Anda di halaman 1dari 3

K.

Prognosis
Beberapa indeks prognosis telah diajukan, secara praktis dapat diambil
pegangan 3 faktor penting yaitu:
1. Potensial terjadinya aritmia yang gawat (aritmia ventrikel dll)
2. Potensial serangan iskemia lebih lanjut.
3. Potensial pemburukan gangguan hemodinamik lebih lanjut (bergantung
terutama pada luas daerah infark).
Tiga faktor penting yang menentukan indeks prognosis, yaitu potensi
terjadinya aritmia yang gawat, potensi serangan iskemia lebih jauh, dan
potensi pemburukan gangguan hemodinamik.
Sebagian besar penderita yang bertahan hidup selama beberapa hari setelah
serangan jantung dapat mengalami kesembuhan total; tetapi sekitar 10%
meninggal dalam waktu 1 tahun. Kematian terjadi dalam waktu 3-4 bulan
pertama, terutama pada penderita yang kembali mengalami angina, aritmia
ventrikuler dan gagal jantung.
1.

Aritmia
2. Bradikardia sinus

2.1.1. Definisi
Infark adalah area nekrosis koagulasi pada jaringan akibat
iskemia lokal, disebabkan oleh obstruksi sirkulasi ke daerah
itu, paling sering karena trombus atau embolus
Etiologi
Ada empat faktor resiko biologis infark miokard yang tidak
dapat diubah, yaitu usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat
keluarga. Resiko aterosklerosis koroner meningkat seiring
bertambahnya usia. Penyakit yang serius jarang terjadi
sebelum usia 40 tahun. Faktor resiko lain masih dapat
diubah, sehingga berpotensi dapat memperlambat proses
aterogenik (Santoso, 2005). Faktor- faktor tersebut adalah
abnormalitas kadar serum lipid, hipertensi, merokok,
diabetes, obesitas, faktor psikososial, konsumsi buahbuahan, diet dan alkohol, dan aktivitas fisik
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik
sedikitnya 140 mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90
mmHg. Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan
resistensi vaskuler terhadap pemompaan darah dari
ventrikel kiri. Akibatnya kerja jantung bertambah, sehingga
ventrikel kiri hipertrofi untuk meningkatkan kekuatan
pompa. Bila proses aterosklerosis terjadi, maka penyediaan
oksigen untuk miokard berkurang. Tingginya kebutuhan
oksigen karena hipertrofi jaringan tidak sesuai dengan
rendahnya kadar oksigen yang tersedia

3. Irama nodal
4. Gangguan hantaran atrioventrikular
5. Gangguan hantaran intraventrikel
6. Asistolik
7. Takikardia sinus
8. Kontraksi atrium prematur
9. Takikardia supraventrikel
10. Flutter atrium
11. Fibrilasi atrium
12. Takikardia atrium multifokal
13. Kontraksi prematur ventrikel
14. Takikardia ventrike l 15. Takikardia idioventrikel
16. Flutter dan Fibrilasi ventrikel
17. Renjatan kardiogenik 18. Tromboembolisme
19. Perikarditis 20. Aneurisme ventrikel
21. Regurgitasi mitral akut
22. Ruptur jantung dan septum
F. Diagnosis Banding
1. Angina Pectoris tidak stabil/insufisiensi koroner akut.
2. Diseksi aorta (nyeri dada umumnya sangat hebat, dapat menjalar ke
perut dan punggung).
3. Kelainan saluran cerna bagian atas (hernia diafragmatika, esofagitis
refluks)
4. Kelainan lokal dinding dada (nyeri bersifat lokal, bertambah dengan

Menurut Anand (2008), wanita mengalami kejadian infark


miokard pertama kali 9 tahun lebih lama daripada laki-laki.
Perbedaan onset infark miokard pertama ini diperkirakan
dari berbagai faktor resiko tinggi yang mulai muncul pada
wanita dan laki-laki ketika berusia muda. Wanita agaknya
relatif kebal terhadap penyakit ini sampai menopause, dan
kemudian menjadi sama rentannya seperti pria. Hal diduga
karena adanya efek perlindungan estrogen (Santoso,
2005).
Abnormalitas kadar lipid serum yang merupakan faktor
resiko adalah hiperlipidemia. Hiperlipidemia adalah
peningkatan kadar kolesterol atau trigliserida serum di atas
batas normal. The National Cholesterol Education Program
(NCEP) menemukan kolesterol LDL sebagai faktor
penyebab penyakit jantung koroner. The Coronary Primary
Prevention Trial (CPPT) memperlihatkan bahwa penurunan
kadar kolesterol juga menurunkan mortalitas akibat infark
miokard
2.1.4. Gejala Klinis
Nyeri dada penderita infark miokard serupa dengan nyeri
angina tetapi lebih intensif dan berlangsung lama serta
tidak sepenuhnya hilang dengan istirahat ataupun
pemberian nitrogliserin (Irmalita, 1996). Angina pektoris
adalah jeritan otot jantung yang merupakan rasa sakit
pada dada akibat kekurangan pasokan oksigen miokard.
Gejalanya adalah rasa sakit pada dada sentral atau
retrosentral yang dapat menyebar ke salah satu atau
kedua tangan, leher dan punggung. Faktor pencetus yang
menyebabkan angina adalah kegiatan fisik, emosi
berlebihan dan terkadang sesudah makan. Hal ini karena
kegiatan tersebut mencetuskan peningkatan kebutuhan
oksigen. Namun, sakit dada juga sering timbul ketika
pasien sedang beristirahat

tekanan atau perubahan posisi tubuh)


5. Kompresi saraf (terutama C8, nyeri pada distribusi saraf tersebut)
6. Kelainan intra-abdominal (kelainan akut, pankreatitis dapat
menyerupai IMA)

2.1.5. Diagnosis

2.1.3. Patologi
Kejadian infark miokard diawali dengan terbentuknya
aterosklerosis yang kemudian ruptur dan menyumbat
pembuluh darah. Penyakit aterosklerosis ditandai dengan
formasi bertahap fatty plaque di dalam dinding arteri.
Lama-kelamaan plak ini terus tumbuh ke dalam lumen,
sehingga diameter lumen menyempit. Penyempitan lumen
mengganggu aliran darah ke distal dari tempat
penyumbatan terjadi
Leukosit yang bersirkulasi menempel pada sel endotel
teraktivasi. Kemudian leukosit bermigrasi ke sub endotel
dan berubah menjadi makrofag. Di sini makrofag berperan
sebagai pembersih dan bekerja mengeliminasi kolesterol
LDL. Sel makrofag yang terpajan dengan kolesterol LDL
teroksidasi disebut sel busa (foam cell). Faktor
pertumbuhan dan trombosit menyebabkan migrasi otot
polos dari tunika media ke dalam tunika intima dan
proliferasi matriks. Proses ini mengubah bercak lemak
menjadi ateroma matur. Lapisan fibrosa menutupi ateroma
matur, membatasi lesi dari lumen pembuluh darah.
Perlekatan trombosit ke tepian ateroma yang kasar
menyebabkan terbentuknya trombosis. Ulserasi atau ruptur
mendadak lapisan fibrosa atau perdarahan yang terjadi
dalam ateroma menyebabkan oklusi arteri
Ketika aliran darah menurun tiba-tiba akibat oklusi trombus
di arteri koroner, maka terjadi infark miokard tipe elevasi
segmen ST (STEMI). Perkembangan perlahan dari stenosis
koroner tidak menimbulkan STEMI karena dalam rentang
waktu tersebut dapat terbentuk pembuluh darah kolateral.
Dengan kata lain STEMI hanya terjadi jika arteri koroner
tersumbat cepat (Antman, 2005).
Non STEMI merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi
segmen ST yang disebabkan oleh obstruksi koroner akibat
erosi dan ruptur plak. Erosi dan ruptur plak ateroma
menimbulkan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan
oksigen. Pada Non STEMI, trombus yang terbentuk
biasanya tidak menyebabkan oklusi menyeluruh lumen
arteri koroner (Kalim, 2001).
Infark miokard dapat bersifat transmural dan
subendokardial (nontransmural). Infark miokard transmural
disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang terjadi cepat
yaitu dalam beberapa jam hingga minimal 6-8 jam. Semua
otot antung yang terlibat mengalami nekrosis dalam waktu
yang bersamaan. Infark miokard subendokardial terjadi
hanya di sebagian miokard dan terdiri dari bagian nekrosis
yang telah terjadi pada waktu berbeda-beda

Menurut Irmalita (1996), diagnosis IMA ditegakkan bila


didapatkan dua atau lebih dari 3 kriteria, yaitu
1. Adanya nyeri dada
Sakit dada terjadi lebih dari 20 menit dan tidak hilang
dengan pemberian nitrat biasa.
2. Perubahan elektrokardiografi (EKG)
Nekrosis miokard dilihat dari 12 lead EKG. Selama fase
awal miokard infark akut, EKG pasien yang mengalami
oklusi total arteri koroner menunjukkan elevasi segmen ST.
Kemudian gambaran EKG berupa elevasi segmen ST akan
berkembang menjadi gelombang Q. Sebagian kecil
berkembang menjadi gelombang non-Q. Ketika trombus
tidak menyebabkan oklusi total, maka tidak terjadi elevasi
segmen ST. Pasien dengan gambaran EKG tanpa elevasi
segmen ST digolongkan ke dalam unstable angina atau
Non STEMI (Cannon, 2005).
3. Peningkatan petanda biokimia.
Pada nekrosis miokard, protein intraseluler akan masuk
dalam ruang interstitial dan masuk ke sirkulasi sistemik
melalui mikrovaskuler lokal dan aliran limfatik (Patel,
1999). Oleh sebab itu, nekrosis miokard dapat dideteksi
dari pemeriksaan protein dalam darah yang disebabkan
kerusakan sel. Protein-protein tersebut antara lain
aspartate aminotransferase (AST), lactate dehydrogenase,
creatine kinase isoenzyme MB (CK-MB), mioglobin, carbonic
anhydrase III (CA
III), myosin light chain (MLC) dan cardiac troponin I dan T
(cTnI dan cTnT) (Samsu, 2007). Peningkatan kadar serum
protein-protein ini mengkonfirmasi adanya infark miokard
(Nigam, 2007).
.1.2 Klasifikasi IMA
Infark Miokard Akut diklasifikasikan berdasar EKG 12 sandapan menjadi
-Infark miokard akut ST-elevasi (STEMI) : oklusi total dari arteri koroner
yang menyebabkan area infark yang lebih luas meliputi seluruh ketebalan
miokardium, yang ditandai dengan adanya elevasi segmen ST pada EKG.
-Infark miokard akut non ST-elevasi (NSTEMI) : oklusi sebagian dari arteri
koroner tanpa melibatkan seluruh ketebalan miokardium, sehingga tidak
ada elevasi segmen ST pada EKG.

Anda mungkin juga menyukai