Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

CRANIOTOMY
DI OK BEDAH RSPAD GATOT SOEBROTO

DISUSUN OLEH :
AYU KRISTIANA
1510721033

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
2016

A. PENGERTIAN
Coronary Artery Bypass Graft ( CABG ) merupakan salah satu penanganan
intervensi dari penyakit jantung koroner (PJK) dengan cara membuat saluran baru
melewati arteri koroner yang mengalami penyempitan/penyumbatan (Feryawati, 2005)
Coronary Artery Bypass Graft ( CABG ) adalah bedah pintas koroner yang
merupakan salah satu upaya atau tindakan yang dilakukan untuk revaskularisasi pada
penderita penyakit jantung koroner. (Muttaqin, 2009)
CABG adalah operasi yang menanamkan pembuluh darah dari tempat laindi
tubuh untuk memberikan bypass ( jalur alternatif ) di dalam pembuluh jantung yang
tersumbat sehingga darah dapat kembali mengalir lancar ke seluruh bagian jantung itu
sendiri untuk memberikan nutrisi bagi jantung. (Anwar, 2006)
CABG adalah teknik operasi atau jenis operasi yang digunakan untuk
meningkatkan aliran darah ke jantung pada orang dengan penyakit arteri koroner berat
(CAD)

(Institute

Kesehatan

Nasional,

Departement

Kesehatan

&

Layanan

Kemanusiaan)
Coronary Artery Disease (CAD) adalah gangguan vaskular yang membuat
sumbatan dan penyempitan pembuluh darah coronary artery dan menyebabkan
berkurangnya aliran darah dan suplay oksigen ke otot jantung. (McCance & Huether,
2005)
B. ETIOLOGI
Terdapat beberapa hipotesis mengenai apa yang pertama kali menyebabkan
kerusakan sel sel endotel. Dapat di katakan bahwa beberapa proses pencetus yang
terlibat adalah berlainan, dengan derajat yang berbeda beda, pada orang yang berbeda
pula.
a) Kolesterol serum yang tinggi
Hipotesis pertama mengisyaratkan bahwa kadar kolesterol serum dan trigliserida
yang tinggi dapat menyebabkan pembentukan atherosklerosis.
Kolesterol dan trigliserida di bawa dalam darah terbungkus dalam protein
pengangkut lemak yang disebut lipoprotein.
Contoh ekstrim tingginya kolesterol yang menyebabkan atherosklerosis di jumpai
pada diabetes militus. Diabetes militus adalah faktor resiko utama untuk
atherosklerosis.
b) Tekanan darah tinggi

Hipotesis kedua mengenai pembentukan atherosklerosisdi dasarkan pada


kenyataan bahwa tekanan darahyang tinggi secara kronis menimbulkan gaya
regang / potong yang merobek lapisan endotel arteri dan arteriol.
c) Infeksi virus
Hipotesis
ketiga
menjelaskan
bagaimana
atherosklerosis

terbentuk

mengisyaratkan bahwa sebagian sel endotel mungkin terinfeksi oleh suatu virus.
Infeksi mencetuskan siklus peradangan.
d) Kadar besi darah yang tinggi
Hipotesis keempat mengenai atherosklerosis arteri koroner adalah bahwa kadar
besi serum yang tinggi dapat merusak arteri koroner atau memperparahkerusakan
yang disebabkan oleh hal lain.
Penyebab tersering dari artery coronary disease adalah :
1. Penyempitan lumen progresif akibat pembesaran plak.
2. Perdarahan pada plak ateroma.
3. Pembentukan trombus yang diawali agregrasi trombosit.
4. Embolisasi trombus / fragmen plak.
5. Spasme arteria koronaria
(Corwin, 2000)
C. PATOFISOLOGI
Atherosklerosis dimulai ketika kolesterol berlemak tertimbun di intima arteri
besar, sehingga dapat disebut ateroma / plak yang akan mengganggu absorbsi nutrien
oleh sel sel endotel yang menyusun lapisan dinding pembuluh darah dan menyumbat
aliran darah karena timbunan ini menonjol ke lumen pembuluh darah. Endotel
pembuluh darah yang terkena akan mengalami nekrotik dan menjadi jaringan parut
sehingga lumen menjadi semakin sempit dan berdinding kasar menyebabkan aliran
darah terhambat atau terhenti, kecuali sejumlah kecil aliran kolateral dari pembuluh
disekitarnya. Daerah otot yang sama sekali tidak mendapat aliran atau mendapat sedikit
aliran sehingga tidak dapat mempertahankan fungsi otot jantung, dikatakan mengalami
infark, seluruh proses ini disebut infark miokardium.
Segera setelah mulai timbul infark, sejumlah kecil darah kolateral meresap
kedalam daerah infark, dan hal ini bersama dengan dilatasi progresif pada pembuluh
darah lokal, menyebabkan daerah tersebut dipenuhi oleh darah yang terbendung. Secara
bersamaan, serat otot memakai sisa akhir oksigen dalam darah, sehingga hemoglobin
menjadi tereduksi secara total menjadi berwarna biru gelap. Daerah yang mengalami

infark menjadi berwarna coklat kebiru-biruan dan pembuluh darah dari daerah tersebut
tampak mengembang walaupun aliran darahnya kurang.
Pada tingkat
membocorkan cairan,

lanjut, dinding

pembuluh menjadi sangat permeabel dan

jaringan menjadi edematosa, dan sel otot jantung mulai

membengkak akibat berkurangnya metabolisme selular. Dalam waktu beberapa jam


tanpa penyediaan darah, sel-sel akan mati. Otot jantung memerlukan kira-kira 1,3
mililiter oksigen per 100 gram jaringan otot per menit agar tetap hidup. Nilai ini
sebanding dengan kira-kira 8 mililiter oksigen per100 gram yang diberikan pada
ventrikel kiri dalam keadaan istirahat setiap menitnya. Karena itu, bila tetap terdapat 15
sampai 30% aliran darah koroner normal dalam keadaan istirahat, maka otot tidak akan
mati. Namun, pada bagian sentral dari suatu daerah infark yang besar, dimana hampir
tidak terdapat aliran darah kolateral, otot akan mati.
D. MANIFESTASI KLINIK
Atherosklerosis koroner menimbulkan gejala dan komplikasi sebagai akibat
penyempitan lumen arteri dan penyumbatan aliran darah ke jantung. Sumbatan aliran
darah berlangsung progresif, dan suplai darah yang tidak adekuat ( ischemia ) yang di
timbulkannya akan membuat sel sel otot kekurangan komponen darah yang di
butuhkan untuk hidup.
Kerusakan sel akibat ischemia terjadi dalam berbagai tingkat. Manifetasi
utama ischemia miokardium adalah nyeri dada. Angina pektoris adalah nyeri dada yang
hilang timbul, tidak di sertai kerusakan irreversibel sel-sel jantung. Ischemia yang lebih
berat, disertai kerusakan sel dinamakan infark miokardium. Jantung yang mengalami
kerusakan irreversibel akan mengalami degenerasi dan kemudian deganti dengan
jaringan parut. Bila kerusakan jantung sangat luas, jantung akan mengalami kegagalan,
artinya, ia tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan tubuh akan darah dengan
memberikan curah jantung yang adekuat.
Manifestasi klinik lain penyakit arteri koroner dapat berupa perubahan pola
EKG, aneurisma ventrikel, distritmia dan kematian mendadak.
(Smeltzer & Bare, 2002)
E. KOMPLIKASI

1. Kerusakan sementara pada Neurokognitif, namun penelitian terbaru bahwa


penurunan kognitif tidak disebabkan oleh CABG tetapi lebih merupakan
2.
3.
4.
5.

konsekuensi dari penyakit vaskuler.


Infark miokard akut akibat emboli.
Gagal renal akut akibat emboli atau hipoperkusi.
Stenosis pada cangkokan
Stroke skunder terhadap emboli atau hipoperkusi.
( Muttaqin, 2009 )

F. PENATALAKSANAAN
1) PROSEDUR PELAKSANAAN
A. Persiapan sebelum pelaksanaan operasi CABG :
i.
Persiapan pasien :
a) Inormed concern
b) Obat obatan pra operasi : aspirin, nitrogliserin, nifedipin, diltiazem
c) Pemeriksaan laborat lengkap terutama : Hb, Hematokrit, jumlah leukosit,
kadar elektrolit, faal hemotasis, foto thorak, EGC, serta tes fungsi paru
d)
e)
f)
g)

paru ( vital capacity )


Persiapan darah 6 10 bag sesuai golongan darah pasien
Puasa m alam10 2 jam
Cukur area pembedahan
Lepaskan perhiasan, kontak lensa, mata palsu, gigi palsu ( identifikasi dan

simpan yang aman atau berikan keluarganya ).


h) Cek benda benda asing dalam mulut.
ii.

Persiapan alat dan bahan penunjang operasi :


a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)

Bahan habis pakai (spuit, masker, jarum, benang, dll)


Alat penunjang kamar operasi
Linen set ( 3 set )
Instrument dasar (1 set dasar bedah jantung dewasa )
Instrumen tambahan ( 1 set tambahan bedah jantung )
Intrumen AV graft ( 1 set )
Instrument mikrocoroner ( 1 set )
Instrument kateter (1 set )
(Muttaqin, 2009)

B. TUJUAN
1. Membuat rute dan saluran baru pada arteri yang terbendung sehingga
oksigen dan nutrisi dapat mencapai otot jantung.
2. Mengatasi terhambatnya aliran artery coronaria akibat adanya penyempitan
bahkan penyumbatan ke otot jantung.

3. Meningkatkan kualitas hidup dan mengurangi gejala angina dan PJK


lainnya.
4. Memungkinkan klien untuk melanjutkan gaya hidup yang lebih aktif.
5. Meningkatkan tindakan pemompaan jantung jika sudah rusak oleh serangan
jantung.
6. Menurunkan rsiko serangan jantung ( pada beberapa pasien, seperti mereka
yang memiliki diabetes )
7. Meningkatkan kesempatan klien untuk bertahan hidup.
( Institute Kesehatan Nasional, Departement Kesehatan & Layanan Kemanusiaan )
C. INDIKASI
1. Penderita penyakit arteri utama / setara
2. Penderita dengan 3 vessel disease
3. Abnormal fungsi ventrikel kiri
4. Oklusi cangkokan dari CABG sebelumnya
5. Angina yang tidak dapat di kontrol dengan terapi medis
6. Angina yang tidak stabil
7. Sumbatan yang tidak dapat ditangani dengan terapi PTCA
8. Stenosis arteri koroner kiri lebih dari 70 %
9. Klien dengan komplikasi kegagalan PTCA
( Institute Kesehatan Nasional, Departement Kesehatan & Layanan Kemanusiaan )
D. KONTRA INDIKASI
1. Usia Lanjut
2. Tidak ada gangguan angina
3. Fungsi ventrikel kiri jelek ( kurang dari 30 % )
4. Struktur arteri koroner tidak memungkinkan untuk di sambung
5. Sumbatan pada arteri kurang 70 %, sebab jika sumbatan pada arteri kurang
dari 70 %, maka aliran darah tersebut masih cukup banyak sehingga
mencegah aliran darah yang adekuat pada pintasan, akibatnya akan terjadi
bekuan pada CABG, sehingga hasil operasi menjadi sia sia.
( Muttaqin, 2009 )
E. PELAKSANAAN
1) Pemasangan CVP pada vena jugularis dekstra atau vena subklavia dekstra,
arteri line dan saturasi oksigen.
2) Pasien dipindah dari ruang premedikasi ke kamar operasi.
3) Pasang kateter dan kabel monitor suhu, diselipkan dibawah femur kiri
pasien dan diplester.
4) Pasang plate diatermi di daerah pantat / pangkal femur bawah .
5) Posisi pasien terlentang, kedua tangan disamping kiri dan kanan badan dan
diikat dengan duek kecil, dibawah punggung tepat di scapula diganjal guling
kecil.

6) Bagian lutut kaki diganjal guling, untuk memudahkan pengambilan graft


vena.
7) Menyuntikkan agen induksi untuk membuat pasien tidak sadar.
8) Petugas anestesi memasang ETT memulai ventilasi mekanik.
9) Melakukan desinfeksi dengan betadin 10 % mulai dari batas dagu dibawah
bibir kesamping leher melewati mid aksila samping kanan kiri, kedua kaki
sampai batas malleolus ke pangkal paha (kedua kaki diangkat) kemudian
daerah pubis dan kemaluan didesinfeksi terakhir selnjutnya didesinfeksi
dengan larutan hibitan 1% seperti urutan tersebut diatas dan dikeringkan
dengan kasa steril.
10) Dada dibuka melalui jalur median sternotomi dan operator mulai memeriksa
jantung.
11) Pembuluh darah yang sering digunakan untuk bypass grafting ini antara
lain ; arteri thoracic internal, arteri radial, dan vena saphena.
12) Saat dilakukan pemotongan arteri tersebut, klien diberi heparin untuk
mencegah pembekuan darah.
13) Pada operasi off pump, operator menggunakan alat untuk menstabilkan
jantung.
14) Pada operasi on Pump, maka ahli bedah membuat kanul ke dalam jantung
dan menginstruksikan kepada petugas perfusionist untuk memulai
cardiopulmonary bypass (CPB).
15) Setelah CPB terpasang, operator ditempat klem lintas aorta (aortic cross
clamp) diseluruh aorta dan mengintruksikan perfusionist untuk memasukkan
cardioplegia untuk menghentikan jantung.
16) Ujung setiap pembuluh darah grefting dijahit pada arteri koronaria diluar
daerah yang diblok dan ujung alin dihubungkan pada aorta.
17) Jantung dihidupkan kembali; atau pada operasi off pump alat stabilisator
dipisahkan. Pada beberapa kasus, aorta didukung sebagian oleh klem CShaped, jantung dihidupkan kembali dan penjahitan jaringan grafting ke
aorta dilakukan sembari jantung berdenyut.
18) Protamin diberikan untuk memberikan efek heparin .
19) Sternum dijahit bersamaan dan insisi dijahit kembali.
20) Pasien akan dipindahkan ke unit perawatan intensif (ICU) untuk
penyembuhan.
21) Setelah keadaan sadar dan stabil di ICU (sekitar 1 hari), pasien bisa dipindah
ke ruang rawat samapi pasien siap untuk pulang.
F. KEPERAWATAN PRE OPERASI
1) Status psikologi : cemas
2) Nitrogliserin SL/ transdermal-Status klinik : nyeri dada

3) Riwayat penyakit dahulu : Kaji riwayat DM karena DM memicu


aterosklerosis, menghambat penyembuhan luka dan predisposisi infeksi.
Hipertensi dan obesitas meningkatkan beban kerja jantung.
Obesitas meningkatkan resiko infeksi karena jaringan adiposa mengandung
sedikit vaskularisasi.
4) Pemberian antibiotic profilaksis : Mencegah infeksi
5) Tanda-tanda vital : Tekanan darah bilateral, nadi, suhu, RR
6) Jaga pasien tetap hangat dengan memberi selimut-Observasi adanya
shivering :
Menggigil (Shivering) dapat meningkatkan pelepasan katekolamin.
7) Thorak foto : dapat memberikan informasi mengenai ruang jantung, aorta
torakal, pembuluh darah pulmonal.
Pada pasien dengan kalsifikasi aorta asendens yang luas maka dihindari
penggunaan klem pembuluh darah aorta atau cardiopulmonary bypass.
8) Ekokardiografi :
Untuk evaluasi fungsi ventrikel sebelum dan segera setelah operasi, untuk
mengetahui adanya tumor, thrombus atau udara yang masih ada di rongga
atrium atau ventrikel setelah intervensi bedah jantung.
9) Kateterisasi jantung :
Untuk mengetahui lokasi dan luasnya arteri yang menyempit/tersumbat.
10) Laboratorium:
DL, profil koagulan, Faal Homeostasis, Renal Fungsi Tes, Liver Fungsi Tes.
11) Edukasi : Melatih batuk efektif dan nafas dalam .
G. KEPERAWATAN INTRA OPERASI
1) Posisi : supin
2) Pengkajian : monitoring EKG, tanda tanda vital, menyiapkan defibrillator.
Jika jantung fibrilasi dan tidak dapat diresusitasi maka segera dilakukan
pijatan langsung pada jantung.
3) Insisi : Median sternotomy.
Kulit diinsisi dari sternal notch sampai ke linea alba dibawah prosesus
4)

xipoidius.
Pemilihan saluran (conduit): Arteri mamaria interna, vena saphena, arteri

radialis, arteri gastroepiploik, arteri epigastrik inferior.


5) Pintasan jantung paru : pada pendekatan ini kanula dimasukkan melalui
atrium kanan ke vena kava superior dan inferior untuk mengalirkan darah
dari tubuh ke system pintasan.
System pompa menciptakan vakum, menarik darah ke reservoir vena ; darah
dibersihkan dari gelembung udara, bekuan darah dan partikulatnya dengan
filter.
Darah kemudian dialirkan ke oksigenator, melepaskan karbondioksida dan
mendapat oksigen. Darah ditarik ke pompa dan kemudian didorong ke

penukar panas, dimana temperaturnya diatur, dan kemudian dikembalikan


ke tubuh melalui aorta asendens (Smeltzer, 2002).
6) Peran perawat : Membantu prosedur operasi, menjaga keamanan dan
kenyaman pasien. Ruang lingkup intervensi diantaranya mengatur posisi,
perawatan kulit, dukungan emosional pada pasien dan keluarga.
7) Komplikasi intraoperatif yang mungkin terjadi: Aritmia, perdarahan, infark
miokard, cedera pembuluh darah otak, emboli, syok.
H. KEPERAWATAN POST OPERASI
1) Pengkajian
a) Status neurologi :
Tingkat responsivitas, ukuran pupil dan reaksi terhadap cahaya, reflex,
gerakan ekstremitas, dan kekuatan genggaman tangan.
b) Status jantung :
Frekuensi dan irama jantung, CVP, curah jantung, tekanan arteri paru,
PAWP, saturasi oksigen arteri paru, drainase rongga dada, status serta
fungsi pacu jantung.
c) Status respirasi:
Gerakan dada, suara nafas, setting ventilator (frekuensi, volume tidal,
konsentrasi oksigen, mode) .
d) Status pembuluh darah perifer :
Denyut nadi perifer, warna kulit, dasar kuku, mukosa, bibir dan cuping
telinga, suhu, edema, kondisi balutan dan pipa invasive.
e) Fungsi ginjal :
Haluaran urine, berat jenis urin dan osmolaritas.
f) Status cairan dan elektrolit :
Intake dan output, nilai laboratorium untuk kalium, natrium, calcium
g) Nyeri:
Sifat, jenis, lokasi, durasi, respon terhadap analgesic.
Pasien yang menjalani CABG dengan arteri mamaria interna dapat
mengalami parestesis sementara atau menetap nervus ulnarispada sisi
yang sama dengan graf yang diambil.
Pasien yang menjalani CABG dengan arteri gastroepiploik juga dapat
mengalami ileus selama beberapa waktu dan akan mengalami nyeri
abdomen pada tempat insisi selain nyeri dada.

2) Pengkajian komplikasi:
a) Penurunan curah jantung
Penyebabnya antara lain ; Gangguan preload, gangguan afterload,
gangguan frekuensi jantung, gangguan kontraktilitas.
b) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
Pantau asupan dan haluaran cairan, kadar elektrolit.
c) Gangguan pertukaran gas
Indikasi gangguan pertukaran gas ; gelisah, cemas, sianosis pada selaput
lendir dan jaringan perifer, takikardia, berusaha melepas ventilator.
Suara nafas ronki.
d) Gangguan peredaran darah otak: hipoksia
( Muttaqin, A.2009; Feriyawati, L. 2005 )
I. PENGKAJIAN
a. Demografi (Terfokus pada kasus)
a) Identitas pasien :
Nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, pendidikan, diagnose
medis, tanggal dan jam MRS, tanggal dan jam pengkajian.
b) Keluhan utama :
Nyeri dada, sesak nafas, palpitasi, pingsan .
b. Riwayat Kesehatan (Terfokus pada kasus)
a) Riwayat penyakit sekarang:
Pasien mengeluh nyeri, sesak nafas,palpitasi, pingsan.
b) Riwayat penyakit dahulu :
Kaji riwayat DM karena DM memicu aterosklerosis, menghambat
penyembuhan luka dan predisposisi infeksi.
Hipertensi dan obesitas meningkatkan beban kerja jantung.
Obesitas meningkatkan resiko infeksi karena jaringan

adiposa

mengandung sedikit vaskularisasi.


c) Riwayat penyakit keluarga :
Riwayat penyakit yang pernah diderita keluarga seperti DM, hipertensi,
penyakit jantung koroner.
d) Riwayat psikologis :
Pasien yang akan dilakukan CABG dapat mengalami kecemasan sampai
ketakutan akan kematian.
c. Pemeriksaan Fisik
d. Pemeriksaan Penunjang
a) EKG (Elektrokardiografi)

Adanya gelombang patologik disertai peninggian S-T segmen yang


konveks dan diikuti gelombang T yang negative dan simetrik. Kelainan
Q menjadi lebar (lebih dari 0,04 sec) dan dalam (Q/R lebih dari ).
b) Laboratorium
a. Creatin fosfakinase (CPK). Iso enzim CKMB meningkat
Hal ini terjadi karena kerusakan otot, maka enzim intra sel
dikeluarkan ke dalam aliran darah. Normal 0-1 mU/mL.
b. SGOT (Serum Gluramic Oxalotransaminase Test)
Nomal kurang dari 12 mU/mL. kadar enzim ini naik pada 12-24 jam
setelah serangan.
c. LDH (Lactic De-Hydrogenase)
Normal kurang dari 195 mU/mL. kadar enzim biasanya baru mulai
naik setelah 48 jam.
c) Pemeriksaan lain : Ditemukan peninggian LED, Lekositosis ringan, dan
kadang Hiperglikemi ringan.
d) Kateterisasi : Angiografi koroner untuk mengetahui derajat obstruksi.
e) Radiology

: Pembesaran dari jantung.

( Muttaqin, A.2009; Feriyawati, L. 2005 )

G. PATHWAYS KEPERAWATAN
Faktor Resiko : Merokok, hiperlipidemi,
hipertensi, obesitas dan Diabetes Milletus,
Umur (diatas 40 tahun), jenis kelamin (pria
lebih banyak dari pada wanita)
Kerusakan Lapisan
endotel pembuluh
darah koroner

Sel
endotel
menghasilkan
cell
adhesion
molecule
seperti sitokin, kemokin
dan, growth factor

CAD

Gangguan vasodilatasi, dan


Sel inflamasi seperti
monosit dan
T-Limfosit masuk
mencetuskan
efek
Monosit
kemudian
LDL
teroksidasi
berdiferensiasi
menyebabkan
menjadi
makrofag
ke
permukaan
endotel
dan
migrasi
dari
endotelium
kedan
sub
protrombik
dengan
melibatkan
respons dari
mengambil
kematian
LDL teroksidasi
sel
endotel
yang
dan
bersifat
lebih
endotel.
Revaskularisasi
Non
Iskemia
bedah
Miokard
Infark
CABG
Angina
platelet
dan Koroner
faktor
koagulasi
.
Sindrom
AkutLDL
angiotensin
atherogenik
menghasilkan
dibanding

CABG

PRE OP:
1.Nyeri dada
2.Ansietas
3.Penurunan
curah
jantung
4.Intoleransi aktivitas

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN

POST OP:
1.Nyeri dada
2.Risiko penurunan
jantung
3.Risiko perdarahan
4.Risiko infeksi

curah

a. Resiko/aktual Penurunan curah jantung berhubungan dengan : Kehilangan darah


dan gangguan miokardium, gangguan preload (hipovolemia), gangguan konduksi
(aritmia).
b. Ansietas berhubungan dengan rasa takut akan kematian, penurunan status
kesehatan, kurang pengetahuan terhadap tindakan CABG.
c. Gangguan pertukaran gas sehubungan dengan kongesti paru.
d. Nyeri berhubungan dengan luka insisi.
e. Resiko infeksi berhubungan dengan port de entry kuman
I. INTERVENSI DAN RASIONAL
a. DX : Resiko/aktual Penurunan curah jantung berhubungan dengan : Kehilangan darah dan
gangguan miokardium, gangguan preload (hipovolemia), gangguan konduksi (aritmia).
Tujuan : Dalam waktu 2 X 24 jam curah jantung meningkat.
Kriterian Hasil :
a. Hemodinamik stabil (tekanan darah dalam batas normal (TDS 100-130, TDD 60-90).
b. Asupan dan haluaran sesuai
c. Nadi normal (60-100x/menit) tidak ada disritmia),
d. Produksi urine 0,5-1 cc/kgBB/jam
e. CRT < 2 detik
f. Suhu normal (36-370C)
g. RR normal (12-20 X/menit)
h. Drainase dada melalui selang pada 4-6 jam pertama < 300 cc
INTERVENSI
1. Catat dan pantau HR, TD, RR
terutama adanya hipotensi, waspadai

RASIONAL
Hipotensi dapat terjadi akibat kekurangan
cairan, disritmia, gagal jantung/syok

penurunan sistol/diastole
2. Pantau irama jantung, disritmia.
Observasi respon pasien terhadap

Letal disritmia dapat menyebabkan


penurunan curah jantung

disritmia contoh penurunan tekanan


darah
3. Observasi perubahan status
mental/orientasi/ gerakan reflex
tubuh/ gelisah

Dapat mengindikasikan penurunan aliran


darah otak akibat penurunan curah jantung

4. Catat suhu kulit dan kualitas nadi

Kulit hangat, merah muda dan nadi kuat

perifer
5. Ukur dan catat asupan dan haluaran

adalah indikasi curah jantung adekuat


Berguna dalam menentukan kebutuhan cairan

cairan

atau mengidentifikasi kelebihan cairan yang

6. Observasi adanya infark miokard

dapat mempengaruhi curah jantung


Gejala bisa tertutup oleh tingkat kesadaran

melalui pemeriksaan EKG berkala


7. Observasi perdarahan, drainase darah

pasien dan obat anti nyeri


Perdarahan dapat terjadi akibat insisi jantung,

terus-menerus, CVP rendah,


takikardia
8. Observasi adanya gagal jantung:

trauma jaringan,gangguan pembekuan


Gagal jantung yang terjadi akibat penurunan

hipotensi, peningkatan PAWP, CVP

aksi pompa jantung; dapat menurunkan

dan tekanan atrium kiri, takikardia,

perfusi ke organ vital

gelisah, sianosis, distensi vena,


dipsnea, asites. Persiapkan pemberian
diuretik dan digitalis
b. DX : Ansietas berhubungan dengan rasa takut akan kematian, penurunan status kesehatan,
kurang pengetahuan terhadap tindakan CABG.
Tujuan: Setelah 2 x 24 jam dirawat, ansietas berkurang atau hilang.
Kriteria hasil:
a. Gelisah hilang atau berkurang
b. Klien kooperatif
c. Mengungkapkan perasaanya pada perawat tentang tindakan yang diprogramkan
d. Klien dapat mengidentifikasi penyebab atau faktor yang mempengaruhinya
e. Menyatakan cemas berkurang/hilang
INTERVENSI
1. Kaji tanda-tanda dan ekspresi verbal dari
kecemasan

RASIONAL
Cemas dapat merangsang respon simpatik
dengan melepaskan katekolamin, sehingga
menyebabkan peningkatan kebutuhan jantung
akan oksigen

2. Berikan kesempatan pada klien untuk

Mengungkapkan perasaan dapat mengurangi

mengungkapkan perasaan dan

ansietas dan dapat membuat klien lebih

kecemasannya

tenang

3. Jelaskan kepada klien tentang prosedur


tindakan CABG (pengertian, manfaat,

Pengetahuan yang adekuat dapat mengurangi


kecemasan

indikasi, persiapan, prosedur, efek


samping dan resiko yang timbul apabila
tidak dilakukan CABG )
4. Berikan posisi yang nyaman, lingkungan
yang tenang bagi klien

5. Observasi TD, nadi, RR

Situasi yang tenang dapat mengurangi


kecemasan klien

Peningkatan nadi dapat menjadi indikasi


adanya kecemasan

6. Beri kesempatan orang terdekat untuk


mendampingi klien

Keluarga dapat membantu klien untuk


mengungkapkan perasaan cemas

c. DX : Gangguan pertukaran gas sehubungan dengan kongesti paru


Tujuan : Dalam waktu 1x 24 jam setelah intervensi diberikan, gangguan pertukaran gas tidak
terjadi.
Kriteria hasil:
a. Klien melaporkan tidak adanya/ penurunan dipsnea
b. Klien menunjukkan tidak ada distress nafas
c. RR = 12-20 x/menit
d. nilai GDA dalam rentang normal (pH: 7,35-7,45 ; pO2= 95-100% ; PaCO2= 35-45
mmHg)
INTERVENSI
1. Auskultasi bunyi nafas, catat bunyi

RASIONAL
Ronki dapat menjadi indikasi kongesti paru

nafas (ronki)
2. Kolaborasi pemberian oksigen

Meningkatkan oksigen alveoli yang dapat


memperbaiki atau menurunkan hipoksemia

3. Pantau hasil analisa gas darah,

jaringan
Hipoksemia dapat menjadi berat selama

oksimetri
edema paru
4. Berikan obat sesuai indikasi: diuretik, Berikan obat sesuai indikasi: diuretik,
brokodilator
5. Kolaborasi pemilihan pemberian
cairan

brokodilator
Cairan yang berlebihan dapat menyebabkan
edema paru

d. DX : Nyeri berhubungan dengan luka insisi


Tujuan: Setelah dilakukan intervensi 3 x 24 jam nyeri berkurang atau hilang.
Kriteria hasil:
a. Skala nyeri 0-3, klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang
b. Klien dapat rileks dan istirahat dengan tenang
c. Tanda vital stabil

INTERVENSI
1. Catat sifat, jenis, lokasi, dan durasi nyeri

RASIONAL
Nyeri dapat meningkatkan konsumsi oksigen

2. Bantu pasien membedakan nyeri bedah

dan beban kerja jantung


Nyeri angina memerlukan penanganan segera

dan nyeri angina


3. Berikan posisi nyaman dan ajarkan tehnik Posisi memberikan rasa nyaman
relaksasi
4. Pantau TTV

HR dapat meningkat sebagai respon dari

5. Kolaborasi pemberian analgesik

nyeri
Menurunkan nyeri, menurukan ketegangan
otot dan meningkatkan penyembuhan

e. DX : Resiko infeksi berhubungan dengan port de entry kuman


Tujuan: Infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil: Luka operasi tidak berbau dan tidak ada pus.
INTERVENSI
1. Cuci tangan sebelum dan sesudah

RASIONAL
Mencegah infeksi

tindakan
2. Kaji daerah sekitar luka operasi,

Gejala dini infeksi diketahui

observasi adanya pus, bau.


3. Pantau suhu tubuh, nadi

Hipertermi dan takikardia dapat menjadi

4. Kolaborasi antibiotik
5. Beri nutrisi yang adekuat

tanda infeksi
Membunuh bakteri/kuman
Membantu meningkatkan imunitas.

DAFTAR PUSTAKA
Doenges, M.E. 2000. Rencana Asuhan keperawatan ; Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta. EGC
Smeltzer, SC & Bare, BG. 2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Edisi 8. Volume 2. Jakarta:EGC
Feriyawati, L. 2005. CABG dengan Menggunakan Vena Saphenous, Arteri Mammaria
Interna dan Arteri Radialis. FK USU
( Institute Kesehatan Nasional, Departement Kesehatan & Layanan Kemanusiaan )
Dongoes, Marilynn.1999.Rencana Asuhan Keperawatan.ed.3.Jakarta.EGC
Muttaqin, A.2009.Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler
dan Hematologi.Jakarta:Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai