh terasa empuk dan mudah bergerak jika sedikit ditekan
dengan jari.
- Rasa gatal, rasa terbakar, geli
- Kehilangan rasa pada bagian yang terkena
- Kulit kering, bersisik kemerahan

3.) Squamous Cell Carcinoma


 Defenisi
Squamous Cell Carcinoma atau disebut juga Karsinoma Sel Skuamosa
merupakan kanker yang sering terjadi pada rongga mulut yang secara klinis
terlihat sebagai plak keratosis, ulserasi, tepi lesi yang indurasi, dan kemerahan.
Karsinoma sel skuamosa merupakan salah satu dari 10 jenis kanker yang
paling sering terjadi di seluruh dunia, dengan insidensi pada pria 5% dan
wanita 2%. Karsinoma sel skuamosa pada rongga mulut pada umumnya
terjadi pada usia di atas 50 tahun.

 Etiologi, Patologi & Predisposisi


Karsinoma sel skuamosa adalah multifaktorial dan membutuhkan suatu
proses multipel. Perubahan dan terganggunya DNA dapat menjadi salah satu
faktor penyebab terjadinya kanker. Sebuah penelitian mengindikasikan virus
seperti Herpes Simplex Virus dan Papilloma Virus berperan dalam proses
tersebut. Namun penyebab pasti dari kanker masih belum jelas, tetapi faktor-
faktor pendukung dapat merangsang terjadinya kanker.
Faktor-faktor tersebut digolongkan ke dalam dua kategori, yaitu :
-faktor internal : herediter dan factor pertumbuhan
-faktor eksternal : bakteri, virus, jamur, bahan kimia, obat-obatan, radiasi,
trauma, panas, dingin, dan diet.
KSS disebabkan oleh mutasi atau perubahan DNA, yang memicu sel
skuamosa pada kulit tumbuh tidak terkendali. Mutasi DNA tersebut dapat
dipicu oleh radiasi sinar ultraviolet, seperti paparan sinar matahari langsung
atau tindakan untuk menggelapkan kulit dengan sinar UV (tanning kulit).

Beberapa faktor etiologi dari oral squamous cell carcinoma adalah:

 Tembakau dan Alkohol : 75% dari seluruh kanker mulut dan faring di Amerika
Serikat berhubungan dengan penggunaan tembakau yaitu termasuk merokok dan
mengkonsumsi alkohol. Penggunaan alkohol dengan rokok bersama-sama secara
signifikan memiliki resiko yang lebih tinggi daripada digunakan secara terpisah.
 Bahan Kimia : Sebagian besar bahan-bahan kimia berhubungan dengan
terjadinya kanker. Bahan-bahan yang dapat menimbulkan kanker di lingkungan
antara lain, seperti cool tar, polycylic aromatic hydrocarbons, aromatic amines,
nitrat, nitrit, dan nitrosamin.

 Infeksi : Beberapa mikroorganisme yang berhubungan dengan kanker mulut


adalah candida albicans.
 Nutrisi : Pola diet makanan sangat berpengaruh terhadap timbulnya kanker.
Defisiensi dari beberapa mikronutriensi seperti vitamin A, C, E, dan Fe
dilaporkan mempunyai hubungan dengan terjadinya kanker. Vitamin-vitamin
tersebut mempunyai efek antioksidan. Defisiensi zat besi yang menyebabkan
anemia.
 Radiasi sinar ultraviolet adalah suatu bahan yang diketahui bersifat
karsinogenik.
 Faktor genetik : Seseorang yang memiliki riwayat keluarga menderita kanker
memiliki risiko terkena kanker sebanyak 3 sampai 4 kali lebih besar dari yang
tidak memiliki riwayat keluarga menderita kanker.
 Sistem Kekebalan Tubuh : Dilaporkan bahwa ada peningkatan insidensi kanker
pada pasien yang mendapat penekanan sistem kekebalan tubuh, seperti pada
penderita transplantasi, AIDS, dan defisiensi kekebalan genetik. Insidensi tumor
pada pasien yang mendapat tekanan sistem kekebalan tubuh sebesar 10%.
Gangguan sistem kekebalan selain disebabkan kerusakan genetik juga disebabkan
oleh penuaan, obat-obatan, infeksi virus.

Faktor penyebab dari Oral Squamous Cell Carcinoma dapat dilihat


pada tabel berikut (Butterworth et al., 2000) :

Faktor risiko yang telah Merokok/ tembakau – rokok, cerutu, pipes,


ditetapkan bidis
Smokeless tobacco – mengunyah tembakau,
atau produk yang tidak terbakar lainnya.
Mengunyah betel quid/paan/guktha
Konsumsi alcohol yang tinggi (sinergis dengan
tembakau)
Adanya keadaan yang berpotensi malignant
Adanya riwayat kanker rongga mulut dan
saluran cerna
Paparan sinar matahari berlebih atau radiasi
(untuk kanker pada bibir)
Usia, dikaitkan dengan faktor risiko lainnya
Faktor risiko lainnya Kurangnya konsumsi buah segar dan sayur
Infeksi virus, misalnya human
papillomaviruses (HPVs)
Penyakit yang dapat menekan system imun

Minum mate
Sepsis kronik dalam mulut

 Predisposisi :
a. Asap tembakau
b. Alcohol
c. Sinar matahari
d. OH buruk
e. Defisiensi nutrisi
f. Defisiensi besi
g. Infeksi candida
h. Virus onkogenik
i. Gen tumor-supresor
j. Cirrhosis hati

 Gambaran klinis
Gambaran klinis dari Squamous Cell Carcinoma seperti :
a. Leukoplakia (bercak putih), eritroplakia (bercak merah),
eritroleukoplakia (kombinasi bercak merah dan putih).
b. Pertumbuhan eksofitik (lesi superfisial) dapat berbentuk bunga kol atau
papiler, dan mudah berdarah. Sedangakn untuk pertumbuhan endofitik
biasanya terdapat batas tegas antara lesi dan jaringan normal, invasinya
11 dapat merusak tulang yang dapat menyebabkan nyeri dan
penampakan pada radiografnya adalah radiolusen.
c. Ulser dengan ukuran 1-2cm, kebanyakan berwarna merah dengan atau
tanpa disertai komponen putih, licin, halus dan memperlihatkan elevasi
yang minimal, biasanya terdapat pada bagian bawah bibir.
d. Terdapat lesi luas pada dorsum lidah yang bersifat hyperkeratosis dan
memiliki permukaan yang kasar.
e. Karakteristik dari lesi karsinoma adalah berwarna merah dan ditutupi
oleh krusta karena hiposalivasi. Karsinoma sel skuamosa rongga mulut
yang telah berinfiltrasi sampai ke jaringan ikat hanya menyebabkan
sedikit perubahan pada permukaan, tetapi timbul sebagai daerah yang
berbatas tegas dengan hilangnya mobilitas jaringan.
f. Umumnya ditemukan berupa erosi atau ulkus
g. Permukaan lesi terdiri dari tonjolan papilari yang tidak beraturan
h. Tepi lesi lebih tinggi dibandingkan sekitarnya
i. Dasar lesi teraba keras pada palpasi
j. Hampir selalu bersifat kronis dan disertai indurasi

 Lokasi
Daerah yang biasa terkena dapat terjadi pada semua tempat di rongga
mulut, antara lain mukosabukal, Processus alveolar dan gingiva rahang atas,
Processus alveolar dan gingiva rahang, bawah, palatum durum, lidah, dasar
mulut.

 Diagnosis Banding
a. Mikosis Sistemik
b. Sifilis
c. Ulkus Eosinofilik
a. Necrotizing Esialadenometaplasia
b. Granulomatosis Wegener
c. Granuloma Ganas
d. Karsinoma Glandula Salivarius Minor

 Perawatan
a. Biopsy
Biopsi dilakukan bila ditemukan lesi yang dicurigai, maka dapat
dilakukan biopsi untuk melihat gambaran secara mikroskopis.
b. Pemeriksaan histopatologia.
c. Bedah eksisi
Eksisi tumor umumnya dilakukan dengan tepi sayatan 1-2 cm di luar
indurasi tumor yang merupakan jaringan normal.
d. Radioterapi Eksterna atau Teletherapy
Merupakan terapi radiasi menggunakan sinar-X atau radioisotop yang di
luar tubuh dengan jarak tertentu dan dengan periode waktu tertentu. Sinar
diarahkan ke tumor yang akan diberi radiasi.
e. Radioterapi Internal atau Brachytherapy
Merupakan terapi radiasi dengan menaruh sumber energi di dalam tumor
atau berdekatan dengan tumor di dalam rongga tubuh dengan menggunakan
isotop radioaktif tertutup. Terdapat beberapa efek dari radioterapi seperti
dapat mengakibatkan kerusakan dalam sel
f. Kemoterapi
Kemoterapi digunakan pada karsinoma stadium lanjut dan sebagai terapi
paliatif pada tumor rekuren untuk mengurangi rasa nyeri.

(oral squamous cell carcinoma pada lateral lidah)

(oral squamous cell carcinoma pada mukosa bukal)


(oral squamous cell carcinoma pada mukosa gingival)
(Oral squamous cell carcinoma pada mukosa palatal)
4.) M4 penegakan diagnosis penyakit kelenjar saliva

1. Penyakit kelenjar saliva (symptom dan pemeriksaan klinis)


Simptom penyakit kelenjar saliva

Pada obstruksi parsial biasanya gejalanya asimptomatis.Terkadang nyeri dan pembengkakan


kelenjar yang bersifat intermitten merupakan keluhan yang paling sering dikeluhkan dan gejala
ini muncul berhubungan dengan mealtime syndrome. Pada saat selera makan muncul
berlebihan terjadi sekresi kelenjar liur pun meningkat sedangkan drainase melalui duktus
mengalami obstruksi sehingga terjadi stagnasi yang menimbulkan rasa nyeri dan
pembengkakan kelenjar. Jika batu terletak di duktus utama dekat rongga mulut, tampak
pembengkakan dan nyeri diatas batu itu sendiri . Stagnasi yang berlangsung lama akan
menimbulkan infeksi, sehingga sering dijumpai sekret yang supuratif dari orifisium duktus di
dasar mulut.Dan untuk fase lanjut stagnasi menyebabkan atropi pada kelenjar liur yang
menyebabkan hiposalivasi dan akhirnya terjadi proses fibrosis dan kadang – kadang akan
menimbulkan gejala infeksi sistemik.

PEMERIKSAAN KLINIS

Inspeksi Visual

yaitu dengan memperhatikan dengan seksama kondisi pasien, memerlukan pencahayaan


yang cukup untuk menjalani pemeriksaan yang baik.

Beberapa hal dalam inspeksi visual :

1. Pada kulit dan memran mukosa (perubahan warna)

2. Pada Morfologi (perubahan ukuran, bentuk, simetris, pembengkakan, dan keadaan


abnormal lainnya.

Selain itu, pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan adalah palpasi, ada beberapa cara palpasi :

1. Bilateral Palpasi : penekanan pada area dekat sendi TMJ.

2. Bidigital Palpasi : penekanan pada area bibir menggunakan ibu jari dan jari telunjuk.

3. Bimanual Palpasi : pada dasar mulut dengan jari telunjuk dengan gerakan dari arah
posterior ke arah anterior, dan jari tangan lain ditekan pada kulit, dapat meraba
pembesaran duktus dan kelenjar dalam mengevaluasi fungsi kelenjar saliva.
A.Pemeriksaan Saliva
Pemeriksaan saliva dilakukan terhadap kuantitas maupun kualitasnya
1.Sialometri ( Pengukuran Laju Saliva)
Laju alir saliva dapat dihitung dari saliva kelenjar saliva mayor atau dari whole saliva
(campuran saliva yang berasal dari kelenjar saliva dan yang tidak berasal dari kelenjar saliva).
a.Metode Pengumpulan Saliva
1)Unstimulated Whole Saliva
a. Metode Drining
Dimana saliva dibiarkan mengalir melalui bibir bawah ke dalam sampling tube dan pasien
diminta untuk meludah pada akhir durasi pengumpulan
b.Metode suction
Dengan menggunakan bantuan saliva ejector,dimana saliva ejector diletakkan di dasar
mulut,kemduia dihubungkan dengan sampling tube
c.Metode spitting
Dimana saliva dibiarkan mengumpul di dasar mulut kemudian pasien diinstruksikan untuk
meludah tiap 60 detik ,dan dilakukan selama 5-15 menit
d.Metode absorbent
Dilakukan dengan meletakkan alat penyerap (seperti cotton roll ) pada mulut pasien selama
waktu yang ditentukan,kemudian ditimbang
2)Stimulated Whole Saliva
Dapat dilakukan melakukan pergerakan oral seperti mengunyah permen karet tanpa rasa
dengan kecepatan terkontrol.Selain itu juga dapat menggunakan asam sitrat 2% yang dapat
ditempatkan pada lidah dengan interval 30 detik.
3)Pengumpulan Saliva Kelenjar Mayor
a.Kelenjar parotis
Dilakukan dengan menggunakan kolektro Carlson-Crittenden.dimana kolektor ditempatkan di
atas orifis duktus Stensen dan ditahan dengan suction yang lembut.
b.Kelenjar submandibula dan sublingualis
Dilakukan dengan menggunakan kolektor wolff yang ditempatkan di orifis duktus Wharton
yang berada di dasar mulut.
b.Pengukuran laju alir saliva
Laju alir saliva yang biasanya diukur yaitu saliva yang unstimulated,karena unstimulated saliva
inilah yang sangat mempengaruhi kenyamanan rongga mulut secara keseluruhan.Kebanyakan
pasien mengeluhkan mulut terasa kering apabila unstimulated saliva berkurang 40-
50%.Sedangkan untuk pengumpulan saliva dari kelenjar mayor bertujuan untuk menilai fungsi
kelenjar individu tersebut
Laju alir saliva diperoleh melalui perhitungan yaitu volume saliva yang terkumpul dibagi
dengan waktu pengumpulan,dengan satuan mL/menit. Umumnya laju alir saliva yang
terstimulasi yaitu 1-3 mL/menit sedangkan yang tidak terstimulasi yaitu 0,25-0,35 mL/menit.
Sulit untuk menentukan nilai normal yang absolut.Sebagian ahli sepakat bahwa laju aliran
whole saliva yang tidak terstimulasi <0,1 mL/menit dan yang terstimulasi <0,7 mL/menit
menunjukkan adanya hipofungsi kelenjar saliva.

2.Sialochemistry
Perlu diketahui bahwa perubahan komposisi saliva sama pentingnya dengan penurunan aliran
saliva.Oleh karena itu ,aliran saliva yang terlihat cukup tidak menjamin fungsi kelenjar ludah
yang normal.
Saliva normal umumnya tidak berwarna dan transparan dengan pH antara 6-7 .99% nya
merupakan air dengan kandungan ion anorganik seperti
Na+,Cl-,Ca2+,K+,HCO3,H2PO4,F-,I-,Mg2+.dalam hal ini ion bikarbonat berfungsi sebagai
buffer untuk menjaga keseimbangan pH saliva.Selain itu juga terdapat komponen organik
seperti urea,amonia,glukosa,lipid,asam amino,dan protein.Protein ini salah satunya terdapat
sekret IgA yang mana berperan dalam perlindungaan jaringan mulut.
B.Pemeriksaan Radiologi
1.Plain Film
Merupakan teknik radiograf standar ,dapat digunakan untuk evaluasi kelenjar saliva mayor
karena letaknya yang relatif superfisial .Selain itu juga sering digunakan karena ketersediannya
yang umum.Biasanya digunakan untuk visualisasi sialolith radiopaque dan evaluasi kerusakan
tulang terkait malignant neoplasma.Gejala yang menunjukkan obstruksi kelenjar ludah
( pembengkakan akut pada kelenjar serta rasa nyeri ) memerlukan pemeriksaan menggunakan
plain film terhadap kelenjar saliva mayor untuk mendeteksi penyumbatan akibat
kalsifikasi.Untuk memvisualisasikan kelenjar parotis dapat menggunakan proyeksi
panoramik ,lateral oblik,dan anteroposterior, Namun, struktur anatomi mungkin tumpang tindih
dalam pemandangan panorama yang mengaburkan tampilan batu . Sialolith yang menghalangi
kelenjar submandibular dapat divisualisasikan dengan pandangan oblik panoramik, oklusal,
atau lateral. Batu yang lebih kecil atau sialolith yang tidak terkalsifikasi dengan baik mungkin
tidak terlihat pada film biasa. Jika batu sialolith tidak terlihat dengan radiografi film biasa
tetapi evaluasi klinis dan riwayat menunjukkan obstruksi kelenjar ludah, dapat dilakukan
radiograf tambahan (umumnya dengan sialografi) jika diperlukan.
2.Sialografi
Sialografi memungkinkan visualisasi radiografik dari kelenjar parotis dan submandibular
beserta duktusnya dengan menginjeksikan media kontras ke dalam duktus stensen dan duktus
wharton. Tetapi duktus kelenjar sublingual terlalu kecil untuk injeksi media kontras ini.
Pemeriksaan dimulai dengan melakukan identifikasi terhadap duktus Stensen dan Wharton.
selanjutnya dilakukan dilatasi duktus. Saat dilatasi duktus sudah maksimal, barulah
dilakukan injeksi. Sialografi merupakan metode yang dianjurkan untuk mengevaluasi
abnormalitas dari duktus (seperti obstruksi,dilatasi,ruptur)dan untuk mengidentifikasi dan
menentukan lokasi Sialoliths ,karena menghasilkan visualisasi yang paling jelas.
Untuk media kontras terdiri dari Media kontras oil-based yang tidak larut dalam saliva atau
terserap di seluruh mukosa, sehingga memungkinkan opasifikasi maksimum struktur duktus
dan asinar. Namun, jika terjadi ekstravasasi ke dalam jaringan kelenjar, bahan kontras sisa akan
tetap berada di lokasi dan dapat mengganggu gambar radiograf berikutnya. Selain itu ,injeksi
media kontras oil based juga memerlukan tekanan yang lebih karena tingkat viskositas nya dan
mungkin terasa lebih sakit pada pasien.sedangkan untuk media kontras water-based,dapat larut
dalam saliva dan dapat berdifusi ke dalam jaringan kelenjar , menghasilkan penurunan
kepadatan (densitas)radiograf.
Kontraindikasi dari sialografi yaitu infeksi aktif dan alergi terhadap media kontras.sialografi
yang dilakukan selama infeksi aktif dapat semakin mengiritasi dan berpotensi pecahnya
kelenjar yang sudah meradang. injeksi bahan kontras dapat memaksa bakteri ke seluruh
struktur duktus dan memperburuk infeksi.Kandungan iodin pada material kontras dapat
menyebabkan terjadinya reaksi alergi

3.Ultrasonografi
USG umumnya digunakan untuk menilai atau melihat massa superfisial dari kelenjar parotid
dan submandibular. ultrasonografi frekuensi tinggi memberikan resolusi dan karakterisasi yang
sangat baik dari jaringan tanpa paparan radiasi. USG ini relatif murah, tersedia secara luas,
aman, dan dapat digunakan untuk menggambarkan lesi kelenjar ludah superfisial setepat CT
dan MRI.Karena Banyak keuntungannya, USG menjadi metode pilihan untuk evaluasi awal
kelenjar ludah, terutama pada anak-anak dan wanita hamil,khususnya saat mengevaluasi
dugaan sialolitiasis dan abses kelenjar saliva.USG dapat digunakan untuk menilai struktur
vaskular dan vaskularisasi yang berdekatan, membedakan lesi padat dari lesi kistik, memandu
biopsi aspirasi jarum halus (FNAB), dan melakukan pemeriksaan nodal.USG juga dapat
dengan tepat membedakan lesi ganas dari lesi jinak pada 90% kasus, Oleh karena itu, USG
dapat digunakan sebagai teknik visulisasi awal untuk memandu dokter dalam menentukan
apakah diperlukan radiograf lanjutan. Karakterisasi tumor tambahan kemudian dapat dilakukan
dengan menggunakan teknik visualisasi cross-sectional seperti CT atau MRI.Karena lokasinya
yang dangkal, kelenjar parotis dan sub-mandibula dengan mudah divisualisasikan oleh US ,
meskipun bagian dalam dari kelenjar parotis sulit untuk dinilai karena ramus mandibula di
atasnya. Lesi superfisial, terutama pada parotid dan kelenjar submandibular, juga dapat
menerima biopsi inti atau sitologi aspirasi jarum halus (FNAC) di bawah panduan US.

4.Radionuclide Salivary
Merupakan metode skintigrafi (pemeriksaan menggunakan bahan radioaktif ) dengan
Technetium(Tc) 99m . Technetium merupakan radionuklida pemancar sinar gamma murni
yang diserap oleh kelenjar ludah (setelah injeksi intravena), diangkut melalui kelenjar, dan
kemudian disekresikan ke dalam rongga mulut. Skintigrafi digunakan untuk menilai fungsi
kelenjar ludah dan untuk menentukan kelainan dalam penyerapan dan ekskresi.
Pemindaian Tc 99m telah terbukti berkorelasi baik dengan keluaran saliva dan berfungsi
sebagai pengukuran pergerakan cairan dalam sel asinar salivaSkintigrafi diindikasikan untuk
evaluasi pasien ketika sialografi merupakan kontraindikasi atau tidak dapat dilakukan (yaitu,
dalam kasus akut. infeksi kelenjar atau alergi yodium
Kurva aktivitas skintigrafi normal dapat dipisahkan menjadi tiga fase: aliran, konsentrasi, dan
pencucian. Fase aliran berlangsung sekitar 15-20 detik ,yaitu segera setelah injeksi
radionuklida ,ketika isotop seimbang dalam darah dan terakumulasi di kelenjar ludah pada
kecepatan submaksimal. Fase konsentrasi (atau serapan) mewakili akumulasi Tc 99m di
kelenjar melalui trans-port aktif. Dengan fungsi saliva yang normal, radionuklida akan
disekresikan dan aktivitas pelacak akan terlihat di rongga mulut tanpa stimulasi setelah 10–15
menit. Sekitar 15 menit setelah pemberian, konsentrasi pelacak mulai meningkat di rongga
mulut dan penurunan pada kelenjar ludah. Gambar normal akan menunjukkan serapan simetris
Tc 99m oleh kelenjar parotis dan submandibular. Pada fase ekskresi atau pencucian, pasien
diberikan setetes lemon, atau asam sitrat dioleskan ke lidah untuk merangsang sekresi akhir.
Pembersihan normal dari Tc 99m harus cepat, seragam, dan simetris. Aktivitas yang tersisa di
kelenjar ludah setelah stimulasi menunjukkan adanya obstruksi, tumor tertentu, atau
peradangan.
5.Computed Tomography (CT)
CT dianggap sebagai standar dalam evaluasi penyakit inflamasi pada kelenjar ludah. Struktur
landmark yang berdekatan seperti vena retromandibular, arteri karotis, dan kelenjar getah
bening yang dalam juga dapat diidentifikasi pada CT. CT sangat berguna dalam evaluasi proses
inflamasi akut karena dapat menggambarkan erosi dan kerusakan tulang kortikal mandibula,
kulit perubahan, dan batu duktus sub-mandibula.
Karena struktur kalsifikasi divisualisasikan dengan baik oleh CT, ini sangat berguna untuk
evaluasi kondisi inflamasi yang berhubungan dengan sialolith. Selain itu, erosi tulang akibat
proses keganasan dan sklerosis dapat divisualisasikan menggunakan CT.Karena CT dapat
menentukan karakteristik dinding hipervaskuler yang terlihat pada abses dan dapat
memberikan definisi dinding kistik, maka dimungkinkan untuk membedakan massa berisi
cairan (yaitu, kista) dari abses.
CT konvensional dapat dikombinasikan dengan sialografi untuk memeriksa sistem duktus
kelenjar ludah dan mendeteksi sialolith.Namun, sialografi CT konvensional memerlukan
penggunaan injeksi atropin intravena .Selain itu juga ada teknik CT ultrafast yang
diindikasikan untuk pasien yang tidak dapat berbaring cukup lama untuk MRI yang adekuat
(misalnya, pasien pediatrik, geriatrik, klaustrofobik, dan mental atau fisik) dan untuk pasien
yang dikontraindikasikan dengan MRI.
CT memiliki beberapa keunggulan dibandingkan MRI yaitu lebih murah dan lebih mudah
tersedia. CT juga dapat digunakan pada pasien dengan kontraindikasi MRI seperti pada mereka
dengan alat pacu jantung atau implan tertentu. Restorasi gigi dapat mengganggu pencitraan CT.
Kekurangan tambahan dari CT termasuk paparan radiasi dan pemberian media kontras yang
mengandung yodium untuk peningkatan

6.Magneting Resonance Imaging (MRI)


MRI memberikan resolusi jaringan lunak yang lebih baik dibandingkan CT dan sangat
bermanfaat dalam menentukan stadium keganasan rongga mulut yang melibatkan dasar mulut
dan proses penyakit kompleks yang melibatkan beberapa ruang anatomi.MRI telah menjadi
pilihan untuk evaluasi pra operasi tumor kelenjar ludah karena dari kemampuannya yang
sangat baik untuk membedakan jaringan lunak dan ketersediaan gambaran yang multiplanar .
MRI tidak hanya memungkinkan untuk lokalisasi lesi tetapi juga penilaian perluasan
ekstrakranial. Ini juga memberikan tingkat akurasi yang lebih tinggi dalam menilai penyebaran
keganasan perineural dan intrakranial.
MRI lebih disukai karena pasien tidak terpapar radiasi, tidak ada media kontras intravena yang
diperlukan secara rutin, dan tidak terlalu rentan terhadap adanya restorasi gigi dibandingkan
CT. Kegunaan MRI telah ditingkatkan dengan menggabungkannya dengan sialografi. Hal ini
memungkinkan evaluasi yang lebih baik dari perubahan duktus dan cacat pengisian.
MRI dikontraindikasikan untuk pasien dengan alat pacu jantung, defibrilator kardioverter
otomatis, atau implan logam feromagnetik. Pasien yang tidak dapat mempertahankan posisi
diam atau mereka yang menderita klaustrofobia mungkin mengalami kesulitan untuk
menoleransi prosedur MRI.
MRI juga dapat berguna dalam mendeteksi perubahan kelenjar parotis yang terkait dengan SS
yang tidak terdiagnosis. Perubahan pada MRI yang dapat dikaitkan dengan SS pada parotis
digambarkan memiliki pola internal yang tidak homogen ,muncul sebagai penampilan "garam-
dan-merica" atau "seperti sarang lebah ".
7.Positron Emission Tomography
PET telah digunakan baru-baru ini untuk evaluasi kelenjar ludah. Laporan awal menyarankan
bahwa ini mungkin berguna untuk mengukur fungsi kelenjar ludah regional dan mengenali
perubahan inflamasi.PET juga telah terbukti berguna dalam deteksi insidental tumor kelenjar
ludah, tetapi tidak dapat diandalkan untuk membedakan jinak dan ganas.
C.Biopsi
1.Biopsi Kelenjar Saliva Minor (MSGB)
MSGB adalah prosedur invasif minimal yang dapat dilakukan dengan morbiditas terbatas
menggunakan teknik yang tepat.Sayatan dibuat pada aspek dalam dari bibir bawah, dekat
dengan midline/garis tengah, sehingga tidak terlihat secara eksternal. Enam sampai sepuluh
lobulus kelenjar minor tepat di bawah permukaan mukosa diangkat dan digunakan untuk
pemeriksaan. Sayatan harus dibuat melalui mukosa yang tampak normal, menghindari area
trauma atau peradangan yang dapat memengaruhi tampilan kelenjar minor yang mendasarinya.
Salah satu kelemahan MSGB untuk SS adalah kegagalan untuk mendapatkan jaringan kelenjar
ludah minor yang cukup untuk diagnosis patologis. Hal ini dapat dipengaruhi oleh penggunaan
kortikosteroid , merokok, dan paparan radiasi di area biopsi.Keluhan yang terkait dengan
MSGB termasuk mati rasa bibir bawah jangka panjang (dilaporkan pada 0% -6%) dan
pembentukan mukokel.
2.Biopsi Kelenjar Saliva Mayor
Biopsi kelenjar parotid dan submandibular biasanya membutuhkan pendekatan ekstraoral,
meskipun untuk kelenjar sublingual biasanya melalui pendekatan secara intraoral. Sehubungan
dengan SS, biopsi kelenjar parotis belum terbukti menawarkan keunggulan diagnostik
dibandingkan prosedur kelenjar minor,tetapi mungkin menawarkan nilai unik dalam menilai
aktivitas dan perkembangan penyakit.Akan tetapi, biopsi kelenjar parotis telah terbukti lebih
unggul MSGB sehubungan dengan diagnosis beberapa kondisi termasuk sarkoidosis dan
limfoma. Kelenjar parotid sebagai tempat biopsi menawarkan beberapa keuntungan lain
dibandingkan MSGB termasuk memungkinkan spesimen berulang diperoleh dari kelenjar yang
sama dan potensi untuk diagnosis dini mukosa- terkait limfoid tissue (MALT) dan limfoma
non-Hodgkin (NHL).
3.Fine-Needle Aspiration Biopsy (FNAB)
Merupakan teknik sederhana dan efektif untuk membantu diagnosis lesi padat.Dimana
dilakukan pengambilan spesimen menggunakan sebuah jarum. Beberapa penelitian telah
menunjukkan bahwa pemeriksaan sitologi aspirasi jarum halus (FNA) pra-operasi dapat
mencegah sebagian kecil pasien yang datang dengan lesi kelenjar ludah untuk menjalani
pembedahan. Prosedur FNAB mungkin juga berguna untuk pasien lanjut usia yang tidak dapat
mentolerir biopsi eksisi karena pertimbangan medis. Sensitivitas diagnostik dan spesifisitas
yang dilaporkan untuk FNAB lesi kelenjar ludah telah dilaporkan masing-masing di atas 80%
dan 95 %.
Kekurangannya yaitu termasuk ketidakcukupan spesimen, kesulitan dalam interpretasi kelas
tumor (yaitu, membedakan antara derajat tinggi dan rendah), FNAB juga tidak memberikan
informasi apapun tentang struktur anatomi.
4.Core Needle Biopsy (CNB)
Merupakan teknik lain dari biopsi tertutup dengan menggunakan jarum yang lebih besar
dibandingkan dengan jarum pada FNAB . Tru-cut needle no. 14G dengan panjang maksimum
20 mm, merupakan pilihan utama terutama pada tumor jaringan lunak. Ukuran ini
mempengaruhi kuantitas spesimen yang didapat.Teknik ini memiliki keuntungan karena
memiliki tingkat komplikasi yang rendah (memar menjadi masalah yang paling sering
dilaporkan) dan mengurangi risiko penyebaran tumor. Kekurangan dari CNB termasuk
kebutuhan anestesi lokal dan kemungkinan peningkatan nyeri dan morbiditas. Tinjauan
sistematis terbaru terhadap 512 prosedur dari 5 penelitian menunjukkan sensitivitas 96%,
spesifisitas 100%, dan tingkat komplikasi 1,6%.

4.Ultrasound-Guided Core Needle Aspiration (UGCNA)


Penggunaan panduan ultrasound untuk biopsi aspirasi secara signifikan meningkatkan tingkat
akurasi diagnostik,karena jarum yang digunakan dapat diarahkan langsung kepada bagian yang
dituju. Kegagalan untuk mendapatkan sampel yang memadai untuk diagnosis dengan teknik ini
merupakan indikasi untuk dilakukannya prosedur biopsi terbuka (insisi/eksisi)
Penting untuk meminta ahli sitopatologi terlatih yang memahami sitologi saliva untuk
memeriksa spesimen ,untuk dapat menegakkan diagnosis secara akurat. Ahli sitologi
memeriksa sel individu yang disedot dari lesi dan memberikan kemungkinan diagnosis
berdasarkan karakteristik seluler yang diamati. Analisis bagian beku dapat berfungsi untuk
menetapkan sifat tumor (jinak atau ganas). Jika bagian yang membeku menunjukkan tumor
ganas, margin bedah perlu diperpanjang.
D.EVALUASI SEROLOGI
Pemeriksaan darah sangat membantu dalam evaluasi mulut kering terutama pada kasus dugaan
SS. Meskipun tidak ada tes laboratorium definitif tunggal untuk diagnosis SS. tetapi dapat
berupa kombinasi dari hasil tes abnormal sering diamati seperti peningkatan laju sedimentasi
eritrosit (ESR). Autoantibodi terdapat pada sebagian besar kasus SS ,seperti faktor rheumatoid
(RF), antinuc-lear antibodies (ANA), dan anti-SSA / Ro dan anti-SSB / La sangat menunjukkan
SS, meskipun tidak eksklusif.Usulan terbaru untuk kriteria klasifikasi yang diusulkan untuk SS
oleh American College of Rheumatology (ACR) membutuhkan setidaknya dua dari tiga
kriteria untuk definisi kasus,salah satunya adalah serum positif anti-SSA / Ro dan / atau anti-
SSB / La atau RF dan ANA positif. Sekitar 80% pasien dengan SS akan menunjukkan antibodi
anti-nuklir (ANA) dan sekitar 60% akan memiliki antibodi anti-SSA / Ro.Autoantibodi terakhir
ini dianggap sebagai penanda paling spesifik untuk SS, meskipun dapat ditemukan pada
sebagian kecil pasien dengan lupus eritematosus sistemik atau kelainan jaringan ikat autoimun
lainnya.
Penanda serologi lain yang mungkin berguna untuk diagnosis gangguan kelenjar ludah adalah
serum amilase. Kelenjar ludah dan pankreas adalah dua penyumbang terbesar untuk kadar
amilase serum seseorang,sehingga peningkatan level serum amilase dapat terlihat pada kasus
inflamasi kelenjar ludah.

5.) Penyakit Dan Kelainan Spesifik Kelenjar Saliva


1. SIALOLITHIASIS
=> Suatu penyakit yang ditemukan pada kelenjar liur yang ditandai adanya sumbatan
sekresi air liur oleh suatu batu kelenjar liur (kalkulus).
Etiologi:
• Etiologi sialolithiasis belum diketahui dengan pasti
• Ada beberapa factor yang berkontribusi dari pembentukan batu yaitu inflamasi,
ketidakteraturan dari system duktus , iritasi local dan antikoligernik (obat-obatan).
• Teori lain menyatakan bahwa sialolithiasis merupakan manifestasi dari penyakit
sistemik. . Contoh penyakit sistemik yaitu asam urat atau arthritis, dimana batu yang
terbentuk mengandung asam urat. Pada umumnya batu pada kelenjar saliva
mengandung kalsium fosfat, sedikit magnesium, amonium dan karbonat
• Paling sering terjadi di kelenjar submandibular karena sifat dari air liur yang dihasilkan
banyak mengandung musin, bahan organik, enzim fosfatase, kalsium fosfat, pH alkali
serta karbon dioksida yang rendah
Epidemiologi:
• Penyakit yang sering terjadi pada kelenjar liur, diperkirakan terdapat 1,2% dalam
populasi
• Perbandingan angka kejadian pada laki – laki dan perempuan adalah 1,04 : 1
• Dan usia paling banyak terjadi antara 25 – 50 tahun.
Dari 80%- 90% kasus sialolitiasis kelenjar liur ditemukan pada kelenjar submandibular,
6% pada kelenjar parotis, 2% pada kelenjar sublingual, dan 2% pada kelenjar liur
minor. Sebanyak 85 % terletak di duktus wharton’s kelenjar submandibula
Patogenesis:
1. adanya ekresi dari intracellular microcalculi ke dalam saluran duktus dan menjadi
nidus kalsifikasi
2. dugaan adanya substansi dan bakteri dari rongga mulut yang migrasi ke dalam duktus
salivary dan menjadi nidus kalsifikasi
Gejala Klinis:
• Rasa nyeri pada kelenjer air liur. Nyeri ini datang sesekali jika penghambatan hanya
pada sebagian saluran. Rasa nyeri akan meningkat saat kelenjer air liur sepenuhnya
terhambat, terutama saat mulai mengkonsumsi makanan, kemudian mereda satu atau
dua jam setelah makan.
• Pembengkakan kelenjer air liur, biasanya ditandai dengan bengkaknya mulut, wajah
atau leher.
• Mulut kering
• Sulit menelan dan membuka mulut
• Infeksi pada kelenjer air liur yang ditunjukkan dengan gejala demam, area infeksi
bewarna merah, mulut terasa tidak enak, serta adanya abses (nanah)
Gambaran Klinis
 bisa berbentuk lonjong atau bulat, kasar atau halus dengan ukuran yang bervariasi.
 Batu umumnya berwarna kuning muda yang jika dipotong akan kelihatan struktur yang
homogen tetapi lebih sering berlapis-lapis.
 massa kecil yang solid, keras, dapat digerakkan (dapat berpindah-pindah)
Diagnosis:
1. pemeriksaan fisik
 dilakukan dengan palpasi secara bimanual di dasar mulut dari arah posterior ke
arah anterior sering didapatkan batu pada duktus, juga dapat meraba pembesaran
duktus dan kelenjar dalam mengevaluasi fungsi kelenjar air liur
2. pemeriksaan penunjang
 Radiografi/ Sialografi
 Sialografi merupakan pemeriksaan untuk melihat kondisi duktus dengan
menggunakan kontras.
 Standar X-ray films ( oklusal dan panoramik)
 Teknik ini secara elektif dapat menunjukkan adanya sialolit di saluran kelenjar
liur, namun mempunyai kelemahan yaitu tidak dapat memperlihatkan sialolith
berukuran kecil dan introglandular sialolith
Diagnosa banding
1. sialadenitis bakterial akut
2. Sjorgen’s syndrome.
Penatalaksanaan
1. Non Pembedahan
 Pengobatan klasik silolithiasis (medical treatment) adalah penggunaan antibiotik dan
anti inflamasi, dengan harapan batu keluar melalui caruncula secara spontan.
2. Pembedahan
=> Pembedahan dilakukan terutama pada kasus dengan diameter batu yang besar
(ukuran terbesar sampai 10 mm)

2. Mucocele

Mucocele adalah Lesi pada mukosa (jaringan lunak) mulut yang


diakibatkan oleh pecahnya saluran kelenjar liur dan keluarnya mucin ke
jaringan lunak di sekitarnya. Mucocele bukan kista, karena tidak
dibatasi oleh sel epitel. Mucocele dapat terjadi pada bagian mukosa
bukal, anterior lidah, dan dasar mulut.
Gambar 5. Mucocele pada bibir

Gambar 6. Mucocelle pada ventral lidah


Mucocele terjadi karena tersumbatnya air liur yang dialirkan ke dalam mulut melalui
suatu saluran kecil (duktus). Terkadang bisa terjadi ujung duktus tersumbat atau
karena trauma misalnya bibir sering tergigit secara tidak sengaja, sehingga air liur
menjadi tertahan tidak dapat mengalir keluar dan menyebabkan pembengkakan
(mucocele). Mucocele juga dapat terjadi jika kelenjar saliva terluka.
Manusia memiliki banyak kelenjar saliva dalam mulut yang menghasilkan
saliva. saliva tesebut mengandung air, bakteri, enzim dll. Saliva dikeluarkan dari
kelenjar saliva melalui saluran kecil yang disebut duct (pembuluh). Terkadang salah
satu saluran ini terpotong. Saliva kemudian mengumpul pada titik yang terpotong itu
dan menyebabkan pembengkakan, atau mucocele. Pada umumnya mucocele didapati
di bagian dalam bibir bawah. Namun dapat juga ditemukan di bagian lain dalam
mulut, termasuk langit-langit dan dasar mulut. Akan tetapi jarang didapati di atas
lidah. Pembengkakan dapat juga terjadi jika saluran saliva (duct) tersumbat dan saliva
mengumpul di dalam saluran.

 Etiologi
Umumnya disebabkan oleh trauma epilepsi, misalnya bibir yang sering tergigit
pada saat sedang makan, atau pukulan di wajah. Dapat juga disebabkan karena
adanya penyumbatan pada duktus (saluran) kelenjar liur minor. Mucocele Juga dapat
disebabkan oleh obat-obatan yang mempunyai efek mengentalkan saliva.

 Gambaran Klinis
a) Batas tegas
b) Konsistensi lunak
c) Warna transluscent
d) Ukuran biasanya kecil
e) Tidak ada keluhan sakit
f) Kadang-kadang pecah, hilang tapi tidak lama kemudian akan timbul lagi

 Diagnosis
Diagnosis mucocele bisa secara langsung dari riwayat penyakit, keadaan klinis
dan palpasi. Langkah-langkah cara mendiagnosis ranula adalah :
a) Melakukan anamnesa lengkap dan cermat
b) Secara visual
c) Bimanual palpasi intra & extraoral
d) Aspirasi
e) Melakukan pemeriksaan laboratories
f) Pemeriksaan radiologis dengan kontras media
g) Pemeriksaan mikroskopis, pemeriksaan Biopsy/PA

 DIFFERENTIALDIAGNOSA
Differential diagnosis dari mucocele adalah sebagaiberikut :
1) Adenoma Pleomorfik

Gambar 7. Suatu nodula keras kebiru-biruan


2) Kista Nasolabial

Gambar 8. Suatu nodula berfluktuasi pada palpasi

3) Kista Implantasi

Gambar 9. Kista implantasi

 Penatalaksanaan
Mucocele adalah lesi yang tidak berumur panjang, bervariasi dari beberapa
hari hingga beberapa minggu, dan dapat hilang dengan sendirinya. Namun banyak
juga lesi yang sifatnya kronik dan membutuhkan pembedahan eksisi. Pada saat di
eksisi, dokter gigi sebaiknya mengangkat semua kelenjar liur minor yang berdekatan,
dan dilakukan pemeriksaan mikroskopis untuk menegaskan Biopsy dan
menentukan apakah ada kemungkinan tumor kelenjar liur.
Selain dengan pembedahan, mucocele juga dapat diangkat dengan
laser. Beberapa dokter saat ini ada juga yang menggunakan menggunakan
injeksi Kortikosteroid sebelum melakukan pembedahan, ini terkadang dapat
mengempiskan pembengkakan. Jika berhasil, maka tidak perlu dilakukan
pembedahan. Penatalaksanaan mucocele biasanya dilakukan dengan
eksisimucocele dengan modifikasi teknik elips. yaitu setelah pemberian
anesthesi lokal dibuat dua insisi elips yang hanya menembus mukosa,
kemudian lesi dipotong dengan teknik gunting lalu dilakukan penjahitan.

3. RANULA

Ranula merupakan bentuk lain dari mucocele. Ranula adalah


pembengkakan dasar mulut yang berhubungan dan melibatkan glandula
sublingualis, dapat juga melibatkan glandula salivari minor. Ciri khas dari
ranula adalah bentuknya yang mirip perut katak (Rana= katak) ranula
bersifat lunak, fluktuatif dan tidak sakit.

Gambar 10. Ranula pada Kelenjar Submandibularis

 Etiologi Dan Patogenesis


Ranula terbentuk sebagai akibat normal melalui duktus ekskretorius major yang
membesar atau terputus atau terjadinya rupture dari saluran kelenjar, terhalangnya
aliran liur sublingual (duktus Bartholin) atau kelenjar submandibuler (duktus
Wharton), sehingga melalui rupture ini air liur keluar menempati jaringan disekitar
saluran tersebut. Selain terhalangnya aliran liur, ranula bisa juga terjadi karena
trauma dan peradangan. Ranula mirip dengan mucocele tetapi ukurannya lebih besar.
Bila letaknya didasar mulut, jenis ranula ini disebut ranula Superfisialis. Bila kista
menerobos dibawah otot milohiodeusdan menimbulkan pembengkakan
submandibular, ranula jenis ini disebut ranula Dissecting atau Plunging.

 GAMBARAN KLINIS
1) Bentuk dan rupa kista ini seperti perut kodok yang menggelembung
keluar (Rana=Kodok)
2) Dinding sangat tipis dan mengkilap
3) Warna translucent
4) Kebiru-biruan
5) Palpasi ada fluktuasi
6) Tumbuh lambat dan expansif

 Diagnosis
1) Diagnosis mucocele bisa secara langsung dari riwayat penyakit,
keadaan klinis dan palpasi.
2) Langkah-langkah cara mendiagnosis ranula adalah :
3) Melakukan anamnesa lengkap dan cermat
4) Secara visual
5) Bimanual palpasi intra & extraoral
6) Punksi dan aspirasi
7) Melakukan pemeriksaan laboratories
8) Pemeriksaan radiologis dengan kontras media
9) Pemeriksaan mikroskopis, pemeriksaan biopsy/PA

 Klasifikasi
1) Ranula simple
Disebut juga dengan oral ranula merupakan ranula yang terbentuk
karena obstruksi duktus glandula saliva tanpa diikuti dengan rupturnya
duktus tersebut. Letaknya tidak melewati ruang submandibula, dengan
kata lain tidak berpenetrasi ke otot milohioideus
2) Ranula Plunging
Disebut ranula diving merupakan massa yang terbentuk akibat
rupturnya glandula saliva tanpa diikuti rupturnya ruang submandibula
yang kemudian menimbulkan plug pseudokista yang meluas hingga ke
ruang submandibula atau dengan kata lain berpenetrasi ke otot
milohioideus.
 Differential Diagnosa
a) Kista Dermoid

Gambar 11. Kista dermoid yang tampak sebagai suatu pembengkakan


jaringan lunak dalam mulut

b) Batu kelenjar liur (sialolit)

Gambar 12. Sialolit

 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ranula biasanya dilakukan dengan cara
marsupialisasi ranula atau pembuatan jendela pada lesi. Biasanya
menggunakan anestesi blok lingual ditambah dengan infiltrasi regional. Di
sekitar tepi lesi ditempatkan rangkaian jahitan menyatukan mukosa perifer
dengan mukosa lesi dan jaringan dasar lesi. Kemudian dilakukan juga
drainase dengan penekanan lesi. Setelah itu dilakukan eksisi pada atap lesi
sesuai dengan batas penjahitan kemudian lesi ditutup dengan tampon.

LO 5 (Penyakit dan kelainan spesifik kelenjar saliva)


4. Necrotizing Sialometaplasia
- Deskripsi dan Etiologi
Sialometaplasia nekrotikans (NS) adalah kelainan inflamasi jinak, sembuh sendiri, dan reaktif pada
jaringan saliva. Secara klinis dan histopatologi, NS dapat menyerupai keganasan dan kesalahan
diagnosisnya mengakibatkan pembedahan radikal yang tidak perlu. Etiologi tidak diketahui,
meskipun kemungkinan besar merupakan kejadian iskemia lokal, proses infeksi, atau mungkin
respon imun terhadap alergen yang tidak diketahui. Perkembangan NS telah juga dikaitkan dengan
merokok, cedera lokal, trauma benda tumpul, pemakaian gigi palsu, dan prosedur pembedahan.
Insiden NS lebih tinggi pada pasien laki-laki dan terutama pada mereka yang berusia lebih dari 40
tahun.
- Gambaran Klinis
Paling sering muncul sebagai nyeri, pembengkakan, yang berkembang pesat pada langit-langit
keras dengan ulserasi sentral dan eritema perifer. Rasa sakit yang terkait sering digambarkan
sebagai sifat yang tajam dan dapat mendahului perubahan mukosa.Lesi biasanya memiliki onset
yang cepat dan ukurannya berkisar dari 1 sampai 3 cm. Lesi terjadi terutama pada langit-langit
namun, lesi dapat terjadi di mana saja jaringan kelenjar ludah berada, termasuk bibir, trigonum
retromolar, mukosa bukal, tonsil, lidah, rongga hidung, trakea, dan sinus maksilaris. Meskipun lesi
biasanya unilateral, kasus bilateral juga ditemukan pada beberap pasien. Lesi yang mengenai
palatum durum secara klinis menyerupai keganasan kelenjar ludah terutama karsinoma
mukoepidermoid dan karsinoma kistik adenoid meskipun onset NS yang cepat dapat menjadi ciri
pembeda. Sering terjadi segera setelah kejadian yang menghasut di daerah tersebut seperti prosedur
bedah Lesi mulut, kedokteran gigi restoratif, atau pemberian anestesi lokal, tetapi lesi juga telah
dilaporkan berkembang beberapa minggu setelah prosedur gigi atau trauma. Juga tidak jarang lesi
berkembang pada individu tanpa riwayat trauma atau kebiasaan oral yang jelas.
- Diagnosis
Jika diagnosis histopatologi diperlukan untuk menyingkirkan proses ganas, spesimen biopsi harus
diserahkan ke ahli patologi dengan pelatihan ekstensif dalam patologi mulut dan maksilofasiall.
- Pengobatan
NS dianggap sebagai kondisi sembuh sendiri yang biasanya sembuh dalam 3-12 minggu. Selama
waktu ini, pengobatan suportif dan simptomatik biasanya bisa juga dilakukan.Analgesik yang tepat
dikombinasikan dengan penggunaan obat kumur antiseptik seperti klorheksidin glukonat 0,12%
telah direkomendasikan. Intervensi bedah biasanya tidak diperlukan pada kasus NS.
5. Allergic Sialadenitis
- Deskripsi dan Etiologi
Sialadenitis alergi adalah bentuk sialadenitis yang tidak umum karena efek alergi alergen pada
kelenjar ludah. Pembesaran kelenjar ludah telah dikaitkan dengan paparan berbagai agen farmasi
dan alergen. Berbagai obat yang telah dilaporkan yang menyebabkan sialadenitis alergi seperti
pada obat ethambutol, merkuri, senyawa yang mengandung yodium, isoproterenol, phenothaiazine
dan sulfisoxazole. Pada beberapa kasus ini mungkin tidak tidak tampak sebagai reaksi
hipersensitivitas yang sebenarnya melainkan sebagai reaksi toksik atau idiosyneratic terhadap obat
yang menyebabkan penurunan aliran saliva yang mengakibatkan infeksi sekunder.
-Gambaran Klinis
Penampakan klinis dari sialadenitis alergi bervariasi, tetapi pada kebanyakan kasus terjadi
pembesaran kelenjar parotis bilateral setelah pemberian obat. Gejalanya yaitu terjadi pembesaran
yang bisa terasa nyeri dan biasanya berhubungan dengan konjungtivitis dan ruam kulit. Namun ada
pada beberapa kasus tidak merasakan gelaja tersebut dimana dia hanya terjadi pembengkakan
disertai rasa gatal di atas kelenjar. Diagnosis reaksi alergi harus dibuat dengan hati-hati, terutama
bila pembesaran kelenjar ludah tidak disertai dengan tanda reaksi alergi lainnya. Kemungkinan
infeksi atau penyakit autoimun juga harus dipertimbangkan.
- Pengobatan
Sialadenitis alergi, bila akibat paparan alergen dia akan sembuh sendiri jika faktor penyebabnya
dihentikan. Dan dianjurkan untuk menghindari alergen, serta menjaga hidrasi.

6. Cheilitis Glandularis
-Deskripsi dan Etiologi
Cheilitis glandularis (CG) adalah gangguan inflamasi kronis yang mempengaruhi kelenjar ludah
minor dan salurannya di mana air liur tebal disekresikan dari lubang duktus yang melebar.
Meskipun etiologi CG masih belum ditentukan, diduga CG merupakan penyakit herediter dominan
autosomal. Selain itu, faktor eksternal (terutama sinar UV) telah terlibat karena kondisi ini lebih
sering terjadi pada orang dewasa berkulit putih dan pasien albino tampak sangat rentan terhadap
kondisi ini. Faktor predisposisi tambahan yang diusulkan termasuk kebersihan mulut yang buruk,
paparan kronis terhadap sinar matahari dan angin, merokok, dan keadaan immunocompromised.
Sebagian besar laporan CG terjadi pada pria paruh baya dan lanjut usia dengan hanya sedikit kasus
yang dilaporkan pada wanita dan anak-anak.
- Gambaran Klinis
CG muncul dengan sekresi saliva kental yang dikeluarkan dari ostia yang membengkak pada
kelenjar liur labial minor yang membengkak. Air liur ini seringkali menempel pada vermilion
sehingga menyebabkan ketidak nyamanan pada pasien.Edema dan ulserasi fokal mungkin juga ada.
CG terutama mempengaruhi bibir bawah, tetapi bisa juga pada bibir atas dan bahkan palatal.
Diagnosis banding CG juga mencakup mukokel multipel dan sialadenitis kronis pada kelenjar ludah
minor. Secara historis, CG telah disubelasifikasi menjadi tiga tipe klinis: supuratif sederhana,
superfisial, dan supuratif dalam. Pada CG sederhana, terdapat beberapa lesi tanpa nyeri,
pembukaan duktus melebar, dan banyak nodul kecil yang dapat teraba. Ada sedikit peradangan
tetapi bahan musinous dapat diekstrusi saat menekan bibir. Infeksi pada tipe lesi sederhana dapat
berkembang menjadi tipe supuratif superfisial atau dalam. CG supuratif superfisial ditandai dengan
ulserasi superfisial, pengerasan kulit tanpa rasa sakit, pembengkakan, dan indurasi pada bibir

- Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambar klinisnya dan didukung biopsi yang digunakan untuk
membuat diagnosis CG. Gambaran histopatologi CG tidak spesifik dan termasuk duktus kelenjar
liur minor yang melebar dan berliku-liku, akumulasi lendir di duktus lumina, dan sialadenitis
kronis. Selain itu, gambaran histopatologi dapat bervariasi tergantung pada perkembangan
penyakit.
- Pengobatan
Penghapusan faktor predisposisi potensial dan penggunaan lip balm, emolien, dan sunscreen untuk
mereka yang terlalu terpapar sinar matahari.Pengobatan konservatif CG mungkin melibatkan
penggunaan steroid topikal, intralesi atau sistemik, antikolinergik sistemik, antihistamin sistemik,
dan atau antibiotik. Kasus refraktori memerlukan intervensi bedah seperti cryosurgery,
vermillionectomy, dan atau pengelupasan mukosa labial. Pasien dengan CG, terutama tipe supuratif
dalam, harus dipertimbangkan untuk eksisi bedah. Beberapa laporan mendokumentasikan
perkembangan: karsinoma sel skuamosa di daerah yang terkena CG, menyebabkan beberapa orang
menyebut CG sebagai lesi premaligna. Saat ini, hubungan antara CG dan karsinoma sel skuamosa
tidak terdefinisi dengan baik, tetapi tampaknya kejadian CG bibir bawah yang bersamaan dengan
perubahan aktinik merupakan peningkatan risiko pengembangan karsinoma sel skuamosa dan oleh
karena itu pemantauan klinis yang ketat disarankan.
7. Sialadenosis (Sialosis)
- Definisi dan Etiologi
Kelainan ini merupakan istilah nonspesifik untuk mendeskripsikan suatu pembesaran kelenjar
saliva yang bukan merupakan reaksi inflamasi maupun neoplasma. Patofisiologi penyakit ini masih
belum jelas. Pembesaran kelenjar saliva biasanya terjadi asimtomati. Pada penderita obesitas dapat
terjadi pembengkakan kelenjar parotis bilateral karena hipertrofi lemak. Namun perlu dilakukan
pemeriksaan endokrin dan metabolik yang lengkap sebelum menegakkan diagnosis tersebut.
Etiologi dari penyakit ini bisa disebabkan oleh riwayat penyakit sistemik pasien kondisi ini
terutama pada pasien sirosis, diabetes. Dan juga dipengaruhi oleh pengobatan neurogenik : seperti
obat antihipertensi, obat psikotropika, dan obat simpatomimetik juga. dapat menyebabkan sialosis

-Gambaran Klinis
Terjadi pembengkakan pada bagian preaurikular kelenjar parotis.Berkembang perlahan seiring
waktu. Biasanya bilateral dan dapat menyebabkan pembesaran kelenjar berulang tanpa rasa sakit
yang berulang. Untuk diagnosisinya diperlukan pemeriksaan radiolgi . Diantaranya seperti
sialografi : sinlograplhy-on. Sialografi merupakan pemeriksaan untuk melihat kondisi duktus
dengan menggunakan kontras. Dengan pemeriksaan ini kita dapat mengidentifikasi adanya
iregularitas pada dinding duktus, identifikasi adanya polip, mucous plug atau fibrin, serta area
granulomatosa. Selain itu dapat pula diidentifikasi adanya kemungkinan obstruksi duktus maupun
stenosis. Pemeriksaan dimulai dengan melakukan identifikasi terhadap duktus Stensen dan
Wharton. Langkah selanjutnya adalah dilakukan dilatasi duktus. Saat dilatasi duktus sudah
maksimal, maka dapat dimasukkan kateter sialografi. Pada pemeriksaan sialografi ini digunakan
kontras, yang bisa berupa etiodol atau sinografin. Untuk kasus sialosis dimana akan tampak
gambaran pohon tanpa daun. Penampilan ini disebabkan oleh kompresi duktus halus oleh sel acinar
hipertrofik.

-Pengendalian
Kontrol penyebab yang mendasarinya dan partial parotidectomy : dapat dilakukan jika
pembengkakan menjadi perhatian kosmetik.

(gambaran radiografis) (gambaran ekstral


oral)

Oleh bakteri :
SIALADENITIS

Merupakan kondisi inflamasi dari kelenjar saliva yang umumnya disertai rasa
sakit atau nyeri dan pembengkakan kelenjar, paling sering disebabkan oleh gangguan
ductus dikarenakannya infeksi bakteri yang akan menurunkan aliran saliva dan stasis dari sekresi.
Untuk Sialadenitis kronis nonspesifik merupakan akibat dari obstruksi duktus karena sialolithiasis
atau radiasi eksternal atau mungkin spesifik,yang disebabkan dari berbagai agen menular dan
gangguan imunologi.

 Etiologi :
Sialadenitis biasanya terjadi setelah obstruksi hyposecretion atau saluran tetapi
dapat berkembang tanpa penyebab yang jelas. Sialadenitis paling sering terjadi pada
kelenjar parotis dan biasanya terjadi pada pasien dengan umur 50-an sampai 60-an,
pada pasien sakit kronis dengan xerostomia, pasien dengan sindrom Sjögren, dan pada
mereka yang melakukan terapi radiasi pada rongga mulut. Remaja dan dewasa muda
dengan anoreksia juga rentan terhadap gangguan ini. Organisme yang merupakan
penyebab paling umum pada penyakit ini adalah Staphylococcus aureus; organisme
lain meliputi Streptococcus, koli, dan berbagai bakteri anaerob.

 Gejala umum :
Meliputi gumpalan lembut yang nyeri di pipi atau di bawah dagu, terdapat
pembuangan pus dari glandula ke bawah mulut dan dalam kasus yang parah, demam,
menggigil dan malaise (bentuk umum rasa sakit).

 Perawatan :
Perawatan awal harus mencakup hidrasi yang memadai, kebersihan mulut baik, pijat berulang pada
kelenjar, dan antibiotik intravena. Evaluasi USG atau computed tomography (CT) akan
menunjukkan apakah pembentukan abses telah terjadi. Sialography merupakan kontraindikasi.Insisi
dan drainase paling baik dilakukan dengan mengangkat penutup parotidectomy standar dan
kemudian menggunakan hemostat untuk membuat beberapa bukaan ke dalam kelenjar, tersebar di
arah umum dari syaraf wajah. Sebuah saluran kemudian ditempatkan di atas kelenjar dan luka
tertutup. Dalam beberapa kasus, dimungkinkan untuk melakukan aspirasi jarum yang dipandu CT
atau USG-pada abses parotis, yang dapat membantu menghindari prosedur operasi terbuka.

Oleh virus :
Inflamasi Parotitis

Parotitis merupakan penyakit infeksi pada kelenjar parotis akibat virus. Penyakit ini
merupakan penyebab edema kelenjar parotis yang paling sering. Kejadian parotitis saat ini
berkurang karena adanya vaksinasi. Insidens parotitis tertinggi pada anak-anak berusia antara
4-6 tahun. Onset penyakit ini diawali dengan adanya rasa nyeri dan bengkak pada daerah sekitar
kelenjar parotis. Masa inkubasi berkisar antara 2 hingga 3 minggu. Gejala lainnya berupa demam,
malaise, mialgia, serta sakit kepala.

Gejala :
•Kelelahan
•Badan sakit-sakitan
•Sakit kepala
•Kehilangan nafsu makan
•Mulut terasa kering
•Nyeri di bagian perut

komplikasi akibat parotitis


•Orchitis, yaitu peradangan pada testis.
•Meningitis, yaitu peradangan pada selaput pelindung saraf tulang belakang dan otak.
•Ensefalitis, yaitu peradangan pada otak.
•Pankreatitis, yaitu peradangan pada pankreas.
•Gangguan pendengaran.
•Keguguran pada ibu hamil.

perawatan parotitis :
•Istirahat yang cukup.
•Perbanyak minum air putih, untuk mencegah terjadinya dehidrasi akibat demam.
•Hindari makanan yang mengharuskan banyak mengunyah. Ganti dengan makanan yang bertekstur
lembut, seperti oatmeal atau bubur.
•Hindari makanan dan minuman asam, karena dapat merangsang rasa sakit pada kelenjar parotis.
•Kompres dengan air hangat atau air dingin bagian yang mengalami pembengkakan akibat parotitis,
untuk membantu meringankan rasa sakit.
Bagaimana Cara Mencegah Parotitis?
•Parotitis sering menyerang anak-anak yang belum melakukan vaksin MMR. Vaksin MMR
merupakan kombinasi vaksin yang diperuntukkan melindungi tubuh dari tiga penyakit, yaitu
gondongan (parotitis/mumps), campak (measles), dan campak Jerman (rubella).

Namun, bagi orang dewasa yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah, alergi terhadap
gelatin atau neomisin, , dan bagi ibu hamil, tidak disarankan untuk melakukan vaksin MMR.
Konsultasikan ke dokter untuk jadwal pemberian vaksin agar anak terhindar dari infeksi virus,
seperti parotitis
Sumber :
 Buku Fisiologi dan Patologi Saliva oleh Dr.drg.Nila Kasuma,M.Biomed
 Burckets oral medicine 12th edition ,Michael Glick
 https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/b24d8332e679ec5ce5d19a030467
74af.pdf
 Mohan V., Hardianto A., Rizki A. (2008). Squamous Cell Carcinoma of the Tounge.
Tersedia di : http://pdgimakassar.org/journal
 juke.kedokteran.unila.ac.id
 journal.unair.ac.id
 KP drg. Kosno
 i-lib.ugm.ac.id
 www.ncbi.nlm.nih.gov
 Burkets edisi 12

Anda mungkin juga menyukai