Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN KRITIS DENGAN STEMI

PADA Tn. MH DI RSUD SOEDJARWADI KLATEN

LAPORAN PENGELOLAAN KASUS


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Belajar Praktek Keperawatan Kritis

Disusun oleh:

Budi Hartono

P27220018314

PROGRAM STUDI RPL DIII KEPERAWATAN

JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURAKARTA

2018
LAPORAN PENDAHULUAN
STEMI (ST ELEVASI MIOKARD INFARK)

A. DEFINISI
ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot jantung secara
permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh proses degeneratif maupun di
pengaruhi oleh banyak faktor dengan ditandai keluhan nyeri dada, peningkatan enzim
jantung dan ST elevasi pada pemeriksaan EKG. STEMI adalah cermin dari pembuluh
darah koroner tertentu yang tersumbat total sehingga aliran darahnya benar-benar
terhenti, otot jantung yang dipendarahi tidak dapat nutrisi-oksigen dan mati.
STEMI adalah salah satu dari jenis ACS sehingga patofisiologinya dimulai ketika
terjadi plak aterosklerosis dalam pembuluh koroner yang merangsang terjadinya agregasi
platelet dan pembentukan thrombus. Kemudian thrombus tersebut akan menyumbat pada
pembuluh darah dan menghalangi/mengurangi perfusi miokardial. (Kristin j.o,2009)
http://hikmahliabasuni.blogspot.com/2013/06/primary-angioplasti-pada-stemi.html

B. PATOFISIOLOGI
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah
oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri
koroner derajat tinggi yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI
karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus
arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular. Pada sebagian besar kasus,
infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, rupture atau ulserasi dan jika
kondisi local atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi thrombus mural pada
lokasi rupture yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histology
menunjukkan plak koroner cendeeung mengalami rupture jika mempunyai vibrous cap
yang tipis dan intinya kaya lipid (lipid rich core).
Saat miokardium kekurangan oksigen akibat terhalangnya perfusi, maka terjadi
metabolism anaerob dengan produksi ATP yang sedikit, kegagalan pada system pompa
Natrium-Potassium dan Kalsium dan akumulasi asam laktat dan ion hydrogen sehingga
menyebabkan asidosis. Proses yang terjadi terbagi dalam tiga fase yaitu, fase iskemia,
dimana masih terdapat metabolism aerob disamping terjadinya metabolism anaerob Jika
penurunan perfusi terus terjadi maka metabolism aerob terhenti dan metabolism anaerob
pun semakin berkurang, fase ini dinamakan fase injury (Kristen J.O, 2009). Selanjutnya,
jika perfusi tidak dikembalikan dalam 20 menit maka, akan masuk kefase berikutnya
yaitu fase nekrosis sel miokardium yang irreversible (Kristen J.O, 2009) .
Kegagalan kontraksi miokardium akibat jaringan parut yang terbentuk pada daerah
nekrosis akan mengurangi cardiac output, perfusi ke organ dan jaringan perifer yang jika
semakin berat akhirnya berkontribusi terhadap terjadinya shock. Untuk
mengkompensasinya, saraf simpatis mengeluarkan epinephrine dan norepinephrin dalam
upaya meningkatkan denyut nadi, tekanan darah dan afterload yang akan lebih
meningkatkan kebutuan oksigen miokardium, sementara perfusi koroner terhalang, maka
akan mempercepat daerah iskemia menjadi daerah nekrosis sehingga menjadi semakin
luas. Efek lain adalah ketika penurunan perfusi berlanjut maka penurunan tekanan darah
akan merangsang suatu mekanisme kompensasi pengaktifan sistem RAA (Renin
Angiotensin Aldosteron) yang mengakibatkan vasokonstriksi retensi natrium dan air
yang pada gilirannya akan semakin meningkatkan beban kerja jantung (Kristen J.O,
2009) .
Jika oklusi < 6 jam, maka daerah nekrose masih pada subendokardium, dan jika
perfusi dapat dikembalikan maka biasanya fungsi miokardium dapat reversible karena
daerah nekrose masih kecil, namun jika melebihi 6 jam maka daerah nekrose telah
mencapai dinding ventrikel dan dalam 12 jam setelah oklusi progresifitas kerusakan sel
semakin meningkat dan menjadi irreversible. Antara 4-7 hari setelah insiden STEMI,
maka miokardium menjadi mudah sekali mengalami injuri sehingga dalam 2 minggu
pertama resiko berulangnya insiden dapat terjadi kapan saja dan biasanya fatal (10%
mortalitas). Setelah 2-3 bulan maka terjadi remodeling dengan jaringan parut yang
setelah beberapa bulan menyebabkan dilatasi progresif dan akan mempengaruhi
kontraktilitas seluruh miokadium dan meningkatkan resiko CHF, aritmia ventrikel, dan
ruptur dinding miokardium dimana saja (Leslie Mukau, 2011).
C. ETIOLOGI
1. Faktor pencetus
 Suplai oksigen kemiokard berkurang disebabkan beberapa factor
Faktor pembuluh darah misalnya: aterosklerosis, spasme, arteritis
Faktor sirkulasi misalnya: hipotensi, stenosis aurta, insufisiensi.
Faktor darah misalnya anemia, hipoksemia.
 Curah jantung yang meningkat
Aktifitas yang berlebih, emosi.
 Kebutuhan oksigen yang meningkat
Kerusakan miokard, hipertropimiocard, hipertansi.
2. Faktor presdiposisi
 Faktor resiko yang tidak dapat dirubah
Usia, jenis kelamin, hereditas, ras.
 Faktor resiko yang dapat diubah
Merokok, hipertensi, hiperlipidemia, diabetes, obesitas, stress psiklogi.

D. MANIFESTASI KLINIS
1. Keluhan utama klasik : nyeri dada sentral yang berat , seperti rasa terbakar, ditindih
benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dipelintir, tertekan yang berlangsung ≥ 20
menit, tidak berkurang dengan pemberian nitrat, gejala yang menyertai : berkeringat,
pucat dan mual, sulit bernapas, cemas, dan lemas.
2. Nyeri membaik atau menghilang dengan istirahat atau obat nitrat.
3. Kelainan lain: di antaranya atrima, henti jantung atau gagal jantung.
4. Bisa atipik:
Pada manula: bisa kolaps atau bingung.
Pada pasien diabetes: perburukan status metabolik atau atau gagal jantung bisa
tanpa disertai nyeri dada.

E. KOMPLIKASI
Adapun komplikasi yang terjadi pada pasien STEMI, adalah:
a. Disfungsi ventrikuler
Setelah STEMI, ventrikel kiri akan mengalami perubahan serial dalam bentuk,
ukuran, dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses
ini disebut remodeling ventikuler dan umumnya mendahului berkembangnya gagal
jantung secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark. Segera setelah
infark ventrikel kiri mengalami dilatasi.Secara akut, hasil ini berasal dari ekspansi
infark al ; slippage serat otot, disrupsi sel miokardial normal dan hilangnya jaringan
dalam zona nekrotik.
Selanjutnya, terjadi pula pemanjangan segmen noninfark, mengakibatkan penipisan
yang didisprosional dan elongasi zona infark. Pembesaran ruang jantung secara
keseluruhan yang terjadi dikaitkan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi tersebar
pasca infark pada apeks ventikrel kiri yang yang mengakibatkan penurunan
hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih
buruk. Progresivitas dilatasi dan konsekuensi klinisnya dapat dihambat dengan terapi
inhibitor ACE dan vasodilator lain. Pada pasien dengan fraksi ejeksi < 40 % tanpa
melihat ada tidaknya gagal jantung, inhibitor ACE harus diberikan.
b. Gangguan hemodinamik
Gagal pemompaan ( puump failure ) merupakan penyebab utama kematian di
rumah sakit pada STEMI. Perluasaan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang
baik dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal ( 10 hari infark )
dan sesudahnya. Tanda klinis yang sering dijumpai adalah ronkhi basah di paru dan
bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada pemeriksaan rontgen dijumpai kongesti paru.
c. Gagal jantung
d. Syok kardiogenik
e. Perluasan IM
f. Emboli sitemik/pulmonal
g. Perikarditis
h. Kelainan septal ventrikel
i. Disfungsi katup
j. Aneurisma ventrikel
k. Sindroma infark pascamiokarditis

F. Data penunjang
1. Laboratorium
a. CKMB
Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung meningkat antara 4-6 jam
kejadian, dan memuncak dalam 12-24 jam. Akan kembali normal dalam 36-48
jam
b. LDH
Meningkat dalam rentang waktu 12-24 jam dan akan memakan waktu lama
untuk kembali normal
c. CTn (CTn I dan CTn T)
Enzim ini akan Meningkat setelah 2 jam bila ada infak miokard dan akan
memuncak dalam 10-24 jam dan untuk CTn T masih dapat terdeteksi 5-14 hari
sedangkan CTn I setelah 5-10 hari.
2. Ecg
Pemeriksaan ekg 12 lead harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri
dada atau keluhan yang dicurigai STEMI, dalam waktu 10 menit sejak kedatangan
diIGD sebagai landasan dalam menentukan keputusan terapi reperfusi. Perubahan
EKG yang terjadi pada fase awal adanya gelombang T tinggi dan simetris. Setelah ini
terjadi fase segmen ST. perubahan yang terjadi kemudian ialah adanya gelombang
Q/QS yang menandakan adanya nekrosis.EKG sisi kanan harus diambil pada pasien
dengan STEMI inferio, untuk mendeteksi kemungkinan infak di ventrikel kanan.
3. Elektrolit.
Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas, missal
hipokalemi, hiperkalemi
4. Sel darah putih
Leukosit ( 10.000 – 20.000 ) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah IMA
berhubungan dengan proses inflamasi
5. Kecepatan sedimen
Meningkat pada ke-2 dan ke-3 setelah AMI , menunjukkan inflamasi.
6. Kimia
Mungkin normal, tergantung abnormalitas fungsi atau perfusi organ akut atau kronis
7. GDA
Dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru akut atau kronis.
8. Kolesterol atau trigliser
Meningkat, menunjukkan arteriosclerosis sebagai penyebab AMI.
9. Foto thorak
Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK atau aneurisma
ventrikuler.
10. Ekokardiogram
Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau dinding
ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.
11. Pemeriksaan pencitraan nuklir
Talium : mengevaluasi aliran darah miocardia dan status sel miocardia missal lokasi
Technetium : terkumpul dalam sel iskemi di sekitar area nekrotik
12. Pencitraan darah jantung
Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan umum, gerakan dinding regional dan
fraksi ejeksi (aliran darah)
13. Angiografi koroner
Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner. Biasanya dilakukan
sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji fungsi ventrikel kiri
(fraksi ejeksi) Prosedur tidak selalu dilakukan pad fase AMI kecuali mendekati bedah
jantung angioplasty atau emergensi.
14. Digital subtraksion angiografi
Teknik yang digunakan untuk menggambarkan
15. Nuklir magnetic resonance
Memungkinkan visualisasi aliran darah, serambi jantung atau katup ventrikel,
lesivaskuler, pembentukan plak, area nekrosis atau infark dan bekuan darah.
16. Tes stress olah raga
Menentukan respon kardiovaskuler terhadap aktifitas atau sering dilakukan
sehubungan dengan pencitraan talium pada fase penyembuhan.

G. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanan STEMI mengacu pada data-data evidence based berdasarkan


penelitianrandomized clinic trial yang terus berkembang ataupun consensus dari para ahli
sesuai pedoman (guidlen)
Tujuan utama tatalaksana pada pasien IMA adalah mendiagnosis secara cepat,
menghilangkan nyeri, menilai dan mengimplementasikan strategi reperfusi yang
mungkin dilakukan, memberi antitrombotik dan antiplatelet, memberikan obat
penunjang.
Pedoman dalam pemberian terapi mengacu pada ACC/AHA tahun 2009 dan ESC tahun
2008, tetapi perlu disesuaikan dengan kondisisarana dan fasilitas dan kemampuan ahli
yang ada.
Berikut ini tahap penatalaksanaan:
1. Penatalaksanaan pra rumah sakit
Kematian diluar RS pada STEMI sebagian besar diakibatkan adanya fibrilasi ventrikel
mendadak yang terjadi dalam 24 jam pertama onset gejala dan lebih separuhnya
terjadi pada jam pertama sehingga elemen utama penatalaksanaan pra hospital pada
pasien yang dicurigai STEMI antara lain:
a) Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis.
b) Pemanggilan tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan resusitasi.
c) Transportasi pasien keRS yang mempunyai fasilitas ICCU/ICU serta staf medis
yang terlatih.
d) Melakukan terapi reperfusi
Keterlambatan terbanyak pada penanganan pasien disebabkan oleh lamanya
waktu mulai onset nyeri dada sampai keputusan paien untuk meminta
pertolongan.
Hal ini dapat diatasi dengan cara edukasi kepada masyarakan oleh tenaga
professional kesehatan mengenai pentingnya penatalaksanaan dini.
Pemberian fibrinolitik pre hospital hanya bisa dikerjakan jika paramedic
diambulance yang sudah terlatih untuk menginterpretasikan EKG dan
managemen STEMI serta ada kendali medis online yang bertanggung jawab pada
pemberian terapi.
2. Penatalaksanaan diruang emergensi
Tujuan penataaksanaan di IGD adalah mengurangi nyeri pada, mengidentifikasi cepat
pasien yang merupakan kandidat terapi reperfusisegera, triase pada risiko rendah
keruangan yang tepat kerumah sakit dan menghindari pemulangan cepat.
a) Pemberian oksigen : suplai oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi
oksigen kurang dari 90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat
diberikan oksigen selam 6jam pertama
b) Pemberian obat-obatan
Nitrogliserin : dapat diberikan dengan dosis 0,4mg dan dapat diberikan sampai
3dosis interval 5 menit.
Morfin : sangat efektif dalam mengurangi nyerii dada dan merupakan analgesi
piihan pertama dalam tatalaksana pada kasusu STEMI dengan dosis 2-4mg dan
dapat diulang 5-15 menit samapi dosis total 20mg.
Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan
efektif pda spectrum syndrome coroner akut dengan dosis diruang emergensi 160-
325mg setelah itu dengan dosis peroral dengan dosiis 75-162mg.
3. Penatalaksanaan diruang ICCU
a) Aktivitas : pasien harus istiraat dalam 12 jam pertama
b) Diet : pasien harus puasa atau hanya minum cair dengan mulut dalam 4-12 jam
karena resiko muntah dan aspirasi segera setelah infak miokard.
c) Sedasi : diberikan sedasi untuk mempertahankan periode inaktivitas degan
penenang. Diazepam 5mg, oksazepam 15-30mg, atau lorazepam 0,5-2mg,
diberikan 3-4kali.
d) Saluran pencernaan : dapat diberikan pencahar ringan agar tidak terjadi
konstipasi, diit tinggi serat.
4. Penatalaksanaa komplikasi
a. Syok kardiogenetik
Penatalaksana syok kardiogenetik:
 Terapi O2, Jika tekanan darah sistolik <70 mmHg dan terdapat tanda syok
diberikan norepinefrin.
 Jika tekanan darah sistolik <90 mmHg dan terdapat tanda syok diberikan
dopamin dosis 5-15 ug/kgBB/menit.
 Jika tekanan darah sistolik <90 mmHg namun tidak terdapat tanda syok
diberikan dobutamin dosis 2-20 ug/kgBB/menit.
 Revaskularisasi arteri koroner segera, baik PCI atau CABG, direkomendasikan
pada pasien <75 tahun dengan elevasi ST atau LBBB yang mengalami syok
dalam 36 jam IMA dan ideal untuk revaskularisasi yang dapat dikerjakan dalam
18 jam syok, kecuali jika terdapat kontraindikasi atau tidak ideal dengan
tindakan invasif.
 Terapi trombolitik yang diberikan pada pasien STEMI dengan syok kardiogenik
yang tak ideal dengan trapi invasif dan tidak mempuyai kontraindikasi
trombolisis.
 Intra aortic ballo pump (IABP) direkomendasikan pasien STEMI dengan syok
kardiogenik yang tidak membaik dengan segera dangan terapi farmakologis,
bila sarana tersedia.
b. Infark Ventrikel Kanan
Infark ventrikel kanan secari klinis menyebabkan tanda gejala ventrikel kanan
yang berat (distensi vena jugularis, tanda kussmaul s, hepatomegali) atau tanda
hipotensi. Penatalaksana infark ventrikel kanan:
 Pertahankan preload ventrikel kanan.
 Loading volume (infus NaCL 0,9 %) 1-2 liter cairan jam I selanjutnya
200ml/jam (terget atrium kanan >10 mmHg (13,6 cmH20).
 Hindari penggunaan nitrat atau diuretik.
 Pertahankan sinkroni A-V dan bradikardial harus dikoreksi. Pacu jantung
sekuensial A-V pada blok jantung derajat tinggi simtomatik yang tidak respon
dengan atropin.
 Diberikan inotropik jika curah jantung tidak meningkat setelah loading volume.
 Kurangi afterload ventrikel kanan sesuai dengan disfungsi ventrikel kiri.
 Pompa balon intra-aortik.
 Vasolidator arteri (nitropospid, hidralazin)
 Penghambat ACE
 Reporfusi
 Obat trombolitik
 Percutaneous coronari intervention (PCI) primer
 Coronary arteru bypass graft (GABG) (pada pasien tertentu dengan penyakit
multivesel).
c. Takikardia dan Vibrilasi Ventrikel
Dalam 24 jam pertama STEMI, takikardia dan vibrilasi ventrikular dapat terjadi
tanpa tanda bahaya aritmia sebelumnya.
Penatalaksana Takikardia vebtrikel:
 Takikardia ventrikel (VT) polimorvik yang menetap (lebih dari 30 detik atau
menyebabkan kolaps hemodinamik) harus diterapi dengan DC shock
unsynchoronizer menggunakan energi awal 200 j; jika gagal harus diberikan
shock kedua 200-300 J;, dan jika perlu shock ketiga 360J.
 Takikardia ventrikel (VT) monomorfik, menetap yang diikuti dengan angina ,
edema paru dan hipotensi (tekanan darah<90 mmHg ) harus diretapi dengan
shock synchoronized energi awal 100 J. Energi dapat ditingkatkan jika dosis
awal gagal.
 Takikardia ventrikel (VT) monomorfik yang tidak disertani angina, edema paru
dan hipotensi (tekanan darah<90 mmHg) diterapi salah satu regimen berikut:
 Lidokain: bolus 1-1-5mg/kg. Bolus tambahan 0,5-0,75mg/kg tiap 5-10 menit
sampai dosis loding total maksimal 3 mg/kg. Kemudian loading selanjutnya
dengan infus 2-4 mg/ menit(30-50 mg/l/menit).
 Disopiramid: bolus 1-2 mg/kg dalam 5-10 menit, dilanjutkan dosis
pemeliharaan 1 mg/kg/jam.
 Amiodaron: 150mg infus selama 5-10 menit atau 5 ml/kgBB 20-60 menit,
dilanjutkan infus tetap 1 mg/menit selama 6 jam dan kemudian infus
pemeliharaan 0,5 mg/menit.
 Kardioversi elektrik synchoronized dimulai dosis 50 J ( anestasi sebelumnya).
d. Penatalaksana fibrilasi Ventrikel
 Fibrilasi ventrikel atau takikardia ventrikel pulseless diberikan terapi DC shock
unsynchoronized dengan energi awal 200 J jika tak berhasil harus diberikan
shock kedua 200 sampai 300 J dan jika perlu shock ketiga 360 J ( klas I)
 Fibrilasi ventrikel atau takikardia ventrikel pulseless yang refraksi terhadap
shock elektrik diberika terapi amiodaron 300 mg atau 5/kg. IV bolus dilanjutkan
pengulangan shock unsynchoronized.

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Identitas pasien
a. Nama:
b. Umur:
c. Alamat:
d. Pendidikan
e. Perkerjaan:
f. Tanggal masuk:
g. Status:
h. Diagnose medis :
2. Riwayat kesehatan
a. Riwayat masuk. Berapa jam sesak sebelum masuk RS; Onset 12 jam
b. Riwayat kesehatan saat ini keluhan pasien, seperti:
1. Sesak
2. odema
3. Nyeri dada
c. Riwayat kesehatan keluarga: tanyakan pada angota keluarganya adakah anggota
keluarganya yang mengalami penyakit yang sama dengan pasien saat ini. Serta
riwayat penyakit lainnya seperti:
1. Darah tinggi
2. Diabetes
3. Penyakit jantung
d. Riwayat kesehatan masa lalu: tanyakan pada pasien apakah pernah mengalami
penyakit yang sama dengan yang dialami saat ini atau penyakit lain seperti:
1. Riwayat asma
2. Diabetes
3. Stroke
4. Gastritis
5. Alergi
3. Pengkajian fisik
a. Keadaan umum:
b. Kesadaran:
c. Pemeriksaan fisik baik head to toe ataupun b1-b6.
4. Pemeriksaan penunjang:
a. Pemeriksaan Laboratorium
Hematologi: Terjadi peningkatan leukosit
Cardiac enzyms: Terjadi peningkatan enzim
b. Elektrokardiografi:
c. Detak jantung ………..
d. Ekokardiografi: Pergerakan dinding jantung dan struktur jantung.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Perubahan pola napas berhubungan dengan infark ditandai dengan sesak.
b. Nyeri berhubungan dengan iskemia dan infark jaringan miokard ditandai dengan
keluhan nyeri dada.
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen ditandai dengan kelemahan dalam aktivitas .
d. Ansietas berhubungan dengan ancaman kehilangan/kematian ditandai dengan
ketakutan, gelisah dan perilaku takut.

C. INTERVENSI
a. Intervensi untuk diagnose gangguan nyeri.
Tujuan: Menyatakan nyeri berkurang atau hilang.
Kriteria hasil:
Menyatakan nyeri dada terkontrol dalam waktu 3 hari.
Mendemonstrasikan penggunaan teknik relaksasi dalam waktu 1 hari.
Menunjukkan menurunnya tegangan, rileks dan mudah bergerak dalam waktu 3 hari.
Intervensi:
o Kaji lokasi, karakter, durasi, dan intensitas, nyeri, dengan menggunakan skala
nyeri 0 (tidak nyeri) sampai 10 (nyeri hebat). Kaji gejala berkaitan, seperti mual.
o Kaji dan catat TD dengan episode nyeri. TD dapat meningkat karena rangsang
simpatis atau menurun karena iskemia dan fungsi jantung menurun.
o Berikan obat nyeri yang diprogramkan (biasanya morfin sulfat): catat kualitas
pengurangan nyeri dengan menggunakan skala nyeri, dan tentukan interval waktu
dari pemberian sampai penghilangan nyeri.
o Tenangkan pasien selama episode nyeri; temani pasien bila mungkin.
o Observasi dan laporkan efek samping dari obat nyeri: hipotensi, FP lambat, sulit
miksi.
o Berikan O2 sesuai program, biasanya 2-4 L/menit per kanula nasal.
o Siapkan pasien untuk pindah UPK. (Unit Perawatan Kritis)
b. Intervensi dari intoleransi aktivitas:
Tujuan: mendemontrasikan peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur.
Kriteria hasil: melaporkan tidak adanya angina/terkontrol dalam rentang waktu selama
pemberian obat.
Intervensi:
 Pantau pasien terhadap tanda intolenransi aktivitas, dan minta pasien untuk
merentang aktivitas dan yang diprogramkan.
 Mati dan laporkan gejala-gejala curah jantung menurun atau gagal jantung: TD
menurun, ekstremitas dingin, oliguria, nadi perifer menurun, FJ meningkat.
 Pantau output dan input, waspadai haluaran urine <30 ml/jam. Auskultasi lapang
paru setiap dua jam terhadap krekels, yang dapat terjadi pada retensi cairan dengan
gagal jantung.
 Palpasi nadi perifer pada interval sering. Waspadai ketidakteraturan dan penurunan
amplitude, yang merupakan sinyal gagal jantung.
 Berikan O2 dan obat-obatan sesuai program.
 Selama periode akut dari curah jantung menurun dan sesuai program, dukung pasien
dalam mempertahankan tirah baring dengan mempertahankan barang-barang milik
pribadi dalam jangkauan, memberkan situasi yang tenang, dan batasi pengunjung
untuk memastikan periode istirahat tanpa gangguan.
 Bantu pasien untuk menggunakan pispot bila ke kamar mandi diizinkan.
 Bantu pasien melakukan latihan rentang gerak pasif atau dibantu seperti ditentukan
oleh toleransi aktivitas dan keterbatasan aktivitas. Konsul dengan dokter tentang tipe
dan jumlah latihan di tempat tidur yang dapat dilakukan bila kondisi pasien
membaik
 Pastikan pasien menjalani istirahat tanpa gangguan ≥90 menit. Rencanakan aktivitas
yang sesuai.
c. Intervensi untuk diagnosa ansietas:
Tujuan: mengidentifikasi dan mengenal perasaan pasien.
Kriteria hasil: menyatakan penurunan ansietas/takut.
Intervensi:
 Identifikasi dan ketahui persepsi pasien terhadap ancaman/situasi. Dorong
mengekspresikan dan jangan menolak perasaan marah, kehilangan, takut dll.
 Catat adanya kegelisahan, menolak dan menyangkal mengikuti program medis.
 Mempertahankan kepercayaan.
 Kaji tanda verbal/nonverbal kecemasan dan tinggal dengan pasien. Lakukan
tindakan bila pasien menunjukkan perilaku merusak.
 Terima tetapi jangan diberi penguatan terhadap penggunaan penolakan. Hindari
konfrontasi.
 Orientasikan pasien atau orang terdekat terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang
di harapkan. Tingkatkan partisipasi bila mungkin. Jawab semua pertanyaan secara
nyata. Berikan informasi konsisten; ulangi sesuai indikasi.
 Anjurkan pasien atau orang terdekat untuk mengkomunikasikan dengan seseorang,
berbagi pertanyaan dan masalah.
 Berikan periode istirahat atau waktu tidur tidak terputus, lingkungan tenang,
dengan tipe kontrol pasien, jumlah rangsangan eksternal.
 Dukung kenormalan proses kehilangan, melibatkan waktu yang perlu untuk
penyelesaian.
 Berikan privasi untuk pasien dan orang terdekat.
 dukung kemandirian, perawatan sendiri dan pembuatan keputusan dalam rencana
pengobatan.
 dukung keputusan tentang harapan setelah pulang.

D. IMPLEMENTASI
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan oleh perawat terhadap
pasien

E. EVALUASI
a. Nyeri berkurang atau hilang.
b. Pola nafas pasien teratur
c. Aktifitas pasien meningkat (normal)
d. Ansietas berkurang atau hilang
ASUHAN KEPERAWATAN

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn M.H
Umur : 42 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki.
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Islam
Status Pernikahan : Menikah
Pekerjaan : Swasta (pedagang buah)
Pendidikan : SLTA
Bahasa : Indonesia
Alamat : Klaten
Tanggal MRS : 22-07-2014
Cara Masuk : IGD RSUD Dr. Soedjarwadi
Diagnosis Medis : STEMI Anterior
Tanggal Pengkajian : 17-12-2018

B. RIWAYAT KEPERAWATAN (NURSING HISTORY)


1. Keluhan Utama
Saat MRS : Nyeri dada
Sekarang : Nyeri dada
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengatakan nyeri dada sejak 5 hari yang lalu. Nyeri dada tembus punggung.
saat istirahat masih teraswa nyeri dada. Skala nyeri 5. Lama nyeri kurang lebih 5
menit. Kemudian pasien MRS di Puskesmas selama15 hari dan nyeri msih tidak
berkurang. Akhirnya pasien dirujuk ke RSUD dr. Soedjarwadi
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan memiliki riwayat Hipertensi dan riwayat merokok 24 batang
sehari. Pasien tidak ada riwayat alergi.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan bahwa ayahnya dulu tiba-tiba meninggal mendadak.
5. Genogram

Keterangan :
Laki – laki hidup
Laki meninggal
wanita hidup
Wanita meninggal
Klien.
--- serumah

C. POLA AKTIFITAS SEHARI –HARI (ACTIVITY DAILY LIVING)


NO AKTIFITAS TEMPAT
DI RUMAH DI RUMAH SAKIT
1 Pola Nutrisi Makan 3 kali sehari, porsi satu Pasien baru makan 1 kali sehari
piring habis sekali makan habis, karena baru MRS, porsi setengah
komposisi makan terdiri dari nasi, piring sekali makan, menu sesuai
lauk seperti tahu, tempe, ikan, telur yang disediakan rumah sakit.
dan daging, memakai sayur seperti Minum baru 2 gelas air putih.
bayam dan sawi, kadang snack,
pasien tidak berpantang terhadap
jenis makanan tertentu,
Minum 5-6 gelas /hari air putih
kadang – kadang teh.
2 Pola Eliminasi BAB 1 – 2 kali/hari, BAB di WC, Belum BAB
warna kuning bau khas faeces,
konsistensi lunak. BAK 80cc/jam, warna kuning
BAK 3 – 4 kali sehari warna kuning jernih, bau khas urine.
jernih, bau khas urine.

3 Pola Istirahat/tidur Tidur sehari semalam 7 – 8 jam Tidur semalam 6-7 jam.
Malam hari mulai tidur jam
22.00 WIB dan bangun kurang Belum tidur siang karena baru
lebih jam 04.30 WIB MRS
Siang hari tidur 1 – 2 jam mulai jam
14.00 – 15.00 WIB tidak ada
gangguan tidur
4 Pola Personal Hygiene Mandi 2 kali sehari dikamar mandi, Mandi baru 1 kali sehari diseka
memakai sabun mandi. memakai air hangat.
Gosok gigi 2 kali sehari. Keramas 1 Gosok gigi 1 kali sehari dan
kali seminggu. belum keramas.
5. Pola Aktifitas Pasien di rumah bekerja sebagai Pasien hanya istirahat di tempat
pedagang dari pagi sampai dengan tidur dengan posisi semifowler,
jam 07.00 sampai dengan sore mobilisasi px diatas tempat tidur,
kurang lebih jam 15.00 istirahat kebutuhan px dibantu oleh
pada siang hari satu jam, waktu keluarga dan perawat.
senggang diguanakan untuk nonton
TV atau ngobrol bersama kelaurga
Pasien jarang rekreasi
6. Ketergantungan Pasien tidak punya riwayat Rokok (+), obat bebas (-), bahan
ketergantungan pada obat-obatan, kimia (-), konsumsi jamu (-).
rokok dan minuman (beralkohol),

D. DATA PSIKOLOGI
1. Status emosi
Stabil, terbukti pasien sering menjawab pertanyaan yang diberikan oleh perawat dan
dokter.
2. Konsep Diri
1) Body Image
Pasien mengatakan takut mengenai penyakitnya, saat ini membutuhkan bantuan,
pengobatan dan perawatan dari dokter perawat dan keluarganya,
pasienmengatakan sangat terganggu dan menderita dengan keadaannya sekarang
2) Self Ideal
Pasien mengatakan tidak terganggu dengan aturan yang diterapkan oleh pihak RS
karena menurut pasien hal ini adalah untuk kesembuhannya.
3) Self esteem
Pasien mengatakan diperlakukan dengan baik, ramah, sopan dan sabar baik oleh
petugas maupun keluarga dan mendapat bantuan dalam menghadapi sakitnya.
4) Role
Pasien bersikap kooperatif saat dilakukan tindakan, penjelasan dari
perawat/dokter. Pasien menyadari saat ini sedang sakit dan lemah bukan individu
yang sehat dan mandiri seperti dahulu.
5) Identitas
Pasien berusia 42 tahun, laki-laki, memiliki 1 istri dan 3 orang anak, bekerja
sebagai pedagang buah.
3. Data Sosial
1) Pendidikan : tamat SLTA
2) Sumber penghasilan : pasien bekerja sebagai pedagang buah
3) Pola komunikasi : pasien berkomunikasi dengan bahasa jawa dan
Indonesia dengan nada suara sedang.
4. Pola Interaksi
Pasien tinggal serumah dengan istri dan tiga orang anaknya. Pasien mengatakan
hubungan dengan semua anggota keluarga dan tetangga berjalan dengan baik
(harmonis).
5. Data Spiritual
1) Pasien mengatakan beragama islam
2) Pasien mengatakan dirumah rajin menjalakan ibadah sesuai dengan ajaran
agamanya seperti sholat dan mengaji serta berdoa serta ibadah yang lain
3) Di Rumah sakit pasien hanya dapat berdoa dan berharap dapat lekas sembuh dan
berkumpul dengan keluarganya.
4) Di rumah sakit pasien tidak bisa melaksanakan sholat karena sakit yang
dideritanya
5) Pasien mengatakan menerima sakitnya sebagai cobaan yang diberikan oleh Tuhan
Yang Maha Esa.

E. PEMERIKSAAN FISIK
B1= Pasien bernapas spontan dengan nasal kanul 3 LPM. RR pasien 20 X.menit. Sp O2
100%. Paru kanan kiri vesikuler, whezing -/-, dada simetris, retraksi dada (-), batuk (-),
sekret (-), epistaksis(-), vocal fremittus normal, perkusi sonor.
B2= Terpasang IV line, TD 113/80 mmHg, nadi 95x/menit, suhu 36,50C. ECG: Irama
Sinus, Rate 97x/menit, axis normal.
B3= Kesadaran komposmentis, pupil isokor 3mm/3mm, reaksi cahaya+, konjungtiva
tidak ikterik, pergerakan bola mata normal, penciuman, pendengaran dan pengecapan
dalam batas normal, refleks patella +, refleks patologis (-).
B4 = BAK lancar warna jenih, urin 80 cc/ jam, Tidak terdapat distensi kandung kemih,
terpasang DC.
B5 = perut lunak, suara dulness, bising usus (+) , tympani (+), bibir tidak pucat, tidak ada
nyeri perut atau asites. TB: 165 cm, BB: 60 Kg.
B6 = Tidak ada kelainan kongenital, pasien mobilisasi di tempat tidur, kebutuhan dibantu.
Kelembaban cukup. Kulit, rambut dan kuku bersih. Kulit tidak ada tanda-tanda
kemerahan (decubitus), warna kulit kuning langsat, tidak ada jaringan parut, keadaaan
vascularisasi superfisial cukup, kulit teraba hangat, turgor cukup, kulit kepala bersih.
Rambut bersih warna hitam, tidak mudah rontok.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Darah
Tanggal Pemeriksaan Hasil Normal
22-07-2014 Hb 14 g/dL 13,4-17,7
SGOT 80 U/L 0-40
SGPT 70 U/L 0-41
Troponin I 11,80 ug/L < 1,0
CK-MB 59 U/L 7-25
Ureum 31,80 mg/dL 16,6-48,5
Kreatinin 1,07 mg/dL < 1,2
Na 131 mmol/L 136-145
K 4,10 mmol/L 3,5-5,0
Cl 102 mmol/L 98-106

BGA :
pH 7,41 7,35-7,45
pCO2 26,4 mmHg 35-45
pO2 95,8 mmHg 80-100
HCO3 16,9 mmol/L 21-28
BE -8,0 mmol/L (-3) – (+3)
Saturasi O2 98,6 % > 95
Hb 13,8 gr/dL
Suhu 37,0 0C

2. Radiologi tanggal 02-07-2014


COR= Membesar
Pulmo = tidak tampak infiltrat
Sinus phrenicocostalis kanan kiri tajam.
Kesimpulan: Cardiomegali, CTR 55%

3. EKG tanggal 15-07-2014 jam 05.00


Irama : Teratur
HR : 97x/menit
Gel P : 0,10 mm/dtk
PR interval : 0,12 mm/dtk
Gel QRS : Gel QS 0,04 mm/dtk
Segmen ST : ST Elevasi di V1-V5
Gel T : ridak ada T inversi
Axis : normal axis

G. PENATALAKSANAAN
Tanggal 17-12-2018
Inf. NS 0,9% 500cc/24 jam
O2 nasal kanul 3 Lpm
Inj. Lovenox 2 x 0,6 cc
Oral :
ASA 1 x 80 mg
CPG 1 x 75 mg
Captopril 3 x 12,5 mg
Bisoprolol 1 x 1,25
Simvastatin 1 x 20 mg
Diazepam 1 x 5 mg
ANALISA KEPERAWATAN

NO. DATA ETIOLOGI MASALAH


1. DS :
Pasien mengatakan nyeri dada Aterosklerosis

DO : Nyeri Akut
Suplai darah tidak
TD= 113/80 mmHg, HR 95x/menit,
adekuat
suhu 36,50C, RR 20x/menit, O2 3 lpm,
SpO2 100%.
ECG : STEMI anterior, normal axis.
Rusaknya jaringan
jantung

Nyeri akut

2. DS : Aterosklerosis
Pasien mengatakan nyeri saat makan
atau aktivitas. Suplai oksgen tidak
Intoleransi aktivitas
DO : seimbang
Pasien hanya istirahat di tempat tidur
dengan posisi semifowler, mobilisasi Intoleransi aktivitas
px diatas tempat tidur, kebutuhan px
dibantu oleh keluarga dan perawat.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri berhubungan dengan iskemik dan infak jaringan miokard.


2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen
INTERVENSI KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA TUJUAN NOC NIC


1 Nyeri dada berhubungan Nyeri dada berkurang/tidak Kriteria Hasil 1. Kaji lokasi, karakter, durasi, dan intensitas,
dengan iskemia dan infark nyeri selama dilakukan tindakan  Nyeri dada berkurang nyeri, dengan menggunakan skala nyeri 0
miokard perawatan di RS (skala nyeri 1-3) (tidak nyeri) sampai 10 (nyeri hebat). Kaji
 Gambaran ST elevasii gejala berkaitan, seperti mual.
berkurang atau tidak ada 2. Kaji dan catat TD dengan episode nyeri.
 TD = 120/80 mmHg TD dapat meningkat karena rangsang
 Nadi =60-100x/menit simpatis atau menurun karena iskemia dan
 EKG : Irama sinus reguler fungsi jantung menurun.
3. Ajarkan teknik relaksasi
4. Observasi dan laporkan efek samping dari
obat nyeri: hipotensi, FP lambat, sulit miksi.
5. Berikan O2 sesuai program, biasanya 2-4
L/menit per kanula nasal.
6. Kolaborasi tim medis untuk terapi obat dan
tindakan.
2 Intoleransi aktivitas Pasien dapat melakukan Kriteria hasil 1. Catat frekuensi jantung, irama, dan
berhubungan dengan aktivitas tanpa adanya nyeri  Pasien dapat perubahan TD sebelum, selamam, dan
ketidakseimbangan antara dada mendemonstrasikan sesudah aktivitas sesuai indikasi.
suplai dan kebutuhan oksigen peningkatan toleransi 2. Batasi istirahat saat nyeri dada
aktivitas yang dapat 3. Batasi engunjung dan atau kunjungan oleh
diukur/maju dengan pasien
frekuensi jantung/Irma 4. Anjurkan pasien menghindari pningkatan
dab TD dakam batas tekanan abdomen
normal dan kulit hangat 5. Jelaskan pola peningkatan bertahap dari
 Tidak ada nyeri dada tingkat aktivitas
/terkontrol saat 6. Kaji ulang tanda/gjala yang menunjukkan
beraktivitas tidak toleran terhadap aktivitas
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

TANGGAL DIAGNOSA IMPLEMENTASI


KEPERAWATAN
17/12/2018 Nyeri dada berhubungan 1. Mengkaji lokasi, karakter, durasi, dan intensitas,
dengan iskemia dan infark nyeri, dengan menggunakan skala nyeri 0 (tidak
miokard nyeri) sampai 10 (nyeri hebat). Kaji gejala
berkaitan, seperti mual.
2. Mengkaji dan mencatat TD dengan episode
nyeri. TD dapat meningkat karena rangsang
simpatis atau menurun karena iskemia dan
fungsi jantung menurun.
3. Mengajarkan teknik relaksasi
4. Mengbservasi dan laporkan efek samping dari
obat nyeri: hipotensi, FP lambat, sulit miksi.
5. Memberikan O2 sesuai program, 2-4 L/menit per
kanula nasal.
6. Memberikan obat Captopril 12,5 mg, CPG 75
mg, ASA 80 mg, ISDN 5 mg, Bisoprolol 1,25 mg
Intoleransi aktivitas 1. Menganjurkan pasien untuk istirahat saat sesak
berhubungan dengan nafas
ketidakseimbangan antara 2. Memberikan penjelasan kepada pasien dan
suplai dan kebutuhan keluarga agar membatasi pengunjung dan atau
oksigen kunjungan oleh pasien disebabkan mengurangi
infeksi nosokomial
3. Menganjurkan pasien untuk menghindari
peningkatan tekanan abdomen contoh
mengejan, batuk.
17/12/2018 Nyeri dada berhubungan 1. Mengkaji lokasi, karakter, durasi, dan intensitas,
dengan iskemia dan infark nyeri, dengan menggunakan skala nyeri 0 (tidak
miokard nyeri) sampai 10 (nyeri hebat). Kaji gejala
berkaitan, seperti mual.
2. Mengkaji dan mencatat TD dengan episode
nyeri. TD dapat meningkat karena rangsang
simpatis atau menurun karena iskemia dan
fungsi jantung menurun.
3. Mengajarkan teknik relaksasi
4. Mengbservasi dan laporkan efek samping dari
obat nyeri: hipotensi, FP lambat, sulit miksi.
5. Memberikan O2 sesuai program, 2-4 L/menit per
kanula nasal.
6. Memberikan obat Captopril 12,5 mg, CPG 75
mg, ASA 80 mg, ISDN 5 mg, Bisoprolol 1,25 mg
Intoleransi aktivitas 1. Menganjurkan pasien untuk istirahat saat nyeri
berhubungan dengan dada
ketidakseimbangan antara 2. Memberikan penjelasan kepada pasien dan
suplai dan kebutuhan keluarga agar membatasi pengunjung dan atau
oksigen kunjungan oleh pasien disebabkan mengurangi
infeksi nosokomial
3. Menganjurkan pasien untuk menghindari
peningkatan tekanan abdomen contoh
mengejan, batuk.
18/12/2018 Nyeri dada berhubungan 1. Mengkaji lokasi, karakter, durasi, dan intensitas,
dengan iskemia dan infark nyeri, dengan menggunakan skala nyeri 0 (tidak
miokard nyeri) sampai 10 (nyeri hebat). Kaji gejala
berkaitan, seperti mual.
2. Mengkaji dan mencatat TD dengan episode
nyeri. TD dapat meningkat karena rangsang
simpatis atau menurun karena iskemia dan
fungsi jantung menurun.
3. Mengajarkan teknik relaksasi
4. Mengbservasi dan laporkan efek samping dari
obat nyeri: hipotensi, FP lambat, sulit miksi.
5. Memberikan O2 sesuai program, 2-4 L/menit per
kanula nasal.
6. Memberikan obat Captopril 12,5 mg, CPG 75
mg, ASA 80 mg, ISDN 5 mg, Bisoprolol 1,25 mg
Intoleransi aktivitas 1. Menganjurkan pasien untuk istirahat saat sesak
berhubungan dengan nafas
ketidakseimbangan antara 2. Memberikan penjelasan kepada pasien dan
suplai dan kebutuhan keluarga agar membatasi pengunjung dan atau
oksigen kunjungan oleh pasien disebabkan mengurangi
infeksi nosokomial
3. Menganjurkan pasien untuk menghindari
peningkatan tekanan abdomen contoh
mengejan, batuk.
EVALUASI KEPERAWATAN

TANGGAL DIAGNOSA KEPERAWATAN EVALUASI


Nyeri dada berhubungan dengan S : Pasien mengatakan masih nyeri
iskemia dan infark miokard dada. Skala 5. Lama nyeri 3 menit
O:
- Tampak gelisah
- T= TD= 110/63 mmHg, HR=
89x/menit, suhu 36,60C, RR
20x/menit, PU= 100 cc/jam
- disritmia (-), takikardia(-), takipnea
(-), hipotensi(-)
- ECG: Stemi Anterior, Normal axis

A: Masalah belum teratasi

17/12/2018 P : Lanjutkan Intervensi nomer 1-6

Intoleransi aktivitas berhubungan S: Pasien mengatakan masih terasa


dengan ketidakseimbangan antara nyeri dada saat makan dan aktivitas
suplai dan kebutuhan oksigen O:
- Pasien istirahat di tempat tidur
dengan posisi semifowler
- Mobilisasi px diatas tempat tidur
- Kebutuhan px dibantu sebagian
oleh keluarga dan perawat.

A: Masalah teratasi sebagian

P : Lanjutkan Intervensi nomer 1-3


Nyeri dada berhubungan dengan S : Pasien mengatakan nyeri dada
iskemia dan infark miokard sudah mulai berkurang
O:
- Tampak nyaman
- T= TD= 111/83 mmHg, HR=
97x/menit, suhu 36,60C, RR
19x/menit, PU= 110 cc/jam
- disritmia (-), takikardia(-), takipnea(-
), hipotensi(-)
- ECG: STemi anterior, Normal axis

A: Masalah teratasi sebagian


17/12/2018
P : Lanjutkan Intervensi nomer 1-6

Intoleransi aktivitas berhubungan S: Pasien mengatakan saat makan


dengan ketidakseimbangan antara dan aktivitas jarang terasa nyeri
suplai dan kebutuhan oksigen dada
O:
- Pasien istirahat di tempat tidur
dengan posisi semifowler
- Mobilisasi px diatas tempat tidur
- Kebutuhan px dibantu sebagian
oleh keluarga dan perawat.
A: Masalah teratasi sebagian

P : Lanjutkan Intervensi nomer 1-3

Nyeri dada berhubungan dengan S : Pasien mengatakan sudah tidak


iskemia dan infark miokard nyeri dada
O:
- Tampak nyaman
- T= TD= 120/75 mmHg, HR=
93x/menit, suhu 36,70C, RR
20x/menit, PU= 100 cc/jam
18/12/2018 - disritmia (-), takikardia(-), takipnea(-
), hipotensi(-)
- ECG: Stemi anterior, Normal axis

A: Masalah teratasi

P : Lanjutkan Intervensi nomer 1-4

Intoleransi aktivitas berhubungan S: Pasien mengatakan bisa aktivitas


dengan ketidakseimbangan antara tanpa nyeri dada
suplai dan kebutuhan oksigen O:
- Pasien istirahat di tempat tidur
dengan posisi semifowler
- Mobilisasi px diatas tempat tidur
- Kebutuhan px dibantu sebagian
oleh keluarga dan perawat.

A: Masalah teratasi sebagian

P : Lanjutkan Intervensi nomer 1-3

Cat : Pasien tanggal 19/12/2018 sudah pindah ke ruang C

Anda mungkin juga menyukai