Anda di halaman 1dari 97

SKRIPSI

KARAKTERISTIK PENDERITA PENYAKIT PARU

OBSTRUKTIF KRONIK YANG BEROBAT JALAN DI

RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN PADA TAHUN 2015

Oleh:

AZIZ ACHMAD

130100399

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2017
KARAKTERISTIK PENDERITA PENYAKIT PARU

OBSTRUKTIF KRONIK YANG BEROBAT JALAN DI

RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN PADA TAHUN 2015

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh


kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh:

AZIZ ACHMAD

130100399

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2017
i

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik


yang Berobat Jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam
Malik Medan pada Tahun 2015

Nama : Aziz Achmad

NIM : 130100399

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. dr. Amira Permatasari, M.Ked(Paru), Sp.P(K) dr. Irina Kemala,


M.Ked(Neu), Sp.S
NIP.196911071999032002 NIP.
198009032006042001

Ketua Penguji Anggota Penguji

dr. Riyadh Ikhsan, M.Ked(DV), Sp.KK dr. Maya


Savira, M.Kes

NIP. 197705312005011003 NIP.


197611192003122001

Medan, Januari 2017


Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
ii

Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S(K)


NIP. 196605241992031002
ABSTRAK
Latar Belakang : Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), merupakan penyakit
yang dapat dicegah dan diobati, ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang
terus-menerus yang biasanya progresif dan berhubungan dengan meningkatnya
respons inflamasi kronik dalam saluran udara dan paru-paru terhadap partikel atau
gas. Eksaserbasi dan komorbiditas berkontribusi pada keseluruhan keparahan
pasien. PPOK akan menjadi penyebab kematian ketiga di dunia pada tahun 2030.
Hal ini terjadi karena meningkatnya jumlah perokok aktif sebagai penyebab utama
dari PPOK, dan juga bertambahnya usia harapan hidup.
Objektif : Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat karakteristik
pasien PPOK yang berobat jalan.
Metode : Penelitian ini mengunakan metode deskriptif dengan pendekatan sekat
lintang (cross sectional). Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2016 di
RSUP. H. Adam Malik Medan. Pada penelitian ini digunakan teknik pengambilan
sampel, yaitu total sampling dengan jumlah keseluruhan sampel 170 orang. Data
dikumpulkan dengan cara melihat rekam medis pasien. Data diolah dan disajikan
dalam bentuk tabel.
Hasil : Dari 170 orang responden terdapat jumlah pasien terbanyak adalah laki
laki sebanyak 146 orang (85,9%), jumlah pasien usia terbanyak adalah yang
berusia 63 tahun tahun, jumlah pekerjaan pasien terbanyak adalah wiraswasta
sebanyak 47 orang (27,6%), jumlah pasien berdasarkan status merokok terbanyak
adalah status merokok berat sebanyak 170 orang (100%), jumlah pasien
berdasarkan derajat PPOK terbanyak adalah sangat berat sebanyak 79 orang
(46,5%), jumlah pasien berdasarkan jenis inhalasi yang digunakan adalah Metered
Dose Inhaler sebanyak 79 orang (46,5%), dan jumlah pasien berdasarkan
penggunaan fasilitas rehabilitasi adalah tidak menggunakan sebanyak 160 orang
(94,1%).
Kesimpulan : Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa merokok
merupakan faktor risiko utama dari PPOK dan diperlukan deteksi dini dengan
spirometri.
Kata kunci : Karakteristik, PPOK, Rawat Jalan, RSUP HAM
iii

ABSTRACT
Background : Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD), a common
preventable and treatable disease, is characterized by persistent airflow limitation
that is usually progressive and associated with an enhanced chronic inflammatory
response in the airways and the lung to noxious particles or gases. Exacerbations
and comorbidities contribute to the overall severity in individual patients. COPD
will become the third leading cause of death in the world in 2030. This is due to
the increased number of active smokers as the main cause of COPD, as well as
increasing life expectancy.
Objective : This research was conducted to describe the characteristics of COPD
outpatients.
Method : This research uses cross sectional method. This research was conducted
in September 2016 in RSUP. H. Adam Malik Medan. This research uses
consecutive sampling technique with 170 samples. All datas were collected by
reviewing patients medical records. Data is processed and presented in tables.
Result : Of the 170 respondents, the highest percentage of samples are men with
146 samples (85,9%), aged 63 years old, entrepreneur with 47 samples (27,6%),
severe smoking status with 170 samples (100%), very severe COPD with 79
samples (46,5%), using Metered Dose Inhaler with 79 samples (46,5%), and not
using any rehabilitation facility with 160 samples (94,1%).
Conclusion : Based on this research, it can be concluded that smoking is a major
risk factor from COPD and early detection is required with spirometry.
Keyword : Characteristic, COPD, Outpatient, RSUP HAM
iv

KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur saya panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat
limpahan Rahmat dan Karunianya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan judul Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik yang
Berobat Jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada
Tahun 2015 tepat pada waktunya. Skripsi ini dibuat dalam rangka pembelajaran
dan juga untuk mencukupi salah satu syarat untuk medapat kelulusan Sarjana
Kedokteran. Saya menyadari bahwa tanpa bimbingan dan bantuan dari berbagai
pihak sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikannya skripsi ini. Oleh karena
ini saya mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. dr. Aldy Syafruddin Rambe, Sp.S(K) selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara atas izin penelitian yang telah
diberikan.
2. Dr. dr. Amira Permatasari Tarigan, M.Ked(Paru), Sp.P(K) dan dr. Irina
Kemala Nasution, M.Ked(Neu), Sp.S selaku dosen pembimbing yang telah
menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing saya dalam
penyusunan skipsi saya, sehingga saya dapat menyelesaikan dengan baik
dan tepat waktu.
3. dr. Riyadh Ikhsan, M.Ked(DV), Sp.KK dan dr. Maya Savira, M.Kes selaku
dosen penguji yang telah memberi ide, kritik, dan saran sehingga skripsi
ini menjadi lebih baik.
4. dr. Ramona Duma Sari Lubis, Sp.KK selaku dosen penasehat akademik
penulis selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara
5. Rasa hormat dan terimakasih yang tidak terhingga penulis persembahkan
untuk orang tua penulis, ayahanda Ir. H. Syahrizal, MT dan ibunda Dra.
Hj. Siti Yusra, serta saudara saya M. Yuriza Akbar dan Luthfi Wal Ikram
atas doa, perhatian dan dukungan tanpa henti yang selama ini dan akan
terus penulis terima.
v

6. Kepada abang senior dr. Harmen Reza Siregar dan Baginda Asyraf
Hasibuan, S.Ked atas bantuannya telah membantu dalam pengerjaan dan
penyelesaian skripsi saya
7. Teman terdekat saya yang selalu mendukung khususnya Devi Nur Harvita,
Refky Rafenska, Aldo Maududi, Abidzar Al-Ghifari, Aufar Al-Wafi, Juan
Sahputra, M. Khadafi, M. Fahri Pulungan, Raihan Muyassar, Rendy
Irdansyah, Davin Navianda, Heru Muhardika, M. Irfan Habibi, Ari
Martua, Gilang Satya, Andi Manaf, T. Fairuz Jasmine, Rahmita Dewi,
Novita Sari, Dwi Citra, Isvatianti Sabrina.
8. Teman teman seangkatan di FK USU, M. Khairul Akbar, M. Yakub
Adira, M. Rifqi Mafazi, Jonathan Wibisana, M. Huda Wirautama, Yan
Hasqi, M. Hafiz Mahruzza, Irfan Julio, Teguh Pangestu, Akmal Ashrof, M.
Fikri Ardinata, Al-Maarij Akbar, Teuku M. Syiva, Arie Fandy, Herman
Ivan, Jason Affendy, Juswandy Ivanco, Kevin Prathama, M. Rahman, M.
Ridho, Fahdlul Ridho, Fara Haura, Novy Soraya, Ibtisam Aulia, Natassya
Sandra, Cut Farah, Anggi Cantika, Cut Putri Astritd, Almira Wynona,
Nadia Iftari teman-teman seangkatan 2013 lainnya, kelompok praktikum
A-4, dan teman - teman serta seluruh staf pengajar dan civitas akademika
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara atas bantuan, dukungan,
cerita, pengalaman dan keceriaan selama tujuh semester menjalani
pendidikan disini.

Akhir kata, saya berharap Tuhan membalas segala kebaikan semua pihak yang
telah membantu saya, semoga skripsi ini dapat diterima dan bermanfaat bagi
pengembangan ilmu selanjutnya.

Medan, 4 Desember 2016


Penulis,

(Aziz Achmad)
NIM: 130100399
DAFTAR ISI
vi

Halaman
Lembar Pengesahan i
Abstrak ii
Abstract iii
Kata Pengantar iv
Daftar Isi vi
Daftar Tabel ix
Daftar Gambar x
Daftar Lampiran xi
Daftar Singkatan xii

BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1.Latar Belakang 1
1.2.Rumusan Masalah 2
1.3.Tujuan Penelitian 3
1.3.1.Tujuan umum 3
1.3.2.Tujuan khusus 3
1.4.Manfaat Penelitian 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Definisi 5
2.2. Etiologi 5
2.3. Patologi 6
2.4. Patofisiologi 6
2.5. Klasifikasi 9
2.6. Faktor Risiko 9
2.7. Diagnosis 10
2.8. Tatalaksana 15
2.9. Komplikasi 39
2.10.Prognosis 39
BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA
vii

KONSEP PENELITIAN 40
3.1.Kerangka Teori Penelitian 40
3.2.Kerangka Konsep Penelitian 41

BAB 4 METODE PENELITIAN 42


4.1.Jenis Penelitian 42
4.2.Waktu dan Tempat Penelitian 42
4.3.Populasi dan Sampel 42
4.3.1.Populasi penelitian 42
4.3.2.Sampel penelitian 42
4.4.Teknik dan Pengumpulan Data 43
4.5.Pengolahan dan Analisa Data 43
4.6.Definisi Operasional 43

BAB 5 HASIL PENELITIAN 45


5.1.Hasil Penelitian 45
5.1.1.Deskripsi lokasi penelitian 45
5.1.2.Deskripsi karakteristik 45
5.1.3 Hasil analisis data 47
5.2.Pembahasan 49
5.2.1.Gambaran karakteristik sampel menurut jenis kelamin 50
5.2.2.Gambaran karakteristik sampel menurut usia 51
5.2.3.Gambaran distribusi frekuensi pasien PPOK berdasarkan
pekerjaan 51
5.2.4.Gambaran distribusi frekuensi pasien PPOK berdasarkan
status merokok 52
5.2.5.Gambaran distribusi frekuensi pasien PPOK berdasarkan derajat
PPOK 53
5.2.6.Gambaran distribusi frekuensi pasien PPOK berdasarkan jenis
inhalasi yang digunakan 53
5.2.7.Gambaran distribusi frekuensi pasien PPOK berdasarkan
viii

menggunakan fasilitas rehabilitasi 53

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 55


6.1.Kesimpulan 55
6.2.Saran 56

DAFTAR PUSTAKA 57
LAMPIRAN

DAFTAR TABEL
ix

Nomor Judul Halaman

2.1. Klasifikasi PPOK 9

4.1 Definisi Operasional 43

5.1. Distribusi Sampel Menurut Jenis Kelamin 46

5.2. Distribusi Sampel Menurut Usia 46

5.3. Distribusi Pasien dengan PPOK Berdasarkan Pekerjaan 47

5.4. Distribusi Pasien dengan PPOK Berdasarkan

Status Merokok 48

5.5. Distribusi Pasien dengan PPOK Berdasarkan Derajat PPOK 48

5.6. Distribusi Pasien dengan PPOK Berdasarkan Jenis Inhalasi yang

Digunakan 49

5.7. Distribusi Pasien dengan PPOK Berdasarkan Menggunakan

Fasilitas Rehabilitasi 49
x

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

3.1. Kerangka Teori Penelitian 39

3.2. Kerangka Konsep Penelitian 40


xi

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Daftar Riwayat Hidup

2 Surat Izin Survei Awal

Penelitian RSUP. H. Adam


Malik Medan
3 Ethical Clearance

4 Surat Izin Penelitian RSUP.


H. Adam Malik Medan
5 Surat Izin Penelitian RSUP.
H. Adam Malik Medan
6 Surat Izin Penelitian RSUP.
H. Adam Malik Medan
7 Data Induk

8 Hasil Output Data


xii

DAFTAR SINGKATAN

ATS : American Thoracic Society


BBLR : Berat Badan Lahir Rendah
BiPAP : Bilevel Positive Airway Pressure
BRVP : Bedah Reduksi Volume Paru
COPD : Chronic Obstructive Pulmonary Disease
CPAP : Continous Positive Airway Pressure
CO2 : Karbon dioksida
DEPKES : Departemen Kesehatan Republik Indonesia
EGFR : Estimated Glomerular Filtration Rate
IB : Indeks Brinkman
ICU : Intensive Care Unit
KPT : Kapasitas Paru Total
KRF : Kapasitas Residu Fungsional
KVP : Kapasitas Vital Paksa
LTOT : Long Term Oxygen Theraphy
LVRS : Lung Volume Reduction Surgery
MVV : Maximum Voluntary Ventilation
NIPPV : Noninvasive Intermitten Positive Pressure Ventilation
NPV : Negative Pressure Ventilation
O2 : Oksigen
PPOK : Penyakit Paru Obstruktif Kronik
RISKESDAS : Riset Kesehatan Dasar
RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat
SKRT : Survei Kesehatan Rumah Tangga
VAP : Ventilator Acquired Pneumonia
VA / Q : Ventilation and Perfusion
xiii

VEP1 : Volume Ekpirasi Paksa dalam 1 detik


PaO2 : Tekanan parsial oksigen dalam darah arteri
PaCO2 : Tekanan parsial karbon dioksida dalam darah arteri
PCO2 : Tekanan parsial karbon dioksida
VO2 : Volume maksimal oksigen
VR : Volume Residu
WHO : World Health Organization
1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), merupakan penyakit yang dapat


dicegah dan diobati, ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang terus-menerus
yang biasanya progresif dan berhubungan dengan meningkatnya respons inflamasi
kronik dalam saluran udara dan paru-paru terhadap partikel atau gas. Eksaserbasi
dan komorbiditas berkontribusi pada keseluruhan keparahan pasien.1

Penyakit paru obstruktif kronik merupakan penyebab utama morbiditas dan


mortalitas di seluruh dunia dan menghasilkan beban ekonomi dan sosial yang
besar dan terus meningkat. Menghirup asap rokok dan partikel berbahaya lainnya
seperti asap dari bahan bakar biomassa menyebabkan peradangan paru-paru,
dimana peradangan tersebut mengalami modifikasi pada pasien PPOK. Respon
inflamasi kronis ini dapat menyebabkan kerusakan jaringan parenkim
(mengakibatkan emfisema), dan mengganggu perbaikan normal dan mekanisme
pertahanan (yang mengakibatkan fibrosis saluran napas kecil). Perubahan
patologis ini menyebabkan terperangkapnya udara dan keterbatasan aliran udara
yang progresif, dan mengakibatkan sesak napas dan gejala karakteristik lain dari
PPOK.1

Menurut World Health Organization (WHO) tahun 1990 PPOK menempati


urutan keenam sebagai penyebab kematian di dunia, tahun 2002 PPOK
menempati urutan kelima sebagai penyebab kematian di dunia, dan WHO
memprediksi tahun 2030 PPOK akan menempati urutan ketiga sebagai penyebab
kematian di dunia.2,3,4 Prevalensi dari PPOK meningkat, tahun 1994 kira-kira 16,2
juta laki-laki dan perempuan menderita PPOK di Amerika dan lebih dari 52 juta
individu di dunia.5

Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen


Kesehatan Republik Indonesia (DEPKES) tahun 1986 asma, bronkitis kronik dan
2

emfisema menduduki peringkat kelima sebagai penyebab kesakitan terbanyak dari


10 penyebab kesakitan utama. SKRT DEPKES 1992 menunjukkan angka
kematian karena asma, bronkitis kronik dan emfisema menduduki peringkat
keenam dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia. Dari hasil Riset
Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013 menunjukkan bahwa prevalensi PPOK di
Indonesia sebanyak 3,7%.6,7

Berdasarkan penelitian Sitepu (2011) di RS Tembakau Deli Medan pada tahun


2011, proporsi penderita berdasarkan kelompok umur 60-74 yaitu 40,0%, dengan
proporsi laki-laki 97,1% dan perempuan 2,9%. Sedangkan berdasarkan status
merokok diperoleh proporsi tertinggi adalah perokok yaitu 91,4% dengan rata-rata
konsumsi adalah 18 batang rokok / hari dan lama merokok adalah 28,22 tahun.
Sebagian besar penderita mengkonsumsi rokok filter 82,9% dan berdasarkan
indeks brinkman sebagian besar penderita termasuk kedalam perokok sedang
48,6%.8

Penyakit paru obstruktif kronik merupakan salah satu penyakit pernapasan


kronik. Penyakit pernapasan kronik dilaporkan ada sebanyak 4 juta kasus
kematian pertahunnya dan 4% -nya adalah dari penyakit kronik. Asma, rhinitis
alergi, penyakit paru obstuktif kronik (PPOK), dan rhinosinusinitis adalah
penyakit respiratori yang mempunyai morbiditas dan mortalitas yang sangat tinggi
secara global. Penyakit pernapasan kronik yang dapat dicegah mempunyai
dampak utama yang merugikan bagi kualitas hidup, kecatatan, produktivitas, dan
hambatan ekonomi baik untuk individu maupun komunitas.9

Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti berkeinginan untuk mengetahui


karakteristik PPOK yang berobat jalan di RSU Pusat H. Adam Malik pada tahun
2015.

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana karakteristik penderita PPOK yang berobat jalan di RSUP H. Adam


Malik Medan pada tahun 2015?
3

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui karakteristik pasien PPOK yang berobat jalan di RSUP H.


Adam Malik Medan pada tahun 2015.

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui jenis pekerjaan pasien yang berobat jalan di RSUP H.


Adam Malik Medan pada tahun 2015.

b. Untuk mengetahui proporsi jenis kelamin pasien yang berobat jalan di


RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2015.

c. Untuk mengetahui kategori usia tersering yang berobat jalan di RSUP H.


Adam Malik Medan pada tahun 2015.

d. Untuk mengetahui derajat sesak napas pasien PPOK.

e. Untuk mengetahui status merokok beserta jenis rokok yang digunakan


oleh pasien PPOK yang berobat jalan di RSUP H. Adam Malik Medan
pada tahun 2015.

f. Untuk mengetahui jenis inhalasi yang digunakan pasien PPOK yang


berobat jalan di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2015.

g. Untuk mengetahui apakah pasien PPOK yang berobat jalan di RSUP H.


Adam Malik Medan pada tahun 2015 menggunakan fasilitas rehabilitasi
paru atau tidak.

1.4. Manfaat Penelitian

a. Bidang Penelitian: Hasil penelitian diharapkan dapat dipakai sebagai data


dasar untuk penelitian lebih lanjut mengenai karakteristik penderita PPOK
yang berobat jalan dan selanjutnya dapat digunakan sebagai dasar
penatalaksanaan penderita PPOK yang berobat jalan.
4

b. Bidang Pendidikan: Penelitian ini diharapkan sebagai sarana untuk melatih


berfikir secara logis dan sistematis serta mampu menyelenggarakan suatu
penelitian berdasarkan metode yang baik dan benar,

c. Bidang Pelayanan Masyarakat: Hasil penelitian ini diharapkan dapat


menjadi sumber informasi yang benar bagi masyarakat tentang karakteristik
penderita PPOK yang berobat jalan.
5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), merupakan penyakit yang dapat


dicegah dan diobati, ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang terus-menerus
yang biasanya progresif dan berhubungan dengan meningkatnya respons inflamasi
kronik dalam saluran udara dan paru-paru terhadap partikel atau gas. Eksaserbasi
dan komorbiditas berkontribusi pada keseluruhan keparahan pasien.1

2.2. Etiologi

Di antara penyebab utama PPOK, peran merokok tembakau diakui dengan


baik dan sesuai, studi terbaru dari PPOK telah sebagian besar difokuskan pada
merokok daripada populasi non-merokok.10

Namun, ada bukti saat ini yang tidak pernah perokok juga dapat
mengembangkan obstruksi aliran udara-kronis dan dengan demikian mungkin
terdiri sebagian besar gangguan ini.11

Menurut sebuah tinjauan terbaru dari American Thoracic Society (ATS),


proporsi besar kasus PPOK tidak terkait dengan merokok, terutama di kalangan
perempuan dan warga negara-negara berkembang.12

Beberapa faktor telah terlibat seperti paparan kerja dan masalah pernapasan di
masa kecil sebagai penyebab obstruksi saluran udara. polusi luar ruangan udara,
perokok pasif, biomassa asap dan asma kronik penyebab penurunan fungsi paru-
paru dan obstruksi saluran napas yang ireversibel antara perokok terkemuka.
6

2.3. Patologi

Penyakit paru obstruktif kronik juga mencakup dua penyakit, yaitu emfisema
dan bronkitis kronik. Emfisema merupakan penyakit yang ditandai dengan
pembesaran permanen rongga udara yang terletak distal dari bronkiolus terminal,
disertai destruksi dinding rongga tersebut. Bronkitis kronik merupakan
peradangan bronkus yang terjadi dalam waktu yang sama.13
Tumbukan partikel asap, terutama di percabangan bronkiolus respiratorik,
mungkin menyebabkan influks neutrofil dan makrofag, kedua sel tersebut
mengeluarkan protease. Peningkatan aktivitas protease yang terletak di regio
sentriasinar menyebabkan terbentuknya emfisema pola sentriasinar seperti
ditemukan pada perokok. Kerusakan jaringan diperhebat oleh inaktivasi
antriprotease (yang bersifat protektif) oleh spesies oksigen reaktif yang terdapat
dalam asap rokok. Skema ini juga menjelaskan pengaruh merokok dan defisiensi
antitripsin-1 dalam memperparah penyakit obstruksi jalan napas yang serius.13
Pada bronkitis kronik terdapat gambaran khas seperti hipersekresi mukus,
yang dimulai di saluran napas besar. Meskipun faktor penyebab terpenting adalah
merokok, polutan udara lain, seperti sulfur dioksida dan nitrogen dioksida, juga
berperan. Berbagai iritan ini memicu hipersekresi kelenjar mukosa bronkus,
menyebabkan hipertrofi kelenjar mukosa, dan menyebabkan pembentukan
metaplastik sel goblet penghasil musin di epitel permukaan bronkus.13

2.4. Patofisiologi
a.
Aliran Udara dan Udara Yang Terjebak. Luasnya peradangan, fibrosis, dan
eksudat luminal di saluran udara kecil berkorelasi dengan penurunan VEP1
dan rasio VEP1 / KVP, dan mungkin penurunan VEP1 yang lebih cepat
merupakan karakteristik PPOK. Obstruksi jalan napas perifer ini akan
memerangkap udara selama ekspirasi, mengakibatkan hiperinflasi.
Meskipun emfisema lebih terkait dengan kelainan pertukaran gas
dibandingkan dengan pengurangan VEP1, hal ini berkontribusi
memerangkap udara selama ekspirasi. Hal ini terutama terjadi ketika lipatan
7

alveolar ke saluran udara kecil hancur ketika penyakit menjadi lebih berat.
Hiperinflasi mengurangi kapasitas inspirasi sehingga meningkatkan
kapasitas fungsional residual, khususnya selama latihan (hiperinflasi
dinamis), mengakibatkan peningkatan dyspnea dan keterbatasan kapasitas
latihan. Faktor-faktor ini berkontribusi terhadap gangguan kontraktilitas
intrinsik otot pernapasan; hal ini berujung kepada peningkatan regulasi
sitokin pro-inflamasi lokal. Diperkirakan bahwa hiperinflasi berkembang
pada awal penyakit dan merupakan mekanisme utama untuk dyspnea saat
aktivitas. Bronkodilator yang bekerja pada saluran udara perifer mengurangi
terperangkapnya udara, sehingga mengurangi volume paru-paru dan
meningkatkan gejala dan kapasitas latihan. 1
b.
Kelainan Pertukaran Gas. Kelainan pertukaran gas mengakibatkan
hipoksemia dan hiperkapnia, dan berperan pada beberapa mekanisme pada
PPOK. Secara umum, transfer gas oksigen dan karbon dioksida memburuk
sesuai dengan perkembangan penyakit. ventilasi berkurang mungkin juga
karena berkurangnya pergerakan dinding dada. Hal ini dapat menyebabkan
retensi karbon dioksida ketika dikombinasikan dengan berkurangnya
ventilasi karena obstruksi berat dan hiperinflasi ditambah dengan gangguan
otot pernafasan. Kelainan pada ventilasi alveolar dan dinding pembuluh
darah paru lebih memperburuk kelainan VA / Q.1
c.
Hipersekresi mukus. Hipersekresi mukus, mengakibatkan batuk produktif
kronik, merupakan fitur bronkitis kronik dan belum tentu terkait dengan
keterbatasan aliran udara. Sebaliknya, tidak semua pasien dengan PPOK
memiliki gejala hipersekresi mukus. Ketika terdapat, itu adalah karena
peningkatan jumlah sel goblet dan pembesaran kelenjar submukosa sebagai
respon iritasi saluran napas kronik dengan asap rokok dan agen berbahaya
lainnya. Beberapa mediator dan protease merangsang hipersekresi mukus
dan banyak dari mereka mengerahkan efek mereka melalui aktivasi reseptor
faktor pertumbuhan epidermal (EGFR).1
8

d.
Hipertensi paru. Hipertensi pulmonal dapat mengembangkan terlambat
dalam perjalanan dari PPOK dan terutama karena vasokonstriksi hipoksia
arteri pulmonalis kecil, akhirnya menghasilkan perubahan struktural yang
meliputi hiperplasia intima dan kemudian hipertrofi/hiperplasia otot polos.
Ada respon inflamasi pada pembuluh mirip dengan yang terlihat di saluran
udara dan bukti disfungsi sel endotel. Hilangnya kapiler paru pada emfisema
juga dapat menyebabkan peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru.
hipertensi paru progresif dapat menyebabkan hipertrofi ventrikel kanan dan
akhirnya gagal jantung sisi kanan.1
e.
Eksaserbasi. Eksaserbasi gejala pernapasan sering terjadi pada pasien
dengan PPOK, dipicu oleh infeksi bakteri atau virus (yang mungkin hidup
berdampingan), polusi lingkungan, atau faktor yang tidak diketahui. Pasien
dengan episode bakteri dan virus memiliki respon karakteristik dengan
peningkatan peradangan. Selama eksaserbasi pernapasan ada peningkatan
hiperinflasi dan perangkap udara, dengan mengurangi aliran ekspirasi,
sehingga menyebabkan peningkatan dyspnea. Ada juga perburukan VA / Q,
yang dapat mengakibatkan hipoksemia. Kondisi lain (pneumonia,
tromboemboli, dan gagal jantung akut) dapat meniru atau memperburuk
eksaserbasi PPOK.1
f.
Fitur sistemik. Semakin diakui bahwa banyak pasien dengan PPOK
memiliki komorbiditas yang memiliki dampak besar pada kualitas hidup dan
ketahanan hidup. Keterbatasan aliran udara dan khususnya hiperinflasi
mempengaruhi fungsi dan pertukaran gas. mediator inflamasi dalam
sirkulasi dapat menyebabkan atrofi otot skeletal dan kakheksia, dan dapat
memulai atau memperburuk penyakit penyerta seperti penyakit jantung
iskemik, gagal jantung, osteoporosis, anemia normositik, diabetes, sindrom
metabolik, dan depresi.1
9

2.5. Klasifikasi

Klasifikasi PPOK berdasarkan dari manifestasi klinis dan hasil uji faal paru
yaitu PPOK derajat I ringan, PPOK derajat II sedang, PPOK derajat III berat, dan
PPOK derajat IV sangat berat, seperti terlihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Klasifikasi PPOK14

Derajat Klinis Faal Paru

Gejala klinis (batuk, produksi sputum) Normal

Derajat I : Gejala batuk kronik dan produksi sputum VEP1 / KVP < 70%.
PPOK Ringan ada tetapi tidak sering. Pada derajat ini
VEP1 80% prediksi
penderita sering tidak menyadari bahwa
faal paru mulai menurun

Derajat II : Gejala sesak mulai dirasakan saat VEP1 / KVP < 70%
PPOK Sedang aktivitas dan kadang ditemukan gejala
50% < VEP1 < 80% prediksi
batuk dan produksi sputum. Pada derajat
ini biasanya penderita mulai
memeriksakan kesehatannya
Derajat III : Gejala sesak lebih berat, penurunan VEP1 / KVP < 70%
PPOK Berat aktivitas, rasa lelah dan serangan
30% < VEP1 < 50% prediksi
eksaserbasi semakin sering dan
berdampak pada kualitas hidup penderita

Derajat IV : Gejala di atas ditambah tanda-tanda gagal VEP1 / KVP < 70%
Sangat Berat napas atau gagal jantung kanan dan
VEP1 < 30% prediksi atau
ketergantungan oksigen. Pada derajat ini
VEP1 < 50% prediksi disertai
kualitas hidup penderita memburuk dan
gagal napas kronik
jika eksaserbasi dapat mengancam jiwa

2.6. Faktor Risiko

Beberapa hal yang berkaitan dengan risiko timbulnya PPOK sampai saat ini:
a.
Kebiasaan merokok merupakan satu - satunya penyebab kausal yang
terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya.
10

Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan :

1) Riwayat merokok

a) Perokok aktif
b) Perokok pasif
c) Bekas perokok
2)Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian
jumlah rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok
dalam tahun :
a) Ringan : 0-200
b) Sedang : 200-600
c) Berat : >600
b.
Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja
c.
Stres oksidatif yaitu ketidakseimbangan antara oksidan dan anti oksidan
memegang peranan penting pada PPOK
d.
Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang
e.
Sosial ekonomi
f.
Asma
g.
Tumbuh kembang paru
Berat lahir dapat mempengaruhi nilai VEP1 pada masa anak.
h.
Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia.14,15

2.7. Diagnosis

Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala
ringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan jelas dan
tanda inflasi paru.

Diagnosis PPOK di tegakkan berdasarkan :

a. Gambaran klinis

3) Anamnesis
11

a) Keluhan

b) Riwayat Penyakit

c) Faktor Predisposisi

4) Pemeriksaan fisik

b. Pemeriksaan penunjang

3) Pemeriksaan rutin

4) Pemeriksaan khusus

a. Gambaran Klinis

1) Anamnesis

a) Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala


pernapasan.

b) Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja.


c) Riwayat penyakit emfisema pada keluarga.
d)Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir
rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok
dan polusi udara.
e) Batuk berulang dengan atau tanpa dahak.
f) Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi.

2) Pemeriksaan fisik

Penyakit paru obstruktif kronik dini umumnya tidak ada kelainan

a) Inspeksi

(1) Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu).


(2) Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding).
(3) Penggunaan otot bantu napas.
(4) Hipertropi otot bantu napas.
(5) Pelebaran sela iga.
(6) Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis i
leher dan edema tungkai.
(7) Penampilan pink puffer atau blue bloater.

b) Palpasi
12

Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar.

c) Perkusi

Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma


rendah, hepar terdorong ke bawah.

d) Auskultasi

(1) suara napas vesikuler normal, atau melemah.


(2) terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada
ekspirasi paksa.
(3) ekspirasi memanjang.
(4) bunyi jantung terdengar jauh.

Pink puffer

Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan
pernapasan pursed - lips breathing.

Blue bloater

Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat


edema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer.

Pursed - lips breathing

Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan


ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh
untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi sebagai mekanisme tubuh
untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik.

b. Pemeriksaan Penunjang

1) Pemeriksaan rutin
a) Faal paru

(1) Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP , VEP1/KVP)

(2) Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau


VEP1/KVP ( % ). Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80%
VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %.
13

(3) VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai
beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.
(4) Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE
meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan
memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%.

b) Uji bronkodilator

(1) Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan


APE meter. Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8
hisapan, 15 - 20 menit kemudian.
(2) Setelah pemberian bronkodilator inhlasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20
menit kemudiadilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan
VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml.
(3) Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil.

c) Darah rutin

Hb, Ht, leukosit.

d) Radiologi

Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru


lain.

Pada emfisema terlihat gambaran :

(1) Hiperinflasi
(2) Hiperlusen
(3) Ruang retrosternal melebar
(4) Diafragma mendatar
(5) Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop
appearance)

Pada bronkitis kronik :

(1) Normal
(2) Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus

2) Pemeriksaan khusus (tidak rutin)

a) Faal paru
14

Volume Residu (VR), Kapasitas Residu Fungsional (KRF), Kapasitas


Paru Total (KPT), VR/KRF, VR/KPT meningkat

(1) DLCO menurun pada emfisema.


(2) Raw meningkat pada bronkitis kronik.
(3) Sgaw meningkat.
(4) Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %.

b) Uji latih kardiopulmoner

(1) Sepeda statis (ergocycle).


(2) Jentera (treadmill).
(3) Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal.
c) Uji provokasi bronkus
Untuk menilai derajat hipereaktivitas bronkus, pada sebagian kecil PPOK
terdapat hipereaktivitas bronkus derajat ringan
d) Analisis gas darah

Terutama untuk menilai :

(1) Gagal napas kronik stabil.


(2) Gagal napas akut pada gagal napas kronik.

e) Radiologi

(1) CT Scan resolusi tinggi

Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema


atau bula yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos.

(2) Scan ventilasi perfusi

Mengetahui fungsi respirasi paru.

(3) Elektrokardiografi

Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan


hipertrofi ventrikel kanan.

(4) Ekokardiografi

Menilai fungsi jantung kanan.

(5) Bakteriologi
15

Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur


resistensi diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk
memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas berulang
merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di
Indonesia.

(6) Kadar alfa-1 antitripsin

Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema


pada usia muda), defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di
Indonesia.14

2.8. Tatalaksana

a. Penatalaksanaan umum PPOK

Tujuan penatalaksanaan :

1) Mengurangi gejala.
2) Mencegah progesivitas penyakit.
3) Meningkatkan toleransi latihan.
4) Meningkatkan status kesehatan.
5) Mencegah dan menangani komplikasi.
6) Mencegah dan menangani eksaserbasi.
7) Menurunkan kematian.

Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :

a) Edukasi
b) Berhenti merokok
c) Obat obatan
d) Rehabilitasi
e) Terapi oksigen
f) Ventilasi mekanik
g) Nutrisi

Penyakit paru obstruktif kronik merupakan penyakit paru kronik progresif


dan nonreversibel, sehingga penatalaksanaan PPOK terbagi atas (1)
16

penatalaksanaan pada keadaan stabil dan (2) penatalaksanaan pada


eksaserbasi akut.

1) Edukasi

Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada


PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma.
Karena PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti
dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktivitas dan mencegah
kecepatan perburukan fungsi paru. Berbeda dengan asma yang masih
bersifat reversibel, menghindari pencetus dan memperbaiki derajat adalah
inti dari edukasi atau tujuan pengobatan dari asma.

Tujuan edukasi pada pasien PPOK :

a) Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan.


b) Melaksanakan pengobatan yang maksimal.
c) Mencapai aktivitas optimal.
d) Meningkatkan kualitas hidup.

Edukasi PPOK diberikan sejak ditentukan diagnosis dan berlanjut secara


berulang pada setiap kunjungan, baik bagi penderita sendiri maupun bagi
keluarganya. Edukasi dapat diberikan di poliklinik, ruang rawat, bahkan di
unit gawat darurat ataupun di ICU dan di rumah. Secara intensif edukasi
diberikan di klinik rehabilitasi atau klinik konseling, karena memerlukan
waktu yang khusus dan memerlukan alat peraga. Edukasi yang tepat
diharapkan dapat mengurangi kecemasan pasien PPOK, memberikan
semangat hidup walaupun dengan keterbatasan aktivitas. Penyesuaian
aktivitas dan pola hidup merupakan salah satu cara untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien PPOK.

Bahan dan cara pemberian edukasi harus disesuaikan dengan derajat berat
penyakit, tingkat pendidikan, lingkungan sosial, kultural dan kondisi
ekonomi penderita.

Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah

a) Pengetahuan dasar tentang PPOK.


17

b) Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya.

c) Cara pencegahan perburukan penyakit.

d) Menghindari pencetus (berhenti merokok).

e) Penyesuaian aktivitas.

Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan


ditentukan skala prioriti bahan edukasi sebagai berikut :

a) Berhenti merokok

b) Disampaikan pertama kali kepada penderita pada waktu diagnosis


PPOK ditegakkan.

c) Pengunaan obat - obatan

(1) Macam obat dan jenisnya.


(2) Cara penggunaannya yang benar (oral, MDI atau nebuliser).
(3) Waktu penggunaan yang tepat (rutin dengan selangwaku tertentu
atau kalau perlu saja).
(4) Dosis obat yang tepat dan efek sampingnya.

d) Penggunaan oksigen

(1) Kapan oksigen harus digunakan.


(2) Berapa dosisnya.
(3) Mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigen.
(4) Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigen
(5) Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya

Tanda eksaserbasi :

(a) Batuk atau sesak bertambah.


(b) Sputum bertambah.
(c) Sputum berubah warna.

(6) Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi.

(7) Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktivitas.

Edukasi diberikan dengan bahasa yang sederhana dan mudah diterima,


langsung ke pokok permasalahan yang ditemukan pada waktu itu.
Pemberian edukasi sebaiknya diberikan berulang dengan bahan edukasi
18

yang tidak terlalu banyak pada setiap kali pertemuan. Edukasi merupakan
hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil, karena
PPOK merupakan penyakit kronik progresif yang ireversibel

Pemberian edukasi berdasarkan derajat penyakit :

a) Ringan
(1) Penyebab dan pola penyakit PPOK yang ireversibel.
(2) Mencegah penyakit menjadi berat dengan menghindari pencetus,
antara lain berhenti merokok.
(3) Segera berobat bila timbul gejala.
b) Sedang
(1) Menggunakan obat dengan tepat.
(2) Mengenal dan mengatasi eksaserbasi dini.
(3) Program latihan fisik dan pernapasan.

c) Berat
(1) Informasi tentang komplikasi yang dapat terjadi.
(2) Penyesuaian aktivitas dengan keterbatasan.
(3) Penggunaan oksigen di rumah.
2) Berhenti merokok
Berhenti merokok merupakan satu-satunya intervensi yang paling efektif
dalam mengurangi risiko berkembangnya PPOK dan memperlambat
progresivitas penyakit.

Strategi untuk membantu pasien berhenti merokok 5A:

a) Ask (tanyakan)

Mengidentifikasi semua perokok dalam setiap kunjungan

b) Advise (Nasihati)

Dorongan kuat pada semua perokok untuk berhenti merokok

c) Assess (Nilai)

Keinginan untuk berusaha berhenti merokok (misal: dalam 30 hari


kedepan)

d) Assist (Bimbing)
Bantu pasien dengan rencana berhenti merokok, menyediakan
konseling praktis, merekomendasi penggunaan farmakoterapi.
19

e) Arrange (Atur)

Buat jadwal kontak lebih lanjut

3) Obat - obatan
a) Bronkodilator

Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis


bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat
penyakit. Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak
dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat
diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow release) atau obat
berefek panjang (long acting).

Macam - macam bronkodilator :

(1) Golongan antikolinergik

Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping


sebagai bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir
(maksimal 4 kali perhari).

(2) Golongan agonis beta - 2

Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak,


peningkatan jumlah penggunaan dapat sebagai monitor
timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya
digunakan bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk
nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut,
tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk
injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.

(3) Kombinasi antikolinergik dan agonis beta 2

Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek


bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja
yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi
lebih sederhana dan mempermudah penderita.
20

(4) Golongan xantin

Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan


jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan berat.
Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak (pelega
napas), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi
eksaserbasi akut. Penggunaan jangka panjang diperlukan
pemeriksaan kadar aminofilin darah.

b) Anti-inflamasi

Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi
intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan
metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi
jangka panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu
terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan
minimal 250 ml.

c) Antibiotika

Hanya diberikan bila terdapat infeksi.

d) Antioksidan

Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualitas hidup,


digunakan N - asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan
eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang
rutin

e) Mukolitik

Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan


mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik
dengan sputum yang viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK
bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.

f) Antitusif

Diberikan dengan hati - hati


21

g) Phosphodiesterase-4 inhibitor

Diberikan kepada pasien dengan derajat III atau derajat IV dan


memiliki riwayat eksaserbasi dan bronkitis kronik. Phosphodiesterase-
4 inhibitor, roflumilast dapat mengurangi eksaserbasi, diberikan secara
oral dengan glukokortikosteroid. Roflumilast juga dapat mengurangi
eksaserbasi jika dikombinasikan dengan LABA. Sejauh ini belum ada
penelitian yang membandingkan Roflumilast dengan
glukokortikosteroid inhalasi

4) Rehabilitasi PPOK

Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan


memperbaiki kualitas hidup penderita PPOK. Pasien yang dimasukkan ke
dalam program rehabilitasi adalah mereka yang telah mendapatkan
pengobatan optimal yang disertai :

a) Simptom pernapasan berat


b) Beberapa kali masuk ruang gawat darurat
c) Kualitas hidup yang menurun

Program dilaksanakan di dalam maupun diluar rumah sakit oleh suatu


tim multidisiplin yang terdiri dari dokter, ahli gizi, respiratori terapis
dan psikolog. Program rehabilitiasi terdiri dari 3 komponen yaitu :
latihan fisik, psikososial dan latihan pernapasan. Ditujukan untuk
memperbaiki efisiensi dan kapasitas sistem transportasi oksigen.

a) Latihan fisik
Latihan fisik yang baik akan menghasilkan :
(1) Peningkatan VO2 max
(2) Perbaikan kapasitas kerja aerobik maupun anaerobik
(3) Peningkatan cardiac output dan stroke volume
(4) Peningkatan efisiensi distribusi darah
(5) Pemendekkan waktu yang diperlukan untuk recovery
(a) Latihan untuk meningkatkan kemampuan otot pernapasan

Latihan ini diprogramkan bagi penderita PPOK yang mengalami


kelelahan pada otot pernapasannya sehingga tidak dapat
menghasilkan tekanan insipirasi yang cukup untuk melakukan
22

ventilasi maksimum yang dibutuhkan. Latihan khusus pada otot


pernapasam akan mengakibatkan bertambahnya kemampuan
ventilasi maksimum, memperbaiki kualitas hidup dan mengurangi
sesak napas.

Pada pasien yang tidak mampu melakukan latihan endurance,


latihan otot pernapasan ini akan besar manfaatnya. Apabila ke dua
bentuk latihan tersebut bisa dilaksanakan oleh penderita, hasilnya
akan lebih baik. Oleh karena itu bentuk latihan pada penderita
PPOK bersifat individual. Apabila ditemukan kelelahan pada otot
pernapasan, maka porsi latihan otot pernapasan diperbesar,
sebaliknya apabila didapatkan CO2 darah tinggi dan peningkatan
ventilasi pada waktu latihan maka latihan endurance yang
diutamakan.

(b) Endurance exercise


Respons kardiovaskuler tidak seluruhnya dapat terjadi pada
penderita PPOK. Bertambahnya cardiac output maksimal dan
transportasi oksigen tidak sebesar pada orang sehat. Latihan
jasmani pada penderita PPOK akan berakibat meningkatnya
toleransi latihan karena meningkatnya toleransi karena
meningkatnya kapasitas kerja maksimal dengan rendahnya
konsumsi oksigen. Perbaikan toleransi latihan merupakan
resultante dari efisiensinya pemakaian oksigen di jaringan dari
toleransi terhadap asam laktat.
Sesak napas bukan satu-satunya keluhan yang menyebabkan
penderita PPOMJ menghenikan latihannya, faktor lain yang
mempengaruhi ialah kelelahan otot kaki. Pada penderita PPOK
berat, kelelahan kaki mungkin merupakan faktor yang dominan
untuk menghentikan latihannya.
Berkurangnya aktivitas kegiatan sehari-hari akan menyebabkan
penurunan fungsi otot skeletal. Imobilitasasi selama 4 - 6 minggu
akan menyebabkan penurunan kekuatan otot, diameter serat otot,
23

penyimpangan energi dan aktivitas enzim metabolik. Berbaring


ditempat tidur dalam jangka waktu yang lama menyebabkan
menurunnya oxygen uptake dan kontrol kardiovaskuler.

Latihan fisik bagi penderita PPOK dapat dilakukan di dua tempat :

(1) Di rumah

(a) Latihan dinamik.

(b) Menggunakan otot secara ritmis, misal : jalan, joging,


sepeda.

(2) Rumah sakit

(a) Program latihan setiap harinya 15-30 menit selama 4-7 hari
per minggu. Tipe latihan diubah setiap hari. Pemeriksaan
denyut nadi, lama latihan dan keluhan subyektif dicatat.
Pernyataan keberhasilan latihan oleh penderita lebih penting
daripada hasil pemeriksaan subyektif atau obyektif.
Pemeriksaan ulang setelah 6-8 minggu di laboratorium
dapat memberikan informasi yang obyektif tentang beban
latihan yang sudah dilaksanakan.
(b) Dua bentuk latihan dinamik yang tampaknya cocok untuk
penderita di rumah adalah ergometri dan walking-jogging.
Ergometri lebih baik daripada walking- jogging. Begitu
jenis latihan sudah ditentukan, latihan dimulai selama 2-3
menit, yang cukup untuk menaikkan denyut nadi sebesar
40% maksimal. Setelah itu dapat ditingkatkan sampai
mencapai denyut jantung 60%-70% maksimal selama 10
menit. Selanjutnya diikuti dengan 2-4 menit istirahat.
Setelah beberapa minggu latihan ditambah sampai 20-30
menit/hari selama 5 hari perminggu. Denyut nadi maksimal
adalah 220 - umur dalam tahun.
(c) Apabila petunjuk umum sudah dilaksanakan, risiko untuk
penderita dapat diperkecil. walaupun demikan latihan
24

jasmani secara potensial akan dapat berakibat kelainan fatal,


dalam bentuk aritmia atau iskemi jantung. Hal-hal yang
perlu diperhatikan sebelum latihan :
(d) Tidak boleh makan 2-3 jam sebelum latihan.
(e) Berhenti merokok 2-3 jam sebelum latihan.
(f) Apabila selama latihan dijumpai angina, gangguan mental,
gangguan koordinasi atau pusing latihan segera dihentikan
(g) Pakaian longgar dan ringan.

b) Psikososial

Status psikososial pasien perlu diamati dengan cermat dan apabila


diperlukan dapat diberikan obat

c) Latihan Pernapasan

Tujuan latihan ini adalah untuk mengurangi dan mengontrol sesak


napas. Teknik latihan meliputi pernapasan diafragma dan pursed
lips guna memperbaiki ventilasi dan menyinkronkan kerja otot
abdomen dan toraks. Serta berguna juga untuk melatih ekspektorasi
dan memperkuat otot ekstrimitas.

5) Terapi Oksigen

Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang


menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen
merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi
seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ - organ
lainnya.

Manfaat oksigen :

a) Mengurangi sesak.
b) Memperbaiki aktivitas.
c) Mengurangi hipertensi pulmoner.
d) Mengurangi vasokonstriksi.
e) Mengurangi hematokrit.
f) Memperbaiki fungsi neuropsikiatri.
g) Meningkatkan kualitas hidup.

Indikasi :
25

a) PaO2< 60mmHg atau Sat O2 < 90%.


b) PaO2 diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor
Pulmonal, perubahan P pullmonal, Ht >55% dan tanda - tanda
gagal jantung kanan, sleep apnea, penyakit paru lain.

Macam terapi oksigen :

a) Pemberian oksigen jangka panjang.


b) Pemberian oksigen pada waktu aktivitas.
c) Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak.
d) Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal napas.

Terapi oksigen dapat dilaksanakan di rumah maupun di rumah sakit.


Terapi oksigen di rumah diberikan kepada penderita PPOK stabil derajat
berat dengan gagal napas kronik. Sedangkan di rumah sakit oksigen
diberikan pada PPOK eksaserbasi akut di unit gawat darurat, ruang rawat
ataupun ICU. Pemberian oksigen untuk penderita PPOK yang dirawat di
rumah dibedakan :

a) Pemberian oksigen jangka panjang (Long Term Oxygen Therapy =


LTOT).
b) Pemberian oksigen pada waktu aktivitas.
c) Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak.

Terapi oksigen jangka panjang yang diberikan di rumah pada keadaan


stabil terutama bila tidur atau sedang aktivitas, lama pemberian 15 jam
setiap hari, pemberian oksigen dengan nasal kanul 1 - 2 L/mnt. Terapi
oksigen pada waktu tidur bertujuan mencegah hipoksemia yang sering
terjadi bila penderita tidur. Terapi oksigen pada waktu aktivitas bertujuan
menghilangkan sesak napas dan meningkatkan kemampuan aktivitas.
Sebagai parameter digunakan analisis gas darah atau pulse oksimetri.
Pemberian oksigen harus mencapai saturasi oksigen di atas 90%.

Alat bantu pemberian oksigen

(1) Nasal kanul.


(2) Sungkup venturi.
26

(3) Sungkup rebreathing.


(4) Sungkup nonrebreathing.

Pemilihan alat bantu ini disesuaikan dengan tujuan terapi oksigen dan
kondisi analisis gas darah pada waktu tersebut.

6) Ventilasi Mekanik

Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal


napas akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien
PPOK derajat berat dengan napas kronik. Ventilasi mekanik dapat
digunakan di rumah sakit di ruang ICU atau di rumah.

Ventilasi mekanik dapat dilakukan dengan cara :

a) Ventilasi mekanik tanpa intubasi

Ventilasi mekanik tanpa intubasi digunakan pada PPOK dengan gagal


napas kronik dan dapat digunakan selama di rumah.

Bentuk ventilasi mekanik tanpa intubasi adalah Nonivasive


Intermitten Positive Pressure Ventilation (NIPPV) atau Negative
Pressure Ventilation (NPV).

NIPPV dapat diberikan dengan tipe ventilasi :

(1) Volume control.


(2) Pressure control.
(3) Bilevel positive airway pressure (BiPAP).
(4) Continous positive airway pressure (CPAP).

NIPPV bila digunakan bersamaan dengan terapi oksigen terus


menerus (LTOT / Long Term Oxygen Theraphy) akan memberikan
perbaikan yang signifikan pada :

(1) Analisis gas darah.


(2) Kualitas dan kuantitas tidur.
(3) Kualitas hidup.

Indikasi penggunaan NIPPV


27

a) Sesak napas sedang sampai berat dengan penggunaan


muskulus respirasi dan abdominal paradoksal.
b) Asidosis sedang sampai berat pH < 7,30 - 7, 35.
c) Frekuensi napas > 25 kali per menit.

NPV tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan obstruksi saluran


napas atas, disamping harus menggunakan perlengkapan yang tidak
sederhana.

b) Ventilasi mekanik dengan intubasi

Pasien PPOK dipertimbangkan untuk menggunakan ventilasi mekanik


di rumah sakit bila ditemukan keadaan sebagai berikut :

(1) Gagal napas yang pertama kali.


(2) Perburukan yang belum lama terjadi dengan penyebab yang
jelas dan dapat diperbaiki, misalnya pneumonia.
(3) Aktivitas sebelumnya tidak terbatas.

Indikasi penggunaan ventilasi mekanik invasif :

(1) Sesak napas berat dengan penggunaan muskulus respirasi


tambahan dan pergerakan abdominal paradoksal.
(2) Frekuensi napas > 35 permenit.
(3) Hipoksemia yang mengancam jiwa (PaO2 < 40 mmHg).
(4) Asidosis berat pH < 7,25 dan hiperkapni (PaO2 < 60
mmHg).
(5) Henti napas.
(6) Somnolen, gangguan kesadaran.
(7) Komplikasi kardiovaskuler (hipotensi, syok, gagal jantung).
(8) Komplikasi lain (gangguan metabolisme, sepsis,
pneumonia, emboli paru, barotrauma, efusi pleura masif).
(9) Telah gagal dalam penggunaan NIPPV.
Ventilasi mekanik sebaiknya tidak diberikan pada pasien PPOK
dengan kondisi sebagai berikut :
(1) PPOK derajat berat yang telah mendapat terapi maksimal
sebelumnya.
(2) Terdapat penyakit penyerta (ko-morbid) yang berat,
misalnya edema paru, keganasan.
(3) Aktivitas sebelumnya terbatas meskipun terapi sudah
maksimal.
28

Komplikasi penggunaan ventilasi mekanik

(1) VAP (ventilator acquired pneumonia).


(2) Barotrauma.
(3) Kesukaran weaning.

Kesukaran dalam proses weaning dapat diatasi dengan

(1) Keseimbangan antara kebutuhan respirasi dan kapasitas


muskulus respirasi.
(2) Bronkodilator dan obat-obatan lain adekuat.
(3) Nutrisi seimbang.
(4) Dibantu dengan NIPPV.

7) Nutrisi

Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya


kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena
hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme.
Kondisi malnutrisi akan menambah mortalitas PPOK karena berkolerasi
dengan derajat penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah

Malnutrisi dapat dievaluasi dengan :

a) Penurunan berat badan.


b) Kadar albumin darah.
c) Antropometri.
d) Pengukuran kekuatan otot (MVV, tekanan diafragma, kekuatan
otot pipi).

Gizi penting sebagai penentu gejala, cacat, dan prognosis dalam PPOK,
baik kelebihan dan kekurangan berat badan bisa menjadi masalah.
Rekomendasi gizi khusus untuk pasien PPOK didasarkan pada pendapat
ahli. Kira kira 25% dari pasien PPOK derajat II sampai derajat IV
menunjukkan penurunan baik indeks massa tubuh dan massa lemak bebas.
Pengurangan indeks massa tubuh merupakan faktor risiko independen
untuk mortalitas PPOK.
29

Gangguan keseimbangan elektrolit sering terjadi pada PPOK karena


berkurangnya fungsi muskulus respirasi sebagai akibat sekunder dari
gangguan ventilasi. Gangguan elektrolit yang terjadi adalah :

a) Hipofosfatemi.
b) Hiperkalemi.
c) Hipokalsemi.
d) Hipomagnesemi.

Gangguan ini dapat mengurangi fungsi diafragma. Dianjurkan pemberian


nutrisi dengan komposisi seimbang, yakni porsi kecil dengan waktu
pemberian yang lebih sering.

b. Penatalaksanaan PPOK stabil

Kriteria PPOK stabil adalah :

1) Tidak dalam kondisi gagal napas akut pada gagal napas kronik.
2) Dapat dalam kondisi gagal napas kronik stabil, yaitu hasil analisa gas
darah menunjukkan PCO2 < 45 mmHg dan PO2 > 60 mmHg.
3) Dahak jernih tidak berwarna.
4) Aktivitas terbatas tidak disertai sesak sesuai derajat berat PPOK (hasil
spirometri).
5) Penggunaan bronkodilator sesuai rencana pengobatan.
6) Tidak ada penggunaan bronkodilator tambahan.

Tujuan penatalaksanaan pada keadaan stabil :

1) Mempertahankan fungsi paru.


2) Meningkatkan kualitas hidup.
3) Mencegah eksaserbasi.

Penatalaksanaan PPOK stabil dilaksanakan di poliklinik sebagai evaluasi


berkala atau dirumah untuk mempertahankan PPOK yang stabil dan
mencegah eksaserbasi.

Penatalaksanaan di rumah

Penatalaksanaan di rumah ditujukan untuk mempertahankan PPOK yang


stabil. Beberapa hal yang harus diperhatikan selama di rumah, baik oleh
30

pasien sendiri maupun oleh keluarganya. Penatalaksanaan di rumah


ditujukan juga bagi penderita PPOK berat yang harus menggunakan
oksigen atau ventilasi mekanik.

Tujuan penatalaksanaan di rumah :

1) Menjaga PPOK tetap stabil.


2) Melaksanakan pengobatan pemeliharaan.
3) Mengevaluasi dan mengatasi eksaserbasi dini.
4) Mengevaluasi dan mengatasi efek samping pengobatan.
5) Menjaga penggunaan ventilasi mekanik.
6) Meningkatkan kualitas hidup.

Penatalaksanaan di rumah meliputi :

1) Penggunakan obat-obatan dengan tepat.

Obat-obatan sesuai klasifikasi. Pemilihan obat dalam bentuk dishaler,


nebuhaler atau tubuhaler karena penderita PPOK biasanya berusia lanjut,
koordinasi neurologis dan kekuatan otot sudah berkurang. Penggunaan
bentuk MDI menjadi kurang efektif. Nebuliser sebaiknya tidak digunakan
secara terus menerus. Penggunaan nebuliser di rumah sebaiknya bila
timbul eksaserbasi, penggunaan terus menerus, hanya jika timbul
eksaserbasi.

2) Terapi oksigen

Dibedakan untuk PPOK derajat sedang dan berat. Pada PPOK derajat
sedang oksigen hanya digunakan bila timbul sesak yang disebabkan
pertambahan aktivitas. Pada PPOK derajat berat yang terapi oksigen di
rumah pada waktu aktivitas atau terus menerus selama 15 jam terutama
pada waktu tidur. Dosis oksigen tidak lebih dari 2 liter.

3) Penggunaan mesin bantu napas dan pemeliharaannya.

Beberapa penderita PPOK dapat menggunakan mesin bantu napas di


rumah.

4) Rehabilitasi
31

a) Penyesuaian aktivitas.
b) Latihan ekspektorasi atau batuk yang efektif (huff cough).
c) "Pursed-lips breathing".
d) Latihan ekstremitas atas dan otot bantu napas.

5) Evaluasi / monitor terutama ditujukan pada :

a) Tanda eksaserbasi.
b) Efek samping obat.
c) Kecukupan dan efek samping penggunaan oksigen.

c. Penatalaksanaan PPOK Eksaserbasi Akut

Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan


dengan kondisi sebelumnya. Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi atau
faktor lainnya seperti polusi udara, kelelahan atau timbulnya komplikasi.

Gejala eksaserbasi :

1) Sesak bertambah.
2) Produksi sputum meningkat.
3) Perubahan warna sputum.

Eksaserbasi akut akan dibagi menjadi tiga :

1) Tipe I (eksaserbasi berat), memiliki 3 gejala di atas.


2) Tipe II (eksaserbasi sedang), memiliki 2 gejala di atas.
3) Tipe III (eksaserbasi ringan), memiliki 1 gejala di atas ditambah
infeksi saluran napas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain,
peningkatan batuk, peningkatan mengi atau peningkatan frekuensi
pernapasan > 20% nilai dasar, atau frekuensi nadi > 20% nilai dasar.

Penyebab paling umum dari suatu eksaserbasi adalah infeksi trakeobronkial


dan polusi udara, sepertiga penyebab dari eksaserbasi berat tidak dapat
diidentifikasi. Peran infeksi bakteri masih controversial, tetapi baru baru
ini penelitian menggunakan teknik baru telah memberikan informasi
penting, yaitu penelitian dengan bronkoskopi yang menunjukkan bahwa
sekitar 50% dari pasien eksaserbasi terdapat bakteri dalam konsentrasi
tinggi pada saluran napas bawah, hal ini menunjukkan kolonisasi bakteri.
32

Penanganan eksaserbasi akut dapat dilaksanakan di rumah (untuk


eksaserbasi yang ringan) atau di rumah sakit (untuk eksaserbasi sedang dan
berat)

Penatalaksanaan eksaserbasi akut ringan dilakukan dirumah oleh penderita


yang telah diedukasi dengan cara :

1) Menambahkan dosis bronkodilator atau dengan mengubah bentuk


bronkodilator yang digunakan dari bentuk inhaler, oral dengan bentuk
nebuliser.
2) Menggunakan oksigen bila aktivitas dan selama tidur.
3) Menambahkan mukolitik.
4) Menambahkan ekspektoran.

Bila dalam 2 hari tidak ada perbaikan penderita harus segera ke dokter.

Penatalaksanaan eksaserbasi akut di rumah sakit dapat dilakukan secara


rawat jalan atau rawat inap dan dilakukan di :

1) Poliklinik rawat jalan.


2) Unit gawat darurat.
3) Ruang rawat.
4) Ruang ICU.

Penatalaksanaan di poliklinik rawat jalan

Indikasi :

1) Eksaserbasi ringan sampai sedang.


2) Gagal napas kronik.
3) Tidak ada gagal napas akut pada gagal napas kronik.

Sebagai evaluasi rutin meliputi :

1) Pemberian obat-obatan yang optimal.


2) Evaluasi progresifiti penyakit.
3) Edukasi.

Penatalaksanaan rawat inap


33

Indikasi :

1) Eksaserbasi sedang dan berat.


2) Terdapat komplikasi.
3) Infeksi saluran napas berat.
4) Gagal napas akut pada gagal napas kronik.
5) Gagal jantung kanan.

Selama perawatan di rumah sakit harus diperhatikan :

1) Menghindari intubasi dan penggunaan mesin bantu napas dengan cara


evaluasi klinis yang tepat dan terapi adekuat.
2) Terapi oksigen dengan cara yang tepat.
3) Obat-obatan maksimal, diberikan dengan drip, intrvena dan nebuliser.
4) Perhatikan keseimbangan asam basa.
5) Nutrisi enteral atau parenteral yang seimbang.
6) Rehabilitasi awal.
7) Edukasi untuk pasca rawat.

Penanganan di gawat darurat

1) Tentukan masalah yang menonjol, misalnya

a) Infeksi saluran napas.


b) Gangguan keseimbangan asam basa.
c) Gawat napas.

2) Triase untuk ke ruang rawat atau ICU

Penanganan di ruang rawat untuk eksaserbasi sedang dan berat (belum


memerlukan ventilasi mekanik)

1) Obat-obatan adekuat diberikan secara intravena dan nebuliser.


2) Terapi oksigen dengan dosis yang tepat, gunakan ventury mask.
3) Evaluasi ketat tanda-tanda gagal napas.
4) Segera pindah ke ICU bila ada indikasi penggunaan ventilasi mekanik.

Indikasi perawatan ICU

1) Sesak berat setelah penangan adekuat di ruang gawat darurat atau


ruang rawat.
2) Kesadaran menurun, lethargi, atau kelemahan otot-otot respirasi.
3) Setelah pemberian osigen tetap terjadi hipoksemia atau perburukan.
4) Memerlukan ventilasi mekanik (invasif atau non invasif).
34

Tujuan perawatan ICU

1) Pengawasan dan terapi intensif.


2) Hindari inturbasi, bila diperlukan intubasi gunakan pola ventilasi
mekanik yang tepat.
3) Mencegah kematian.

Prinsip penatalaksanaan PPOK pada eksaserbasi akut adalah mengatasi


segera eksaserbasi yang terjadi dan mencegah terjadinya gagal napas. Bila
telah menjadi gagal napas segera atasi untuk mencegah kematian.
Beberapa hal yang harus diperhatikan meliputi :

1) Diagnosis beratnya eksaserbasi

a) Derajat sesak, frekuensi napas, pernapasan paradoksal.

b) Kesadaran.

c) Tanda vital.

d) Analisis gas darah.

e) Pneumonia.

2) Terapi oksigen adekuat

Pada eksaserbasi akut terapi oksigen merupakan hal yang pertama dan
utama, bertujuan untuk memperbaiki hipoksemi dan mencegah
keadaan yang mengancam jiwa. dapat dilakukan di ruang gawat
darurat, ruang rawat atau di ICU. Sebaiknya dipertahankan PaO 2 > 60
mmHg atau Sat O2 > 90%, evaluasi ketat hiperkapnia. gunakan
sungkup dengan kadar yang sudah ditentukan (ventury masks) 24%,
28% atau 32%. Perhatikan apakah sungkup rebreathing atau
nonrebreathing, tergantung kadar PaCO2 dan PaO2. Bila terapi oksigen
tidak dapat mencapai kondisi oksigenasi adekuat, harus digunakan
ventilasi mekanik. Dalam penggunaan ventilasi mekanik usahakan
dengan Noninvasive Positive Pressure Ventilation (NIPPV), bila tidak
berhasil ventilasi mekanik digunakan dengan intubasi.
35

3) Pemberian obat-obatan yang maksimal Obat yang diperlukan pada


eksaserbasi akut

a) Antibiotik

1) Peningkatan jumlah sputum.


2) Sputum berubah menjadi purulen.
3) Peningkatan sesak.

Pemilihan antibiotik disesuaikan dengan pola kuman setempat dan


komposisi kombinasi antibiotik yang mutakhir. Pemberian antibiotik
di rumah sakit sebaiknya per drip atau intravena, sedangkan untuk
rawat jalan bila eksaserbasi sedang sebaiknya kombinasi dengan
makrolide, bila ringan dapat diberikan tunggal.

b) Bronkodilator

Bila rawat jalan B-2 agonis dan antikolinorgik harus diberikan dengan
peningkatan dosis. Inhaler masih cukup efektif bila digunkan dengan
cara yang tepat, nebuliser dapat digunakan agar bronkodilator lebih
efektif. Hati-hati dengan penggunaan nebuliser yang memakai oksigen
sebagai kompressor, karena penggunaan oksigen 8-10 liter untuk
menghasilkan uap dapat menyebabkan retensi CO2. Golongan xantin
diberikan bersama- sama dengan bronkodilator lainnya karena
mempunyai efek memperkuat otot diafragma. Dalam perawatan di
rumah sakit, bronkodilator diberikan secara intravena dan nebuliser,
dengan pemberian lebih sering perlu monitor ketat terhadap timbulnya
palpitasi sebagai efek samping bronkodilator.

c) Kortikosteroid

Tidak selalu diberikan tergantung derajat berat eksaserbasi. Pada


eksaserbasi derajat sedang dapat diberikan prednison 30 mg/hari
selama 1-2 minggu, pada derajat berat diberikan secara intravena.
Pemberian lebih dari 2 minggu tidak memberikan manfaat yang lebih
baik, tetapi lebih banyak menimbulkan efek samping.
36

4) Nutrisi adekuat untuk mencegah starvation yang disebabkan


hipoksemia berkepanjangan, dan menghindari kelelahan otot bantu
napas.

5) Ventilasi mekanik

Penggunaan ventilasi mekanik pada PPOK eksaerbasi berat akan


mengurangi mortaliti dan morbiditi, dan memperbaiki simptom.
Dahulukan penggunaan NIPPV, bila gagal dipikirkan penggunaan
ventilasi mekanik dengan intubasi.

6) Kondisi lain yang berkiatan

1) Monitor balans cairan elektrolit.


2) Pengeluaran sputum.
3) Gagal jantung atau aritmia.

7) Evaluasi ketat progesiviti penyakit

Penanganan yang tidak adekuat akan memperburuk eksaserbasi dan


menyebabkan kematian. Monitor dan penanganan yang tepat dan
segera dapat mencegah dan gagal napas berat dan menghindari
penggunaan ventilasi mekanik.

Indikasi penggunaan ventilasi mekanik dengan intubasi :

1) Sesak napas berat, pernapasan > 35 x/menit.


2) Penggunaan obat respiratori dan pernapasan abdominal.
3) Kesadaran menurun.
4) Hipoksemia berat PaO2 < 50 mmHg.
5) Asidosis pH < 7,25 dan hiperkapnia Paco2 > 60 mmHg.
6) Komplikasi kardiovaskuler, hipotensi.
7) Komplikasi lain, gangguan metabolik, sepsis, pneumonia,
barotrauma, efusi pleura dan embolimasif.
8) Penggunaan NIPPV yang gagal.

d. Terapi Pembedahan

Bertujuan untuk :

1) Memperbaiki fungsi paru.


37

2) Memperbaiki mekanik paru.


3) Meningkatkan toleransi terhadap eksaserbasi.
4) Memperbaiki kualitas hidup.

Algoritme penatalaksanaan PPOK eksaerbasi akut di rumah dan pelayanan


kesehatan primer / Puskesmas

Operasi paru yang dapat dilakukan yaitu :


1)
Bulektomi.
2)
Bedah reduksi volume paru (BRVP) / lung volume reduction surgery
(LVRS).
3)
Transplantasi paru.14

2.9. Komplikasi

Komplikasi pada PPOK merupakan bentuk perjalanan penyakit yang progresif


dan tidak sepenuhnya reversibel misalnya (1) gagal napas kronik dan gagal napas
akut pada gagal napas kronik. Gagal napas kronik hasil analisis gas darah Po2
kurang dari 60 mmHg dan PCo2 lebih dari 60 mmHg, dan pH normal. Gagal napas
akut pada gagal napas kronik ditandai oleh sesak napas dengan atau tanpa
sianosis, sputum bertambah dan purulen, demam, dan kesadaran menurun (2)
infeksi berulang, pada penderita PPOK produksi sputum yang berlebihan
menyebabkan terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadinya infeksi
berulang, pada kondisi kronik ini imunitas menjadi lebih rendah, ditandai dengan
menurunnya kadar limfosit darah, dan (3) kor pulmonal, yang ditandai oleh
gelombang P pada EKG, hematokrit lebih dari 50%, dapat disertai gagal jantung
kanan.14

2.10. Prognosis

Prognosis PPOK bergantung pada umur dan gejala klinis waktu berobat. Pada
pasien yang berumur kurang dari 50 tahun dan datang dengan keluhan sesak nafas
38

yang ringan, 5 tahun kemudian akan terlihat ada perbaikan. Tetapi bila pasien itu
datang dengan sesak nafas sedang, maka 5 tahun kemudian 42% pasien akan
sesak lebih berat dan meninggal. Pada pasien yang berumur lebih dari 50 tahun
dengan sesak nafas ringan, 5 tahun kemudian 50% pasien akan lebih berat atau
meninggal.14,16,17

BAB 3

KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP

3.1. Kerangka Teori

Polusi udara, paparan gas/


zat bahaya / merokok
Genetik
Gizi
Infeksi berulang
Jenis kelamin Inflamasi kronik

Hiperesponsif bronkus
Usia

Saluran napas
Alveoli
Hipertropi kelenjar mukus &
goblet sel Destruksi alveoli
Fibrosis saluran napas Elastisitas paru berkurang
Edema mukosa
Hipersekresi mukus
Konstriksi otot polos saluran
napas
Obstruksi Penderita
PPOK
39

Gejala
Batuk
Penurunan Faal Paru
Sesak Tatalaksana
Nilai VEP1 menurun
Dahak Terapi
Inhalasi
Rehabilitasi
Paru

Derajat PPOK

Gambar 3.1. Kerangka Teori

3.2. Kerangka Konsep

Pekerjaan

Pasien PPOK Jenis kelamin

Usia

Status Merokok

Derajat PPOK

Jenis inhalasi yang


digunakan

Menggunakan
fasilitas rehabilitasi
paru
40

Gambar 3.2. Kerangka Konsep

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan suatu studi deskriptif yang memakai metode cross-
sectional secara retrospektif dari data sekunder untuk melihat karakteristik pasien-
pasien PPOK yang datang berobat jalan di Poliklinik Paru RSUP H. Adam Malik
Medan pada tahun 2015.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan. Adapun


pertimbangan peneliti dalam memilih lokasi tersebut adalah dikarenakan RSUP H.
Adam Malik Medan merupakan rumah sakit pendidikan dan rujukan untuk
Indonesia bagian barat.

Adapun pengumpulan data akan dilaksanakan pada bulan Agustus hingga


November 2016, dilanjutkan dengan pengolahan dan analisis data.

4.3. Populasi dan Sampel

4.3.1. Populasi

Populasi penelitian adalah seluruh pasien PPOK yang datang berobat jalan ke
Poliklinik Paru RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2015.

4.3.2. Sampel
41

Pengambilan sampel penelitian ini dilakukan dengan metode total sampling,


yaitu dengan mengambil semua sampel penelitian yaitu pasien berobat jalan sejak
bulan Januari sampai Desember 2015 di Poliklinik Paru RSUP H. Adam Malik
Medan yang didiagnosis PPOK.
Adapun kriteria inklusi dan eksklusi dalam penelitian ini, yaitu:

Kriteria Inklusi:
a. Seluruh pasien PPOK yang berobat jalan ke Poli Paru RSUP H. Adam Malik
pada tahun 2015 dan memiliki data rekam medik yang lengkap.
Kriteria Eksklusi:
a. Pasien PPOK yang datang berobat jalan ke Poli Paru RSUP H. Adam Malik
tetapi tidak memiliki data rekam medik yang lengkap.

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Jenis penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu data yang didapat
peneliti secara tidak langsung. Data ini diambil melalui rekam medik pasien
PPOK yang datang berobat jalan ke Poliklinik Paru RSUP H. Adam Malik Medan
dari bulan Januari sampai Desember 2015.

4.5. Pengolahan dan Analisa Data

Data yang telah dikumpulkan diolah dengan menggunakan bantuan perangkat


lunak komputer, dan kemudian di analisis secara deskriptif dengan menggunakan
tabel distribusi dan dilakukan pembahasan sesuai dengan pustaka yang ada.

4.6. Definisi Operasional

Tabel 4.1 Definisi Operasional

Alat Hasil
No Variabel Definisi Operasional Skala
Ukur Pengukuran
1. PPOK Pasien yang telah Rekam PPOK Nominal
didiagnosis PPOK Medik Non -
42

PPOK
2. Pekerjaan Pekerjaan pasien PPOK Rekam Jenis Nominal
yang berobat jalan Medik pekerjaan
pasien
3. Jenis kelamin Jenis kelamin pasien PPOK Rekam Laki laki Nominal
yang berobat jalan Medik Perempuan
4. Usia Usia pasien PPOK yang Rekam Usia pasien Ordinal
berobat jalan Medik dalam
tahun
5. Status Status merokok pasien Rekam Ringan Nominal
merokok PPOK yang berobat jalan Medik Sedang
Berat
6. Derajat PPOK Derajat PPOK pasien Rekam Ringan Ordinal
PPOK yang berobat jalan Medik Sedang
Berat
Sangat
berat
7. Jenis inhalasi Jenis inhalasi yang Rekam Metered Nominal
yang digunakan pasien PPOK Medik Dose
digunakan yang berobat jalan Inhaler
(MDI)
Dry
Powder
Inhaler
Nebuliz
er
8. Menggunakan Fasilitas rehabilitasi pasien Rekam Ya Nominal
fasilitas PPOK yang berobat jalan Medik Tidak
rehabilitasi
43

BAB 5
HASIL PENELITIAN

5.1. Hasil Penelitian


Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara cross
sectional dari data sekunder rekam medis pasien dengan PPOK pada periode
bulan Januari 2015 Desember 2015. Data rekam medis yang telah dikumpulkan
kemudian dianalisis sehingga didapatkan hasil penelitian seperti yang dipaparkan
di bawah ini.

5.1.1. Deskripsi lokasi penelitian


Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
yang berlokasi di Jalan Bunga Lau no. 17, Kelurahan Kemenangan Tani,
Kecamatan Medan Tuntungan, Medan, Sumatera Utara. Rumah sakit tersebut
merupakan rumah sakit pendidikan bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI
No.502/Menkes/SK/IX/1991 dan rumah sakit umum kelas A berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Kesehatan RI No.335/Menkes/SK/VII/1990. Rumah sakit ini
juga merupakan pusat rujukan kesehatan bagi wilayah pembangunan A yang
meliputi Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, dan Aceh, sehingga
dapat dijumpai pasien dengan latar belakang yang beragam.
Instalasi Rekam Medis Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
menyimpan data rekam medis seluruh pasien yang dilayani di rumah sakit ini.
44

Data dalam penelitian ini berasal dari rekam medis yang disimpan dalam instalasi
tersebut.

5.1.2. Deskripsi karakteristik


Sampel dalam penelitian ini adalah rekam medis pasien dengan PPOK di
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik periode Januari 2015 Desember
2015. Jumlah keseluruhan pasien PPOK adalah sebanyak 170 sampel yang
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Dengan total 922 kunjungan selama
periode Januari 2015 Desember 2015 dan sebanyak 93 rekam medis yang tidak
lengkap datanya.

Tabel 5.1. Distribusi Sampel Menurut Jenis Kelamin


Jenis Kelamin Frekuensi (n) Persentase
Laki laki 146 85,9%
Perempuan 24 14,1%
Total 170 100,0%

Berdasarkan tabel 5.1. dapat dilihat bahwa jumlah pasien anak laki laki
dengan PPOK adalah sebanyak 146 orang (85,9%) dan perempuan sebanyak 24
orang (14,1%) dari keseluruhan sampel sebanyak 170 orang.

Tabel 5.2. Distribusi Sampel Menurut Usia


Usia Frekuensi (n) Persentase
< 41 tahun 1 0,6%
41 50 tahun 27 15,9%
51 60 tahun 50 29,4%
61 70 tahun 64 37,6%
71 80 tahun 26 15,3%
> 80 tahun 2 1,2%
Total 170 100%
45

Berdasarkan tabel 5.2. dapat dilihat bahwa jumlah pasien PPOK dengan
usia dibawah 41 tahun adalah sebanyak 1 orang (0,6%), diantara 41 hingga 50
tahun sebanyak 27 orang (15,9%), diantara 51 hingga 60 tahun sebanyak 50 orang
(29,4%), diantara 61 hingga 70 tahun sebanyak 64 orang (37,6%), diantara 71
hingga 80 tahun sebanyak 26 (15,3%), dan diatas 80 tahun sebanyak 2 orang
(1,2%). Usia terendah pasien dengan PPOK adalah 32 tahun, sedangkan yang
tertinggi adalah 81 tahun. Rata rata usia pasien adalah 60,9 tahun dengan usia
terbanyak 63 tahun.

5.1.3. Hasil analisa data

Tabel 5.3. Distribusi Pasien dengan PPOK Berdasarkan Pekerjaan


Pekerjaan Frekuensi (n) Persentase

Pensiunan 29 17,1%

Wiraswasta 47 27,6%

Petani 41 24,1%

PNS 17 10,0%

Pengangguran 3 1,8%

Pegawai swasta 10 5,9%


Tukang 1 0,6%

Pekerja lepas 1 0,6%

TNI / POLRI 1 0,6%

Pedagang 1 0,6%

Ibu rumah tangga 16 9,4%

Nelayan 1 0,6%

Supir 1 0,6%

Guru 1 0,6%
Total 170 100,0%
46

Berdasarkan tabel 5.3. dapat dilihat bahwa jumlah pasien PPOK dengan
pekerjaan pensiunan yaitu 29 orang (17,1%), wiraswasta 47 orang (27,6%), petani
41 orang (24,1%), PNS 17 orang (10%), pengangguran 3 orang (1,8%), 10 orang
(5,9%), ibu rumah tangga 16 orang (9,4%), dan tukang, pekerja lepas, TNI /
POLRI, pedagang, nelayan, supir, guru masing masing sebanyak 1 orang
(0,6%).

Tabel 5.4. Distribusi Pasien dengan PPOK Berdasarkan Status Merokok


Status Merokok Frekuensi (n) Persentase
Ringan 0 0%
Sedang 0 0%
Berat 170 100%
Total 170 100%
*Indeks Brinkman: Ringan: 0-200, Sedang: 200-600, Berat: > 600.14

Berdasarkan tabel 5.4. dapat dilihat bahwa jumlah pasien PPOK dengan
status merokok ringan sebanyak 0 orang (0%), status merokok sedang sebanyak 0
orang (0%), dan status merokok berat sebanyak 170 orang (100%).

Tabel 5.5. Distribusi Pasien dengan PPOK Berdasarkan Derajat PPOK


Status Merokok Frekuensi (n) Persentase
Ringan 18 10,6%
Sedang 35 20,6%
Berat 38 22,4%
Sangat Berat 79 46,5
Total 170 100%

Berdasarkan tabel 5.5. dapat dilihat bahwa jumlah pasien PPOK dengan
derajat PPOK ringan sebanyak 18 orang (10.6%), derajat PPOK sedang sebanyak
35 orang (20,6%), derajat PPOK berat sebanyak 38 orang (22,4%), dan derajat
PPOK sangat berat sebanyak 79 orang (46,5%).
47

Tabel 5.6. Distribusi Pasien dengan PPOK Berdasarkan Jenis Inhalasi yang
Digunakan
Jenis Inhalasi yang Digunakan Frekuensi (n) Persentase
Metered Dose Inhaler 79 46,5%
Dry Powder Inhaler 77 45,3%
Nebulizer 14 8,2%
Total 170 100,0%

Berdasarkan tabel 5.5. dapat dilihat bahwa jumlah pasien PPOK yang
menggunakan Metered Dose Inhaler sebanyak 79 orang (46,5%), Dry Powder
Inhaler sebanyak 77 orang (45,3%), dan Nebulizer sebanyak 14 orang (8,2%).

Tabel 5.7. Distribusi Pasien dengan PPOK Berdasarkan Menggunakan


Fasilitas Rehabilitasi
Menggunakan Fasilitas Rehabilitasi Frekuensi (n) Persentase
Ya 10 5,9%
Tidak 160 94,1%
Total 170 100,0%

Berdasarkan tabel 5.6. dapat dilihat bahwa jumlah pasien PPOK yang
menggunakan fasilitas rehabilitasi sebanyak 10 orang (5,9%), sedangkan yang
tidak menggunakan fasilitasi rehabilitasi sebanyak 160 orang (94,1%).

5.2. Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik PPOK yang
berobat jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik pada tahun 2015.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap data rekam medis pasien
PPOK, diperoleh data sebanyak 170 sampel dari Januari 2015 Desember 2015
yang memenuhi kriteria inklusi.
48

5.2.1. Gambaran karakteristik sampel menurut jenis kelamin


Pada penggolongan sampel menurut jenis kelamin, jumlah seluruh pasien
laki laki dengan PPOK adalah 146 orang (85,9%) dan perempuan sebanyak 24
orang (14,1%). Persentase pasien laki - laki lebih tinggi daripada perempuan
secara keseluruhan.
Hasil yang serupa juga didapatkan pada penelitian lain yang pernah
dilakukan sebelumnya di Indonesia. Penelitian yang dilakukan oleh Permatasari
dkk. di RSUD Pekanbaru pada tahun 2015 didapati persentase jenis kelamin
terbanyak pada pasien PPOK yaitu laki - laki (91,7%).18
Hasil yang juga serupa didapatkan pada penelitian yang dilakukan
Primaputri di RSU WZ Johanes Kupang pada periode 1 Januari 30 Juni 2012
didapati persentase jenis kelamin terbanyak pada pasien PPOK yaitu laki laki
(63,6%).19 Hal serupa dijumpai pada penelitian yang dilakukan Dani di RS
Immanuel Bandung pada tahun 2012 didapati persentase jenis kelamin terbanyak
pada pasien PPOK yaitu laki laki (76,6%).20
Hasil yang serupa juga didapatkan pada penelitian yang dilakukan Naser
dkk. di RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tahun 2013 didapati persentase jenis
kelamin terbanyak pada pasien PPOK yaitu laki - laki (100%). 21 Hal yang sama
dijumpai pada penelitian yang dilakukan Oktorina dkk. di RS Martha Friska
Medan pada tahun 2010 - 2011 didapati persentase jenis kelamin terbanyak pada
pasien PPOK yaitu laki - laki (80,8%).22
Hal yang juga serupa dijumpai pada penelitian yang dilakukan Wahyuni di
RSUD Indramayu pada tahun 2012 didapati persentase jenis kelamin terbanyak
pada pasien PPOK yaitu laki laki (87%).23
Tingginya rasio laki - laki pada PPOK karena faktor kebiasaan merokok
lebih tinggi.

5.2.2. Gambaran karakteristik sampel menurut usia.


49

Pada penggolongan sampel menurut usia, jumlah seluruh pasien PPOK


dengan usia dibawah 41 tahun adalah sebanyak 1 orang (0,6%), diantara 41
hingga 50 tahun sebanyak 27 orang (15,9%), diantara 51 hingga 60 tahun
sebanyak 50 orang (29,4%), diantara 61 hingga 70 tahun sebanyak 64 orang
(37,6%), diantara 71 hingga 80 tahun sebanyak 26 (15,3%), dan diatas 80 tahun
sebanyak 2 orang (1,2%). Usia terendah pasien dengan PPOK adalah 32 tahun,
sedangkan yang tertinggi adalah 81 tahun. Rata rata usia pasien adalah 60,9
tahun dengan usia terbanyak 63 tahun. Persentase pasien dengan umur 61 70
tahun lebih tinggi daripada yang lain secara keseluruhan.
Hasil yang serupa juga didapatkan pada penelitian lain yang pernah
dilakukan sebelumnya di Indonesia. Penelitian yang dilakukan oleh Permatasari
dkk. di RSUD Pekanbaru pada tahun 2015 didapati persentase usia terbanyak
pada pasien PPOK yaitu > 65 tahun (53,3%).18
Hasil yang juga serupa didapatkan pada penelitian yang dilakukan
Primaputri di RSU WZ Johanes Kupang pada periode 1 Januari 30 Juni 2012
didapati persentase usia terbanyak pada pasien PPOK yaitu rentang usia 66 - 81
tahun (51,5%).19 Pada penelitian yang dilakukan Dani di RS Immanuel Bandung
pada tahun 2012 didapati persentase usia terbanyak pada pasien PPOK yaitu
rentang usia 61 - 70 tahun (42,2%).20
Tingginya rasio usia > 60 tahun pada PPOK karena timbul kerusakan
membutuhkan waktu dan faal paru mengalami penurunan di usia tua.

5.2.3. Gambaran distribusi frekuensi pasien PPOK berdasarkan pekerjaan


Pada penggolongan sampel menurut pekerjaan dapat dilihat bahwa jumlah
pasien PPOK dengan pekerjaan pensiunan yaitu 29 orang (17,1%), wiraswasta 47
orang (27,6%), petani 41 orang (24,1%), PNS 17 orang (10%), pengangguran 3
orang (1,8%), 10 orang (5,9%), ibu rumah tangga 16 orang (9,4%), dan tukang,
pekerja lepas, TNI / POLRI, pedagang, nelayan, supir, guru masing masing
sebanyak 1 orang (0,6%). Pada penggolongan pasien pasien PPOK paling banyak
memiliki pekerjaan wiraswasta, yaitu 47 orang (27,6%), sedangkan yang paling
sedikit adalah pasien PPOK yang memiliki pekerjaan tukang, pekerja lepas, TNI /
50

POLRI, pedagang, nelayan, supir, guru yang masing masing sebanyak 1 orang
(0,6%).
Tingginya rasio pekerjaan yang berbeda - beda pada PPOK karena RSUP
H. Adam Malik Medan merupakan rumah sakit pemerintah / DEPKES.
Hasil yang sedikit berbeda didapatkan pada penelitian lain yang pernah
dilakukan sebelumnya di Indonesia. Penelitian yang dilakukan oleh Permatasari
dkk. di RSUD Pekanbaru pada tahun 2015 didapati persentase pekerjaan
terbanyak pada pasien PPOK yaitu pensiunan (55%).18 Pada penelitian yang
dilakukan Naser dkk. di RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tahun 2013 didapati
persentase pekerjaan terbanyak pada pasien PPOK yaitu buruh (50%).21
Hal yang juga sedikit berbeda dijumpai pada penelitian yang dilakukan
Oktorina dkk. di RS Martha Friska Medan pada tahun 2010 - 2011 didapati
persentase pekerjaan terbanyak pada pasien PPOK yaitu PNS / TNI / pensiunan
(63,4%).22 Pada penelitian yang dilakukan Wahyuni di RSUD Indramayu pada
tahun 2012 didapati persentase pekerjaan terbanyak pada pasien PPOK yaitu
buruh (39%).23

5.2.4. Gambaran distribusi frekuensi pasien PPOK berdasarkan status


merokok
Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa status merokok
terhadap seluruh pasien PPOK adalah berat (100,0%) dan tidak ditemukan status
merokok ringan (0,0%) maupun sedang (0,0%).
Hasil yang serupa juga didapatkan pada penelitian lain yang pernah
dilakukan sebelumnya di Indonesia. Pada penelitian yang dilakukan Naser dkk. di
RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tahun 2013 didapati persentase status merokok
terbanyak pada pasien PPOK yaitu berat (75%).21
Tingginya rasio status merokok berat pada PPOK karena makin tinggi
kadar tingkat merokok akan menimbulkan / menyebabkan paru lebih banyak.

5.2.5. Gambaran distribusi frekuensi pasien PPOK berdasarkan derajat


PPOK.
51

Pada penggolongan sampel menurut derajat PPOK dapat dilihat bahwa


jumlah pasien dengan derajat PPOK ringan sebanyak 18 orang (10,6%), derajat
PPOK sedang sebanyak 35 orang (20,6%), derajat PPOK berat sebanyak 38 orang
(22,4%) dan derajat PPOK sangat berat sebanyak 79 orang (46,5%). Persentase
pasien dengan derajat PPOK sangat berat lebih tinggi daripada derajat PPOK
ringan, derajat PPOK sedang dan derajat PPOK berat secara keseluruhan.
Hasil yang serupa juga didapatkan pada penelitian lain yang pernah
dilakukan sebelumnya di Indonesia. Pada penelitian yang dilakukan Naser dkk. di
RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tahun 2013 didapati persentase derajat PPOK
terbanyak pada pasien PPOK yaitu berat dan sangat berat (50%).21
Karena tingginya rasio derajat PPOK berat dan sangat berat pada pasien
PPOK maka dari itu perlu deteksi dini dengan spirometri.

5.2.6. Gambaran distribusi frekuensi pasien PPOK berdasarkan jenis


inhalasi yang digunakan.
Pada penggolongan sampel menurut jenis inhalasi yang digunakan dapat
dilihat bahwa jumlah pasien yang menggunakan Metered Dose Inhaler sebanyak
79 orang (46,5%), Dry Powder Inhaler 77 orang (45,3%), dan Nebulizer sebanyak
14 orang (8,2%). Persentase pasien yang mengggunakan Metered Dose Inhaler
lebih tinggi daripada yang menggunakan Dry Powder Inhaler maupun Nebulizer
secara keseluruhan.
Proporsi yang sama dilaporkan oleh penelitian lain yang dilakukan
Khassawneh dkk. secara luas di Irbid, Jordan pada tahun 2006. Dalam laporan
mereka didapati persentase jenis inhalasi terbanyak yang digunakan pada pasien
PPOK yaitu Metered Dose Inhaler sebanyak 193 orang (36,7%).24
Proporsi berbeda dilaporkan oleh penelitian lain yang dilakukan Molimard
dkk. secara luas di Bordeaux, Prancis pada tahun 2003. Dalam laporan mereka
didapati persentase jenis inhalasi terbanyak yang digunakan pada pasien PPOK
yaitu Dry Powder Inhaler jenis Diskus sebanyak 894 orang (28,3%).25
5.2.7. Gambaran distribusi frekuensi pasien PPOK berdasarkan
menggunakan fasilitas rehabilitasi.
52

Pada penggolongan sampel menurut penggunaan fasilitas rehabilitasi


dapat dilihat bahwa jumlah pasien yang menggunakan fasilitas rehabilitasi
sebanyak 10 orang (5,9%), sedangkan yang tidak menggunakan fasilitas
rehabilitasi sebanyak 160 orang (94,1%). Persentase pasien yang tidak
menggunakan fasilitasi rehabilitasi lebih tinggi daripada yang menggunakan
fasilitas rehabilitasi secara keseluruhan.
Proporsi berbeda dilaporkan oleh penelitian lain yang dilakukan Osadnik
dkk. secara luas di Australia pada tahun 2012. Dalam laporan mereka didapati
persentase 60% pasien PPOK menggunakan fasilitas rehabilitasi dan teknik yang
paling sering digunakan adalah latihan pernapasan.26
Proporsi berbeda juga dilaporkan oleh penelitian lain yang dilakukan Tang
dkk. secara luas di Australia pada tahun 2014. Dalam laporan mereka didapati
152 orang (64%) pasien PPOK menggunakan fasilitas rehabilitasi.27

BAB 6
53

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan
Berdasarkan analisa data dan pembahasan yang diperoleh dari penelitian
ini, maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut:
1. Proporsi pasien laki - laki dengan PPOK lebih tinggi daripada
perempuan, dengan proporsi 85,9% dan 14,1%.
2. Usia terendah pasien dengan PPOK adalah 32 tahun, sedangkan
yang tertinggi adalah 81 tahun. Rata rata usia pasien adalah 60,9
tahun dengan usia terbanyak yaitu 63 tahun.
3. Pasien PPOK paling banyak memiliki pekerjaan wiraswasta, 27,6%,
sedangkan yang paling sedikit adalah pasien PPOK yang memiliki
pekerjaan tukang, pekerja lepas, TNI / POLRI, pedagang, nelayan,
supir, guru yang masing masing sebanyak 0,6%.
4. Seluruh pasien PPOK memiliki status merokok berat yaitu sebanyak
100%.
5. Proporsi pasien PPOK dengan derajat PPOK sangat berat lebih
tinggi daripada derajat PPOK ringan, derajat PPOK sedang, dan
derajat PPOK berat, dengan proporsi derajat PPOK sangat berat
yaitu 46,5%, sedangkat derajat PPOK ringan 10,6%, derajat PPOK
sedang 20,6%, dan derajat PPOK berat 22,4%.
6. Proporsi pasien yang menggunakan Metered Dose Inhaler lebih
tinggi daripada yang menggunakan Dry Powder Inhaler dan
Nebulizer, dengan proporsi yang menggunakan Metered Dose
Inhaler yaitu 46,5%, sedangkan yang menggunakan Dry Powder
Inhaler 45,3%, dan Nebulizer 8,2%.
7. Pasien PPOK lebih banyak yang tidak menggunakan fasilitas
rehabilitasi daripada yang menggunakan fasilitas rehabilitasi, dengan
proporsi 94,1% dan 5,9%.
6.2. Saran
Saran yang diberikan peneliti berkaitan dengan penelitian ini antara lain:
1. Memberikan edukasi terhadap masyarakat tentang bahaya merokok.
2. Deteksi dini dengan spirometri.
54

3. Perlunya penggunaan fasilitas rehabilitasi untuk meningkatkan


kualitas hidup.

DAFTARPUSTAKA
55

1. Global Initiative Obstructive Lung Disease


(GOLD), Global Strategy for the Diagnosis, Management, and Prevention of
Chronic Obstructive Pulmonary Disease 2016.
http://starplus.cignahealthspring.com/GetFile.Ashx?fileid=4779 . Akses 18 April
2016
2. Juvelekian G, Stoller JK. Chronic Obstructive
Pulmonary Disease. In: Abelson A, Gordon S, Hobbs R, Hoogwerf BJ, Kothari S,
Lang DM, et al, editors. Current Clinical Medicine. 1st ed. China: Elsevier Inc;
2009. p.1067-1073.
3. World Health Organization (WHO). Chronic
Obstructive Pulmonary Disease (COPD). WHO. Geneva. 2013.
4. Hasanah M, Djajalaksana S. Fenotip Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (PPOK). Jurnal Respirologi Indonesia. 2013; 33: 271-279.
5. American Lung Association. Trends in COPD
(Chronic Bronchitis and Emphysema): Morbidity and Mortality. ALA. Chicago:
2013.
6. Departemen Kesehatan RI (DEPKES RI). Pedoman
Pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). DEPKES RI. Jakarta.
2008.
7. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementrian Kesehatan RI. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS)
2013. LITBANG DEPKES RI. Jakarta. 2013.
8. Sitepu, yan indra fajar, 2011. Karakteristik Pasien
Penyakit Paru Obstruktif Kronis Stabil yang Datang Berobat ke Poliklinik Paru
RS. Tembakau Deli Medan. [Online] Available at :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21590/3/Chapter%20III-VI.pdf
(Accesed: 10 April 2016)
9. Wang, D. Y., Ghoshal, A. G., Muttalif, A. R. B. A.,
Lin, H. C., Thanaviratananich, S., Bagga, S. (2016). Quality of Life and Economic
56

Burden of Respiratory Disease in Asia-PacificAsia-Pacific Burden of


Respiratory Diseases Study. Value in Health Regional Issues, 9, 72-77. [Online]
Available at : http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S2212109915001028?
via=sd (Accesed: 25 Maret 2016)
10. Shahab L, Jarvis MJ, Britton J, West R. COPD
prevalence, diagnosis and relation to tobacco dependence of chronic obstructive
pulmonary disease in a nationally representative population sample. Tho- rax.
2006; 61: 10431047. PMID: 17040932
11. Behrendt CE. Mild and moderate-to-severe COPD
in nonsmokers: Distinct demographic profiles. Chest. 2005; 128: 12391244.
PMID: 16162712
12. Eisner MD, Anthonisen N, Coultas D, Kuenzli N,
Perez-Padilla R, Postma D et al. An official American Thoracic Society public
policy statement: novel risk factors and the global burden of chronic obstructive
pulmonary disease. Am J Respir Cirit Care Med. 2010; 182: 693718.
13. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. 2007. Buku Ajar
Patologi Robbins. Edisi 7. Volume 2. Alihbahasa oleh Brahm U Pendit. Jakarta:
EGC.
14. Antariksa B, Sitompul ANL, Ginting AK, Hasan A,
Tanuwihardja BY, Drastyawan B, et al. Penyakit Paru Obstruktif Kronik
Diagnosis dan Penatalaksanaan. Revisi pertama. Jakarta: Perhimpunan Dokter
Paru Indonesia (PDPI); 2011. hal.1-86.)
15. Parhusip DH. Kadar C-Reactive Protein Pada
Penderita PPOK Eksaserbasi Penelitian Potong Lintang di Departemen / SMF
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran USU / RSUP H Adam Malik / RSUD
dr. Pirngadi Medan Maret 2008 Juni 2008. Medan: Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara. 2008.
16. Riyanto BS, Hisyam B. Obstruksi saluran napas
akut. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Setiadi S, editor. Buku ajar ilmu
penyakit dalam jilid II. Edisi 4. Jakarta: Pusat penerbitan departemen ilmu
penyakit dalam FKUI;2006. 984-5.
57

17. Rumende CM. Naskah lengkap penyakit dalam:


pemilihan antibiotik pada PPOK eksaserbasi akut. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam FKUI 2009.p.232-237.
18. Christianto E, Saad A, Permatasari N. Gambaran
Status Gizi Pada Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Yang Menjalani
Rawat Jalan Di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru. 2016. Volume 3 : 9.
19. Primaputri CC, Dani. Gambaran Karakteristik
Penderita Rawat Inap Penyakit Paru Obstruktif Kronik di RSU WZ Johanes
Kupang NTT Periode 1 Januari 2012 30 Juni 2012. 2012. Volume 1 : 4.
20. Dani, Nathalia C. Karakteristik Penderita Paru
Obstruktif Kronik di Rumah Sakit Immanuel Bandung Tahun 2012. 2012. Volume
1 : 4.
21. Naser EF, Medison I, Erly. Gambaran Derajat
Merokok pada Penderita PPOK di Bagian Paru RSUP Dr. M. Djamil. 2016.
Volume 5 (2) : 308.
22. Oktorina Y, Jemadi, Rasmaliah. Karakteristik
Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik yang Dirawat Inap di Rumah Sakit
Martha Friska Medan Tahun 2010 2011. 2011. Volume 1 : 3.
23. Wahyuni A. Karakteristik Penyakit Paru Obstruktif
Kronik (PPOK) di Rumah Sakit Umum Daerah Indramayu pada 1 Januari 31
Desember 2012. 2013. Volume 1 : xii.
24. Khassawneh BY, Al-Ali MK, Alzoubi KH, Batarseh
MZ, Al-Safi SA, Sharara AM. Handling of Inhaler Devices in Actual Pulmonary
Practice: Metered-Dose Inhaler Versus Dry Powders Inhalers. 2008 : 53(3) : 324-
328.
25. Molimard M, Raherison C, Lignot S, Depont F,
Abovelfath A, Moore N. Assessment of Handling of Inhaler Devices in Real Life :
An Observational Study in 3811 Patients in Primary Care. 2003. Volume 16 (3) :
249-254.
58

26. Osadnik CR, McDonald CF, Holland AE. Airway


Clearance Techniques in Acute Exacerbations of COPD : A Survey of Australian
Physiotherapy Practice. 2013 : Volume 99 : 101-106.
27. Tang CY, Taylor NF, McDonald CF, Blackstock FC.
Level of Adherence to the GOLD Strategy Document For Management of Patients
Admitted to Hospital with An Acute Exacerbation of COPD. 2014 : Volume 19:
1191-1197.

LAMPIRAN 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Aziz Achmad

Tempat dan Tanggal Lahir : Medan, 18 September 1995

Agama : Islam

Alamat : Komplek Taman Setia Budi Indah Blok YY No. 75


Medan
59

Nomor Telepon : 081362415000

Nama Orang Tua : Ayah : Ir. H. Syahrizal, M.Sc

Ibu : Dra. Hj. Siti Yusra

Riwayat Pendidikan :

1. SD Kemala Bhayangkari 1 Medan 2001 - 2007


2. SMP Negeri 1 Medan 2007 - 2010
3. SMA Negeri 1 Medan 2010 - 2013
4. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara 2013 - sekarang

Riwayat Organisasi :

1. Anggota OSIS SMPN 1 Medan 2008 - 2009

2. Sekretaris Sie. VIII OSIS SMAN 1 Medan 2011 - 2012

3. Ketua Umum SSS SMAN 1 Medan 2011 - 2012

4. Anggota Divisi Logistik SCOPH PEMA FK USU 2015 - 2016


60

LAMPIRAN 2
61

LAMPIRAN 3
62

LAMPIRAN 4
63

LAMPIRAN 5
64

LAMPIRAN 6
65

LAMPIRAN 7
66

DATA INDUK
RM Pekerjaan Jenis Usi Status Derajat Jenis Menggunakan
Kelamin a Merok PPOK Inhalasi fasilitas
ok yang rehabilitasi
Digunakan
1. Pensiunan Laki-laki 60 Berat Berat Nebulizer Tidak
2. Wiraswasta Laki-laki 68 Berat Ringan Dry Tidak
Powder
Inhaler
3. Ibu rumah Perempuan 46 Berat Ringan Metered Tidak
tangga Dose
Inhaler
4. Petani Laki-laki 73 Berat Sedang Nebulizer Ya
5. Pensiunan Laki-laki 63 Berat Berat Nebulizer Ya
6. Petani Laki-laki 61 Berat Sedang Dry Tidak
Powder
Inhaler
7. Penganggur Laki-laki 63 Berat Berat Metered Tidak
an Dose
Inhaler
8. Petani Laki-laki 42 Berat Sedang Nebulizer Ya
9. PNS Laki-laki 61 Berat Sedang Metered Tidak
Dose
Inhaler
10. Ibu rumah Perempuan 57 Berat Sedang Nebulizer Ya
tangga
11. Petani Laki-laki 61 Berat Berat Metered Tidak
Dose
Inhaler
12. Pensiunan Laki-laki 64 Berat Berat Dry Tidak
Powder
Inhaler
13. Wiraswasta Laki-laki 56 Berat Ringan Metered Tidak
Dose
Inhaler
14. Petani Laki-laki 65 Berat Sedang Dry Tidak
67

Powder
Inhaler
15. Wiraswasta Laki-laki 54 Berat Berat Nebulizer Tidak
16. Wiraswasta Laki-laki 62 Berat Ringan Metered Tidak
Dose
Inhaler
17. PNS Laki-laki 67 Berat Ringan Metered Tidak
Dose
Inhaler
18. Petani Laki-laki 63 Berat Sedang Metered Tidak
Dose
Inhaler
19. PNS Laki-laki 62 Berat Berat Metered Tidak
Dose
Inhaler
20. Pensiunan Laki-laki 65 Berat Berat Metered Tidak
Dose
Inhaler
21. Petani Laki-laki 59 Berat Sedang Metered Tidak
Dose
Inhaler
22. Wiraswasta Laki-laki 64 Berat Sedang Metered Tidak
Dose
Inhaler
23. PNS Perempuan 49 Berat Sangat Metered Tidak
berat Dose
Inhaler
24. Pegawai Laki-laki 56 Berat Sangat Dry Tidak
swasta berat Powder
Inhaler
25. PNS Laki-laki 61 Berat Sangat Dry Tidak
berat Powder
Inhaler
26. Wiraswasta Laki-laki 76 Berat Sangat Dry Tidak
berat Powder
Inhaler
27. Wiraswasta Perempuan 63 Berat Sangat Dry Tidak
berat Powder
Inhaler
68

28. Nelayan Laki-laki 54 Berat Sangat Dry Tidak


berat Powder
Inhaler
29. Ibu rumah Perempuan 63 Berat Sedang Metered Tidak
tangga Dose
Inhaler
30. Petani Laki-laki 62 Berat Sangat Dry Tidak
berat Powder
Inhaler
31. Ibu rumah Perempuan 73 Berat Sedang Dry Tidak
tangga Powder
Inhaler
32. Ibu rumah Perempuan 57 Berat Sedang Nebulizer Ya
tangga
33. Petani Laki-laki 58 Berat Ringan Metered Tidak
Dose
Inhaler
34. Tukang Laki-laki 59 Berat Sangat Dry Tidak
berat Powder
Inhaler
35. Pensiunan Laki-laki 78 Berat Sangat Dry Tidak
berat Powder
Inhaler
36. Ibu rumah Laki-laki 52 Berat Berat Dry Tidak
tangga Powder
Inhaler
37. Pegawai Laki-laki 69 Berat Sangat Dry Tidak
swasta berat Powder
Inhaler
38. Pensiunan Laki-laki 62 Berat Sangat Dry Tidak
berat Powder
Inhaler
39. Pegawai Laki-laki 53 Berat Sedang Dry Tidak
swasta Powder
Inhaler
40. Wiraswasta Laki-laki 72 Berat Sedang Dry Tidak
Powder
Inhaler
41. PNS Perempuan 56 Berat Berat Dry Tidak
Powder
69

Inhaler
42. Wiraswasta Laki-laki 62 Berat Berat Dry Tidak
Powder
Inhaler
43. Pensiunan Laki-laki 60 Berat Sangat Dry Ya
berat Powder
Inhaler
44. Petani Laki-laki 64 Berat Sangat Dry Tidak
Berat Powder
Inhaler
45. Wiraswasta Laki-laki 51 Berat Sedang Dry Tidak
Powder
Inhaler
46. Petani Laki-laki 44 Berat Sangat Dry Tidak
Berat Powder
Inhaler
47. PNS Laki-laki 66 Berat Sangat Dry Tidak
Berat Powder
Inhaler
48. Pensiunan Laki-laki 61 Berat Sangat Dry Tidak
Berat Powder
Inhaler
49. Pensiunan Laki-laki 62 Berat Berat Dry Tidak
Powder
Inhaler
50. Wiraswasta Laki-laki 61 Berat Sedang Dry Tidak
Powder
Inhaler
51. Petani Laki-laki 77 Berat Sangat Dry Tidak
Berat Powder
Inhaler
52. Wiraswasta Laki-laki 52 Berat Sangat Dry Tidak
Berat Powder
Inhaler
53. Petani Laki-laki 81 Berat Sangat Nebulizer Tidak
Berat
54. Petani Laki-laki 66 Berat Sangat Dry Tidak
Berat Powder
Inhaler
70

55. Wiraswasta Laki-laki 59 Berat Berat Dry Tidak


Powder
Inhaler
56. PNS Laki-laki 58 Berat Sedang Dry Tidak
Powder
Inhaler
57. Pensiunan Laki-laki 72 Berat Sangat Dry Tidak
Berat Powder
Inhaler
58. Wiraswasta Laki-laki 63 Berat Sangat Dry Tidak
Berat Powder
Inhaler
59. Petani Laki-laki 60 Berat Berat Dry Tidak
Powder
Inhaler
60. Supir Laki-laki 50 Berat Sedang Dry Tidak
Powder
Inhaler
61. Pensiunan Laki-laki 64 Berat Berat Dry Tidak
Powder
Inhaler
62. Wirawasta Laki-laki 57 Berat Sangat Nebulizer Tidak
Berat
63. Petani Laki-laki 70 Berat Berat Dry Tidak
Powder
Inhaler
64. Petani Laki-laki 62 Berat Berat Dry Tidak
Powder
Inhaler
65. Penganggur Laki-laki 57 Berat Berat Dry Tidak
an Powder
Inhaler
66. Petani Laki-laki 71 Berat Berat Dry Tidak
Powder
Inhaler
67. Ibu rumah Perempuan 45 Berat Sangat Dry Tidak
tangga Berat Powder
Inhaler
68. Petani Laki-laki 61 Berat Sangat Dry Tidak
Berat Powder
71

Inhaler
69. Pegawai Laki-laki 55 Berat Sangat Dry Tidak
swasta Berat Powder
Inhaler
70. Pensiunan Laki-laki 67 Berat Sangat Dry Tidak
Berat Powder
Inhaler
71. Pedagang Laki-laki 76 Berat Berat Dry Tidak
Powder
Inhaler
72. Wiraswasta Laki-laki 63 Berat Sedang Dry Tidak
Powder
Inhaler
73. Pensiunan Laki-laki 76 Berat Berat Dry Tidak
Powder
Inhaler
74. Pensiunan Laki-laki 56 Berat Sedang Dry Tidak
Powder
Inhaler
75. Wiraswasta Laki-laki 56 Berat Sangat Dry Tidak
Berat Powder
Inhaler
76. Petani Laki-laki 63 Berat Sangat Dry Tidak
Berat Powder
Inhaler
77. Wiraswasta Laki-laki 63 Berat Berat Dry Tidak
Powder
Inhaler
78. Petani Laki-laki 65 Berat Sangat Dry Tidak
Berat Powder
Inhaler
79. Pekerja Laki-laki 47 Berat Sedang Dry Tidak
lepas Powder
Inhaler
80. Ibu rumah Perempuan 52 Berat Berat Dry Tidak
tangga Powder
Inhaler
81. Wiraswasta Laki-laki 46 Berat Berat Dry Tidak
Powder
72

Inhaler
82. Wiraswasta Laki-laki 74 Berat Sangat Dry Tidak
Berat Powder
Inhaler
83. Wiraswasta Laki-laki 50 Berat Sedang Dry Tidak
Powder
Inhaler
84. Petani Laki-laki 50 Berat Sangat Dry Tidak
Berat Powder
Inhaler
85. Petani Laki-laki 52 Berat Sedang Dry Tidak
Powder
Inhaler
86. Ibu rumah Perempuan 56 Berat Sangat Dry Tidak
tangga Berat Powder
Inhaler
87. Petani Laki-laki 59 Berat Sedang Nebulizer Tidak
88. Petani Laki-laki 57 Berat Sangat Dry Tidak
Berat Powder
Inhaler
89. Ibu rumah Perempuan 73 Berat Sangat Dry Tidak
tangga Berat Powder
Inhaler
90. Wiraswasta Laki-laki 42 Berat Sangat Dry Tidak
Berat Powder
Inhaler
91. Penganggur Perempuan 76 Berat Sedang Nebulizer Tidak
an
92. Wiraswasta Laki-laki 63 Berat Sangat Dry Tidak
Berat Powder
Inhaler
93. Petani Laki-laki 64 Berat Sangat Nebulizer Ya
Berat
94. Ibu rumah Perempuan 65 Berat Ringan Metered Tidak
tangga Dose
Inhaler
95. Pensiunan Laki-laki 70 Berat Sangat Metered Tidak
Berat Dose
Inhaler
73

96. Pensiunan Laki-laki 58 Berat Ringan Metered Tidak


Dose
Inhaler
97. Petani Laki-laki 68 Berat Sedang Metered Tidak
Dose
Inhaler
98. Pensiunan Laki-laki 73 Berat Sangat Metered Tidak
Berat Dose
Inhaler
99. Petani Laki-laki 53 Berat Sangat Metered Tidak
Berat Dose
Inhaler
100. PNS Laki-laki 60 Berat Ringan Metered Tidak
Dose
Inhaler
101. Wiraswasta Laki-laki 59 Berat Sangat Metered Ya
Berat Dose
Inhaler
102. Pensiunan Laki-laki 60 Berat Sangat Metered Tidak
Berat Dose
Inhaler
103. Pegawai Laki-laki 44 Berat Sangat Metered Tidak
swasta Berat Dose
Inhaler
104. Pegawai Laki-laki 55 Berat Sangat Metered Tidak
swasta Berat Dose
Inhaler
105. Petani Perempuan 56 Berat Sedang Metered Tidak
Dose
Inhaler
106. Pensiunan Laki-laki 66 Berat Sangat Metered Tidak
Berat Dose
Inhaler
107. Pensiunan Laki-laki 78 Berat Sangat Nebulizer Tidak
Berat
108. Pensiunan Laki-laki 60 Berat Berat Metered Tidak
Dose
Inhaler
109. Pensiunan Laki-laki 73 Berat Sangat Metered Tidak
Berat Dose
74

Inhaler
110. Guru Laki-laki 54 Berat Sangat Metered Tidak
Berat Dose
Inhaler
111. Pensiunan Laki-laki 68 Berat Ringan Metered Tidak
Dose
Inhaler
112. Wiraswasta Laki-laki 50 Berat Sangat Metered Tidak
Berat Dose
Inhaler
113. Petani Laki-laki 47 Berat Sangat Metered Tidak
Berat Dose
Inhaler
114. Petani Laki-laki 48 Berat Sangat Metered Tidak
Berat Dose
Inhaler
115. PNS Laki-laki 59 Berat Berat Metered Tidak
Dose
Inhaler
116. Wiraswasta Laki-laki 59 Berat Berat Metered Tidak
Dose
Inhaler
117. Pegawai Laki-laki 32 Berat Ringan Metered Tidak
swasta Dose
Inhaler
118. Petani Laki-laki 67 Berat Ringan Metered Tidak
Dose
Inhaler
119. PNS Laki-laki 61 Berat Sangat Metered Tidak
Berat Dose
Inhaler
120. Wiraswasta Laki-laki 61 Berat Sangat Metered Tidak
Berat Dose
Inhaler
121. Petani Laki-laki 81 Berat Sedang Metered Tidak
Dose
Inhaler
122. Wiraswasta Laki-laki 64 Berat Berat Metered Tidak
Dose
75

Inhaler
123. Pegawai Laki-laki 63 Berat Sangat Metered Tidak
swasta Berat Dose
Inhaler
124. Pegawai Laki-laki 61 Berat Ringan Metered Tidak
swasta Dose
Inhaler
125. Wiraswasta Laki-laki 49 Berat Sedang Metered Tidak
Dose
Inhaler
126. Pensiunan Laki-laki 61 Berat Berat Metered Tidak
Dose
Inhaler
127. Pensiunan Perempuan 64 Berat Sangat Nebulizer Tidak
Berat
128. Wiraswasta Laki-laki 63 Berat Berat Metered Tidak
Dose
Inhaler
129. Pensiunan Laki-laki 65 Berat Sangat Metered Tidak
Berat Dose
Inhaler
130. Wiraswasta Laki-laki 80 Berat Sangat Metered Tidak
Berat Dose
Inhaler
131. Wiraswasta Laki-laki 63 Berat Sangat Metered Ya
Berat Dose
Inhaler
132. PNS Laki-laki 55 Berat Ringan Metered Tidak
Dose
Inhaler
133. Wiraswasta Laki-laki 55 Berat Berat Dry Tidak
Powder
Inhaler
134. PNS Laki-laki 63 Berat Berat Metered Tidak
Dose
Inhaler
135. Ibu rumah Perempuan 47 Berat Sangat Metered Tidak
tangga Berat Dose
Inhaler
76

136. Petani Laki-laki 50 Berat Berat Metered Tidak


Dose
Inhaler
137. Petani Laki-laki 78 Berat Sedang Dry Tidak
Powder
Inhaler
138. Wiraswasta Laki-laki 76 Berat Sangat Metered Tidak
Berat Dose
Inhaler
139. Pensiunan Laki-laki 69 Berat Ringan Dry Tidak
Powder
Inhaler
140. Pensiunan Laki-laki 73 Berat Sangat Metered Tidak
Berat Dose
Inhaler
141. Pensiunan Laki-laki 65 Berat Sangat Metered Tidak
Berat Dose
Inhaler
142. PNS Laki-laki 49 Berat Berat Metered Tidak
Dose
Inhaler
143. PNS Laki-laki 59 Berat Sangat Dry Tidak
Berat Powder
Inhaler
144. Wiraswasta Laki-laki 73 Berat Sedang Dry Tidak
Powder
Inhaler
145. Wiraswasta Laki-laki 59 Berat Sangat Metered Tidak
Berat Dose
Inhaler
146. Petani Laki-laki 65 Berat Sangat Metered Tidak
Berat Dose
Inhaler
147. Wiraswasta Laki-laki 54 Berat Sangat Metered Tidak
Berat Dose
Inhaler
148. Pensiunan Perempuan 76 Berat Sangat Dry Tidak
Berat Powder
Inhaler
149. Wiraswasta Laki-laki 60 Berat Sangat Dry Tidak
77

Berat Powder
Inhaler
150. Ibu rumah Perempuan 50 Berat Sangat Dry Tidak
tangga Berat Powder
Inhaler
151. Wiraswasta Laki-laki 44 Berat Sangat Dry Tidak
Berat Powder
Inhaler
152. TNI & Laki-laki 57 Berat Sangat Metered Tidak
POLRI Berat Dose
Inhaler
153. Wiraswasta Laki-laki 73 Berat Sedang Metered Tidak
Dose
Inhaler
154. Petani Laki-laki 69 Berat Sangat Metered Tidak
Berat Dose
Inhaler
155. Wiraswasta Laki-laki 56 Berat Sangat Metered Tidak
Berat Dose
Inhaler
156. Wiraswasta Laki-laki 44 Berat Ringan Metered Tidak
Dose
Inhaler
157. Petani Laki-laki 59 Berat Berat Metered Ya
Dose
Inhaler
158. PNS Laki-laki 47 Berat Berat Metered Tidak
Dose
Inhaler
159. Wiraswasta Laki-laki 40 Berat Ringan Metered Tidak
Dose
Inhaler
160. Pensiunan Laki-laki 76 Berat Sedang Dry Tidak
Powder
Inhaler
161. Petani Laki-laki 57 Berat Sangat Metered Tidak
Berat Dose
Inhaler
162. Ibu rumah Perempuan 77 Berat Sedang Dry Tidak
tangga Powder
78

Inhaler
163. Petani Laki-laki 71 Berat Sangat Metered Tidak
Berat Dose
Inhaler
164. Ibu rumah Perempuan 65 Berat Ringan Metered Tidak
tangga Dose
Inhaler
165. PNS Perempuan 63 Berat Sedang Metered Tidak
Dose
Inhaler
166. Petani Laki-laki 67 Berat Sangat Metered Tidak
Berat Dose
Inhaler
167. Ibu rumah Perempuan 67 Berat Sangat Metered Tidak
tangga Berat Dose
Inhaler
168. Wiraswasta Laki-laki 50 Berat Berat Metered Tidak
Dose
Inhaler
169. Wiraswasta Laki-laki 57 Berat Sangat Metered Tidak
Berat Dose
Inhaler
170. Wiraswasta Laki-laki 54 Berat Berat Metered Tidak
Dose
Inhaler
79

LAMPIRAN 8
HASIL OUTPUT DATA

Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Laki - laki 146 85,9 85,9 85,9

Valid Perempuan 24 14,1 14,1 100,0

Total 170 100,0 100,0

Usia

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Valid < 41 tahun 1 ,6 ,6 ,6


80

41 - 50 tahun 27 15,9 15,9 16,5

51 - 60 tahun 50 29,4 29,4 45,9

61 - 70 tahun 64 37,6 37,6 83,5

71 - 80 tahun 26 15,3 15,3 98,8

> 80 tahun 2 1,2 1,2 100,0

Total 170 100,0 100,0

Statistics
Usia

Valid 170
N
Missing 0
Mean 60,90
Median 61,00
Mode 63
Minimum 32
Maximum 81

Pekerjaan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Valid Pensiunan 29 17,1 17,1 17,1

Wiraswasta 47 27,6 27,6 44,7

Petani 41 24,1 24,1 68,8

PNS 17 10,0 10,0 78,8

Pengangguran 3 1,8 1,8 80,6

Pegawai swasta 10 5,9 5,9 86,5

Tukang 1 ,6 ,6 87,1

Pekerja lepas 1 ,6 ,6 87,6

TNI / POLRI 1 ,6 ,6 88,2

Pedagang 1 ,6 ,6 88,8

Ibu rumah tangga 16 9,4 9,4 98,2

Nelayan 1 ,6 ,6 98,8

Supir 1 ,6 ,6 99,4
81

Guru 1 ,6 ,6 100,0

Total 170 100,0 100,0

Status Merokok

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Valid Berat 170 100,0 100,0 100,0

Derajat PPOK

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Ringan 18 10,6 10,6 10,6

Sedang 35 20,6 20,6 31,2

Valid Berat 38 22,4 22,4 53,5

Sangat berat 79 46,5 46,5 100,0

Total 170 100,0 100,0

Jenis Inhalasi

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Metered dose inhaler 79 46,5 46,5 46,5

Dry powder inhaler 77 45,3 45,3 91,8


Valid
Nebulizer 14 8,2 8,2 100,0

Total 170 100,0 100,0

Fasilitas Rehabilitasi

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Ya 10 5,9 5,9 5,9

Valid Tidak 160 94,1 94,1 100,0

Total 170 100,0 100,0


82

Anda mungkin juga menyukai