Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN ACUTE LIMB ISKHEMIA (ALI)


RSUD. DR. M YUNUS KOTA BENGKULU
( RUANGAN ICCU )

Stase Kegawat daruratan (KGD)


Tanggal 20 s.d 26 Maret 2023

OLEH :
Nama Mahasiswa : NIKE MALASARI
NIM : 2226050015

Preceptor Akademik Preceptor Klinik

(Ns. Fernalia, S.Kep,.M.Kep) ( Ns. Efrike, S.Kep )

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
TRI MANDIRI SAKTI
BENGKULU
2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Penyakit tidak menular masih menjadi masalah kesehatan yang besar di Indonesia.
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) pada tahun 2005 bahwa dari 58 juta
kematian di dunia, 17,5 juta (30%) diantaranya disebab kan oleh penyakit jantung dan
pembuluh darah Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2007 angka kematian
penyakit tidak menular meningkat dari 41,7% pada tahun 1995 menjadi 59,5%
(Kemenkes, 2009). Dari hasil ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan angka
mortalitas dari tahun ke tahun dan prevalensi penyakit tidak menular yang masih sangat
tinggi.
Salah satu penyakit pembuluh darah yang mengancam adalah Acute Limb
Ischemic (ALI). ALI merupakan suatu kondisi dimana terjadi penurunan perfusi perifer
akibat trombus ataupun emboli mengakibatkan perfusi jaringan tidak adekuat kurang dari
14 hari. Kondisi seperti ini diperkirakan mendekati 150 kasus orang per tahunnya
(Norgren et al dalam Creager et al, 2012). Angka mortalitas pada kasus ALI ini pun akan
semakin tinggi apabila tidak dilakukan penanganan yang tepat.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Jivegard pada tahun 1980, angka
mortalitas pada kasus ALI mencapai 25% dari total kasus yang ada. Studi lainnya yang
dilakukan oleh Blasidell pada tahun 2012 mengatakan bahwa mortalitas ALI dapat
diakibatkan oleh cedera reperfusi iskemik. Studi deskriptif ini menujukkan bahwa pasien
dengan iskemia berat, paralisis, dan mottle kebiruan mengalami mortalitas 85% setelah
menjalani revaskularisasi. Hal ini disebabkan oleh adanya inflamasi yang cukup hebat
pada tungkai bawah. Respon inflamasi ini dapat mengakibatkan kerusakan jaringan
dan komplikasi berupa sindroma kompartemen, serta kematian jaringan otot (Juzar et
al, 2007).
Penanganan kasus ALI yang cepat dan tepat diharapkan dapat
menurunkan angka mortalitas akibat ALI. Selain menurunkan angka mortalitas,
penanganan terhadap kasus ALI juga harus meminimalisasikan angka morbiditas
Berdasarkan The Trans-Atlantic Inter-Society Consensus Document on
Management of Peripheral Arterial Disease (TASC II) tahun 2007, angka
morbiditas ALI meliputi 10-15% diakibatkan oleh perdarahan pre atau postoperasi, lebih
dari 25% akibat amputasi, 5%-25% akibat fasiotomi, dan 20%akibat gangguan fungsi
ginjal (Norgren et all, 2017) .
Oleh karena itu, penanganan terhadap kasus ALI ini harus dilakukan secara
holistik meliputi aspek biologis-psikologis-sosial-spiritual. Pemantauan pre dan pasca
revaskularisasi yang dilakukan pada pasien dengan ALI harus diberikan secara optimal
untuk mengurangi risiko komplikasi yang terjadi seperti stroke hemoragik, kompartemen
syndrom, melena, bleeding, dan lain lain. Peran perawat sangat penting dalam melakukan
pemantauan pada pasienALI. Untuk itu, penulis tertarik untuk membahas tentang ALI
dan memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan ALI.
Acute limb ischemia (ALI) atau iskemik tungkai akut termasuk salah satu kasus
yang jarang ditemukan di Indonesia. ALI merupakan suatu kondisi penurunan perfusi
ekstremitas secara mendadak yang dapat menyebabkan gangguan pada kemampuan
pergerakan, rasa nyeri atau tanda-tanda iskemia berat dalam jangka waktu 2 minggu dan
biasanya disebabkan karena tromboemboli.
Insidensi penyakit ini 1,5 kasus per 10.000 orang per tahun. Gejala berkembang
dalam hitungan jam sampai hari dan bervariasi dari episode klaudikasio intermiten hingga
rasa nyeri di telapak kaki atau tungkai ketika pasien sedang beristirahat, parestesia,
kelemahan otot dan kelumpuhan pada anggota gerak yang terkena. Temuan fisik yang
dapat ditemukan meliputi tidak adanya pulsasi di daerah distal dari oklusi, kulit teraba
dingin, pucat atau berbintik-bintik, penurunan sensasi dan penurunan kekuatan otot.
Manejemen ALI telah berkembang selama dekade terakhir ini, dengan kemajuan dalam
diagnostik dan pilihan terapi endovaskuler non invasive.

BAB II
PEMBAHASAN TEORITIS
A. DEFENISI
Menurut Inter-Society 2017, Konsensus Pengelolaan Penyakit Arteri Peripheral
(TASCII), Acute Limb Ischemic (ALI) di definisikan sebagai penurunan perfusi tiba-tiba
anggota tubuhyang menyebabkan ancaman potensial terhadap viabilitas ekstremitas
(dimanifestasikan dengannyeri istirahat iskemik, ulkus iskemik, dan atau gangren) pada
pasien yang hadir dalam waktu duaminggu dari peristiwa akut. Pasien dengan manifestasi
yang sama yang hadir lebih dari dua minggudianggap memiliki iskemia tungkai kritis.
Acute Limb Ischemic (ALI) merupakan suatu kondisi dimana terjadi penurunan
aliran darah keekstremitas secara tiba-tiba yang menyebabkan gangguan pada
kemampuan pergerakkan, rasanyeri atau tanda-tanda iskemik berat dalam jangka waktu
dua minggu (Vasculer Desease A Handbook, 2011).
Iskemia tungkai akut adalah kondisi di mana terjadi penurunan mendadak perfusi
tungkai yang biasa melibatkan trombus dan emboli. Trombus dapat berasal dari
perkembangan penyakit arteri, diseksi aorta, thrombus graft, aneurisma,
hiperkoagulabilitas, iatrogenik, dan lainnya.
Acute Limb Ischemia adalah penurunan perfusi ekstremitas secara mendadak
yang dapat menyebabkan potensi ancaman terhadap kelangsungan hidup ekstremitas
tersebut. Presentasi klinis dikatakan akut apabila terjadi 2 minggu setelah onset gejala.
Penyakit ini biasanya disebabkan oleh trombus, embolus, trauma vaskuler, aneurisma.
Iskemia akut dapat mengancam viabilitas tungkai karena pembuluh darah tidak dapat
mengkompensasi hilangnya perfusi, sehingga revaskularisasi yang cepat sangat
diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup anggota gerak.

B. ETILOGI
ALI timbul dari obstruksi mendadak dalam aliran arteri yang menuju ke
ekstremitas yang disebabkan karena emboli atau trombolisis yang berasal dari jantung
atau dari luar jantung.
1. Emboli
Emboli adalah hambatan pada aliran pembuluh darah. Hambatan yang
dimaksud di sini bisa berupa gelembung udara atau darah yang menggumpal. Emboli
yang muncul pada tubuh manusia dapat mengganggu organ tubuh karena kekurangan
oksigen.
Organ-organ vital tubuh manusia, seperti otak, jantung dan paru-paru, tidak
bisa berfungsi dengan baik ketika pasokan oksigen terhambat. Pada otak, emboli
menyebabkan stroke. Sedangkan pada paru-paru, emboli menyebabkan embolisme
paru. Bukan hanya fungsi organ saja yang terganggu, namun terlalu lama kekurangan
oksigen bisa membuat jaringan organ tersebut rusak secara permanen.
Emboli merupakan etiologi yang paling umum dari ALI karena proses emboli,
biasanya trombo emboli dan umumnya bersumber dari jantung (di lebih dari 75%
kasus). Lokasi umum terkena emboli adalah saluran aorta, saluran femoral atau arteri
popliteal.
Emboli akut pada arteri, biasanya terjadi pada arteri yang sehat. Emboli dapat
berasal dari jantung (Atrial Fibrilasi, MI, MS,CHF) atau dilated disease arteries
(aneurisma aorta, flap). Embolitiba-tiba menyumbat percabangan arteri yang sehat,
biasanya emboli menetap pada bifurkasio arteri, misalnya bifurkasio aorta, bifurkasio
iliaka, bifurkasio femoral dan bifurkasio popliteal. Dimana emboli akan
mengakibatkan aliran darah kejaringan yang terkena berhenti. Tanda dan gejala yang
muncul secara tiba-tiba dalam beberapa menit, tidak terdapat klaudikasio, ada riwayat
atrialfibrasi, ekstremitas yang terkena tampak kekuningan (yellowish), pulsasi pada
kontralateral ekstremitas bisa normal bisa tidak, dapat terdiagnosa secara klinis dan
dilakukan pengobatan dengan pemberian warparin atau embolektomi.
2. Trombus
Trombus adalah bekuan darah yang menempel di dinding vaskuler, hal ini
terjadi karena permukaan tempat darah mengalir yaitu endothel maupun jantung
mengalami kerusakan yang dikenal sebagai disfungsi endothel atau endothel injured.
Adanya difungsi endothel ini akan mengundang thrombosit untuk melakukan
adhesi dan selanjutnya dengan bantuan faktor-faktor pembekuan darah akan
terjadi agregasi trombosit dan terbentuklah bekuan darah yang komponen
utamanya adalah trombosit.
Adanya trombus yang masih melekat pada dinding ini mengakibatkan
gangguan aliran karena trombus tersebut berpotensi untuk membesar. Trombus
berpotensi untuk lepas yang selanjutnya akan berjalan didalam aliran darah yang
disebut sebagai embolus
Trombosis akut pada arteri terjadi pada arteri yang sebelumnya terdapat
kelainan (disease). Dimana atherosclerosis menyebabkan penyempitan cabang arteri
secara progresif, yang akan menstimulus pembentukan kolateral, kemudian aliran
darah akan melambat, dan permukaan pembuluh darah yang kasar dapat
menyebabkan thrombosis akut, sehingga aliran darah kejaringan yang terkena
menurun atau berhenti.
Tanda dan gejala yang muncul dapat terjadi dalam beberapa jam sampai
berhari-hari, ada klaudikasio, ada riwayat aterosklerotik kronik, ekstremitas yang
terkena tampak sianotik dan lebam, pulsasi pada kontralateral ekstremitas bisa ada
bisa tidak, dapat terdiagnosa dengan angiography dan dilakukan tindakan bypass
atau pemberian obat-obatan seperti fibrinolitik. Perawat harus paham anatomi
dan fisiologi vaskuler sehingga dapat menjadi waspada menghadapi perubahan yang
tiba-tiba menjadi dingin atau berbintik-bintik, mengetahui letak denyut nadi yang
dangkal, terampil merabanya, dan melaporkan setiap perubahan yang mendadak.
(Pearce, 2013).

C. PATOFISIOLOGI
Pada dasarnya, thrombus yang mengalami penyumbatan pada arteri dalam
kasus ALI ini, merupakan salah satu bentuk pathogenesis yang kemungkinan
ditimbulkan oleh beberapa faktor resiko dan faktor predisposisi yang cukup komleks,
seperti usia, gaya hidup tidak sehat ( merokok, tidak pernah olahraga dan pola makan
tinggi kolestrol ) dapat meningkatkan resiko terjadinya ALI, sedangkan pathogenesis
yang sifatnya predisposisi seperti penyakit rheumatoid hearth disease juga dapat
menimbulkan ALI.
Pada awalnya tungkai tampak pucat, tetapi setelah 6-12 jam akan terjadi
vasodilatasi yang disebabkan oleh hipoksia dari otot polos vascular. Kapiler akan
terisi kembali oleh darah teroksigenasi yang stagnam, yang memunculkan
penampakan mottled (yang masih hilang bila ditekan). Bila tindakan pemulihan aliran
darah arteri tidak dikerjakan, kapiler akan rupture dan akan menampakan kulit yang
kebiruan yang menunjukan iskemia irreversible. Nyeri terasa hebat dan sering kali
resisten terhadap analgetik. Adanya nyeri pada ekstremitas dan nyeri tekan dengan
penampakan sindrom kompartemen menunjukan tanda nekrosis otot dan keadaan
kritikal (yang kadang kala irreversible). Defisit neurologis motor sensorik seperti
paralisis otot dan parastesia mengindikasikan iskemia otot dan saraf yang masih
berpotensi untuk tindakan penyelamatan invasive (urgent). Tanda-tanda diatas sangat
khas untuk kejadian sumbatan arteri akut yang tanpa di sertai kolateral. Bila oklusi
akut terjadi pada keadaan yang sebelumnya telah mengalami sumbatan kronik, maka
tanda yang dihasilkan biasanya lebih ringan oleh karena telah terbentuk kolateral.
Adanya gejala klaudikasio intermitenpada pada ekstremitas yang sama dapat
menunjukan pasien telah mengalami oklusi kronik sebelumnya. Keadaan akut yang
menyertai proses kronik umumnya disebabkan thrombosis.
Perjalanan ALI yang cukup kompleks ini, dapat menimbulkan beberapa
masalah pemenuhan kebutuhan dasar manusia yang menunjukan suatu masalah
keperawatan yang kompleks pula.

D. TANDA DAN GEJALA


Menurut Trans Atlantic Inter-Society (TASC) tahun 2010, ditemukan tanda dan
gejala yang termasuk dalam ALI yang disebut “6P” yaitu :
1. Pain/ Nyeri Serangan hebat waktunya terus menerus didaerah ekstremitas yang
terlokalisasi dan muncul secara tiba-tiba intensitasnya tidak menunjukan tingkat
iskemia yang terjadi.
2. Pulselessness/ Tidak Ada Nadi Akurasi nadi saat di palpasi sangat bervariasi
bisa menunjukkan kelemahan atau tidak teraba sama sekali.
3. Pallor/ Pucat (mottle) Terjadinya perubahan warna kulit pada ekstremitas
yang mengalami gangguan perfusi yang diakibatkan oleh aliran darah yang
dialirkan tidak sampai atau pelan.
4. Paresthesia/ Baal Terjadinya mati rasa pada ekstremitas yang mengalami
gangguan perfusi.
5. Paralysis/ Kelumpuhan Kehilangan sensasi motorik pada ekstremitas, adanya
parasthesia dan paralisis merupakan pertanda yang buruk dan membutuhkan
penanganan segera.
6. Perishingly cold Ektremitas yang mengalami sumbatan terasa dingin
(poikilothermia).

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Doppler Vaskular/ Duplex Sonografi Vaskular
Pemeriksaan diagnostic non invasif dengan menggunakan tranduser untuk melihat
pembuluh darah arteri atau vena secara langsung baik normal atau abnormal (lokasi
obstruksi).
2. MSCT
Prosedur diagnostic ini dalam bidang vascular memberikan gambaran
langsung dinding pembuluh darah sehingga dapat dengan jelas dibedakan antara
pembuluh darah yang mengalami oklusi atau tidak.
3. Arteriografi
Dilakukan pada saat pasien sebelum dan setelah tindakan diagnostic invasif non
bedah (PIAT, Trombosuction/ manual atau mekanikal,PTA, Stent).
4. Pemeriksaan Laboratorium
Uji laboratorium harus diperlukan untuk menilai fungsi ginjal, hematologi awal, profil
koagulasi serta bukti hiperkalemia dan asidosis. Koreksi ketidakseimbangan elektrolit
yang mendasari dan antikoagulan sistemik harus dilanjutkan bersamaan dengan
pemeriksaan lainnya. (Limpijankit, 2008).

F. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Awal
a. Pertahankan posisi kaki atau tangan sedikit lebih rendah dari jantung
b. Hindari penekanan
c. Hindari temperatur yang ekstrim (dingin memicuvasospasme, panas
meningkatkan metabolisme)
d. Segera beri antikoagulan dengan heparin/ LMWH untuk mencegah bekuan
lebih lanjut
e. Analgetik yang tepat
f. Beri oksigen (Oxygen inhalation)
g. Pengobatan untuk masalah jantung (mis : CHF, AF) supaya ALI tidak
berulang.
2. Penelatalaksanaan Lanjutan
Penatalaksanaan (manajemen) pada keadaan iskemik tungkai akut adalah
tindakan revaskularisasi. Pilihan dan timing revaskularisasi sangat tergantung
pada penilian klinis tingkat iskemia tungkai. (tergantung Stadium ALI pada saat
datang dipelayanan kesehatan).
a. CLASS I: PIAT (Percutaneous Intra ArterialThrombolysis) Dosis PIAT –
Fibrinolitik Dissolusi thrombus dihasilkan melalui stimulasi proses konversi
dari fibrin-bound plasminogen ke enzimaktif plasmin. Plasmin adalah protease
yang dapat mendegradasi fibrin sehingga thrombus kembali melarut
(dissolusi). Tindakan trombolisis pada iskemia akut tungkai sangat berbeda
dengan trombolisis pada infark miokard akut oleh karena terbukti bahwa zat
trombolitik tidak dapat diberikan secara sistemik pada trombo emboli tungkai
dan harus diberikan intralesi.
b. CLASS IIa : PIAT or Trombo Suction (Manual atau mekanikal
percutaneous embolectomi atau embol ectomi secara bedah) Dilakukan pada
pasien dengan kontraindikasi trombolitik,dan bisa digunakan sebagai
prosedur tambahan untuk trombolisis yang incomplit atau embolisasi distal.
Dilakukan di ruang cathetherisasi dengan langsung memberikan
thrombolitik pada area thrombus.
c. CLASS IIb : Percutaneous embolectomi atau embolectomi secara bedah
Tindakan operasi revaskularisasi tungkai bawah umumnya adalah tindakan
embolektomi.
a) Teknik Embolektomi Kedua tungkai sampai umbilicus
dipersiapkan untuk akses operasi. Dilakukan insisi oblique lipat paha
untuk ekspos bifurcation femoralis, dan kemudian keseluruhan
cabang dilingkari dengan silastic band. Hindari penggunaan klem oleh
karena dapat memecah thrombus sehingga menyulitkan pengambilan
thrombus secara utuh. Insisi arteriotomi transversal dilakukan
padaarteri femoralis komunis proksimal dari bifurcation sambil
menghindari adanya plaque di tempat tersebut. Setiap tombus di
tempat arteriotomi dapat dilepaskan dengan menggunakan suction
atau forceps sambil sebentar-sebentar melepas jipratan silastic.
Jika tidak ada aliran pulsasi dari proksimal, maka kateter
fogarty dengan balon 4 Fr atau 5 Fr dimasukkan ke proksimal
sampai ke aorta kemudian balon di kembangkan dan ditarik
perlahan. Jangan lupa menekan arteri femoralis kontralateral untuk
mencegah embolisasike tungkai kontralateral. Bila aliran tetap tidak
ada maka diperlukan tindakan bypass femoro-femoral atau aksilo-
femoral. Jika ada embolus pelana (saddle-embolus) biasanya dapat
diambil melalui embolektomi bilateral. Selanjutnya dengan
menggunakan kateter fogarty 3Fr atau 4 Fr dilakukan embolektomi ke
distal sejauh mungkin melalui femoralis superfisialis dan profunda.
Tidak diperbolehkan memaksa bila ditemukan tahanan dalam
memasukkan kateter; karena dapat menyebabkan diseksi atau
perforasi. Balon kateter dikembangkan bertahap sambil menarik
kateter sehingga tekanan berlebihan ke lapisan intima dapat dihindari.
Prosedur diatas diulangi sampai beberapa kali bila perlu.

G. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS


A) PENGKAJIAN
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
suatu proses pengumpulan data yang sistematis dari berbagai sumberuntuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien. Tahap pengkajian
merupakan dasar utama dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan
kebutuhan individu (pasien) (Nursalam,2008).
1. Pengkajian Primer
a. Airway
Biasanya pada pasien yang mengalami ALI tidak adanya sumbatan jalan
nafas, atau jalan nafas bebas.
b. Breathing
Frekuensi nafas, apakah ada penggunaan otot bantu penafasan, retraksi
dindig dada dan adanya sesak nafas. Palpasi pengembangan paru, auskultasi
suara nafas, kaji adanya suara nafas tambahan seperti ronchi, wheezing, dan
kaji adanya trauma dada.
c. Circulation
- Tekanan darah meningkat
- Nadi normal
- Tidak ada peningkatan JVP
- Capillary < 2 detik
- Akral dingin
Dilakukan juga pengkajian tentang volume darah dan cardiac output serta
adanya pendarahan. Pengkajian juga meliputi status hemodinamik, warna
kulit.
d. Dissability cek kesadaran.
e. Exposure Terjadi peningkatan suhu

2. Pengkajian sekunder
a. Wawancara
1) Identitas, meliputi :
Nama, umur, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, pekerjaan,
suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit
(MRS), nomor register, dan diagnosa medik.
2) Keluhan utama :
Bianya pasien ALI mengalami kebirua atau kehitaman pada bagian
ekstremitas.
3) Riwayat kesehatan sekarang :
Biasnya pasien ALI mengalami masalah di bagian ekstremitasnya.
Biasanya pasien ALI mengalami kehitaman atau bercak biru di bagian
ekstremitas yang disebabkan oleh emboli dan thrombosis.
4) Riwayat kesehatan dahulu :
Pengkajian riwayat penyakit dahulu yang mendukung dengan
mengkaji apakah sebelumnya pasien pernah menderita nyeri kaki,
darah tinggi, DM, dan hiperlipidemia. Tanyakan mengenai obat-obatan
yang biasa diminum oleh pasien pada masa lalu yang masih relevan.
5) Riwayat kesehatan keluarga :
Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh
keluarga serta bila ada anggota keluarga yang meninggal maka
penyebab kematian juga ditanyakan.

b. Pemeriksaan fisik
1. Pemeriksaan Ekstremitas bawah
- Nadi dorsalis
- Nadi tibialis posterior
- CRT
- Suhu
2. Sistem respirasi
- Suara nafas ( normal : vascular )
- Pergerakan dada
3. Sistem kardiovaskuler
- Tekanan darah
- Nadi
- Pernafasan
- Suhu
- SPO2
- CRT ekstremitsas <3 detik.
4. Sistem eliminasi
- Pantau BAB dan BAK
5. Status Neorologis
- Tingkat Kesadaran
6. Status nutrisi
7. Pola interaksi sosial

c. Pemeriksaan penunjang
1. Angiografi
2. Doppler vaskuler
3. MSCT
4. Echokardiografi
5. Eelktrokardiogram

B) DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan adalah keputusan pasien mengenai respon individu
(pasien dan masyarakat) tentang masalah kesehatan aktual atau potensial sebagai
dasar seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan
sesuai dengan kewenangan perawat (Nursalam,2008).
1. Perfusi Perifer Tidak Efektif berhubungan dengan hipertensi, diabetes melitus
ditandai dengan edema, nyeri ekstremitas, penurunan nadi perifer, CRT < 3
detik, warna kulit pucat, perubahan ekstremitas kulit (kode D.0009).
2. Resiko Pendarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan (kode
D.0012).
3. Gangguan Mobilitas Fisik Berhubungan dengan enurunan kekuatan otot
dibuktikan dengan mengeluh sulit menggerakan ekstremitas, kekuatan otot
menurun, rentang gerak (ROM) menurun, nyeri saat bergerak, enggan
melakukan pergerakan, merasa cemas saat bergerak, sendi kaku, gerakan tidak
terkoordinasi, gerakan terbatas, fisik lemah (kode D.0054).

C) INTERVENSI KEPERAWATAN
Rencana asuhan keperawatan adalah suatu dokumentasi tulisan tangan
dalam menyelesaikan masalah, tujuan, dan intervensi keperawatan. Rencana
asuhan keperawatan yang akan disusun harus mempunyai beberapa komponen,
yaitu: prioritas masalah, kriteria hasil, rencana intervensi, dan pendokumentasian
(Nursalam, 2008).
Intervensi keperawatan adalah segala bentuk treatment yang dikerjakan
oleh perawat didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai
tujuan luaran yang diharapkan (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018). Diagnosa
berdasarkan SIKI adalah :

No Diagnosa Kode SLKI Kode SIKI


Keperawatan
1 Perfusi Perifer Tidak L.0201 Tujuan : setelah I.02079 Perawatan Sirkulasi
Efektif berhubungan 1 dilakukan Observasi
dengan hipertensi, tindakan 1. Periksa sirkulasi
diabetes melitus keperawatan perifer(mis. Nadi perifer,
ditandai dengan diharapkan edema, pengisian kalpiler,
edema, nyeri perfusi perifer warna, suhu, angkle
ekstremitas, penurunan meningkat : brachial index)
nadi perifer, CRT < 3 2. Identifikasi faktor resiko
detik, warna kulit 1. Denyut nadi gangguan sirkulasi (mis.
pucat, perubahan perifer meningkat Diabetes, perokok, orang
ekstremitas kulit (kode (5) tua, hipertensi dan kadar
D.0009). 2. Penyembuhan kolesterol tinggi)
luka meningkat 3. Monitor panas,
(5) kemerahan, nyeri, atau
3. Sensasi bengkak pada ekstremitas
meningkat (5) Terapeutik
4. Warna kulit
pucat menurun 1. Hindari pemasangan infus
(5) atau pengambilan darah di
5. Edema perifer area keterbatasan perfusi
menurun (5) 2. Hindari pengukuran
6. Nyeri tekanan darah pada
ekstremitas ekstremitas pada
menurun (5) keterbatasan perfusi
7. Parastesia 3. Hindari penekanan dan
menurun (5) pemasangan torniquet
8. Kelemahan pada area yang cidera
otor menurun (5) 4. Lakukan pencegahan
9. Kram otot infeksi
menurun (5) 5. Lakukan perawatan kaki
10. Bruit dan kuku
femoralis 6. Lakukan hidrasi
menurun (5) Edukasi
11. Nekrosis 1. Anjurkan berhenti
menurun (5) merokok
12. Pengisian 2. Anjurkan berolahraga
kapiler membaik rutin
(5) 3. Anjurkan mengecek air
13. Akral mandi untuk menghindari
membaik (5) kulit terbakar
14. Turgor kulit 4. Anjurkan menggunakan
membaik (5) obat penurun tekanan
15. Tekanan darah, antikoagulan, dan
darah sistolik penurun kolesterol, jika
membaik (5) perl
16. Tekanan 5. Anjurkan minum obat
darah diastolic pengontrol tekakan darah
membaik (5) secara teratur
17. Tekanan 6. Anjurkan menghindari
arteri rata-rata penggunaan obat penyekat
membaik (5) beta
18. Indeks ankle 7. Ajurkan melahkukan
brachial memnaik perawatan kulit yang
(5) tepat(mis. Melembabkan
kulit kering pada kaki)
8. Anjurkan program
rehabilitasi vaskuler
9. Anjurkan program diet
untuk memperbaiki
sirkulasi( mis. Rendah
lemak jenuh, minyak ikan,
omega3)
10. Informasikan tanda dan
gejala darurat yang harus
dilaporkan( mis. Rasa
sakit yang tidak hilang
saat istirahat, luka tidak
sembuh, hilangnya rasa)
2 Resiko Pendarahan L.0201 Tujuan : I.02067 Pencegahan pendarahan
berhubungan dengan 7 setelah dilakukan Observasi
tindakan pembedahan tindakan 1. Monitor tanda dan gejala
(kode D.0012). keperawatan perdarahan
3x24 jam 2. Monitor nilai
diharapkan hematokrit/homoglobin
Tingkat sebelum dan setelah
pendarahan kehilangan darah
menurun : 3. Monitor tanda-tanda vital
ortostatik
Dengan kriteria 4. Monitor koagulasi (mis.
hasil : Prothombin time (TM),
1. Kelembapan partial thromboplastin
membrane time (PTT), fibrinogen,
mukosa degradsi fibrin dan atau
meningkat (5) platelet)
2. Kelembapan
kulit meningkat Terapeutik
(5) 1. Pertahankan bed rest
3. Kogntif selama perdarahan
meningkat (5) 2. Batasi tindakan invasif,
4. Hemoptisis jika perlu
menurun (5) 3. Gunakan kasur pencegah
5. Hematemesis dikubitus
menrun (5) 4. Hindari pengukuran suhu
6. Hematuria rektal
menurun (5) Edukasi
7. Pemarahan 1. Jelaskan tanda dan gejala
anus menurun (5) perdarahan
8. Distensi 2. Anjurkan mengunakan
abdomen kaus kaki saat ambulasi
menurun (5) 3. Anjurkan meningkatkan
9. Pendarahan asupan cairan untuk
vagina menurun menghindari konstipasi
(5) 4. Anjurkan menghindari
10. Pendarahan aspirin atau antikoagulan
pasca operasi 5. Anjurkan meningkatkan
menurun (5) asupan makan dan vitamin
11. Hemoglobin K
membaik (5) 6. Anjrkan segera melapor
12. Hematokrit jika terjadi perdarahan
membaik (5) Kolaborasi
13. Tekanan 1. Kolaborasi pemberian
darah membaik obat dan mengontrol
(5) perdarhan, jika perlu
14. Denyut nadi 2. Kolaborasi pemberian
apical membaik prodok darah, jika perlu
(5) 3. Kolaborasi pemberian
15. Suhu tubu pelunak tinja, jika perlu
membaik (5)
3 Gangguan Mobilitas L.0504 Tujuan : I. 06171 Dukungan Ambulasi
Fisik Berhubungan 2 Setelah dilakukan Observasi
dengan enurunan tindakan 3x24 1. Identifikasi adanya nyeri
kekuatan otot jam keperawatan atau keluhan fisik lainnya
dibuktikan dengan diharapkan 2. Identifikasi toleransi fisik
mengeluh sulit Mobilitas fisik melakukan ambulasi
menggerakan meningkat. 3. Monitor frekuensi jantung
ekstremitas, kekuatan dan tekanan darah
otot menurun, rentang Dengan Kriteria sebelum memulai
gerak (ROM) hasil : ambulasi
menurun, nyeri saat 1. Pergerakan 4. Monitor kondisi umum
bergerak, enggan ekstremitas selama melakukan
melakukan pergerakan, meningkat (5) ambulasi
merasa cemas saat 2. Kekuatan otot Terapeutik
bergerak, sendi kaku, meningkat (5) 1. Fasilitasi aktivitas
gerakan tidak 3. Rentang gerak ambulasi dengan alat
terkoordinasi, gerakan (ROM) bantu (mis. tongkat, kruk)
terbatas, fisik lemah meningkat (5) 2. Fasilitasi melakukan
(kode D.0054). 4. Nyeri menurun mobilisasi fisik, jika perlu
(5) 3. Libatkan keluarga untuk
5. Kecemasan membantu pasien dalam
menurun (5) meningkatkan ambulasi
6. Kaku sendi Edukasi
menurun (5) 1. Jelaskan tujuan dan
7. Gerakan tidak prosedur ambulasi
tekoordinasi 2. Anjurkan melakukan
menurun (5) ambulasi dini
8. Gerakan 3. Ajarkan ambulasi
terbatas menurun sederhana yang harus
(5) dilakukan (mis. berjalan
9. Kelemahan dari tempat tidur ke kursi
fisik menurun (5) roda, berjalan dari tempat
tidur ke kamar mandi,
berjalan sesuai toleransi)

D) IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Pelaksanaan keperawatan adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk
mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana
intervensi disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk membantu pasien
mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana intervensi yang
spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktorfaktor yang mempengaruhi
masalah kesehatan klien. Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu pasien dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan,
pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping. Selama
tahap pelaksanaan, perawat terus melakukan pengumpulan data dan memilih
asuhan keperawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan pasien
(Nursalam, 2008).

E) EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi keperawatan adalah tindakan intelektual untuk melengkap proses
keperawatan yang menandakan keberhasilan dari diagnose keperawatan, rencana
asuhan keperawatan, dan pelaksanaan keperawatan. Evaluasi keperawatan sebagai
sesuatu yang direncanakan dan perbandingan yang sistematik pada status
kesehatan pasien. Dengan mengukur perkembangan pasien dalam mencapai suatu
tujuan maka perawat dapat menentukan efektivitas asuhan keperawatan.
Meskipun tahap evaluasi keperawatan diletakkan pada akhir proses keperawatan
tetapi tahap ini merupakan bagian integral pada setiap tahap proses keperawatan.
Diagnosa keperawatan perlu dievaluasi dalam hal keakuratan dan
kelengkapannya. Evaluasi diperlukan pada tahap rencana asuhan keperawatan
untuk menentukan apakah tujuan rencana asuhan keperawatan tersebut dapat
dicapai secara efektif. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan pasien
dalam mencapai tujuan. Hal ini dapat dilakukan dengan melihat respon pasien
terhadap asuhan keperawatan yang diberikan sehingga perawat dapat mengambil
keputusan. Tahap evaluasi pada proses keperawatan meliputi kegiatan mengukur
pencapaian tujuan pasien dan menentukan keputusan dengan cara
membandingkan data yang terkumpul dengan tujuan dan pencapaian tujuan
(Nursalam, 2008).
DAFTAR PUSTAKA

PPNI (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Defenisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2016), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Defenisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1, Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Defenisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1, Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai