SKENARIO 2
DERITA PEDAKI GUNUNG
A. Definisi
Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh parasit (protozoa) dari genus
plasmodium, yang dapat ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles. Istilah malaria
diambil dari dua kata bahasa Italia yaitu mal (buruk) dan area (udara) atau udara buruk
karena dahulu banyak terdapat di daerah rawa-rawa yang mengeluarkan bau busuk.
Penyakit ini juga mempunyai nama lain, seperti demam roma, demam rawa, demam
tropik, demam pantai, demam charges, demam kura dan paludisme.[2]
B. Etiologi
Malaria disebabkan oleh protozoa dari genus plasmodium. Pada manusia plasmodium
terdiri dari 4 spesies, yaitu plasmodium falciparum, plasmodium vivax, plasmodium
malariae, dan plasmodium ovale. Akan tetapi jenis spesies plasmodium falciparum
merupakan penyebab infeksi berat bahkan dapat menimbulkan kematian. Siklus Hidup
PlasmodiumParasit malaria (plasmodium) mempunyai dua siklus daur hidup, yaitu pada
tubuh manusia dan didalam tubuh nyamuk Anopheles betina.
Saat nyamuk Anopheles infektif mengisap darah manusia, sporozoit masuk ke dalam
aliran darah menuju sel hati dan berkembang biak membentuk skizon hati yang terdiri
dari 10.000 - 30.000 merozoit (Gambar 1). Proses ini berlangsung kurang lebih dua
minggu. Pada P.vivax dan P.ovale, sebagian sporozoit membentuk hipnozoit (dorman)
dalam hati sehingga dapat terjadi relaps jangka panjang dan infeksi rekurens. Pada akhir
fase, skizon pecah mengeluarkan merozoit yang masuk ke aliran darah (sporulasi).
Fase eritrosit
Bentuk seksual parasit (gametosit) masuk dalam lambung nyamuk melalui gigitan dan
terjadilah pembuahan yang disebut zigot. Zigot berkembang menjadi ookinet yang
menembus dinding lambung dan menjadi ookista. Ookista yang pecah akan melepaskan
ribuan sporozoit dan mencapai kelenjar liur nyamuk untuk ditularkan.
CARA PENULARAN
Penularan ini terjadi melalui gigitan nyamuk Anopheles. Nyamuk ini jumlahnya kurang
lebih ada 80 jenis dan dari 80 jenis itu, hanya kurang lebih 16 jenis yang menjadi vektor
penyebar malaria di Indonesia. Penularan secara alamiah terjadi melalui gigitan nyamuk
Anopheles betina yang telah terinfeksi oleh Plasmodium. Sebagian besar spesies
menggigit pada senja dan menjelang malam hari. Beberapa vektor mempunyai waktu
puncak menggigit pada tengah malam dan menjelang fajar. Setelah nyamuk Anopheles
betina mengisap darah yang mengandung parasit pada stadium seksual (gametosit),
gamet jantan dan betina bersatu membentuk ookinet di perut nyamuk yang kemudian
menembus di dinding perut nyamuk dan membentuk kista pada lapisan luar dimana
ribuan sporozoit dibentuk. Sporozoit-sporozoit tersebut siap untuk ditularkan. Pada saat
menggigit manusia, parasit malaria yang ada dalam tubuh nyamuk masuk ke dalam darah
manusia sehingga manusia tersebut terinfeksi lalu menjadi sakit.
Terjadi pada bayi yang baru dilahirkan karena ibunya menderita malaria. Penularan
terjadi melalui tali pusat atau plasenta.
b. Secara mekanik
Penularan terjadi melalui transfusi darah melalui jarum suntik. Penularan melalui jarum
suntik banyak terjadi pada para morfinis yang menggunakan jarum suntik yang tidak
steril.
Cara penularan ini pernah dibuktikan pada burung, ayam (P. gallinasium), burung dara
(P. relectum) dan monyet (P. knowlesi). Pada umumnya sumber infeksi bagi malaria pada
manusia adalah manusia lain yang sakit malaria, baik dengan gejala maupun tanpa gejala
klinis (Susanna, 2005)[3,4]
C. Epidemiologi
Malaria secara epidemiologi adalah penyakit endemik di daerah tropis dunia. Di
Indonesia, malaria terutama ditemukan di daerah Indonesia timur.
Global
Malaria terjadi terutama di daerah tropis, tergolong sebagai penyakit berbahaya yang
dapat menimbulkan kematian bila tidak tertangani baik.
Malaria menjadi endemik di 97 negara-negara dunia, terutama di sub-Saharan Afrika,
Amerika Selatan dan Sentral, sebagian Karibia, Asia, Eropa Timur dan Pasifik Selatan.
Sekitar 214 juta kasus malaria terjadi secara global pada tahun 2015, kematian terjadi
pada 438.000 pengidap, yang terbanyak adalah anak-anak Afrika.
Nyamuk Anopheles sp dapat ditemukan di seluruh dunia kecuali Antartika. Spesies
Anopheles yang menularkan penyakit ini berbeda di tiap negara endemik, bahkan
berbeda-beda pada tiap daerah endemik di suatu negara. Hal ini kemungkinan
berhubungan dengan perbedaan preferensi habitat akuatik pada setiap spesies nyamuk
tersebut
Indonesia
Daerah malaria meliputi hampir lima provinsi, yaitu Nusa Tenggara Timur, Maluku,
Maluku Utara, Papua dan Papua Barat. Sedangkan, di provinsi lainnya, risiko malaria
berada dalam beberapa daerah kabupaten kecuali di Jakarta, kota-kota besar, perkotaan,
dan daerah turisme.
Pada tahun 2015, angka kejadian malaria (annual parasite incidence) adalah 0,85 per
1000 populasi yang berisiko, dengan total 209.413 kasus positif malaria.
Telah dilaporkan resistensi Plasmodium vivax terhadap chloroquine. Infeksi Plasmodium
knowlesi pernah dilaporkan terjadi di Kalimantan.
Menurut WHO tahun 2013, Indonesia memiliki kasus sebesar 61% dari total populasi
yang merupakan gabungan dari transmisi tinggi dan transmisi rendah (WHO, 2014).
Hasil Riset Kesehatan Dasar 2010, prevalensi malaria di Indonesia 0,6% dan merupakan
penyebab kematian no.6 pada penyakit menular (Kemenkes, 2011).Provinsi Kalimantan
Selatan pada tahun 2011 terdapat malaria klinis sebanyak 21.740 kasus, dari 18.700
penduduk yang diperiksa 6.882 diantaranya positif malaria yang mengakibatkan 16 orang
meninggal dunia. Kabupaten Kotabaru merupakan kabupaten endemis malaria di
Kalimantan Selatan (Dinkes Kalsel, 2012). Meskipun pada tahun 2014 Kabupaten
Kotabaru telah berada pada “zona kuning” yang berarti sudah mengalami penurunan
kasus dari yang sebelumnya ber”zona merah” akan tetapi dibeberapa daerah masih
terdapat kantong-kantong malaria dengan API sangat tinggi yaitu: wilayah kerja
Puskesmas Banian, Bungkukan dan Hampang (Dinkes Kotabaru, 2012)(Dinkes
Kotabaru, 2013) (Dinkes Kotabaru, 2014)Penularan malaria dilakukan oleh nyamuk
betina Dari genus Anopheles. Dari sekitar 400 spesies nyamuk Anopheles telah
ditemukan 67 spesies yang dapat menularkan malaria dan 24 diantaranya ditemukan di
Indonesia. (Harijanto, 2010) Nyamuk yang terkonfirmasi sebagai vektor malaria di
Kalimantan adalah An. balabacensis dan An. letifer (Harijanto, 2010). Vektor malaria
dominan di Provinsi Kalimantan Selatan antara lain An.letifer, An.balabacencis,
An.maculatus dan An.sundaicus (Harijanto, 2010). [8,9,10,11,12,13]
D. Faktor risiko
1. Tinggal di daerah endemis
2. Berkunjung ke daerah endemis
3. Status sosio-ekonomi yang rendah
4. Sanitasi lingkungan
5. Level pendidikan
6. Akses air bersih
7. Iklim tropis, subtropis
8. Hygiene atau kebersihan
9. Status nutrisi daerah
10. Aktivitas keluar rumah di malam hari[2]
E. Klasifikasi
Menurut World Health Organization(WHO) malaria dapat diklasifikasikan menjadi 5
yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, Plasmodium
malariae dan Plasmodium knowlesi.
1. Plasmodium falciparum
Plasmodium falsiparum merupakan jenis yang paling berbahaya karena siklus
perkembangan yang cepat merusak sel darah merah dan dapat menyumbat aliran
darah sehingga dapat mengakibatkan anemia dan cerebral. Malaria ini dapat
berkembang dengan baik di daerah tropis dan sub tropis, dan mendominasi
dibeberapa negara seperti Afrika dan Indonesia.
2. Plasmodium vivax
Plasmodium ini tersebar di daerah tropis dan sub-tropis seluruh dunia. Hidup pada sel
darah merah, siklus seksual terjadi pada 48 jam. Menyebabkan penyakit tertian yang
ringan dimana demam terjadi setiap tiga hari. Parasit ini bisa dorman di hati manusia
“hipnozoid” dan dapat kambuh setelah beberapa bulan bahkan tahun.
3. Plasmodium ovale
Plasmodium ovale banyak ditemukan di Afrika terutama Afrika Barat dan pulau-
pulau di Pasifik Barat, morfologi mirip Plasmodium vivax. Menyebabkan malaria
ovale atau malaria tertiana benigna ovale, dapat dorman dihati manusia.
4. Plasmodium malariae
Menyebabkan malaria malariae atau malaria kuartana. Siklus di sel darah merah
terjadi selama 72 jam dan menimbulkan demam setiap empat hari.
5. Plasmodium knowlesi
Parasit ini merupakan kasus baru yang hanya ditemukan di Asia Tenggara,
penularannya melalui monyet (monyet berekor panjang, monyet berekor coil) dan
babi yang terinfeksi. Siklus perkembangannya sangat cepat bereplikasi 24 jam dan
dapat menjadi sangat parah. P. knowlesidapat menyerupai baik Plasmodium
falciparum atau Plasmodium malariae.
F. Patofisiologi
Patogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit, inang dan
lingkungan. Patogenesis lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan permeabilitas
pembuluh darah daripada koagulasi intravaskuler. Oleh karena skizogoni menyebabkan
kerusakan eritrosit maka akan terjadi anemia. Beratnya anemi tidak sebanding dengan
parasitemia menunjukkan adanya kelainan eritrosit selain yang mengandung parasit. Hal
ini diduga akibat adanya toksin malaria yang menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan
sebagian eritrosit pecah melalui limpa sehingga parasite keluar. Faktor lain yang
menyebabkan terjadinya anemia mungkin karena terbentuknya antibodi terhadap eritrosit.
Limpa mengalami pembesaran dan pembendungan serta pigmentasi sehingga mudah
pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag dan sering terjadi
fagositosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Pada malaria
kronis terjadi hyperplasia dari retikulosit diserta peningkatan makrofag.
Pada malaria berat mekanisme patogenesisnya berkaitan dengan invasi merozoit ke
dalam eritrosit sehingga menyebabkan eritrosit yang mengandung parasite mengalami
perubahan struktur dan biomolekular sel untuk mempertahankan kehidupan parasit.
Perubahan tersebut meliputi mekanisme, diantaranya transport membran sel,
sitoadherensi, sekuestrasi dan resetting. Sitoadherensi merupakan peristiwa perlekatan
eritrosit yang telah terinfeksi P. falciparum pada reseptor di bagian endotelium venule
dan kapiler. Selain itu eritrosit juga dapat melekat pada eritrosit yang tidak terinfeksi
sehingga terbentuk roset. . Rosetting adalah suatu fenomena perlekatan antara sebuah
eritrosit yang mengandung merozoit matang yang diselubungi oleh sekitar 10 atau lebih
eritrosit non parasit, sehingga berbentu seperti bunga. Salah satu faktor yang
mempengaruhi terjadinya rosetting adalah golongan darah dimana terdapatnya antigen
golongan darah A dan B yang bertindak sebagai reseptor pada permukaan eritrosit yang
tidak terinfeksi.[6]
G. Manifestasi Klinis
Menurut berat-ringannya gejala malaria dapat dibagi menjadi 2 jenis [6,7] :
A. Gejala malaria ringan (malaria tanpa komplikasi)
Meskipun disebut malaria ringan, sebenarnya gejala yang dirasakan penderitanya cukup
menyiksa (alias cukup berat). Gejala malaria yang utama yaitu: demam, dan menggigil,
juga dapat disertai sakit kepala, mual, muntah, diare, nyeri otot atau pegal-pegal. Gejala-
gejala yang timbul dapat bervariasi tergantung daya tahan tubuh penderita dan gejala
spesifik dari mana parasit berasal. Malaria sebagai penyebab infeksi yang disebabkan
oleh Plasmodium mempunyai gejala utama yaitu demam. Demam yang terjadi diduga
berhubungan dengan proses skizogoni (pecahnya merozoit atau skizon), pengaruh GPI
(glycosyl phosphatidylinositol) atau terbentuknya sitokin atau toksin lainnya. Pada
beberapa penderita, demam tidak terjadi (misalnya pada daerah hiperendemik) banyak
orang dengan parasitemia tanpa gejala. Gambaran karakteristik dari malaria ialah demam
periodic, anemia dan splenomegali. Manifestasi umum malaria adalah sebagai berikut:
1. Masa inkubasi
Masa inkubasi biasanya berlangsung 8-37 hari tergantung dari spesies parasit (terpendek
untuk P. falciparum dan terpanjanga untuk P. malariae), beratnya infeksi dan pada
pengobatan sebelumnya atau pada derajat resistensi hospes. Selain itu juga cara infeksi
yang mungkin disebabkan gigitan nyamuk atau secara induksi (misalnya transfuse darah
yang mengandung stadium aseksual).
2. Keluhan-keluhan prodromal
Keluhan-keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam, berupa: malaise,
lesu, sakit kepala, sakit tulang belakang, nyeri pada tulang dan otot, anoreksia, perut tidak
enak, diare ringan dan kadang-kadang merasa dingin di punggung. Keluhan prodromal
sering terjadi pada P. vivax dan P. ovale, sedangkan P. falciparum dan P. malariae
keluhan prodromal tidak jelas.
3. Gejala-gejala umum
Gejala-gejala klasik umum yaitu terjadinya trias malaria (malaria proxym) secara
berurutan yang disebut trias malaria, yaitu :
1. Stadium dingin (cold stage)
Stadium ini berlangsung + 15 menit sampai dengan 1 jam. Dimulai dengan menggigil dan
perasaan sangat dingin, gigi gemeretak, nadi cepat tetapi lemah, bibir dan jari-jari pucat
kebiru-biruan (sianotik), kulit kering dan terkadang disertai muntah.
2. Stadium demam (hot stage)
Stadium ini berlangsung + 2 – 4 jam. Penderita merasa kepanasan. Muka merah, kulit
kering, sakit kepala dan sering kali muntah. Nadi menjadi kuat kembali, merasa sangat
haus dan suhu tubuh dapat meningkat hingga 41oC atau lebih. Pada anak-anak, suhu
tubuh yang sangat tinggi dapat menimbulkan kejang-kejang.
3. Stadium berkeringat (sweating stage)
Stadium ini berlangsung + 2 – 4 jam. Penderita berkeringat sangat banyak. Suhu tubuh
kembali turun, kadang-kadang sampai di bawah normal. Setelah itu biasanya penderita
beristirahat hingga tertidur. Setelah bangun tidur penderita merasa lemah tetapi tidak ada
gejala lain sehingga dapat kembali melakukan kegiatan sehari-hari.
Gejala klasik (trias malaria) berlangsung selama 6 – 10 jam, biasanya dialami oleh
penderita yang berasal dari daerah non endemis malaria, penderita yang belum
mempunyai kekebalan (immunitas) terhadap malaria atau penderita yang baru pertama
kali menderita malaria.Di daerah endemik malaria dimana penderita telah mempunyai
kekebalan (imunitas) terhadap malaria, gejala klasik timbul tidak berurutan, bahkan tidak
selalu ada, dan seringkali bervariasi tergantung spesies parasit dan imunitas penderita. Di
daerah yang mempunyai tingkat penularan sangat tinggi (hiperendemik) seringkali
penderita tidak mengalami demam, tetapi dapat muncul gejala lain, misalnya: diare dan
pegal-pegal. Hal ini disebut sebagai gejala malaria yang bersifat lokal spesifik [6,7] :
Gejala klasik (trias malaria) lebih sering dialami penderita malaria vivax, sedangkan pada
malaria falciparum, gejala menggigil dapat berlangsung berat atau malah tidak ada.
Diantara 2 periode demam terdapat periode tidak demam yang berlangsung selama 12
jam pada malaria falciparum, 36 jam pada malaria vivax dan ovale, dan 60 jam pada
malaria malariae
B. Gejala malaria berat (malaria dengan komplikasi)
Penderita dikatakan menderita malaria berat bila di dalam darahnya ditemukan parasit
malaria melalui pemeriksaan laboratorium Sediaan Darah Tepi atau Rapid Diagnostic
Test (RDT) dan disertai memiliki satu atau beberapa gejala/komplikasi berikut ini:
1. Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat (mulai dari koma sampai penurunan
kesadaran lebih ringan dengan manifestasi seperti: mengigau, bicara salah, tidur terus,
diam saja, tingkah laku berubah)
2. Keadaan umum yang sangat lemah (tidak bisa duduk/berdiri)
3. Kejang-kejang
4. Panas sangat tinggi
5. Mata atau tubuh kuning
6. Tanda-tanda dehidrasi (mata cekung, turgor dan elastisitas kulit berkurang, bibir
kering, produksi air seni berkurang)
7. Perdarahan hidung, gusi atau saluran pencernaan
8. Nafas cepat atau sesak nafas
9. Muntah terus menerus dan tidak dapat makan minum
10. Warna air seni seperti teh tua dan dapat sampai kehitaman
11. Jumlah air seni kurang sampai tidak ada air seni
12. Telapak tangan sangat pucat (anemia dengan kadar Hb kurang dari 5 g%)
Penderita malaria berat harus segera dibawa/dirujuk ke fasilitas kesehatan untuk
mendapatkan penanganan semestinya.
H. Diagnosis
Malaria dapat dicurigai berdasarkan gejala-gejala dan tanda-tanda fisik yang ditemukan
pada saat pemeriksaan.Gejala utama demam sering didiagnosis dengan infeksi lain,
seperti demam typhoid, demam dengue, leptospirosis, chikungunya, dan infeksi saluran
nafas. Diagnosis pada penyakit malaria dapat dilakukan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis pasti dilakukan dengan
pemeriksaan laboratorium mikroskopis atau Rapid Diagnosis Tes (RDT).
1. Anamnesis Anamnesis yang dilakukan dengan menanyakan beberapa hal yang
berhubungan keluhan dan faktor lainnya. Menanyakan gejala utama seperti
demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala, mual, muntah,
diare, nyeri otot dan pegal-pegal.
2. Memiliki riwayat tinggal di daerah endemik malaria, berkunjung dan bermalam 1-
4 minggu yang lalu ke daerah endemik malaria, sakit malaria, minum obat malaria
satu bulan terakhirdan mendapat transfusi darah. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan
fisik ini dapat dilakukan pada malaria tanpa komplikasi yaitu pengukuran suhu
(≥37,50C), konjungtiva atau telapak tangan pucat, pembesaran limpha
(Splenomegali) dan pembesaran hati (Hepatomegali). Malaria dengan komplikasi
yaitu keadaan umum yang lemah (tidak bisa duduk maupun berdiri), penurunan
kesadaran kejang-kejang, urine berwarna kehitaman, panas sangat tinggi, mata
atau tubuh kuning. Umumnya pada kebanyakan kasus tanda-tanda klinik awal
malaria tidak khas dan perlu dikonfirmasi dengan tes laboratorium.
3. Diagnosis klinis ini didasarkan pada anamnesis berdasarkan dari gejala penyakit
dan faktor yang mendukung. Gejala awal malaria seperti demam, menggigil,
berkeringat, sakit kepala, sakit otot, mual dan muntah tidak spesifik dan
ditemukan juga pada penyakit lain seperti flu dan infeksi virus lain. Di daerah
endemismalaria, semua orang demam ≥37,5oC atau dengan riwayat demam tanpa
sebab yang jelas dianggap suspek malaria, pada anak-anak yaitu hemoglobin <8
gr/dl atau telapak tangan pucat. Namun di daerah dengan kejadian malaria rendah
perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium pada orang-orang berisiko tinggi
(pernah pergi ke daerah endemis malaria) dengan demam atau riwayat demam.
4. Diagnosis Laboratorium Malaria dapat didiagnosis menggunakan pemeriksaan
laboratorium seperti mikroskopis, RDT, Polimeration Chain Reaction(PCR)
maupun serologi, WHO merekomendasikan bahwa semua kasus yang dicurigai
malaria dikonfirmasikan menggunakan tes diagnostik (baik mikroskop atau tes
diagnostik cepat) sebelum memberikan pengobatan.(1)Pemeriksaan Mikroskopis.
Sejak ditemukan tahun 1904 pemeriksaan mikroskopis masih dianggap paling
baik sampai sekarang dan menjadi standar emas yang dapat mengidentifikasi
parasit malaria dengan pewarnaan giemsa. Pemeriksaan mikroskopis dapat
dilakukan dengan sediaan tebal maupun sediaan tipis. Prinsip kerja pemeriksaan
ini adalah pembuatan melihat parasit dengan pewarnaan giemsa10x dibawah
mikroskop dengan lensa objektif 100 x pada 100 lapangan pandang sampai
ditemukan parasit. Pemeriksaan mikroskopis masih menjadi standar emas dalam
pemeriksaan malaria. Pemeriksaan malaria secara mikroskopis tidak selalu
menunjukkan hasil yang tepat. Ketidaktepatan dalam pemeriksaan malaria dapat
disebabkan oleh petugas yang kurang terampil, peralatan yang kurang memadai,
bahan dan reagen tidak sesuai standar, jumlah sediaan yang diperiksa melebihi
beban kerja.
I. Tata Laksana
Penatalaksanaan Malaria Tanpa Komplikasi
Pengobatan malaria yang dianjurkan saat ini dengan pemberian ACT. Pemberian
kombinasi ini untuk meningkatkan efektifitas dan mencegah resistensi. Malaria tanpa
komplikasi diobati dengan pemberian ACT secara oral. Malaria berat diobati dengan
injeksi Artesunat dilanjutkan dengan ACT oral. Di samping itu diberikan primakuin
sebagai gametosidal dan hipnozoidal.[1]
1. Malaria falsiparum dan Malaria vivaks
Pengobatan malaria falsiparum dan vivaks saat ini menggunakan ACT
ditambah primakuin. Dosis ACT untuk malaria falsiparum sama dengan malaria
vivaks, Primakuin untuk malaria falsiparum hanya diberikan pada hari pertama
saja dengan dosis 0,25 mg/kgBB, dan untuk malaria vivaks selama 14 hari dengan
dosis 0,25 mg /kgBB. Primakuin tidak boleh diberikan pada bayi usia < 6 bulan.
Pengobatan malaria falsiparum dan malaria vivaks adalah seperti yang tertera di
bawah ini. [1]
Dihidroartemisinin-Piperakuin(DHP) + Primakuin
Catatan :
Sebaiknya dosis pemberian DHP berdasarkan berat badan, apabila
penimbangan berat badan tidak dapat dilakukan maka pemberian obat dapat
berdasarkan kelompok umur.
a. Apabila ada ketidaksesuaian antara umur dan berat badan (pada tabel
pengobatan), maka dosis yang dipakai adalah berdasarkan berat badan.
b. Apabila pasien P.falciparum dengan BB >80 kg datang kembali dalam waktu 2
bulan setelah pemberian obat dan pemeriksaan Sediaan Darah masih positif
P.falciparum, maka diberikan DHP dengan dosis ditingkatkan menjadi 5
tablet/hari selama 3 hari.
B. Rawat Inap
Pada penderita rawat inap evaluasi pengobatan dilakukan setiap hari dengan
pemeriksaan klinis dan darah malaria hingga klinis membaik dan hasil
mikroskopis negatif. Evaluasi pengobatan dilanjutkan pada hari ke 7, 14, 21 dan
28 dengan pemeriksaan klinis dan sediaan darah secara mikroskopis.
J. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penderita malaria, antara lain:
1. Anemia parah
Komplikasi ini terjadi karena banyaknya sel darah merah yang hancur atau rusak
(hemolisis) akibat parasit malaria.
2. Malaria otak
Komplikasi ini terjadi saat sel darah dipenuhi parasit, sehingga menghambat pembuluh
darah kecil pada otak. Akibatnya, otak menjadi bengkak atau rusak. Gejalanya berupa
kejang dan koma.
4. Gangguan pernapasan
Komplikasi ini terjadi saat cairan menumpuk pada paru-paru (edema paru), sehingga
membuat penderita sulit bernapas.
5. Hipoglikemia
Malaria yang parah bisa menyebabkan hipoglikemia atau kadar gula darah rendah. Gula
darah yang sangat rendah bisa berakibat koma atau bahkan kematian.
K. Pencegahan
Pencegahan Primer
a. Tindakan terhadap manusia
- Edukasi adalah faktor terpenting pencegahan malaria yang harus diberikan kepada
setiap pelancong atau petugas yang akan bekerja di daerah endemis. Materi utama
edukasi adalah mengajarkan tentang cara penularan malaria, risiko terkena malaria, dan
yang terpenting pengenalan tentang gejala dan tanda malaria, pengobatan malaria,
pengetahuan tentang upaya menghilangkan tempat perindukan.
- Melakukan kegiatan sistem kewaspadaan dini, dengan memberikan penyuluhan pada
masyarakat tentang cara pencegahan malaria.
- Modifikasi perilaku berupa mengurangi aktivitas di luar rumah mulai senja sampai
subuh di saat nyamuk anopheles umumnya mengigit.
Pengobatan pencegahan tidak diberikan dalam waktu lebih dari 12-20 minggu dengan
obat yang sama. Bagi penduduk yang tinggal di daerah risiko tinggi malaria dimana
terjadi penularan malaria yang bersifat musiman maka upaya pencegahan terhadap
gigitan nyamuk perlu ditingkatkan sebagai pertimbangan alternatif terhadap
pemberian pengobatan profilaksis jangka panjang dimana kemungkinan terjadi efek
samping sangat besar.
Dengan cara ini, sarang atau tempat berkembang biak serangga dimusnahkan, misalnya
dengan mengeringkan genangan air yang menjadi sarang nyamuk. Termasuk dalam
pengendalian ini adalah mengurangi kontak nyamuk dengan manusia, misalnya
memberi kawat nyamuk pada jendela dan jalan angin lainnya.
Pengendalian nyamuk dewasa dapat dilakukan oleh masyarakat yang memiliki temak
lembu, kerbau, babi. Karena nyamuk An. aconitus adalah nyamuk yang senangi
menyukai darah binatang (ternak) sebagai sumber mendapatkan darah, untuk itu ternak
dapat digunakan sebagai tameng untuk melindungi orang dari serangan An. aconitus
yaitu dengan menempatkan kandang ternak diluar rumah (bukan dibawah kolong dekat
dengan rumah).
Pencegahan Sekunder
Pencarian secara aktif melalui skrining yaitu dengan penemuan dini penderita
malaria dengan dilakukan pengambilan slide darah dan konfirmasi diagnosis
(mikroskopis dan/atau RDT (Rapid Diagnosis Test)) dan secara pasif dengan cara
malakukan pencatatan dan pelaporan kunjungan kasus malaria.
b. Diagnosa dini
- Gejala Klinis
Diagnosis malaria sering memerlukan anamnesis yang tepat dari penderita tentang
keluhan utama (demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala, mual,
muntah, diare, dan nyeri otot atau pegal-pegal), riwayat berkunjung dan bermalam 1-4
minggu yang lalu ke daerah endemis malaria, riwayat tinggal di daerah endemis
malaria, riwayat sakit malaria, riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir, riwayat
mendapat transfusi darah. Selain itu juga dapat dilakukan pemeriksaan fisik berupa:
- Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan mikroskopis
- Pemeriksaan Penunjang
- Untuk pengobatan darurat bagi orang dewasa yang terinfeksi malaria dengan komplikasi
berat atau untuk orang yang tidak memungkinkan diberikan obat peroral dapat diberikan
obat Quinine dihydrochloride.
- Untuk infeksi malaria P. falciparum yang didapat di daerah dimana ditemukan strain
yang resisten terhadap chloroquine, pengobatan dilakukan dengan memberikan quinine.
- Untuk pengobatan infeksi malaria P. vivax yang terjadi di Papua New Guinea atau Irian
Jaya (Indonesia) digunakan mefloquine.
- Untuk mencegah adanya infeksi ulang karena digigit nyamuk yang mengandung malaria
P. vivax dan P. ovale berikan pengobatan dengan primaquine. Primaquine tidak
dianjurkan pemberiannya bagi orang yang terkena infeksi malaria bukan oleh gigitan
nyamuk (sebagai contoh karena transfusi darah) oleh karena dengan cara penularan
infeksi malaria seperti ini tidak ada fase hati.
Pencegahan Tertier
- Penanganan kegagalan organ seperti tindakan dialisis terhadap gangguan fungsi ginjal,
pemasangan ventilator pada gagal napas.
- Tindakan suportif berupa pemberian cairan serta pemantauan tanda vital untuk
mencegah memburuknya fungsi organ vital.
L. Prognosis
Prognosis bergantung pada derajat beratnya malaria. Secara umum, prognosisinya adalah
dubia ad bonam. Penyakit ini dapat terjadi kembali apabila daya tahan tubuh menurun.[5]
KESIMPULAN:
1. Malaria merupakan suatu penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh Plasmodium yang
menyerang eritrosit dan ditandai dengan adanya bentuk aseksual dalam darah. Penyakit ini
disebarkan oleh vektor nyamuk Anopheles betina.
2. Klinis terdiri dari Ringan sampai berat.
3. Gold standar penunjang yang dilakukan: apusan darah dengan pengecatan Giemsa.
4. Hasil nrgatif jika 3x pemeriksaan tidak ditemukan plasmodium
5. Terapi : ACT (Artemisin Combination Therapy) + Primakuin
P. Falciparum, Primakuin : 3 tablet single dose selama 1 hari
P.Ovale/P. Vivax, Primakuin :1x1 tablet selama 14 hari
6. Kemoprofilaksis: Doksisiklin 100mg 1x1 2 hari sebelum hingga 4 minggu setelah kembali
DAFTAR PUSTAKA
1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.2017.Buku Saku Tatalaksana Kasus
Malaria.Jakarta
2. M’bondoukwe et al. Prevalence of and risk factors for malaria, filariasis, and intestinal
parasites as single infections or co-infections in different settlements of Gabon, Central
Afrika. Infectious Disease of Poverty. 2018. 7 (8) : 1-17.
3. Kapita selekta kedokteran jilid 2 edisi IV
4. Andi Arsunan Arsin. Malaria di Indonesia Tinjauan Aspek Epidemiologi. 2012.
Makassar : Masagena Press Anggota Ikapi
5. Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Pedoman Penatalaksanaan
Kasus Malaria di Indonesia. Depkes RI. Jakarta. 2008. (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2008)
6. Harijanto PN. Gejala Klinik Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria,
Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC, Hal: 151-
55, 2000.
7. Purwaningsih S. Diagnosis Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria,
Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC, Hal: 185-
92, 2000.
8. WHO, List of countries, territories and areas: Vaccination requirements and
recommendations for international travellers, including yellow fever and malaria 2016,
the World Health Organization: Geneva
9. Kementerian kesehatan R.I. Inilah Fakta Keberhasilan Pengendalian Malaria. Apr 2016;
10. Dinkes Kotabaru (2012) Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Kotabaru Tahun 2011.
Kotabaru.
11. Dinkes Kotabaru (2013) Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Kotabaru Tahun 2012.
Kotabaru.
12. Dinkes Kotabaru (2014) Laporan Pengelola Program Malaria Tahun 2011-2014.
Kotabaru.
13. Harijanto, P. N. (2010) Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis &
Penanganan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.