BLOK 13 MODUL 3
"LESI PUTIH DAN LESI BUKAN PUTIH, SERTA KELAINAN PADA
BIBIR, LIDAH DAN MASALAH MULUT LAINNYA"
Kelompok 3
TUTOR: drg. Asep Darya Darma Putra
KETUA: Hafifah Hanum Suenda (1811413014 )
SEKRETARIS : Yuliza Putri (1811412013)
ANGGOTA: Atikah Fadhilah ( 1811411014)
Adhifandro Satria Andrean ( 1811411010)
Resty Pratama Nurliyani ( 1811413020)
Lutfia Khairani Zulfaneti (1811412018)
Tri Aditya Septian (1811412006)
Aidha Mestika Amril (1811413015)
Hilda Zefni (1811412017)
Utami Trifanta (1811411006)
Shania Azzira ( 1811412010 )
4. Apa hubungan alcohol dan rokok dengan penyakit yg diderita pak Darto ?
Jawab :
Sebagai faktor pemicu penyakit pak Darto
7. Apakah dengan menghentikan kebiasaan buruk pak Darto penyakit akan berhenti dengan
sendirinya ?
Jawab :
Tidak bisa lgsg menghilangkan penyakit pak darto. jika dihentikan kebiasaan merokok maka
benjolan pak darto tujuannya memperlambat keganasan benjolan tsb. mendukung kesembuhan
mengonsumsi vitamin2 yng di butuhkan oleh pak darto
10. Apa hubungan pembengkakan kelenjar parotis dengan pembengkakan pada sudut rahang ibu
ngatinah?
Jawab :
Karena lokasi kelenjar parotis dekat dengan sudut rahang sehingga terjadi pembengkakan pada
kelenjar parotis maka sudut rahang juga ikut membengkak
11. Apa penyebab adanya eksudat purulent pada ductus kelenjar Ibuk Ngatinah ?
Jawab :
Terjadi karena adanya infeksi bakteri
C. SKEMA
Darto 39 Ngatinah 56
Pembengkakan Sudut
Benjolan Lidah Rahang
Tumor Jinak Tumor Ganas Penyakit Spesifik Tumor Jinak Tumor Ganas
Kelenjar Saliva
1. Fibroma
Definisi
Fibroma adalah tumor jinak yang terdiri dari jaringan ikat atau fibrosa. Tumor ini terdiri
dari sel-sel jaringan ikat muda yang berkolagen. Menurut WHO tumor jaringan lunak fibroblast
yang terbentuk dari bermacam-macam jenis epitel odontogenik,dentin dan sementum.
Etiologi
Seringkali muncul disebabkan oleh adanya iritasi yang kronis pada rongga mulut dan
juga oleh karena terjadi trauma. Iritasi oleh karena pemakaian prothesa dan trauma pada gigi
geligi merupakan penyebab paling sering yang dapat menimbulkan terjadinya tumor ini.
Juga dapat diakibatkan oleh gangguan pada masa embrional dimana terjadi perubahan
dalam proses pertumbuhan dan perkembangan jaringan.
Juga sering ditemukan dalam bentuk kumpulan tertutup pada akar gigi dari gigi yang
sedang erupsi. Sejumlah lesi yang terjadi pada mandibula sering juga dihubungkan dengan
adanya gigi yang terpendam.
Histologis
Gambaran klinis
Gambaran Radiografi
a.) Central odontogenik fibroma :
Gambaran radiografinya banyak yang memperlihatkan adanya ruangan atau rongga
radiolusen yang banyak, dimana juga dapat melibatkan porsi yang relatif lebih banyak
pada tulang rahang. Pada foto ronsen juga dapat terlihat adanya ekspansile. Lesi ii juga
dapat terlihat sebagai gambaran area radiolusen dimana dapat ditemukan adanya gigi
yang terpendam.
b.) Peripheral odontogenik fibroma :
Secara jelas dari gambar ronsen terlihat gambaran radiolusen tidak ada keterlibatan
tulang secara mendasar. Namun, pada sebagian besar kasus yang terjadi , erosi seperti
cangkir dari tulang alveolar di bawahnya dapat terlihat pada gambaran radiografi.
Diagnosa Banding
a.) lipofibroma
Benjolan lemak yang tumbuh secara lambat di antara kulit dan lapisan otot
b.) Papiloma
suatu jenis tumor yang menyerang jaringan epitel dan memiliki sifat jinak.
Perawatan
a.) Insisi dan pembuatan muko-periost flep
b.) Pengambilan tulang yang menutupi lesi
c.) Pengambilan lesi odontogenik fibroma
d.) Pembersihan luka atau tulang
e.) Penutupan flep dengan penjahitan
f.) Perawatan pasca bedah
Instrumen
a.) Tampon dan kapas yang streril
b.) Anastesi lokal
c.) Skalpel dengan mata bedah yang tajam
d.) Kasa tiis
e.) Benang bedah yang tepat
f.) Tissue forceps
g.) Jarum untuk menjahit
h.) Obat kumur desinfektan
Prognosis Perawatan
a.) Tingkat penjalarasn lesi
b.) Gambaran secara mikroskopis
c.) Keadaan anatomi jaringan
d.) Kondisi pasien secara umum
Granuloma piogenik merupakan lesi jinak vaskuler pada mukosa yang relatif sering
terjadi. Iritasi menjadi penyebab tersering kejadian pada ginggiva. Tidak ada data pasti angka
kejadian granuloma piogenik pada ginggiva di Indonesia. Granuloma piogenik dapat timbul
pada segala umur, namun terbanyak pada usia dewasa muda. Angka kejadian granuloma
piogenik lebih banyak terjadi pada wanita akibat perubahan hormonal selama pubertas,
kehamilan, dan menopause.
Gambaran klinis granuloma piogenik pada gingiva berupa benjolan berwarna merah
kebiruan, kenyal, dan tidak nyeri. Secara mikroskopis berupa lesi eksofitik dikelilingi jaringan
yang normal dilapisi epitel gepeng berlapis yang rata, atrofi atau ulserasi dengan lesi terdiri
dari proliferasi pembuluh darah disertai jaringan granulasi. Etiopatogenesis dari granuloma
piogenik masih menjadi perdebatan. Beberapa peneliti memasukkan granuloma piogenik
kedalam entitas infeksi yang diakibatkan adanya infeksi oleh Stafilokokus dan botryomycosis.
Granuloma piogenik memiliki prognosis yang sangat baik dengan terapi eksisi namun
memiliki tendensi berulang bila eksisi inkomplit. Simpulan: Granuloma piogenik pada
ginggiva merupakan lesi vaskuler jinak yang sering terjadi pada usia muda akibat iritasi dan
memiliki prognosis sangat baik dengan terapi eksisi
Granuloma sel raksasa perifer adalah salah satu lesi hiperplastik reaktif rongga mulut,
yang berasal dari periosteum atau membran periodontal setelah iritasi lokal atau trauma kronis.
Usia berkisar antara 6 sampai 75 tahun (rata-rata 33 tahun). Granuloma sel raksasa perifer
terlihat lebih banyak di mandibula daripada di rahang atas dan di daerah anterior lebih banyak
daripada di daerah posterior. Dalam kebanyakan kasus, lesi berwarna merah muda, bertangkai
dan memiliki permukaan yang tidak mengalami ulserasi. Kurang dari setengah kasus, tidak ada
riwayat perdarahan dan juga nyeri jarang dilaporkan. Kalkulus adalah faktor etiologi yang
paling umum. Trauma kronis dapat menyebabkan peradangan, menghasilkan jaringan granulasi
dengan sel endotel, sel inflamasi kronis dan proliferasi fibroblas dan bermanifestasi sebagai
pertumbuhan berlebih yang disebut hiperplasia reaktif. Lesi mirip tumor ini bukan neo-plastik,
tetapi menunjukkan proses kronis yang berlebihan. terjadi perbaikan (jaringan granulasi dan
pembentukan bekas luka) setelah cedera.
Perawatan terdiri dari reseksi bedah, dengan pembersihan luas dasar lesi untuk
menghindari kekambuhan. Karakteristik dan perilaku klinis PGCG dapat bervariasi pada
populasi yang berbeda dan sulit untuk diprediksi, yang mencerminkan pengaruh lingkungan,
gaya hidup, dan faktor ras yang berbeda, penilaian yang dapat membantu dalam diagnosis dan
manajemen. Informasi mengenai jenis kelamin, usia, tanda, dan gejala mungkin berguna dan
mengarah pada diagnosis dini dan manajemen yang tepat, mencegah kerusakan lebih lanjut
pada jaringan keras dan lunak di area yang terkena.
1. Tumor epithelial
Ada beberapa pertumbuhan jinak yang disebabkan oleh virus epitel oral, terutama yang
disebabkan oleh human papillomavirus (HPV).
Teknik biologi molekuler (misalnya, hibridisasi in situ, reaksi berantai polimerase)
yang digunakan untuk mendeteksi HPV mengungkapkan bahwa asam
deoksiribonukleat (DNA) virus dapat ditemukan pada lesi ini tetapi mungkin juga
terdapat pada mukosa mulut normal.
Ada lebih dari 120 jenis HPV, yang setidaknya 25 di antaranya telah terdeteksi pada
lesi rongga mulut
Banyak perhatian telah difokuskan pada hubungan antara HPV dan karsinogenesis oral
Subtipe HPV onkogenik risiko tinggi (terutama HPV 16, tetapi juga HPV 18, 31, 33,
35) umumnya terdeteksi pada karsinoma sel skuamosa rongga mulut (27-47%).
Mereka ditemukan pada tingkat yang lebih rendah pada lesi pramaligna dan kadang-
kadang diamati pada mukosa normal. HPV lebih mungkin terdeteksi pada kanker yang
melibatkan orofaring dan amandel dibandingkan dengan rongga mulut
Khususnya HPV 16, 6, 11 dan untuk HPV 6, 11 dapat menyebabkan VIRAL
Lokasi
Lokasi lesi tersering pada kasus papiloma adalah di lidah dan jaringan lunak pada
palatum, namun permukaan manapun pada bagian mulut juga memungkinkan terjadinya lesi
tersebut.
Etiologi
Etiologi terjadinya papiloma antara lain akibat adanya infeksi dari Human Papilloma
Virus (HPV) tipe 6 dan 11.HPV adalah salah satu anggota dari papovavirus. HPV termasuk
DNA virus yang memiliki single molecule dari DNA rantai ganda. Replikasi pada HPV terjadi
di dalam nukleus sel epitel karena adanya stimulasi dari sintesis DNA dari host tersebut.
Gambaran klinis
Berukuran kurang dari 1cm, warna bervariasi dari pink-putih, berkerut, eksofitik dan
bertangkai
Diagnosis banding
Diagnosis banding dari papilloma skuamous oral tipe soliter adalah xanthoma verusiform,
hiperplasia papiler dan kondiloma akuminata
Sebagian besar angka kejadian oral squamous papilloma disebabkan karena infeksi HPV.
Rute transmisi virus ini tidak diketahui untuk lesi oral, walaupun kontak langsung diperkirakan
sebagai penyebab utama pada sebagian besar kasus. Terapi utama yang dapat diberikan pada
pasien dengan papilloma adalah eksisi rutin atau ablasi laser. Terapi modalitas lain termasuk
elektrokauter, cryosurgery dan injeksi intralesi interferon. Sedangkan untuk dokter umum,
sesuai kompetensinya dokter umum dapat melakukan biopsi untuk kemudian di konsulkan
untuk pemeriksaan histologi patologi anatomi di laboratorium maupun dirujuk ke dokter
Spesialis Bedah Mulut. Prognosis baik, rekurensi jarang ditemukan kecuali untuk lesi pada
pasien dengan infeksi HIV.
b. Verucca Vulgaris,
umumnya ditemukan pada kulit (kadang-kadang berhubungan dengan lesi kulit yang
serupa, seringkali pada jari) dan disebabkan oleh HPV subtipe 2 dan 57 pada kulit.
Saat mengenai rongga mulut, kutil ini serupa penampilan papiloma skuamosa dan
cenderung melibatkan bibir, gingiva, dan langit-langit keras.
Papiloma oral dan kutil secara klinis serupa, dan diperlukan eksisi lokal.
Kehati-hatian harus dilakukan saat menghilangkan lesi mulut terkait HPV dengan
elektrokauter atau laser karena ada kemungkinan partikel HPV aerosolisasi.
Meskipun lesi ini mungkin menular, riwayat kontak langsung dengan orang lain yang
terinfeksi tidak biasa, kecuali dalam kasus kutil oral yang berulang dan sering berulang
yang terkait dengan kontak seksual atau penularan ke ibu, disebut sebagai kondiloma
acuminatum .HPV 6 dan 11 terdeteksi pada lesi ini.
suatu kondisi yang ditandai dengan banyak papula lunak, berbatas tegas, datar, dan
sesil (yaitu, nonpapillomatous) yang tersebar di seluruh mukosa mulut,
merupakan endemik di beberapa komunitas Eskimo dan penduduk asli Amerika tetapi
jarang terjadi di orang kulit putih.
Temuan terbaru di antara orang Puerto Rico dan orang kulit hitam menunjukkan bahwa
pencarian lebih lanjut untuk lesi ini mungkin menunjukkan bahwa lesi ini lebih luas.
Secara histologis, ini ditandai dengan acanthosis nodular nondiskeratotik, yang
membentuk dasar papula, dan infiltrasi limfositik subepitel.
HPV DNA 13 dan 32 terdeteksi pada 75 hingga 100% lesi ini.
d. Papillomatosis intraoral,
sering kemerahan, umum terjadi pada populasi yang terinfeksi HIV, terutama sejak
munculnya terapi antiretroviral (ART). Florid papillomatosis juga dapat terjadi pada pasien
dengan kondisi seperti ichthyosis hystrix (papillomatosis kulit cacat bawaan yang didapat)
dan sindrom Down
e. Moluskum kontagiosum
Merupakan infeksi dermatologis yang didapat melalui kontak langsung dengan kulit
dan ditandai dengan kumpulan nodul kecil yang dapat dikuret dari kulit.
Ini terdiri dari gumpalan sel epitel yang berkembang biak dengan badan inklusi
eosinofilik yang menonjol.
Kondisi ini bukan neoplasma, tetapi termasuk di sini sebagai salah satu spektrum
proliferasi epitel rongga mulut akibat infeksi virus. Baik lesi intraoral dan labial dari
moluskum kontagiosum telah dilaporkan, terutama pada pasien yang terinfeksi human
immunodeficiency virus (HIV).
Hal ini disebabkan oleh poxvirus yang menginfeksi kulit, di mana virus bereplikasi di
stratum spinosum, menghasilkan badan inklusi karakteristik dan patognomonik Cowdry
tipe A yang umumnya terkait dengan infeksi poxvirus tetapi ternyata hanya
menghasilkan sejumlah kecil virus lengkap
f. Keratoacanthoma
Merupakan lesi terlokalisasi yang biasanya ditemukan pada kulit yang terpapar sinar
matahari, termasuk bibir atas.
Pertumbuhan cepat keratoacanthoma mungkin cukup menakutkan, sampai-sampai
sering keliru didiagnosis sebagai karsinoma sel skuamosa atau sel basal.
Lesi ini tampak terfiksasi pada jaringan sekitarnya (mirip dengan beberapa karsinoma),
sering tumbuh dengan cepat, dan biasanya dibatasi oleh keratin yang tebal.
Kadang-kadang, lesi menjadi matang, terkelupas, dan sembuh secara spontan, tetapi
lebih sering, apabila tersumbat maka eksisi diperlukan, dan diagnosis ditegakkan dari
evaluasi mikroskopis.
Jaringan epitel yang berdekatan dengan lesi dibatasi secara tajam dari lesi, yang
tampaknya terletak pada depresi berbentuk cangkir. Epitel yang berkembang biak yang
merupakan lesi ini terdiri dari massa sel skuamosa yang berdiferensiasi cukup baik
yang sering menghasilkan mutiara keratin dan menunjukkan sedikit atipia seluler.
Lokasi lesi yang biasa di bibir atas (di mana karsinoma sel skuamosa dari etiologi
aktinik jarang terjadi, dibandingkan dengan bibir bawah) harus mengingatkan klinis
untuk mempertimbangkan keratoacanthoma dalam diagnosis banding.
Keratoacanthoma intraoral jarang terjadi.
Pengobatan lesi ini adalah eksisi konservatif, meskipun beberapa percaya bahwa lesi ini
tidak dapat dipisahkan dengan jelas dari karsinoma sel skuamosa dan menganjurkan
eksisi luas untuk mencegah kekambuhan.
2. Hemangioma
Merupakan tumor yang sebenarnya dan muncul beberapa minggu setelah lahir dan
berkembang pesat . Dicirikan oleh hiperplasia sel endotel dan dalam banyak kasus mengalami
involusi, dengan sisa jaringan telangiektatis, lemak, atau parut terlihat pada sekitar 40 sampai
50% pasien.
Klinis : superfisial dan dalam, kecil dan besar, paling sering sebagai lesi soliter
tetapi juga sebagai lesi multiple, lesi lunak , tidak sakit, berwarna merah atau
biru, kadang-kadang menonjol, yang biasanya memucat bila ditekan. Paling
sering pada lidah, terpi vermillion bibir, mukosa bukal
Lesi kecil mungkin secara klinis tidak dapat dibedakan dari granuloma piogenik dan
varises vena superfisial. Hemangioma dapat diklasifikasikan sebagai tipe kapiler atau
kavernosa; yang pertama dangkal dan yang terakhir lebih dalam
Pemeriksaan :
- Aspirasi ( tindakan yang dilakukan untuk mengetahui tumor tersebut apakah jinak atau
ganas atau untuk mrngetaui benjolan tersebut tumor atau tidak
- Biopsyi untuk memastikan apakah penyakit itu hemangioma atau tidak
- Eksisi bila mungkin dilakukan
Perawatan :
- Pengamatan ( 50 % kasus mereda dengan sendirinya) atau cryosurgery atau terapi laser
argon atau emolisasi arteri (jarang )
3. Malvormasi Vaskuler
Merupakan penyimpangan structural dalam komponen alat vascular dan mungkin secara klinis
dapat terlihat saat lahir, tumbuh secara perlahan sebanding dengan pertumbuhan anak (ditandai
dengan hipertrofi), dan tidak pernah bervolusi.
Klasifikasikan tergantung pada jenis pembuluh yang terlibat atau jenis aliran:
- arteri dan arteriovenosa (aliran tinggi), . Malformasi arteri dan arteriovenosa pertama
kali dapat berkembang setelah perubahan hormonal (seperti pubertas), infeksi, atau
trauma, dan, secara klinis, mungkin keras, berdenyut, dan hangat.
- kapiler, atau vena (aliran rendah). Malformasi vena kadang-kadang dapat muncul
pertama kali pada awal masa dewasa, dan secara klinis bersifat lunak dan mudah
dikompres
Malformasi yang terletak di pusat harus dibedakan dari banyak tumor osteolitik dan lesi mirip
kista yang mempengaruhi rahang
Perawatan :
Diascopy adalah teknik memberikan tekanan pada lesi vaskular yang dicurigai untuk
memvisualisasikan evakuasi pewarnaan. dan dapat memfasilitasi diferensiasi lesi vaskular kecil
dari lesi berpigmen.
Perawatan harus diambil dalam melakukan biopsi atau pemotongan semua lesi vaskular:
(1) memiliki kecenderungan perdarahan yang tidak terkontrol dan
(2) luasnya lesi tidak diketahui karena hanya sebagian kecil yang terlihat di mulut.
Oleh karena itu, identifikasi lokasi anatomi yang tepat dan kedalaman luas jaringan diperlukan
sebelum perawatan, terutama untuk lesi aliran tinggi. Angiografi, computed tomography (CT),
dan magnetic resonance imaging (MRI) adalah teknik pencitraan yang berguna. Modalitas
pengobatan (sendiri atau kombinasi) termasuk embolisasi intra-arterial superselektif (SIAE),
skleroterapi, radioterapi, atau eksisi / reseksi bedah menggunakan elektrokoagulasi,
cryosurgery, atau bedah laser.
4. Limfangioma
kumpulan pembuluh limfe ( harmatoma jinak ) yang membesar dan saling berkelompok
berkembang pada awal kehidupantanpa mempunyai predileksi pada jenis kelamin
dapat timbul di membrane mukosa. Pada RM biasanya terjadi di permukaan dorsal dan
lateral bagian anterior lidah,bibir, dan mukosa labial.
Mirip dengan malformasi vaskuler
Ditandai dengan proliferasi abnormal pembuluh limfatik
(80%-90%)limfagioma muncul pada tahun pertama , sering dikaitkan dengan
kongenital makroglosia
Klinis :
- Permukaan berukuran kecil mempunyai tonjolan papilla yang tidak teratur, dan mirip
seperti papilloma.
- Lunak dan bisa ditekan
- Warna bervariasi dari pink normal sampai keputihan, sedikit translusen atau biru
- Limfagioma difus pada lidah menyebabkan Makroglosia ( kelainan lidah berupa ukuran
lidah lebih besar dari normal).
- Limfangioma pada bibir menyebabkan Makrochelia ( kelainan pada bibir berupa bibir
tebal )
- massa jaringan lunak yang tumbuh lambat dan tidak nyeri. Ini sering muncul tanpa
garis anatomi yang jelas,
- Kadang-kadang, mereka mungkin mengalami peningkatan ukuran yang cepat akibat
peradangan akibat infeksi atau perdarahan akibat trauma
Diagnose banding :
hemangioma,
hipotiroidisme kongenital,
mongolisme,
amiloidosis,
neurofibromatosis,
berbagai penyakit penyimpanan (misalnya, sindrom Hurler dan penyakit penyimpanan
glikogen),
dan hipertrofi otot primer lidah, yang semuanya dapat menyebabkan makroglossia.
Perawatan :
- Pengobatan limfangioma ditentukan oleh jenisnya, lokasi anatominya, dan luasnya
infiltrasi ke dalam struktur sekitarnya
- Aspirasi atau diaskopi merupakan keharusan sebelum melakukan eksisi bedah dari
limfangioma untuk mencegah komplikasi yang berhubungan dengan Hemangioma yang
mempunyai penampilan yang serupa
- Pasien dengan lesi yang besar dan difus sering harus dirawat inap di rumah sakit untuk
memantau edema pascaoperasi dan kemungkinan terjadinya sumbatan jalan napas.
Limfangioma besar dapat mengancam nyawa jika mengganggu jalan napas atau
pembuluh darah vital, dan yang menyebar ke dalam dan membuat leher bengkak
bersifat makrokistik dan disebut sebagai higroma kistik
- Limfangioma tidak mengalami perubahan menjadi ganas tetapi apabila menjadi besar
akan mengancam nyawa dan menganggu jalanya pernafasan
- Beberapa limfangioma, khususnya jenis kongenital, hilang secara spontan pada masa
kanak-kanak
- Eksisi bedah adalah yang paling umum, dan skleroterapi (dengan agen kemoterapi
seperti picabinil atau etanol) juga dianjurkan. Kekambuhan limfangioma oral telah
dilaporkan, mungkin karena lesi terjalin di antara serat otot, mencegah pengangkatan
total.
Limfangioma Hemangioma
Warna bervariasi dari pink normal sampai berwarna merah atau biru
keputihan, sedikit translusen atau biru
Lunak dan bisa ditekan Lesi lunak, yang biasanya memucat bila
ditekan.
permukaan dorsal dan lateral bagian Paling sering pada lidah, terpi vermillion
anterior lidah,bibir, dan mukosa labial bibir, mukosa bukal
5. Neurogenic lesions
Traumatic neuroma
Neuroma traumatis bukanlah tumor yang sebenarnya tetapi sebuah proliferasi jaringan
saraf yang disebabkan oleh cedera pada perifer saraf. Jaringan saraf terbungkus dalam selubung
yang terdiri dari Sel Schwann dan seratnya. Di rongga mulut, cedera saraf dapat terjadi dari
injeksi anestesi lokal, pembedahan, atau sumber trauma lainnya. Seringkali neuroma traumatis
menyakitkan. Ketidaknyamanan dapat berkisar dari nyeri saat palpasi sampai sakit parah dan
konstan. Sebagian besar neuroma traumatis terjadi pada orang dewasa. Neuroma traumatis di
rongga mulut dapat terjadi di lokasi mana pun di mana saraf rusak; foramen mental area adalah
lokasi paling umum. Diagnosis pasti adalah dibuat berdasarkan biopsi dan pemeriksaan
mikroskopis. Neuroma traumatis diobati dengan eksisi bedah. Kambuh untuk neuroma jarang.
Neurofibromatosis
Beberapa neurofibroma terjadi pada kelainan yang diturunkan secara genetic dikenal
sebagai neurofibromatosis 1 (NF1) atau von Recklinghausen. Penyakit ini ditularkan secara
autosomal sifat dominan, dan gen NF1 telah diidentifikasi.Oral neurofibroma adalah ciri umum
penyakit ini. Kehadiran dari banyak neurofibroma atau neurofibroma tipe plexiform adalah
patognomonik dari NF1.Pasien dengan NF1 berada pada peningkatan risiko perkembangan
tumor ganas, terutama ganas perifer tumor selubung saraf, leukemia, dan rhabdomyosarcoma.
6. Lipoma
Definisi
Lipoma merupakan tumor yang jarang terjadi dalam kavum oris. Lipoma merupakan
tumor jinak namun akan menimbulkan masalah bila berukuran besar dan tumbuh di lokasi yang
sulit untuk dilakukan operasi. Tumor ini sering ditemukan pada usia 40-60 tahun, lebih sering
pada laki-laki, dan sama untuk semua ras.
Lokasi
Lipoma jarang ditemukan dalam kavum oris, lebih banyak pada jaringan subkutan daerah
leher. Lipoma yang terdapat di kavum orias biasanya terdapat di lidah, dasar mulut, bukalis,
ginggiva, dan mukobukalis dari bibir
Gambaran klinis
lipoma berupa tumor dengan epitelium tipis, pada permukaan tampak pembuluh darah
superfisial, berbentuk lobus yang ireguler , teraba licin seperti minyak , berwarna kekuningan
pucat sampai jingga , dan tidak nyeri
Etiologi
1. Degenerasi lemak
2. Hereditar
3. Hormonal
4. Trauma
5. Infeksi
6. Iritasi kronis
7. Metafase sel otot
8. Lipoblastic embryonic cell nest in origin
9. Bahan karsinogenik (bahan kimia, virus, radiasi)
10. Genetik
11. Immunologi, virus
12. Lingkungan
Tembakau dan Alkohol : 75% dari seluruh kanker mulut dan faring di Amerika
Serikat berhubungan dengan penggunaan tembakau yaitu termasuk merokok dan
mengkonsumsi alkohol. Penggunaan alkohol dengan rokok bersama-sama secara
signifikan memiliki resiko yang lebih tinggi daripada digunakan secara terpisah.
Bahan Kimia : Sebagian besar bahan-bahan kimia berhubungan dengan
terjadinya kanker. Bahan-bahan yang dapat menimbulkan kanker di lingkungan
antara lain, seperti cool tar, polycylic aromatic hydrocarbons, aromatic amines,
nitrat, nitrit, dan nitrosamin.
Minum mate
Sepsis kronik dalam mulut
Predisposisi :
a. Asap tembakau
b. Alcohol
c. Sinar matahari
d. OH buruk
e. Defisiensi nutrisi
f. Defisiensi besi
g. Infeksi candida
h. Virus onkogenik
i. Gen tumor-supresor
j. Cirrhosis hati
Gambaran klinis
Gambaran klinis dari Squamous Cell Carcinoma seperti :
a. Leukoplakia (bercak putih), eritroplakia (bercak merah),
eritroleukoplakia (kombinasi bercak merah dan putih).
b. Pertumbuhan eksofitik (lesi superfisial) dapat berbentuk bunga kol atau
papiler, dan mudah berdarah. Sedangakn untuk pertumbuhan endofitik
biasanya terdapat batas tegas antara lesi dan jaringan normal, invasinya
11 dapat merusak tulang yang dapat menyebabkan nyeri dan
penampakan pada radiografnya adalah radiolusen.
c. Ulser dengan ukuran 1-2cm, kebanyakan berwarna merah dengan atau
tanpa disertai komponen putih, licin, halus dan memperlihatkan elevasi
yang minimal, biasanya terdapat pada bagian bawah bibir.
d. Terdapat lesi luas pada dorsum lidah yang bersifat hyperkeratosis dan
memiliki permukaan yang kasar.
e. Karakteristik dari lesi karsinoma adalah berwarna merah dan ditutupi
oleh krusta karena hiposalivasi. Karsinoma sel skuamosa rongga mulut
yang telah berinfiltrasi sampai ke jaringan ikat hanya menyebabkan
sedikit perubahan pada permukaan, tetapi timbul sebagai daerah yang
berbatas tegas dengan hilangnya mobilitas jaringan.
f. Umumnya ditemukan berupa erosi atau ulkus
g. Permukaan lesi terdiri dari tonjolan papilari yang tidak beraturan
h. Tepi lesi lebih tinggi dibandingkan sekitarnya
i. Dasar lesi teraba keras pada palpasi
j. Hampir selalu bersifat kronis dan disertai indurasi
Lokasi
Daerah yang biasa terkena dapat terjadi pada semua tempat di rongga
mulut, antara lain mukosabukal, Processus alveolar dan gingiva rahang atas,
Processus alveolar dan gingiva rahang, bawah, palatum durum, lidah, dasar
mulut.
Diagnosis Banding
a. Mikosis Sistemik
b. Sifilis
c. Ulkus Eosinofilik
a. Necrotizing Esialadenometaplasia
b. Granulomatosis Wegener
c. Granuloma Ganas
d. Karsinoma Glandula Salivarius Minor
Perawatan
a. Biopsy
Biopsi dilakukan bila ditemukan lesi yang dicurigai, maka dapat
dilakukan biopsi untuk melihat gambaran secara mikroskopis.
b. Pemeriksaan histopatologia.
c. Bedah eksisi
Eksisi tumor umumnya dilakukan dengan tepi sayatan 1-2 cm di luar
indurasi tumor yang merupakan jaringan normal.
d. Radioterapi Eksterna atau Teletherapy
Merupakan terapi radiasi menggunakan sinar-X atau radioisotop yang di
luar tubuh dengan jarak tertentu dan dengan periode waktu tertentu. Sinar
diarahkan ke tumor yang akan diberi radiasi.
e. Radioterapi Internal atau Brachytherapy
Merupakan terapi radiasi dengan menaruh sumber energi di dalam tumor
atau berdekatan dengan tumor di dalam rongga tubuh dengan menggunakan
isotop radioaktif tertutup. Terdapat beberapa efek dari radioterapi seperti
dapat mengakibatkan kerusakan dalam sel
f. Kemoterapi
Kemoterapi digunakan pada karsinoma stadium lanjut dan sebagai terapi
paliatif pada tumor rekuren untuk mengurangi rasa nyeri.
PEMERIKSAAN KLINIS
Inspeksi Visual
Selain itu, pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan adalah palpasi, ada beberapa cara palpasi :
2. Bidigital Palpasi : penekanan pada area bibir menggunakan ibu jari dan jari telunjuk.
3. Bimanual Palpasi : pada dasar mulut dengan jari telunjuk dengan gerakan dari arah
posterior ke arah anterior, dan jari tangan lain ditekan pada kulit, dapat meraba
pembesaran duktus dan kelenjar dalam mengevaluasi fungsi kelenjar saliva.
A.Pemeriksaan Saliva
Pemeriksaan saliva dilakukan terhadap kuantitas maupun kualitasnya
1.Sialometri ( Pengukuran Laju Saliva)
Laju alir saliva dapat dihitung dari saliva kelenjar saliva mayor atau dari whole saliva
(campuran saliva yang berasal dari kelenjar saliva dan yang tidak berasal dari kelenjar saliva).
a.Metode Pengumpulan Saliva
1)Unstimulated Whole Saliva
a. Metode Drining
Dimana saliva dibiarkan mengalir melalui bibir bawah ke dalam sampling tube dan pasien
diminta untuk meludah pada akhir durasi pengumpulan
b.Metode suction
Dengan menggunakan bantuan saliva ejector,dimana saliva ejector diletakkan di dasar
mulut,kemduia dihubungkan dengan sampling tube
c.Metode spitting
Dimana saliva dibiarkan mengumpul di dasar mulut kemudian pasien diinstruksikan untuk
meludah tiap 60 detik ,dan dilakukan selama 5-15 menit
d.Metode absorbent
Dilakukan dengan meletakkan alat penyerap (seperti cotton roll ) pada mulut pasien selama
waktu yang ditentukan,kemudian ditimbang
2)Stimulated Whole Saliva
Dapat dilakukan melakukan pergerakan oral seperti mengunyah permen karet tanpa rasa
dengan kecepatan terkontrol.Selain itu juga dapat menggunakan asam sitrat 2% yang dapat
ditempatkan pada lidah dengan interval 30 detik.
3)Pengumpulan Saliva Kelenjar Mayor
a.Kelenjar parotis
Dilakukan dengan menggunakan kolektro Carlson-Crittenden.dimana kolektor ditempatkan di
atas orifis duktus Stensen dan ditahan dengan suction yang lembut.
b.Kelenjar submandibula dan sublingualis
Dilakukan dengan menggunakan kolektor wolff yang ditempatkan di orifis duktus Wharton
yang berada di dasar mulut.
b.Pengukuran laju alir saliva
Laju alir saliva yang biasanya diukur yaitu saliva yang unstimulated,karena unstimulated saliva
inilah yang sangat mempengaruhi kenyamanan rongga mulut secara keseluruhan.Kebanyakan
pasien mengeluhkan mulut terasa kering apabila unstimulated saliva berkurang 40-
50%.Sedangkan untuk pengumpulan saliva dari kelenjar mayor bertujuan untuk menilai fungsi
kelenjar individu tersebut
Laju alir saliva diperoleh melalui perhitungan yaitu volume saliva yang terkumpul dibagi
dengan waktu pengumpulan,dengan satuan mL/menit. Umumnya laju alir saliva yang
terstimulasi yaitu 1-3 mL/menit sedangkan yang tidak terstimulasi yaitu 0,25-0,35 mL/menit.
Sulit untuk menentukan nilai normal yang absolut.Sebagian ahli sepakat bahwa laju aliran
whole saliva yang tidak terstimulasi <0,1 mL/menit dan yang terstimulasi <0,7 mL/menit
menunjukkan adanya hipofungsi kelenjar saliva.
2.Sialochemistry
Perlu diketahui bahwa perubahan komposisi saliva sama pentingnya dengan penurunan aliran
saliva.Oleh karena itu ,aliran saliva yang terlihat cukup tidak menjamin fungsi kelenjar ludah
yang normal.
Saliva normal umumnya tidak berwarna dan transparan dengan pH antara 6-7 .99% nya
merupakan air dengan kandungan ion anorganik seperti
Na+,Cl-,Ca2+,K+,HCO3,H2PO4,F-,I-,Mg2+.dalam hal ini ion bikarbonat berfungsi sebagai
buffer untuk menjaga keseimbangan pH saliva.Selain itu juga terdapat komponen organik
seperti urea,amonia,glukosa,lipid,asam amino,dan protein.Protein ini salah satunya terdapat
sekret IgA yang mana berperan dalam perlindungaan jaringan mulut.
B.Pemeriksaan Radiologi
1.Plain Film
Merupakan teknik radiograf standar ,dapat digunakan untuk evaluasi kelenjar saliva mayor
karena letaknya yang relatif superfisial .Selain itu juga sering digunakan karena ketersediannya
yang umum.Biasanya digunakan untuk visualisasi sialolith radiopaque dan evaluasi kerusakan
tulang terkait malignant neoplasma.Gejala yang menunjukkan obstruksi kelenjar ludah
( pembengkakan akut pada kelenjar serta rasa nyeri ) memerlukan pemeriksaan menggunakan
plain film terhadap kelenjar saliva mayor untuk mendeteksi penyumbatan akibat
kalsifikasi.Untuk memvisualisasikan kelenjar parotis dapat menggunakan proyeksi
panoramik ,lateral oblik,dan anteroposterior, Namun, struktur anatomi mungkin tumpang tindih
dalam pemandangan panorama yang mengaburkan tampilan batu . Sialolith yang menghalangi
kelenjar submandibular dapat divisualisasikan dengan pandangan oblik panoramik, oklusal,
atau lateral. Batu yang lebih kecil atau sialolith yang tidak terkalsifikasi dengan baik mungkin
tidak terlihat pada film biasa. Jika batu sialolith tidak terlihat dengan radiografi film biasa
tetapi evaluasi klinis dan riwayat menunjukkan obstruksi kelenjar ludah, dapat dilakukan
radiograf tambahan (umumnya dengan sialografi) jika diperlukan.
2.Sialografi
Sialografi memungkinkan visualisasi radiografik dari kelenjar parotis dan submandibular
beserta duktusnya dengan menginjeksikan media kontras ke dalam duktus stensen dan duktus
wharton. Tetapi duktus kelenjar sublingual terlalu kecil untuk injeksi media kontras ini.
Pemeriksaan dimulai dengan melakukan identifikasi terhadap duktus Stensen dan Wharton.
selanjutnya dilakukan dilatasi duktus. Saat dilatasi duktus sudah maksimal, barulah
dilakukan injeksi. Sialografi merupakan metode yang dianjurkan untuk mengevaluasi
abnormalitas dari duktus (seperti obstruksi,dilatasi,ruptur)dan untuk mengidentifikasi dan
menentukan lokasi Sialoliths ,karena menghasilkan visualisasi yang paling jelas.
Untuk media kontras terdiri dari Media kontras oil-based yang tidak larut dalam saliva atau
terserap di seluruh mukosa, sehingga memungkinkan opasifikasi maksimum struktur duktus
dan asinar. Namun, jika terjadi ekstravasasi ke dalam jaringan kelenjar, bahan kontras sisa akan
tetap berada di lokasi dan dapat mengganggu gambar radiograf berikutnya. Selain itu ,injeksi
media kontras oil based juga memerlukan tekanan yang lebih karena tingkat viskositas nya dan
mungkin terasa lebih sakit pada pasien.sedangkan untuk media kontras water-based,dapat larut
dalam saliva dan dapat berdifusi ke dalam jaringan kelenjar , menghasilkan penurunan
kepadatan (densitas)radiograf.
Kontraindikasi dari sialografi yaitu infeksi aktif dan alergi terhadap media kontras.sialografi
yang dilakukan selama infeksi aktif dapat semakin mengiritasi dan berpotensi pecahnya
kelenjar yang sudah meradang. injeksi bahan kontras dapat memaksa bakteri ke seluruh
struktur duktus dan memperburuk infeksi.Kandungan iodin pada material kontras dapat
menyebabkan terjadinya reaksi alergi
3.Ultrasonografi
USG umumnya digunakan untuk menilai atau melihat massa superfisial dari kelenjar parotid
dan submandibular. ultrasonografi frekuensi tinggi memberikan resolusi dan karakterisasi yang
sangat baik dari jaringan tanpa paparan radiasi. USG ini relatif murah, tersedia secara luas,
aman, dan dapat digunakan untuk menggambarkan lesi kelenjar ludah superfisial setepat CT
dan MRI.Karena Banyak keuntungannya, USG menjadi metode pilihan untuk evaluasi awal
kelenjar ludah, terutama pada anak-anak dan wanita hamil,khususnya saat mengevaluasi
dugaan sialolitiasis dan abses kelenjar saliva.USG dapat digunakan untuk menilai struktur
vaskular dan vaskularisasi yang berdekatan, membedakan lesi padat dari lesi kistik, memandu
biopsi aspirasi jarum halus (FNAB), dan melakukan pemeriksaan nodal.USG juga dapat
dengan tepat membedakan lesi ganas dari lesi jinak pada 90% kasus, Oleh karena itu, USG
dapat digunakan sebagai teknik visulisasi awal untuk memandu dokter dalam menentukan
apakah diperlukan radiograf lanjutan. Karakterisasi tumor tambahan kemudian dapat dilakukan
dengan menggunakan teknik visualisasi cross-sectional seperti CT atau MRI.Karena lokasinya
yang dangkal, kelenjar parotis dan sub-mandibula dengan mudah divisualisasikan oleh US ,
meskipun bagian dalam dari kelenjar parotis sulit untuk dinilai karena ramus mandibula di
atasnya. Lesi superfisial, terutama pada parotid dan kelenjar submandibular, juga dapat
menerima biopsi inti atau sitologi aspirasi jarum halus (FNAC) di bawah panduan US.
4.Radionuclide Salivary
Merupakan metode skintigrafi (pemeriksaan menggunakan bahan radioaktif ) dengan
Technetium(Tc) 99m . Technetium merupakan radionuklida pemancar sinar gamma murni
yang diserap oleh kelenjar ludah (setelah injeksi intravena), diangkut melalui kelenjar, dan
kemudian disekresikan ke dalam rongga mulut. Skintigrafi digunakan untuk menilai fungsi
kelenjar ludah dan untuk menentukan kelainan dalam penyerapan dan ekskresi.
Pemindaian Tc 99m telah terbukti berkorelasi baik dengan keluaran saliva dan berfungsi
sebagai pengukuran pergerakan cairan dalam sel asinar salivaSkintigrafi diindikasikan untuk
evaluasi pasien ketika sialografi merupakan kontraindikasi atau tidak dapat dilakukan (yaitu,
dalam kasus akut. infeksi kelenjar atau alergi yodium
Kurva aktivitas skintigrafi normal dapat dipisahkan menjadi tiga fase: aliran, konsentrasi, dan
pencucian. Fase aliran berlangsung sekitar 15-20 detik ,yaitu segera setelah injeksi
radionuklida ,ketika isotop seimbang dalam darah dan terakumulasi di kelenjar ludah pada
kecepatan submaksimal. Fase konsentrasi (atau serapan) mewakili akumulasi Tc 99m di
kelenjar melalui trans-port aktif. Dengan fungsi saliva yang normal, radionuklida akan
disekresikan dan aktivitas pelacak akan terlihat di rongga mulut tanpa stimulasi setelah 10–15
menit. Sekitar 15 menit setelah pemberian, konsentrasi pelacak mulai meningkat di rongga
mulut dan penurunan pada kelenjar ludah. Gambar normal akan menunjukkan serapan simetris
Tc 99m oleh kelenjar parotis dan submandibular. Pada fase ekskresi atau pencucian, pasien
diberikan setetes lemon, atau asam sitrat dioleskan ke lidah untuk merangsang sekresi akhir.
Pembersihan normal dari Tc 99m harus cepat, seragam, dan simetris. Aktivitas yang tersisa di
kelenjar ludah setelah stimulasi menunjukkan adanya obstruksi, tumor tertentu, atau
peradangan.
5.Computed Tomography (CT)
CT dianggap sebagai standar dalam evaluasi penyakit inflamasi pada kelenjar ludah. Struktur
landmark yang berdekatan seperti vena retromandibular, arteri karotis, dan kelenjar getah
bening yang dalam juga dapat diidentifikasi pada CT. CT sangat berguna dalam evaluasi proses
inflamasi akut karena dapat menggambarkan erosi dan kerusakan tulang kortikal mandibula,
kulit perubahan, dan batu duktus sub-mandibula.
Karena struktur kalsifikasi divisualisasikan dengan baik oleh CT, ini sangat berguna untuk
evaluasi kondisi inflamasi yang berhubungan dengan sialolith. Selain itu, erosi tulang akibat
proses keganasan dan sklerosis dapat divisualisasikan menggunakan CT.Karena CT dapat
menentukan karakteristik dinding hipervaskuler yang terlihat pada abses dan dapat
memberikan definisi dinding kistik, maka dimungkinkan untuk membedakan massa berisi
cairan (yaitu, kista) dari abses.
CT konvensional dapat dikombinasikan dengan sialografi untuk memeriksa sistem duktus
kelenjar ludah dan mendeteksi sialolith.Namun, sialografi CT konvensional memerlukan
penggunaan injeksi atropin intravena .Selain itu juga ada teknik CT ultrafast yang
diindikasikan untuk pasien yang tidak dapat berbaring cukup lama untuk MRI yang adekuat
(misalnya, pasien pediatrik, geriatrik, klaustrofobik, dan mental atau fisik) dan untuk pasien
yang dikontraindikasikan dengan MRI.
CT memiliki beberapa keunggulan dibandingkan MRI yaitu lebih murah dan lebih mudah
tersedia. CT juga dapat digunakan pada pasien dengan kontraindikasi MRI seperti pada mereka
dengan alat pacu jantung atau implan tertentu. Restorasi gigi dapat mengganggu pencitraan CT.
Kekurangan tambahan dari CT termasuk paparan radiasi dan pemberian media kontras yang
mengandung yodium untuk peningkatan
2. Mucocele
Etiologi
Umumnya disebabkan oleh trauma epilepsi, misalnya bibir yang sering tergigit
pada saat sedang makan, atau pukulan di wajah. Dapat juga disebabkan karena
adanya penyumbatan pada duktus (saluran) kelenjar liur minor. Mucocele Juga dapat
disebabkan oleh obat-obatan yang mempunyai efek mengentalkan saliva.
Gambaran Klinis
a) Batas tegas
b) Konsistensi lunak
c) Warna transluscent
d) Ukuran biasanya kecil
e) Tidak ada keluhan sakit
f) Kadang-kadang pecah, hilang tapi tidak lama kemudian akan timbul lagi
Diagnosis
Diagnosis mucocele bisa secara langsung dari riwayat penyakit, keadaan klinis
dan palpasi. Langkah-langkah cara mendiagnosis ranula adalah :
a) Melakukan anamnesa lengkap dan cermat
b) Secara visual
c) Bimanual palpasi intra & extraoral
d) Aspirasi
e) Melakukan pemeriksaan laboratories
f) Pemeriksaan radiologis dengan kontras media
g) Pemeriksaan mikroskopis, pemeriksaan Biopsy/PA
DIFFERENTIALDIAGNOSA
Differential diagnosis dari mucocele adalah sebagaiberikut :
1) Adenoma Pleomorfik
3) Kista Implantasi
Penatalaksanaan
Mucocele adalah lesi yang tidak berumur panjang, bervariasi dari beberapa
hari hingga beberapa minggu, dan dapat hilang dengan sendirinya. Namun banyak
juga lesi yang sifatnya kronik dan membutuhkan pembedahan eksisi. Pada saat di
eksisi, dokter gigi sebaiknya mengangkat semua kelenjar liur minor yang berdekatan,
dan dilakukan pemeriksaan mikroskopis untuk menegaskan Biopsy dan
menentukan apakah ada kemungkinan tumor kelenjar liur.
Selain dengan pembedahan, mucocele juga dapat diangkat dengan
laser. Beberapa dokter saat ini ada juga yang menggunakan menggunakan
injeksi Kortikosteroid sebelum melakukan pembedahan, ini terkadang dapat
mengempiskan pembengkakan. Jika berhasil, maka tidak perlu dilakukan
pembedahan. Penatalaksanaan mucocele biasanya dilakukan dengan
eksisimucocele dengan modifikasi teknik elips. yaitu setelah pemberian
anesthesi lokal dibuat dua insisi elips yang hanya menembus mukosa,
kemudian lesi dipotong dengan teknik gunting lalu dilakukan penjahitan.
3. RANULA
GAMBARAN KLINIS
1) Bentuk dan rupa kista ini seperti perut kodok yang menggelembung
keluar (Rana=Kodok)
2) Dinding sangat tipis dan mengkilap
3) Warna translucent
4) Kebiru-biruan
5) Palpasi ada fluktuasi
6) Tumbuh lambat dan expansif
Diagnosis
1) Diagnosis mucocele bisa secara langsung dari riwayat penyakit,
keadaan klinis dan palpasi.
2) Langkah-langkah cara mendiagnosis ranula adalah :
3) Melakukan anamnesa lengkap dan cermat
4) Secara visual
5) Bimanual palpasi intra & extraoral
6) Punksi dan aspirasi
7) Melakukan pemeriksaan laboratories
8) Pemeriksaan radiologis dengan kontras media
9) Pemeriksaan mikroskopis, pemeriksaan biopsy/PA
Klasifikasi
1) Ranula simple
Disebut juga dengan oral ranula merupakan ranula yang terbentuk
karena obstruksi duktus glandula saliva tanpa diikuti dengan rupturnya
duktus tersebut. Letaknya tidak melewati ruang submandibula, dengan
kata lain tidak berpenetrasi ke otot milohioideus
2) Ranula Plunging
Disebut ranula diving merupakan massa yang terbentuk akibat
rupturnya glandula saliva tanpa diikuti rupturnya ruang submandibula
yang kemudian menimbulkan plug pseudokista yang meluas hingga ke
ruang submandibula atau dengan kata lain berpenetrasi ke otot
milohioideus.
Differential Diagnosa
a) Kista Dermoid
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ranula biasanya dilakukan dengan cara
marsupialisasi ranula atau pembuatan jendela pada lesi. Biasanya
menggunakan anestesi blok lingual ditambah dengan infiltrasi regional. Di
sekitar tepi lesi ditempatkan rangkaian jahitan menyatukan mukosa perifer
dengan mukosa lesi dan jaringan dasar lesi. Kemudian dilakukan juga
drainase dengan penekanan lesi. Setelah itu dilakukan eksisi pada atap lesi
sesuai dengan batas penjahitan kemudian lesi ditutup dengan tampon.
6. Cheilitis Glandularis
-Deskripsi dan Etiologi
Cheilitis glandularis (CG) adalah gangguan inflamasi kronis yang mempengaruhi kelenjar ludah
minor dan salurannya di mana air liur tebal disekresikan dari lubang duktus yang melebar.
Meskipun etiologi CG masih belum ditentukan, diduga CG merupakan penyakit herediter dominan
autosomal. Selain itu, faktor eksternal (terutama sinar UV) telah terlibat karena kondisi ini lebih
sering terjadi pada orang dewasa berkulit putih dan pasien albino tampak sangat rentan terhadap
kondisi ini. Faktor predisposisi tambahan yang diusulkan termasuk kebersihan mulut yang buruk,
paparan kronis terhadap sinar matahari dan angin, merokok, dan keadaan immunocompromised.
Sebagian besar laporan CG terjadi pada pria paruh baya dan lanjut usia dengan hanya sedikit kasus
yang dilaporkan pada wanita dan anak-anak.
- Gambaran Klinis
CG muncul dengan sekresi saliva kental yang dikeluarkan dari ostia yang membengkak pada
kelenjar liur labial minor yang membengkak. Air liur ini seringkali menempel pada vermilion
sehingga menyebabkan ketidak nyamanan pada pasien.Edema dan ulserasi fokal mungkin juga ada.
CG terutama mempengaruhi bibir bawah, tetapi bisa juga pada bibir atas dan bahkan palatal.
Diagnosis banding CG juga mencakup mukokel multipel dan sialadenitis kronis pada kelenjar ludah
minor. Secara historis, CG telah disubelasifikasi menjadi tiga tipe klinis: supuratif sederhana,
superfisial, dan supuratif dalam. Pada CG sederhana, terdapat beberapa lesi tanpa nyeri,
pembukaan duktus melebar, dan banyak nodul kecil yang dapat teraba. Ada sedikit peradangan
tetapi bahan musinous dapat diekstrusi saat menekan bibir. Infeksi pada tipe lesi sederhana dapat
berkembang menjadi tipe supuratif superfisial atau dalam. CG supuratif superfisial ditandai dengan
ulserasi superfisial, pengerasan kulit tanpa rasa sakit, pembengkakan, dan indurasi pada bibir
- Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambar klinisnya dan didukung biopsi yang digunakan untuk
membuat diagnosis CG. Gambaran histopatologi CG tidak spesifik dan termasuk duktus kelenjar
liur minor yang melebar dan berliku-liku, akumulasi lendir di duktus lumina, dan sialadenitis
kronis. Selain itu, gambaran histopatologi dapat bervariasi tergantung pada perkembangan
penyakit.
- Pengobatan
Penghapusan faktor predisposisi potensial dan penggunaan lip balm, emolien, dan sunscreen untuk
mereka yang terlalu terpapar sinar matahari.Pengobatan konservatif CG mungkin melibatkan
penggunaan steroid topikal, intralesi atau sistemik, antikolinergik sistemik, antihistamin sistemik,
dan atau antibiotik. Kasus refraktori memerlukan intervensi bedah seperti cryosurgery,
vermillionectomy, dan atau pengelupasan mukosa labial. Pasien dengan CG, terutama tipe supuratif
dalam, harus dipertimbangkan untuk eksisi bedah. Beberapa laporan mendokumentasikan
perkembangan: karsinoma sel skuamosa di daerah yang terkena CG, menyebabkan beberapa orang
menyebut CG sebagai lesi premaligna. Saat ini, hubungan antara CG dan karsinoma sel skuamosa
tidak terdefinisi dengan baik, tetapi tampaknya kejadian CG bibir bawah yang bersamaan dengan
perubahan aktinik merupakan peningkatan risiko pengembangan karsinoma sel skuamosa dan oleh
karena itu pemantauan klinis yang ketat disarankan.
7. Sialadenosis (Sialosis)
- Definisi dan Etiologi
Kelainan ini merupakan istilah nonspesifik untuk mendeskripsikan suatu pembesaran kelenjar
saliva yang bukan merupakan reaksi inflamasi maupun neoplasma. Patofisiologi penyakit ini masih
belum jelas. Pembesaran kelenjar saliva biasanya terjadi asimtomati. Pada penderita obesitas dapat
terjadi pembengkakan kelenjar parotis bilateral karena hipertrofi lemak. Namun perlu dilakukan
pemeriksaan endokrin dan metabolik yang lengkap sebelum menegakkan diagnosis tersebut.
Etiologi dari penyakit ini bisa disebabkan oleh riwayat penyakit sistemik pasien kondisi ini
terutama pada pasien sirosis, diabetes. Dan juga dipengaruhi oleh pengobatan neurogenik : seperti
obat antihipertensi, obat psikotropika, dan obat simpatomimetik juga. dapat menyebabkan sialosis
-Gambaran Klinis
Terjadi pembengkakan pada bagian preaurikular kelenjar parotis.Berkembang perlahan seiring
waktu. Biasanya bilateral dan dapat menyebabkan pembesaran kelenjar berulang tanpa rasa sakit
yang berulang. Untuk diagnosisinya diperlukan pemeriksaan radiolgi . Diantaranya seperti
sialografi : sinlograplhy-on. Sialografi merupakan pemeriksaan untuk melihat kondisi duktus
dengan menggunakan kontras. Dengan pemeriksaan ini kita dapat mengidentifikasi adanya
iregularitas pada dinding duktus, identifikasi adanya polip, mucous plug atau fibrin, serta area
granulomatosa. Selain itu dapat pula diidentifikasi adanya kemungkinan obstruksi duktus maupun
stenosis. Pemeriksaan dimulai dengan melakukan identifikasi terhadap duktus Stensen dan
Wharton. Langkah selanjutnya adalah dilakukan dilatasi duktus. Saat dilatasi duktus sudah
maksimal, maka dapat dimasukkan kateter sialografi. Pada pemeriksaan sialografi ini digunakan
kontras, yang bisa berupa etiodol atau sinografin. Untuk kasus sialosis dimana akan tampak
gambaran pohon tanpa daun. Penampilan ini disebabkan oleh kompresi duktus halus oleh sel acinar
hipertrofik.
-Pengendalian
Kontrol penyebab yang mendasarinya dan partial parotidectomy : dapat dilakukan jika
pembengkakan menjadi perhatian kosmetik.
Oleh bakteri :
SIALADENITIS
Merupakan kondisi inflamasi dari kelenjar saliva yang umumnya disertai rasa
sakit atau nyeri dan pembengkakan kelenjar, paling sering disebabkan oleh gangguan
ductus dikarenakannya infeksi bakteri yang akan menurunkan aliran saliva dan stasis dari sekresi.
Untuk Sialadenitis kronis nonspesifik merupakan akibat dari obstruksi duktus karena sialolithiasis
atau radiasi eksternal atau mungkin spesifik,yang disebabkan dari berbagai agen menular dan
gangguan imunologi.
Etiologi :
Sialadenitis biasanya terjadi setelah obstruksi hyposecretion atau saluran tetapi
dapat berkembang tanpa penyebab yang jelas. Sialadenitis paling sering terjadi pada
kelenjar parotis dan biasanya terjadi pada pasien dengan umur 50-an sampai 60-an,
pada pasien sakit kronis dengan xerostomia, pasien dengan sindrom Sjögren, dan pada
mereka yang melakukan terapi radiasi pada rongga mulut. Remaja dan dewasa muda
dengan anoreksia juga rentan terhadap gangguan ini. Organisme yang merupakan
penyebab paling umum pada penyakit ini adalah Staphylococcus aureus; organisme
lain meliputi Streptococcus, koli, dan berbagai bakteri anaerob.
Gejala umum :
Meliputi gumpalan lembut yang nyeri di pipi atau di bawah dagu, terdapat
pembuangan pus dari glandula ke bawah mulut dan dalam kasus yang parah, demam,
menggigil dan malaise (bentuk umum rasa sakit).
Perawatan :
Perawatan awal harus mencakup hidrasi yang memadai, kebersihan mulut baik, pijat berulang pada
kelenjar, dan antibiotik intravena. Evaluasi USG atau computed tomography (CT) akan
menunjukkan apakah pembentukan abses telah terjadi. Sialography merupakan kontraindikasi.Insisi
dan drainase paling baik dilakukan dengan mengangkat penutup parotidectomy standar dan
kemudian menggunakan hemostat untuk membuat beberapa bukaan ke dalam kelenjar, tersebar di
arah umum dari syaraf wajah. Sebuah saluran kemudian ditempatkan di atas kelenjar dan luka
tertutup. Dalam beberapa kasus, dimungkinkan untuk melakukan aspirasi jarum yang dipandu CT
atau USG-pada abses parotis, yang dapat membantu menghindari prosedur operasi terbuka.
Oleh virus :
Inflamasi Parotitis
Parotitis merupakan penyakit infeksi pada kelenjar parotis akibat virus. Penyakit ini
merupakan penyebab edema kelenjar parotis yang paling sering. Kejadian parotitis saat ini
berkurang karena adanya vaksinasi. Insidens parotitis tertinggi pada anak-anak berusia antara
4-6 tahun. Onset penyakit ini diawali dengan adanya rasa nyeri dan bengkak pada daerah sekitar
kelenjar parotis. Masa inkubasi berkisar antara 2 hingga 3 minggu. Gejala lainnya berupa demam,
malaise, mialgia, serta sakit kepala.
Gejala :
•Kelelahan
•Badan sakit-sakitan
•Sakit kepala
•Kehilangan nafsu makan
•Mulut terasa kering
•Nyeri di bagian perut
perawatan parotitis :
•Istirahat yang cukup.
•Perbanyak minum air putih, untuk mencegah terjadinya dehidrasi akibat demam.
•Hindari makanan yang mengharuskan banyak mengunyah. Ganti dengan makanan yang bertekstur
lembut, seperti oatmeal atau bubur.
•Hindari makanan dan minuman asam, karena dapat merangsang rasa sakit pada kelenjar parotis.
•Kompres dengan air hangat atau air dingin bagian yang mengalami pembengkakan akibat parotitis,
untuk membantu meringankan rasa sakit.
Bagaimana Cara Mencegah Parotitis?
•Parotitis sering menyerang anak-anak yang belum melakukan vaksin MMR. Vaksin MMR
merupakan kombinasi vaksin yang diperuntukkan melindungi tubuh dari tiga penyakit, yaitu
gondongan (parotitis/mumps), campak (measles), dan campak Jerman (rubella).
•
Namun, bagi orang dewasa yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah, alergi terhadap
gelatin atau neomisin, , dan bagi ibu hamil, tidak disarankan untuk melakukan vaksin MMR.
Konsultasikan ke dokter untuk jadwal pemberian vaksin agar anak terhindar dari infeksi virus,
seperti parotitis
Sumber :
Buku Fisiologi dan Patologi Saliva oleh Dr.drg.Nila Kasuma,M.Biomed
Burckets oral medicine 12th edition ,Michael Glick
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/b24d8332e679ec5ce5d19a030467
74af.pdf
Mohan V., Hardianto A., Rizki A. (2008). Squamous Cell Carcinoma of the Tounge.
Tersedia di : http://pdgimakassar.org/journal
juke.kedokteran.unila.ac.id
journal.unair.ac.id
KP drg. Kosno
i-lib.ugm.ac.id
www.ncbi.nlm.nih.gov
Burkets edisi 12