Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

FARMAKOTERAPI PRAKTIKUM KE IV

INFARK MIOKARDIAL

Disusun oleh :

Irmawati Karim (170500110)

Rosnawati (180500188)

Wahyu adam Putra (210500394)

Golongan/Kelompok : III/E

Hari/Tanggal Paktikum : 09-11-2023

Dosen Jaga Praktikum : apt., Ari susuana Wulandari, M.Sc

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ALMA ATA

YOGYAKARTA

2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. TUJUAN

1. Mengetahui definisi dari Infark Miokardial


2. Mengetahui pengkajian kasus Infark Miokardial
3. Mengetahui patofisiologi Infark Miokardial
4. Mengetahui etiologi Infark Miokardial,
5. Mengetahui faktor resiko dari Infark Miokardial,
6. Mengetahui analisis masalah dari Infark Miokardial,
7. Mengetahui diagnosa dari kasus Infark Miokardial
8. Mengetahui pengobatan dari kasus Infark Miokardial

B. LATAR BELAKANG

Penyakit kardiovaskular merupakan penyakit yang paling mematikan di


dunia. Data The Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME)
menunjukkan kematian di dunia yang disebabkan oleh penyakit terkait dengan
jantung dan pembuluh dara pada 2016 mencapai 17,7 juta jiwa atau sekitar
32,26% total kematian di dunia. Sebagian besar atau 63% kematian akibat
penyakit kardiovaskular merupakan penderita dengan usia di atas 70
tahun,29,13% berusia 50-69 tahun, dan 7,61% berusia 15-49 tahun. Penyakit
kardiovaskular yang paling sering terjadi meliputi jantung koroner, tekanan
darah tinggi, kelainan jantung bawaan, hingga gagal jantung kongestif.
Bersumber dari penyakit-penyakit jantung tersebut penyakit jantung kongestif
terlebih miocard infark memiliki presentasi mengancam kehidupan tertinggi
karena serangan miocard infark terjadi secara tiba-tiba dengan presentasi
mencapai 72% dari penyebab kematian penyakit jantung ( Data The Institutefor
Health Metrics and Evaluation, 2016). Infark miokard merupakan kematian
atau nekrosis jaringan miokard akibat penurunan secara tiba-tiba aliran darah
arteri koronaria ke jantung atau terjadinya peningkatan kebutuhan oksigen
secara tiba- tiba tanpa perfusi arteri koronaria yang cukup. Infark miokard dapat
disebabkan oleh penyempitan kritis arteri koronaria akibat aterioklerosis atau
oklusi arteri komplet akibat embolus atau thrombus. Penurunan aliran darah
koroner dapat disebabkan oleh syok, hemoragi dan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen pada jantung (Wahyuningsih, 2013).

Infark miokard disebabkan karena rupturnya plak aterosklerosis dan


adanya thrombus. Penyebab lain infark tanpa aterosklerosis pembuluh
koronaria dapat disebabkan karena emboli arteri koronaria, anomali arteri
koronaria kongenital, spasme koronaria terisolasi, arteritis trauma, gangguan
hematologik dan berbagai penyakit inflamasi sistemik (Sudoyo AW, Setiyohadi
B, Alwi I, dkk, dalam Haniastri 2015).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

1. INFARK MIOKARDIAL

Infark miokard adalah suatu proses dimana jaringan miokard


mengalami kerusakan (nekrosis) dalam region jantung yang mengalami
penurunan suplai darah adekuat karena terjadi sumbatan pada arteri coroner
sehingga aliran darah keotot jantung tidak cukup akan menyebabkan tot
jantung mengalami kematian (Margareth,2012). Infark miokard akut
dikenal sebagai serangan jantung, oklusi koroner, atau hanya "koroner",
yang merupakan kondisi mengancam jiwa yang ditandai dengan
pembentukan area nekrotik lokal didalam miokardium. Infark miokard akut
biasanya mengikuti oklusi mendadak dari arteri koroner dan henti
mendadak dari aliran darah dan oksigen ke tot jantung. Jadi tot jantung
harus berfungsi terus menerus, penyumbatan darah ke tot serta munculnya
area nekrotik merupakan suata yang patal. Berdasarkan data penelitian
Framingham, sekitar 45% dari semua kasus infark miokard akut terjadi
pada orang yang lebih muda dari 65 tahun dan 5% terjadi pada orang yang
lebih muda dari 40 tahun. 85% orang meninggal karena infark miokard
berusia 65 tahun atau lebih (Black & Hawks, 2014). Infark miokard
disebabkan karena rupturnya plak aterosklerosis dan adanya thrombus.
Penyebab lain infark tanpa aterosklerosis pembuluh koronaria dapat
disebabkan karena emboli arteri koronaria, anomali arteri koronaria
kongenital, spasme koronaria terisolasi, arteritis trauma, gangguan
hematologik dan berbagai penyakit inflamasi sistemik (Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, dkk, dalam Haniastri 2015.
Infark Miokardial juga di golongkan menjadi dua:

1. Infark miokard dengan ST-elevasi atau ST Segment Elevation Myocardial


Infraction (STEMI) Oklusi total dari arteri koroner yang menyebabkan area
infark yang lebih luas meliputi seluruh ketebalan miokardium,yang
ditandai dengan adanya elevasi segmen ST pada EKG.
2. Infark miokard non ST- elevasi atau Non ST Segment Elevation
Mvocardial Infarction (NSTEMI) Oklusi sebagian dari arteri koroner tapa
melibatkan seluruh ketebalan miokardium, sehingga tidak ada elevasi
segmen ST pada EKG.(Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk, dalam
Haniastri 2015)

B. PATOFISIOLOGI
1. INFARK MIOKARDIAL
Infark miokard (baik STEMI maupun NSTEMI) terjadi ketika
iskemia miokardium cukup berat sehingga mengakibatkan nekrosis
miosit. Selain klasifikasi klinisnya, infark dapat dijelaskan secara
patologi berdasarkan derajat nekrosis yang terjadi di dalam dinding
miokard. Infark transmural mengenai seluruh lapisan dinding
miokard dan terjadi akibat oklusi total arteri koroner epikardial yang
berkepanjangan. Infark subendokard hanya melibatkan lapisan
miokard yang paling dalam. Subendokard paling rentan terhadap
iskemia karena merupakan zona yang terpapar tekanan tinggi dari
ruang ventrikel, mempunyai sedikit jaringan yang memperdarahinya,
dan memperoleh perfusi dari pembuluh yang harus melalui berbagai
lapisan miokard yang berkontraksi (Lilly, 2019).
Miokard yang diperdarahi langsung oleh pembuluh yang
mengalami oklusi total dapat mati secara cepat. Jaringan disekitarnya
tidak mengalami nekrosis secara langsung karena masih diperdarahi
dengan cukup oleh pembuluh darah di sekitarnya yang alirannya
lancar. Sel yang bersebelahan dapat semakin iskemik karena suplai
oksigen yang berkurang. Oleh karena itu, infark dapat semakin
meluas ke arah luar. Jumlah jaringan yang akhirnya mati karena
infark berhubungan dengan a) massa miokard yang diperdarahi oleh
pembuluh yang teroklusi, b) derajat dan durasi terganggunya aliran
darah koroner, c) kebutuhan oksigen dari area yang terkena, d)
adanya pembuluh kolateral dari arteri koroner sekitar yang
memberikan aliran darah, dan e) derajat kemampuan respon jaringan
untuk memodifikasi proses iskemik (Lilly, 2019).
Gangguan patofisiologi saat terjadinya infark miokard
mempunyai dua tahap yaitu perubahan awal dan perubahan akhir.
Perubahan awal meliputi evolusi histologi dari infark dan dampak
fungsional pada kontraksi miokard akibat kurangnya oksigen.
Perubahan ini mencapai puncaknya dengan nekrosis koagulatif dari
miokard pada hari ke-2 sampai 4. Kadar oksigen di miokardium
menurun drastis akibat oklusi pembuluh darah secara tiba-tiba,
sehingga terjadi pergeseran metabolisme dari aerob ke anaerob.
Perubahan patologis akhir dalam perjalanan IMA meliputi
pembersihan miokard nekrotik dan penumpukan kolagen hingga
terbentuk jaringan parut (Lilly, 2019).
Waktu terjadinya kelainan patologis pada infark transmural

no Waktu/ Perubahan Kejadian


awal

1 1-2 menit Kadar ATP menurun; penghentian kontraksi

2 10 menit Deplesi ATP sebanyak 50%; edema seluler;


potensial membran menurun dan rentan untuk
aritmia

3 20-24 menit Kerusakan sel permanen


4 1-3 jam Serat miokard bergelombang

5 4-12 jam Hemoragi, edema, dimulai infiltrasi


polimorfonuklear

6 18-24 Nekrosis koagulatif (nukleus piknotik dengan


sitoplasma eosinofilik), edema

7 2-4 hari Nekrosis koagulatif total (tidak ada nuklei atau


goresan, dikelilingi oleh jaringan hiperemis);
tampak monosit, infiltrasi polimorfonuklear
memuncak

Perubahan akhir Kejadian

1 5-7 hari Pelunakan kuning (yellow softening) karena


resorpsi jaringan mati oleh makrofag

2 Hari ke 7 keatas Terbentuknya jaringan granulasi, remodelling


ventrikel

3 7 minggu Fibrosis dan terbentuknya jaringan parut

Sumber : Lilly, 2019

C. ETIOLOGI
1. MIOKARDIAL INFARK
Infark miokard disebabkan pecahnya plak aterosklerosis
pembuluh darah koroner sehingga terbentuk trombus koroner.
Obstruksi yang terjadi dapat menyebabkan iskemia berat yang
berkepanjangan. Jika trombus intraluminal menutup total pembuluh
darah, aliran darah distal dari obstruksi akan berhenti menyebabkan
terjadinya iskemia berkepanjangan sehingga miokardium mengalami
kerusakan (umumnya STEMI). Apabila trombus menyumbat
pembuluh darah sebagian, maka tingkat keparahan akan menjadi
lebih ringan dengan durasi iskemia akan lebih pendek. Hasil akhir
yang dapat terjadi adalah NSTEMI atau UAP (Lilly, 2019).
Perbedaan antara NSTEMI dan UAP didasarkan atas derajat
iskemia dan terjadinya nekrosis akibat iskemia yang cukup berat. Hal
ini terlihat dengan adanya biomarka tertentu di serum. Meskipun
terdapat perbedaan, patofisiologi NSTEMI dan UAP serupa dan
tatalaksana keduanya sama (Lilly, 2019).
Infark miokard akut jarang sekali terjadi selain akibat formasi
trombus akut. Penyebab SKA lain, selain formasi trombus harus
dicurigai jika SKA terjadi pada pasien muda atau tanpa faktor risiko
penyakit jantung koroner.
a. Penyebab infark miokard lainnya antara lain :
1) Emboli koroner (misalnya dari endokarditis, katup jantung
buatan)
2) Anomali kongenital arteri koroner
3) Trauma atau aneurisma koroner
4) Spasme arteri koroner yang berat (primer atau disebabkan
kokain)
5) Peningkatan viskositas darah (misalnya polisitemia vera,
trombositosis)
6) Peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang meningkat
(misalnya stenosis aorta berat) (Lilly, 2019)
b. Tanda dan Gejala
Gejala dan pemeriksaan fisik pada infark miokard akut (baik STEMI
maupun NSTEMI) dapat diprediksi dari patofisiologi yang dialami.
Rasa tidak nyaman yang dialami menyerupai angina pektoris, tetapi
biasanya lebih berat, lebih lama, dan dapat menjalar lebih jauh (Lilly,
2019).
Tanda dan gejala infark miokard
No Kriteria Gejala

1 Karakteristik nyeri Hebat, persisten, biasanya substernal

2 Efek simpatik Diaforesis Kulit dingin dan lembab

3 Mual, muntah Lemah Mual, muntah Lemah

4 Respon inflamasi Demam ringan

5 Penemuan jantung Gallop” S4 ( dan S3 jika ada disfungsi


sistolik) Tonjolan diskinetik (pada IM
dinding anterior) Murmur sistolik (jika
regurgitasi mitral atau VCD)

6 Lainnya Ronki pulmonal (jika ada gagal jantung)


Distensi vena jugularis (jika gagal jantung
atau IM ventrikel kanan) Sumber : Lilly,
2019

D. FAKTOR RESIKO
1. INFARK MIOKARDIAL
Menurut Putra et al. (2019) faktor risiko STEMI dibagi menjadi
faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi dan dapat dimodifikasi.
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi meliputi usia lanjut, jenis
kelamin laki-laki, dan riwayat keluarga yang menderita penyakit
kardiovaskular. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi meliputi
hipertensi, diabetes melitus, dislipidemia, obesitas, merokok,
aktivitas fisik yang kurang. Faktor risiko tersebut dijelaskan sebagai
berikut (Rathore, et al., 2018; Khadse, et al., 2020)
a. sia Lanjut
Hasil literature review yang dilakukan oleh Huma et al. (2012),
ditemukan bahwa 80% kematian akibat penyakit jantung terjadi pada
orang yang berusia 65 tahun atau lebih. Bertambahnya usia seseorang
mengakibatkan perubahan struktur dan fungsi jantung yang dapat
meningkatkan risiko terjadinya penyakit jantung, seperti
penyempitan pembuluh darah dan penumpukan plak pada arteri.
Pertambahan usia juga menyebabkan penurunan elastisitas pembuluh
darah, yang dapat menyebabkan aliran darah menjadi statis. Keadaan
statis aliran darah ini dapat memfasilitasi pembentukan
aterosklerosis. Perubahan pada jantung dan pembuluh darah yang
terkait dengan usia juga dapat menyebabkan penurunan fungsi
kardiak, penurunan kapasitas vasodilator, dan peningkatan respon
inflamasi yang semuanya dapat berkontribusi pada risiko terjadinya
penyakit jantung pada usia lanjut. Oleh karena itu, menjaga
kesehatan jantung sangat penting terutama pada usia lanjut, dengan
mengelola faktor risiko dan menjalani gaya hidup yang sehat seperti
menjaga asupan makanan seimbang dan melakukan olah raga rutin
b. Jenis Kelamin Laki-laki.
Gao et al. (2019) dalam penelitiannya menunjukkan laki-laki
cenderung menderita serangan jantung lebih awal dibandingkan
dengan perempuan. Penelitian Gao et al. (2019), ditemukan bahwa
tekanan darah sistolik pada lakilaki muda cenderung lebih tinggi
dibandingkan dengan perempuan muda. Lakilaki muda juga lebih
sering mengalami salah satu bentuk hipertensi, yaitu isolated systolic
hypertension. Selain itu, laki-laki juga lebih sering terhubung dengan
faktor risiko lain seperti kebiasaan merokok. Hal ini menekankan
pentingnya perhatian terhadap kesehatan jantung dan pengelolaan
faktor risiko sejak dini. Melakukan gaya hidup yang sehat, seperti
menjaga asupan makan seimbang, olah raga rutin, tidak merokok,
serta rutin melakukan pemeriksaan kesehatan sangat penting untuk
menjaga kesehatan jantung dan mengurangi risiko serangan jantung,
terutama pada populasi laki-laki.
c. Riwayat Keluarga
Penelitiannya menunjukkan bahwa terdapat hubungan riwayat
keluarga yang mengalami serangan jantung dengan kejadian
serangan jantung. Riwayat keluarga dapat mempengaruhi risiko
seseorang terkena serangan jantung. Risiko ini bervariasi tergantung
pada usia saat terjadinya serangan jantung pada anggota keluarga dan
jenis kelamin anggota keluarga yang terkena serangan jantung.
Individu dengan keluarga yang memiliki riwayat positif serangan
jantung pada usia muda, yaitu ayah di bawah 55 tahun atau ibu di
bawah 65 tahun, memiliki risiko tertinggi mengalami serangan
jantung. Penelitian jugamenunjukkan bahwa faktor genetik dapat
mempengaruhi kerentanan seseorang terhadap penyakit
kardiovaskular, misalnya mutasi gen yang terkait dengan
metabolisme lemak dapat meningkatkan risiko seseorang terkena
penyakit jantung. Fihi (2022)
d. Obesitas.
Penelitian yang dilakukan oleh Haryuni (2015) menemukan adanya
hubungan antara obesitas dengan serangan jantung. Hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa obesitas memiliki hubungan dengan
peningkatan risiko terjadinya serangan jantung. Zhu et al. (2014)
dalam penelitiannya menunjukkan bahwa obesitas merupakan faktor
risiko tertinggi dalam terjadinya serangan jantung. Temuan ini
menunjukkan bahwa seseorang yang memiliki berat badan berlebih
mempunyai kemungkinan lebih tinggi untuk menderita serangan
jantung jika dibandingkan dengan seseorang yang tidak mengalami
berat badan berlebih. Obesitas dapat meningkatkan risiko serangan
jantung karena obesitas dapat menyebabkan penumpukan lemak di
dalam arteri dan menyebabkan peningkatan tekanan darah dan kadar
kolesterol dalam darah. Peningkatan tersebut dapat menyebabkan
penyempitan arteri koroner yang memasok darah ke jantung dan
akhirnya terjadi serangan jantung. Selain itu, obesitas juga dapat
menyebabkan peradangan pada jaringan adiposa yang dapat memicu
pelepasan zat kimia yang dapat merusak pembuluh darah dan
memperburuk kondisi kesehatan jantung. Pasien yang mengalami
serangan jantung dan menderita obesitas mempunyai risiko yang
lebih besar terhadap terjadinya komplikasi seperti gagal jantung dan
stroke setelah serangan jantung. Dalam upaya mencegah serangan
jantung dan komplikasi terkait penyakit jantung, penting untuk
mengontrol berat badan. Pencegahan dapat dilakukan melalui
menjaga berat badan dan mengatur pola makan dan menjalani
rutinitas aktivitas fisik secara teratur.
e. Hipertensi.
Hasil penelitian Putra et al. (2017) menunjukkan bahwa faktor risiko
terbanyak pada pasien STEMI adalah hipertensi. Pricillia (2021)
dalam penelitiannya menunjukkan adanya hubungan antara hipertensi
dengan serangan jantung pada pasien usia lanjut. Faktor risiko
hipertensi dengan kejadian serangan jantung sangat berkaitan erat.
Hipertensi merupakan faktor risiko utama terjadinya aterosklerosis.
Aterosklerosis tersebut menyebabkan terbentuknya plak dalam arteri
sehingga ketika aterosklerosis tersebut pecah akan terjadi oklusi atau
penyumbatan pada arteri koroner. Plak tersebut mempersempit aliran
darah dan dapat memicu terjadinya serangan jantung. Jika oklusi
terjadi secara total maka pasien akan mengalami STEMI. Risiko
terkena serangan jantung meningkat seiring dengan peningkatan
tekanan darah seseorang. Semakin tinggi tekanan darah seseorang,
semakin tinggi pula risiko terjadinya serangan jantung. Hipertensi
pada usia tua menyumbang 70% kasus penyakit jantung bahkan lebih
parah dari penyakit jantung. Kepatuhan minum obat, modifikasi gaya
hidup, dan mengontrol hipertensi dapat mengurangi seseorang
terkena serangan jantung.
f. Diabetes Melitus.
Damayanti et al. (2022) dan Budiman et al. (2015) dalam
penelitiannya menunjukkan adanya hubungan antara diabetes melitus
dan kejadian serangan jantung. Diabetes melitus adalah suatu kondisi
kronis dimana tubuh mengalami ketidakmampuan untuk
menggunakan insulin secara efektif atau tidak mampu memproduksi
insulin yang cukup. Beberapa faktor risiko diabetes tipe 2 yang sama
dengan penyakit arteri koroner adalah usia, hipertensi, dislipidemia,
obesitas, aktivitas fisik, stress. Diabetes dapat meningkatkan risiko
seseorang terkena serangan jantung dengan mempercepat laju
perkembangan aterosklerosis, berdampak pada profil lipid, dan
memfasilitasi pembentukan plak aterosklerosis. Pasien yang
mengalami serangan jantung dan juga menderita diabetes mempunyai
risiko yang lebih tinggi untuk menderita komplikasi yang lebih serius
daripada pasien yang tidak memiliki diabetes.
g. Dislipdemia. Penelitian Pravitasari et al. (2019), yang menunjukkan
adanya hubungan antara kolesterol total dan trigliserida dengan
pasien STEMI. Penelitian lain yang dilakukan oleh Budiman et al.
(2015) menunjukkan adanya hubungan antara dislipidemia dengan
serangan jantung. Dislipidemia, yang meliputi kelainan metabolisme
lemak seperti peningkatan kolesterol Low Density Lipoprotein
(LDL), penurunan kolesterol High Density Lipoprotein (HDL), dan
peningkatan trigliserida adalah faktor risiko yang paling utama untuk
penyakit kardiovaskular, termasuk serangan jantung.
h. Merokok.
Penelitian yang dilakukan oleh Laksono et al. (2017) dan Fihi (2022)
menunjukkan adanya hubungan antara merokok dengan kejadian
serangan jantung. Merokok berkaitan dengan risiko aterosklerosis
dini dan kematian jantung mendadak. Merokok dapat menyebabkan
STEMI terutama pada individu yang secara umum lebih sehat. Hal
ini terjadi karena karbon monoksida dalam asap rokok menggantikan
oksigen yang seharusnya dibawa oleh sel darah merah,
mengakibatkan suplai oksigen ke jantung menjadi berkurang.
i. Kurangnya Aktivitas Fisik.
Menurut Gong et al. (2013) rendahnya aktivitas fisik merupakan
faktor risiko terjadinya serangan jantung. Berbagai penyakit jantung
seperti serangan jantung dapat diakibatkan karena kurangnya
aktivitas fisik. Orang yang kurang dalam aktivitas fisiknya lebih
rentan terhadap risiko jantung dan memiliki kemungkinan lebih
tinggi untuk meningkatkan IMT dan memperburuk kondisi
jantungnya. Aktivitas fisik dapat memberikan perlindungan terhadap
penyakit kardiovaskular dengan beberapa mekanisme. Salah satu
mekanisme tersebut adalah dengan meningkatkan kesehatan
pembuluh darah. Aktivitas fisik dapat membantu meningkatkan
elastisitas pembuluh darah dan memperbaiki fungsi endotel, yang
dapat membantu meningkatkan aliran darah dan oksigen ke jaringan
tubuh. Selain itu, aktivitas fisik juga dapat membantu menurunkan
tekanan darah, meningkatkan fungsi otot jantung, serta menurunkan
kadar kolesterol dan trigliserida dalam darah. Semua mekanisme ini
dapat membantu mengurangi risiko terjadinya penyakit
kardiovaskular, termasuk risiko serangan jantung.

E. PENENTUAN DIAGNOSIS
1. INFARK MIOKARDIAL
Diagnosis infark miokard untuk menegakkan diagnosis pada
infark miokard, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik, seperti
memeriksa denyut nadi, tekanan darah, pernapasan, kadar oksigen
dalam darah, serta mendengarkan suara jantung dan paru-paru.
Biasanya, dokter juga akan melakukan pemeriksaan tambahan untuk
membantu menegakkan diagnosis dan mencari tahu penyebabnya.
Beberapa pemeriksaan untuk infark miokard adalah:
a. Elektrokardiogram (EKG): Pemeriksaan ini biasanya dilakukan
saat pasien datang ke UGD dengan gejala infark miokard.
b. Tes darah: Untuk memeriksa kadar penanda kimiawi (troponin
jantung) dalam darah yang menandakan kondisi infark miokard.
c. Ekokardiogram: Untuk melihat kondisi jantung menggunakan
ultrasound (gelombang suara dengan frekuensi tinggi).
d. Angiogram: Menunjukkan area yang aliran darahnya sedikit atau
tidak ada aliran darah.
e. CT Scan: Untuk melihat kondisi jantung secara lebih jelas dan
detail.
f. MRI jantung: Untuk melihat gambaran kondisi jantung
menggunakan medan magnet yang kuat

F. PENGOBATAN
1. INFARK MIOKARDIAL
a. Farmakologi
1) Pemberian Oksigen Suplementasi oksigen harus diberikan pada
pasien dengan saturasi oksigen arteri < 90%. Pada semua pasien
STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam
pertama.
2) Nitrogliserin Pasien dengan nyeri iskemik di dada harus diberikan
nitrogliserin sublingual 0,4 mg setiap 5 menit dengan dosis
maksimal 3 dosis. Setelah melakukan penialaian seharusnya
dievaluasi akan kebutuhan nitrogliserin intravena. Intravena
nitrogliserin ini diindikasikan untuk bila nyeri iskemik masih
berlangsung, untuk mengontrol hipertensi, dan edema paru.
Nitrogliserin tidak diberikan pada pasien dengan tekanan darah
sistolik < 90 mmHg, bradikardi, (kurang dari 50 kali per menit),
takikardi (lebih dari 100 kali per menit, atau dicurigai adannya RV
infark.. nitrogliserin juga harus dihindari pada pasien yang
mendapat inhibitor fosfodiesterase dalam 24 jam terakhir.
3) Analgesik Morfin sulfat (2-4 mg intravena dan dapat diulang
dengan kenaikan dosis 2 – 8 mg IV dengan interval waktu 5 sampai
15 menit) merupakan pilihan utama untuk manajemen nyeri yang
disebabkan STEMI. Efek samping yang perlu diwaspadai pada
pemberian morfin adalah konstriksi vena dan arteriolar melalui
penurunan simpatis sehingga terjadi pooling vena yang akan
mengurangi curah jantung dan tekanan arteri. Efek hemodinamik
ini dapat diatasi dengan elevasi tungkai dan pada kondisi tertentu
diperlukan penambahan cairan IV dan NaCl 0,9%. Morfin juga
dapat menyebabkan efek vagotonik yang menyebabkan bradikardia
atau blok jantung derajat tinggi, terutama pasien dengan infark
posterior. Efek samping ini biasanya dapat diatasi dengan
pemberian atropine 0,5 mg
4) Aspirin Aspirin kunyah harus diberikan pada pasien yang belum
pernah mendapatkan aspirin pada kasus STEMI. Dosis awal yang
diberikan 162 mg sampai 325 mg. Selanjutnya aspirin diberikan
oral dengan dosis 75-162 mg.
5) Beta Bloker Terapi beta bloker oral dianjurkan pada pasien yang
tidak memiliki kontraindikasi terutama bila ditemukan adanya
hipertensi dan takiaritmia. Jika morfin tidak berhasil mengurangi
nyeri dada, pemberian penyekat beta IV, selain nitrat mungkin
efektif. Regimen yang biasa digunakan addalah metoprolol 5 mg
setiap 2-5 menit sampai total3 dosis, dengan syarat frekuensi
jantung > 60 menit, tekanan darah sistolik > 100 mmHg, interval
PR < 0,24 detik dan ronki tidak lebih dari 10 cm dari diafragma.
Lima belas menit setelah dosis IV terakhir dilanjutkan dengan
metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48 jam dan
dilanjutkan 100mg tiap 12 jam
6) Clopidogrel Pemberian clopidogrel 600 mg sedini mungkin. Dan
dilanjutkan dengan dosis rumatan sebesar 75 mg per hari.
b. Non Farmakologi
1) Perubahan Gaya Hidup Sehat : Mengadopsi gaya hidup sehat
termasuk berhenti merokok, menjaga berat badan ideal,
mengonsumsi makanan sehat, dan berolahraga teratur dapat
membantu mengurangi risiko serangan jantung berulang.
2) Diet Sehat : Mengikuti diet rendah lemak jenuh, kolesterol, dan
sodium dapat membantu mengontrol tekanan darah dan kadar
kolesterol dalam darah, yang penting untuk kesehatan jantung.
3) Olahraga Teratur : Melakukan aktivitas fisik teratur seperti berjalan
kaki, jogging ringan, atau berenang dapat membantu memperkuat
jantung, meningkatkan sirkulasi darah, dan mengurangi risiko
penyakit jantung.
4) Pengelolaan Stres : Mengelola stres melalui teknik relaksasi seperti
meditasi, yoga, atau terapi psikologis dapat membantu mengurangi
tekanan darah dan memperbaiki kesehatan mental.
5) Pemantauan Tekanan Darah dan Kadar Gula Darah : Pasien
dengan infark miokard disarankan untuk memantau tekanan darah
dan kadar gula darah secara teratur, dan mengontrolnya sesuai
dengan saran dokter.
6) erapi Latihan Fisik Terkontrol : Program rehabilitasi jantung yang
mencakup latihan fisik terkontrol di bawah pengawasan ahli dapat
membantu memperkuat jantung dan meningkatkan kebugaran fisik.
7) Pendidikan dan Dukungan Psikososial : Memberikan pendidikan
kepada pasien dan keluarganya tentang penyakit jantung, serta
menyediakan dukungan psikososial, dapat membantu pasien
mengatasi kecemasan dan meningkatkan kualitas hidup.
8) Pengelolaan Diabetes : Jika pasien memiliki diabetes, mengontrol
kadar gula darah dengan ketat melalui diet sehat, olahraga teratur,
dan pengawasan medis adalah penting untuk mengurangi risiko
komplikasi jantung.

BAB III

KASUS DAN PEMBAHASAN

1. KASUS

Pasien pria beruasia 50 tahun, masuk rumah sakit (MRS) dengan keluhan nyeri
dada pada malam hari, frekuensi berkeringat meningkat (berkeringat terus
menerus selama 40 menit), dan tidak kunjung membaik setelah mengkonsumsi
isosorbide dinitrate sublingual. Pasien tidak ada riwayat penyakit hipertensi
ataupun diabetes, serta bukan perokok.

2. Hasil pemeriksaan EKG (Gambar di bawah)

Menunjukkan inversi gelombang T Dinamis pada V2 ke V6 Troponin T


kuantitatif diamati sebagai positif EF (fraksi ejeksi) 45%

Pasien direkomendasikan untuk melakukan PTCA (percutaneous transluminal


coronary angioplasty). Pertanyaan:
a. Berdasarkan kasus di atas susunlah SOAP untuk merekomendasikan
terapi yang tepat untuk pengatasan Non-STEMI ketika MRS.
b. Berdasarkan kasus di atas setelah PTCA pasien direkomendasikan
untuk pulang, rekomendasi terapi obat pulang untuk pasien dengan N-
STEMI apa yang kalian rekomendasikan?

B. ANALISIS KASUS
1. SUBYEKTIF
Pasien pria beruasia 50 tahun, masuk rumah sakit (MRS) dengan keluhan
nyeri dada pada malam hari, frekuensi berkeringat meningkat (berkeringat
terus menerus selama 40 menit), dan tidak kunjung membaik setelah
mengkonsumsi isosorbide dinitrate sublingual. Pasien tidak ada riwayat
penyakit hipertensi ataupun diabetes, serta bukan perokok.
2. OBYEKTIF
Hasil pemeriksaan EKG (Gambar di bawah)
Menunjukkan inversi gelombang T Dinamis pada V2 ke V6 Troponin T
kuantitatif diamati sebagai positif EF (fraksi ejeksi) 45%

riwayat penyakit: . Pasien tidak ada riwayat penyakit hipertensi ataupun


diabetes, serta bukan perokok.

3. Assessment
Problem medis Pengobatan saat ini DRPs
Infark miokard Ada indikasi , tapi tidak kami merekomendasikan
ada terapi dan obat kurang obat aspirin untuk
tepat konfirmasi ke dokter bahwa
Terapi infark miokard
dengan dosis 75-100 mg 1x
sehari sesudah makan
menurut basis pharmacology
and drug notes edisi 2019.
Non-STEMI Ada indikasi , tapi tidak Kami merekombinasikan
ada terapi terapi Non-STEMI MRS
yaitu dengan melakukan
terapi fisioterapi, terapi
program rehabilitas jantung,
dan terapi psikologis.

4. PLANNING
a. Farmakologi
Aspirin dosis 75-100 mg 1x sehari sesudah makan
b. Non farmakologi
1) Perubahan Gaya Hidup Sehat : Mengadopsi gaya hidup sehat
termasuk berhenti merokok, menjaga berat badan ideal,
mengonsumsi makanan sehat, dan berolahraga teratur dapat
membantu mengurangi risiko serangan jantung berulang.
2) Diet Sehat : Mengikuti diet rendah lemak jenuh, kolesterol, dan
sodium dapat membantu mengontrol tekanan darah dan kadar
kolesterol dalam darah, yang penting untuk kesehatan jantung.
3) Olahraga Teratur : Melakukan aktivitas fisik teratur seperti berjalan
kaki, jogging ringan, atau berenang dapat membantu memperkuat
jantung, meningkatkan sirkulasi darah, dan mengurangi risiko
penyakit jantung.
4) Pengelolaan Stres : Mengelola stres melalui teknik relaksasi seperti
meditasi, yoga, atau terapi psikologis dapat membantu mengurangi
tekanan darah dan memperbaiki kesehatan mental.
5) Pemantauan Tekanan Darah dan Kadar Gula Darah : Pasien dengan
infark miokard disarankan untuk memantau tekanan darah dan
kadar gula darah secara teratur, dan mengontrolnya sesuai dengan
saran dokter.
6) Terapi Latihan Fisik Terkontrol : Program rehabilitasi jantung yang
mencakup latihan fisik terkontrol di bawah pengawasan ahli dapat
membantu memperkuat jantung dan meningkatkan kebugaran fisik.
7) Pendidikan dan Dukungan Psikososial : Memberikan pendidikan
kepada pasien dan keluarganya tentang penyakit jantung, serta
menyediakan dukungan psikososial, dapat membantu pasien
mengatasi kecemasan dan meningkatkan kualitas hidup.
8) Pengelolaan Diabetes : Jika pasien memiliki diabetes, mengontrol
kadar gula darah dengan ketat melalui diet sehat, olahraga teratur,
dan pengawasan medis adalah penting untuk mengurangi risiko
komplikasi jantung.

5. MONITORING
1) Monitoring Efek Samping Obat ( ESO )
2) Monitoring nyeri dada Pasien
3) Monitoring Pemantauan Terapi Obat ( PTO )

6. KIE (Komunikasi, Informasi dan Eukasi)

1) Informasikan kepada pasien untuk selalu rutin


mengkonsumsi obat
2) Informasikan kepada pasien untuk diet rendah kalori , serta
rendah garam
3) Informasikan kepada pasien untuk melakukan olahraga ringan
selama 30 menit
4) Informasikan kepada pasien untuk mengontrol tekanan darah
dan mempertahankan berat badan
5) Informasikan kepada pasien konsumsi asam lemak omega 3,
buah dan sayur serta kacang - kacangan

DAFTAR PUSTAKA

Lily S Leonard. 2019. Patofisiologi Penyakitt Jantung, Edisi 6. Diterjemahkan oleh


Ahmad Handayani dkk. Jakarta: EGC.

Putra Prima Aji, Maulina Nura, Nadira Cut, & Sidrah. (2019). Hubungan Diabetes
Melitus dan Hipertensi dengan Luas Infark Miokard (Berdasarkan Skor
Selvester) Pasien Sindrom Koroner Akut di Rumah Sakit Umum Cut Meutia
Aceh Utara tahun 2019.

Huma S, Tariq R, Amin F, Mahmood KT. (2012). Faktor Risiko Predisposisi yang
Dapat Dimodifikasi dan Tidak Dapat Dimodifikasi dari Infark Miokard. Review.
Jurnal Ilmu Farmasi Dan Penelitian. 2012;4(1):1649

Haryuni, S. (2015). Hubungan antara Berat Badan dengan Kejadian Infark Miokard
Akut pada Pasien di Ruang Intensive Coronary Care Unit RSUD Dr. Iskak
Kabupaten Tulungagung. Jurnal Care Vol. 3, No. 3.

Damayanti, D., Fuadah, D. Z., Chrisdianto, O., Program, D., Keperawatan, S., Karya,
S., & Kediri, H. (2022). Hubungan Kadar Glukosa Darah dengan Kejadian
Infark Miokard Akut (IMA) Di RSUD Dr. Iskak Tulungagung (Vol. 3, Issue 1).

Anda mungkin juga menyukai