Anda di halaman 1dari 108

SKRIPSI

PENGARUH TERAPI MUSIK TERHADAP NYERI


POST OP APENDIKTOMI PADA REMAJA
DI RSUD RAJA AHMAD TABIB
TANJUNGPINANG

Untuk memenuhi syarat Memperoleh


Gelar Sarjana Keperawatan

DODI AFLIAN
00121099

PROGRAM STUDI ILM KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS AWAL BROS


2023

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................i

DAFTAR ISI....................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1

A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................7
C. Tujuan Penelitian...................................................................................................7
D. Manfaat Penelitian.................................................................................................8
E. Ruang Lingkup......................................................................................................8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................15

A. Landasan Teori....................................................................................................15

1. Konsep Nyeri.................................................................................................15
2. Konsep Appendiktomi...................................................................................30
3. Konsep Terapi Musik....................................................................................43

B. Kerangka Teoritik................................................................................................48
C. Kerangka Konseptual........................................................................................49

D. Hipotesis..............................................................................................................49
E. Definisi Operasional............................................................................................50

BAB III METODE PENELITIAN...............................................................................52

A. Rancangan Penelitian..........................................................................................52
B. Populasi dan Sampel............................................................................................53
C. Lokasi Waktu dan Tempat...................................................................................56
D. Alat Pengumpulan Data.......................................................................................57
E. Uji Validasi dan Reliabilitas................................................................................58
F. Analisi Data.........................................................................................................60
G. Etika Penelitian....................................................................................................62

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................65

ii
LEMBAR PERSETUJUAN MELAKSANAKAN PENELITIAN

Nama : Dodi Aflian

NIM : 00121099

Judul : Pengaruh Terapi Musik Terhadap Nyeri Post op Apendiktomi


Pada Remaja di RSUD Raja Ahmad Tabib Tanjungpinang

Proposal ini telah diperiksa dan disetujui untuk dilanjutkan ke penelitian

iii
No Nama Penguji Keterangan Tanda Tangan
1 Ns, M. Kep Penguji I

2 Ns, M. Kep Penguji II

Batam, Juni 2023

Pembimbing I Pembimbing II

(Ns. Mira Agusthua, M. Kep) (Ns. Wulan Pramadhani, M. Kep)


NIDN : 1007088703 NIDN : 1020029301

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah melimpahkan

rahmat, hidayah, serta karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan proposal

ini dengan judul “Pengaruh Terapi Musik Terhadap Nyeri Post op Apendiktomi

Pada Remaja di RSUD Raja Ahmad Tabib Tanjungpinang”, untuk memperoleh

Gelar Sarjana Keperawatan.

Pada kesempatan ini, peneliti hendak menyampaikan terima kasih kepada semua

iv
pihak yang telah memberikan bantuan serta dukungan moril maupun materil sehingga

proposal penelitian ini dapat selesai. Ucapan terima kasih ini peneliti tujukan kepada :

1. Ibu Dr. Ennymay, SKP., M.Kes, Selaku Rektor Universitas Awal Bros.

2. Ns. Mira Agusthua, M. Kep Selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas

Awal Bros dan selaku Pembimbing I yang telah sabar, bersedia meluangkan

waktu, memberikan banyak masukan dan saran terkait penyelesaian proposal

penelitian yang disusun.

3. Ns. Wulan Pramadhani, M. Kep, Selaku Kepala Prodi Sarjana Keperawatan

Universitas Awal Bros dan selaku Pembimbing II yang telah bersedia

meluangkan waktu, memberikan masukan dan saran terkait penyelesaian

proposal penelitian yang disusun, serta memberikan motivasi untuk dapat

menghasilkan penelitian yang layak dan terbaik

4. RSUD Raja Ahmad Tabib Tanjungpinang yang telah bersedia memberikan

kesempatan dan bantuan yang diberikan kepada peneliti dalam melakukan

penelitian dan memperoleh informasi yang diperlukan selama penulisan

proposal penelitian ini.

5. Seluruh staf dosen Universitas Awal Bros yang telah mendidik dan

membimbing sehingga ilmu yang diberikan dapat diterapkan dalam proses

penyusunan proposal penelitian ini.

6. Keluarga tercinta yang sudah memberikan motivasi dan dukungan yang sangat

luar biasa diberikan dari awal mama merencanakan untuk melanjutkan

pendidikan dan terus memberi semangat sampai saat ini juga bapak tersayang

beserta adik – adik dan seluruh keluarga besar terimakasih atas semangatnya

v
selama ini.

7. Kepala ruangan Oprasi yang sudah memberi kesempatan dengan tangan terbuka

kepada saya untuk melanjutkan pendidikan dan memberikan waktu serta jadwal

dinas yang sangat membantu dalam saya menyelesaikan perkuliahan beserta

teman – teman diruangan yang selalu memberi semangat dan motivasi.

8. Sahabat dan teman seperjuangan yang telah membantu dan memotivasi dalam

menyelesaikan proposal penelitian ini.

9. Serta semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan proposal

penelitian ini.

Peneliti menyadari bahwa proposal penelitian ini masih jauh dari sempurna oleh

karena itu, peneliti mengharapkan adanya kritik, saran, dan masukan dari semua

pihak yang bersifat membangun demi kesempurnaan proposal penelitian yang disusu

Tanjungpinang, 21 Juli 2023

Peneliti

vi
vii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Apendisitis merupakan inflamasi pada umbai cacing (apendiks

vermiformis), yang merupakan proyeksi apeks sekum. Penyakit ini

merupakan kedaruratan bedah abdomen yang paling sering dijumpai, biasanya

terjadi pada usia antara 10-19 tahun, meskipun dapat menyerang pada usia

berapa pun (Septiana et al., 2021)

Apendisitis merupakan salah satu infeksi pada sistem pencernaan

yang sering dialami oleh masyarakat yaitu mencapai 7% hingga 12%.

Sedangkan kejadian apendisitis di USA sekitar 6,7% pada perempuan dan

8,6% pada laki-laki. Penyakit ini dapat terjadi pada semua umur tetapi

umumnya terjadi pada dewasa dan remaja muda, yaitu pada umur 10-30 tahun

dan insiden tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun. Insiden pada laki-laki

umumnya lebih banyak dari perempuan terutama pada umur 20-30 tahun

(Septiana et al., 2021)

Menurut WHO (Wold Health Organization), pada tahun 2019

Terdapat 259 juta kasus appendisitis pada laki-laki di seluruh dunia yang tidak

terdiagnosis, sedangkan pada perempuan terdapat 160 juta kasus appendisitis

yang tidak terdiagnosis. Tujuh persen populasi di amerika serikat menderita

appendisitis dengan prevalensi 1,1 kasus tiap 1000 orang pertahun. Angka

kejadian appendisitis akut mengalami kenaikan dari 7,62 menjadi 9,38 per

10.000 dari tahun ke tahun. Appendisitis dapat ditemukan pada semua umur

1
hanya pada anak- anak ≤ 1 tahun jarang dilaporkan. Angka kejadian

appendisitis di Indonesia dilaporkan sekitar 95/1000 penduduk dengan jumlah

kasus sekitar 10 juta setiap tahunnya dan merupakan kejadian tertinggi di

ASEAN (WHO, 2019)

Indonesia menempati urutan pertama sebagai angka kejadian

Appendisitis akut tertinggi dengan prevalensi 24,9 kasus per 10.000 populasi.

Appendisitis ini bisa menimpa pada laki-laki maupun perempuan dengan

risiko menderita appendisitis selama hidupnya mencapai 7-8%. Prevalensi

tertinggi terjadi pada usia 20-30 tahun. Appendisitis perforasi memiliki

prevalensi antara 20-30% dan meningkat 32-72% pada usia lebih dari 60

tahun dari semua kasus apendisitis (Depkes, 2019)

Sementara itu Prevalensi data dari Dinas Kesehatan kota

Tanjungpinang jumlah yang menderita penyakit Berdasarkan data yang

didaptakan di RSUD Raja Ahmad Tabib pada tahun 2022 jumlah penyakit

apendiktomi sebnyak 65 kasus. Hal ini mengalami penurunan pada bulan

Januari- juni 2023 dengan angka kejadian apendiktomi mencapai 40 kasus.

Pembedahan Appendiktomy merupakan salah satu tindakan invasif

dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangan,

pembukaan bagian tubuh ini umumnya dilakukan dengan membuat sayatan,

pada pembedahan appendiktomy terbuka, insisi McBurney paling banyak

dipilih oleh ahli bedah dan setelah pembedahan pasca oprasi pasien

merasakan nyeri yang sangat hebat, sedang sampai ringan (Simamora et al.,

2021)

2
Nyeri merupakan sensasi yang rumit, unik, universal dan bersifat

individual, sehingga tidak ada dua individu yang mengalami nyeri yang sama

dan tidak ada dua kejadian nyeri yang sama menghasilkan respon atau

perasaan yang identik pada individu. Hal tersebut yang menjadi dasar bagi

perawat untuk memberikan intervensi keperawatan dalam mengatasi nyeri.

Lebih dari 80 % pasien yang menjalanai prosedur pembedahan mengalami

nyeri akut pasca oprasi dan sekitar 75% diantaranya melaporkan tingkat

keparahan nyeri pasca oprasi dengan skala nyeri ringan, sedang dan berat

(Zuhair, 2021)

Nyeri dapat terjadi melalui empat proses tersendiri yaitu transduksi,

transmisi, modulasi, dan persepsi. Transduksi nyeri adalah proses rangsangan

yang menggangu sehingga menimbulkan aktivitas listrik di reseptor nyeri.

Transmisi nyeri terdiri dari tiga bagian, pada bagian pertama nyeri merambat

dari serabut saraf perifer ke medulla spinalis. Dua jenis serabut nosisseptor

yang terlibat dalam proses tersebut adalah serabut C, yang mentransmisikan

nyeri tumpul dan menyakitkan, serabut A-Delta yang menstransmisikan nyeri

yang tajam dan terlokalisasi. (Zuhair, 2021)

Bagian kedua adalah transmisi nyeri dari medulla spinalis menuju

batang otak dan talamus melalui jaras spinotalamikus (spinothalamic tract

atau STT). STT merupakan suatu sistem deskriminatif yang membawa

informasi mengenai sifat dan lokasi stimulus ke talamus. Selanjutnya, pada

bagian ketiga, sinyal tersebut diteruskan ke korteks sensori somatik ( tempat

nyeri dipersepsikan ) (Zuhair, 2021)

3
Nyeri merupakan pengalaman sensori yang dibawa oleh stimulus

sebagai akibat adanya kerusakan jaringan sedangkan nyeri setelah operasi

merupakan nyeri akut yang secara serius mengancam proses penyembuhan

klien. Nyeri yang dialami pasien setelah pembedahan menghambat

kemampuan pasien untuk terlibat aktif dan meningkatkan resiko komplikasi

dapat tertunda dan hospitalisasi menjadi lama jika nyeri akut tidak bisa

dicontrol. Kemajuan fisik atau pisikologis tidak dapat terjadi selam nyeri akut

masih dirasakan karena pasien memfokuskan semua perhatiannya pada upaya

untuk mengatasi nyeri (Zuhair, 2021)

Dampak akibat jika nyeri tidak teratasi akan terjadi penurunan durasi

penyembuhan pada pasien,durasi rawat inap akan memanjang,terhambat

dalam kembalinya aktifitas sehari hari, peningkatan biaya untuk rawat inap.

(McAllister, M. 2019)

Tindakan untuk mengatasi nyeri diperlukan penatalaksanaan

manajemen nyeri melalui cara farmakologi dan nonfarmakologi.

Penatalaksaan nyeri farmakologi dibedakan menjadi tiga kategori yakni

golongan opioid, non-opioid, dan anesthetic. Walaupun analgesik dapat

menghilangkan nyeri dengan efektif, jenis analgesik opioid mempunyai efek

samping yang harus mempertimbangkan dan diantisipasi, yakni diantaranya

depresi pernapasan, mual, muntah, konstipasi, pruritus, dan efek toksik pada

pasien. (Zuhair, 2021)

Peran terapi musik berguna untuk proses penyembuhan karena dapat

4
menurunkan nyeri dan membuat relaksasi. Rangsangan musik meningkatkan

pelepasan endorfin sehingga mengurangi kebutuhan obat analgesik. Musik dapat

memperlambat dan menyeimbangkan gelombang otak, bahkan memengaruhi

irama pernapasan, denyut jantung, dan tekanan darah (Faradisi, 2019)

Musik mempengaruhi sistem limbik yang merupakan pusat pengatur

emosi. Dari limbik, jaras pendengaran dilanjutkan ke hipokampus, tempat

salah satu ujung hipokampus berbatasan dengan nuklei amigdala. Amigdala

yang merupakan area perilaku kesadaran yang bekerja pada tingkat bawah

sadar, menerima sinyal dari korteks limbik lalu menjalarkannya ke

hipotalamus (Rilla et al., 2019).

Di hipotalamus yang merupakan pengaturan sebagian fungsi vegetatif

dan fungsi endokrin tubuh seperti halnya banyak aspek perilaku emosional,

jaras pendengaran diteruskan ke formatio retikularis sebagai penyalur impuls

menuju serat saraf otonom. Serat tersebut mempunyai dua sistem saraf,

diantaranya sistem saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis. Kedua

sistem saraf ini mempengaruhi kontraksi dan relaksasi organ organ.

Dengan musik maka sistem saraf otonom ini dapat memerintahkan

tubuh untuk melakukan relaksasi, sehingga timbulah ketenangan (Erwin &

Antoro, 2019).

Penelitian tentang efektivitas terapi relaksasi terhadap nyeri belum

banyak dilakukan di Indonesia sebagai negara berpenduduk muslim terbesar

di dunia. Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan antara

5
efektivitas terapi musik dengan terapi relaksasi terhadap penurunan tingkat

nyeri dan kestabilan tanda-tanda vital (tensi, nadi, pernapasan dan suhu

tubuh) pada pasien pasca bedah.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di RSUD Raja Ahmad

Tabib pada Tanggal 8-9 juni 2023 hasil observasi yang dilakukan dari empat

pasien dengan rata-rata usia16-20 tahun yang menjalani operasi selama dua

hari post-op apendiktomi hanya diberikan terapi farmakologis dan belum

pernah dilakukan terapi musik relaksasi untuk menurunkan skala nyeri.

Dampak penggunaan farmakologi jenis analgetic secara terus menerus akan

ada efek samping dari obat dan harus diantisipasi, yakni

mual,muntah,konstipasi, dan efek toksik pada pasien. Sehingga peneliti

tertarik menggambil terapi musik relaksasi sebagai salah satu tindakan non

farmakologis untuk menurunkan skala nyeri pada pasien post-op apendiktomi

Hasil yang didapakan dari terapi musik kllien merasakan penurunan skala

nyeri bertahap dan merasak rileks saat diberikan terapi musik dari beberapa

responden dua mengatakan dari skala nyeri 6 turun menjadi skala nyeri 5 dari

pasien yang lain mengatakan dari musik bisa mnegalihkan nyeri dan membuat

pasien tertidur. berdasarkan uraian diatas maka penulis tertaik untuk

mengambil judul penelitian skripsi yaitu: Pengaruh Terapi Musik Terhadap

Nyeri Pasien Post Op Apendiktomi di RSUD Raja Ahmad Tabib

Tanjungpinang.

6
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas rumusan masalah dari penelitian ini

yaitu’’ Apakah ada : Pengaruh Terapi Musik Terhadap Nyeri Post op Apendiktomi

pada Anak Remaja di RSUD Raja Ahmad Tabib Tanjungpinang’?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui : Pengaruh Terapi

Musik Terhadap Nyeri Post op Apendiktomi pada Anak Remaja di RSUD Raja

Ahmad Tabib Tanjungpinang’

2. Tujuan Khusus

a. Diketahui usia jenis kelamin dan pengalaman nyeri sebelumnya

b. Diketahui distribusi frekuensi nyeri sebelum dilakukan terapi musik

terhadap pasien post-op apendiktomi

c. Diketahui distribusi frekuensi nyeri sesudah dilakukan terapi musik

terhadap skala nyeri pasien post-op apendiktomi

d. Analisa pengaruh sebelum dan sesudah dilakukan terapi musik

terhadap pasien post-op apendiktomi

7
D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Aplikasi

a. Bagi Ilmu Keperawatan

Diharapkan penelitian ini berguna untuk perkembanagan ilmu

keperawatan dan sebagai bahan masukan dan informasi untuk

meningkatkan kualitas dalam perkembanagan ilmu pengetahuan

khususnya dibidang medikal bedah.

b. Bagi Pelayanan Keperawatan

Diharapkan pengaruh terapi musik terhadap tingkat nyeri pada

pasien post-op apendiktomi dan dapat diaplikasikan dalam pelayanan

keperawatan sebagai intervensi non farmakologi dalam pengkajian

asuhan keperawatan nyeri.

c. Bagi Peneliti

Dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai

bagaimana pengaruh terapi musik terhadap nyeri pada pasien post-op

apendiktomi.

d. Bagi Akademik

Penelitian ini bermanfaat sebagai sember pustaka tentang

bagaimana pengaruh terapi musik terhadap nyeri pada pasien post-op

apendiktomi dan sebagai pengetahuan baru terapi non-faramakologis

8
E. Ruang Lingkup

Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian

kuantitatif dengan Penelitian ini menggunakan pra eksperimental design. dengan

metode one grup pretest-posttest desain. Penelitian ini dirancang untuk

mengungkapkan apakah ada pengaruh terapi musik terhadap nyeri pasien post op

apendiktomi. Penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2023 dengan menggunakan

purposive sample sebanyak 78 Populasi dengan jumlah sampel 25 responden

9
10

No Nama dan Judul penelitian Metode Parameter Hasil


tahun
1 Mutmainnah. Efektifitas Terapi Musik Jenis penelitian ini adalah Brisk walking exercise yang hasil uji statistik menunjukan
HS., Maslin Terhadap Penurunan Nyeri Pre eksperimental design digunakan pada penelitian ini adalah nilai P Value= 0,001 dengan nilai
Rundulemo Pada Pasien Post Operasi dengan pendekatan pretes SOP (Standar Operasional Prosedur) α 0,05 dan thitung 11,635 atau >
2019 - posttest desig dan alat pengukur tekanan darah ttabel, maka Ha diterima. Artinya
bahwa ada pengaruh terapi musik
terhadap penurunan nyeri pada
pasien PostOperasi di ruangan
perawatan bedah Rumah Sakit
Umum Anutapura Palu.

Nyeri Pasien Post Operasi


Sesudah diberikan Terapi Musik
di Ruangan Perawatan Bedah
Rumah Sakit Umum Anutapura
PaluHasil penelitian
menunjukkanbahwa sesudah
terapi musik, sebagian besar
responden memiliki skala nyeri
ringan sebanyak 60,0% dan
sebagian kecil responden
memiliki skala nyeri sedang yaitu
sebanyak 40,0%. Menurut peneliti
bahwa responden yang memiliki
skala nyeri ringan lebih banyak
dibanding skala nyeri sedang
sesudah terapi musik disebabkan
mendengarkan musik akan
mengalihkan perhatian terhadap
nyeri dan memberi rasa nyaman
dan rileks, sehingga dapat
menurunkan rasa nyeri yang
dialami oleh responden
11

Efektivitas Terapi Musik


Terhadap Penurunan Nyeri pada
Pasien Post Operasi di Ruangan
Perawatan Bedah Rumah Sakit
Umum Anutapura
PaluHasilpenelitian menunjukkan
bahwa nilai meanskala nyeri
sebelum terapi music adalah 6,90
dan sesudah terapi music adalah
3,10 Nilai T yaitu 11,635 dengan
Nilai P= 0,001 maka dapat
disimpulkan bahwa terdapat
pengaruh terapi musik terhadap
penurunan nyeri pada pasien post
operasi

2 Alfin Rulian Penerapan Kombinasi Jenis penelitian ini adalah Brisk walking exercise yang Hasil pengkajian yang didapat
Huda Terapi Nafas Dalan dan studi kasus.Dengan digunakan pada penelitian ini adalah adalah nyeri dibagian perut
2022 Musik Klasik Dalam metode observasi dan SOP (Standar Operasional Prosedur) post operasi appendicitis
Mengurangi Nyeri Akut wawancara langsung. dan alat pengukur tekanan darah Diagnosa keperawatan adalah
Post Operasi Appendict Asuhan keperawatan nyeri akut berhubungan dengan
yang dilakukan agen pencedera fisik. Intervensi
melibatkan dua orang yang diberikan kepada pasien
pasien remaja yang sesuai dengan prioritas masalah
terkena appendicitis pasien dengan diber ikan terapi
setelah dilakukan operasi nafas dalam dan musik klasik.
dengan memberikan Implementasi yang diberikan
intervensi terapi nafas berdasarkan intervensi yaitu
dalam dan musik klasik memberikan nafas dalam dan
dilakukan selama 6 hari. musik klasik. Setelah pemberian
terapi nafas dalam dan musikkl
asik nyeri post operasi
appendicitis kedua pasien menjadi
berkurang
12

3 M. Nur Pengaruh terapi musik Rancangan Penelitian ini Brisk walking exercise yang Hasil penelitian ini membuktikan
Rahman,Yuli untuk mengurangi menggunakan pendekatan digunakan pada penelitian ini adalah bahwa perasaan nyeri timbul
Widiyastuti intensitas nyeri saat one design prestest SOP (Standar Operasional Prosedur) dikeadaan seperti di rumah sakit,
2014 perawatan luka post op posttest only Dalam dan alat pengukur tekanan darah tidak berdaya dengan rasa sepi
laparotomy penelitian ini teknik yang terjadi dalam perawatan
pengambilan sampel yang kesehatan. Johan (2005) terapi
digunakan adalah teknik musik adalah penggunaan musik
accidental sampling yaitu sebagai peralatan terapi untuk
Responden yang memperbaiki, memelihara,
kebetulan ada atau mengembangkan mental, fisik
tersedia di suatu tempat dan kelekatan emosi.
sesuai dengan konteks Kemampuan non verbal,
penelitian, jumlah kreatifitas dan rasa alamiah dari
responden 25 orang. musik menjadi fasilitator untuk
Instrumen peneli tian hubungan ekspresi diri,
menggunakan kuesioner komunikasi, dan pertumbuhan.
NRS. Menggunakan
analisa bivariat dengan Terapi musik digunakan untuk
uji Willcoxon memperbaiki kesehatan fisik,
interaksi sosial yang positif,
mengembangkan emosi secara
alamiah, dan meningkatkan
kesadaran diri Hal yang terjadi
karena klien merasa kehilangan
control terhadap lingkungan atau
kehilangan control terhadap hasil
akhir dari peristiwa yang terjadi.
Perhatian yang meningkat
terhadap luka post operasi
dihubungkan dengan nyeri yang
meningkat, sedangkan upaya
pengalihan distraksi dihubungkan
dengan respon nyeri yang
menurun. Dengan pemberian
musik, responden akan dialihkan
perhatiannya dan menghilangkan
rasa sepi pada responden hingga
dapat menurunkan rasa nyeri
yang di rasakan responden.
13

4 Dera Penurunan skala nyeri pada Studi kasus ini Brisk walking exercise yang hasil studi didapatkan ada 2 anak
Alfiyanti anak post operasi menggunakan metode digunakan pada penelitian ini adalah post operasi laparatomi
2020 laparatomi menggunakan deskriptif. Responden SOP (Standar Operasional Prosedur) mengalami masalah keperawatan
terapi music mozart adalah 2 anak post dan alat pengukur tekanan darah yaitu nyeri akut akibat dari
operasi laparatomi hari ke prosedur invasive yaitu
1 dan dikelola selama 3 pembedahan. Pada saat dilakukan
hari dengan pemberian tindakan pembedahan, jaringan
tindakan keperawatan yang dilakukan operasi sangat
berupa terapi musik kecil karena menggunakan alat
mozart dengan frekuensi yang modern, pembiusan yang
1 kali/hari selama 15 dilakukan juga sangat
menit. Pengumpulan data berkembang, tidak perlu membius
menggunakan rekam pasien secara total, namun hanya
medik, wawancara, bagian tertentu yang dilakukan
observasi dan metode pembiusan (Srinayanti, 2017).
asuhan keperawatan Nyeri paska operasi memberikan
efek yang tidak baik pada tubuh
pasien, diantaranya adalah adanya
masalah pada organ jantung,
tekanan darah menjadi tinggi,
pada seorang dengan gula darah
tinggi membutuhkan banyak
insulin supaya gula darah tidak
menumpuk dan menyebabkan
gula darah semakin tinggi,
nausea, pernapasan juga
terganggu, gangguan proses
pencernaan zat makanan. Hal ini
mendasari perawat dalam
mengangkat masalah keperawatan
yaitu nyeri akut berhubungan
dengan agen injury (pembedahan)
pada anak. Nyeri merupakan
respon subjektif terhadap stresor
fisik dan psikologis. Setiap
individu akan merasakan nyeri
pada beberapa bagian selama
kehidupan mereka (Susi, W,
2017)
.
14
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Konsep Nyeri

a. Defenisi Nyeri

Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak

menyenangkan bersifat sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda

pada setiap orang dalam hal skala atau tingkatannya, dan hanya orang

tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang

dialaminya. Nyeri merupakan bentuk ketidaknyamanan, yang di

definisikan dalam berbagai perspektif (Sulistyo, 2019)

b. Fisiologi Nyeri

Munculnya nyeri berkaitan erat dengan rseptor dan adanya

rangsangan. Reseptor nyeri yang dimaksud adalah nociceptor,

merupakan ujung-ujung saraf sangat bebas yang memiliki sedikit atau

bahkan tidak memiliki myelin yang tersebar pada kulit dan mukosa,

khususnya pada visera, persendian, dinding arteri, hati, dan kandung

empedu. Reseptor nyeri dapat memberikan respons akibat adanya

stimulasi atau rangsangan. Stimulasi tersebut dapat berupa zat kimiawi

seperti histamin, bradikinin, prostaglandin, dan macam-macam asam

dilepas apabila terdapat kerusakan pada jaringan akibat kekurangan

15
oksigenasi. Stimulasi yang lain dapat berupa termal, listrik, atau

mekanis (Sulistyo, 2019)

Selanjutnya, stimulasi yang diterima oleh reseptor tersebut

ditransmisikan berupa impuls-impuls nyeri ke sumsum tulang

belakang oleh dua jenis serabut yang bermyelin rapat atau serabut A

(delta) dan serabut lamban (serabut C). Impuls-impuls yang

ditransmisikan ke serabut C. Serabut-serabut aferen masuk ke spinal

melalui akar dorsal (dorsal root) serta sinaps pada dorsal horn. dorsal

horn terdiri atas beberapa lapisan atau laminae yang saling bertautan.

(Sulistyo, 2019)

Diantara lapisan dua atau tiga terbentuk substantia gelatinosa

yang merupakan saluran utam impuls. Kemudian, impuls nyeri

menyeberangi sumsung tulang belakang pada interneuron dan

bersambung ke jalur spinal asendens yang paling utama, yaitu jalur

spinothalamic tract (STT) atau jalur spinothalamus dan spinoretucular

transimisi terdapat dua jalur mekanisme terjadinya nyeri, yaitu jalur

opiate dan jalur nonopiate. Jalur opiate ditandai oleh pertemuan

reseptor pada otak yang terdiri atas jalur spinal desendens dari

thalamus yang melalui otak tengah dan medula ke tanduk dorsal dari

sumsum tulang belakang yang berkonduksi dengan nociceptor impuls

supresif. Serotonin merupakan neurotransmiter dalam impuls supresif.

(Sulistyo, 2019)

16
Sistem supresif lebih mengaktifkan stumulasi nociceptor

yang ditransmisikan oleh serabut A. Jalur nonopiate merupakan jalur

desendens yang tidak memberikan respons terhadap naloxone yang

kurang banyak diketahui mekanismenya (Sulistyo, 2019)

c. Klasifikasi Nyeri

Klasifikasi Nyeri menurut (Sulistyo, 2019) terbagi atas :

1) Klasifikasi Nyeri Berdasarkan Durasi

a) Nyeri Akut

Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi setelah cedera

akut, penyakit, atau intervensi bedah dan memiliki awitan yang

cepat, dengan intensitas yang bervariasi (ringan sampai berat)

yang berlangsung untuk waktu singkat Untuk tujuan defenisi,

nyeri akut dapat dijelaskan sebagai nyeri yangb berlangsung

dari beberapa detik hingga enam bulan. Fungsi nyeri akut ialah

memberikan peringatan akan suatu cedera atau penyakit yang

akan datang.

Nyeri akut akan berhenti dengan sendirinya (self-

limiting) dan akhirnya menghilang dengan atau tanpa

pengobatan setelah keadaan pulih pada area yang terjadi

kerusakan. Nyeri akut berdurasi singkat (kurang dari 6 bulan),

memiliki omset yang tiba-tiba, terlokalisasi. Nyeri ini biasanya

disebabkan trauma bedah atau inflamasi.

17
b) Nyeri Kronik

Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang

menetap sepanjang suatu periode waktu. Nyeri kronik

berlangsung lama, intensitas yang bervariasi, dan biasanya

berlangsung lebih dari 6 bulan (Potter & Perry, 2013; Sulistyo

A, 2013). Nyeri kronik dapat tidak mempunyai awitan yang

ditetapkan dengan tepat dan sering sulit untuk diobati karena

biasanya nyeri ini tidak memberikan respons terhadap

pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya (Haryani et al.,

2018)

Nyeri kronik dibagi menjadi dua, yaitu nyeri kronik

nonmaglignan dan malignan. Nyeri kronis non maglignan

merupakan nyeri yang timbul akibat cedera jaringan yang tidak

progresif atau yang menyembuh (Potter & Perry, 2013;

Sulistyo A, 2013), bisa timbul tanpa penyebab yang jelas

misalnya nyeri pinggang bawah, dan nyeri yang didasari atas

nyeri kronik, misalnya osteoarthritis. Smentara neyri kronik

malignan yang disebut juga nyeri kanker memilki penyebab

nyeri yang dapat diidentifikasi, yaitu terjadi akibat perubahan

pada saraf, perubahan ini terjadi bisa karena penekanan pada

saraf akibat metastasis sel-sel kanker maupun pengaruh zat-zat

kimia yang dihasilkan oleh kanker itu sendiri (Haryani et al.,

2018)

18
d. Klasifikasi Nyeri Berdasarkan Asal

1) Nyeri Nosiseptif

Nyeri Nosiseptif (Nociceptive Pain) merupakan nyeri

yang diakibatkan oleh aktivasi atau sensitisasi nosiseptor perifer

yang merupakan reseptor khusus yang mengantarkan stimulus

noxious. Nyeri nosiseptif perifer dapat terjadi akibat karena danya

stimulus yang mengenai kulit, tulanh, sendi, otot, jaringan ikat, dan

lain-lain. Hal ini dapat terjadi pada nyeri Post Operatif dan nyeri

kanker (Kurniasari, 2021)

Dilihat dari nyerinya maka nyeri nosiseptif merupakan

nyeri akut. Nyeri akut merupakan nyeri nosiseptif yang mengenai

daerah perifer dan letaknya lebih terlokalisasi (Kurniasari, 2021)

2) Nyeri Neuropatik

Nyeri neuropatik merupakan hasil suatu cedera atau

abnormalitas yang didapat pada struktur saraf perifer maupun

sentral. Berbeda dengan nyeri nosiseptif, nyeri neuropatik bertahan

lebih lama dan merupakan proses input saraf sensorik yang

abnormal oleh sistem saraf perifer. Nyeri ini lebih sulit diobati.

Pasien akan mengalami nyeri seperti terbakar, tingling, shooting,

shock like, hypergesia, atau allodynia. Nyeri neuropatik dari

sifatnya merupakan nyeri kronik (Kurniasari, 2021)

19
e. Klasifikasi Nyeri Berdasarkan Lokasi

1) Superficial atau Kutaneus

Nyeri superficial adalah nyeri yang disebabkan

stimulasi kulit. Karakteristik dari nyeri berlangsung sebentar dan

terlokalisasi. Nyeri biasanya terasa sebagai sensasi yang tajam.

Contohnya tertusuk jarum suntik dan luka potong kecil atau

laserasi (Marhamah, 2020)

2) Viseral Dalam

Nyeri Viseral adalah nyeri yang terjadi akibat stimulasi

organ-organ internal. Karakteristik nyeri bersifat difus dan dapat

menyebar kebeberapa arah. Durasinya bervariasi tetapi biasanya

berlangsung lebih lama dari pada nyeri superficial. Pada nyeri ini

juga menimbulkan rasa tidak menyenangkan, dan berkaitan dengan

mual dan gejala-gejala otonom. Nyeri dapat terasa tajam, tupul,

atau unik tergantung organ yang terlibat. Contoh sensasi pukul

(crushing) seperti angina pectoris dan sensasi terbakar seperti pada

ulkus lambung (Astuti et al., 2022)

3) Nyeri Alih (Referred Pain)

Nyeri alih merupakan fenomena umum dalam nyeri

viseral karena banyak organ tidak memiliki reseptor nyeri. Jalan

masuk neuron sensori dari organ yang terkena ke dalam segmen

medulla spinalis sebagai neuron dari tempat asal nyeri dirasakan,

persepsi nyeri pada daerah yang tidak terkena. Karakteristik nyeri

20
dapat terasa di bagian tubuh yang terpisah dari sumber nyeri dan

dapat terasa dengan berbagai karakteristik. Contoh nyeri yang

terjadi pada infark miokard, yang menyebabkan nyeri alih ke

rahang, lengan kiri; batu empedu, yang dapat mengalihkan nyeri ke

selangkangan (Atmadja, 2016)

4) Radiasi

Nyeri Radiasi merupakan sensasi nyeri yang meluas

dari tempat awal cedera kebagian tubuh yang lain.

Karakteristiknya nyeri terasa seakan menyebar ke bagian tubuh

bawah atau sepanjang bagian tubuh. Nyeri dapat menjadi

intermiten atau konstan (Atmadja, 2016)

5) Kerja obat Analgetik

Analgetik adalah golongan obat pereda nyeri yang

terbagi dalam beberapa jenis :

a) Antiinflamasi nonsteroid cara kerja obat anti radang

nonsteroid sebenarnya cukup sederhana. Obat ini bertugas

untuk menghambat enzim cyclooxygenase agar tidak

memproduksi hormone prostaglandin. Prostaglandin sendiri

adalah hormon yang berkontribusi terhadap peradangan,

demam, dan rasa nyeri yang dirasakan tubuh. (Fadli anzani,

2020)

b) Opioid memiliki beberapa jenis, sebut saja morfin dan

oxycodone, obat obatan ini bekerja dengan cara mengaktifkan

21
reseptor opioid pada sel syaraf sehingga nyeri dapat diatasi.

Berbagai jenis obat-obatan analgetik di atas biasanya

digunakan untuk meredakan rasa nyeri akibat nyeri sendi,

operasi, cedera parah, sakit gigi, sakit kepala, kram

menstruasi, hingga nyeri otot. (Fadli anzani, 2020)

f. Penilaian Intensitas Nyeri

Penilaian intensitas nyeri menurut (Sholehah et al., 2020)

adalah: Intensitas nyeri merupakan gambaran tentang seberapa parah

nyeri dirasakan individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif

dan individual serta kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama

dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran

nyeri dengan pendekatan subjektif yang paling mungkin adalah

menggunakan respons fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri.

Namun, pengukuran dengan teknik ini juga tidak dapat memberikan

gambaran yang pasti tentang nyeri itu sendiri. Penilaian intensitas

nyeri dapat dilakukan dengan menggunakan skala sebagai berikut :

Skala Analog Visual

Skala analog visual (Visual Analog Scale, VAS) adalah

suatu garis lurus/horizontal sepanjang 10 cm, yang mewakili

intensitas nyeri yang terus-menerus dan pendeskipsi verbal pada

22
setiap ujungnya. Pasien diminta untuk menunjuk titik pada garis

yang menunjukkan letak nyeri terjadi sepanjang garis tersebut.

Ujung kiri biasanya menandakan “tidak ada” atau “tidak nyeri”,

sedangkan ujung kanan biasanya menandakan “berat”atau “nyeri

yang paling buruk”. Untuk menilai hasil, sebuah penggaris

diletakkan sepanjang garis dan jarak yang dibuat pasien pada garis

dari “tidak ada nyeri” diukur dan ditulis dalam centimeter

(Mangera, 2022)

Gambar 2.3 Skala Analog Visual

Sumber: (Potter & Perry, 2011, Sulistyo, 2013)

g. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nyeri

1) Usia

Anak yang masih kecil mempunyai kesulitan memahami

nyeri dan prosedur yang dilakukan perawat yang menyebabkan

23
nyeri. Sebab, mereka belum dapat mengucapkan kata-kata untuk

mengungkapkan secara verbal dan mengekspresikan nyeri kepada

orangtua atau petugas kesehatan (Herawati, 2017)

2) Jenis Kelamin

Secara umum, pria dan wamita tidak berbeda secara

bermakna dalam berespons terhadap nyeri. Diragukan apakah

hanya jenis kelamin saja yang merupakan suatu faktor dalam

mengekspresikan nyeri (Herawati, 2017)

3) Kebudayaan

Keyakinan dan nilai-nilai kebudayaan memengaruhi cara

individu mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang

diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka. Hal

ini meliputi bagaimana bereaksi terhadap nyeri (Herawati, 2017)

4) Makna Nyeri

Makna seseorang yang dikaitkan dengan nyeri

memengaruhi pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi

terhadap nyeri. Hal ini juga dikaitkan dengan latar belakang

budaya individu tersebut. (Herawati, 2019)

5) Perhatian Tingkat

Seseorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri

dapat memengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat

dihubungkan dengan nyeri yg meningkat, sedangkan upaya

24
pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan respons nyeri yang

menurun (Herawati, 2019)

6) Ansietas

Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks.

Ansietas sering kali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga

dapat menimbulkan sesuatu perasaan ansietas (Masdar et al., 2016)

7) Keletihan

Kelelahan yang dirasakan seseorang akan meningkatkan

persepsi nyeri. Rasa kelelahan akan menyebabkan sensasi nyeri

semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping.

8) Pengalalaman sebelumnyaSebelumnya

Apabila individu sejak lama sering mengalami serangkaian

episode nyeri tanpa pernah sembuh atau menderita nyeri yang

berat maka ansietas atau bahkan rasa takut dapat muncul

9) Gaya Koping Nyeri

Dapat menyebabkan ketidakmampuan baik sebagian

maupun keseluruhan atau total. Klien sering kali menemukan

berbagai cara untuk mengembangkan koping terhadap efek fisik

dan psikologis nyeri

10) Dukungan Keluarga dan Sosial

Faktor lain yang bermakna memengaruhi nyeri respons

nyeri ialah kehadiran orang-orang terdekat klien dan bagaimana

sikap mereka terhadap klien.

25
h. Manajemen Penatalaksanaan Nyeri

1) Farmakologis

Teknik farmakologi adalah cara yang paling efektif untuk

menghilangkan nyeri dengan pemberian obat-obatan pereda nyeri

terutama untuk nyeri yang sangat hebat yang berlangsung selama

berjam-jam atau bahkan berhari-hari. Metode yang paling umum

digunakan untuk mengatasi nyeri adalah analgesik tiga jenis

analgesik yakni: (Aisyah, 2019)

a) Non-narkotik dan AntiInflamasi Nonsteroid (NSAID):

menghilangkan nyeri ringan dan sedang. NSAID dapat sangat

berguna bagi pasien yang rentan terhadap efek pendepresi

pernafasan.

b) Analgesik Narkotik atau Opiad: Analgesik ini umumnya

diresepkan untuk nyeri yang sedang sampai berat, seperti nyeri

pasca operasi. Efek samping dari opiad ini dapat menyebabkan

depresi pernafasan, sedasi, konstipasi, mual muntah.

c) Obat tambahan atau ajuvant (koanalgesik): ajuvant seperti

sedative, anti cemas, dan relaksan otot meningkatkan control

nyeri atau menghilangkan gejala lain terkait dengan nyeri

seperti depresi dan mual (Astuti & Merdekawati, 2019)

26
2) Non Farmakologis

a) Manajemen Nyeri

Intervensi keperawatan mandiri menurut Bangun &

Nur’aeni (2013), merupakan tindakan pereda nyeri yang dapat

dilakukan perawat secara mandiri tanpa tergantung pada

petugas medis lain dimana dalam pelaksanaanya perawat

dengan pertimbangan dan keputusannya sendiri. Banyak pasien

dan anggota tim kesehatan cenderung untuk memandang obat

sebagai satu-satunya metode untuk menghilangkan nyeri.

Namun banyak aktifitas keperawatan nonfarmakologi yang

dapat membantu menghilangkan nyeri, metode pereda nyeri

nonfarmakologi memiliki resiko yang sangat rendah. Meskipun

tidakan tersebut bukan merupakan pengganti obat-obatan

(Astuti & Merdekawati, 2019)

b) Distraksi

Distraksi yang memfokuskan perhatian pasien pada

sesuatu selain pada nyeri dapat menjadi strategi yang sangat

berhasil dan mungkin merupakan mekanisme terhadap teknik

kognitif efektif lainnya. Distraksi diduga dapat menurunkan

persepsi nyeri dengan menstimulasi sistem kontrol desenden,

yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang

ditransmisikan ke otak. Beberapa sumber-sumber penelitian

terkait tentang teknik distraksi yang ditemukan peneliti sejauh

27
ini efektif diterapkan pada pasien anak-anak terutama usia

prasekolah sebagaimana dalam penelitian Pangabean pada

tahun (2014), menurut Pangabean salah satu teknik distraksi

adalah dengan bercerita dimana teknik distraksi bercerita

merupakan salah satu strategi non farmakologi yang dapat

menurunkan nyeri. Hal ini terbukti pada penelitiannya dimana

teknik distraksi dengan bercerita efektif dalam menurunkan

nyeri anak usia prasekolah pada pemasangan infus yakni dari

nyeri skala 3 ke nyeri 28 skala 2. Sartika, Yanti, Winda (2015)

c) Terapi Musik

Terapi musik adalah usaha meningkatkan kualitas fisik

dan mental dengan rangsangan suara yang terdiri dari melodi,

ritme, harmoni, bentuk dan gaya yang diorganisir sedemikian

rupa hingga tercipta musik yang bermanfaat untuk kesehatan

fisik dan mental (Aini, 2019). Perawat dapat menggunakan

musik dengan kreatif di berbagai situasi klinik, pasien

umumnya lebih menyukai melakukan suatu kegiatan

memainkan alat musik, menyanyikan lagu atau mendengarkan

musik. Musik yang sejak awal sesuai dengan suasana hati

individu, merupakan pilihan yang paling baik (Aini, 2019)

d) Aromaterapi

Merupakan penggunaan ekstrak minyak esensial

tumbuhan yang digunakan untuk memperbaiki mood dan

28
kesehatan Mekanisme kerja perawatan aromaterapi dalam

tubuh manusia berlangsung melalui dua sistem fisiologis, yaitu

sirkulasi tubuh dan sistem penciuman. Wewangian dapat

mempengaruhi kondisi psikis, daya ingat, dan emosi seseorang.

Beberapa jenis aromaterapi yang digunakan dalam

menurunkan intensitas nyeri adalah aromaterapi lemon dan

aromaterapi lavender. Aromaterapi lemon merupakan jenis

aroma terapi yang dapat 33 digunakan untuk mengatasi nyeri

dan cemas. Zat yang terkandung dalam lemon salah satunya

adalah linalool yang berguna untuk menstabilkan sistem saraf

sehingga dapat menimbulkan efek tenang bagi siapapun yang

menghirupnya (Aini, 2019)

e) Relaksasi Benson

Relaksasi Benson adalah metode relaksasi yang

diciptakan oleh Herbert Benson seorang ahli peneliti medis

dari Fakultas Kedokteran Harvard yang mengkaji beberapa

manfaat doa dan meditasi bagi kesehatan, dengan

mengabungkan antara respon relaksasi dan system keyakinan

individu/faith factor (difokuskan pada ungkapan tertentu

berupa nama-nama Tuhan atau kata yang memiliki makna

menyenangkan bagi pasien itu sendiri) yang diucapkan

berulang-ulang dengan ritme teratur sikap pasrah dan

diimbangi dengan nafas dalam, relaksasi ini menggunakan

29
teknik pernapasan yang biasa digunakan di rumah sakit pada

pasien yang sedang mengalami nyeri.

2. Konsep Appendiktomi

a. Defenisi

Apendik adalah sebuah tabung tertutup berakhir sempit sampai

beberapa inci panjang yang melekat pada sektum (bagian pertama dari

usus besar) seperti cacing. Appendiksitis merupakan radang usus

buntu, diperkirakan usus buntu dimulai ketika pembukaan dari

appendik ke sektum menjadi tersumbat (Wirya & Sari, 2019)

Apendisitis adalah peradangan pada organ berbentuk tabung,

panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15cm) dan berpangkal di

sektum, appendiks terletak di intraperitoneal lebih tepatnya di daerah

iliaka kanan, dibawah katub iliocecal, tepatnya pada dinding abdomen

di bawah Mc.Burney (Wirya & Sari, 2019)

Apendisitis merupakan suatu kondisi dimana terjadi

peradangan di umbai cacing (suatu kantong tersembunyi yang terletak

dekat katup ileocecal di kanan bawah abdomen) dikenal sebagai sakit

usus buntu. Mungkin saja terkait dengan sumbatan feses Apendisitis

adalah suatu proses obstruksi yang disebabkan oleh benda asing batu

feses kemudian terjadi proses infeksi dan disusul oleh peradangan dari

apendiks verivormis (Wirya & Sari, 2019)

30
b. Anatomi Fisiologi

Gambar 2.4 Anatomi Apendiks (Adam, 2019)

Anatomi appendiks Posisi Appendiks


Gambar 2.5 Posisi appendiks

Anatomi saluran pencernaan terdiri dari lambung, usus halus,

usus besar, rektum, dan anus. Apendiks terletak di abdomen sebelah

kanan membujur keatas dari ileum ke bawah hati. Apendiks

menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara normal

dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum.

Hambatan aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada

31
pathogenesis apendisitis.

Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh Gut Associated

Lymphoid Tissue (GALT) yang terdapat disepanjang saluran cerna

termasuk apendiks ialah imunoglobulin A (Ig-A). Imunoglobulin ini

sangat fektif sebagai pelindung terhadap infeksi yaitu mengontrol

poliferasi bakteri, netralisasi lainnya. Namun, pengangkatan apendiks

tidak mempengaruhi sistem imun tubuh sebab jumlah jaringan sedikit

sekali jika dibandingkan dengan jumlah di saluran cerna dan seluruh

tubuh.

Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-

kira 10 cm (kisaran 3-15 cm), dan berpangkal di sektum. Lumennya

sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Namun

demikian, pada bayi apendiks berbentuk kerucut, lebar pada

pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin

menjadi sebab rendahnya insiden apendisitis pada usia itu. Pada 65%

kasus, apendiks terletak di intraperitoneal. Kedudukan itu

memungkinkan apendiks bergerak, dan ruang geraknya bergantung

pada panjang mesoapendiks penggantungnya.Pada kasus selebihnya,

apendiks terletak di retroperitoneal, yaitu di belakang sekum, di

belakang kolon asendens, atau di tepi lateral kolon adensens. Gejala

klinis apendisitis ditentukan oleh letak apendiks.

Persarafan parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang

mengikuti arteri mesenterika superior dan arteri apendikularis,

32
sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus torakalis X. Oleh

karena itu, nyeri viserall pada apendisitis bermua di sekitar umbilikus.

Pendarahan apendiks berasal dari arteri apendikularis yang merupakan

arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena

thrombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami ganggren (Raihan

Ihza, 2020)

c. Klasifikasi

Klasifikasi appendicitis menurut Nurafif dan Kusuma (2013) terbagi

menjadi 3 yaitu

1) Apendisitis akut, yaitu suatu radang yang mendadak di umbai cacing

yang memberikan tanda, dan disertai maupun tidak disertai rangsangan

pada peritoneum lokal.

2) Apendisitis rekurens yaitu riwayat nyeri berulang yang terjadi di perut

bagian kanan bawah yang mendorong dilakukannya apendiktomi.

3) Apendisitis kronis memiliki segala gejala riwayat nyeri pada bagian

perut kanan bawah lebih dari dua minggu/sumbatan di lumen apendiks,

adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa, dan keluhan akan

segera menghilang setelah apendiktomi

33
Klasifikasi menurut (Nanda, 2020)dibagi menjadi 3 yaitu:

1) Apendisitis akut merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteria.

Dua faktor pencetusnya disebabkan oleh sumbatan lumen apendiks.

Selain itu hyperplasia jaringan limfa, fikalit (tinja/batu), tumor

apendiks dann cacing aksaris yang dapat menyebabkan sumbatan

danjuga erosi mukosa apendiks karena parasir (E.histolytica).

2) Apendiksitis rekurens yaitu jika adariwayat neyri berulang diperut

kanan bawah yang mendorong dilakukannya apendiktomi. Kelainan

ini terjadi bila serangan apendisitis akut pertama kali sembuh

spontan. Namun apendisitis tidak pernah kembali kebentuk aslinya

karena fibrosis dan jaringan parut.

3) Apendisitis kronis yaitu memiliki semua gejala riwayat nyeri perut

kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks secara

makroskopik dan mikroskopik (fibrosis menyeluruh didinding

apendiks, sumbatan parsial atau lumen apendiks, adanya jaringan

parut dan ulkus lama dimukosa dan infiltrasii sel inflamasi kronik)

dan keluhan menghilang setelah apendiktomi.

d. Etiologi

Penyebab apendisitis menurut Sjamsuhidajat, (Prisasanti, 2012) yaitu:

1) Adanya penyumbatan dalam lumen apendiks dikarenakan

kebiasaan makan-makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi

terhadap timbulnya apendisitis.

34
2) Adanya keganasan (karsinoma) pada apendiks..

3) Adanya cacing askaris, erosi mukosa apendiks karena parasit

seperti E.histolytica.

4) Umur : apendistitis dapat terjadi di semua umur tetapi lebih sering

terjadi diantara usia 11-25 tahun.

5) Diet : asupan rendah serat yang dapat mempengaruhi defaksi dan

fekalit yang menyebabkan obstuksi lumen sehingga memiliki

resiko apendisitis yang lebih tinggi.

6) Apendisitis akut terjadi karena proses radang bakteri yang

disebabkan oleh beberapa faktor seperti hyperplasia jaringan

limfe, fekalith, tumor apendiks, dan cacing askaris yang

menyumbat (Asripa, 2018)

7) Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal menjadi

faktor penyebabnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor

pencetus disamping hyperplasia jaringan limfe, batu feses, tumor

apendiks, dan cacing askaris dapat juga menyebabkan sumbatan.

(Rokhman, 2022)

35
e. Manisfetasi Klinis

Tanda dan gejala penyakit apendisitis menurut (Aziz, 2020)) yaitu:

Tanda awal : nyeri mulai diepigastrium / region umbilikus disertai mual dan

anoreksia.

1) Nyeri berpindah ke kanan bawah (yang akan menetap dan diperberat bila

berjalan atau batuk) dan menunjukkan tanda rangsangan peritoneum

local titik Mc. Burney : nyeri tekan, nyeri lepas, defans muskuler.

2) Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung.

3) Nyeri pada kuadran kanan bawah saat kuadran kiri bawah ditekan

(rovsing sign).

4) Nyeri kanan bawah bila ditekan disebelah kiri dilepas (Blumberg).

5) Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak sseperti nafas dalam,

berjalan, batuk, mengedan.

6) Mual, muntah dan nafsu makan menurun.

7) Demam yang tidak terlalu tinggi.

8) Biasanya terdapat konstipasi, tapi kadang-kadang terjadi diare.

Gejala-gejala permulaan pada apendisitis yaitu nyeri atau perasaan tidak

enak sekitar umbilikus diikuti oleh anoreksia, nausea dan muntah, gejala ini

umumnya berlangsung lebih dari 1 atau 2 hari. Mc. Burney kemudian dapat

timbul spasme otot dan nyeri lepas.

36
f. Patofisiologi

Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks

oleh hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, struktur fikosis akibat

peradangan sebelumnnya atau neoplasma. Feses yang terperangkap dalam

lumen apendiks akan menyebabkan obstruksi dan akan mengalami

penyerapan air dan terbentuklah fekolit yang akhirnya sebagai kausa

sumbatan. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus diproduksi mukosa

mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun

elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan

peningkatan tekanan intralumen, tekanan yang meningkat tersebut akan

menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema. Diaphoresis bakteri

dan ulserasi mukosa pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang

ditandai oleh nyeri epigastrium. Sumbatan menyebabkan nyeri sekitar

umbilikus dan epigastrium, nausea, muntah, invasi kuman E.Coli dan

Spesibakteroides dari lumen ke lapisan mukosa, submukosa, lapisan

muskularisa, dan akhirnya ke peritoneum parietalis terjadilah peritonitis

local kanan bawah. Suhu tubuh mulai naik. (Noviantoro, 2018)

Apabila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat

hal tersebut akan menyebabkan abstruksi vena, edema bertambah dan bakteri

akan menembus dinding apendiks. Peradangan yang timbul meluas dan

mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di abdomen

kanan bawah, keadaanini disebut dengan apendisitis sukuratif akut.

(Noviantoro, 2018)

37
g. Pemeriksaan Fisik

1) Inspeksi : akan tampak adanya pembengkakan (swelling) rongga

perut dimana dinding perut tampak mengembang (distensi)

2) Palpasi : didaerah perut kanan bawah bila ditekan akan terasa

nyeri dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri (Blumberg

sign) yang mana merupakan kunci dari diagnosis apendisitis akut.

3) Tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk/tungkai diangkat tinggi-

tinggi, maka rasa nyeri di peut semakin parah (psoas sign).

4) Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin bertambah

bila pemeri ksaan dubur dan atau alat kelamin menimbulkan rasa

nyeri.

5) Suhu dubur (Rectall) yang lebih tinggi daripada suhu ketiak

(Axilla), lebih menunjang lagi adanya radang usus buntu.

6) Pada apendiks terletak pada retro sekal maka ujia psosa akan

positif dan tnda prangsangan peritoneum tidak begitu jelas,

sedangkan apabila apendiks terletak di rongga pelvis maka

obturator sign akan postif dan tanda perangsang peritoneum akan

lebih menonjol, (Awaluddin, 2020)

38
h. Pemeriksaan Diagonestik

1) Laboratorium

a) Tes Darah

Tes darah dapat menunjukkan tanda-tanda infeksi, seperti

jumlah leukosit yang tinggi. Tes darah juga dapat

menunjukkan dehidrasi atau ketidakseimbangan cairan dan

elektrolit. Elektrolit adalah bahan kimia dalam cairan tubuh,

termasuk natrium, kalium, magnesium, dan klorida

b) Urinalisis

Urinalis digunakan untuk melihat hasil sedimen, dapat normal

atau terdapat leukosit dan eritrosit lebih dari normal bila

apendiks yang meradang menempel pada ureter atau vesika.

Pemeriksaan urin juga penting untuk melihat apakah ada

infeksi saluran kemih atau infeksi ginjal.

c) Radiologi

USG dapat membantu mendeteksi adanya tanda-tanda

peradangan, usus buntu yang pecah, penyumbatan pada lumen

apendiks, dan sumber nyeri perut lainnya. USG adalah

pemeriksaan penunjang pertama yang dilakukan untuk dugaan

apendisitis pada bayi, anak-anak, dewasa, dan wanita hamil

d) MRI

Dapat menunjukkan tanda-tanda peradangan, semburan usus

buntu, penyumbatan pada lumen apendiks, dan sumber nyeri

39
perut lainnya. MRI yang digunakan untuk mendiagnosis

apendisitis dan sumber nyeri perut lainnya merupakan

alternatif yang aman dan andal daripada pemindaian tomografi

terkomputerisasi

e) CT scan perut

Dapat menunjukkan tanda-tanda peradangan, seperti usus yang

membesar atau abses massa yang berisi nanah yang dihasilkan

dari upaya tubuh untuk mencegah infeksi agar tidak menyebar

dan sumber nyeri perut lainnya, seperti semburan apendiks dan

penyumbatan di lumen apendiks. Wanita usia subur harus

melakukan tes kehamilan sebelum menjalani CT scan.

Radiasi yang digunakan dalam CT scan dapat berbahaya bagi

janin yang sedang berkembang. (Engelebe et al, 2019)

i. Penatalaksanaan Medik

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita

apendisitis meliputi penanggulangan konservatif dan operasi:

1) Penanggulangan konservatif

Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita

yang tidak mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa

pemberian antibiotik. Pemberian antibiotic berguna untuk

mencegah infeksi. Pada penderita apendisitis perforasi, sebelum

40
operasi dilakukan penggantian cairan dan elektrolit, serta

pemberian antibiotik sistemik.

2) Operasi

Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan apendisitis maka

tindakan yang dilakukan adalah operasi membuang apendiks.

Pembedahan untuk mengangkat apendiks disebut operasi

appendectomy.

3) Laparatomi

Tindakan laparatomi apendiktomi merupakan tindakan

konvensional dengan membuka dinding abdomen. Tindakan ini

juga digunakan untuk melihat apakah ada komplikasi pada

jaringan apendiks maupun di sekitar apendiks.

Tindakan laparatomi dilakukan dengan membuang apendiks

yang terinfeksi melalui suatu insisi di regio kanan bawah perut

dengan lebar insisi sekitar 3 hingga 5 inci. Setelah menemukan

apendiks yang terinfeksi, apendiks dipotong dan dikeluarkan dari

perut. Tidak ada standar insisi pada operasi laparatomi

apendiktomi. Hal ini disebabkan karena apendiks merupakan

bagian yang bergerak dan dapat ditemukan diberbagai area pada

kuadran kanan bawah.

Ahli bedah harus menentukan lokasi apendiks dengan

menggunakan beberapa penilaian fisik agar dapat menentukan

lokasi insisi yang ideal. Ahli bedah merekomendasikan pembatasan

41
aktivitas fisik selama 10 hingga 14 hari pertama setelah laparotomi.

Sayatan pada bedah laparatomi menimbulkan luka yang berukuran

besar dan dalam, sehingga membutuhkan waktu penyembuhan

yang lama dan perawatan berkelanjutan. Pasien akan dilakukan

pemantauan selama di rumah sakit dan mengharuskan pasien

mendapat pelayanan rawat inap selama beberapa hari (Kadri &

Fitrianti, 2020)

4) Laparaskopi Apendiktomi

Merupakan tindakan bedah invasive minimal yang paling

banyak digunakan pada kasus appendicitis akut. Tindakan

apendiktomi dengan menggunakan laparaskopi dapat mengurangi

ketidaknyamanan pasien jika menggunakan metode open

apendiktomi dan pasien dapat menjalankan aktifitas paska operasi

dengan lebih efektif (Kadri & Fitrianti, 2020)

j. Komplikasi

Komplikasi yang terjadi pada klien dengan kasus apendisitis

(Maharani et al., 2020)

1) Perforasi apendiks

Perforasi adalah pecahnya apendiks yang berisi pus sehingga

bakteri menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam

12 jam pertama sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah

24 jam. Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70% kasus

42
dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit,

panas lebih dari 38,50C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut,

dan leukositosis terutama polymorphonuclear (PMN). Perforasi,

baik berupa perforasi bebas maupun mikroperforasi dapat

menyebabkan peritonitis.

2) Peritonitis

Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan

komplikasi berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut

maupun kronis. Bila infeksi tersebar luas pada permukaan

peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas

peristaltic berkurang sampai timbul ileus paralitis, usus meregang,

dan hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok,

gangguan sirkulasi, dan oliguria. Peritonitis disertai rasa sakit perut

yang semakin hebat, muntah, nyeri abdomen, demam, dan

leukositosis.

43
3. Knonsep Terapi Musik

a. Definisi

Musik berasal dari bahasa Yunani yaitu Muse dalam mitologi

Yunani memiliki arti para dewa yang menguasai bidang seni dan ilmu

pengetahuan. Musik adalah suara yang disusun sedemikian rupa

sehingga mengandung irama, lagu, dan keharmonisan dari alat-alat

mengasilkan bunyi-bunyian. Musik sebagai bahasa universal,

melintasi batas usia, jenis kelmanin, ras, agama dan kebangsaan

(Ramdani, 2021)

b. Peran Musik

Musik merupakan sebuah rangsangan pendengaran yang

terorganisir yang terdiri dari melodi, ritme, dan harmoni. Melodi

mempengaruhi tubuh, ritme atau irama mempengaruhi jiwa,

sedangkan harmoni mempengaruhi roh. Banyak dari proses kehidupan

kita yang berakar dari irama, sebagai contoh: irama detak jantung,

pernafasan, sampai berbagai aktivitas otak. Musik dalam bidang

kedokteran memiliki hubungan sejarah yang erat dan panjang. Sejak

zaman Yunani kuno musik digunakan sebagai sarana untuk

meringankan penyakit dan membantu pasien dalam mengatasi emosi

yang menyakitkan seperti kecemasan, kesedihan, dan kemarahan

Ketika musik diaplikasikan sebagai salah satu cara distraksi untuk

mengurangi kecemasan, musik dapat memberikan kenyamanan dan

relaksasi yang merupakan salah satu cara menurunkan kecemasan

44
psikologis dan perilaku individual yang menunggu perawatan ataupun

yang sedang dalam perawatan. (Ramdani, 2021)

Pada saat musik diperdengarkan, musik mampu merangsang

pengeluaran gamma amino butric acid (GABA), enkephalin, beta

endorphin. Zat – zat tersebut dapat menimbulkan efek analgesia

sehingga dapat mengurangi tingkat kecemasan yang dialami pasien.

Musik sebagai gelombang suara dapat meningkatkan suatu respon

seperti peningkatan endorphin yang dapat mempengaruhi suasna hati

dan dapat menurunkan kecemasan pasien. Musik memiliki sifat yang

universal dan sangat mudah diterima oleh organ pendengaran dan

tidak dibatasi pula oleh fungsi intelektual. Maka dari itu musik sangat

mudah digunakan untuk mengalihkan perhatian anak dari hal yang

dianggap asing dalam praktik kedokteran gigi. Pada dasarnya semua

jenis musik dapat digunakan dalam usaha menurunkan kecemasan

anak. Seringkali dianjurkan memilih musik relaksasi dengan tempo

sekitan 60 ketukan/menit, sehingga didapatkan keadaan istirahat yang

optimal (Soeparmin,2013). Lagu anak-anak bisa menjadi pilihan untuk

terapi musik karena lagu anak-anak dikenal sebagai lagu yang

memiliki irama, nada, lirik, birama yang sederhana dan mudah

dipahami sehingga anak-anak mudah mengafalkan dan

mengekspresikan sesuai dengan tingakatan usia (Ramdani, 2021)

c. Manfaat Musik

45
Mendengarkan, menghayati dan menikmati musik merupakan

sesuatu yang menyenangkan dan memberikan rasa nyaman pada

pendengarnya. Dari efek tersebut secara medis dan psikologis musik

dapat menimbulkan reaksi positif baik bagi fisik maupun mental.

Berikut adalah beberapa manfaat musik: 1) Merangsang pertumbuhan

otak janin dan pada masa kanak-kanak 2) Mengurangi tingkat

ketegangan emosi atau nyeri fisik 3) Meningkatkan kemampuan

mengingat dan menghafal 4) Memingkatkan ketrampilan membaca,

menulis, matematika dan ketrampilan akademik lain 5) Mempengaruhi

denyut jantung 6) Mempercepat penyembuhan pada pasien pasca

operasi (Tarigan, 2020)

d. Macam-Macam Terapi Musik

1) Terapi musik aktif Metode terapi musik aktif ini mengajak pasien

bernyanyi, belajar bermain alat musik, menirukan nada-nada,

bahkan membuat lagu sederhana. Dengan kata lain pasien lebih

berinteraksi langsung dengan dunia musik. Untuk melakukan

metode ini dibutuhkan bimbingan seorang pakar musik yang

kompeten.

2) Terapi musik pasif Metode terapi musik ini merupakan suatu

metode yang mudah dan efektif, pasien tinggal mendengarkan dan

menghayati alunan musik. (Sutrisna, 2018)

e. Cara Kerja Terapi Musik

46
Musik memiliki sifat terapeutik yang dapat menyembuhkan,

karena musik menghasilkan rangsangan ritmis yang di tanggap oleh

organ pendengaran dan kemudian diolah dalam sistem saraf tubuh dan

kelenjar pada otak dan selanjutnya mereorganisasi interpretasi bunyi

ke dalam ritme internal pendengaranya. Ritme internal inilah yang

mempengaruhi metabolisme tubuh manusia sehingga berlangsung

lebih baik. Dengan metabolisme yang baik tubuh mampu membangun

sistem kekebalan yang baik juga sehingga tubuh mampu membangun

sistem kekebalan tubuh tangguh terhadap serangan penyakit

(Nurzallah, 2019)

Hipotalamus disebut juga pusat stres otak karena fungsi

gandanya dalam keadaan darurat. Fungsi pertama hipotalamus adalah

mengaktifkan cabang simpatis dan sistem saraf otonom. Hipotalamus

mengahntarkan implus saraf nukleus. Nukleus di batang otak yang

megendalikan fungsi sistem saraf otonom yang bereaksi langsung paa

otot polos dan organ internal untuk menghasilkan perubahan tubuh

seperti peningkatan denyut jantung dan peningkatan tekanan darah

(Nurzallah, 2019)

Manfaat musik sebagai terapi adalah self-mastery yaitu

kemampuan untuk mengendalikan diri. Kandungan vibrasi energi

dalam musik berfungsi untuk mengaktifkan sel-sel di dalam diri

seseorang sehingga dengan keaktifan sel-sel tersebut membuat sitem

kekebalan tubuh seseorang lebih berpeluang aktif dan fungsinya

47
meningkat (Wardani & Nugroho, 2022). Pemberian terapi musik

membuat seseorang menjadi rileks sehingga menimbulkan rasa aman

dan nyaman, melepaskan rasa gembira dan sedih, melepaskan rasa

sakit dan stres sehingga dapat menurunkan tingkat kecemasan

(Musbikin dalam Lestari 2015). Hal tersebut dapat terjadi karena

terjadi penurunan Adrenal Corticotropin Hormon (ACTH) yang

merupakan hormon stres (Wardani & Nugroho, 2022)

f. SOP Terapi Musik

Standart prosedur terapi musik Prosedur terapi musik menurut Pandoe

dan Ramadhani adalah sebagai berikut:

1) Berikan lingkungan yang tenang

2) Memposisikan tubuh senyaman mungkin

3) Menyiapkan headphone, berikan pilihan lagu yang akan

diperdengarkan serta menyesuaikan volume

4) Saat musik diputar, dengarkan dengan seksama instrumennya

5) Biarkan suara musik mengalir ke dalam tubuh

6) Fokuskan bahwa kecemasan, ketakutan, kehawatiran yang

difikirkan akan berubah menjadi pengalaman

7) Dengarkan musik selama 15 menit idealnya namun apabila 10

menitpun telah membatu rileksasi responden (Wardani &

Nugroho, 2022)

48
B. Karangka Teoritik

Apendik

Post Apendiktomi

Nyeri
\

Penatalaksanaan non Farakologis


1. Manajemen Nyeri
Penatalaksanna Farmakologi 2. Distraksi
1. Analgesik 3. Aromaterapi
2. NSAIDs 4. Terapi Musik
3. Obat narkotik 4.Terapi musik

Skala Nyeri
1. Tidak nyeri : 0
2. Nyeri ringan: 1-3
3. Nteri sedang: 4-6
4. Nyeri berat: 7-9
5. Nyeri tidak terkontrol

Ket: (diteliti) : (tidak diteliti):

49
C. Karangka Konseptual

Defenisi konseptual penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi

hubungan dan kaitanantara variabel yang satu dengan yang lainnya (Rahman

& Wiwin, 2018). Pada konsep penelitian ini yang menjadi variabel

independen adalah terapi musik dan variabel dependennya adalah Nyeri

adapun kerangka konseptual penelitian yang dilakukan adalah hubungan

antara 2 variabel sebagai berikut :

Variable Independen: Variable Dependen:


Terapi music Nyeri

Tabel 2.1 Karangka Konseptual

D. Hipotesis

Hipotesis adalah suatu jawaban sementara dari pertanyaan penelitian.

Biasanya hipotesis ini dirumuskan dalam bentuk hubungan antara dua

variabel, Variabel Bebas dan Variabel Terikat (Nugroho, 2018). Adapun:

Pengaruh Terapi Musik Terhadap Nyeri Post op Apendiktomi pada Remaja di RSUD

Raja Ahmad Tabib Tanjungpinang’’

50
E. Definisi Operasional

Definisi operasinoal merupukan suatu hal yang penting diperlukan

agar pengukuran variabel atau pengumpulan data (bagaimana pengaruhterapi

musik erhadap skala nyeri pada pasien post-op apendiktomi. itu konsisten

antara sumber data (responden) yang satu dengan responden yang lain.

Disamping variabel harus didefinisi oprerasionalkan juga dijelaskan cara atau

metode pengukuran hasil ukur atau kategorinya, serta skala pengukuran yang

digunakan (Yzi Susanti, 2019)

Adapun variable dalam penelitian ini dijelaskan pada definisi

operasional adalah sebagai berikut:

Tabel 2.2 Definisi Operasional

Variabel Definisi Alat Ukur Cara Hasil Ukur Skala


operasional mengukur ukur
Terapi Terapi music SOP Observasi 1. Dilakukan Nominal
musik merupakan 2. Tidak
pendengaran nada dilakukan
atau suara yang di
dengar yang
mengandung
irama lagu
keharmonisan

Nyeri akut Nyeri merupakan Skala Visual Lembar Hasil Ordinal


suatu perasaan Analog (VAS) observasi 0 Tidak nyeri
yang tidak (Visual Analog 1-3 Nyeri ringan
nyaman dan tidak Scale, VAS) 4-6 Nyeri Sedang
enak adalah suatu 7-9 Nyeri Berat
garis lurus atau 10 Tidak
horizontal terkontrol
sepanjang
10cm, yang
mewakili
intensitas nyeri

51
yang terus
menerus dan
pendeskripsi
verbal pada
setiap
ujungnya.
Skala ini
memberi pasien
kebebasan
penuh untuk
mengidentifika
si keparahan
nyer

52
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif suatu cara yang

digunakan untuk menjawab masalah penelitian yang berkaitan dengan data berupa

angka dan statistik. Jenis penelitian ini adalah penelitian pra eksperimental design.

Bentuk desain pra experiment yang digunakan yaitu one grup pretest-posttest desain

(Sugiyono, 2019). Desain penelitian ini hanya menggunakan satu kelompok saja,

sehingga tidak memerlukan kelompok kontrol. Peneliti melakukan intervensi dengan

pemberian terapi musik. Hal pertama yang dilakukan pada penelitian ini adalah

memberikan pretest (O1) pada subjek untuk mengetahui skala nyeri sebelum dilakukan

terapi musk. Selanjutnya diberikan terapi musik pada pasien post op apendiktomi.

Kemudian dilakukan posttest (O2) pada subjek untuk mengetahui penurunan skala nyeri

sesudah dilakukan terapi musik dengan Hasil dari O 1 dan O2 lalu di bandingkan untuk

melihat perbandingan pretest dan posttest pada subjek (Ramdhan, 2021)

Metode penelitian adalah metode atau cara yang akan digunakan dalam

penelitian yang tercermin melalui langkah-langkah teknis dan operasional penelitian

yang akan dilaksanakan (Novitasari, 2019). Pada bagian ini akan diuraikan mengenai:

desain penelitian, rencana penelitian, waktu dan tempat penelitian, populasi, sampel

dan sampling, kerangka Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui

Pengaruh Terapi Musik Terhadap Nyeri Post op Apendiktomi pada Remaja di RSUD

Raja Ahmad Tabib Tanjungpinang’

53
53

Desain atau rancangan penelitian adalah sesuatu yang sangat penting dalam

penelitian, memungkinkan pengontrolan maksimal beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi akurasi suatu hasil (Novitasari, 2019). Dalam penelitian ini

menggunakan jenis penelitian One group Pre Test and Post Test. Rancangan ini

bermaksud untuk menguji coba suatu intervensi pada kelompok subjek tanpa

kelompok pembanding

Penelitian one group pre test post test peneliti melakukan observasi dan

pengukuran data dalam satu waktu, artinya peneliti hanya melakukan satu kali

obsrvasi saja tanpa adanya tindak lanjut (Purnawati, 2018)

one group pretest – posttest :

O1 X O2

Keterangan :

O1 : Hasil Pengukuran Sebelum Diberi Perlakuan

O2 : Hasil Pengukuran Sesudah Diberi PerlakuanX : Perlakuan

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah target unit dimana suatu hasil penelitian akan

diterapkan (digeneralisir). Idealnya penelitian dilakukan ada populasi,

karena dapat melihat gambaran seluruh populasi sebagai unit dimana hasil

penelitian akan diterapkan (Nuzuli, 2022).


54

Populasi dalam penelitian ini adalah pengaruh terapi musik terhadap

nyeri pada pasien post-op apendiktomi di RSUD Raja Ahmad Thabib

dengan jumlah populasi 6 bulan terakhir berjumlah 40 orang.

Menurut (Slovin, 2018) sebuah rumus yang digunakan untuk

menghitung besar dan jumlah sampel apabila pupulas tidak diketahui

secara pasti Sebagai Berikut

n= N
1 + Ne2

Keterangan:

N : Besar Sampel

n : Besar Populasi

maka sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut

n= N

<1+ (N x 0,05)>

40

= <1+ (40 x 0,0025)>

40

= 1 + 2,1

= 20 Sampel
55

2. Sampel

a. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi terjangkau yang dapat

dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling. Syarat–

syarat sampel pada dasarnya harus dipenuhi saat menetapkan sampel

yaitu representative (mewakili) dan sampel harus cukup banyak

(Nuzuli, 2022). Sampel dalam penelitian ini yaitu sebanyak 20

responden.

b. Teknik Sampling

Teknik sampling merupakan suatu proses seleksi sampel yang

digunakan dalam penelitian dari populasi yang ada sehingga jumlah

sampel akan mewakili keseluruhan populasi yang ada (Ariasti &

Pratiwi, 2016).

Teknik sampling dalam penelitian ini adalah Total Sampling

yaitu teknik penentuan sampel yang akan diambil berdasarkan

pertimbangan tertentu (Ariasti & Pratiwi, 2016)

Berdasarkan hasil perhitungan sampel maka pasien post-op

apendiktomi harus memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi dalam

penelitian.
56

1) Kriteria Inklusi:

a) Pasien yang bersdia menjadi responden dan dapat

berkomunikasi dengan jelas

b) Kategori usia 12-18 tahun

c) Kooperatif dan bersedia ikut serta dalam penelitian terapi

musik

d) Pemberian terapi music dihari pertama setelah anastesi selesai

dan sebelum diberikan analgetik

e) Pemberian terapi musik dihari kedua post-op apendiktomi

sebelum satu jam pemberian analgetik

f) Dilakukan pemberian terapi music selama 3 kali dan

mengajarkan secara mandiri, selama perawatan pasca post

operasi di jadwalkan selama 3 hari di watu pagi sebelum

pemberian analgetik

g) Dilakukan dengan lingkungan yang aman nyaman dan tenang

2) Kriteria Ekslusi:

a) Pasien yang tidak kooperatif atau mengalami penurunan

kesadaran

b) Pasien yang mempunyai komplikasi berat

c) Pasein yang mempunyai penyakit penyerta

d) Pasien dengan operasi laparatomi

e) Pasien yang menolak jadi responden


57

C. Lokasi Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu Penelitian

a. Tahap Persiapan

Tahap persiapan dilakukan pada tanggal Juni sampai Juli 2023

Selama tahap ini peneliti melakukan pengajuan judul, pengurusan

surat izin pengambilan data, studi pendahuluan, studi kepustakaan,

penyusunan proposal, konsultsi dengan pembimbing I dan

pembimbing II sampai proposal penelitian mendapatkan persetujuan

dari pembimbing untuk ujian proposal, sidang proposal, dan revisi

proposal.

b. Tahap Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Juni sampai

bulan Agustus 2023. Pada tahap kegiatan pelaksanaan adalah

mengurus surat izin penelitian, dan kontrak waktu akan mulainya

penelitian dengan responden,peneliti akan melakukan pengukuran

skala myeri dengan metode vas, peneliti akan melakukan terapi music

kepada responden selama 15 menit 4 jam sebelum dilakukan terapi

farmakologi (analgetic), peneliti akan memberikan pilihan lagu kepada

responden, peneliti memasangkan headset, peneliti memutar lagu

pilihan, setelahnya akan melakukan intervensi terapi hasil dengan

menggunakan skala analog visual (VAS).


58

c. Tahap Penyusunan Laporan

Penyusunan laporan akan dilakukan pada bulan Juli sampai

Agustus 2023. Pada tahap ini membuat hasil, pengolahan data,

menyusun laporan hasil penelitian, konsultasi pembimbing I dan

pembimbing II. Sampai mendapat persetujuan pembimbing untuk

ujian skripsi.

2. Tempat Penelitian

Penelitian ini direncanakan akan dilakukan di RSUD Raja Ahmad

Tabib Tanjungpinang .

D. Alat Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan lembaran penelitian sebagai alat pengumpulan

data untuk mengumpulkan data tentang:

1. Biodata Responden

Biodata responden meliputi usia, jenis kelamin dan pengalaman

sebelumya pengumpulan data dilakukan melalui lembar observasi dan

dokumentasi.

2. Alat Pengukuran

Alat ukur yang digunakan instrument ini adalah pengunaan (VAS)

Skala Analog Visual dan Standar operasional prosedur terapi music


59

Skala Analog Visual Skala analog visual (Visual Analog Scale,

VAS) adalah suatu garis lurus atau horizontal sepanjang 10cm, yang

mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan pendeskripsi verbal pada

setiap ujungnya. Skala ini memberi pasien kebebasan penuh untuk

mengidentifikasi keparahan nyeri.

E. Uji Validitas dan Reliabilitas

1. Uji Validitas

Validitas adalah pengukuran dan pengamatan yang berarti

instrument harus dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Validitas

merupakan syarat mutlak bagi suatu alat ukur dapat digunakan dalam

suatu pengukuran (Ariasti & Pratiwi, 2019)

2. Uji Reliabilitas

Reliabitas adalah indeks yang menunjukan sejauh mana alat mengukur

dapat dipercayai atau dapat diandal. Uji relibilitas adalah uji yang

dilakukan untuk mengetahui sebuah intrumen yang digunakan telah

reliable. (Ariasti & Pratiwi, 2019)

Dalam penelitian ini tidak digunakan uji reliabilitas karena sudah

kositen keakuratan dan ketetapan dari suatu alat ukur dalam prosedur

pengukuran.
60

F. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan

proses pengumpulan subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian

(Nursalam, 2018).Adapun rangkaian kegiatan selama penelitian ini adalah:

1. Mengajukan judul kepada pembimbing I dan Pembimbing II

2. Meminta surat izin studi pendahuluan kepada prodi untuk meminta data

ke RSUD Raja Ahmad Tabib tanjungpinnag

3. Mengambil data angka kejadian pasien post-op apendiktomi di RSUD

Raja Ahmad Thabib Provinsi Kepri

4. Meminta izin dengan kepala ruangan dengan tujuan untuk memberi tahu

bahwa akan dilakukan penelitian terapi music terhadap pasien post-op

apendiktomi

5. Memberikan tahap terminasi salam terapeutik dan memberikan lembar

Inform Concent

6. Menjelaskan maksud dan tujuan dalam pemberian terapi music dan

melakukan observasi terhadap pasien post-op apendiktomi dan

meberitahukan pasien prosedur tindakan yang akan dilakukan.

7. Melakukan observasi pretest sebelum dilakukan terapi musik pada pasien

post-op apendiktomi

8. Melakukan terapi musik pada pasien post op apendiktomi

9. Melakukan observasi posttest setelah dilakuan dilakukan terapi music

pada pasien post-op apendiktomi


61

10. Menganalisa hasil penelitian dengan melihat sebelum dan sesudah

pemberian terapi music pada pasien post-op apendiktomi

11. Mendokumentasikan hasil sebelum dilakukan terapi music pada pasien

post-op apendiktomi.

F. Analisa Data

1. Prosedur Pengolahan Data

Setelah mengumpulkan data, maka dilakukan pengolahan data

dengan komputerisasi dengan langkah-langkah pengolahan data antara

lain:

a. Editing

Secara umum editing merupakan kegiatan untuk pengecekan dan

perbaikan lembar observasi. Setelah peneliti pretest dan posttest

responden dan mencatatanya selanjutnya peneliti mengecek kembali

jika masih ada kolom yang belum terisi oleh peneliti.

b. Coding

Setelah lembar observasi diedit atau disunting, selanjutnya

dilakukan coding, yakni mengubah data berbentuk kalimat atau huruf

menjadi data angka atau bilangan. Peneliti memberi kode1 untuk

responden laki-laki 2 untuk responden perempuan, kode 1 untuk

pengalaman ya 2 untuk tidak ada pengalaman, kode2.


62

c. Entery Data

Proses peneliti memasukkan hasil pretest dan posttest respon ke dalam

master tabel pada program computer. Program yang paling sering

digunakan untuk “Entery Data” penelitian berupa paket program

lunak computer.

d. Scoring

Data yang diolah telah dimasukkan dan diberikan penilaian angka

masing-masing data tersebut dapat dianalisa.

e. Cleaning

Semua data yang telah dilakukan peneliti selesai dimasukkan perlu

dicek kembali untuk melihat kemungkinana adanya kesalahan-

kesalahan kode, ketidaklengkapan dan sebagainya. Kemudian,

dilakukan pembentulan atau koremsi. Proses ini disebut pembersihan

data (Cleaning).

2. Analisa Data

Analisa data dalam penelitian ini menggunakan komputerisasi atau

perangkat lunak.

a. Uji Univariat

Analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan atau

mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Pada

umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi frekunsi

dan prentase dari setiap variabel (Notoatmodjo, 2018). Pada penelitian

ini analisis data univariat dilakukan untuk mendeskirpsikan


63

karateristik responden, nilai nyeri sebelum dan sesudah dilakukan

terapi music dan perbedaan sebelum dan sesudah dilakukan terapi

musik di RSUD Raja Ahmad Tabib Tanjungpinang.

b. Uji Bivariat

Uji bivariat dialakuakan terhadap dua variabel yang diduga

berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2018). Bentuk penelitian

ini membandingkan anatar sebelum dan sesudah diberikan terapi

musik . Pada penelitia ini dilakukan uji normalitas data berdistribusi

tidak normal maka menggunakan uji Wilcoxon menunjukkan adanya

Pengaruh Terapi Musik Terhadap Nyeri Pasien Post Op Apendiktomi

di RSUD Raja Ahmad Tabib Tanjungpinang

G. Etika Penelitian

Masalah etika penelitian keperawatan merupakan masalah yang sangat

penting, mengingat penelitian keperawatan berhubungan langsung dengan

manusia. Penelitian ini menekankan pada masalah etika yang meliputi

informed consent, anonymity, confidentiality, dan justice .

1. Informed Consent

Merupakan bentuk antara peneliti dan responden

penelitian.Lembar persetujuan diberikan kepada responden yang diteliti,

sebelumnya penelitian menjelaskan maksud dan tujuan penelitian.Seluruh

calon responden yang ditunjuk bersedia menandatangani lembar

persetujuan menjadi responden. Tujuan informed consent adalah


64

memberikan penjelasan pada calon responden mengenai maksud yang

akan diterima dalam menjadi responden penelitian. Jika calon responden

bersedia maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan jika

calon responden tidak bersedia maka peneliti harus menghormati hak

calon responden.

2. Anonymity

Anonimity adalah tindakan menjaga kerahasiaan subjek penelitian

dengan tidak mencantumkan nama pada informed consent dan kuesioner,

cukup dengan inisial dan memberi nomor atau kode pada masing-masing

lembar tersebut.

3. Confidentiality

Confidentiality adalah menjaga semua kerahasiaan semua

informasi yang didapat dari subjek penelitian. Beberapa kelompok data

yang diperlukan akan dilaporkan dalam hasil penelitian. Data yang

dilaporkan berupa data yang menunjang hasil penelitian. Selain itu,

semua data dan informasi yang telah terkumpul dijamin kerahasiaannya

oleh peneliti

4. Justice

Justice adalah keadilan, peneliti akan memperlakukan semua

responden dengan baik dan adil, semua responden akan mendapatkan

perlakuan yang sama dari penelitian yang dilakukan peneliti.

5. Confidentiality ( kerahasiaan)
65

Peneliti menjamin semua kerahasiaan semua informasi yang

diberikan oleh responden dengan tidak memberikan data kepada orang

lain dan data tersebut hanya digunakan untuk kepentingan penelitian saja,

kemudian data tersebut disimpan atau dimusnahkan oleh peneliti

BAB VI
66

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum

Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Raja Ahmad Tabib

Tanjungpinnag Waktu pelaksanaan penelitian ini sampai pengolahan data

dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan bulan Agustus 2023.

Responden dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan total

populasi yaitu Pasien post Op apendiktomi. Pasien yang tidak sedang

diberikan terapi termoregulasi lain. Pasien dengan persetujuan keluarga

untuk dijadikan subjek penelitian yang telah memenuhi kriteria inklusi.

penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2023, dengan jumlah

sebanyak 20 responden Pengaruh Terapi Musik Terhadap Nyeri Pasien

Post Op Apendiktomi di RSUD Raja Ahmad Tabib Tanjungpinang

2. Kriteria Responden

Tabel 4.1
Diketahui umur jenis kelamin pekerjaan dan riwayat
penyakit sebelumnya (n=20)

Karakteristik f %
Jenis kelamin Laki-laki 14 50
perempuan 6 50
Total 20 100%
Usia 12-15 tahun 5 25
16-18 tahun 15 75
Total 20 100%
Pengalaman nyeri Ya 13 65
Tidak 7 35
total 20 100%
Sumber hasil penelitian 2023

Berdasarkan tabel 4.1 di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar


67

responden berjenis kelamin laki–laki (50%). Dan perempuan (50%)

Ditinjau dari segi usia sebagian besar usia remaja akhir 16-18 tahun

(75%), dan dilihat dari pengalaman sebelumnya sebagian besar ya (65%).

3. Hasil Penelitian

a. Hasil Uji Univariate

Uji univariat merupakan analisa yang bertujuan untuk menjelaskan

dan mendeskripsikan karakteristik setiap variable penelitian. Bentuk uji

univariat tergantung dari uji setiap data (Nursalam 2017). Analisis univariat

pada penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik responden

yang terdiri dari jenis kelamin, usia dan pengalaman nyeri sebelumnya

1) Distribusi frekuensi nyeri sebelum dilakukan terapi musik

terhadap pasien post-op apendiktomi

Tabel 4.2
Distribusi frekuensi nyeri sebelum dilakukan terapi musik
terhadap pasien post-op apendiktomi (n=20)

Skala Nyeri F %
Ringan (1-3) 10 50
Sedang (4-6) 10 50
Total 20 100
Sumber hasil penelitian 2023

Berdasarkan hasil tabel 4.2 dapat dilihat dari hasil pretest

intensitas nyeri sebelum dilakukan terapi musik pada pasien

apendiktomi dengan nyeri ringan 10 responden (50%). Dan nyeri

sedang 10 responden (50%).


68

2) Distribusi frekuensi nyeri sesudah dilakukan terapi musik

terhadap skala nyeri pasien post-op apendiktomi

Tabel 4.3
Diketahui distribusi frekuensi nyeri sesudah dilakukan
terapi musik terhadap skala nyeri pasien post-op
apendiktomi(n=20)
Skala Nyeri F %
Ringan (1-3) 17 85
Sedang (4-6) 3 15
Total 20 100
Sumber hasil penelitian 2023

Berdasarkan hasil tabel 4.3 dapat dilihat dari hasil post test

intensitas nyeri sesudah dilakukan terapi musik pada pasien

apendiktomi dengan nyeri ringan 17 responden (85%)

b. Hasil Uji Bivariat

Pengujian persyaratan analisis pada penelitian ini mengunakan

uji normalitas untuk mengetahui distribusi data yang digunakan untuk

mengetahui normalitas data jika p value  0,05 maka data berditribusi

normal, jika p value  0,05 maka data berdistribusi tidak normal.

Pengujian normalitas data ini dilakukan dengan uji normalitas shapiro

wilk, didapatkan p value 0,000 (<0,05) sehingga dapat disimpulkan

bahwa variabel berditribusi tidak normal maka mengunakan uji non

parametrik Wilcoxon.

Analisis bivariat pada penelitian ini dilakuakan untuk


69

mengetahui pengaruh sebelum dan sesudah dilakukan terapi musik

terhadap pasien post-op apendiktomi pada pasien Pasca operasi dengan

menggunakan uji normalitas Shapiro-Wilk di karenakan jumlah sampel

<50. Dengan hasil uji data tidak berdistribusi normal.

1) pengaruh sebelum dan sesudah dilakukan terapi musik


terhadap pasien post-op apendiktomi di RSUD Raja Ahmad
Thabib Tanjungpinang

Table 4.4
pengaruh sebelum dan sesudah dilakukan terapi musik
terhadap pasien post-op apendiktomi (n=20)

Skala Nyeri
Pre Post P Value
N % N % 0,001
Ringan 10 50 17 85
Sedang 10 50 3 15
Total 20 100 20 100

Berdasarkan tebel 4.4 hasil sebelum dilakuan terapi musik

didapatkan skala nyeri sedang (4-6) sebanyak 10 responden (50%)

dan sesudah dilakuan teknik relaksasi genggam jari didapatkan skala

nyeri ringan (1-3 ) sebanyak 17 responden (85%) dengan nilai p value

0,001, dengan demikian dapat disimpulkan secara signitifkan ada

pengaruh Pengaruh Terapi Musik Terhadap Nyeri Pasien Post Op

Apendiktomi di RSUD Raja Ahmad Tabib Tanjungpinang.


70

BAB V
PEMBAHASAAN

A. Interpretasi dan Diskusi Hasil

Interprestasi penelitian ini dijelaskan sesuai dengan tujuan dan

hipotesis yang dianjurkan dalam penelitian ini. Tujuan penelitian ini secara

umum untuk mengetahui Pengaruh Blanket Warmer Terhadap Peningkatan

Suhu Tubuh Pasien Pasca Operasi Di Ruang Recovery Room di RSUD Raja

Ahmad Tabib Tanjungpinang 2023.

1. Analisa Univariat

a) Karakteristik Responden

1) Jenis kelamin

Berdasarkan tabel 4.1 di atas dapat diketahui bahwa

sebagian besar responden berjenis kelamin laki–laki (50%). Dan

perempuan (50%) Ditinjau dari segi usia sebagian besar usia

remaja akhir 16-18 tahun (75%), dan dilihat dari pengalaman

sebelumnya sebagian besar ya (65%).

Berdasarkan hasil penelitian sebagian besar responden

berjenis kelamin laki-laki (50%). Jenis kelamin mempunyai

pengaruh penting dalam berespon terhadap nyeri. Perbedaan jenis

telah didefinisikan dalam hal nyeri dan respon nyeri. Laki-laki


71

memiliki sensifitas yang lebih rendah dibandingkan wanita atau

kurang merasakan nyeri (Black & Hawks, 2020).

Intensitas nyeri dipengaruhi beberapa faktor salah satunya

adalah kondisi psikologis yang memepengrauhi intensitas nyeri

perempuan lebih cendrung mengalami kecemasan dan dapat

meningkatkan nyeri dibandingkan laki-laki (Poter & Perry, 2014).

Hasil penelitian Wahyuni (2018) menunjukan bahwa

intensitas nyeri pasien pasca bedah abdomen pada laki-laki lebih

tinggi daripada wanita. Analisis lebih lanjut didapatkan nilai p =

0,004, berarti ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin

responden dengan intensitas nyeri pasien pasca bedah abdomen (p

value < 0,05). Hasil penelitian yang menunjukan bahwa laki-laki

mengalami intensitas nyeri lebih tinggi daripada wanita, sesuai

dengan penelitian yang dilakukan oleh Yuan-Yi, et al., (2012)

mengenai korelasi karakteristik pasien, dan hubungan pasca bedah

dengan kebutuhan morpin dan penilaian nyeri saat istirahat dan

bergerak. Penelitian dilakukan dengan jumlah total responden

sebesar 2.298 yang menerima morpin. Hasil penelitian

menunjukan bahwa wanita kurang mengkonsumsi morpin melalui

PCA daripada laki-laki pada hari pertama sampai hari ketiga pasca

bedah (P 0,05).
72

Berdasarkan hasil penelitian Asni (2019) diperoleh data

jenis kelamin laki-laki dan 57 responden (52,8%) dengan jenis

kelamin perempuan. 8 (42,1) responden Berdasarkan hasil uji

statistik didapat OR yaitu 0,657 pada CI 95% 0,337 – 1,284,

artinya risiko responden berjenis kelamin laki laki menderita

penyakit apendisitis sebesar 0,657 kali lebih besar dibandingkan

dengan responden berjenis kelamin perempuan dan secara

signifikan tidak bermakna.

Hal ini dudukung penelitian yang dilakukan oleh Ahmad

(2018) menunjukan bahwa dari 71 responden dengan jenis kelamin

laki-laki. Terdapat 20 responden (37,0%) berjenis kelmain

perempuan yang menderita apendisitis. Berdasarkan fakta di

lapangan, Hal ini dikarenakan laki-laki lebih banyak menghabiskan

waktu diluar rumah untuk bekerja dan lebih cenderung

mengonsumsi makanan fast food dibandingkan dengan nasi dan

sebagainya, karena makanan fast food lebih gampang mereka

dapatkan direstauran ataupun di pedagang kaki lima. makanan fast

food merupakan.

2) Usia

Berdasarkan tabel Ditinjau dari segi usia sebagian besar

usia remaja akhir 16-18 tahun (75%), dan dilihat dari pengalaman

sebelumnya sebagian besar ya (65%).


73

usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri

khususnya pada anak-anak dan orang dewasa. Pada usia anak-anak

kesulitan untuk memahami nyeri dan beranggapan perawat dapat

menyebabkan nyeri. Usia lebih muda yang belum mempunyai kosa

kata yang banyak mempunyai kesulitan untuk mendiskripsikan

secara verbal dan mengekspresikan nyeri kepada orang tuanya atau

perawat sementara orang dewasa dapat mengekspresikan dan

mengatakan secara langsung nyeri yang dirasakannya. Usia muda

cenderung dikaitkan dengan kondisi psikologi yang masih labil,

yang memicu terjadinya kecemasan sehingga nyeri yang dirasakan

menjadi lebih berat. Usia juga dipakai sebagai salah satu faktor

dalam menentukan toleransi terhadap nyeri (Poter & Perry, 2013).

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Karokaro M (2014) mengatakan bahwa karakteristik responden

berdasarkan usia dengan rata-rata 15-30 tahun. Reaksi fisik

seseorang terhadap nyeri meliputi perubahan neurologis yang

spesifik. Perbedaan perkembangan yang ditemukan antara

kelompok usia ini dapat mempengaruhi bagaimana anak-anak dan

orang dewasa bereaksi terhadap nyeri.

Kesimpulan dari hasil penelitian dan teori penderita

apendiksitis bisa terjadi pada semua usia namun jarang terjadi pada

usia dewasa akhir dan balita, kejadian apendiksitis ini meningkat

pada usia remaja dan dewasa usia 20-30 tahun bisa dikategorikan
74

sebagai usia produktif, dimana orang yang berada pada usia

tersebut melakukan banyak kegiatan. Hal ini menyebabkan orang

tersebut mengabaikan nutrisi makanan yang dikonsumsinya.

Akibatnya terjadi kesulitan buang air besar yang menyebabkan

peningkatan tekanan pada rongga usus dan pada akhirnya

menyebabkan sumbatan pada saluran apendiks.

3) Pengalaman Sebelumnya

Berdasarkan hasil penelitian pengalaman sebelumnya pada

responden sebagian besar ya (65%). Seseorang mengidenfikasi

nyeri berdasarkan pada pengalaman sebelumnya dengan nyeri

dimasa lalu. Sejumlah kejadian nyeri keparahan atau intensitas

pengalaman nyeri sebelumnya, efektifitas terapi nyeri dan cara

sesorang merespon nyeri ke semua hal tersebut mempengaruhi

bagaimana anak akan menerima dan merespon terhadap

pengalaman nyeri. Pengalaman nyeri sebelumnya dengan

pengendalian nyeri yang tidak adekuat menyebabkan distress

selama prosedur menimbulkan nyeri dimasa yang akan datang

(Notoadmodjo, 2011).

Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan responden

yang pernah mengalami nyeri sebelumnya memiliki intensitas

nyeri yang lebih rendah dibandingkan yang tidak pernah

mengalami nyeri sebelumnya, karena nyeri sebelumnya berhasil

dihilangkan, maka akan lebih mudah bagi individu tersebut untuk


75

melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk

menghilangkan nyeri (Potter & Perry, 2010).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Peri (2011),

memukan bahwa 29 % wanita mempunyai nyeri yang lebih hebat

dari pada pengalam nyeri laki-laki. Responden yang pernah

mengalami nyeri sebelumnya memilki intensitas nyeri yang lebih

rendah dibandingkan yang tidak pernah mengalmi nyeri

sebelumnya.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang

dilakukan oleh Perry, et al. (2010) menemukan bahwa 29% laki-

laki dengan pembedahan apendiktomi dilaporkan mempunyai

nyeri yang lebih hebat daripada pengalaman nyeri pembedahan

abdomen sebelumnya. Sisanya 71% perempuan yang dilakukan

histerektomy mangalami nyeri ringan atau sama seperti

pengalaman nyeri sebelumnya.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa intensitas nyeri

pasien pasca bedah abdomen pada pengalaman nyeri sebelumnya

tidak pernah mengalami nyeri sebelumnya lebih tinggi daripada

responden yang pernah mengalami nyeri sebelumnya. Analisis

lebih lanjut didapatkan nilai p = 0,626, berarti tidak ada hubungan

yang signifikan antara budaya dengan intensitas nyeri pasien pasca

bedah abdomen (p value 0,05).


76

b) Diketahui distribusi frekuensi nyeri sebelum dilakukan terapi

musik terhadap pasien post-op apendiktomi

Berdasarkan hasil tabel 4.2 dapat dilihat dari hasil pretest

intensitas nyeri sebelum dilakukan terapi musik pada pasien

apendiktomi dengan nyeri ringan 10 responden (50%). Dan nyeri

sedang 10 responden (50%).

Hasil penelitian menunjukan bahwa ada perbedaan yang

signifikan antara hasil skala nyeri sebelum dan sesudah pada

kelompok intervensi. Terapi musik bisa mempengaruhi keadaan

biologis tubuh seperti emosi, dan memori. Ketukan yang tetap dan

tenang memberi pengaruh kuat kepada pasien sehingga tercipta suatu

keadaan rileks. Keadaan rileks ini memicu teraktivasinya sistem syaraf

parasimpatis yang berfungsi sebagai penyeimbang dari fungsi

parasimpatis. Terapi musik bisa menjadi distraksi dari nyeri seseorang

dan mengurangi efek samping dari analgesik, menurunkan kecemasan,

gejala depresi, meningkatkan motivasi, sehingga berkontribusi

meningkatkan kualitas hidup pasien. Karakteristik musik yang bersifat

terapiadalah musik klasik mozart, dimana musik ini tergolong musik

yang non dramatis, dinamikanya bisa diprediksi, memilikinada yang

lembut, harmonis, tidak berlirik, dan temponya 60-80 ketukanper

menit. Musik yang memiliki tempo antara 60-80 ketukan per menit

mampu membuat seseorangyang mendengarkannyamenjadi rileks.

Dibandingkan musik klasik lainnya, melodi dan frekuensi yang tinggi


77

padamusik klasik mozart mampu merangsang dan memberdayakan

kreatifitas danmotivatif diotak. Namun, tidak berarti karya komposer

klasik lainnya tidakdapat digunakan.

Musik klasik mozart juga dapat menurunkan kadar

hormonkortisol yang meningkat pada saat stres dan merangsang

pelepasanhormon endorfin, yaitu hormon tubuh yang memberikan

perasaan senang yangberperan dalam penurunan nyeri. Menurut

penelitian yang dilakukan Dian Novita (2013) dengan judul “Pengaruh

Terapi Musik Klasik Klasik Terhadap Nyeri Post Operasi Open

Reduction and Internal Fixation (ORIF)”, menunjukan ada perbedaan

yang signifikan antara hasil skala nyeri sebelum dan sesudah diberikan

perlakuan pada kelompok intervensidengan nilai signifikan 0,000.

Teori dan penelitian di atas sesuai dengan hasil penelitian ini, dimana

ada perbedaan yang signifikan antara hasil skala nyeri sebelum dan

sesudah pada kelompok intervensi dengan nilai signifikan sebesar

0,005. Hal ini terjadi karena kelompok intervensi diberikan perlakuan

terapi musik klasik mozart. Karena, terapi musik klasik mozart akan

memberikan efek relaksasi, sehingga menurunkan hormonkortisol

yang meningkat pada saat stres dan merangsang pelepasan hormon

endorfin, atau yang memberikan perasaan senang yang berperan dalam

penurunan nyeri. Sedangkan kelompok kontrol tidak diberikan terapi

musik klasik mozart, sehingga hasil akhirnya tidak banyak mengalami

perubahan.
78

Teori dan penelitian di atas sesuai dengan hasil penelitian ini,

dimana ada perbedaan yang signifikan antara hasil skala nyeri

sebelum dan sesudah dengan nilai signifikan sebesar 0,001. Hal ini

terjadi karena diberikan terapi musik dilakukan pengukuran skala

nyeri, sehingga hasil akhirnya banyak mengalami perubahan. yang

meningkat pada saat stres dan merangsang pelepasan hormon endorfin,

atau yang memberikan perasaan senang yang berperan dalam

penurunan nyeri.

c) Diketahui distribusi frekuensi nyeri sesudah dilakukan terapi

musik terhadap pasien post-op apendiktomi

Berdasarkan hasil tabel 4.3 dapat dilihat dari hasil posttest

intensitas nyeri sebelum dilakukan terapi musik pada pasien

apendiktomi dengan nyeri ringan 17 responden (85%). Dan nyeri

sedang 3 responden (15%).

Hasil penelitian di atas di tunjang oleh teori Zakiyah, (2015),

Adanya perbedaan skor nyeri setelah pemberian terapi musik klasik

dikarenakan adanya perbedaan persepsi nyeri setiap individu. Skor

nyeri yang dirasakan oleh responden dipengaruhi beberapa faktor

seperti usia, jenis kelamin, perhatian, keletihan, pengalaman

sebelumnya, gaya koping dan dukungan keluarga sosial. Selain itu di

pengaruhi oleh proses penerimaan suara setiap individu. Gelombang

suara yang datang dari arah spektral berbeda dibentuk oleh pinna

berdasarkan arah suara. Saluran telinga menyaring gelombang


79

sebelum melewati 2 tulang telinga yang kecil dan menuju ke koklea.

Gelombang suara masuk ke koklea dan mengatur cairan saat bergerak.

Koklea merupakan bagian dari membran basilar, berbeda nilai

resonansi, Kemudian peran membran basilar sebagai analisis

spektrum. Pergerakan dari membran basilar penghantaran pada sel-sel

rambut yang panjang membentang. Sel-sel rambut luar berfungsi

untuk menyempurnakan resonansi pada membran basilar karena signal

umpan balik dari otak. Signal yang berasal dari sel-sel rambut

dilanjutkan pada syaraf pendengaran yang berperan utama untuk

persepsi dan pemahaman dari signal audio seperti melalui pidato,

musik, suara yang lainnya (Robinson, 2018).

Musik klasik memiliki perangkat musik yang beraneka ragam,

sehingga didalamnya terangkum warna warni suaranya yang

variasinya sangat luas karena musik klasik menyediakan variasi

stimulus yang merangsang otak yang akan memberikan efek

menenangkan, Terapi musik adalah usaha meningkatkan kualitas fisik

dan mental dengan rangsangan suara yang terdiri dari melodi, ritme,

harmoni, timbre, bentuk dan gaya yang di organisir sedemikian rupa

sehingga mencipta musik yang bermanfaat untuk kesehatan fisik dan

mental. Musik memiliki kekuatan untuk mengobati penyakit dan

meningkatkan kemampuan pikiran seseorang. Musik diharapkan

menjadi sebuah terapi dan musik dapat meningkatkan, memulihkan,

memelihara kesehatan fisik, mental, emosional, sosial dan spiritual.


80

Hal ini disebabkan musik memiliki beberapa kelebihan, yaitu karena

musik bersifat nyaman, menenangkan, membuat rileks, berstruktur,

dan universal. Terapi musik adalah terapi yang universal dan bisa

diterima oleh semua orang karena kita tidak membutuhkan kerja otak

yang berat untuk menginterpretasi alunan musik Terapi musik sangat

mudah diterima organ pendengaran kita dan kemudian melalui saraf

pendengaran disalurkan kebagian otak yang memproses emosi

(Nikandish, 2017)

Hasil penelitian ini didukung penelitian dari Dian Novita

dengan hasil bahwa ada pengaruh yang signifikan terapi musik

terhadap penurunan tingkat nyeri pasien post operasi. Hasil penelitian

ini juga didukung penelitian dari Purwanto (2012) dengan hasil bahwa

efek musik dapat menurunkan intensitas nyeri dari nyeri berat ke nyeri

ringan pada pasien post-operasi di ruang bedah. Meskipun secara

statistic bermakna namun secara klinis hanya bermakna pada nyeri

berat 70 Pemberian terapi musik diharapkan dapat membantu

menurunkan tingkat nyeri pada pasien post operasi, hal ini dibuktikan

dari hasil observasi penelitian didapatkan bahwa dari 3 jenis musik

yaitu klasik, jazz, pop rata-rata memilili pengaruh pada tingkat nyeri

yang sama.
81

2. Analisa Bivariate

a) Analisa pengaruh sebelum dan sesudah dilakukan terapi musik

terhadap pasien post-op apendiktomi

Berdasarkan tebel 4.4 hasil sebelum dilakuan terapi musik

didapatkan skala nyeri sedang (4-6) sebanyak 10 responden (50%)

dan sesudah dilakuan teknik relaksasi genggam jari didapatkan skala

nyeri ringan (1-3 ) sebanyak 17 responden (85%) dengan nilai p value

0,001, dengan demikian dapat disimpulkan secara signitifkan ada

pengaruh Pengaruh Terapi Musik Terhadap Nyeri Pasien Post Op

Apendiktomi di RSUD Raja Ahmad Tabib Tanjungpinang

Secara teori manifestasi pada pasien appendisitis adalah

adanya nyeri pada perut kuadran kanan bawah, demam, mual muntah,

nyeri tekan pada titik MC Burney, penurunan nafsu makan,

konstipasi/diare (Erwin, 2020).

Menurut peneliti terdapat kesamaan antara hasil pengkajian

dan teori yang ada, pasien mengatakan adanya nyeri perut dibagian

kanan bawah, muntah, dan demam. Dimana manifestasi klinis

appendicitis keluhan nyeri perut keseluruhan dari kedua pasien sama

spesifik keluhan nyeri dan tepat nyerinya. Secara teori bahwa pasien

post operasi appendicitis adalah nyeri akut berhubungan dengan agen

pencedera fisik. Nyeri akut adalah pengalaman sensorik atau

emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau

fungsional dengan kurun waktu kurang dari 3 bulan (Tim Pokja SDKI
82

DPP PPNI, 2017).

Intervensi yang diberikan berdasarkan keluhan pasien yaitu

nyeri post operasi appendicitis sehingga diberiakan terapi musik

klasik. Secara teori bahwa pemberian terapi musik klasik merupakan

tindakan non farmakologi. Terapi musik klasik merupakan kombinasi

terapi yang dapat memberikan perasaan nyaman, perasaan lebih rileks

sehingga dapat membebaskan fisik dan mental dari ketegangan stres

yang dirasakan sehingga dapat meningkatkan toleransi terhadap nyeri

(Wati & Ernawati, 2020).

B. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini tidak terlepas dari keterbatasan yang dimiliki peneliti

diantaranya adalah jumlah pengunjung yang terlalu banyak dan ramai sehingga

pasien kurang fokus dalam mendengarkan musik.

Pasien tidak nyaman menggunakan hedset, sebaiknya pasien menggunakan

hedsed agar lebih fokus dalam mendengarkan musik untuk mendapatkan hasil yang

lebih efektif.
83
84

BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitisn dari ada pengaruh Pengaruh Terapi

Musik Terhadap Nyeri Pasien Post Op Apendiktomi di RSUD Raja Ahmad

Tabib Tanjungpinang sebagai berikut:

1. Hasil karakteristik responden diketahui bahwa sebagian besar responden

berjenis kelamin laki–laki (50%). Dan perempuan (50%) Ditinjau dari segi

usia sebagian besar usia remaja akhir 16-18 tahun (75%), dan dilihat dari

pengalaman sebelumnya sebagian besar ya (65%).

2. Hasil pretest intensitas nyeri sebelum dilakukan terapi musik pada pasien

apendiktomi dengan nyeri ringan 10 responden (50%). Dan nyeri sedang

10 responden (50%).

3. Hasil post test intensitas nyeri sesudah dilakukan terapi musik pada

pasien apendiktomi dengan nyeri ringan 17 responden (85%)

4. Hasil sebelum dilakuan terapi musik didapatkan skala nyeri sedang (4-6)

sebanyak 10 responden (50%) dan sesudah dilakuan teknik relaksasi

genggam jari didapatkan skala nyeri ringan (1-3 ) sebanyak 17 responden

(85%) dengan nilai p value 0,001, dengan demikian dapat disimpulkan

secara signitifkan ada pengaruh Pengaruh Terapi Musik Terhadap Nyeri

Pasien Post Op Apendiktomi di RSUD Raja Ahmad Tabib Tanjungpinang.


85

B. Saran

1. Bagi Responden

Diharapkan kepada responden agar dapat melakukan terapi musik setelah

di berikan pendidikan kesehatan dan terus ditetapkan dalam kehidupan

sehari-hari.

2. Bagi Petugas Kesehatan RSUD Raja Ahmad Thabib Provinsi Kepri

Diharapkan petugas kesehatan dapat menerapkan asuhan keperawatan

pada pasien post op apendiktomi dan di terapkan kepada pasien yang

merasakan nyeri dan dijadikan sebagai penatalaksanaan nonfarmakologi

dalam dunia keperawatan.

3. Bagi Ilmu Keperawatan

Diharapkan peneliti ini memberikan wawasan yang baru, atau informasi,

pemahaman kepada mahasiswa tentang pengaruh terapi musik pada pasien

post op apendiktomi

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan dapat melanjutkan penelitian ini dengan beberapa tambahan

seperti jumlah sampel lebih lebih diperbesar, menggunakan kelompok

kontrol atau perbandingan sehingga didapatkan hasil yang lebih spesifik

tentang terapi musik pada pasien post-op apendiktomi.

DAFTAR PUSTAKA

Aini, N., Hariyanto, T., & Ardiyani, V. M. (2017). Perbedaan Tekanan Darah
Sebelum dan Sesudah Dilakukan Terapi Musik Klasik (Mozart) pada Lansia
86

Hipertensi Stadium 1 di Desa Donowarih Karangploso Malang. Nursing News:


Jurnal Ilmiah Keperawatan,2(3).
Aisyah, S. (2017). Manajemen Nyeri Pada Lansia Dengan Pendekatan Non
Farmakologi. Jurnal Keperawatan Muhammadiyah, 2(1), 2017.
Ariasti, D., & Pratiwi, T. N. (2016). Hubungan antara mekanisme koping terhadap
stres dengan kejadian hipertensi pada warga di desa Ngelom Sroyo Jaten
Karanganyar. KOSALA: Jurnal Ilmu Kesehatan, 4(1).
ASRIPA, A. (2018). Asuhan keperawatan medikal bedah pada Tn M dengan
apendiksistis di puskesmas koto baru tahun 2018. STIKes PERINTIS
PADANG.
Astuti, A., & Merdekawati, D. (2016). Pengaruh terapi musik klasik terhadap
penurunan tingkat skala nyeri pasien post operasi. Jurnal Ipteks Terapan, 10(3),
148–154.
ASTUTI, E. D., Herawati, V. D., & Putra, F. A. (2022). Efektivitas Kompres Jahe
dan Kompres Air Hangat Terhadap Penurunan Nyeri Asam Urat pada Lansia
Gondang Tengah, Joho, Mojolaban, Sukoharjo. Universitas Sahid Surakarta.
Atmadja, A. S. (2016). Sindrom nyeri myofascial. Cermin Dunia Kedokteran, 43(3),
176–179.
Awaluddin, A. (2020). Faktor Risiko Terjadinya Apendisitis Pada Penderita
Apendisitis Di Rsud Batara Guru Belopa Kabupaten Luwu Tahun 2020. Jurnal
Kesehatan Luwu Raya, 7(1), 67–72.
Aziz, F. (2020). Gambaran Asuhan Keperawatan pada Klien yang mengalami Risiko
Infeksi pada Post Apendiktomi di RS. AL Dr. Mintohardjo. Akademi
Keperawatan Berkala Widya Husada.
Englesbe, M. J., Lee, J. S., He, K., Fan, L., Schaubel, D. E., Sheetz, K. H., Harbaugh,
C. M., Holcombe, S. A., Campbell Jr, D. A., & Sonnenday, C. J. (2012).
Analytic morphomics, core muscle size, and surgical outcomes. Annals of
Surgery, 256(2), 255–261.
Erwin, T., & Antoro, B. (2019). Pengaruh terapi musik tradisional terhadap respon
nyeri pada pasien paska-operasi di rumah sakit Imanuel Bandar Lampung.
Holistik Jurnal Kesehatan, 13(2), 163–171.

Faradisi, F. (2012). Efektivitas terapi murotal dan terapi musik klasik terhadap
penurunan tingkat kecemasan pasien pra operasi di pekalongan. Jurnal Ilmiah
Fransisca, C., Gotra, I. M., & Mahastuti, N. M. (2019). Karakteristik pasien dengan
gambaran histopatologi apendisitis di RSUP Sanglah Denpasar tahun 2015-
87

2017. Jurnal Medika Udayana, 8(7), 2.


Haryani, S., Tandy, V., Vania, A., & Barus, J. (2018). Penatalaksanaan nyeri kepala
pada layanan primer. Callosum Neurology, 1(3), 83–90.
Herawati, R. (2017). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Nyeri Haid
(Dismenorea) Pada Siswi Madrasah Aliyah Negeri Pasir Pengaraian. Jurnal
Martenity and Neonatal, 2(3), 161–172.
Kadri, H., & Fitrianti, S. (2020). Pengaruh Aromaterapi Lemon terhadap Penurunan
Intensitas Nyeri Post Operasi Laparatomi di Ruang Bedah RSUD Raden
Mataher Jambi. Jurnal Akademika Baiturrahim Jambi, 9(2), 246–251.
KURNIASARI, R. (2021). Efek Analgesik dan Antiinflamasi Tanaman Patah Tulang
(Euphorbia tirucalli) pada Nyeri Nosiseptif, Nyeri Neuropati dan Inflamasi.
Universitas Gadjah Mada.
Maharani, S. A., Erianto, M., Alfarisi, R., & Willy, J. (2020). Faktor-faktor yang
mempengaruhi lama hari rawat inap pasien Post apendiktomi di rsud dr. H.
Abdul moeloek kota Bandar Lampung tahun 2018. Human Care Journal, 5(2),
577–587.
Mangera, Y. (2022). Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap Tingkat Nyeri Pada Pasien
Post SC Menggunakan Spinal Anastesi DI RS. Bunda Pengharapan Merauke.
MARHAMAH, M. (2020).pengrauh pemberian terapi relaksasi benson Penurunan
intensitas nyeri Di ruang rawat inap bedah RSUD Dr. H. abdul Molek Povinsi
kampung. Poltekkes Tanjungkarang.
Masdar, H., Saputri, P. A., Rosdiana, D., Chandra, F., & Darmawi, D. (2016).
Depresi, ansietas dan stres serta hubungannya dengan obesitas pada remaja.
Jurnal Gizi Klinik Indonesia, 12(4), 138–143.
NOVIANTORO, Y. (2018). Mobilisasi Dini Untuk Menurunkan Nyeri Pada Pasien
Pasca Operasi Appendiktomi Dengan Indikasi Apendiksitis Akut Di Rs
Bhayangkara Semarang. Universitas Muhammadiyah Semarang.
Novitasari, R. A. (2019). Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe Ii
Sebelum Dan Sesudah Terapi Bekam (Studi Di Dusun Blimbing Desa Dawu
Kecamatan Paron Kabupaten Ngawi). Stikes Insan Cendekia Medika Jombang.
Nugroho, U. (2018). Metodologi penelitian kuantitatif pendidikan jasmani. Penerbit
CV. Sarnu Untung.

Nurzallah, A. P. (2015). Pengaruh pemberian Terapi Musik Klasik Mozart Terhadap


Waktu Pulih Sadar Pasien Kanker Payudara dengan Anestesi General. Moewardi
Surakarta. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Nuzuli, A. K. (2022). Dasar-Dasar Penulisan Karya Ilmiah. Jejak Pustaka.
88

Prisasanti, D. P. (2012). Efek Anestesi Inhalasi Sevofluran dan Isofluran terhadap


Perubahan Tekanan Darah Arteri Rerata (Mean Arterial Pressure).
Purnawati, A. (2018). Pengaruh berceruta mengunakan Wayang Kardus Terhad
ap ward Acqution bahasa jawa pada anak Penelitian di kelompok B Tk An-nur
Ngadirojo, Kecamatan Secang, Kabupaten Magelang). Skripsi, Universitas
Muhammadiyah Magelang.
Rahman, A., & Wiwin, N. W. (2018). Hubungan Aktivitas Fisik dengan Status Gizi
pada Siswa Siswi Kelas V SDN 018 Samarinda.
Raihan Ihza, P. (2023). Hubungan antar Nyeri Perut Dengan Kejaidain komplikasi
Perofasi Pada Apendiksitis Akut DI RSU Universitas Muhammadiaya Malang.
Universitas Muhammadiyah Malang.
Ramdani, I. L. (2021). Makna Pesan Verbal Melawan Covid-19 Dalam Lirik Lagu
House Party-Super Junior. Univeristas Komputer Indonesia.
Ramdhan, M. (2021). Metode penelitian. Cipta Media Nusantara.
Rilla, E. V., Ropi, H., & Sriati, A. (2014). Terapi Murottal efektif menurunkan
tingkat nyeri dibanding terapi musik pada pasien pascabedah. Jurnal
Keperawatan Indonesia, 17(2), 74–80.
Rokhman, T. A. (2022). Gambaran Asuhan Keperawatan Pada Tn. B Dan Tn. G
Yang mengalami Nyeri Akut Dengan PostOperasi Appendiktomi atas indikasi
appendiksitis Pasar Rebo. Akademi Keperawatan Berkala Widya Husada.
Septiana, A., Inayati, A., & Ludiana, L. (2021). Penerapan Teknik relaksasi Benson
Terhadap Penurunan skla nyeri Pada Pasien Post Oprerasi Apendiktomi di
Kota Metro. Jurnal Cendikia Muda, 1(4), 444–451.
Sholehah, K. S., Arlym, L. T., & Putra, A. N. (2020). Pengaruh aromaterapi minyak
atsiri mawar terhadap intensitas nyeri persalinan kala 1 fase aktif di puskesmas
pangalengan kabupaten bandung. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 12(1).
Simamora, F. A., Siregar, H. R., & Jufri, S. (2021). Gambaran Nyeri Pada Pasien
Post Operasi Apendisitis. Jurnal Kesehatan Ilmiah Indonesia (Indonesian
Health Scientific Journal), 6(1), 27–34.
Sulistyo, A. (2013). Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Ar-Ruzz Media. Jakarta.
Sutrisna, C. (2018). Gambaran Asuhan Keperawatan Pemberian Terapi Musik Klasik
Untuk Mengatasi Gangguan Pola Tidur Lansia Di Panti Sosialtresna Werdha
Denpasar Tahun 2018. Jurusan Keperawatan 2018.
Tarigan, C. M. (2020). Mendengar Musik Sebagai Stimulus Terhadap Kecerdasan
Emosional Remaja. Jurnal Teologi Pondok Daud, 6(1), 79–91.
Wardani, E. M., & Nugroho, R. F. (2022). Spa Kaki Diabetik Sebagai Solusi
Mencegah Amputasi: Pemeriksaan Dan Perawatan Kaki Diabetes.
Wirya, I., & Sari, M. D. (2013). Pengaruh pemberian masase punggung dan teknik
relaksasi nafas dalam terhadap penurunan intensitas nyeri pada pasien post
89

appendiktomi di zaal C RS HKBP Balige tahun 2011. Jurnal Keperawatan


HKBP Balige, 1(1), 91–97.
Wulandini, P., Roza, A., & Safitri, S. R. (2018). Efektifitas Terapi Asmaul Husna
Terhadap Penurunan Skala Nyeri Pada Pasien Fraktur Di Rsud Provinsi Riau.
Jurnal Endurance: Kajian Ilmiah Problema Kesehatan, 3(2), 375–382.
YOZI SUSANTI, Y. S. (2014). Efektifitas terapi imajinasi terbimbing dan terapi
musik terhadap penurunan akala nyeri pada pasien apendiktomi di ruang rawat
inap bedah RSUD Sulikitahun 2014. STIKes PERINTIS PADANG.
Zuhair, M. N. (2021). Hubungan Intensitas Nyeri dengan Status Fungsional
Penderita Low Back Pain (LBP) di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo= Relation
Between Pain Intensity and Functional Status of Low Back Pain (LBP) Patients
In RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo. Universitas Hasanuddin.

Lampiran:

STANDAR OPERASIONAL
PROSEDUR
90

Terapi Musik

Pengertian : Pemanfaatan kemampuan musik dan elemen


musik oleh terapis kepada klien.

Tujuan : Memperbaiki kondisi fisik, emosional,


mengurangi rasa Nyeri

Persiapan alat : CD/tape musik/handphone/earphone/headset

NO PROSEDUR
Pre interaksi
1 Cek catatan keperawatan atau catatan medis klien (jika ada)
2 Observasi vital sign dan skala nyeri pasien
3 Siapkan alat-alat
4 Identifikasi faktor atau kondisi yang dapat menyebabkan kontra indikasi
5 Cuci tangan
Tahap orientasi
6 Beri salam dan panggil klien dengan namanya
7 Jelaskan tujuan, prosedur, dan lamanya tindakan pada klien/keluarga
Tahap kerja
8 Berikan kesempatan klien bertanya sebelum kegiatan dilakukan
9 Jaga privasi klien. Memulai kegiatan dengan cara yang baik
10 Menetapkan perubahan pada perilaku dan/atau fisiologi yang diinginkan
yaitu relaksasi dan mengurangi rasa sakit.
11 Menetapkan ketertarikan klien terhadap musik.
12 Identifikasi pilihan musik klien.
13 Berdiskusi dengan klien dengan tujuan berbagi pengalaman dalam musik.
14 Pilih pilihan musik yang mewakili pilihan musik klien
15 Bantu klien untuk memilih posisi yang nyaman
16 Batasi stimulasi eksternal seperti cahaya, suara, pengunjung, panggilan
telepon selama mendengarkan musik.
Jika dalam satu runagan ramai maka gunakan hendset sehingga yang
terdengar hanya musik di telinga pasie sehingga pengalihan nyeri pasie
teralihkan oleh musik yang di dengar
17 Pastikan tape musik/CD/ handphone dan perlengkapan dalam kondisi baik.
18 Dukung dengan headphone dan earphone/ head set jika diperlukan.
19 Memberi Musik akan diberikan selama 15 menit setelah itu
musik akan dihentikan
20 Atur volume musik agar nyaman untuk pasien
21 Berikan Terapi musik selama 15 menit

Terminasi
22 Evaluasi hasil kegiatan (kenyamanan klien)
91

23 Evaluasi vital sign dan skala nyeri pasien


24 Merapikan alat dan pasien
25 Mencuci tangan

LEMBAR OBSERVASI
92

NAMA: :

ALAMAT :

PEKERJAAN :

UMUR :

RIWAYAT PENYAKIT :
93

Lampiran 3. Lembar Persetujuan Sebagai Partisipan

LEMBAR PERSETUJUAN SEBAGAI PARTISIPAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini, setelah membaca penjelasan tentang

penelitian ini menyatakan bersedia menjadi partisipan penelitian tentang “pemgaruh terapi

musik terhadap nyeri post op apendiktomi pada anak remaja di RSUD Raja Ahmad Tabib

Tanjungpinang ” yang dilakukan oleh saudari Dodi Alfian, Mahasiswa Program Studi Ilmu

Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Awal Bros.

Saya mengerti tujuan, manfaat, dan proses penelitian ini. Saya yakin bahwa

peneliti akan menghargai hak-hak saya sebagai partisipan dengan jaminan

kerahasiaan atas identitas pribadi saya. Saya memahami bahwa penelitian ini tidak

akan menimbulkan dampak negatif terhadap diri saya.

Demikian surat persetujuan ini saya buat dengan sebenar-benarnya tanpa ada

paksaan dari siapapun,

Tanjungpinang, Juni 2023

Mengetahui Peneliti

Partisipan (Dodi Alfian)


94

LEMBAR OBSERVASI PENELITIAN

PENGARUH TERAPI MUSIK TERHADAP NYERI POST OP APENDIKTOMI


PADA ANAK REMAJA DI RSUD RAJA AHMAD TABIB TANJUNGPINANG

Identitas reponden :

No Responden :

Tanggal :

Nama :

Jenis kelamin :

No MT :

Tangal Oprasi :

Jam operasi :

Jam mulai terapi : < 10-15 menit


:> 15 menit

Skala nyeri PRE= Skala nyeri POST=


95

Skala Nyeri
NO usia Kode Jenis kode Pengalaman kode pre kode post kode
responde kelamin sebelumnya
n
12-15 12 tahun 1 L 1 Tidak 2 3 1 2 1
16-18
2 18 tahun 2 P 2 Ya 1 3 1 2 1
3 16 tahun 2 L 1 Tidak 2 4 2 3 1
4 15 tahun 1 L 1 Ya 1 4 2 3 1
5 15 tahun 1 L 1 Tidak 2 3 1 2 1
6 15 tahun 1 L 1 Tidak 2 3 1 2 1
7 16 tahun 2 L 1 Ya 1 3 1 3 1
8 18 tahun 2 L 1 Ya 1 3 1 2 1
9 16 tahun 2 P 2 Ya 1 3 1 2 1
10 12 tahun 1 P 2 Tidak 2 4 2 3 1
11 18 tahun 2 P 2 Ya 1 4 2 2 1
12 18 tahun 2 P 2 Ya 1 5 2 4 2
13 16 tahun 2 P 2 Ya 1 5 2 3 1
14 17 tahun 2 L 1 Ya 1 3 1 2 1
15 17 tahun 2 L 1 Tidak 2 3 1 2 1
16 16 tahun 2 L 1 Ya 1 6 2 4 2
17 16 tahun 2 L 1 Ya 1 3 1 2 1
18 18 tahun 2 L 1 Ya 1 5 2 3 1
19 16 tahun 2 L 1 Ya 1 5 2 3 1
20 16 tahun 2 L 1 Tidak 2 6 2 5 2
96
97

Statistics

PENGALAMAN PRETEST POSTETS


USIA JENISKELAMIN NYERI TERAPI MUSIK TERAPI MUSIK

N Valid 20 20 20 20 20

Missing 0 0 0 0 0

USIA

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 12-15 TAHUN 5 25.0 25.0 25.0


16-18 TAHUN 15 75.0 75.0 100.0

Total 20 100.0 100.0

JENISKELAMIN

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid LAKI-LAKI 14 70.0 70.0 70.0

PEREMPUAN 6 30.0 30.0 100.0

Total 20 100.0 100.0

PENGALAMANNYERI

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid YA 13 65.0 65.0 65.0

TIDAK 7 35.0 35.0 100.0

Total 20 100.0 100.0


98

PRETEST TERAPI MUSIK

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 3 10 50.0 50.0 50.0

4 4 20.0 20.0 70.0

5 4 20.0 20.0 90.0

6 2 10.0 10.0 100.0

Total 20 100.0 100.0

POSTETS TERAPI MUSIK

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 2 10 50.0 50.0 50.0

3 7 35.0 35.0 85.0

4 2 10.0 10.0 95.0

5 1 5.0 5.0 100.0

Total 20 100.0 100.0

PRETEST TERAPI MUSIK

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 1-3 NYERI RINGAN 10 50.0 50.0 50.0

4-6 NYERI SEDANG 10 50.0 50.0 100.0

Total 20 100.0 100.0

POSTETS TERAPI MUSIK

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 1-3 NYERI RINGAN 17 85.0 85.0 85.0

4-6 NYERI RINGAN 3 15.0 15.0 100.0

Total 20 100.0 100.0


99

Descriptives

Statistic Std. Error

PRETEST TERAPI MUSIK Mean 1.50 .115

95% Confidence Interval for Lower Bound 1.26


Mean Upper Bound 1.74

5% Trimmed Mean 1.50

Median 1.50

Variance .263

Std. Deviation .513

Minimum 1

Maximum 2

Range 1

Interquartile Range 1

Skewness .000 .512

Kurtosis -2.235 .992


POSTETS TERAPI MUSIK Mean 1.15 .082

95% Confidence Interval for Lower Bound .98


Mean Upper Bound 1.32

5% Trimmed Mean 1.11

Median 1.00

Variance .134

Std. Deviation .366

Minimum 1

Maximum 2

Range 1

Interquartile Range 0

Skewness 2.123 .512

Kurtosis 2.776 .992


100

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

PRETEST TERAPI MUSIK .335 20 .000 .641 20 .000


POSTETS TERAPI MUSIK .509 20 .000 .433 20 .000

a. Lilliefors Significance Correction

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

POSTETS TERAPI MUSIK - Negative Ranks 19a 10.00 190.00


PRETEST TERAPI MUSIK Positive Ranks 0b .00 .00

Ties 1c

Total 20

a. POSTETS TERAPI MUSIK < PRETEST TERAPI MUSIK


b. POSTETS TERAPI MUSIK > PRETEST TERAPI MUSIK
c. POSTETS TERAPI MUSIK = PRETEST TERAPI MUSIK

Test Statisticsa

POSTETS
TERAPI MUSIK
- PRETEST
TERAPI MUSIK

Z -4.021b
Asymp. Sig. (2-tailed) .000

a. Wilcoxon Signed Ranks Test


b. Based on positive ranks.

Anda mungkin juga menyukai