Disusun Oleh :
LUTFI KHAKIM
G3A018080
PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infark miokard akut (IMA) adalah suatu keadaan kematian jaringan otot jantung
akibat ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen yang terjadi secara
mendadak. Penyebab paling sering adalah adanya sumbatan jantung. Sehingga terjadi
gangguan aliran darah yang diawali dengan hipoksia miokard (Kasron, 2012). Sedangkan
menurut Muttaqin (2012) Infark miokard akut (IMA) didefinisikan sebagai nekrosis
miokardium yang disebabkan oleh tidak adekuatnya pasokan darah akibat sumbatan akut
pada arteri koroner. Sumbatan ini sebagian besar disebabkan oleh ruptur plak ateroma
pada arteri koroner yang kemudian diikuti oleh terjadinya trombosis, vasokontriksi,
reaksi inflamasi.
Menurut laporan World Health Organization (WHO), pada tahun 2004, penyakit
IMA merupakan penyebab kematian utama di dunia (WHO, 2011). Indonesia merupakan
negara berkembang dimana prevelansi penyakit jantung dari tahun ke tahun semakin
meningkat terutama IMA. Di Indonesia pada tahun 2002, penyakit IMA merupakan
penyebab kematian pertama, dengan angka mortalitas 220.000 (14%). Direktorat Jendral
Pelayanan Medik Indonesia meneliti, bahwa pada tahun 2007 (Data Riskesdas 2007),
jumlah pasien penyakit jantung yang menjalani rawat inap dan rawat jalan di rumah sakit
di Indonesia adalah 239.548 jiwa. Kasus terbanyak adalah panyakit jantung iskemia,
yaitu sekitar 110,183 kasus. Case Fatality Rate (CFR) tertinggi terjadi pada IMA
(13,49%) dan kemudian diikuti oleh gagal jantung (13,42%) dan penyakit jantung
lainnya (13,37%) (Depkes, 2009).
Penyakit IMA merupakan kematian sel-sel otot jantung karena iskemia yang
berlangsung lama akibat adanya oklusi di arteri koroner (Thygesen, 2012; Verdy, 2012).
Adanya kematian sel-sel miokard pada proses penyakit IMA akibat kurangnya suplai
oksigen ke miokard, maka kompensasi dari miokard adalah dengan melakukan
metabolisme anaerob agar jantung tetap dapat memberikan suplai oksigen ke seluruh
tubuh. Hasil dari metabolisme anaerob inilah yang menyebabkan nyeri dada yaitu asam
laktat.
Salah satu tindakan untuk mencegah perluasan IMA adalah terapi oksigen. Terapi
oksigen bertujuan untuk mempertahankan oksigenasi jaringan tetap adekuat dan dapat
menurunkan kerja miokard akibat kekurangan suplai oksigen (Harahap, 2004). Saturasi
oksigen digunakan untuk melihat efek pemberian terapi oksigen. Saturasi oksigen adalah
kemampuan hemoglobin mengikat oksigen.Yang ditujukan sebagai derajat kejenuhan
atau saturasi (SpO2) (Rupii, 2005). Faktor-faktor yang mempengaruhi saturasi oksigen
adalah: jumlah oksigen yang masuk ke paru-paru (ventilasi), kecepatan difusi, dan
kapasitas hemoglobin dalam membawa oksigen (Potter & Perry, 2006). Untuk
meningkatkan jumlah oksigen yang masuk ke paru-paru dapat dilakukan dengan
tindakan terapi oksigen.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melaporkan hasil aplikasi jurnal tindakan pemberian terapi
oksigenasi terhadap perubahan saturasi oksigen melalui pemeriksaan oksimetri pada
pasien infark Miokard Akut (IMA) di ruang IGD RSUD Kraton Pekalongan.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu mengaplikasikan tindakan pemberian terapi oksigenasi
terhadap perubahan saturasi oksigen melalui pemeriksaan oksimetri pada pasien
infark Miokard Akut (IMA) di ruang IGD RSUD Kraton Pekalongan.
b. Mahasiswa mampu menganalisa hasil pemberian terapi oksigenasi terhadap
perubahan saturasi oksigen melalui pemeriksaan oksimetri pada pasien infark
Miokard Akut (IMA) di ruang IGD RSUD Kraton Pekalongan.
c. Mahasiswa mampu mengevaluasi hasil pemberian terapi oksigenasi terhadap
perubahan saturasi oksigen melalui pemeriksaan oksimetri pada pasien infark
Miokard Akut (IMA) di ruang IGD RSUD Kraton Pekalongan.
BAB II
LANDASAN TEORI
C. Patofisiologi
IMA dapat dianggap sebagai titik akhir dari PJK. Tidak seperti iskemia sementara
yang terjadi dengan angina, iskemia jangka panjang yang tidak berkurang akan
menyebabkan kerusakan ireversibel terhadap miokardium. Sel-sel jantung dapat bertahan
dari iskemia selama 15 menit sebelum akhirnya mati. Manifestasi iskemia dapat dilihat
dalam 8 hingga 10 detik setelah aliran darah turun karena miokardium aktif secara
metabolic. Ketika jantung tidak mendapatkan darah dan oksigen, sel jantung akan
menggunakan metabolisme anaerobic, menciptakan lebih sedikit adenosine trifosfat
(ATP) dan lebih banyak asam laktat sebagai hasil sampingannya. Sel miokardium sangat
sensitif terhadap perubahan pH dan fungsinya akan menurun. Asidosis akan
menyebabkan miokarium menjadi lebih rentan terhadap efek dari enzim lisosom dalam
sel. Asidosis menyebabkan gangguan sistem konduksi dan terjadi disritmia.
Kontraktilitas juga akan berkurang, sehingga menurunkan kemampuan jantung sebagai
suatu pompa. Saat sel miokardium mengalami nekrosis, enzim intraselular akan
dilepaskan ke dalam aliran darah, yang kemudian dapat dideteksi dengan pengujian
laboratorium. (M.Black, Joyce, 2014 :345)
Dalam beberapa jam IMA, area nekrotik akan meregang dalam suatu proses yang
disebut ekspansi infark. Ekspansi ini didorong juga oleh aktivasi neurohormonal yang
terjadi pada IMA. Peningkatan denyut jantung, dilatasi ventrikel, dan aktivasi dari
system renin-angiotensin akan meningkatkan preload selama IMA untuk menjaga curah
jantung. Infark transmural akan sembuh dengan menyisakan pembentukan jaringan parut
di ventrikel kiri, yamg disebut remodeling. Ekspansi dapat terus berlanjut hingga enam
minggu setelah IMA dan disertai oleh penipisan progresif serta perluasan dari area infark
dan non infark. Ekspresi gen dari sel-sel jantung yang mengalami perombakan akan
berubah, yang menyebabkan perubahan structural permanen ke jantung. Jaringan yang
mengalami remodelisasi tidak berfungsi dengan normal dan dapat berakibat pada gagal
jantung akut atau kronis dengan disfungsi ventrikel kiri, serta peningkatan volume serta
tekanan ventrikel. Remodeling dapat berlangsung bertahun-tahun setelah IMA.
(M.Black, Joyce,2014 : 345)
Lokasi IMA paling sering adalah dinding anterior ventrikel kiri di dekat apeks, yang
terjadi akibat trombosis dari cabang desenden arteri coroner kiri. Lokasi umum lainnya
adalah (1) dinding posterior dari ventrikel kiri di dekat dasar dan di belakang daun katup/
kuspis posterior dari katup mitral dan (2) permukaan inferior (diafragmantik) jantung.
Infark pada ventrikel kiri posterior terjadi akibat oklusi arteri coroner kanan atau cabang
sirkumfleksi arteri coroner kiri. Infark inferior terjadi saat arteri coroner kanan
mengalami oklusi. Pada sekitar 25 % dari IMA dinding inferior, ventrikel kanan
merupakan lokasi infark. Infark atrium terjadi pada kurang dari 5 %. Peta konsep
menjelaskan efek selular yang terjadi selama infark miokard. (M.Black, Joyce, 2014 :
345)
j) Sistem Integumen
Pada pasien infark miokard akut turgor kulit menurun, kulit pucat,
sianosis. (Bararah dan Jauhar, 2013 : 123)
k) Sistem Reproduksi
Tidak ditemukan gangguan pada sistem pendengaran (Bararah dan
Jauhar, 2013 : 124).
4. Pada pemeriksaan EKG
a) Fase hiperakut (beberapa jam permulaan serangan)
1) Elevasi yang curam dari segmen ST
2) Gelombang T yang tinggi dan lebar
3) VAT memanjang
4) Gelombang Q tampak
b) Fase perkembangan penuh (1-2 hari kemudian)
1) Gelombang Q patologis
2) Elevasi segmen ST yang cembung ke atas
3) Gelombang T yang terbalik (arrowhead)
c) Fase resolusi (beberapa minggu / bulan kemudian)
1) Gelombang Q patologis tetap ada
2) Segmen ST mungkin sudah kembali iseolektris
3) Gelombang T mungkin sudah menjadi normal
4) Pada pemeriksaan darah (enzim jantung CK & LDH)
d) CKMB berupa serum creatinine kinase (CK) dan fraksi MB merupakan
indikator penting dari nekrosis miokard creatinine kinase (CK)
meninngkat pada 6-8 jam setelah awitan infark dan memuncak antara 24
& 28 jam pertama. Pada 2-4 hari setelah awitan AMI normal.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia miokard akibat oklusi arteri koroner
dengan hilang atau terbatasnya aliran darah ke arah miokardium dan nekrosis
dari miokardium.
b. Penurunan curah jantung b.d perubahan initropik negative pada jantung karena
iskemia, cedera, atau infark pada miokardium, dibuktikan oleh perubahan
tingkat kesadaran, kelemahan, puisng, hilangnya nadi perifer, suara jantung
abnormal, gangguan hemodinamik, dan henti jantung paru.
c. Gangguan pertukaran gas yang b.d penurunan curah jantung yang ditunjukkan
oleh sianosis, pengisian kapiler yang terganggu, penurunan tekanan oksigen
arteri (PaO2), dan dyspnea.
3. Intervensi Keperawatan
a. Nyeri akut
Tujuan :
1) Memperlihatkan pengendalian nyeri
2) Menunjukkan tingkat nyeri
NOC :
1) Tingkat Kenyamanan : Tingkat persepsi positif terhadap kemudahan fisik
dan psikologis
2) Pengendalian nyeri :Tindakan individu untuk mengendalikan nyeri
3) Tingkat nyeri : Keparahan nyeri yang dapat diamati atau dilaporkan Kriteria
hasil (Menunjukkan nyeri, Menunjukkan tingkat nyeri)
NIC :
Aktivitas Keperawatan Pengkajian
1) Gunakan laporan dari pasien sendiri sebagai pilihan pertama untuk
mengumpulkan informasi pengkajian.
2) Minta pasien untuk menilai nyeri atau ketidaknyamanan pada skala 0
sampai 10 (0= tidak ada nyeri atau ketidaknyamanan, 10 = nyeri hebat)
3) Gunakan bagan alir nyeri untuk memantau peredaan nyeri oleh analgesic
dan kemungkinan efek sampingnya.
4) Kaji dampak agama, budaya, kepercayaan, dan lingkungan terhadap nyeri
dan respons pasien.
5) Dalam mengkaji nyeri pasien, gunakan kata-kata yang sesuai usia dan
tingkatan perkembangan pasien.
6) Manajemen Nyeri (NIC) :
Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif meliputi lokasi, karakteristik,
awitan dan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau keparahan nyeri, dan
faktor presipitasinya. Observasi isyarat non verbal ketidaknyamanan,
khususnya pada mereka yang tidak mampu berkomunikasi efektif.
b. Penurunan curah jantung b.d perubahan initropik negative pada jantung karena
iskemia, cedera, atau infark pada miokardium, dibuktikan oleh perubahan
tingkat kesadaran, kelemahan, puisng, hilangnya nadi perifer, suara jantung
abnormal, gangguan hemodinamik, dan henti jantung paru.
Tujuan :
1) Menunjukkan curah jantung yang memuaskan, dibuktikan oleh efektivitas
pompa jantung
2) Menunjukkan status sirkulasi, dibuktikan oleh indicator sebagai berikut :
gangguan ekstrem berat, sedang, ringan atau tidak mengalami gangguan
NOC
1) Tingkat keparahan kehilangan darah
2) Efektivitas pompa jantung
3) Status sirkulasi
4) Perfusi jaringan : organ abdomen
5) Status tanda vital
Kriteria hasil
1) Menunjukkan curah jantung yang memuaskan, dibuktikan dengan
keefektifan pompa jantung, status sirkulasi, perfusi jaringan (organ
abdomen), dan perfusi jaringan (perifer)
2) Menunjukkan status sirkulasi, dibuktikan denan indicator kegawatan.
NIC
1) Reduksi perdrahan : membatasi kehilangan volume darah selama episode
perdarahan
2) Perawatan jantung : membatasi komplikasi akibat ketidak seeimbangan
antara suplai dan kbutuhan oksigen miokard pada pasien yang mengalami
gejala kerusakan fungsi jantung.
3) Perawatan jantung, akut : membatasi komplikasi untuk pasien yang sedang
mengalami episode ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
miokard yang mengakibaatkan kerusakan fungsi jantung .
4) Promosi perfusi serebral : menngkatkan perfusi yang adekuat dan
membatasi komplikassi untuk pasien yang mengalami atau beresiko
mengalami ketidak adekuatan perfusi serebral.
5) Perawatan sirkulasi : insufisiensi arteri : meningkatkan sirkulasi arteri.
6) Perawatan sirkulasi : alat bantu mekanis : memberi dukungan temporer
sirkulasi melalui penggunaan alat atau pompa mekanis.
7) Perawatan sirkulasi : insuvisensi vena : meningkatkan sirkulasi vena
8) Perawatan embolus : paru : membatasi komplikasi untuk pasien yang
mengalami, atau beresiko mengalami sumbatan sirkulasi paru.
9) Regulasi hemodinamik : mengoptimalkan frekuensi jantung, preload
afterload, dan kontraktilitas.
BAB III
TELAAH JURNAL
A. Judul
Terapi Oksigen Terhadap Perubahan Saturasi Oksigen Melalui Pemeriksaan Oksimetri
Pada Pasien Infark Miokard Akut (IMA)
B. Peneliti
1. Budi Widiyanto
2. L. S. Yamin
C. Tempat Penelitian
Instalasi Rawat Darurat RSUD Dr. Moewardi di Surakarta
D. Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan menggunakan rancangan penelitian pra-
eksperiment dengan one group pra test post test design.
Pemeriksaan Oksimetri
a. Mencuci tangan.
b. Memilih sensor yang sesuai.
c. Memilih tempat yang sesuai untuk sensor. Jika perfusi baik kapiler baik
gunakan jari tangan atau ibu jari kaki. Jika klien mempunyai perfusi yang buruk
gunakan telinga atau hidung sebagai tempat sensor.
d. Membersihkan area sensor yang dipilih dengan kapas alkohol dan keringkan
dengan tissue (bila klien menggunakan pewarna kuku, bersihkan terlebih
dahulu).
e. Memasang sensor, pastikan sensor terpasang dengan sempurna.
f. Menghubungkan kabel sensor ke oksimeter, nyalakan oksimeter.
g. Membaca hasil pemeriksaan, dan laporkan ke dokter jika hasil pemeriksaan
abnormal.
h. Merapikan klien dan peralatan.
i. Mencuci tangan.
BAB IV
RESUME ASKEP
A. Pengkajian Primer
A : Jalan nafas paten, tidak ada sumbatan pada jalan nafas
B : Pasien tampak sesak nafas, RR 29 x/mnt, SPO2 : 94%, tampak penggunaa
otot bantu nafas
C : TD : 150/90 mmHg, N : 97 x/mnt, Suhu : 36,7 oC, CRT < 2 detik, pasien tampak
pucat.
D : Tingkat kesadaran composmentis (GCS : E4 V5 M6)
B. Pengkajian Sekunder
A : Tidak memiliki alergi obat atau makanan
M : Obat hipertensi
P : Penyakit hipertensi
L : Terakhir makan jam 13.30 WIB
E : Tidak ada
Pengkajian Nyeri
P : Nyeri dirasakan didaerah dada
Q : Nyeri seperti tertindih benda berat
R : Dada sebelah kiri
S : Skala nyeri 7
T : Terus-menerus
C. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi
2. Penurunan curah jantung
3. Nyeri akut berhubungan dngan agen cidera biologis
D. Pathways Keperawatan Kasus
Ny. S datang ke IGD dengan diagnosa medis AMI, pasien mengatakan sesak nafas
dan nyeri dibagian dada sebelah kiri
Nyeri Akut
E. Intervensi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan selama 1x7 jam pola nafas kembali efektif
Kriteria hasil : Pola nafas efektif, bunyi nafas normal, TTV rentang normal, tak
tampak penggunaan otot bantu nafas.
Intervensi :
1. Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada
Rasional : kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernafasan berfariasi tergantung
derajat gagal nafas.
2. Auskultasi bunyi nafas
Rasional : ronchi dan mengi menyertai obstruksi jalan nafas
3. Tinggikan kepala dan bentu mengubah posisi
Rasional : memudahkan dalam ekspansi paru dan pernafasan
4. Kolaborasi pemberian oksigen dan humidifikasi tambahan seperti nebulizer
Rasional : memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas
BAB V
APLIKASI EVIDENCE BASED NURSING PRACTIC
A. Identitas Klien
Nama : Ny. S
Umur : 55 tahun
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SD
BAB VI
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Saturasi Saturasi
Pre Test Intervensi Post Test
Oksigen Oksigen
Berdasarkan hasil dari aplikasi penerapan pemberian terapi oksigen terhadap perubahan
saturasi oksigen menggunakan pemeriksaan oksimetri pada Ny. S dan Tn. Y dengan AMI
di Ruang IGD RSUD Kraton Pekalongan, didapatkan hasil bahwa penggunaan terapi
oksigen efektif diberikan kepada pasien AMI dalam meningkatkan saturasi oksigen.
B. Pembahasan
Pada pasien IMA sesak nafas muncul dikarenakan adanya sumbatan arteri pembuluh
jantung sehingga menyumbat aliran darah ke jaringan otot jantung. Bahkan
mempersempit dan menyumbat suplai aliran darah ke arteri bagian distal. Kondisi ini
menimbulkan keluhan nyeri yang hebat akibat berkurangnya suplai oksigen ke jaringan.
Kompensasi tubuh untuk memenuhi suplai oksigen adalah dengan upaya peningkatan
ventilasi (hiperventilasi), sehingga pasien terlihat sesak nafas (Kasron, 2012).
Perubahan tekanan darah dan haterate dikarenakan aritmia yang lazim ditemukan
pada fase akut IMA. Hal ini dapat pula dipandang sebagai bagian perjalanan penyakit
IMA. Aritmia perlu diobati bila menyebabkan gangguan hemodinamik, faktor
predisposisi untuk terjadinya aritmia yamg lebih gawat seperti takikardia ventrikel,
fibrilasi ventrikel atau asistol maka dilakukan terapi oksigenasi untuk meningkatkan
kebutuhan oksigen miokard (Kasron, 2012).
Berdasarkan hasil analisa pada Ny. S dan Tn. Y dengan AMI menunjukkan bahwa
setelah diberi terapi oksigen, saturasi oksigen Ny. S dan Tn. Y menunjukkan
peningkatan. Dari yang sebelum diberi terapi oksigen menunjukkan saturasi oksigen
rendah, namun setelah diberikan terapi oksigen hasil saturasi oksigen mengalami
peningkatan.
C. Kelebihan dan Kekurangan Selama Aplikasi Evidence Based Nursing Practice
1. Kelebihan
Kelebihan dari pemberian terapi oksigen terhadap perubahan saturasi oksigen
melalui pemeriksaan oksimetri tidak memerlukan peralatan yang banyak dan mudah
dalam mengaplikasikan secara mandiri, tanpa harus memerlukan bantuan dari orang
lain.
2. Hambatan
Selama mengaplikasikan EBN, mahasiswa tidak menemukan hambatan selama
melaksanakan aplikasi EBN.
BAB VII
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil aplikasi EBN mengenai pemberian terapi oksigen terhadap
perubahan saturasi oksigen menggunakan pemeriksaan oksimetri pada Ny. S dan Tn. Y di
Ruang IGD RSUD Kraton Pekalongan dapat disimpulkan bahwa penggunaan pemberian
oksigen sangat membantu dalam meningkatakan saturasi pada pasien AMI. Pemberian
terapi oksigen juga sangat mudah diaplikasikan karena tidak memerlukan banyak
peralatan dan bantuan orang lain, sehingga dapat diaplikasikan secara mandiri.
B. Saran
Diharapkan perawat dapat mengapliasikan pemberian terapi oksigen yang berguna dalam
tindakan keperawatan kolaborasi sebagai salah satu cara meningkatkan saturasi oksigen
pada pasien AMI.
DAFTAR PUSTAKA