Oleh:
AZIZ ACHMAD
130100399
FAKULTAS KEDOKTERAN
MEDAN
2017
KARAKTERISTIK PENDERITA PENYAKIT PARU
SKRIPSI
Oleh:
AZIZ ACHMAD
130100399
FAKULTAS KEDOKTERAN
MEDAN
2017
i
LEMBAR PENGESAHAN
NIM : 130100399
Pembimbing I Pembimbing II
ABSTRACT
Background : Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD), a common
preventable and treatable disease, is characterized by persistent airflow limitation
that is usually progressive and associated with an enhanced chronic inflammatory
response in the airways and the lung to noxious particles or gases. Exacerbations
and comorbidities contribute to the overall severity in individual patients. COPD
will become the third leading cause of death in the world in 2030. This is due to
the increased number of active smokers as the main cause of COPD, as well as
increasing life expectancy.
Objective : This research was conducted to describe the characteristics of COPD
outpatients.
Method : This research uses cross sectional method. This research was conducted
in September 2016 in RSUP. H. Adam Malik Medan. This research uses
consecutive sampling technique with 170 samples. All datas were collected by
reviewing patients medical records. Data is processed and presented in tables.
Result : Of the 170 respondents, the highest percentage of samples are men with
146 samples (85,9%), aged 63 years old, entrepreneur with 47 samples (27,6%),
severe smoking status with 170 samples (100%), very severe COPD with 79
samples (46,5%), using Metered Dose Inhaler with 79 samples (46,5%), and not
using any rehabilitation facility with 160 samples (94,1%).
Conclusion : Based on this research, it can be concluded that smoking is a major
risk factor from COPD and early detection is required with spirometry.
Keyword : Characteristic, COPD, Outpatient, RSUP HAM
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur saya panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat
limpahan Rahmat dan Karunianya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan judul Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik yang
Berobat Jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada
Tahun 2015 tepat pada waktunya. Skripsi ini dibuat dalam rangka pembelajaran
dan juga untuk mencukupi salah satu syarat untuk medapat kelulusan Sarjana
Kedokteran. Saya menyadari bahwa tanpa bimbingan dan bantuan dari berbagai
pihak sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikannya skripsi ini. Oleh karena
ini saya mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. dr. Aldy Syafruddin Rambe, Sp.S(K) selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara atas izin penelitian yang telah
diberikan.
2. Dr. dr. Amira Permatasari Tarigan, M.Ked(Paru), Sp.P(K) dan dr. Irina
Kemala Nasution, M.Ked(Neu), Sp.S selaku dosen pembimbing yang telah
menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing saya dalam
penyusunan skipsi saya, sehingga saya dapat menyelesaikan dengan baik
dan tepat waktu.
3. dr. Riyadh Ikhsan, M.Ked(DV), Sp.KK dan dr. Maya Savira, M.Kes selaku
dosen penguji yang telah memberi ide, kritik, dan saran sehingga skripsi
ini menjadi lebih baik.
4. dr. Ramona Duma Sari Lubis, Sp.KK selaku dosen penasehat akademik
penulis selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara
5. Rasa hormat dan terimakasih yang tidak terhingga penulis persembahkan
untuk orang tua penulis, ayahanda Ir. H. Syahrizal, MT dan ibunda Dra.
Hj. Siti Yusra, serta saudara saya M. Yuriza Akbar dan Luthfi Wal Ikram
atas doa, perhatian dan dukungan tanpa henti yang selama ini dan akan
terus penulis terima.
v
6. Kepada abang senior dr. Harmen Reza Siregar dan Baginda Asyraf
Hasibuan, S.Ked atas bantuannya telah membantu dalam pengerjaan dan
penyelesaian skripsi saya
7. Teman terdekat saya yang selalu mendukung khususnya Devi Nur Harvita,
Refky Rafenska, Aldo Maududi, Abidzar Al-Ghifari, Aufar Al-Wafi, Juan
Sahputra, M. Khadafi, M. Fahri Pulungan, Raihan Muyassar, Rendy
Irdansyah, Davin Navianda, Heru Muhardika, M. Irfan Habibi, Ari
Martua, Gilang Satya, Andi Manaf, T. Fairuz Jasmine, Rahmita Dewi,
Novita Sari, Dwi Citra, Isvatianti Sabrina.
8. Teman teman seangkatan di FK USU, M. Khairul Akbar, M. Yakub
Adira, M. Rifqi Mafazi, Jonathan Wibisana, M. Huda Wirautama, Yan
Hasqi, M. Hafiz Mahruzza, Irfan Julio, Teguh Pangestu, Akmal Ashrof, M.
Fikri Ardinata, Al-Maarij Akbar, Teuku M. Syiva, Arie Fandy, Herman
Ivan, Jason Affendy, Juswandy Ivanco, Kevin Prathama, M. Rahman, M.
Ridho, Fahdlul Ridho, Fara Haura, Novy Soraya, Ibtisam Aulia, Natassya
Sandra, Cut Farah, Anggi Cantika, Cut Putri Astritd, Almira Wynona,
Nadia Iftari teman-teman seangkatan 2013 lainnya, kelompok praktikum
A-4, dan teman - teman serta seluruh staf pengajar dan civitas akademika
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara atas bantuan, dukungan,
cerita, pengalaman dan keceriaan selama tujuh semester menjalani
pendidikan disini.
Akhir kata, saya berharap Tuhan membalas segala kebaikan semua pihak yang
telah membantu saya, semoga skripsi ini dapat diterima dan bermanfaat bagi
pengembangan ilmu selanjutnya.
(Aziz Achmad)
NIM: 130100399
DAFTAR ISI
vi
Halaman
Lembar Pengesahan i
Abstrak ii
Abstract iii
Kata Pengantar iv
Daftar Isi vi
Daftar Tabel ix
Daftar Gambar x
Daftar Lampiran xi
Daftar Singkatan xii
BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1.Latar Belakang 1
1.2.Rumusan Masalah 2
1.3.Tujuan Penelitian 3
1.3.1.Tujuan umum 3
1.3.2.Tujuan khusus 3
1.4.Manfaat Penelitian 3
KONSEP PENELITIAN 40
3.1.Kerangka Teori Penelitian 40
3.2.Kerangka Konsep Penelitian 41
DAFTAR PUSTAKA 57
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
ix
Status Merokok 48
Digunakan 49
Fasilitas Rehabilitasi 49
x
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR SINGKATAN
BAB 1
PENDAHULUAN
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
2.2. Etiologi
Namun, ada bukti saat ini yang tidak pernah perokok juga dapat
mengembangkan obstruksi aliran udara-kronis dan dengan demikian mungkin
terdiri sebagian besar gangguan ini.11
Beberapa faktor telah terlibat seperti paparan kerja dan masalah pernapasan di
masa kecil sebagai penyebab obstruksi saluran udara. polusi luar ruangan udara,
perokok pasif, biomassa asap dan asma kronik penyebab penurunan fungsi paru-
paru dan obstruksi saluran napas yang ireversibel antara perokok terkemuka.
6
2.3. Patologi
Penyakit paru obstruktif kronik juga mencakup dua penyakit, yaitu emfisema
dan bronkitis kronik. Emfisema merupakan penyakit yang ditandai dengan
pembesaran permanen rongga udara yang terletak distal dari bronkiolus terminal,
disertai destruksi dinding rongga tersebut. Bronkitis kronik merupakan
peradangan bronkus yang terjadi dalam waktu yang sama.13
Tumbukan partikel asap, terutama di percabangan bronkiolus respiratorik,
mungkin menyebabkan influks neutrofil dan makrofag, kedua sel tersebut
mengeluarkan protease. Peningkatan aktivitas protease yang terletak di regio
sentriasinar menyebabkan terbentuknya emfisema pola sentriasinar seperti
ditemukan pada perokok. Kerusakan jaringan diperhebat oleh inaktivasi
antriprotease (yang bersifat protektif) oleh spesies oksigen reaktif yang terdapat
dalam asap rokok. Skema ini juga menjelaskan pengaruh merokok dan defisiensi
antitripsin-1 dalam memperparah penyakit obstruksi jalan napas yang serius.13
Pada bronkitis kronik terdapat gambaran khas seperti hipersekresi mukus,
yang dimulai di saluran napas besar. Meskipun faktor penyebab terpenting adalah
merokok, polutan udara lain, seperti sulfur dioksida dan nitrogen dioksida, juga
berperan. Berbagai iritan ini memicu hipersekresi kelenjar mukosa bronkus,
menyebabkan hipertrofi kelenjar mukosa, dan menyebabkan pembentukan
metaplastik sel goblet penghasil musin di epitel permukaan bronkus.13
2.4. Patofisiologi
a.
Aliran Udara dan Udara Yang Terjebak. Luasnya peradangan, fibrosis, dan
eksudat luminal di saluran udara kecil berkorelasi dengan penurunan VEP1
dan rasio VEP1 / KVP, dan mungkin penurunan VEP1 yang lebih cepat
merupakan karakteristik PPOK. Obstruksi jalan napas perifer ini akan
memerangkap udara selama ekspirasi, mengakibatkan hiperinflasi.
Meskipun emfisema lebih terkait dengan kelainan pertukaran gas
dibandingkan dengan pengurangan VEP1, hal ini berkontribusi
memerangkap udara selama ekspirasi. Hal ini terutama terjadi ketika lipatan
7
alveolar ke saluran udara kecil hancur ketika penyakit menjadi lebih berat.
Hiperinflasi mengurangi kapasitas inspirasi sehingga meningkatkan
kapasitas fungsional residual, khususnya selama latihan (hiperinflasi
dinamis), mengakibatkan peningkatan dyspnea dan keterbatasan kapasitas
latihan. Faktor-faktor ini berkontribusi terhadap gangguan kontraktilitas
intrinsik otot pernapasan; hal ini berujung kepada peningkatan regulasi
sitokin pro-inflamasi lokal. Diperkirakan bahwa hiperinflasi berkembang
pada awal penyakit dan merupakan mekanisme utama untuk dyspnea saat
aktivitas. Bronkodilator yang bekerja pada saluran udara perifer mengurangi
terperangkapnya udara, sehingga mengurangi volume paru-paru dan
meningkatkan gejala dan kapasitas latihan. 1
b.
Kelainan Pertukaran Gas. Kelainan pertukaran gas mengakibatkan
hipoksemia dan hiperkapnia, dan berperan pada beberapa mekanisme pada
PPOK. Secara umum, transfer gas oksigen dan karbon dioksida memburuk
sesuai dengan perkembangan penyakit. ventilasi berkurang mungkin juga
karena berkurangnya pergerakan dinding dada. Hal ini dapat menyebabkan
retensi karbon dioksida ketika dikombinasikan dengan berkurangnya
ventilasi karena obstruksi berat dan hiperinflasi ditambah dengan gangguan
otot pernafasan. Kelainan pada ventilasi alveolar dan dinding pembuluh
darah paru lebih memperburuk kelainan VA / Q.1
c.
Hipersekresi mukus. Hipersekresi mukus, mengakibatkan batuk produktif
kronik, merupakan fitur bronkitis kronik dan belum tentu terkait dengan
keterbatasan aliran udara. Sebaliknya, tidak semua pasien dengan PPOK
memiliki gejala hipersekresi mukus. Ketika terdapat, itu adalah karena
peningkatan jumlah sel goblet dan pembesaran kelenjar submukosa sebagai
respon iritasi saluran napas kronik dengan asap rokok dan agen berbahaya
lainnya. Beberapa mediator dan protease merangsang hipersekresi mukus
dan banyak dari mereka mengerahkan efek mereka melalui aktivasi reseptor
faktor pertumbuhan epidermal (EGFR).1
8
d.
Hipertensi paru. Hipertensi pulmonal dapat mengembangkan terlambat
dalam perjalanan dari PPOK dan terutama karena vasokonstriksi hipoksia
arteri pulmonalis kecil, akhirnya menghasilkan perubahan struktural yang
meliputi hiperplasia intima dan kemudian hipertrofi/hiperplasia otot polos.
Ada respon inflamasi pada pembuluh mirip dengan yang terlihat di saluran
udara dan bukti disfungsi sel endotel. Hilangnya kapiler paru pada emfisema
juga dapat menyebabkan peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru.
hipertensi paru progresif dapat menyebabkan hipertrofi ventrikel kanan dan
akhirnya gagal jantung sisi kanan.1
e.
Eksaserbasi. Eksaserbasi gejala pernapasan sering terjadi pada pasien
dengan PPOK, dipicu oleh infeksi bakteri atau virus (yang mungkin hidup
berdampingan), polusi lingkungan, atau faktor yang tidak diketahui. Pasien
dengan episode bakteri dan virus memiliki respon karakteristik dengan
peningkatan peradangan. Selama eksaserbasi pernapasan ada peningkatan
hiperinflasi dan perangkap udara, dengan mengurangi aliran ekspirasi,
sehingga menyebabkan peningkatan dyspnea. Ada juga perburukan VA / Q,
yang dapat mengakibatkan hipoksemia. Kondisi lain (pneumonia,
tromboemboli, dan gagal jantung akut) dapat meniru atau memperburuk
eksaserbasi PPOK.1
f.
Fitur sistemik. Semakin diakui bahwa banyak pasien dengan PPOK
memiliki komorbiditas yang memiliki dampak besar pada kualitas hidup dan
ketahanan hidup. Keterbatasan aliran udara dan khususnya hiperinflasi
mempengaruhi fungsi dan pertukaran gas. mediator inflamasi dalam
sirkulasi dapat menyebabkan atrofi otot skeletal dan kakheksia, dan dapat
memulai atau memperburuk penyakit penyerta seperti penyakit jantung
iskemik, gagal jantung, osteoporosis, anemia normositik, diabetes, sindrom
metabolik, dan depresi.1
9
2.5. Klasifikasi
Klasifikasi PPOK berdasarkan dari manifestasi klinis dan hasil uji faal paru
yaitu PPOK derajat I ringan, PPOK derajat II sedang, PPOK derajat III berat, dan
PPOK derajat IV sangat berat, seperti terlihat pada tabel 2.1.
Derajat I : Gejala batuk kronik dan produksi sputum VEP1 / KVP < 70%.
PPOK Ringan ada tetapi tidak sering. Pada derajat ini
VEP1 80% prediksi
penderita sering tidak menyadari bahwa
faal paru mulai menurun
Derajat II : Gejala sesak mulai dirasakan saat VEP1 / KVP < 70%
PPOK Sedang aktivitas dan kadang ditemukan gejala
50% < VEP1 < 80% prediksi
batuk dan produksi sputum. Pada derajat
ini biasanya penderita mulai
memeriksakan kesehatannya
Derajat III : Gejala sesak lebih berat, penurunan VEP1 / KVP < 70%
PPOK Berat aktivitas, rasa lelah dan serangan
30% < VEP1 < 50% prediksi
eksaserbasi semakin sering dan
berdampak pada kualitas hidup penderita
Derajat IV : Gejala di atas ditambah tanda-tanda gagal VEP1 / KVP < 70%
Sangat Berat napas atau gagal jantung kanan dan
VEP1 < 30% prediksi atau
ketergantungan oksigen. Pada derajat ini
VEP1 < 50% prediksi disertai
kualitas hidup penderita memburuk dan
gagal napas kronik
jika eksaserbasi dapat mengancam jiwa
Beberapa hal yang berkaitan dengan risiko timbulnya PPOK sampai saat ini:
a.
Kebiasaan merokok merupakan satu - satunya penyebab kausal yang
terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya.
10
1) Riwayat merokok
a) Perokok aktif
b) Perokok pasif
c) Bekas perokok
2)Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian
jumlah rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok
dalam tahun :
a) Ringan : 0-200
b) Sedang : 200-600
c) Berat : >600
b.
Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja
c.
Stres oksidatif yaitu ketidakseimbangan antara oksidan dan anti oksidan
memegang peranan penting pada PPOK
d.
Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang
e.
Sosial ekonomi
f.
Asma
g.
Tumbuh kembang paru
Berat lahir dapat mempengaruhi nilai VEP1 pada masa anak.
h.
Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia.14,15
2.7. Diagnosis
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala
ringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan jelas dan
tanda inflasi paru.
a. Gambaran klinis
3) Anamnesis
11
a) Keluhan
b) Riwayat Penyakit
c) Faktor Predisposisi
4) Pemeriksaan fisik
b. Pemeriksaan penunjang
3) Pemeriksaan rutin
4) Pemeriksaan khusus
a. Gambaran Klinis
1) Anamnesis
2) Pemeriksaan fisik
a) Inspeksi
b) Palpasi
12
c) Perkusi
d) Auskultasi
Pink puffer
Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan
pernapasan pursed - lips breathing.
Blue bloater
b. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan rutin
a) Faal paru
(3) VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai
beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.
(4) Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE
meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan
memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%.
b) Uji bronkodilator
c) Darah rutin
d) Radiologi
(1) Hiperinflasi
(2) Hiperlusen
(3) Ruang retrosternal melebar
(4) Diafragma mendatar
(5) Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop
appearance)
(1) Normal
(2) Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus
a) Faal paru
14
e) Radiologi
(3) Elektrokardiografi
(4) Ekokardiografi
(5) Bakteriologi
15
2.8. Tatalaksana
Tujuan penatalaksanaan :
1) Mengurangi gejala.
2) Mencegah progesivitas penyakit.
3) Meningkatkan toleransi latihan.
4) Meningkatkan status kesehatan.
5) Mencegah dan menangani komplikasi.
6) Mencegah dan menangani eksaserbasi.
7) Menurunkan kematian.
a) Edukasi
b) Berhenti merokok
c) Obat obatan
d) Rehabilitasi
e) Terapi oksigen
f) Ventilasi mekanik
g) Nutrisi
1) Edukasi
Bahan dan cara pemberian edukasi harus disesuaikan dengan derajat berat
penyakit, tingkat pendidikan, lingkungan sosial, kultural dan kondisi
ekonomi penderita.
e) Penyesuaian aktivitas.
a) Berhenti merokok
d) Penggunaan oksigen
Tanda eksaserbasi :
yang tidak terlalu banyak pada setiap kali pertemuan. Edukasi merupakan
hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil, karena
PPOK merupakan penyakit kronik progresif yang ireversibel
a) Ringan
(1) Penyebab dan pola penyakit PPOK yang ireversibel.
(2) Mencegah penyakit menjadi berat dengan menghindari pencetus,
antara lain berhenti merokok.
(3) Segera berobat bila timbul gejala.
b) Sedang
(1) Menggunakan obat dengan tepat.
(2) Mengenal dan mengatasi eksaserbasi dini.
(3) Program latihan fisik dan pernapasan.
c) Berat
(1) Informasi tentang komplikasi yang dapat terjadi.
(2) Penyesuaian aktivitas dengan keterbatasan.
(3) Penggunaan oksigen di rumah.
2) Berhenti merokok
Berhenti merokok merupakan satu-satunya intervensi yang paling efektif
dalam mengurangi risiko berkembangnya PPOK dan memperlambat
progresivitas penyakit.
a) Ask (tanyakan)
b) Advise (Nasihati)
c) Assess (Nilai)
d) Assist (Bimbing)
Bantu pasien dengan rencana berhenti merokok, menyediakan
konseling praktis, merekomendasi penggunaan farmakoterapi.
19
e) Arrange (Atur)
3) Obat - obatan
a) Bronkodilator
b) Anti-inflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi
intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan
metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi
jangka panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu
terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan
minimal 250 ml.
c) Antibiotika
d) Antioksidan
e) Mukolitik
f) Antitusif
g) Phosphodiesterase-4 inhibitor
4) Rehabilitasi PPOK
a) Latihan fisik
Latihan fisik yang baik akan menghasilkan :
(1) Peningkatan VO2 max
(2) Perbaikan kapasitas kerja aerobik maupun anaerobik
(3) Peningkatan cardiac output dan stroke volume
(4) Peningkatan efisiensi distribusi darah
(5) Pemendekkan waktu yang diperlukan untuk recovery
(a) Latihan untuk meningkatkan kemampuan otot pernapasan
(1) Di rumah
(a) Program latihan setiap harinya 15-30 menit selama 4-7 hari
per minggu. Tipe latihan diubah setiap hari. Pemeriksaan
denyut nadi, lama latihan dan keluhan subyektif dicatat.
Pernyataan keberhasilan latihan oleh penderita lebih penting
daripada hasil pemeriksaan subyektif atau obyektif.
Pemeriksaan ulang setelah 6-8 minggu di laboratorium
dapat memberikan informasi yang obyektif tentang beban
latihan yang sudah dilaksanakan.
(b) Dua bentuk latihan dinamik yang tampaknya cocok untuk
penderita di rumah adalah ergometri dan walking-jogging.
Ergometri lebih baik daripada walking- jogging. Begitu
jenis latihan sudah ditentukan, latihan dimulai selama 2-3
menit, yang cukup untuk menaikkan denyut nadi sebesar
40% maksimal. Setelah itu dapat ditingkatkan sampai
mencapai denyut jantung 60%-70% maksimal selama 10
menit. Selanjutnya diikuti dengan 2-4 menit istirahat.
Setelah beberapa minggu latihan ditambah sampai 20-30
menit/hari selama 5 hari perminggu. Denyut nadi maksimal
adalah 220 - umur dalam tahun.
(c) Apabila petunjuk umum sudah dilaksanakan, risiko untuk
penderita dapat diperkecil. walaupun demikan latihan
24
b) Psikososial
c) Latihan Pernapasan
5) Terapi Oksigen
Manfaat oksigen :
a) Mengurangi sesak.
b) Memperbaiki aktivitas.
c) Mengurangi hipertensi pulmoner.
d) Mengurangi vasokonstriksi.
e) Mengurangi hematokrit.
f) Memperbaiki fungsi neuropsikiatri.
g) Meningkatkan kualitas hidup.
Indikasi :
25
Pemilihan alat bantu ini disesuaikan dengan tujuan terapi oksigen dan
kondisi analisis gas darah pada waktu tersebut.
6) Ventilasi Mekanik
7) Nutrisi
Gizi penting sebagai penentu gejala, cacat, dan prognosis dalam PPOK,
baik kelebihan dan kekurangan berat badan bisa menjadi masalah.
Rekomendasi gizi khusus untuk pasien PPOK didasarkan pada pendapat
ahli. Kira kira 25% dari pasien PPOK derajat II sampai derajat IV
menunjukkan penurunan baik indeks massa tubuh dan massa lemak bebas.
Pengurangan indeks massa tubuh merupakan faktor risiko independen
untuk mortalitas PPOK.
29
a) Hipofosfatemi.
b) Hiperkalemi.
c) Hipokalsemi.
d) Hipomagnesemi.
1) Tidak dalam kondisi gagal napas akut pada gagal napas kronik.
2) Dapat dalam kondisi gagal napas kronik stabil, yaitu hasil analisa gas
darah menunjukkan PCO2 < 45 mmHg dan PO2 > 60 mmHg.
3) Dahak jernih tidak berwarna.
4) Aktivitas terbatas tidak disertai sesak sesuai derajat berat PPOK (hasil
spirometri).
5) Penggunaan bronkodilator sesuai rencana pengobatan.
6) Tidak ada penggunaan bronkodilator tambahan.
Penatalaksanaan di rumah
2) Terapi oksigen
Dibedakan untuk PPOK derajat sedang dan berat. Pada PPOK derajat
sedang oksigen hanya digunakan bila timbul sesak yang disebabkan
pertambahan aktivitas. Pada PPOK derajat berat yang terapi oksigen di
rumah pada waktu aktivitas atau terus menerus selama 15 jam terutama
pada waktu tidur. Dosis oksigen tidak lebih dari 2 liter.
4) Rehabilitasi
31
a) Penyesuaian aktivitas.
b) Latihan ekspektorasi atau batuk yang efektif (huff cough).
c) "Pursed-lips breathing".
d) Latihan ekstremitas atas dan otot bantu napas.
a) Tanda eksaserbasi.
b) Efek samping obat.
c) Kecukupan dan efek samping penggunaan oksigen.
Gejala eksaserbasi :
1) Sesak bertambah.
2) Produksi sputum meningkat.
3) Perubahan warna sputum.
Bila dalam 2 hari tidak ada perbaikan penderita harus segera ke dokter.
Indikasi :
Indikasi :
b) Kesadaran.
c) Tanda vital.
e) Pneumonia.
Pada eksaserbasi akut terapi oksigen merupakan hal yang pertama dan
utama, bertujuan untuk memperbaiki hipoksemi dan mencegah
keadaan yang mengancam jiwa. dapat dilakukan di ruang gawat
darurat, ruang rawat atau di ICU. Sebaiknya dipertahankan PaO 2 > 60
mmHg atau Sat O2 > 90%, evaluasi ketat hiperkapnia. gunakan
sungkup dengan kadar yang sudah ditentukan (ventury masks) 24%,
28% atau 32%. Perhatikan apakah sungkup rebreathing atau
nonrebreathing, tergantung kadar PaCO2 dan PaO2. Bila terapi oksigen
tidak dapat mencapai kondisi oksigenasi adekuat, harus digunakan
ventilasi mekanik. Dalam penggunaan ventilasi mekanik usahakan
dengan Noninvasive Positive Pressure Ventilation (NIPPV), bila tidak
berhasil ventilasi mekanik digunakan dengan intubasi.
35
a) Antibiotik
b) Bronkodilator
Bila rawat jalan B-2 agonis dan antikolinorgik harus diberikan dengan
peningkatan dosis. Inhaler masih cukup efektif bila digunkan dengan
cara yang tepat, nebuliser dapat digunakan agar bronkodilator lebih
efektif. Hati-hati dengan penggunaan nebuliser yang memakai oksigen
sebagai kompressor, karena penggunaan oksigen 8-10 liter untuk
menghasilkan uap dapat menyebabkan retensi CO2. Golongan xantin
diberikan bersama- sama dengan bronkodilator lainnya karena
mempunyai efek memperkuat otot diafragma. Dalam perawatan di
rumah sakit, bronkodilator diberikan secara intravena dan nebuliser,
dengan pemberian lebih sering perlu monitor ketat terhadap timbulnya
palpitasi sebagai efek samping bronkodilator.
c) Kortikosteroid
5) Ventilasi mekanik
d. Terapi Pembedahan
Bertujuan untuk :
2.9. Komplikasi
2.10. Prognosis
Prognosis PPOK bergantung pada umur dan gejala klinis waktu berobat. Pada
pasien yang berumur kurang dari 50 tahun dan datang dengan keluhan sesak nafas
38
yang ringan, 5 tahun kemudian akan terlihat ada perbaikan. Tetapi bila pasien itu
datang dengan sesak nafas sedang, maka 5 tahun kemudian 42% pasien akan
sesak lebih berat dan meninggal. Pada pasien yang berumur lebih dari 50 tahun
dengan sesak nafas ringan, 5 tahun kemudian 50% pasien akan lebih berat atau
meninggal.14,16,17
BAB 3
Hiperesponsif bronkus
Usia
Saluran napas
Alveoli
Hipertropi kelenjar mukus &
goblet sel Destruksi alveoli
Fibrosis saluran napas Elastisitas paru berkurang
Edema mukosa
Hipersekresi mukus
Konstriksi otot polos saluran
napas
Obstruksi Penderita
PPOK
39
Gejala
Batuk
Penurunan Faal Paru
Sesak Tatalaksana
Nilai VEP1 menurun
Dahak Terapi
Inhalasi
Rehabilitasi
Paru
Derajat PPOK
Pekerjaan
Usia
Status Merokok
Derajat PPOK
Menggunakan
fasilitas rehabilitasi
paru
40
BAB 4
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan suatu studi deskriptif yang memakai metode cross-
sectional secara retrospektif dari data sekunder untuk melihat karakteristik pasien-
pasien PPOK yang datang berobat jalan di Poliklinik Paru RSUP H. Adam Malik
Medan pada tahun 2015.
4.3.1. Populasi
Populasi penelitian adalah seluruh pasien PPOK yang datang berobat jalan ke
Poliklinik Paru RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2015.
4.3.2. Sampel
41
Kriteria Inklusi:
a. Seluruh pasien PPOK yang berobat jalan ke Poli Paru RSUP H. Adam Malik
pada tahun 2015 dan memiliki data rekam medik yang lengkap.
Kriteria Eksklusi:
a. Pasien PPOK yang datang berobat jalan ke Poli Paru RSUP H. Adam Malik
tetapi tidak memiliki data rekam medik yang lengkap.
Jenis penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu data yang didapat
peneliti secara tidak langsung. Data ini diambil melalui rekam medik pasien
PPOK yang datang berobat jalan ke Poliklinik Paru RSUP H. Adam Malik Medan
dari bulan Januari sampai Desember 2015.
Alat Hasil
No Variabel Definisi Operasional Skala
Ukur Pengukuran
1. PPOK Pasien yang telah Rekam PPOK Nominal
didiagnosis PPOK Medik Non -
42
PPOK
2. Pekerjaan Pekerjaan pasien PPOK Rekam Jenis Nominal
yang berobat jalan Medik pekerjaan
pasien
3. Jenis kelamin Jenis kelamin pasien PPOK Rekam Laki laki Nominal
yang berobat jalan Medik Perempuan
4. Usia Usia pasien PPOK yang Rekam Usia pasien Ordinal
berobat jalan Medik dalam
tahun
5. Status Status merokok pasien Rekam Ringan Nominal
merokok PPOK yang berobat jalan Medik Sedang
Berat
6. Derajat PPOK Derajat PPOK pasien Rekam Ringan Ordinal
PPOK yang berobat jalan Medik Sedang
Berat
Sangat
berat
7. Jenis inhalasi Jenis inhalasi yang Rekam Metered Nominal
yang digunakan pasien PPOK Medik Dose
digunakan yang berobat jalan Inhaler
(MDI)
Dry
Powder
Inhaler
Nebuliz
er
8. Menggunakan Fasilitas rehabilitasi pasien Rekam Ya Nominal
fasilitas PPOK yang berobat jalan Medik Tidak
rehabilitasi
43
BAB 5
HASIL PENELITIAN
Data dalam penelitian ini berasal dari rekam medis yang disimpan dalam instalasi
tersebut.
Berdasarkan tabel 5.1. dapat dilihat bahwa jumlah pasien anak laki laki
dengan PPOK adalah sebanyak 146 orang (85,9%) dan perempuan sebanyak 24
orang (14,1%) dari keseluruhan sampel sebanyak 170 orang.
Berdasarkan tabel 5.2. dapat dilihat bahwa jumlah pasien PPOK dengan
usia dibawah 41 tahun adalah sebanyak 1 orang (0,6%), diantara 41 hingga 50
tahun sebanyak 27 orang (15,9%), diantara 51 hingga 60 tahun sebanyak 50 orang
(29,4%), diantara 61 hingga 70 tahun sebanyak 64 orang (37,6%), diantara 71
hingga 80 tahun sebanyak 26 (15,3%), dan diatas 80 tahun sebanyak 2 orang
(1,2%). Usia terendah pasien dengan PPOK adalah 32 tahun, sedangkan yang
tertinggi adalah 81 tahun. Rata rata usia pasien adalah 60,9 tahun dengan usia
terbanyak 63 tahun.
Pensiunan 29 17,1%
Wiraswasta 47 27,6%
Petani 41 24,1%
PNS 17 10,0%
Pengangguran 3 1,8%
Pedagang 1 0,6%
Nelayan 1 0,6%
Supir 1 0,6%
Guru 1 0,6%
Total 170 100,0%
46
Berdasarkan tabel 5.3. dapat dilihat bahwa jumlah pasien PPOK dengan
pekerjaan pensiunan yaitu 29 orang (17,1%), wiraswasta 47 orang (27,6%), petani
41 orang (24,1%), PNS 17 orang (10%), pengangguran 3 orang (1,8%), 10 orang
(5,9%), ibu rumah tangga 16 orang (9,4%), dan tukang, pekerja lepas, TNI /
POLRI, pedagang, nelayan, supir, guru masing masing sebanyak 1 orang
(0,6%).
Berdasarkan tabel 5.4. dapat dilihat bahwa jumlah pasien PPOK dengan
status merokok ringan sebanyak 0 orang (0%), status merokok sedang sebanyak 0
orang (0%), dan status merokok berat sebanyak 170 orang (100%).
Berdasarkan tabel 5.5. dapat dilihat bahwa jumlah pasien PPOK dengan
derajat PPOK ringan sebanyak 18 orang (10.6%), derajat PPOK sedang sebanyak
35 orang (20,6%), derajat PPOK berat sebanyak 38 orang (22,4%), dan derajat
PPOK sangat berat sebanyak 79 orang (46,5%).
47
Tabel 5.6. Distribusi Pasien dengan PPOK Berdasarkan Jenis Inhalasi yang
Digunakan
Jenis Inhalasi yang Digunakan Frekuensi (n) Persentase
Metered Dose Inhaler 79 46,5%
Dry Powder Inhaler 77 45,3%
Nebulizer 14 8,2%
Total 170 100,0%
Berdasarkan tabel 5.5. dapat dilihat bahwa jumlah pasien PPOK yang
menggunakan Metered Dose Inhaler sebanyak 79 orang (46,5%), Dry Powder
Inhaler sebanyak 77 orang (45,3%), dan Nebulizer sebanyak 14 orang (8,2%).
Berdasarkan tabel 5.6. dapat dilihat bahwa jumlah pasien PPOK yang
menggunakan fasilitas rehabilitasi sebanyak 10 orang (5,9%), sedangkan yang
tidak menggunakan fasilitasi rehabilitasi sebanyak 160 orang (94,1%).
5.2. Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik PPOK yang
berobat jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik pada tahun 2015.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap data rekam medis pasien
PPOK, diperoleh data sebanyak 170 sampel dari Januari 2015 Desember 2015
yang memenuhi kriteria inklusi.
48
POLRI, pedagang, nelayan, supir, guru yang masing masing sebanyak 1 orang
(0,6%).
Tingginya rasio pekerjaan yang berbeda - beda pada PPOK karena RSUP
H. Adam Malik Medan merupakan rumah sakit pemerintah / DEPKES.
Hasil yang sedikit berbeda didapatkan pada penelitian lain yang pernah
dilakukan sebelumnya di Indonesia. Penelitian yang dilakukan oleh Permatasari
dkk. di RSUD Pekanbaru pada tahun 2015 didapati persentase pekerjaan
terbanyak pada pasien PPOK yaitu pensiunan (55%).18 Pada penelitian yang
dilakukan Naser dkk. di RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tahun 2013 didapati
persentase pekerjaan terbanyak pada pasien PPOK yaitu buruh (50%).21
Hal yang juga sedikit berbeda dijumpai pada penelitian yang dilakukan
Oktorina dkk. di RS Martha Friska Medan pada tahun 2010 - 2011 didapati
persentase pekerjaan terbanyak pada pasien PPOK yaitu PNS / TNI / pensiunan
(63,4%).22 Pada penelitian yang dilakukan Wahyuni di RSUD Indramayu pada
tahun 2012 didapati persentase pekerjaan terbanyak pada pasien PPOK yaitu
buruh (39%).23
BAB 6
53
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan analisa data dan pembahasan yang diperoleh dari penelitian
ini, maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut:
1. Proporsi pasien laki - laki dengan PPOK lebih tinggi daripada
perempuan, dengan proporsi 85,9% dan 14,1%.
2. Usia terendah pasien dengan PPOK adalah 32 tahun, sedangkan
yang tertinggi adalah 81 tahun. Rata rata usia pasien adalah 60,9
tahun dengan usia terbanyak yaitu 63 tahun.
3. Pasien PPOK paling banyak memiliki pekerjaan wiraswasta, 27,6%,
sedangkan yang paling sedikit adalah pasien PPOK yang memiliki
pekerjaan tukang, pekerja lepas, TNI / POLRI, pedagang, nelayan,
supir, guru yang masing masing sebanyak 0,6%.
4. Seluruh pasien PPOK memiliki status merokok berat yaitu sebanyak
100%.
5. Proporsi pasien PPOK dengan derajat PPOK sangat berat lebih
tinggi daripada derajat PPOK ringan, derajat PPOK sedang, dan
derajat PPOK berat, dengan proporsi derajat PPOK sangat berat
yaitu 46,5%, sedangkat derajat PPOK ringan 10,6%, derajat PPOK
sedang 20,6%, dan derajat PPOK berat 22,4%.
6. Proporsi pasien yang menggunakan Metered Dose Inhaler lebih
tinggi daripada yang menggunakan Dry Powder Inhaler dan
Nebulizer, dengan proporsi yang menggunakan Metered Dose
Inhaler yaitu 46,5%, sedangkan yang menggunakan Dry Powder
Inhaler 45,3%, dan Nebulizer 8,2%.
7. Pasien PPOK lebih banyak yang tidak menggunakan fasilitas
rehabilitasi daripada yang menggunakan fasilitas rehabilitasi, dengan
proporsi 94,1% dan 5,9%.
6.2. Saran
Saran yang diberikan peneliti berkaitan dengan penelitian ini antara lain:
1. Memberikan edukasi terhadap masyarakat tentang bahaya merokok.
2. Deteksi dini dengan spirometri.
54
DAFTARPUSTAKA
55
LAMPIRAN 1
Agama : Islam
Riwayat Pendidikan :
Riwayat Organisasi :
LAMPIRAN 2
61
LAMPIRAN 3
62
LAMPIRAN 4
63
LAMPIRAN 5
64
LAMPIRAN 6
65
LAMPIRAN 7
66
DATA INDUK
RM Pekerjaan Jenis Usi Status Derajat Jenis Menggunakan
Kelamin a Merok PPOK Inhalasi fasilitas
ok yang rehabilitasi
Digunakan
1. Pensiunan Laki-laki 60 Berat Berat Nebulizer Tidak
2. Wiraswasta Laki-laki 68 Berat Ringan Dry Tidak
Powder
Inhaler
3. Ibu rumah Perempuan 46 Berat Ringan Metered Tidak
tangga Dose
Inhaler
4. Petani Laki-laki 73 Berat Sedang Nebulizer Ya
5. Pensiunan Laki-laki 63 Berat Berat Nebulizer Ya
6. Petani Laki-laki 61 Berat Sedang Dry Tidak
Powder
Inhaler
7. Penganggur Laki-laki 63 Berat Berat Metered Tidak
an Dose
Inhaler
8. Petani Laki-laki 42 Berat Sedang Nebulizer Ya
9. PNS Laki-laki 61 Berat Sedang Metered Tidak
Dose
Inhaler
10. Ibu rumah Perempuan 57 Berat Sedang Nebulizer Ya
tangga
11. Petani Laki-laki 61 Berat Berat Metered Tidak
Dose
Inhaler
12. Pensiunan Laki-laki 64 Berat Berat Dry Tidak
Powder
Inhaler
13. Wiraswasta Laki-laki 56 Berat Ringan Metered Tidak
Dose
Inhaler
14. Petani Laki-laki 65 Berat Sedang Dry Tidak
67
Powder
Inhaler
15. Wiraswasta Laki-laki 54 Berat Berat Nebulizer Tidak
16. Wiraswasta Laki-laki 62 Berat Ringan Metered Tidak
Dose
Inhaler
17. PNS Laki-laki 67 Berat Ringan Metered Tidak
Dose
Inhaler
18. Petani Laki-laki 63 Berat Sedang Metered Tidak
Dose
Inhaler
19. PNS Laki-laki 62 Berat Berat Metered Tidak
Dose
Inhaler
20. Pensiunan Laki-laki 65 Berat Berat Metered Tidak
Dose
Inhaler
21. Petani Laki-laki 59 Berat Sedang Metered Tidak
Dose
Inhaler
22. Wiraswasta Laki-laki 64 Berat Sedang Metered Tidak
Dose
Inhaler
23. PNS Perempuan 49 Berat Sangat Metered Tidak
berat Dose
Inhaler
24. Pegawai Laki-laki 56 Berat Sangat Dry Tidak
swasta berat Powder
Inhaler
25. PNS Laki-laki 61 Berat Sangat Dry Tidak
berat Powder
Inhaler
26. Wiraswasta Laki-laki 76 Berat Sangat Dry Tidak
berat Powder
Inhaler
27. Wiraswasta Perempuan 63 Berat Sangat Dry Tidak
berat Powder
Inhaler
68
Inhaler
42. Wiraswasta Laki-laki 62 Berat Berat Dry Tidak
Powder
Inhaler
43. Pensiunan Laki-laki 60 Berat Sangat Dry Ya
berat Powder
Inhaler
44. Petani Laki-laki 64 Berat Sangat Dry Tidak
Berat Powder
Inhaler
45. Wiraswasta Laki-laki 51 Berat Sedang Dry Tidak
Powder
Inhaler
46. Petani Laki-laki 44 Berat Sangat Dry Tidak
Berat Powder
Inhaler
47. PNS Laki-laki 66 Berat Sangat Dry Tidak
Berat Powder
Inhaler
48. Pensiunan Laki-laki 61 Berat Sangat Dry Tidak
Berat Powder
Inhaler
49. Pensiunan Laki-laki 62 Berat Berat Dry Tidak
Powder
Inhaler
50. Wiraswasta Laki-laki 61 Berat Sedang Dry Tidak
Powder
Inhaler
51. Petani Laki-laki 77 Berat Sangat Dry Tidak
Berat Powder
Inhaler
52. Wiraswasta Laki-laki 52 Berat Sangat Dry Tidak
Berat Powder
Inhaler
53. Petani Laki-laki 81 Berat Sangat Nebulizer Tidak
Berat
54. Petani Laki-laki 66 Berat Sangat Dry Tidak
Berat Powder
Inhaler
70
Inhaler
69. Pegawai Laki-laki 55 Berat Sangat Dry Tidak
swasta Berat Powder
Inhaler
70. Pensiunan Laki-laki 67 Berat Sangat Dry Tidak
Berat Powder
Inhaler
71. Pedagang Laki-laki 76 Berat Berat Dry Tidak
Powder
Inhaler
72. Wiraswasta Laki-laki 63 Berat Sedang Dry Tidak
Powder
Inhaler
73. Pensiunan Laki-laki 76 Berat Berat Dry Tidak
Powder
Inhaler
74. Pensiunan Laki-laki 56 Berat Sedang Dry Tidak
Powder
Inhaler
75. Wiraswasta Laki-laki 56 Berat Sangat Dry Tidak
Berat Powder
Inhaler
76. Petani Laki-laki 63 Berat Sangat Dry Tidak
Berat Powder
Inhaler
77. Wiraswasta Laki-laki 63 Berat Berat Dry Tidak
Powder
Inhaler
78. Petani Laki-laki 65 Berat Sangat Dry Tidak
Berat Powder
Inhaler
79. Pekerja Laki-laki 47 Berat Sedang Dry Tidak
lepas Powder
Inhaler
80. Ibu rumah Perempuan 52 Berat Berat Dry Tidak
tangga Powder
Inhaler
81. Wiraswasta Laki-laki 46 Berat Berat Dry Tidak
Powder
72
Inhaler
82. Wiraswasta Laki-laki 74 Berat Sangat Dry Tidak
Berat Powder
Inhaler
83. Wiraswasta Laki-laki 50 Berat Sedang Dry Tidak
Powder
Inhaler
84. Petani Laki-laki 50 Berat Sangat Dry Tidak
Berat Powder
Inhaler
85. Petani Laki-laki 52 Berat Sedang Dry Tidak
Powder
Inhaler
86. Ibu rumah Perempuan 56 Berat Sangat Dry Tidak
tangga Berat Powder
Inhaler
87. Petani Laki-laki 59 Berat Sedang Nebulizer Tidak
88. Petani Laki-laki 57 Berat Sangat Dry Tidak
Berat Powder
Inhaler
89. Ibu rumah Perempuan 73 Berat Sangat Dry Tidak
tangga Berat Powder
Inhaler
90. Wiraswasta Laki-laki 42 Berat Sangat Dry Tidak
Berat Powder
Inhaler
91. Penganggur Perempuan 76 Berat Sedang Nebulizer Tidak
an
92. Wiraswasta Laki-laki 63 Berat Sangat Dry Tidak
Berat Powder
Inhaler
93. Petani Laki-laki 64 Berat Sangat Nebulizer Ya
Berat
94. Ibu rumah Perempuan 65 Berat Ringan Metered Tidak
tangga Dose
Inhaler
95. Pensiunan Laki-laki 70 Berat Sangat Metered Tidak
Berat Dose
Inhaler
73
Inhaler
110. Guru Laki-laki 54 Berat Sangat Metered Tidak
Berat Dose
Inhaler
111. Pensiunan Laki-laki 68 Berat Ringan Metered Tidak
Dose
Inhaler
112. Wiraswasta Laki-laki 50 Berat Sangat Metered Tidak
Berat Dose
Inhaler
113. Petani Laki-laki 47 Berat Sangat Metered Tidak
Berat Dose
Inhaler
114. Petani Laki-laki 48 Berat Sangat Metered Tidak
Berat Dose
Inhaler
115. PNS Laki-laki 59 Berat Berat Metered Tidak
Dose
Inhaler
116. Wiraswasta Laki-laki 59 Berat Berat Metered Tidak
Dose
Inhaler
117. Pegawai Laki-laki 32 Berat Ringan Metered Tidak
swasta Dose
Inhaler
118. Petani Laki-laki 67 Berat Ringan Metered Tidak
Dose
Inhaler
119. PNS Laki-laki 61 Berat Sangat Metered Tidak
Berat Dose
Inhaler
120. Wiraswasta Laki-laki 61 Berat Sangat Metered Tidak
Berat Dose
Inhaler
121. Petani Laki-laki 81 Berat Sedang Metered Tidak
Dose
Inhaler
122. Wiraswasta Laki-laki 64 Berat Berat Metered Tidak
Dose
75
Inhaler
123. Pegawai Laki-laki 63 Berat Sangat Metered Tidak
swasta Berat Dose
Inhaler
124. Pegawai Laki-laki 61 Berat Ringan Metered Tidak
swasta Dose
Inhaler
125. Wiraswasta Laki-laki 49 Berat Sedang Metered Tidak
Dose
Inhaler
126. Pensiunan Laki-laki 61 Berat Berat Metered Tidak
Dose
Inhaler
127. Pensiunan Perempuan 64 Berat Sangat Nebulizer Tidak
Berat
128. Wiraswasta Laki-laki 63 Berat Berat Metered Tidak
Dose
Inhaler
129. Pensiunan Laki-laki 65 Berat Sangat Metered Tidak
Berat Dose
Inhaler
130. Wiraswasta Laki-laki 80 Berat Sangat Metered Tidak
Berat Dose
Inhaler
131. Wiraswasta Laki-laki 63 Berat Sangat Metered Ya
Berat Dose
Inhaler
132. PNS Laki-laki 55 Berat Ringan Metered Tidak
Dose
Inhaler
133. Wiraswasta Laki-laki 55 Berat Berat Dry Tidak
Powder
Inhaler
134. PNS Laki-laki 63 Berat Berat Metered Tidak
Dose
Inhaler
135. Ibu rumah Perempuan 47 Berat Sangat Metered Tidak
tangga Berat Dose
Inhaler
76
Berat Powder
Inhaler
150. Ibu rumah Perempuan 50 Berat Sangat Dry Tidak
tangga Berat Powder
Inhaler
151. Wiraswasta Laki-laki 44 Berat Sangat Dry Tidak
Berat Powder
Inhaler
152. TNI & Laki-laki 57 Berat Sangat Metered Tidak
POLRI Berat Dose
Inhaler
153. Wiraswasta Laki-laki 73 Berat Sedang Metered Tidak
Dose
Inhaler
154. Petani Laki-laki 69 Berat Sangat Metered Tidak
Berat Dose
Inhaler
155. Wiraswasta Laki-laki 56 Berat Sangat Metered Tidak
Berat Dose
Inhaler
156. Wiraswasta Laki-laki 44 Berat Ringan Metered Tidak
Dose
Inhaler
157. Petani Laki-laki 59 Berat Berat Metered Ya
Dose
Inhaler
158. PNS Laki-laki 47 Berat Berat Metered Tidak
Dose
Inhaler
159. Wiraswasta Laki-laki 40 Berat Ringan Metered Tidak
Dose
Inhaler
160. Pensiunan Laki-laki 76 Berat Sedang Dry Tidak
Powder
Inhaler
161. Petani Laki-laki 57 Berat Sangat Metered Tidak
Berat Dose
Inhaler
162. Ibu rumah Perempuan 77 Berat Sedang Dry Tidak
tangga Powder
78
Inhaler
163. Petani Laki-laki 71 Berat Sangat Metered Tidak
Berat Dose
Inhaler
164. Ibu rumah Perempuan 65 Berat Ringan Metered Tidak
tangga Dose
Inhaler
165. PNS Perempuan 63 Berat Sedang Metered Tidak
Dose
Inhaler
166. Petani Laki-laki 67 Berat Sangat Metered Tidak
Berat Dose
Inhaler
167. Ibu rumah Perempuan 67 Berat Sangat Metered Tidak
tangga Berat Dose
Inhaler
168. Wiraswasta Laki-laki 50 Berat Berat Metered Tidak
Dose
Inhaler
169. Wiraswasta Laki-laki 57 Berat Sangat Metered Tidak
Berat Dose
Inhaler
170. Wiraswasta Laki-laki 54 Berat Berat Metered Tidak
Dose
Inhaler
79
LAMPIRAN 8
HASIL OUTPUT DATA
Jenis Kelamin
Usia
Statistics
Usia
Valid 170
N
Missing 0
Mean 60,90
Median 61,00
Mode 63
Minimum 32
Maximum 81
Pekerjaan
Tukang 1 ,6 ,6 87,1
Pedagang 1 ,6 ,6 88,8
Nelayan 1 ,6 ,6 98,8
Supir 1 ,6 ,6 99,4
81
Guru 1 ,6 ,6 100,0
Status Merokok
Derajat PPOK
Jenis Inhalasi
Fasilitas Rehabilitasi