Anda di halaman 1dari 88

PORTOFOLIO

ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS

Disusun Oleh:

Mufidatun Nafisah

41171396100067

Pembimbing UIN Pembimbing Puskesmas Rajeg

dr. Erika Agustianti dr. Yayu Nurahayu

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS

PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

PERIODE 18 MARET-20 APRIL 2019


LEMBAR PENGESAHAN

PORTOFOLIO KEDOKTERAN KOMUNITAS

Diajukan kepada Program Studi Profesi Dokter

Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Untuk Ujian Modul Klinik Ilmu Kedokteran Komunitas

Disusun Oleh:

Mufidatun Nafisah

NIM: 41171396100067

Pembimbing UIN Pembimbing Puskesmas Sukawali

dr. Erika Agustianti dr. Yayu Nurahayu

Penguji

( )

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS


PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

PERIODE 18 MARET-20 APRIL 2019


KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji Syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah memberikan nikmat
islam, iman, dan ikhsan sehingga penulis dapat menyelesaikan Portofolio ini tepat pada
waktunya. Portofolio ini merupakan bentuk refleksi kegiatan yang dilakukan selama
kepaniteraan klinik Ilmu Kedokteran Komunitas.

Shoalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang
telah membimbing umat dari masa kebodohan menjadi masa keemasan, dengan adanya
ajaran islam.

Pada kesempatan kali ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada para
pembimbing yang telah banyak memberikan pengarahan selama penyusunan portofolio ini,
pembeimbing tersebut sebagai berikut :

1. dr. Erika Agustianti, selaku pembimbing di kampus.

2. dr. Yayu Rahayu dan dr. Budi Setiawan, selaku pembimbing di Puskesmas Sukawali.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih ada beberapa kekurangan. Kritik dan saran yang
membangun penulis harapkan dari semua pihak demi kesempurnaan portofolio ini. Demikian,
semoga portofolio ini dapat bermanfaat.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Ciputat, Maret 2019

Penulis
RESUME KASUS PORTOFOLIO

Portofolio Identitas Kasus

BP Dewasa An.Dz/ 13 tahun/ Laki-laki Skabies

Mini CEX Ny. W/ 47 tahun/ perempuan Osteoarthritis Genu dextra,


Hipertensi
Homevisit Tn.D./ 49 tahun/ Laki-laki TB MDR Putus Obat
Vulnus Punctum ec tertusuk
Farmasi Tn.S/29 tahun/ Laki-laki paku

Prolanis PROLANIS

Promosi Kesehatan di
PHBS dan Scabies
Pesantren
KEGIATAN INTERNAL
LAPORAN KEGIATAN
KINERJA INTERNAL PUSKESMAS

POLIKLINIK UMUM

Nama kegiatan : Poli umum

Tempat : Puskesmas Rajeg

Tanggal : 22 Maret 2019

A. Deskripsi Kegiatan

Pada bulan Maret 2019, saya dan teman-teman sedang mendapat tugas stase di
Puskesmas Rajeg. Puskesmas Rajeg Jl. K. H. M. Dahlan, RT.7/rw 3, Tanjakan, Rajeg
Kabupaten Tangerang, Banten. Di Puskesmas ini terdapat berbagai ruang pelayanan yang
terdiri dari ruang Administrasi, Poli Umum, Poli Anak, Klinik KIA, KB, Ruang tindakan,
Klinik Khusus TB pada hari Rabu dan Kamis, Klinik Khusus Lansia hari selasa jumat, Klinik
Khusus Gizi pada hari selasa dan jumat, Poli Gigi di hari selasa, Klinik Kusta hari selasa,
Klinik Imunisasi hari selasa, PONED dan Ruang Farmasi. Kelompok kami membagi tugas
menjadi 6 bagian yaitu Poli Umum, Poli anak dan ruang tidakan, klinik KIA dan KB,
Farmasi, PONED, dan kegiatan eksternal, dan putaran ini kami gilirkan tiap harinya.

Pada hari jumat 22 Maret 2019, saya mendapat tugas di bagian Klinik Umum . Ruang
poli Umum berukuran sekitar 4x3,5 meter dengan terdapat tiga buah meja, ranjang
pemeriksaan, timbangan, pengukur tinggi badan, komputer, alat TTV dan beberapa kursi. Di
salah satu meja terdapat komputer untuk input data pasien di Poli Umum. Di ruang poli
umum terdapat sebuah AC namun tidak berfungsi dengan cukup baik sehingga suhu didalam
ruangan masih terasa agak panas. Poli Umum dibuka sejak pukul 08.00-14.00 WIB dengan
pendaftaran ditutup pukul 14.00 WIB kecuali hari jumat sabtu dimana pelayanan ditutup 2
jam lebih cepat. Pelayanan di Poli Umum biasanya dilaksanakan oleh seorang dokterdan
dibantu oleh perawat. Pasien Poli umum berkisar antara 60-100 pasien setiap harinya. Kasus
tersering yang dapat ditemui di Poli Umum meliputi infeksi saluran napas akut, penyakit
kulit, penyakit mata dan diare. Salah satu penyakit kulit yang sering ditemui adalah Skabies.
Pada hari ini saya memeriksa seorang pasien, yaitu Dzikri/13 tahun dari Rajeg. Dilakukan
autoanamnesid dan Alloanamnesis kepada ibu pasien. Pasien tersebut datang dengan adanya luka
koreng di kedua kaki dan sela jari tangan kiri sejak 1 bulan sebelum dibawa ke Puskesmas. Luka
tersebut bermula berupa bentol kecil di bagian sela jari tangan kemudian menyebar ke bagian
pergelangan tangan dan kaki pasien. Luka terasa gatal yang terutama dirasakan pada malam hari
sehingga pasien sulit tidur pada malam hari. Keluhan gatal tidak disertai adanya demam. Ibu
pasien menyangkal bahwa pasien memiliki alergi terhadap obat-obatan tertentu maupun makanan
jenis tertentu. Pasien baru pertama kali mengalami keluhan ini. Tidak ada keluhan serupa di
Keluarga. Pasien tinggal di Pesantren dan banyak teman-temannya yang sudah menderita keluhan
serupa terlebih dahulu. Saat ini pasien sedang izin pulang ke rumah karena keluhan gatal-
gatalnya. Kebiasaan seperti pinjam-meminjam pakaian, handuk dan lain-lainnya disangkal. Di
Pesantren satu kamar terdiri dari +/- 20 orang dengan posisi kasur berjajar dan saling menempel
satu sama lain. Keluhan pasien tersebut sudah diobati dengan salep Hidrocortison namun tidak
kunjung membaik. Ibu dan pasien sangat mengkhawatirkan kondisi pasien akan memburuk dan
tidak kunjung membaik karena pasien harus kembali ke pesantren untuk beraktivitas belajar lagi.
Pasien berharap bisa segera sembuh dan tidak kambuh lagi.

Setelah melakukan anamnesis terhadap pasien tersebut, saya melakukan pemeriksaan


fisik. Pemeriksaan generalis pasien tidak menunjukkan adanya kelainan. Saya kemudian
melihat lesi kulit pasien yang berada di pergelangan tangan kiri dan kedua kaki pasien. Dari
efloresensi lesi pada regio sela-sela jari sinistra dan genu bilateral vesikel dan papula
eritematosa dengan erosi dan sebagian ekskoriasi.

Hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik yang saya lakukan terhadap pasien tersebut
menunjukkan penyakit yang diderita pasien sesuai dengan penyakit Skabies, sehingga setelah
menemukan kemungkinan penyakit yang dialami pasien tersebut, saya melakukan edukasi
kepada pasien dan orang tua pasien juga meresepkan obat untuk pasien. Saya mengedukasi
orang tua pasien bahwa penyakit yang diderita pasien termasuk penyakit yang menular,
mengedukasi untuk merendam pakaian dengan air hangat, menjemur kasur, menggunakan
pakaian dan handuk masing-masing baik di rumah dan pesantren, menjaga higienitas dan
mengedukasi cara penggunaan salep Permetrin yang saya resepkan serta mengedukasi orang tua
untuk berobat ke Puskesmas jika ada keluhan serupa atau jika memungkinkan membeli salep
serupa untuk dipakai oleh anggota keluarga lainnya.Pada pasien ini saya meresepkan Permetrin
5% sebanyak 1 tube untuk digunakan sebanyak satu kali dan dapat diulang satu minggu
kemudian jika belum membaik. Selain itu, saya juga meresepkan obat Chlorpheniramin Maleat 4
mg 3x1 tablet selama 3 hari untuk mengatasi gatal yang dialami oleh pasien.
B. Nomor Rekam Medik : 27015
C. Diagnosis Holistik
 
Aspek personal
Pasien mengeluh luka koreng di pergelangan tangan kiri dan kedua kaki, luka terasa gatal
terutama saat malam hari sehingga mengganggu tidur pasien. Ibu dan pasien khawatir jika
keluhan belum sembuh hingga sebelum pasien kembali ke pesantren, pasien berharap dapat
sembuh dan tidak kambuh lagi
 
Aspek klinis

Skabies (S72-46) dd/ dermatitis Contact (S88), Impetigo (S84)
 
Aspekfaktor internal
Pasien seorang anak laki-laki berusia 13 tahun, Riwayat alergi makanan atau obat-obatan
disangkal.
 
Aspek faktor eksternal
Pasien tinggal di Pesantren dimana teman-temannya sudah memiliki keluhan serupa, pernah
berkontak dengan teman pasien yang mengalami keluhan yang sama di Pesantren, tinggal di Pesantren
sehingga tidur dalam satu tempat yang sama. Kebiasaan saling meminjam pakaian atau handuk

dengan teman disangkal.


Aspek skala 
fungsional Derajat 1

D. Tata Laksana

 

Non Farmakologi
- Edukasi bahwa penyakit Skabies menular.
- Edukasi cara pencegahan dengan merendam pakaian dengan air hangat, mencuci
sprei, menjemur kasur.
- Edukasi untuk penggunaan handuk dan pakaian masing-masing.

- Edukasi untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan


- Edukasi cara penggunaan obat Permetrin cukup satu kali (digunakan di seluruh tubuh
kecuali bagian wajah dan kepala, ditunggu sampai kering terlebih dahulu kemudian memakai
baju dan selanjutnya tidak boleh terkena air sampai 8-12 jam setelah salep dioles) dan boleh
diulang satu minggu kemudian jika belum membaik.
- Edukasi bahwa obat CTM digunakan untuk mengatasi gatal, sehingga obat tidak perlu
diminum jika keluhan gatal sudah menghilang.
- Edukasi untuk orang tua dan adik yang serumah dengan pasien untuk menggunakan
obat Permetrin bias dibeli di apotek, atau datang ke Puskesmas untuk diperiksa.
 

Farmakologi
- Permetrin 5% dipakai satu kali.
- Chlorpheniramin Maleat 4 mg, 3x1 tab, jika gatal.

RESEP

R/ Permetrin 5% 10 gram No. I


ʃ 1 dd ue

R/ Chlorpheniramin Maleat tab No. X

ʃ 3 dd I Tab pc prn

E. Refleksikan Perbedaan antara teori dan praktek yang dilakukan

Tindakan yang saya lakukan yang menurut saya benar adalah bahwa saya dalam
mencari diagnosis pasien sudah melakukan berbagai langkah-langkah dalam mendiagnosis
pasien, yaitu melakukan anamnesis secara menyeluruh dan melakukan pemeriksaan fisik.
Pada pasien ini, pemeriksaan penunjang tidak terlalu diperlukan karena klinis pasien sudah
mendukung terhadap diagnosis yang ditegakkan. Pada kasus ini, sebagai kasus kulit, maka
pemeriksaan fisik yang sangat penting adalah gambaran lesi atau effloresensi lesi di kulit.
Berdasarkan berbagai langkah tersebut, didapatkan data yang mendukung terhadap diagnosis
Skabies. Saya juga sudah membiasakan diri untuk selalu mencuci tangan sebelum dan
sesudah memeriksa pasien.

Skabies merupakan penyakit kulit yang diakibatkan oleh adanya infestasi dan sensistisasi
terhadap Sarcoptes scabiei var, hominis dan produknya. Penyakit ini dipengaruhi berbagai
faktor, antara lain sosial ekonomi yang rendah, hygiene yang buruk, hubungan seksual yang
sifatnya promiskuitas, kesalahan diagnosis dan perkembangan dermografik serta ekologik.
1
Penularan pada penyakit ini dapat terjadi secara kontak langsung maupun tidak langsung.

Anamnesis yang dilakukan secara autoanamnesis terhadap pasien didapatkan faktor risiko
terjadinya Skabies berupa pasien tinggal di lingkungan pesantren dimana penyakit ini juga
diderita oleh santri-santri lain. Cara penularan secara kontak tak langsung kemungkinan
terjadi melalui sprei dan kasur karena pasien tidur bersama-sama santri lain di dalam kamar
dimana kasur-kasur disusun berdempetan dan saling menempel.
Penegakan diagnosis Skabies perlu ditemukan tanda cardinal penyakit ini, yaitu pruritus
nokturnal, terjadi secara kelompok, terdapat lesi berbentuk terowongan (kunikulus) dan
menemukan tungau. Diagnosis dapat ditegakkan dengan menemukan minimal dua dari empat
1
tanda cardinal tersebut. Pada pasien ini terdapat dua dari empat tanda cardinal, yaitu pasien

merasa lebih gatal saat malam hari (pruritus nokturna) dan penyakit yang dialami pasien juga
dialami oleh teman-temannya di Pesantren, atau penyakit yang terjadi santri-santri di
Pesantren tersebut(sebuah kelompok), sedangkan dua tanda cardinal lain, yaitu lesi berbentuk
terowongan dan terdapat tungau belum ditemukan pada pasien ini.

Pengobatan yang dapat diberikan pada Skabies berupa obat topikal dengan syarat obat
yang ideal adalah obat harus efektif terhadap semua stadium tungau, tidak menimbulkan
iritasi dan tidak toksik, tidak berbau atau kotor serta tidak merusak atau mewarnai pakaian
dan mudah diperoleh serta harganya murah. Jenis obat topikal yang dapat diberkan berupa
Sulfur presipitaturm 4-20%, Emulsi benzyl-benzoas 20-25%, Gama benzene heksa klorida
1
1% (gameksan), Krotamin 10% dan Permetrin 5%. Pada pasien ini saya meresepkan dua

obat, yaitu Permetrin 5% dan Cholpheniramin Maleat tab 4 mg untuk obat gatalnya.
Permetrin 5% dipilih pada pasien ini karena Permetrin 5% kurang toksik dibandingkan
gameksan dengan efektivitas yang sama. Pemakaian Permetrin yang cukup sekali juga sangat
cocok diberikan pada pasien ini yang usianya masih tergolong remaja awal. Selain
mempertimbangkan hal tersebut, pemilihan Permetrin sebagai pilihan terapi adalah karena di
Puskesmas hanya tersedia Permetrin sebagai obat untuk Skabies.

Selain memberikan terapi farmakologis, saya juga memberikan terapi non farmakologis
berupa edukasi mengenai penyakit Skabies yang dapat menular, cara mencegah penularan,
pola hidup bersih dan sehat dan edukasi cara penggunaan obat dan pentingnya pengobatan
untuk seluruh anggota keluarga yang terkena penyakit yang sama.

Tindakan yang saya rasakan masih kurang antara lain dalam melakukan anamnesis
pada pasien ini, saya kurang menggali mengenai riwayat sosial pasien, terutama mengenai
pola hidup pasien yang meliputi penggunaan air bersih, jenis sabun mandi yang dipakai,
penggunaan alat mandi, penggunaan alas kaki dan ada tidaknya riwayat sering bermain di
kebun misalnya. Hal ini dimaksudkan untuk mencari kemungkinan diagnosis lainnya.
Pada bagian pemeriksaan fisik saya merasa masih perlu untuk belajar lebih banyak melihat
dan membedakan eflorensensi untuk penyakit kulit yang seringkali tidak khas, karena
kelemahan ini ketika pemeriksaan saya masih membutuhkan bantuan teman saya yang juga
sedang bertugas di Poli Umum.

Saya merasa kurang pada bagian edukasi mengenai penyakit Skabies, saya seharusnya
melengkapi edukasi mengenai penyebab sakit Skabies, cara penularan, komplikasi yang
ditimbulkan dan prognosis penyakit. Hal tersebut tidak saya lakukan karena saya masih
belum terbiasa mengedukasi pasien dan masih merasa terburu-buru karena pasien Puskesmas
banyak, sehingga saya masih harus banyak berlatih untuk melakukan edukasi yang lengkap,
tepat dan tetap efisien dalam memanfaatkan waktu. Selain itu, edukasi yang saya berikan
mengenai PHBS juga belum sempurna karena saya kurang menggali pada anamnesis
mengenai riwayat sosial pasien.

Menurut pendapat saya, timbulnya perbedaan antara teori dan fakta yaitu mengenai
anamnesis pasien yang kurang komprehensif dan waktu pelayanan pasien yang sangat
singkat. Hal tersebut dikarenakan jumlah pasien puskesmas yang sangat banyak dengan
waktu pelayanan yang singkat. Saya juga terlewat untuk menanyakan dimana Pesantren
pasien sehingga seharusnya bisa menjadi gambaran sasaran komunitas yang memerlukan
penyuluhan dan tindak lanjut mengenai penyakit Scabies yang banyak diderita santri-santri di
Pesantren tersebut.

Selain itu, fungsi promotif dan preventif penyakit menular pada komunitas yang masih
kurang menyebabkan pengetahuan masyarakat mengenai Skabies masih belum baik. Hal
tersebut selanjutnya menyebabkan pasien akan sering berkunjung dengan keluhan serupa ke
puskesmas tanpa disertai adanya pencegahan terhadap penularan penyakit.
Hal yang dapat dipelajari untuk perbaikan kedepannya adalah saya perlu berlatih
lebih sering untuk meningkatkan kemampuan analisis masalah penyakit yang baik, sehingga
dapat memikirkan kemungkinan berbagai diagnosis banding terhadap suatu penyakit. Saya
harus lebih giat lagi dalam membaca dan mengetahui poin-poin penting pada suatu penyakit.
Mempelajari kembali pedoman pelaksanaan praktik klinis di layanan primer terutama
puskesmas sehingga mengetahui minimal pelayanan yang harus diberikan, tenaga kesehatan
yang diperlukan dan mengetahui mengenai alur pelayanan pasien. Saya juga perlu belajar
khususnya untuk penyakit-penyakit kulit yang banyak ditemukan pada pasien Puskesmas
sehingga dapat menegakkan diagnosis dengan benar dan memberikan terapi dengan tepat.
Saya juga perlu belajar dalam hal edukasi sehingga pasien memiliki pemahaman yang
sama tentang penyakitnya, cara penyembuhan, cara mencegah dan cara penularannya
Nilai agama yang dapat saya ambil dari kasus ini adalah saat saya seharusnya lebih
bersabar dalam menghadapi pasien sehingga pikiran saya menjadi lebih tenang untuk
selanjutnya dapat menganalisis penyakit pasien dengan lebih baik. Secara bahasa sabar
berarti al-habsu (menahan), sedangkan secara syariat, sabar berarti menahan diri atas tiga
perkara, yaitu sabar dalam menaati Allah, sabar dari hal-hal yang Allah haramkan dan sabar
3
terhadap takdir Allah yang menyakitkan. Sebagaimana firman Allah SWT mengenai sabar

sebagai berikut:

Artinya: “Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan sesungguhnya (perbuatan) yang
demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan.” (Q.S. Asy-Syuura: 43).

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar
dan (mengerjakan) shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Q.S. Al-
4
Baqarah: 153).

Selain sabar, dalam menangani kasus ini, saya juga belajar bahwa memiliki bekal
ilmu yang mumpuni dalam menghadapi pasien itu sangat penting, sehingga perilaku rajin
dalam belajar dan keingintahuan yang besar sangat diperlukan di bidang kedokteran.
Sebagaimana hadits Nabi Muhammad SAW sebagai berikut:

Artinya: “Mencari ilmu itu adalah wajib bagi setiap muslim laki-laki maupun muslim
5
perempuan.” (H.R. Ibnu Abdil Barr).

Pada kasus ini saya juga belajar mengenai pentingnya kebersihan diri dan lingkungan,
bahwa salah satu faktor terjadinya penyakit berasal dari kebersihan yang tidak baik. Islam
mengajarkan mengenai kewajiban menjaga kebersihan, sebagaimana Hadit Nabi Muhammad
SAW berikut:

Artinya: “Sesungguhnya Allah SWT itu suci dan menyukai hal-hal yang suci. Dia Maha bersih
dan menyukai kebersihan. Dia Maha mulia dan menyukai kemuliaan. Dia Maha indah dan
menyukai keindahan, karena itu bersihkanlah tempat-tempatmu dan jangan meniru orang-
6
orang Yahudi. (H.R. Tirmidzi).
Selain itu, saya merasa termotivasi untuk melakukan perbaikan pada kebersihan dan
kesehatan di lingkungan Pesantren. Dimana seharusnya santri-santri yang lebih dekat dengan
ilmu agama, tentu diharapkan lebih memahami dan menjaga kebersihan dan kesehatan diri
dan lingkungan. karena dalam Islam sendiri jelas mengajarkan ummatnya untuk senantiasa
menjaga kebersihan dan kesehatan. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S Al Baqarah ayat
222, yang artinya :
“…..sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan mencintai orang-
orang yang menyucikan diri”
kata menyucikan diri disini selain dapat diartikan secara maknawi yaitu orang yang
menyucikan diri dari perbuatan dosa juga dapat diartikan secara harfiah yaitu orang yang
senantiasa menjaga kebersihan dan kesucian diri dari najis dll. Dan masih ada banyak pesan
islam lainnya untuk ummatnya agar senantiasa menjaga kebersihan dan keindahan dimana
dalam hadist dikatakan bahwasanya Allah itu indah dan menyukai keindahan, keteraturan,
kerapihan dsb.
Maka sangat diharapkan agar Pesantren tidak lagi memiliki image sebagai komunitas
yang kumuh, sumber penyakit kulit dan lain sebagainya.

F. Daftar Pustaka
1. Djuanda, A., et all. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-6. Jakarta: Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2010. p.122-126
2. Kementerian Kesehatan. 2014. Panduan Parktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Primer.
3. Anonim. 2017. Sabar, Dalil dalam Al Quran dan Hadits tentang
Sabar. http://www.berbagaireviewers.com/
4. Al Quran dan terjemahannya.
5. Al Hafidz, A. 2015. Hadits tentang Kewajiban Menuntut Ilmu. http://www.dic.or.id/
6. Anonim. 2017. Muslim Harus Mencintai Kebersihan. http://www.suaramuslim.net/
Lampiran
Kopi Rekam Medis
a. Identitas
Nama : Dzikri
Usia : 13 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Rajeg
Agama : Islam
b. Anamnesis
Alloanamnesis dilakukan kepada ibu pasien pada tanggal 22 Maret 2019, di BP
Umum. Keluhan Utama

Gatal di seluruh badan sejak 1 bulan sebelum dibawa ke Puskesmas.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien tersebut datang dengan adanya luka koreng di kedua kaki dan sela jari tangan kiri
sejak 1 bulan sebelum dibawa ke Puskesmas. Luka tersebut bermula berupa bentol kecil di bagian
sela jari tangan kemudian menyebar ke bagian pergelangan tangan dan kaki pasien. Luka terasa
gatal yang terutama dirasakan pada malam hari sehingga pasien sulit tidur pada malam hari.
Keluhan gatal tidak disertai adanya demam. Ibu pasien menyangkal bahwa pasien memiliki alergi
terhadap obat-obatan tertentu maupun makanan jenis tertentu. Pasien baru pertama kali
mengalami keluhan ini. Tidak ada keluhan serupa di Keluarga. Pasien tinggal di Pesantren dan
banyak teman-temannya yang sudah menderita keluhan serupa terlebih dahulu. Saat ini pasien
sedang izin pulang ke rumah karena keluhan gatal-gatalnya.. Keluhan pasien tersebut sudah
diobati dengan salep Hidrocortison namun tidak kunjung membaik. Ibu pasien sangat
mengkhawatirkan kondisi pasien akan memburuk dan tidak kunjung membaik karena pasien
harus kembali ke pesantren untuk beraktivitas belajar lagi.
Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluhan serupa di keluarga


Riwayat sosial dan kebiasaan
Pasien tinggal di Pesantren dimana teman-temannya juga mengalami keluhan
serupa, Kebiasaan seperti pinjam-meminjam pakaian, handuk dan lain-lainnya
disangkal. Di Pesantren satu kamar terdiri dari +/- 20 orang dengan posisi kasur
berjajar dan saling menempel satu sama lain

c. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis :
Kesadaran : Compos Mentis
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
BB : 36 kg
PB : 145 cm
Nadi : 67x/menit, teratur, isi cukup
Pernapasan : 20x/menit
Suhu : 36,5o C
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Paru : Suara napas vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung : Bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Status lokalis : Pada regio sela jari tangan sinistra dan genu bilateral terdapat
vesikel dan papulae eritematosa dengan erosi dan sebagian ekskoriasi.
d. Diagnosis
Skabies (S72-46) dd/ dermatitis Contact (S88), Impetigo (S84)
e. Terapi
Non Farmakologi
- Edukasi bahwa penyakit Skabies menular.
- Edukasi cara pencegahan dengan merendam pakaian dengan air hangat, mencuci
sprei, menjemur kasur.
- Edukasi untuk penggunaan handuk masing-masing.
- Edukasi cara penggunaan obat Permetrin cukup satu kali (digunakan di seluruh tubuh
kecuali bagian wajah dan kepala, ditunggu sampai kering terlebih dahulu kemudian memakai
baju dan selanjutnya tidak boleh terkena air sampai 8-12 jam setelah salep dioles) dan boleh
diulang satu minggu kemudian jika belum membaik.
- Edukasi bahwa obat Cetirizine digunakan untuk mengatasi gatal, sehingga obat tidak
perlu diminum jika keluhan gatal sudah menghilang.
 
Farmakologi
- Permetrin 5% dipakai satu kali.
- Chlorpheniramin Maleat 3x1 tab, jika gatal.

RESEP

R/ Permetrin 5% 10 gram No. I


ʃ 1 dd ue

R/ Chlorpheniramin Maleat 4 mg tab no.X

ʃ 1 dd I tab pc prn
KEGIATAN INTERNAL
LAPORAN KEGIATAN
KINERJA INTERNAL PUSKESMAS

FARMASI
Nama Kegiatan : Farmasi

Tempat : Puskesmas Rajeg

Tanggal : Sabtu, 23 Maret 2019

A. Deskripsi kegiatan

Pada hari Sabtu 23 Maret 2019, saya mendapat tugas di bagian Farmasi Puskesmas Rajeg.
Bagian Farmasi ini dikepalai oleh seorang apoteker dan pada pelayanan sehari-hari dibantu
oleh seorang asisten apoteker. Ruangan Farmasi Puskesmas Rajeg terletak di dekat ruangan
Poli Anak dan Poli Umum, KIA dan KB disampingnya. Ruangan tersebut berukuran sekitar
3x4 meter dan dilengkapi oleh AC. Bagian Farmasi Puskemas Rajeg tidak melayani 24 jam,
karena bagian Poned Puskemas sudah memiliki obat sendiri. Bagian farmasi akan tutup
seiring dengan tidak adanya pasien yang datang ke puskesmas, biasanya pukul 15.00 WIB
sudah tidak ada pasien yang datang karena pendaftaran ditutup pkl. 14.00 WIB.

Ruang Farmasi diisi oleh satu meja tempat menyiapkan obat, tiga lemari obat, satu meja
komputer dan beberapa kursi. Bagian Farmasi Puskesmas Rajeg juga dilengkapi oleh alat
untuk membuat puyer yaitu mesin penghalus obat. Pada saat bertugas di bagian Farmasi ini,
saya belajar cara membaca resep, memberikan obat dan membuat puyer. Saya belajar cara
menulis etiket obat dan juga belajar cara mengedukasi pasien mengenai cara penggunaan obat
yang meliputi takaran minum obat, waktu yang tepat minum obat dan tenggang waktu obatnya
perlu diminum. Farmasi Puskesmas Rajeg menyediakan beberapa obat yang jenisnya terbatas
dan berbagai sediaan. Sediaan obat yang tersedia terdiri dari tablet, kapsul, sirup, salep, krim,
bedak, suppositori, tetes dan ampul. Selain itu, terdapat sediaan puyer. Terdapat obat yang
tidak ada di Puskesmas atau pada kondisi tertentu obat sedang kosong di Puskemas. Pada
keadaan tersebut, pihak Farmasi biasanya menanyakan atau meminta pasien untuk kembali
ke dokter dan memberitahukan bahwa obat yang diresepkan tidak ada, sehingga memberikan
pilihan kepada dokter untuk mengganti atau menyuruh pasien membeli di apotek di luar
puskesmas. Keterbatasan obat kadang dipengaruhi oleh stok dan beberapa obat yang memang
tidak disediakan di Puskesma Rajeg, seperti antitetanus.
Pada hari ini saya mengambil satu contoh resep dengan identitas Tn S., laki-laki, usia 46
tahun pasien datang dengan keluhan tertusuk paku di telapak kaki kanan 1 jam yang lalu.
Peristiwa ini terjadi di daerah sekitar pabrik tempat pasien bekerja pasien tertusuk paku yang
berkarat, awalnya luka sedikit berdarah namun tidak banyak, paku langsung tercabut karena
pasien refleks menarik kakinya saat tertusuk. Pasien segera datang ke Puskesmas tanpa
mengobati lukanya terlebih dahulu dengan apapun. Pasien berharap lukanya akan sembuh dan
pasien tidak begitu khawatir dengan lukanya karena ia berpikir ini merupakan luka biasa. Di
Puskesmas pasien langsung mendapatkan pertolongan pertama, luka dibersihkan dengan
alcohol dan povidon iodin, kemungkinan dilakukan X insisi di luka tanpa anastesi local
sebelumnya lalu luka di irigasi dengan povidone iodine, kemudian di balut dengan kassa tipis
karena khawatir luka akan kotor saat pasien berjalan dari Puskesmas ke rumah. Tidak lupa
pasien diedukasi untuk kembali membersihkan luka sesampainya dirumah dan membiarkan
luka dengan keadaan terbuka dan bersih. Setelah prosedur selesai pasien mendapatkan obat,
pasien mendapatkan antinyeri dan antibiotik untuk mencegah infeksi. Saat memberikan obat
kepada pasien saya menjelaskan penggunaan masing-masing obat, fungsinya, cara dan waktu
konsumsinya serta tidak lupa mengedukasi untuk menghabiskan antibiotik. karena pasien
tidak mendapat suntik tetanus karena Puskesmas Rajeg tidak menyediakan obat tersebut.
Pasien saya edukasi untuk datang ke UGD RS setempat untuk mendapatkan obat antitetanus.
Diagnosis Holistik

 Aspekpersonal
Pasien mengeluh luka tusuk di telapak kaki kanan karena tertusuk paku sejak 1 jam yang lalu.
Pasien berharap lukanya akan sembuh dan pasien tidak begitu khawatir dengan lukanya
karena ia berpikir ini merupakan luka biasa
 
 Aspek klinis 
Vulnus Punctum a.r plantar pedis dextraec tertusuk paku (S19)
 
 Aspek faktor internal
Pasien seorang laki-laki berusia 46 th.
 
 Aspek faktor eksternal

Pasien bekerja di daerah pabrik dan banyak limbah paku dan besi tidak terpakai.
E. Aspek skala
fungsional Derajat 1
B. Tata Laksana
- Non Farmakologi
a. Membersihkan luka dengan alcohol dan Insisi sisi luka dan irigasi dengan povidone
iodine
b. Mengedukasi untuk mengonsumsi obat sesuai aturan yang telah dijelaskan.
c. Mengedukasi untuk menghabiskan obat antibiotik.
d. Mengedukasi bahwa untuk obat paracetamol hanya dikonsumsi jika pasien
mengeluh nyeri ataupun demam.
e. Mengedukasi untuk melakukan perawatan luka dan menjaga kebersihan
f. Mengedukasi untuk datang ke fasilitas kesehatan terdekat apabila keluhan memburuk
- Farmakologi
R/ Cefixime 200 mg tab no.X
ᶴ 2 dd I pc habiskan

ᶴ 3 dd tab 1 pc prn

C. Refleksi kegiatan

Tindakan yang menurut saya sudah benar adalah saya membaca resep yang ditulis oleh
petugas di ruang tindakan. Setelah membacanya, saya kemudian melakukan anamnesis
singkat mengenai keluhan yang dialami oleh pasien. Tidak lupa pasien diedukasi untuk
kembali membersihkan luka sesampainya dirumah dan membiarkan luka dengan keadaan
terbuka dan bersih. Setelah prosedur selesai pasien mendapatkan obat, pasien mendapatkan
anti nyeri dan antibiotik untuk mencegah infeksi. Pasien tidak mendapat suntik tetanus karena
Puskesmas Rajeg tidak menyediakan obat tersebut. Awalnya pasien tidak diedukasi untuk
mendapatkan suntik tetanus ke RS setempat maka saya mengedukasi pasien untuk datang ke
UGD RS setempat untuk mendapatkan obat antitetanus. Pada saat memberikan obat kepada
pasien saya mengecek kembali obat yang diberikan sudah sesuai dengan yang ada di resep.
Saya menjelaskan fungsi masing-masing obat yang diberikan kepada pasien. Selain
melakukan edukasi farmakologi, saya juga mengedukasi pasien untuk mengonsumsi obat
sesuai aturan yang telah dijelaskan. Dan menekankan pasien untuk menghabiskan antibiotik
dan segera mendapatkan obat antitetanus dari RS terdekat. Tidak lupa saya meminta ttd
pasien di lembar resep sebagai bukti bahwa saya sudah mengedukasi pasien mengenai obat
dan pemakaiannya.
Tindakan yang saya rasakan masih kurang antara lain saya kurang teliti menilai
pemberian antibiotik pada pasien ini, dimana kasus ini mungkin lebih membutuhkan
antibiotik untuk bakteri anaerob seperti klindamisin yang juga tersedia di puskesmas. Dan
saya kurang detail dalam mengedukasi pasien tentang bahaya yang mungkin terjadi jika
pasien tidak mendapatkan terapi suntik tetanus, sehingga kemungkinan pasien tidak patuh
atas saran saya menjadi lebih besar, apalagi pasien sudah mendapatkan penanganan awal dan
mendapat obat sehingga pasien akan merasa baik-baik saja.
Perbedaan antara teori dengan fakta yang ditemukan antara lain dengan tidak adanya
antitetanus di Puskesmas seharusnya saya menyarankan untuk mengedukasi pasien terlebih
dahulu tentang pentingnya mendapatakan antitetanus, sehingga ada pilihan pasien untuk
dirujuk dari awal sehingga pasien akan benar-benar datang ke RS setempat yang memiliki
persediaan antitetanus. Antitetanus masuk ke dalam daftar obat esensial nasional yang artinya
harusnya tersedia di seluruh fasilitas kesehatan.3

Hal yang dapat dipelajari untuk perbaikan selanjutnya adalah. Saya perlu banyak belajar
mengenai penggunaan antitetanus serum dan human tetanus immunoglobulin, seperti kapan
pemakaiannya, pilihan regimennya, efek samping dan kegunaannya. Saya juga perlu belajar lagi
mengenai rasionalitas pemakaian antibiotik dan pemilihan antibiotik yang tepat.
Nilai agama dan profesionalisme apa yang dapat saya masukkan dalam kasus ini
yaitu mengenai prinsip etika profesionalisme beneficence, non-maleficence, dan justice.
Sehingga kita harus mengupayakan yang terbaik untuk pasien termasuk ketersediaan obat,
ataupun mengelola pasien dengan baik sehingga tidak adanya obat tidak menghalangi kita
untuk bekerja secara professional.
Dari kasus ini juga kita belajar bahwa mencegah lebih baik dari pada mengobati,
seperti yang kita tahu infeksi oleh C. tetani bisa berakibat fatal sehingga pencegahannya
sangat ditekankan, selain dari perawatan luka juga dari obat antitetanus. Sebagaimana
Rasulullah SAW bersabda :
“Jagalah lima perkara sebelum datang lima perkara, muda sebelum tua, sehat sebelum
sakit, kaya sebelum miskin, lapang sebelum sempit, dan hidup sebelum mati” (HR. Muslim)
Mencegah penyakit adalah salah satu bentuk rasa syukur kita akan nikmat sehat yang Allah
berikan kepada kita.
D. Daftar Pustaka
1. Purba, RT. 2016. Pocket Synopsis: Obat di Indonesia. Banjarbaru: PT. Grafika
Wangi Kalimantan.
2. Tim Editor. 2009. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta:
Penerbit IDAI.
3. Peraturan Menteri Kesehatan No.312 tahun 2013 Tentang Daftar Obat Esensial Nasional.

4. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.523 tahun 2015 tentang Formularium Nasional

5. Sahaly, Dariantini. 2010. Pencegahan Penyakit Dalam Islam. Jawa Timur : Bintu Sahaly
KEGIATAN EKSTERNAL
LAPORAN KEGIATAN

KINERJA EKSTERNAL PUSKESMAS

PROGRAM PENGELOLAAN PENYAKIT KRONIS

Nama kegiatan : PROLANIS

Tempat : Puskesmas Rajeg

Tanggal : 06 April 2019

A. Deskripsi Kegiatan

Pada hari Sabtu, 06 April 2019, terdapat kegiatan eksternal Puskesmas Rajeg yang
berlangsung. Kegiatan eksternal tersebut PROLANIS (Program Pengelolaan Penyakit
Kronis). Program ini merupakan pelayanan kesehatan dengan pendekatan proaktif yang
dilaksanakan secara terintegrasi dan melibatkan peserta, FKTP dan BPJS. Adapun peserta
yang ikut merupakan pasien-pasien penderita Hipertensi, Diabetes Mellitus ataupun penyakit
lainnya, selain itu pasien tanpa riwayat penyakit kronis juga dapat menjadi peserta dan
mengikuti program ini.

Kegiatan PROLANIS ini dilaksanakan di Puskesmas Rajeg. Kegiatan ini dihadiri oleh
peserta dan non-peserta, untuk peserta sendiri terdiri dari perempuan dan laki-laki dengan
rentang usia 40-70 th, sebenarnya program ini dapat diikuti oleh masyarakat usia >15 tahun
keatas. Kegiatan tersebut rutin dilaksanakan setiap awal bulan sekali oleh tim PROLANIS
dari Puskesmas.

Kegiatan dimulai sekitar pukul 07.00 WIB. Kegiatan diawali dengan absensi dan pengecekan
tekanan darah kemudian dibuka oleh bidan Elan disertai penjelasan mengenai kegiatan yang akan
dilaksanakan pada hari tersebut. Bidan Elan selaku PJ Program ini juga menjelaskan kepada para
masyarakat yang hadir bahwa program ini merupakan program pelayanan kesehatan dari
Puskesmas yang bekerjasama dengan BPJS sehingga peserta yang mendaftar harus merupakan
pasien BPJS dengan FKTP di Puskesmas Rajeg. Kegiatan meliputi olahraga bersama, penyuluhan
kesehatan, pemeriksaan tekanan darah, GDS, Asam Urat dan kolesterol, serta pemeriksaan
laboratorium lengkap setiap satu tahun sekali.

Pada kegiatan tersebut saya berperan dalam penyampaian materi penyuluhan. Sebelumnya
saya mengikuti kegiatan senam bersama peserta, setelah itu kegiatan dilanjutkan dengan
penyampaian materi penyuluhan. Pada kesempatan kali ini saya menyampaikan materi
tentang hipertensi
Materi yang saya sampaikan meliputi definisi hipertensi, gejala, faktor risiko, pencegahan,
cara mengontrol, komplikasi dan pencegahan komplikasinya. Pada penyampaian materi kali
ini saya tidak membuat power point sebagai alat penyuluhan karena info kegiatan dikabarkan
pagi hari di hari tersebut sehingga saya tidak sempat membuatnya. Namun peserta tampak
serius memperhatikan materi tersebut dan turut aktif menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
saya lontarkan selama penyuluhan. Juga aktif saat sesi tanya jawab. Setelah penyampaian
materi kegiatan dilanjutkan dengan pemeriksaan GDS, Kolesterol dan asam urat.
Kegiatan tersebut berakhir saat semua peserta sudah dilakukan. Kegiatan berakhir sekitar
pukul 10.00 WIB. Jumlah total peserta yang mengikuti kegiatan tersebut sekitar 25. Para
peserta membawa pulang konsumsi dan hasil pemeriksaannya.

B. Refleksi perbedaan antara teori dengan praktek yang dilakukan:

Tindakan yang saya rasakan sudah sesuai yaitu, dalam mengikuti kegiatan tersebut
saya ikut aktif berinteraksi dengan peserta mulai dari mengikuti senam, penyuluhan hingga
pemeriksaan. Pemeriksaan tekanan darah dilakukan sebelum olahraga sehingga hasilnya
tidak terpengaruh dengan aktifitas olahraga senam pasien. Dan pemeriksaan dilakukan dalam
posisi duduk., Dimana hasil pengukuran tekanan darah dapat dipengaruhi aktifitas bahkan
posisi.1
Untuk pemeriksaan dilakukan satu kali pada masing-masing pasien karena tidak ada
peserta yang terdeteksi dengan TD tinggi kecuali pada peserta penderita Hipertensi
sebelumnya. Dimana ditemukan peserta yang baru terdeteksi dengan TD tinggi perlu
dilakukan pemeriksaan ulang dengan selang waktu 5 menit dalam keadaan cukup istirahat
atau tenang.2 Untuk olahraga yang dipilih adalah senam aerobic, dimana ada dua senam yang
pertama dengan ketukan lambat dimaksudkan sebagai pemanasan dan dicocokan dengan
peserta yang sebagian adalah lansia, Senam pertama berdurasi +/- 20 menit. Pada senam
kedua peserta dipersilahkan istirahat jika sudah tidak mampu melanjutkan senam selanjutnya
karena senam kedua lebih energik dengan ketukan lebih cepat berdurasi 20 menit. Waktu
olahraga total +/- 60 menit ditambah pemanasan dan pendinginan. Waktu olahraga ini sudah
cukup untuk mendukung dan membiasakan gaya hidup sehat masyarakat dengan berolahraga
minimal 30 menit.3
Pada penyuluhan materi yang saya pilih adalah materi-materi dasar tentang hipertensi,
cara pencegahan, komplikasi, serta pengobatannya, terutama saya tekankan pada masalah
yang dapat diubah.
Saya menjelaskan hipertensi mulai dari definisinya dimana hipertensi adalah
kondisi terjadinya peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari ≥ 140 mmHg dan atau
diastolic ≥ 90 mmHg. Berdasarkan JNC VIII klasifikasi tekanan darah:3
Normal TD Sistolik TD Diastolik
Normal <120 mmHg <80 mmHg
Pre-Hipertensi 120-139 mmHg 80-89 mmHg
Hipertensi Stage 1 140-159 mmHg 80-99 mmHg
Hipertensi stage 2 ≥160 mmHg ≥ 100 mmHg

Seperti kita ketahui ada beberapa hal yang mempengaruhi hipertensi, ada yang
yang dapat diubah yaitu obesitas, gaya hidup, paparan asap rokok, konsumsi garam
berlebihan dll dan ada juga faktor yang tidak dapat diubah seperti usia, genetik dll.
Saya menekankan pada faktor risiko yang dapat diubah seperti obesitas, kurangnya
aktivitas fisik, paparan asap rokok, konsumsi natrium berlebihan, dan stress. Sehingga
peserta mengerti apa yang dapat dilakukan dapat dilakukan dengan melakukan
modifikasi gaya hidup seperti penurunan berat badan, diet kaya buah, sayuran, produk
rendah lemak dengan jumlah lemak total dan lemak jenuh yang rendah, kurangi
assupan garam menjadi 1 sendok teh garam perhari, aktivitas fisik seperti jalan cepat
30 menit sehari hampir setiap hari selama seminggu. Berikut bagan alur tatalaksana
hipertensi:3
i
selain itu untuk menjaga perhatian audiens saya menyampaikan materi secara interaktif
dengan banyak melontarkan pertanyaan kepada peserta.
Tindakan yang saya rasakan masih kurang antara lain, pada penyampaian materi saya
tidak menggunakan alat bantu seperti power point misalnya. Hal ini memungkinkan materi
yang saya sampaikan menjadi kurang mudah dimengerti dan diingat oleh peserta. Serta terasa
lebih monoton, hal ini dikarenakan info mengenai kegiatan ini baru saya dapatkan pagi hari
sebelum berangkat ke Puskesmas sehingga saya tidak memiliki cukup waktu untuk
membuatnya.

Terdapat beberapa perbedaan antara teori dengan fakta yang ditemukan antara lain
mengenai target program 75% peserta memiliki nilai normal pada pemeriksaan DM dan atau
Hipertensinya, di Puskesmas sendiri belum ada laporan hasil pencapainnya dan mengenai
komplikasi hipertensi yang saya kurang jelaskan secara rinci dan lengkap sehingga mungkin
kurang memberi efek kepada peserta agar lebih waspada dengan komplikasi hipertensi ini.
Adapun komplikasi hipertensi sendiri antara lain :
Serangan jantung

Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan pengerasan dan penebalan arteri dinding pembuluh
darah arteri. Ini disebut dengan aterosklerosis. Aterosklerosis menyebabkan penyumbatan
pembuluh darah, sehingga jantung tidak mendapatkan cukup oksigen. Akibatnya, Anda bisa
terkena serangan jantung. Gejala peringatan serangan jantung yang paling umum adalah nyeri
dada dan sesak napas.
Gagal jantung

Saat tekanan darah tinggi, otot jantung memompa darah lebih keras agar dapat memenuhi
kebutuhan darah ke semua bagian tubuh. Hal ini membuat otot jantung lama-lama menebal
sehingga jantung kesulitan memompa cukup darah. Konsekuensinya, gagal jantung bisa
terjadi. Gejala umum dari gagal jantung adalah sesak napas, kelelahan, bengkak di
pergelangan tangan, kaki, perut, dan pembuluh darah di leher.
Stroke

Stroke bisa terjadi saat aliran darah kaya oksigen ke sebagian area otak terganggu, misalnya
karena ada sumbatan atau ada pembuluh darah yang pecah. Penyumbatan ini terjadi karena
adanya aterosklerosis dalam pembuluh darah. Pada orang yang punya hipertensi, stroke
mungkin terjadi ketika tekanan darah terlalu tinggi sehingga pembuluh darah di salah satu
area otak pecah. Gejala stroke meliputi kelumpuhan atau mati rasa pada wajah, tangan, dan
kaki, kesulitan berbicara, dan kesulitan melihat.
Aneurisma

Tekanan darah yang sangat tinggi dapat menyebabkan salah satu bagian pembuluh darah
melemah dan menonjol seperti balon, membentuk aneurisma. Aneurisma biasanya tidak
menyebabkan tanda atau gejala selama bertahun-tahun. Namun, jika aneurisma terus
membesar dan akhirnya pecah, ini bisa mengancam nyawa.

Masalah ginjal

Tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol juga dapat menyebabkan pembuluh darah di ginjal
menyempit dan melemah. Hal ini kemudian dapat mengganggu fungsi ginjal dan
menyebabkan penyakit ginjal kronis.

Masalah mata

Tak hanya bisa memengaruhi pembuluh darah di ginjal, tekanan darah tinggi juga bisa
memengaruhi pembuluh darah di mata. Pembuluh darah di mata juga bisa menyempit dan
menebal akibat tekanan darah tinggi. Pembuluh darah kemudian bisa pecah dan
mengakibatkan kerusakan mata, mulai dari penglihatan kabur sampai kebutaan.

Sindrom metabolik

Sindrom metabolik merupakan kumpulan dari kelainan metabolisme dalam tubuh. Salah satu
faktor risikonya adalah tekanan darah tinggi. Tekanan darah tinggi yang dibarengi dengan
kondisi kadar gula darah tinggi, kadar kolesterol tinggi (kadar kolesterol baik rendah dan
kadar trigliserida tinggi), dan lingkar pinggang besar didiagnosis sebagai sindrom metabolik.

Kesulitan dalam mengingat dan fokus

Tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol juga dapat menyebabkan perubahan kognitif.
Anda mungkin akan mengalami masalah dalam berpikir, mengingat, dan belajar. Tanda-
tandanya seperti kesulitan dalam menemukan kata-kata saat berbicara dan kehilangan fokus
saat dalam pembicaraan.5

Hal yang dapat dipelajari untuk perbaikan selanjutnya adalah saya perlu membaca
kembali mengenai penyakit hipertensi termasuk komplikasi hipertensi. Dan membaca cara-
cara yang lebih aplikatif yang dapat dipraktekan peserta di rumah masing-masing dalam
pengontrolan penyakitnya.

Nilai agama dan profesionalisme yang saya dapat dalam kasus ini adalah mengenai
prinsip pelaksanaan kedokteran, yaitu Beneficience, melakukan tindakan dengan bertujuan
untuk kebaikan atau kemanfaatan orang lain. PROLANIS ini dilakukan sebagai pelayanan
kesehatan yang proaktif mengajak masyarakat membangun kebiasaan gaya hidup sehat.

Selain itu, saya juga belajar mengenai peran salah sau dari five star doctor, yaitu dokter
harus bisa menjadi communicator yakni dapat mengomunikasikan info kesehatan kepada
masyarakat baik face to face pada pemeriksaan di poliklinik ataupunpada penyuluhan seperti
kegiatan ini Sedangkan nilai agama yang dapat saya pelajari adalah mengenai sebuah Hadits
Nabi SAW berikut:

Artinya: “Apabila terjadi dalam satu negeri suatu wabah penyakit dan kamu di situ
janganlah kamu ke luar meninggalkan negeri itu. Jika terjadi sedang kamu di luar negeri itu
janganlah kamu memasukinya.” (H.R. Bukhari).

Hadits tersebut mengajarkan perihal melakukan tindakan pencegahan terhadap sebuah


penyakit.9 Penjaringan kesehatan ini juga merupakan sebuah kegiatan yang dilakukan untuk
mencegah terjadinya komplikasi atau untuk mengetahui lebih dini sebuah penyakit. Sehingga
mencegah hal yang lebih buruk terjadi sehingga menimalisir mudharat.
G. Daftar Pustaka
1. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 43 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Minimal Bidang Kesehatan.
2. Sherwood, L. 2012. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi Enam. Jakarta: EGC.
p.467-468.
3. Anonim. 2013. Hadits-hadits tentang Kesehatan. http://www.ukki.student.uny.ac.id/
4. Boelen, C. 2009. The five-star doctor: an asset to health care reform?. Geneva: WHO.
5. Kemenkes RI, 2014.. Infodatin Hipertensi. Jakarta : Pusat Data dan
Informasi Kementerian Kesehatan RI

6. BPJS Kesehatan. 2016. Panduan Praktis PROLANIS. Jakarta


KEGIATAN EKSTERNAL
LAPORAN KINERJA

KEGIATAN HOME VISIT

Nama Kegiatan : Home Visit

Tempat : Kp. Tanjakan Kongsi, RT 02/02

Hari, tanggal : Selasa, 26 Maret 2019

a. Deskripsi Kegiatan
Home Visit merupakan salah satu kegiatan kami selain dari kegiatan internal, eksternal,
dan kegiatan promosi kesehatan. Sebelum melakukan home visit, kami berkonsultasi terlebih
dahulu untuk mendapatkan kasus yang sesuai dengan judul presentasi kasus kami yaitu
“Penyakit akibat Perilaku.”. Saat itu kami berkonsultasi kepada salah satu perawat yaitu Ibu
Yoyoh sekaligus pemegang program TB. Dari hasil diskusi didapatkan bahwa kasus tersering
di Puskesmas Rajeg ini adalah penyakit tidak menular seperti DM, hipertensi, kemudian
ISPA, penyakit lainnya seperti TB dan gangguan jiwa cukup banyak namun tidak sebanyak
PTM (Penyakit Tidak Menular). Selaku pemegang program TB, Ibu Yoyoh menyarankan
untuk melakukan home visit kepada pasien TB yang sudah putus pengobatan (loss to follow
up) dan dikatakan sudah TB MDR akibat putus pengobatan berulang kali. Selain karena kasus
ini sesuai dengan tema kami, Ibu Yoyoh juga berharap melalui kunjungan kami, hati pasien
dapat tergerak untuk kembali berobat.
Kami diberikan pilihan untuk melakukan home visit pada Tn. R usia 27 tahun dengan TB
MDR dan Tn. D usia 56 tahun dengan TB MDR dan Diabetes Melitus dengan riwayat
keluarga dengan TB. Pada awalnya kami memilih Tn. R, namun karena ternyata pasien
sedang berada di luar kotadan pasien tampakanya tidak bersedia dilakukan wawancara maka
kami melanjutkan home visit pada Tn. D. Home visit dilaksanakan pada hari Selasa, 26 Maret
2019 pukul 09.00 – 13.00. Sebelumnya Ibu Yoyoh mennghubungi kader terlebih dahulu
sehingga kader dapat mengabari pasien dan membuat janji. Pada hari pelaksanannya kami
diantar Ibu Kader. Alamat pasien bertepatan di Kampung Tanjakan Kongsi RT 02/02. Jarak
antara puskesmas dengan rumah pasien kurang lebih dapat ditembuh selama 10 menit.
Rumah pasien terletak di sebuah gang padat penduduk dengan akses jalan yang hanya dapat
dilalui oleh satu motor saja. Kegiatan kami selama home visit yaitu kami melakukan
anamnesis, pemeriksaan fisik, pengisian berkas keluarga, memberikan edukasi, dan
mengumpulkan dokumentasi.

b. Resume Pasien
Anamnesis dilakukan secara autoanamensa dan alloanamnesa kepada istri pasien. Tn. D
saat ini mengeluh batuk sejak kurang lebih satu bulan terakhir ini. Batuk terkadang disertai
dengan dahak, dahak berwarna kehijauan, namun tidak ada darah. Pasien tidak pernah pergi
berobat ataupun minum obat untuk keluhan batuknya ini karena merasa batuknya ini tidak
terlalu parah., sehingga saat ini pasien hanya mengonsumsi daun binahong yang pasien olah
sendiri untuk mengurangi keluhannya, namun keluhan dirasakan sama saja. Keluhan disertai
badan terasa sering lemas dan berat badan terasa menurun yang pasien rasakan dari
pakaiannya yang terasa melonggar. Keluhan lainnya, pasien mengeluh badan terasa panas dan
terkadang disertai dengan keringat dingin di malam hari
Pasien pernah di diagnosa dengan TB paru pada tahun 1993. Saat itu sebelum
diketahui TB paru, pasien awalnya mengeluh tenggorokan terasa gatal, dan terkadang batuk
disertai dengan dahak dan darah. Sejak saat itu pasien menjalani pengobatan TB Paru selama
6 bulan dan dinyatakan sembuh setelah pengobatan TB selesai. Tahun 2011, pasien mengeluh
batuk-batuk hingga muntah darah berwarna merah terang. Saat itu pasien dirawat di RS Sari
Asih. Diberikan kembali pengobatan TB paru, pasien mengatakan saat itu pengobatannya
tuntas dan dinyatakan sembuh kembali.
Tahun 2014, pasien mengatakan kambuh kembali. Kemudian dirawat di RSUD
Tangerang. Saat itu pasien mengatakan terdapat pengobatan yang diberikan secara suntik,
namun karena pasien merasa tidak tahan dengan efek samping obat yaitu lemas dan
pandangan yang dirasakan semakin buram maka pasien memutuskan sendiri untuk berhenti
pengobatan. Sejak saat itu pasien tidak pernah kontrol kembali.
Tahun 2018 pada bulan September, pasien mengeluh keluhan serupa seperti batuk
lama, demam dan keringat dingin. Saat itu pasien melapor dan berkonsultasi dengan
pemegang program TB di Puskesmas Rajeg. Pasien dilakukan pemeriksaan di Puskesmas
kemudian dirujuk ke RS Persahabatan. Pasien tidak tahu mengapa harus dirujuk, pasien
hanya tahu karena keluhannya saat ini semakin parah maka Ia dirujuk ke RS Persahabatan.
Menurut pasien saat itu Ia diberikan obat suntik setiap hari, namun karena pasien merasa
tidak kuat dengan efek samping obat, pasien terus menerus merasa lemas, pasien juga merasa
pendengaran terasa berkurang pada telinga sebelah kiri, sehingga pasien memutuskan untuk
berhenti pengobatan. Menurut pasien saat itu pengobatannya berlangsung kurang lebih
selama 1 bulan lebih 1 minggu.
Pasien juga pada bulan September 2018, dikatakan gula darah nya tinggi. Sebelumnya
pasien sempat mengeluhkan sering terbangun untuk kencing di malam hari kurang sebanyak
3 kali atau lebih, mudah lapar (pasien makan 5 kali sehari), mudah haus, namun berat badan
semakin terasa turun. Saat itu dilakukan pemeriksaan gula darah dan dipatkan GDS 300
mg/dL. Menurut pasien saat itu, Ia diberikan pengobatan gula tiga kali sehari sesudah makan.
Pasien hanya mengonsumsi obat gula 1 bulan lebih 1 minggu saja saat itu. Sejak saat itu Ia
tidak pernah kontrol dan mengonsumsi obat gula kembali.
Keluhan lemas, dada berdebar, tangan gemetar, keringat dingin, penurunan kesadaran,
sesak, mual dan muntah disangkal. Keluhan seperti pandangan buram ada sejak tahun 2014,
keluhan bayangan hitam menyerupai rambut yang melayang, BAK berbusa, nyeri dada,
kelemahan satu sisi, baal, kaki kesemutan, nyeri saat berjalan disangkal.
Pasien mengatakan harapannya adalah agar Ia bisa sembuh setidaknya dari sakit
paru nya. Pasien mengatakan tidak ada kekhawatiran dalam dirinya berkaitan dengan
penyakitnya, karena pasien merasa sudah berikhtiar selama ini yaitu dengan berolahraga jalan
kaki setiap pagi, mengonsumsi obat herbal daun binahong, dan mengurangi porsi makan.
Menurut pasien batuk-batuk yang dirasakannya ini karena tertular oleh anak-anaknya
yang mengalami batuk yang sudah lebih dahulu darinya dan pasien merasa akhir-akhir ini
memang sedang musim batuk.
Riwayat asma, alergi, hipertensi, keganasan, dan infeksi lainnya disangkal. Pasien
pernah dirawat di Rumah Sakit sebanyak tiga kali karena sakit parunya, riwayat operasi
disangkal.
Riwayat keluarga dengan keluhan serupa yaitu keempat anak pasien mengalami keluhan
batuk-batuk sejak kurang lebih satu bulan yang lalu. Anak-anak pasien sudah diobati ke
puskesmas dan diberikan obat batuk, namun anak-anak pasien masih terkadang masih batuk-
batuk sesekali.
Ibu pasien juga mengalami TB paru, menurut pasien saat itu pengobatan TB pada ibu
salah satunya dengan suntik. Menurut pasien saat itu, usia pasien kurang lebih belasan tahun.
Saat ini ibu pasien sudah meninggal pada tahun 2012 dan diduga karena TB paru. Ayah
pasien sudah meninggal karena sakit kuning pada tahun 2010. Adik pasien yang tinggal satu
rumah dengannya juga mendertia TB dan sama sama memiliki riwayat putus obat. Riwayat
keluarga dengan darah tinggi, sakit gula, alergi, dan keganasanan disangkal.
Pasien memiliki riwayat merokok selama lebih dari 20 tahun. Pasien merokok
sebanyak 2 bungkus perhari, menurut pasien saat ini Ia sudah 4 tahun berhenti merokok.
Riwayat konsumsi alkohol disangkal. Pasien mengatakan sebelum mengetahui sakit gula,
pasien makan lima kali porsi nasi dalam sehari, namun sejak mengetahui sakit gula pasien
makan tiga kali porsi nasi dalam sehari. Pasien biasanya mengonsumsi nasi dengan lauk pauk
berupa telur, tahu, dan tempe. Pasien rutin melakukan jalan pagi setiap pagi hari. Pasien
sebelum tahun 2011 bekerja sebagai supir di Jakarta, namun saat ini tidak bekerja.
Perekonomian pasien bergantung pada istri pasien yang berjualan siomay di sekolah dan
terkadang didapatkan dari anaknya yang sudah bekerja. Pasien memiliki tujuh anak. Saat ini
pasien tinggal bersama istrinya, keempat anaknya, dan adik perempuannya.
Pasien mengaku dirinya tidak pernah mennggunakan masker baik di dalam maupun di
luar rumah, karena merasa tidak nyaman. Pasien mengatakan Ia tidur sendiri, tidak satu
kamar dengan siapapun. Tetangga pasien di sekitar rumah pasien ada yang menderita sakit
TB sebanyak 2 orang.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan status gizi pasien habitus astenikus. IMT
underweight. Tanda vital tekanan darah 150/90 mmHg, frekuensi nadi 95x/menit, regular, isi
cukup, frekuensi napas 20x/menit, regular, abdominaltorakal, suhu 36,8 C. Pemeriksan
kepala, wajah, leher, jantung, abdomen, ekstremitas dalam batas normal. Pemeriksaan paru
didapatkan inspeksi pergerakan dada simetris saat statis dan dinamis, tidak ada retraksi sela
Iga. Palpasi krepitasi tidak ada, vokal fremitus meningkat di paru kanan bawah . Perkusi
Sonor di kedua lapang paru. Auskultasi vesikuler di kedua lapang paru, ronkhi basah kasar di
paru kanan bawah, wheezing tidak ada. Pemeriksaan GDS didapatkan 275 mg/dL.

c. Diagnsosis Holistik
 
Aspek Personal
Pasien mengeluh batuk sejak kurang lebih satu bulan terakhir ini. Keluhan disertai
dengan malaise, demam dan keringat dingin terutama saat subuh. Pasien memiliki riwayat TB
Paru sejak tahun 1993. Pasien pernah menjalani pengobatan TB Paru pengobatan tuntas dan
dinyatakan sembuh sebanyak 2 kali (tahun 1993 dan 2011). Pasien mengalami kekambuhan
pada tahun 2014 dan 2018, pengobatan tidak tuntas. Pasien memiliki diabetes mellitus tipe 2
yang baru diketahui sejak tahun lalu.
Pasien mengatakan harapannya adalah agar Ia bisa sembuh dari sakit paru nya.
Pasien mengatakan tidak ada kekhawatiran dalam dirinya berkaitan dengan penyakitnya,
karena pasien merasa sudah berikhtiar selama ini yaitu dengan berolahraga jalan kaki setiap
pagi, mengonsumsi obat herbal daun binahong, dan mengurangi porsi makan.
Menurut pasien batuk-batuk yang dirasakannya ini karena tertular oleh anak-
anaknya yang mengalami batuk yang sudah lebih dahulu darinya dan pasien merasa akhir-
akhir ini memang sedang musim batuk.

 
 Aspek Klinis
- TB paru relaps suspect resistensi obat
- Diabetes Melitus Tipe II, normoweight, regulasi on antidiabetik oral,
tidak terkontrol
- Hipertensi grade I tidak terkontrol

 
Aspek Internal
Pasien seorang laki-laki usia 56 tahun. Pasien memiliki keluarga dengan riwayat TB paru
yaitu ibu pasien dan adik pasien. Pasien memiliki riwayat putus obat sebanyak dua kali,
pasien mencoba mejaga pola makannya dengan makan tiga kali sehari dan dengan jumlah
yang lebih sedikit. Pasien rutin melakukan olahraga berupa jalan santai setiap pagi.
 
Aspek Eksternal

Pasien tinggal bersama seorang istri dan ke-4 anaknya, dan adik pasien yang merupakan
pendertia TB. Tetangga pasien ada yang menderita sakit TB sebanyak 2 orang. Pasien tidak
bekerja , pasien mengandalkan perekonomian keluarga dari hasil berjualan istri.
 
Aspek Fungsional

Skala 3: ada beberapa kesulitan, perawatan diri masih bisa dilakukan , hanya dapat
melakukan kerja ringan.

I. RENCANA DIAGNOSIS dan EVALUASI


 
 TB paru relaps suspect resistensi obat
 Rencana Diagnosis:

1. Periksa SP
2. Pemeriksaan gene expert
3. Kultur resistensi obat
4. Rapid test HIV

underweight, regulasi dengan obat anti diabetic oral, tidak
DM Tipe II,
 terkontrol
 Rencana Evaluasi:

1. Evaluasi GDS, GDP, GD2PP
2. Lakukan pengukuran tekanan darah setiap kali kontrol dan penimbangan berat
badan
3. Periksa HbA1c
4. Periksa urinalisa untuk menilai adakah proteinuria
5. Rujuk ke spesialis mata untuk funduskopi
 
 Hipertensi Grade I tidak terkontrol
 Rencana Evaluasi:

1. Pengukuran tekanan darah secara berkala
2. Pemeriksaan Laboratorium lengkap untuk menilai ada tidaknya komplikasi
hipertensi dan DM
 
 Rencana diagnosis untuk anak pasien
 Untuk anak pasien lakukan pemeriksan SP

 Untuk An. R usia 7 tahun dan an. E usia 12 tahun dapat dilakukan skoring TB
terlebih dahulu (skoring TB terlampir)


d. Tatalaksana
 
 TB paru relaps suspect resistensi obat
 Anjurkan untuk melakukan pemeriksaan SP, berupa pemeriksaan gene expert, dan
kultur resistensi obat

 Edukasi mengenai penyakit TB, bahwa TB paru ini disebabkan oleh kuman ,
bukan merupakan penyakit keturunan maupun penyakit kutukan

 Edukasi pasien bahwa batuk yang dirasakan selama satu bulan terakhir tidak
menutup kemungkinan karena TB paru nya kambuh kembali

 TB dapat disembuhkan dengan pengobatan yang teratur, TB tidak dapat
disembuhkan dengan pengobatan herbal

 Edukasi pasien bahwa mungkin pasien akan mengalami pengobatan yang sama
seperti sebelumnya yaitu salah satunya dengan suntik akibat ketidakpatuhan
minum obat sebelumnya yang dapat menyebabkan kuman TB semakin kuat

 Edukasi cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan seperti batuk lama,
berat badan menurun tanpa upaya menurunkan berat badan, keringat dingin di
malam hari dan cara pencengahannya seperti edukasi pasien pentingnya
menggunakan masker meskipun di dalam rumah

 Edukasi untuk membawa anak-anak pasien juga melakukan pemeriksaan TB dan
mungkin saja diperlukan pengobatan pencegahan untuk mencegah sakit TB pada
anak-anaknya jika belum terkena

 Edukasi pentingnya adanya pengawas minum obat

 Edukasi bahwa memang ada efek samping dari pengobatan TB dan apabila ada
efek samping maka segera lapor pada pusat pelayanan kesehatan

 
 DM Tipe II, underweight, regulasi on antidiabetik oral, tidak terkontrol
EDUKASI

 Edukasi mengenai hubungan antara DM dengan TB Paru yang dialami oleh
pasien
 Edukasi mengenai perjalanan penyakit DM dan perlunya pengobatan yang
berkelanjutan.

 Edukasi keluarga untuk selalu mendukung pasien mengonsumsi obat DM

 Edukasi mengenai tanda dan gejala komplikasi akut dan kronik.

 Edukasi mengenai pentingnya intervensi nutrisi dan aktivitas fisik yang sesuai
untuk pasien

 Edukasi mengenai pentingnya perawatan kaki

 Edukasi pasien diberikan obat metformin tiga kali sehari untuk mengendalikan
gula darah pasien. Obat antidiabetik ini diberikan setelah makan.

NUTRISI

Kebutuhan kalori laki-laki 30 kal/kgBB. Pasien denggan usia 56 tahun pengurangan


kalori 5%. Penambahan sejumlah 20% pada pasien dengan aktivitas ringan, berat badan kurus
ditambah 20%.BB ideal pasien: 90% x (TB dalam cm -100) x 1kg = 90% x (168-100) x 1 kg
= 61,2 kg. Kebutuhan kalori pasien: (30 kal x BB ideal) – 5% (30 kal x BB ideal) + 20% (30
kal x BB ideal) + 20% (30 kkal x BB ideal) + 10% (30 kkal x BB ideal) = (30 x 61,2) –
5%(30 kkal x 61,2) + 20% (30 kkal x 61,2) + 20% (30 kkal x 61,2) + 10% (30 kkal x 61,2) =
1836- 91,8+367,2+367,2+183,6=2661 kkal
Dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi, siang, dan malam. Kemudian terdapat
selingan makan pagi, selingan makan siang, dan selingan makan malam. Kami menjelaskan
bahwa pasien pada porsi makan besar dapat memakan nasi kurang lebih sebanyak 10 sendok
makan, kemudian komponen lauk terdiri atas protein nabati seperti tahu atau tempe, protein
hewani seperti telur, ikan, dan daging ayam, kemudian sayuran dengan porsi sebanyak satu
gelas setiap kali makan. Selingan makan pagi, siang, dan malam dapat berupa biskuit, susu,
buah-buahan, pisang goreng.
OLAHRAGA

Dianjurkan olahraga yang mudah dilakukan oleh pasien seperti jalan cepat setiap pagi.

FARMAKOLOGI

Metformin 3x500 mg PO

 
Hipertensi Grade I tidak terkontrol
EDUKASI
1. Edukasi untuk meelakukan pengukuran tekanan darah secara rutin
2. Edukasi bahwa penyakit penyakit hipertensi ini dapat dikontrol dengan nutrisi yaitu
dengan diet rendah garam , olahraga, dan pengobatan
3. Edukasi mengenai berbagai komplikasi akibat hipertensi
FARMAKOTERAPI

1. Amlodipine 1x 5 mg PO

 
Rencana terapi untuk anak pasien
Dapat dipertimbangkan untuk anak pasien untuk diberikan profilaksis isoniazid, diberikan
isoniazid dengan dosis 7-15 mg/KgBB setiap hari selama 6 bulan
- An. R usia 7 tahun: 140 - 300 mg/hari
- An. E usia 12 tahun: 266- 570 mg/hari
Kemudian dilakukan pemantauan tiap bulan ke 2,3,4,5,6

e. Refleksi Perbedaan Teori dengan Praktik


Berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, pasien TB dibedakan menjadi pasien TB
baru, pasien yang pernah diobati TB, dan pasien yang riwayat pengobatan sebelumnya tidak
diketahui. Pasien yang pernah diobati TB diklasifikasikan kembali menjadi pasien kambuh
yaitu pasien TB yang pernah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap dan saat ini
didiagnosis berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis, pasien yang diobati kembali setelah
gagal yaitu pasien TB yang pernah diobati dan dinyatakan gagal pada pengobatan terakhir,
pasien yang diobati kembali setelah putus obat adalah pasien yang pernah diobati dan
dinyatakan lost to follow up. Pada pasien ini diduga pasien mengalami kekambuhan karena
berdasarkan keluhan dan gejala klinis yang dialami pasien saat ini mendukung kearah TB. 1
Pasien TB yang terduga resistan obat adalah semua orang yang mempunyai gejala TB
yang memenuhi satu atau lebih kriteria terduga/suspek:1
1. Pasien TB gagal pengobatan kategori 2
2. Pasien TB pengobatan kategori 2 yang tidak dikonversi setelah 3 bulan pengobatan
3. Pasien TB yang mempunya riwayat, pengobatan TB tidak standar serta menggunakan
kuinolon dan obat ineksi lini kedua minimal selama 1 bulan
4. Pasien TB pengobatan kategori 1 yang gagal
5. Pasien TB pengobatan kategori 1 yang tetap positif setelah 3 bulan pengobatan
6. Pasien TB kasus kambuh (relaps), kategori 1, dan kategori 2
7. Pasien TB yang kembali berobat setelah loss to follow up (lalai berobat)
8. Terduga TB yang mempunyai riwayat kontak erat dengan TB MDR
9. Pasien ko-infeksi TB HIV tidak respon terhadap pemberian OAT
Pada pasien didapatkan 2 kriteria yaitu pasien merupakan pasien TB yang pernah mengalami
kekambuhan baik itu kategori 1 dan 2 (pada tahun 2011 dan 2018), kemudian pasien
merupakan pasien TB yang kembali beorbat setelah loss to follow up.

Diagnosis TB resistan obat berdasarkan pemeriksaan uji kepekaan M. tuberculosis


dengan metode tes cepat (rapid test) dan metode konvensional. Rapid test yang tersedia yaitu
pemeriksaan Gen eXpert (uji kepekaan untuk rifampisin) dan LPA (uji kepekaan untuk
rifampisisn dan isoniazid). Sedangkan dengan metode konvensional yang digunakan adalah
Lowenstein Jensen1. Sehingga untuk memastikan diagnosis pada pasien maka pasien perlu
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut di Pueskesmas dan di rujuk untuk dilakukan pemeriksaan
dahak untuk pemeriksaan GeneExpert, BTA, pemeriksaan BTA dan uji kepekaan.

Terdapat 5 kategori resistensi terhadap OAT yaitu monoresistensi (resisten terhadap


salah satu obat misalnya isoniazid), polyresistensi (resisten terhadap lebih dari satu OAT
selain kombinasi isoniazid dan rifampisin), Multi Drug Resistance (resisten terhadap
isoniazid, dan rifampisin, dengan atau tanpa OAT lini pertama), Extensively Drug Resistance
(resistensi terhadap salah satu obat golongan fluorokuinolon dan salah satu dari OAT injeksi

lini kedua), Resistensi Rifampisin (resisten terhadap rifampisin). 1

Prinsip pengobatan TB MDR mengacu pada strategi DOTS yaitu panduan OAT MDR
untuk pasien TB RR/MDR adalah panduan standar yang mengandung OAT lini kedua dan
lini pertama, panduan OAT MDR dapat disesuaikan dengan perubahan hasil uji kepekaan
M.tuberkulosis, penetapan untuk memulai pengobatan pada TB RR/MDR serta perubahan
dosis dan frekuensi pemeberian OAT MDR diputuskan oleh tenaga ahli kesehatan, dan semua
pasien TB MDR harus mendapatkan pengobatan dengan mempertimbangkan kondisi awal
pasien. Dalam hal ini maka pasien juga dirujuk untuk dilakukan pemeriksaan penunjang
lainnya sebelum memulai pengobatan seperti DPL, pemeriksaan kimia darah, pemeriksaan

fungsi ginjal, pemeriksaan fungsi hati, elektrolit, gula darah, tes pendengaran, EKG. 1

Anak pasien memiliki kecurigaan terhadap TB karena pada anak pasien memiliki
kontak erat (tinggal satu rumah) dengan pasien TB suspect menular dan terdapat tanda dan
gejala klinis yang sesuai pada TB anak dalam hal ini adalah batuk lama ≥ 3 minggu. Untuk
menegakan diagnosis pada TB anak maka dapat dilakukan pemeriksaan pemeriksaan
mikrobiologis. Dalam hal sulit tuntuk dilakukan pemeriksaan mikrobiologis, maka penegakan
diagnosis TB dapat dilakukan dengan memadukan gejala klinis dan pemeriksaan penunjang
lain yang sesuai. Pemeriksaan penunjang utama untuk membantu menegakan diagnosis TB
pada anak adalah dengan melakukan uji tuberculin, namun uji tuberculin ini memang tidak
tersedia di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan. Sehingga pemeriksaan penunjang lainnya
juag dapat dilakukan seperti rontgen thorax. Pada anak pasien yang berusia 7 dan 12 tahun
didapatkan skor TB 3, dapat dipertimbangkan untuk diberikan profilaksis dan dilakukan
observasi setiap bulan. 1

Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan


karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau
kedua-duanya. Pada pasien DM didapatkan keluhan klasik DM seperti poliuira, polifagia,
polidipsia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya. Keluhan
lainnya berupa lemah badan, kesemutan, gatal-gatal, mata kabur, pruritus pada vulva dan
vagina.2
Kriteria diagnosis DM diantaranya yaitu pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126
mg/dL (dengan puasa minimal 8 jam), atau pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dL 2 jam
setelah tes toleransi glukosa oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 gram, atau pemeriksaan
glukosa plasma ≥200 mg/dL dengan keluhan klasik DM, atau pemeriksaan HbA1c ≥6,5%
dengan menggunakan metode yang terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin
Standarization Program (NGSP).2
Diagnosis DM pada pasien ditegakan pertama kali pada Septermber tahun 2018,
didapatkan terdapat 4 keluhan klasik DM dan GDS 300 mg/dL. Pasien memiliki riwayat
pengobatan dengan metformin 3x500 mg,.
Terdapat lima pilar dalam menatalaksana DM, yaitu diantaranya edukasi, nutrisi,
trapi farmakologis, dan monitoring. Pada pasien telah diberikan edukasi mengenai perjalan
penyakit DM, pengobatan DM, dan perawatan kaki DM. Kemudian pasien juga dijelaskan
mengenai nutrisi pada pasien DM. Pasien disarankan untuk melakukan aktivitas fisik seperti
jalan santai selama 30 menit. Untuk pengobatan DM pada pasien ini diberikan antidiabetik
oral metformin 3x500 mg.
Hipertensi adalah kondisi terjadinya peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari ≥
140 mmHg dan atau diastolic ≥ 90 mmHg. Berdasarkan JNC VIII klasifikasi tekanan darah:3

Normal TD Sistolik TD Diastolik


Normal <120 mmHg <80 mmHg
Pre-Hipertensi 120-139 mmHg 80-89 mmHg
Hipertensi Stage 1 140-159 mmHg 80-99 mmHg
Hipertensi stage 2 ≥160 mmHg ≥ 100 mmHg

Pada pasien didapatkan TD 150/90 mmHg maka didapatkan pasien hipertensi stage 1.
Penatalaksanaan pada tekanan darah tinggi dapat dilakukan dnegan melaukan modifikasi
gaya hidup seperti penurunan berat badan, diey kaya buah, sayuran, produk rendah lemak
dengan jumlah lemak total dan lemak jenuh yang rendah, kurangi assupan garam menjadi 1
sendok teh garam perhari, aktivitas fisik seperti jalan cepat 30 menit sehari hampir setiap hari
selama seminggu. Berikut bagan alur tatalaksana hipertensi:3
Gambar 1. Algoritma tata laksana hipertensi

Refleksi yang saya rasakan sudah benar yaitu, untuk menegakan diagnosis dan melakukan
terapi pada pasien, saya dan teman kelompok sudah berupaya untuk menerapkan prinsip
kedokteran keluarga. Prinsip kedokteran keluarga yang sudah kami terapkan yaitu pelayanan
yang holistic dan komprehensif. Pelayanan secara holistik yang dimaksud adalah dalam
memberikan pelayanan tidak hanya berorientasi organ saja, melainkan kami juga turut
memerhatikan bagaimana nutrisi pasien, bagaimana keadaan keluarga pasien lainya,
bagaimana pasien berada dalam lingkungan sosialnya. Sementara pelayanan komprehesif
yang dimaksud yaitu selain mempertimbangkan terapi kuratif kami juga memberikan edukasi
pada pasien untuk mengatahui pencegahan terhadap komplikasi lebih lanjut dari penyakitnya.
Selain itu dalam menegakan diagnosis juga kamis sudah melakukan tahapannya secara tepat
dimulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Dalam pemilihan terapi untuk pasien TB relaps dengan kecurigaan resistensi obat,
menurut kami sudah tepat tindakan kami untuk memillih rujuk, karena diperlukan
pemeriksaan lebih lanjut untuk menegakan diagnosis dan pemilihan terapi yang sesuai. Selain
itu kami juga telah memberikan edukasi seputar TB pada pasien termasuk didalamnya
edukasi kepada pengawas menelan obat.
Pemilihan terapi untuk diagnosa DM juga kami rasa sudah tepat. Kami sudah
menjelaskan 5 prinsip tatalaksana DM. pemilihan terapi metformin yaitu karena metformin
merupakan antidiabetik oral yang memiliki efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(gluconeogenesis) dan memperbaiki ambilan glukosa di jaringan perifer. Pada kasus ini kami
memilih metformin karena metformin merupakan pilihan pertama sebagian besar kasus DM
tipe 2, Selain itu metformin juga tidak memiliki efek samping hipoglikemia.
Pemilihan terapi untuk hipertensi pada pasien juga kami rasa sudah tepat, selain
memberikan edukasi untuk mengubah gaya hidup, kami juga menyarankan pemberian terapi
amlodipine 1x10 mg. Amlodipin adalah obat anti hipertensi golongan calcium chanals
blocker. Amlodipine memiliki efek obat yang bekerja lebih lama dalam tubuh yaitu selama 24
jam sehingga pemberian amlodipine cukup diberikan satu kali sehari. Pemilihan amlodipine
ini berdasarkan umumnya ketersediaan obat untuk hipertensi pada Puskesmas yaitu
amlodipine dan captopril, selain itu pemilihan amlodipine dibandingkan captopril yaitu untuk
menghindari efek samping obat ACE-I yang dapat menimbulkan batuk pada pasien

Refleksi yang saya rasakan masih kurang yaitu berkaitan dengan penggunaan APD, pada
awalnya beberapa dari kami tidak menggunakan masker, seharusnya kami semua
menggunakan masker terlebih kami mengetahui bahwa pasien yang akan kami kunjungi
merupakan pasien TB MDR. Selain itu ketika kami melakukan pemeriksaan gula darah juga
tidak mempersiapkan handscoen . Dalam hal tatalaksana, seharusnya kami tidak hanya
terfokus memberikan edukasi kepada opasien dan istri pasien, melainkan kami juga turut
memberi edukasi kepada anak-anak pasien.

Perbedaan teori dengan fakta, FKTP merupakan salah satu aspek penatalaksanaan pasien
TB. Peran FKTP yaitu memberikan layanan TB secara menyeluruh mulai dari promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitative, mungkin beberapa komponen aspek tersebut sudah
berjalan namun tampaknya pada keluarga pasien ini belum tercapai sasaran promotif ,
preventif, dan rehabilitative, hal ini dapat dilihat dari pasien dan keluarga pasien yang tidak
tahu sakit diriya sendiri dan pasien tidak tahu bahwa gejala yang dialami anaknya bisa jadi
akibat terutar TB.

Perbedaan teori dengan fakta lainnya yaitu dalam pemilihan terapi hipertensi, berdasarkan
pedoman praktik klinik yang mengacu pada JNC VIII, pada pasien hipertensi semua usia
dengan DM tanpa CKD dan ras non black maka dapat dipilih salah satu terapi terlebih dahulu
seperti thiazide, ACE-I, ARB, atau CCB. Meskipun berdasarkan guidline CCB bukan terapi
yang pertama disarankan namun pada kenyataannya sediaan anti hipertensi di FKTP pada
umumnya yaitu ACE-I (captopril) dan CCB (amlodipine). Sehingga pemberian antihipertensi
di Puskesmas umumnya menyesuaikan dengan ketersediaan obat yang ada.

Hal yang dapat dipelajari yaitu pada kenyataannya masih banyak pasien yang mengalami
kasus TB loss to follow up hingga pada akhirnya menyebabkan resistensi obat, tentu ini
menjadi beban tersensidiri sebagai calon dokter yang akan berada di fasilitas kesehatan
tingkat pertama, artinya disini membutuhkan edukasi yang adekuat pada pasien TB untuk
mencegah pasien TB menjadi TB resistensi obat. Selain itu melalui kasus ini saya juga dapat
belajar betapa pentingnya pengawas menelan obat (PMO) untuk mendampingi pasien TB
setiap harinya sehingga pasien dapat mengeluhkan efek samping yang Ia rasakan dan
melaporkannya ke petugas kesehatan sehingga dapat ditentukan solusinya bersama.

Selain itu hal ini juga menjadi tugas bersama bagi petugas kesehatan untuk melakukan
penjaringan kasus untuk meninjau seberapa banyak pasien yang mengalami kasus drop out
dan resistensi obat, artinya disini kasus TB ini tidak dapat diangani seorang diri oleh seorang
dokter, melainkan memerlukan kerjasam tim di dalamnya.

Melalui kasus ini saya juga belajar bahwa dalam melakukan tatalaksana pada pasien
kita sebaiknya tidak hanya terfokus pada satu organ saja atau satu individu saja tapi kita juga
harus memandanag individu tersebut sebagai bagian dari keluarga dan sebagai bagian dari
lingkungan sosialnya. Kemudian dari kasus ini saya tergerak untuk mempelajari lebih lanjut
mengenai berbagai komplikasi yang diakibatkan oleh obat TB.

Nilai profesionalisme dan agama yang dapat diambil yaitu adalah saat saya menghadapi
kasus pasien yadengan keadaan speerti ini, saya seharusnya bisa menekan rasa simpati saya
sehingga bisa lebih professional. Seperti bisa tetap menyampaikan saran terbaik untuk pasien
hingga kemungkinan terburuk sehingga pasien bisa kembali patuh dengan pengobatan demi
kesembuhan pasien dan mencegah penyebaran penyakit lebih jauh. Selain itu seperti salah
satu point dalam five stars doctor yaitu community leader menharuskan seorang dokter untuk
memimpin komunitas.

Nilai agama yang yang dapat diambil yaitu Pada kasus ini saya juga belajar mengenai
pentingnya kebersihan diri dan lingkungan, bahwa salah satu faktor terjadinya penyakit
berasal dari kebersihan yang tidak baik. Islam mengajarkan mengenai kewajiban menjaga
kebersihan, sebagaimana Hadit Nabi Muhammad SAW berikut:

Artinya: “Sesungguhnya Allah SWT itu suci dan menyukai hal-hal yang suci. Dia
Maha bersih dan menyukai kebersihan. Dia Maha mulia dan menyukai kemuliaan. Dia Maha
indah dan menyukai keindahan, karena itu bersihkanlah tempat-tempatmu dan jangan meniru
orang-orang Yahudi. (H.R. Tirmidzi).5

Selain itu, saya merasa termotivasi untuk melakukan perbaikan pada kebersihan dan
kesehatan di lingkungan masyarakat. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S Al Baqarah ayat
222, yang artinya :
“…..sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan mencintai orang-orang
yang menyucikan diri”

kata menyucikan diri disini selain dapat diartikan secara maknawi yaitu orang yang
menyucikan diri dari perbuatan dosa juga dapat diartikan secara harfiah yaitu orang yang
senantiasa menjaga kebersihan dan kesucian diri dari najis dll. Dan masih ada banyak pesan
islam lainnya untuk ummatnya agar senantiasa menjaga kebrsihan dan keindahan dimana
dalam hadist dikatakan bahwasanya Allah itu indah dan menyukai keindahan, keteraturan,
kerapihan dsb.
f. Kopi Rekam Medik dan Berkas Keluarga pasien
II. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. D
Usia : 56 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Alamat : Kp. Tanjakan Kongsi Rt 02/02
III. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis kepada istri pasien pada
tanggal 26 November 2018 di rumah pasien.
Keluhan Utama
Pasien mengeluh batuk sejak kurang lebih satu bulan terakhir ini.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh batuk sejak kurang lebih satu bulan terakhir ini. Menurut pasien saat
ini batuk dirasakan tidak terlalu sering, batuk terkadang disertai dengan dahak, dahak
berwarna kehijauan, namun tidak ada darah. Pasien tidak pernah pergi berobat ataupun
minum obat untuk keluhan batuknya ini karena merasa batuknya ini tidak terlalu parah.,
sehingga saat ini pasien hanya mengonsumsi daun binahong yang pasien olah sendiri untuk
mengurangi keluhannya, namun keluhan dirasakan sama saja.. Keluhan disertai badan terasa
sering lemas dan berat badan terasa menurun yang pasien rasakan dari pakaiannya yang
terasa melonggar. Keluhan lainnya, pasien mengeluh badan terasa panas dan terkadang
disertai dengan keringat dingin di malam hari
Pasien memiliki riwayat TB Paru. Pasien pertama kali terdiagnosa TB paru pada
tahun 1993. Saat itu sebelum diketahui TB paru, pasien awalnya mengeluh tenggorokan
terasa gatal, dan terkadang batuk disertai dengan dahak dan darah. Sejak saat itu pasien
menjalani pengobatan TB Paru selama 6 bulan dan dinyatakan sembuh setelah pengobatan
TB selesai.
Tahun 2011, pasien mengeluh batuk-batuk hingga muntah darah. Pasien mengatakan
saat itu muntah darah berwarna merah terang. Saat itu pasien dirawat di RS Sari Asih.
Kemudian diberikan kembali pengobatan TB paru, pasien mengatakan saat itu pengobatannya
tuntas dan dinyatakan sembuh kembali.
Tahun 2014, pasien mengatakan kambuh kembali. Kemudian dirawat di RSUD
Tangerang. Saat itu pasien mengatakan terdapat pengobatan yang diberikan secara suntik,
namun karena pasien merasa tidak tahan dengan efek samping obat yaitu lemas dan
pandangan yang dirasakan semakin buram maka pasien memutuskan sendiri untuk berhenti
pengobatan. Sejak saat itu pasien tidak pernah kontrol kembali.
Tahun 2018 pada bulan September, pasien mengeluh keluhan serupa seperti batuk
lama, demam dan keringat dingin. Saat itu pasien melapor dan berkonsultasi dengan
pemegang program TB di Puskesmas Rajeg. Setelah itu pasien dilakukan pemeriksaan di
Puskesmas, dari pemeriksaan tersebut pasien dirujuk ke RS Persahabatan. Namun pasien
tidak tahu mengapa pasien harus dirujuk, pasien hanya tahu karena keluhannya saat ini
semakin parah maka Ia dirujuk ke RS Persahabatan. Menurut pasien saat itu Ia diberikan obat
suntik setiap hari, namun karena pasien merasa tidak kuat dengan efek samping obat, pasien
terus menerus merasa lemas, pasien juga merasa pendengaran terasa berkurang pada telinga
sebelah kiri, karena keluhannya ini pasien memutuskan untuk berhenti pengobatan. Menurut
pasien saat itu pengobatannya berlangsung kurang lebih selama 1 bulan lebih 1 minggu.
Keluhan seperti riwayat sakit kuning selama pengobatan TB, sesak, BAK berkurang,
bengkak, bintik-bintik kemerahan pada kulit, nyeri-nyeri sendi, kesemutan, rasa terbakar,
gatal, gangguan keseimbangan disangkal.
Pasien juga pada bulan September 2018, dikatakan gula darah nya tinggi. Sebelumnya
pasien sempat mengeluhkan sering terbangun untuk kencing di malam hari kurang sebanyak
3 kali atau lebih, mudah lapar (pasien makan 5 kali sehari), mudah haus, namun berat badan
semakin terasa turun. Saat itu dilakukan pemeriksaan gula darah dan dipatkan GDS 300
mg/dL. Menurut pasien saat itu, Ia diberikan pengobatan gula tiga kali sehari sesudah makan.
Pasien hanya mengonsumsi obat gula 1 bulan lebih 1 minggu saja saat itu. Sejak saat itu Ia
tidak pernah kontrol dan mengonsumsi obat gula kembali.
Keluhan lemas, dada berdebar, tangan geemetar, keringat dingin, penurunan
kesadaran, sesak, mual dan muntah disangkal. Keluhan seperti pandangan buram ada sejak
tahun 2014, keluhan bayangan hitam menyerupai rambut yang melayang, BAK berbusa, nyeri
dada, kelemahan satu sisi, baal, kaki kesemutan, nyeri saat berjalan disangkal.
Pasien mengatakan harapannya adalah agar Ia bisa sembuh setidaknya dari sakit paru
nya. Pasien mengatakan tidak ada kekhawatiran dalam dirinya berkaitan dengan penyakitnya,
karena pasien merasa sudah berikhtiar selama ini yaitu dengan berolahraga jalan kaki setiap
pagi, mengonsumsi obat herbal daun binahong, dan mengurangi porsi makan. Menurut pasien
batuk-batuk yang dirasakannya ini karena tertular oleh anak-anaknya yang mengalami batuk
yang sudah lebih dahulu darinya dan pasien merasa akhir-akhir ini memang sedang musim
batuk.
Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat asma, alergi, hipertensi, keganasan, dan infeksi lainnya disangkal. Pasien pernah
dirawat di Rumah Sakit sebanyak tiga kali karena sakit parunya, riwayat operasi disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat keluarga dengan keluhan serupa yaitu keempat anak pasien mengalami keluhan
batuk-batuk sejak kurang lebih satu bulan yang lalu. Anak-anak pasien sudah diobati ke
puskesmas dan diberikan obat batuk, namun anak-anak pasien masih terkadang masih batuk-
batuk sesekali.

Ibu pasien juga mengalami TB paru, menurut pasien saat itu pengobatan TB pada ibu salah
satunya dengan suntik. Menurut pasien saat itu, usia pasien kurang lebih belasan tahun. Saat
ini ibu pasien sudah meninggal pada tahun 2012 dan diduga karena TB paru. Ayah pasien
sudah meninggal karena sakit kuning pada tahun 2010. Selain itu adik pasien yang tinggal
satu rumah dengannya juga mendertia TB dan sama sama memiliki riwayat putus obat.
Riwayat keluarga dengan darah tinggi, sakit gula, alergi, dan keganasanan disangkal.

Riwayat Personal Sosial

Pasien memiliki riwayat merokok selama lebih dari 20 tahun. Pasien merokok sebanyak 2
bungkus perhari, menurut pasien saat ini Ia sudah 4 tahun berhenti merokok. Riwayat
konsumsi alkohol disangkal. Pasien mengatakan sebelum mengetahui sakit gula, pasien
makan lima kali porsi nasi dalam sehari, namun sejak mengetahui sakit gula pasien makan
tiga kali porsi nasi dalam sehari. Pasien biasanya mengonsumsi nasi dengan lauk pauk berupa
telur, tahu, dan tempe. Pasien rutin melakukan jalan pagi setiap pagi hari.

Pasien sebelum tahun 2011 bekerja sebagai supir di Jakarta, namun saat ini tidak bekerja.
Perekonomian pasien bergantung pada istri pasien yang berjualan siomay di sekolah dan
terkadang didapatkan dari anaknya yang sudah bekerja. Pasien memiliki tujuh anak. Saat ini
pasien tinggal bersama istrinya, keempat anaknya, dan adik perempuannya.

Pasien mengaku dirinya tidak pernah mennggunakan masker baik di dalam maupun di luar
rumah, karena merasa tidak nyaman. Pasien mengatakan Ia tidur sendiri, tidak satu kamar
dengan siapapun. Tetangga pasien di sekitar rumah pasien ada yang menderita sakit TB
sebanyak 2 orang.

IV.PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Habitus : Astenikus
Tampilan : Sesuai dengan usianya
Antropometri :
BB : 50 Kg
TB : 168 cm
IMT : 17,8
Tanda Vital :
Tekanan darah : 150/90 mmHg
Frekuensi nad i : 95x/menit, regular, isi cukup
Frekuensi napas : 20x/menit, regular, abdominaltorakal
Suhu : 36,8 C

Status Generalis :

Regio Hasil Pemeriksaan

Kepala Normochepal, alopesia (-), rambut kehitaman dan merata


Pupil bulat isokor, RCL/RCTL +/+ , Konjungtiva tidak anemis,
Mata sklera tidak ikterik, gerak bola mata baik kesegala arah ,visus
baik ODS 4/60 ODS terbatas ruangan dan alat, shadow test -/-
Telinga:
Normotia, nyeri tekan tragus -/-, liang telinga lapang, serumen
-/-, sekret -/-, preauricular tag (-), preauricular sinus (-)
Hidung:
Simetris, malar rash (-), tidak ada deviasi, pernapasan cuping
THT
hidung (-), cavum nasi lapang, concha edema -/-, hiperemis -/-,
sekret /-,
Tenggorok:
Uvula di tengah, faring hiperemis -. Tonsil T1/T1, detritus (-),
kripta melebar (-), dinding faring posterior hiperemis -/-
Mulut Mukosa mulut lembab, Lidah kotor (-), sianosis (-), stomatitis (-)
Trakea ditengah, KGB tidak membesar, Kelenjar tiroid tidak
Leher
membesar, JVP 5+1 cmH2O
I : Pergerakan dada simetris saat statis dan dinamis, tidak ada
retraksi sela Iga
P : emfisema tidak ada, krepitasi tidak ada, vokal fremitus
Paru meningkat di paru kanan bawah
P : Sonor di kedua lapang paru
A : Vesikuler di kedua lapang paru, ronkhi basah kasar di paru
kanan bawah, wheezing tidak ada
Jantung I : Pulsasi ictus cordis tidak terlihat
P : Ictus cordis teraba di ICS 5 linea midclavicula sinistra 2 jari
medial
P : Batas jantung kanan ICS 4 linea sternalis dextra, Batas
jantung kiri ICS 5 2 jari medial midclavicula sinistra, batas
pinggang jantung ICS III linea sternalis sinistra. Kesan jantung
tidak membesar
A : BJ I dan II normal, tidak ada murmur , tidak ada gallop
I : Tampak datar, tidak ada venektasi, tidak ada massa
A : BU (+) normal
Abdomen P : nyeri tekan (-) epigastrik, hepar dan lien tidak teraba, nyeri
ketok CVA -/-, Ballotement (-/-)
P : timpani, shiffting dullnes tidak ada
Akral hangat, CRT < 3 detik, pitting edema (-/-), Pulsasi a.
Dorsalis pedis +/+ teraba kuat, Pulsasi a. Tibialis posterior +/+
teraba kuat, ABI = 0,9
Kulit kering -/-, tumit pecah-pecah -/-, rambut di daerah tibial
Ekstremitas berukurang -/-, tinea pedis -/-, kalus -/-, hiperpigmentasi -/-
edema -/-, healed ulcer -/-.
Kuku kaki menebal -/-, infeksi -/-, perubahan warna -/-, rapuh -/-
, ingrowing nail -/-, atrofi -/-.
Telapak kaki pes planus -/-, charcot foot -/-
Alis simetris, plica nasoabialis simetris, uvula ditengah, lidah
ditengah, arcus faring simetris, ptosis -/-
Kesadaran : Compos mentis GCS 15 (E4M6V5)
Sensorik : Kepala dan wajah terasa sama pada sisi dextra dan
sinistra, ekstremitas superior dextra dan sinistra terasa sama,
Pemeriksaan
ekstremitas inferior dextra dan sinistra terasa sama
Neurologis
Motorik : Tangan 5555/5555; Kaki 5555/5555
Refleks fisiologis : Brachioradialis +, biceps +, triceps +, patella
+, achilles +
Refleks patologis : Babinski -, Chaddock -, Openheim -,
Schaeffer -, Gordon -, Gonda -, Hoffman -, Tromner -

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 
GDS : 275 mg/dL
VI. DIAGNOSTIK HOLISTIK
 
Aspek Personal
Pasien mengeluh batuk sejak kurang lebih satu bulan terakhir ini. Keluhan disertai dengan
malaise, demam dan keringat dingin terutama saat subuh. Pasien memiliki riwayat TB Paru
sejak tahun 1993. Pasien pernah menjalani pengobatan TB Paru pengobatan tuntas dan
dinyatakan sembuh sebanyak 2 kali (tahun 1993 dan 2011). Pasien mengalami kekambuhan
pada tahun 2014 dan 2018, pengobatan tidak tuntas. Pasien memiliki diabetes mellitus tipe 2
yang baru diketahui sejak tahun lalu.
Pasien mengatakan harapannya adalah agar Ia bisa sembuh dari sakit paru nya. Pasien
mengatakan tidak ada kekhawatiran dalam dirinya berkaitan dengan penyakitnya, karena
pasien merasa sudah berikhtiar selama ini yaitu dengan berolahraga jalan kaki setiap pagi,
mengonsumsi obat herbal daun binahong, dan mengurangi porsi makan.
Menurut pasien batuk-batuk yang dirasakannya ini karena tertular oleh anak-anaknya
yang mengalami batuk yang sudah lebih dahulu darinya dan pasien merasa akhir-akhir ini
memang sedang musim batuk.
 
 Aspek Klinis

- TB paru relaps suspect resistensi obat (A70)


- Diabetes Melitus Tipe II, normoweight, regulasi on antidiabetik oral,
tidak terkontrol (T90)
- Hipertensi grade I tidak terkontrol (K86)
 
Aspek Internal
Pasien seorang laki-laki usia 56 tahun. Pasien memiliki keluarga dengan riwayat TB paru
yaitu ibu pasien dan adik pasien. Pasien memiliki riwayat putus obat sebanyak dua kali,
pasien mencoba mejaga pola makannya dengan makan tiga kali sehari dan dengan jumlah
yang lebih sedikit. Pasien rutin melakukan olahraga berupa jalan santai setiap pagi.
 
Aspek Eksternal

Pasien tinggal bersama seorang istri dan ke-4 anaknya, dan adik pasien yang merupakan
pendertia TB. Tetangga pasien ada yang menderita sakit TB sebanyak 2 orang. Pasien tidak
bekerja , pasien mengandalkan perekonomian keluarga dari hasil berjualan istri.
 
Aspek Fungsional

Skala 3: ada beberapa kesulitan, perawatan diri masih bisa dilakukan , hanya dapat
melakukan kerja ringan.

VII. RENCANA DIAGNOSIS dan EVALUASI


 
 TB paru relaps suspect resistensi obat
 Rencana Diagnosis:
1. Periksa SP
2. Pemeriksaan gene expert
3. Kultur resistensi obat
4. Rapid test HIV


underweight, regulasi dengan obat anti diabetic oral, tidak
DM Tipe II,
 terkontrol
 Rencana Evaluasi:

1. Evaluasi GDS, GDP, GD2PP
2. Lakukan pengukuran tekanan darah setiap kali kontrol dan penimbangan berat badan
3. Periksa HbA1c
4. Periksa urinalisa untuk menilai adakah proteinuria
5. Rujuk ke spesialis mata untuk funduskopi
 
 Hipertensi Grade I tidak terkontrol
 Rencana Evaluasi:

1. Pengukuran tekanan darah secara berkala
 
 Rencana diagnosis untuk anak pasien
 Untuk an. I usia 15 tahun dan an. R usia 19 tahun lakukan pemeriksan SPS

 Untuk An. R usia 7 dan an. E usia 12 tahun lakukan skoring TB
An. R usia 7 tahun:
BB: 20 kg TB: 120 cm
BB/U: 20/23x 100 % = 97%
TB/U: 120/122x100% = 98%
BB/TB: 20/22x100%= 90%
Kesimpulan: BB cukup, tinggi normal, gizi baik
Anak E usia 12 tahun:

BB: 38 kg TB: 150 cm BB/U:


38/40 x 100% = 95% TB/U:
150/150 x 100% = 100%
BB/TB: 38/40 x 100% = 95%

Kesimpulan: BB cukup, tinggi normal. gizi baik


Skoring TB untuk an. R usia 7 tahun:

Parameter 0 1 2 3 Skor
Kontak TB - - Laporan keluarga, BTA (+) 2
BTA (-), tidak jelas
atau tidak diketahui
Uji tuberculin - - - Positif (≥10 mm
atau ≥5 mm pd
Berat - BB/TB <90% Klinis gizi buruk atau -
Badan/Keadaan atau BB/U <80% BB/TB <70% BB/U
Gizi <60%
Demam yang - ≥ 2minggu - - -
tidak diketahui
penyebabnya
Batuk kronik - ≥ 3 minggu - - 1
Pembesaran - ≥1 cm, lebih dari - -
kelenjar limfe, 1 KGB, tidak
colli, aksila, nyeri
inguinal
Pembengkakan - Ada - -
tulang/sendi, pembengkakan
panggul, lutut
Foto thorax Normal/k Gamabran - - -
elainan sugesti TB
tidak jelas
Skor total 3

Skoring TB untuk an. E usia 12 tahun:

Parameter 0 1 2 3 Skor
Kontak TB - - Laporan keluarga, BTA (+) 2
BTA (-), tidak jelas
atau tidak diketahui
Uji tuberculin - - - Positif (≥10 mm
atau ≥5 mm pd
Berat - BB/TB <90% Klinis gizi buruk atau -
Badan/Keadaan atau BB/U <80% BB/TB <70% BB/U
Gizi <60%
Demam yang - ≥ 2minggu - - -
tidak diketahui
penyebabnya
Batuk kronik - ≥ 3 minggu - - 1
Pembesaran - ≥1 cm, lebih dari - -
kelenjar limfe, 1 KGB, tidak
colli, aksila, nyeri
inguinal
Pembengkakan - Ada - -
tulang/sendi, pembengkakan
panggul, lutut
Foto thorax Normal/k Gamabran - - -
elainan sugesti TB
tidak jelas
Skor total 3

VIII. TATALAKSANA
 
 TB paru relaps suspect resistensi obat
 Anjurkan untuk melakukan pemeriksaan SPS, berupa pemeriksaan gene expert,
dan kultur resistensi obat

- Apabila hasilnya BTA negatif maka keputusan pengobatan ditetapkan oleh
dokter sesuai dengan kondisi klinis pasien, apabila ada perbaikan nyata
hentikan pengobatan dan pasien tetap di observasi, tidak ada perbaikan
lanjutkan pengobatan
- Apabila hasilnya salah satu atau lebih hasilnya BTA positif dan tidak ada
bukti resistensi, karena pasien pengobatan kategori 2 sebelumnya dan
pengobatan sudah lebih dari 1 bulan maka dirujuk untuk pemeriksaan lebih
lanjut
- Apabila salah satu atau lebih hasilnya BTA positif da nada bukti
resistensimaka rujuk ke RS pusat rujukan TB MDR
 Edukasi mengenai penyakit TB, bahwa TB paru ini disebabkan oleh kuman ,
bukan merupakan penyakit keturunan maupun penyakit kutukan

 Edukasi pasien bahwa batuk yang dirasakan selama satu bulan terakhir tidak
menutup kemungkinan karena TB paru nya kambuh kembali

 TB dapat disembuhkan dengan pengobatan yang teratur, TB tidak dapat
disembuhkan dengan pengobatan herbal

 Edukasi pasien bahwa mungkin pasien akan mengalami pengobatan yang sama
seperti sebelumnya yaitu salah satunya dengan suntik akibat ketidakpatuhan
minum obat sebelumnya yang dapat menyebabkan kuman TB semakin kuat

 Edukasi cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan seperti batuk lama,
berat badan menurun tanpa upaya menurunkan berat badan, keringat dingin di
malam hari dan cara pencengahannya seperti edukasi pasien pentingnya
menggunakan masker meskipun di dalam rumah

 Edukasi untuk membawa anak-anak pasien juga melakukan pemeriksaan TB dan
mungkin saja diperlukan pengobatan pencegahan untuk mencegah sakit TB pada
anak-anaknya jika belum terkena

 Edukasi pentingnya adanya pengawas minum obat
 Edukasi bahwa memang ada efek samping dari pengobatan TB dan apabila ada
efek samping maka segera lapor pada pusat pelayanan kesehatan

 
 DM Tipe II, underweight, regulasi on antidiabetik oral, tidak terkontrol
EDUKASI

 Edukasi mengenai hubungan antara DM dengan TB Paru yang dialami oleh
pasien

 Edukasi mengenai perjalanan penyakit DM dan perlunya pengobatan yang
berkelanjutan.

 Edukasi keluarga untuk selalu mendukung pasien mengonsumsi obat DM

 Edukasi mengenai tanda dan gejala komplikasi akut dan kronik.

 Edukasi mengenai pentingnya intervensi nutrisi dan aktivitas fisik yang sesuai
untuk pasien

 Edukasi mengenai pentingnya perawatan kaki

 Edukasi pasien diberikan obat metformin tiga kali sehari untuk mengendalikan
gula darah pasien. Obat antidiabetik ini diberikan setelah makan.
NUTRISI

Kebutuhan kalori laki-laki 30 kal/kgBB. Pasien denggan usia 56 tahun pengurangan


kalori 5%. Penambahan sejumlah 20% pada pasien dengan aktivitas ringan, berat badan kurus
ditambah 20%. BB ideal pasien: 90% x (TB dalam cm -100) x 1kg = 90% x (168-100) x 1 kg
= 61,2 kg
Kebutuhan kalori pasien: (30 kal x BB ideal) – 5% (30 kal x BB ideal) + 20% (30 kal
x BB ideal) + 20% (30 kkal x BB ideal) + 10% (30 kkal x BB ideal) = (30 x 61,2) – 5%(30
kkal x 61,2) + 20% (30 kkal x 61,2) + 20% (30 kkal x 61,2) + 10% (30 kkal x 61,2) = 1836-
91,8+367,2+367,2+183,6=2661 kkal
Dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi 20% (540), siang 30% (810 kalori), dan
sore 25% (675 kalori), serta 2-3 porsi makanan ringan 10-15% (270 – 405 kalori)
Contoh menu makanan yang danjurkan:

Jam Nama Pangan Ukuran Dalam Rumah Jumlah Kalori


Tangga
Nasi 200 gram/ 350 kalori
10 sendok makan
Tempe bacem 50 gram/ 80 kalori
Makan Pagi 2 potong sedang
Telur Ayam goreng 40 gram/ 100 kalori
1 butir
Kangkung 100 gram/ 25 kalori
1 gelas
Selingan makan pagi Pisang 2 buah/ 100 kalori
100 gram
Makan Siang Nasi 200 gram/ 10 sendok 350 kalori
makan
Tahu goreng 50 gram/ 180 kalori
2 potong sedang
Hati ayam goreng 30 gram/ 175 kalori
1 buah sedang
Terong balado 1 gelas 75 kalori
Daun singkong 1 gelas 50 kalori
Selingan makan Teh manis 1 gelas/ 100 kalori
siang 2 sendok makan gula
Singkong rebus 1 ½ potong 175 kalori
Makan sore Nasi 200 gram/ 350 kalori
10 sendok makan
Oncom 50 gram/ 80 kalori
2 potong besar
Ikan lele goreng 40 gram/ 150 kalori
1/3 ekor sedang
Sayur Bayam 100 gram/ 50 kalori
1 gelas
Jagung muda 100 gram / 25 kalori
1 gelas
Selingan makan Biskuit 5 butir besar 218 kalori
malam Susu sapi 40 gram/ 50 kalori
1 gelas

OLAHRAGA


Latihan jasmani 3-5 kali per minggu selama sekittar 30-45 menit,
dengan total 150 menit perminggu. Jeda antar latihan tidak lebih dari 2
hari berturut-turut. Dianjurkan olahraga yang mudah dilakukan oleh

pasien seperti jalan cepat setiap pagi.
FARMAKOLOGI
 
Metformin 3x500 mg PO
Metforin adalah obat antihiperglikemia oral golongan biguanid yang bekerja memperbaiki
ambilan glukosa di jaringan perifer dan menekan produksi glukosa di hati. Efek samping
utama pemberian metformin ialah dyspepsia, diare, dan asidosis laktat. Metformin dapat
menurunkan 1,0-2,0% HbA1c.

R/ metformin tab 500 mg No. XC


∫ 3 dd tab I po pc

 
Hipertensi Grade I tidak terkontrol
EDUKASI
 
 Edukasi untuk mzelakukan pengukuran tekanan darah secara rutin

 Edukasi bahwa penyakit penyakit hipertensi ini dapat
dikontrol dengan nutrisi yaitu
dengan diet rendah garam , olahraga, dan pengobatan
 
Edukasi mengenai berbagai komplikasi akibat hipertensi

FARMAKOTERAPI

Amlodipine 1x 5 mg PO
Amlodipin adalah obat anti hipertensi golongan calcium chanals blocker. Amlodipine
memiliki efek obat yang bekerja lebih lama dalam tubuh yaitu selama 24 jam sehingga
pemberian amlodipine cukup diberikan satu kali sehari.

R/ amlodipine tab 5 mg No. XXX


∫ 1 dd tab I po pc

 
Rencana terapi untuk anak pasien
Dapat dipertimbangkan untuk anak pasien untuk diberikan profilaksis isoniazid, diberikan
isoniazid dengan dosis 7-15 mg/KgBB setiap hari selama 6 bulan
- An. R usia 7 tahun: 140 - 300 mg/hari
- An. E usia 12 tahun: 266- 570 mg/hari
Kemudian dilakukan pemantauan tiap bulan ke 2,3,4,5,6

IX. PROGNOSIS
Quo Ad Vitam : Bonam
Quo Ad Sanationam : Dubia ad Malam
Quo Ad Fungsionam : Dubia ad Bonam
DAFTAR PUSTAKA
1. Kementerian Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan REpublik Indonesia nomor 67
tahun 2016 tentang penanggulangan tuberkulosis. 2016.
2. Subuh, Mohammad. Priohutomo, Sigit. Dkk. Pedoman Nasional Pengendalian
Tuberkulosis. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2014.
3. Chobanian A.V., dkk. JNC 7 – complete version: sevent report of the joint national
committee on prevention, detection, evaluation, and treatment of high blood pressure.
Bethesda: AHA. 2003.
4. Kementerian Kesehatan RI. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
364/MENKES/SK/V/2009 tentang pedoman penanggulangan tuberkulosis (TB). 2009
Terdapat pada: https://www.persi.or.id/images/regulasi/kepmenkes/kmk3642009.pdf
5. Kementerian Kesehatan RI. Panduan Parktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer. 2014
6. Arwani, S. analisis perbedaan hasil pengukuran tekanan darah antara lengan kana dengan
lengan kiri pada penderita hipertensi. Media Ners. Terdapat pada:
http://www.ejournal.undip.ac.id/indeks.php/medianers/articles/download/702/584
7. Boelen, C. 2009. The five-star doctor: an asset to health care reform?. Geneva: WHO.
8. Anonim. Sabar, Dalil dalam Al Quran dan Hadits tentang Sabar. 2017. Terdapat pada
http://www.berbagaireviewers.com/ diunggah pada tanggal 11 April 2019
9. Abdurrahman, M. kebersihan dan kesehatan lingkungan dalam islam. 2013. Terdapat
pada: https://minanews.net/kebersihan-dan-kesehatan-lingkungan-dalam-islam/
10. Hidayat, F. Dan jika aku sakit dialah yang menyembuhkanku. 2012. Terdapat pada:
https://muslimor.id/10924-dan-jika-aku-sakit-dialah-yang-menyembuhkanku.html
BERKAS KELUARGA

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Fakultas kedokteran

BERKAS KELUARGA

MODUL ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS (KLINIK)

Nama Mahasiswa :

Desy Islamiyati (41171396100064)

Indira Khairunisa (41171096100005)

Intan Nur Zamzam (41171096100036)

Mufidatun Nafisah (41171396100067)

Raden Partinah (41171096100022)

Witha Novialy Barnas (41171096100004)

Kelompok :5

Nama Pembimbing :

- dr. Erika Agustianti


- dr. Yayu Nurahayu
- dr. Budi Setiawan
Tanggal pertemuan : I 25 Maret 2019

II 30 Maret 2019

TAHAP IDENTIFIKASI MASALAH

I. Identitas keluarga

a. Nama kepala keluarga : Dzulfikor

b. Alamat rumah : Kp. Tanjakan Kongsi Rt 02/02

c. Daftar anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah :


Kedudukan
No. Nama Dalam L/P Umur Pendidikan Pekerjaan Ket
Keluarga

Kepala
1 Dzulfikor L 56 SD -
keluarga

2 Neneng Istri P 52 SD Pedagang

3 Ryan Anak L 19 SMA Karyawan

4 Ilyas Anak L 15 SMP Pelajar

5 Ergi Anak L 12 SMP Pelajar

6 Rehan Anak L 7 SD Pelajar

7 Dede Adik P 50 SD Pedagang

d. Bentuk keluarga : Keluarga majemuk

e. Siklus kehidupan Keluarga : Keluarga anak usia sekolah

f. Deskripsi identitas keluarga:

Keluarga dengan orang tua usia kepala lima, disertai 3 anak usia sekolah, dan satu remaja tinggal dalam satu rumah. Selain itu
tinggal pula adik dari kepala kelurga usia kepala lima. Seluruh anggota keluarga hidup dengan harmonis.
II. Keadaan Rumah

a. Gambar denah bangunan rumah

b. Jenis lantai : Ubin pada ruang keluarga, kamar, ruang tamu, teras, dapur,

dan kamar mandi. Plesteran semen pada jamban.

c. Jenis atap : Genteng hamper di semua ruangan, kecuali bagian kamar

mandi atap dari seng

d. Jenis dinding : Tembok dilapisi cat

e. Apakah dapat membaca tulisan/huruf di dalam rumah tanpa bantuan sinar lampu listrik
pada siang hari ? Ya

f. Perbandingan luas jendela/lantai di ruang tidur : <20%

Perbandingan luas jendela/lantai di ruang keluarga : <20

g. Deskripsi mengenai keadaan rumah:


Rumah pasien berada di daerah yang cukup padat penduduk. Kanan kiri rumah adalah rumah warga,
dengan akses jalan hanya cukup untuk kendaraan roda dua. Bangunan rumah memiliki luas 8 x 10 m, di
atas tanak miilik pribadi. Berisi satu ruang keluarga, satu ruang tamu, tiga kamar tidur, satu dapur, satu
kamar mandi, dan satu jamban. Rumah pasien berlantai ubin, hanya jamban yang berlantai plesteran semen.
Dinding terbuat dari batu bata yang diplester semen dan dilapisi dengan cat tembok berwarna putih.
Dinding terlihat cukup kokoh, namun sudah ada beberapa bagian yang retak. Ventilasi udara pada tiap
kamar dan dapur hanya berasal dari pintu saja, tidak ada jendela. Cahaya matahari pun tidak masuk ke
dalam. Pada bagian ruang keluarga terdapat lubang ventiasi yang ukurannya <20% luas ruangan. Ruang
tamu memiliki ventilasi yang cukup besar, ± 20% luas ruangan, sehingga udara dan cahaya matahari dapat
masuk ke dalam ruangan. Ruangan kamar tidur, dapur, dan juga ruang keluarga tersa panas, sedikit gelap,
dan pengap dibandingkan dengan ruang tamu. Atap rumah terbuat dari genteng tanah liat, hanya bagian
kamar mandi yang atapnya dari seng. Terdapat dua kamar mandi, satu untuk mandi, mencuci piring dan
pakaian, satu lagi untuk mandi dan BAB/BAK. Toilet pasien menggunakan WC jongkok. Setiap kamar
mandinya terlihat kurang bersih, terdapat lumut dan tumpukan cucian. Rumah pasien terdapat teras pada
III. Keadaan Keluarga
bagian depan rumah.

a. Perencanaan keluarga

a.1. Apakah pasangan orang tua di keluarga melakukan perencanaan dalam berkeluarga ?
Ya

Saat ini, dalam keluarga sudah tidak menggunakan alat kontrasepsi, karena istri merasa tidak
cocok dengan alat kontrasepsinya. Istri pasien pernah menggunakan KB pil dan KB suntik
sekitar 6 bulan setelah melahirkan anak pertama. Namun karrena dirasa efek yang membuat
tidak nyaman setelah berganti-ganti jenis alat kontrasepsi, istri pasien sudah tidak lagi
menggunakan alat kontrasepsi apapun.
a.2. Pengambil keputusan perencanaan keluarga adalah : Berdua

a.3. Apakah menggunakan kontrasepsi KB ? Ya dengan metode pil dan suntik

sekitar 6 bulan, namun saat ini sudah tidak KB

b. Hubungan anggota keluarga

b.1. Gambar hubungan tiap anggota keluarga (family map) :


b.2. Frekuensi berkumpulnya anggota keluarga : 1 minggu sekali

b.3. Keputusan dalam keluarga berdasarkan : Diskusi ayah-ibu-

anak c. Deskripsi mengenai Keadaan Keluarga:

Keluarga ini tidak setiap hari berkumpul, meskipun selalu bertemu setiap harinya. Menurut isrti pasien, keluarga hanya
berkumpul lengkap jika anak pertama dan kedua yang sudah tidak tinggal bersama datang setiap seminggu sekali. Saat
ini kepala keluarga sudah tidak bekerja. Istri dan ketiga anaknya bekerja. Namun kedua anak yang bekerja juga sudah
memiliki keluarga, sedangkan anak ketiga pekerjaannya tidak tetap. Istri berjualan siomay di sekolah. Dalam satu bulan
penghasilan hanya mencapai satu juta. Penghasilan tersebut digunakan untuk biaya sekolah tiga orang anak, keperluan
sehari-hari.
Istri pasien juga bertugas sebagai ibu rumah tangga yang menyiapkan makanan dan membersihkan rumah dibantu oleh
anak dan pasien. Hubungan seluruh anggota keluarga berjalan dengan baik, meskipun tidak setiap hari berkumpul, namun
IV. Pemenuhan kebutuhan keluarga
masih ada interaksi setiap harinya.

a. Kebutuhan ekonomi : Hingga sekunder

b. Kebutuhan pendidikan : Pendidikan menengah


c. Kebutuhan spiritual : Orang tua mengarahkan kegiatan ibadah
keluarga
d. Kebutuhan kesehatan : Datang ke pelayanan kesehatan / dokter
tertentu untuk kuratif saja
e. Deskripsi mengenai pemenuhan kebutuhan keluarga
Kebutuhan keluarga ini sudah mencapai tahap pemenuhan kebutuhan sekunder, seperti televise, kulkas,
motor. Sumber pemenuhan keluarga ini didapatkan dari penghasilan istri dan anak pasien. Pasien dan
istri sekolah hanya sampai tamat SD. Anak-anak pasien sekolah hingga tamat SMA dan ada tiga anak
yang masih sekolah. Pasien dan keluarga tidak pernah datang ke dokter atau pelayanan kesehatan jika
tidak sedang sakit. Kegiatan keagamaan dalam keluarga ini, diarahkan oleh orang tua. Biasanya anak-
anak melakukan ibadah di musholla sekitar rumah, sedangkan pasien dan istri melakukan ibadah di
rumah.

V. Gaya hidup keluarga

a. Kebiasaan makan dalam keluarga:

a.1. sumber : Makanan disiapkan dan dihidangkan di rumah

a.2. jenis : Seimbang antara sumber energi, protein dan serat

a.3. jumlah : Sesuai dengan kebutuhan kalori anggota keluarga

b. Kebiasaan berolahraga : Beberapa anggota keluarga berolah raga 1-2 x dalam

seminggu, yaitu futsal

c. Kebiasaan minum alkohol : Tidak

d. Kebiasaan merokok : Ya

Daftar anggota keluarga yang memiliki kebiasaan merokok

No. Nama Sejak kapan Jenis Jumlah/hari

1 Dzulfikor 30 tahun Kretek 2 bungkus

2 Faisal 10 tahun Kretek 3 – 4 batang

3 Fatah 7 tahun Kretek 3 – 4 batang

4 Ryan 1 tahun Kretek 3 – 4 batang

e. Deskripsi mengenai gaya hidup keluarga:

Anggota keluarga setiap hari mengonsumsi makanan yang disiapkan oleh istri pasien, lalu dihidangkan di
rumah. Makanan yang dihidangkan cukup memenuhi kebutuhan kalori tiap anggota keluarga, meskipun
variasi makanan setiap harinya kurang. Keluarga jarang mengonsumsi susu dan buah. Dalam keluarga,
tidak memiliki kebiasaan mengonsumsi alcohol, namun anak pasien merokok. Pasien juga pernah menjadi
perokok selama ± 30 tahun, namun saat ini sudah berhenti. Seluruh anggota keluarga tidak memiliki waktu
khusus untuk berolahraga. Pasien biasanya hanya jalan-jalan pagi di sekitar rumah, sedangkan anak pasien
sekitar satu minggu sekali olahraga futsal.
VI. Lingkungan hidup keluarga

a. Lingkungan perumahan keluarga :

a.1. Jenis perumahan : Area tempat tinggal permanen

a.2. Higiene lingkungan rumah : Kurang bersih

a.3. Keamanan lingkungan perumahan : Aman dengan penjagaan

a.4. Paparan partikel yang mungkin terjadi di lingkungan rumah : Debu

b. Lingkungan pekerjaan anggota

keluarga: b.1. Jenis pekerjaan :

- Kepala keluarga (pasien) tidak bekerja

- Istri pasien bekerja sebagai pedagang siomay

- Anak pertama bekerja sebagai sopir

- Anak kedua bekerja sebagai karyawan

- Anak ketiga bekerja sebagai petugas pemasaang wifi

b.2. Risiko pekerjaan yang dapat terjadi sesuai dengan pekerjaannya

adalah: Kecelakaan kerja

b.3. Paparan zat / partikel yang mungkin terjadi di lingkungan

pekerjaan adalah: Debu

c. Lingkungan sosial keluarga:

c.1. Keluarga menjadi anggota perkumpulan sosial di lingkungannya :

Ya, pengajian/ perkumpulan agama di rt/rw

c.2. Kedudukan keluarga di tengah lingkungan sosialnya : Dihormati

sewajarnya

c.3. Paparan stress sosial yang mungkin terjadi di lingkungan sosial adalah :

Tidak tercukupinya kebutuhan keluarga

d. Deskripsi mengenai lingkungan hidup keluarga:


Area tempat tinggal kurang bersih, karena terdapat beberapa tumpukan sampah yang tidak pada
tempatnya. Dibelakang rumah pasien juga terdapat banyak hewan ternak yang berkeliaran. Akses untuk
masuk ke rumah pasien hanya cukup untuk dilintasi motor saja. Pasien tidak bekerja karena sudah tidak
sanggup akibat kelelahan. Sedangkan istrinya bekerja sebagai pedagang siomay di sekolah. Anak
pertama bekerja sebagai sopir, anak kedua bekerja sebagai karyawan, dan anak ketiga bekerja sebagai
petugas pemasang wifi.
Stress sosial yang mungkin terjadi pada keluarga ini adalah tidak tercukupinya kebutuhan sehari-hari
dalam keluarga. Keluarga mengikuti acara perkumpulan atau pengajian di lingkungan RT dan RW.

VII. Masalah kesehatan yang ada dalam keluarga

1. TB paru relaps susp. resistensi obat


2. Diabetes Melitus tipe 2, underweight, regulasi on antidiabetik oral, tidak
terkontrol
3. Hipertensi grade I tidak terkontrol

Daftar Pustaka
1. Subuh, Mohammad. Priohutomo, Sigit. Dkk. 2014. Pedoman Nasional Pengendalian
Tuberkulosis. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan .
2. PERKENI. 2015. Konsensus Pengelolaan dan Pecengahan Diabetes Melitus Tipe 2 di
Indonesia.
3. Kementrian Kesehatan Indonesia. Buku Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Layanan
Kesehatan Primer.
4.
KEGIATAN PROMOSI KESEHATAN
LAPORAN KEGIATAN

KINERJA EKSTERNAL PUSKESMAS

PROMOSI KESEHATAN PESANTREN

Nama kegiatan : Penyuluhan Kesehatan Pesantren

Tempat : Pesantren Zuriyah Dahlaniyah SMP-SMA Queen

Tanggal : Sabtu, 30 Maret 2019

A. Deskripsi Kegiatan

Pada hari Sabtu, 30 Maret 2019, kelompok kami melakukan penyuluhan di sebuah
pesantren yang terletak di Desa Tanjakan, Kecamatan Rajeg, Kabupaten Tangerang, Banten,
Pesantren tersebut berjarak sekitar 5 km dari Puskesmas Rajeg. Pesantren tersebut bernama
PP Zuriyah Dahlaniyah/SMP-SMA Queen dengan pemimpin pesantren bernama ustadz H.
M.Zuhdi, S.Ag. Kami memilih pesantren tersebut atas saran dari pihak puskesmas, karena
jumlah santrinya cukup banyak serta belum memiliki sistem UKS yang baik sehingga masih
banyak masalah kesehatan yang memerlukan penyuluhan selain itu akses untuk masuk ke
pesantren tersebut cukup mudah. Sebelum melakukan penyuluhan, kami telah melakukan
kunjungan ke pesantren sebanyak 1 kali, yaitu untuk meminta izin dan melakukan survei
pesantren. Dengan cara observasi dan wawancara santri dan pengurus.

Di pesantren tersebut terdapat beberapa genangan air, dan berdasarkan hasil wawancara
terhadap pemimpin pesantren dan santri, pada saat musim hujan, banyak muncul nyamuk dan
para santri kurang mengetahui cara mencegah terjadinya hal tersebut. Terlihat juga masih
banyak sampah yang dibuang sembarangan serta pakaian yang tergantung dimana-mana.
Selain itu kami juga menemukan bahwa salah satu keluhan penyakit yang diderita santri
adalah penyakit kulit berupa gatal-gatal di badan serta gatal dan korengan di sekitar tangan.
Kebiasaan saling pinjam meminjam pakaian teman dikatakan sudah mulai ditinggalkan
karena himbauan dari guru-guru di pesantren, namun masih banyak santri yang seringkali
memakai pakaian yang masih lembab atau belum kering dari jemuran akibat kehabisan
pakaian di lemarinya, sehingga keluhan seperti panu di tubuh masih dikeluhkan santri.
Untuk UKS sendiri belum ada di pesantren, disediakan kotak P3K yang berisi antasida dan
antinyeri di setiap kamar dimana santri yang sakit akan ditangani terlebih dahulu dengan
obat-obatan yang ada jika keluhan tidak membaik dalam satu hari maka santri akan diantar ke
klinik terdekat untuk mendapatkan pengobatan lebih lanjut.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara tersebut, kelompok kami memutuskan untuk
melakukan penyuluhan kesehatan mengenai Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, dan Scabies
serta cara pencegahan dan penanganannya. Sebelum berangkat, kami mempersiapkan
berbagai kebutuhan yang diperlukan, seperti proyektor, lembar absensi, sound system, laptop,
konsumsi dan sebagainya. Kami berangkat menuju lokasi pada pukul 09.30 WIB.

Pada penyuluhan ini, saya bertugas sebagai penanggung jawab sebagai MC. Kegiatan
penyuluhan dimulai pada pukul 10.00 WIB. Kegiatan penyuluhan dimulai dengan
pembukaan, pembacaan ayat suci Al Quran, penyampaian materi, tanya jawab, kuiss,
pembagain hadiah dan penutup. Para santri tampak sangat antusias saat mengikuti rangkaian
acara. Hal tersebut ditunjukkan dari beberapa santri yang ikut menjawab beberapa pertanyaan
yang diajukan oleh pemateri dan memberikan pertanyaan saat sesi tanya jawab. Selain itu,
hasil kuis juga menunjukkan pemahaman santri lebih baik dari sebelumnya.

B. Refleksikan perbedaan antara teori dan praktek yang dilakukan

Tindakan yang saya lakukan menurut saya benar antara lain sebagaimana tahapan
penyuluhan kami telah melakukan analisa masalah dan rumusan masalah, rancangan
kegiatan, pelaksanaan kegiatan dan evaluasi kegiatan. Sebelum melakukan penyuluhan, kami
melakukan survei dan meminta izin kepada pihak pesantren untuk melakukan penyuluhan.
Survey masalah kesehataan kami lakukan dengan mengobservasi lingkungan pesantren serta
melalui wawancara langsung dengan pengurus pesantren dan santri. Setelah melakukan
survei, kami kemudian menentukan prioritas materi penyuluhan yang sesuai untuk para
santri. Kami juga melakukan penjelasan mengenai acara secara garis besar dan melakukan
pemilihan hari untuk penyuluhan bersama dengan pihak pesantren, sehingga tidak terdapat
miskomunikasi mengenai acara penyuluhan yang akan diselenggarakan.
Pada penyuluhan ini, kami memberikan materi mengenai PHBS sesuai dengan tujuan
umum poskestren Tujuan utama poskestren adalah Mewujudkan kemandirian warga pondok
pesantren dan masyarakat sekitar dalam berperilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)9, serta
penyakit kulit yang sering di Pesantren tersebut, berikut dengan cara pencegahan dan
penanganannya. Pada pembuatan materi, saya tidak ikut terlibat secara langsung namun kami
tetap memberi koreksi atapun saran kepada pemateri untuk penyusunan materinya, tidak lupa
kami mencoba menyusun presentasi dengan simple dan menarik agar saat disampaikan
kepada para santri, para santri menjadi tidak bosan dan lebih mudah memahami materi
tersebut. tidak lupa kami juga meminta saran dan masukan kepada pembimbing pesantren
kami juga PJ Program PHBS di Puskesmas Rajeg.
Kami membuat presentasi materi mengenai PHBS. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
merupakan sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil
pembelajaran, yang menjadikan seseorang, keluarga, kelompok atau masyarakat mampu
menolong dirinya sendiri (mandiri) di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam
mewujudkan kesehatan masyarakat. PHBS mencakup semua perilaku yang dipraktikkan di
bidang pencegahan dan penanggulangan penyakit, penyehatan lingkungan, kesehatan ibu dan
anak, keluarga berencana, gizi, farmasi dan pemeliharaan kesehatan. Terutama dibidang
pencegahan, dimana mencegah lebih baik daripada mengobati, prinsip inlah yang menjadi
1
dasar pelaksanaan PHBS

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dapat dipraktikkan dimana pun. Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat di Instuti pendidikan, seperti di Pesantren tidak ada perbedaan dengan PHBS pada
umumnya, yaitu dapat dilakukan mencakup antara lain mencuci tangan menggunakan sabun,
mengonsumsi makanan dan minuman sehatmembuang sampah di tempat sampah, ,
menggunakan jamban sehat, tidak merokok, tidak mengonsumsi Alkohol dan Napza,
memberantas jentik nyamuk, dan sebagainya. Dapat dilakukan dengan kerja bakti bersama
1
warga lingkungan pesantren untuk menciptakan lingkungan yang sehat

Pada penyuluhan ini, kami juga memberikan materi PHBS mengenai cuci tangan.
Mencuci tangan dengan sabun merupakan salah satu cara paling efektif untuk mencegah
2
penyakit diare, ISPA, dan penularan penyakit. Cuci tangan menurut WHO, terbagi menjadi

8 langkah untuk handrub, dan 11 langkah untuk handwash, namun saat melakukan
penyuluhan kemarin, kami menggunakan 6 langkah cuci tangan. Sebelum memulai
memberikan materi mengenai cuci tangan, pemateri meminta salah seorang santri untuk
memberikan contoh cara mereka melakukan cuci tangan sehari-hari. Kami memberikan
materi sembari mempraktikkan langsung cara mencuci tangan yang baik dan benar. Tidak
lupa kami juga menampilkan video sehingga santri dapat lebih memahami cara cuci tangan
yang baik dan benar. Kami menjelaskan bahwa mencuci tangan dilakukan seharusnya dengan
3,4
menggunakan sabun. setelah mempraktikannya kami meminta perwakilan santri untuk

memimpin teman-temannya bersama-sama mengulang cara mencuci tangan yang baik dan
benar, dan memberikan reward kepada santri yang berani maju.
Selain itu saya juga menambahkan materi yang berkaitan dengan nilai islam seperti
pentingnya mengamalkan ilmu yang sudah diketahui.
Tindakan yang saya rasa masih kurang antara lain belum adanya pembentukan
poskestren (pos kesehatan pesantren) dimana ini adalah bentuk integral dari UKS. Poskestren
ini adalah salah satu bentuk UKBM (unit kesehatan bersumber masyarakat). Dimana nanti
kepengurusannya sendiri terdiri dari warga pondok pesantren dan dibimbing oleh Puskesmas
setempat. Bertujuan untuk meningkatkan pengobatan promotif, preventif tanpa mengurangi
terapi kuratif. Kegiatannya selain pengaktifan kegiatan pelayanan kesehatan dapat juga
dibentuk santri husada atau setara seperti dokter cilik. Tujuan utama poskestren adalah
Mewujudkan kemandirian warga pondok pesantren dan masyarakat sekitar dalam berperilaku
Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Selain itu kami tidak mempersiapkan kertas untuk pre-test
dan post test, padahal ini adalah salah satu tahapan penting dalam penyuluhan, yaitu evaluasi
program. Sebelumnya kami hanya meminta kepada pengurus pesantren untuk mengumumkan
kepada santri untuk membawa buku dan pena, namun pada hari H ternyata hanya sebagian
santri yang membawa pena dan buku, juga tidak memungkinkan untuk meminta santri
kembali mengambilnya lagi. Selain itu pada pertemuan sebelumnya kami tidak bertemu
dengan pimpinan langsung karena beliau sedang berada di luar pesantren, sehingga ada
beberapa hal yang belum dikomunikasikan, seperti permintaan pesantren untuk diadakannya
banner sebagai dokumentasi resmi untuk pesantren. Sehingga selesai acara kami harus
mencetak banner dan kembali ke pesantren untuk dokumentasinya.
Pada bagian materi cuci tangan, saya tidak mencantumkan materi mengenai waktu yang
tepat atau indikasi untuk mencuci tangan. Mencuci tangan dilakukan setelah menggunakan
toilet, sebelum makan atau memegang makanan, setelah terpajan dengan sekret, seperti saat
4
batuk atau bersin. Saya seharusnya mencantumkan materi tersebut agar para santri dapat
lebih jelas dalam memahami mengenai hal tersebut.

Terdapat perbedaan antara teori dengan fakta yang ditemukan yaitu bahwa dalam
penyuluhan ini mungkin jika memungkinkan ada baiknya diadakan FGD atau kelompok-
kelompok kecil sehingga materi yang sudah disampaikan di awal bisa lebih diajarkan secara
terfokus lagi dan pemahaman santri dapat lebih terlihat. Selain itu pesantren ini dengan
jumlah santri yang sudah cukup banyak belum memiliki UKS ataupun sistem kesehatan yang
terprogram sehingga masalah kesehatan belum mendapat perhatian yang cukup di lingkungan
pesantren.
Hal yang dapat dipelajari untuk perbaikan kedepannya adalah saya perlu lebih banyak
belajar untuk materi-materi kesehtan dasar seperti PHBS dan juga belajar lagi public speaking
sehingga dapat menarik perhatian dan memahamkan santri dengan pemahaman yang baik.
Aspek bioetik dan keislaman yang dipelajari pada penyuluhan ini adalah bahwa jika
menjadi dokter, kami tidak hanya melakukan terapi per individu, namun juga diperlukan
tindakan secara komunitas, terutama untuk penyakit menular atau untuk penyakit yang sering
menimbulkan KLB. Hal tersebut merupakan salah satu peran dokter dalam five-star doctor,
yaitu community leader. Saya juga belajar dalam menentukan prioritas penanganan sebuah
masalah, yaitu memilih untuk melakukan penyuluhan karena masalah dasar pada timbulnya
penyakit adalah kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai sebuah penyakit. Saya belajar
8
mengenai peran dokter sebagai decision maker dalam hal tersebut.

Saya juga belajar mengenai pentingnya menjaga kebersihan lingkungan untuk


menghindari penyakit. Hal tersebut sesuai dengan Hadis Nabi SAW yang mengajarkan untuk
selalu menjaga kebersihan lingkungan sebagai berikut:

Artinya: “Sesungguhnya Allah itu Mahabaik yang mencintai kebaikan, Mahabersih yang
mencintai kebersihan. Oleh sebab itu, bersihkanlah halaman-halaman rumah kamu dan
jangan menyerupai Yahudi.” (H.R. Tirmidi dan Abu Ya’la).

C. Daftar Pustaka

1. Kementerian Kesehatan RI. 2011. Pedoman Pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS). Jakarta: Kemenkes RI.

2. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. 2014. Perilaku Mencuci
Tangan Pakai Sabun di Indonesia. http://www.depkes.go.id/ .

3. WHO. 2009. WHO Guideline on Hand Hygienein Health Care: a Summary.


http://www.who.int/

4. Infection Control Branch, Centre for Health Protection. 2017. Perform Hand
Hygiene Properly. http://www.chp.gov.hk/ .

5. Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. 2017. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer Edisi 1. Jakarta: PB IDI. p.47-51.

6. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 82 Tahun 2014 tentang Penanggulangan Penyakit


Menular.
7. Boelen, C. 2009. The five-star doctor: an asset to health care reform?. Geneva: WHO.

8. Ismail, AS. 2015. Enam Prinsip Rasulullah SAW untuk Pelestarian Lingkungan.
http://www.republika.co.id/ .

9. Peraturan Kementerian Kesehatan RI tentang Pedoman Penyelenggaraan Pos


Kesehatan Pesantren. Nomor 1 tahun 2013.
KEGIATAN MINI CEX
REFLEKSI KEGIATAN

MINI CEX KPKM

Nama kegiatan : Mini CEX (Mini Clinical Evaluation Exercise)

Tempat : KPKM Reni Jaya

Tanggal : 02 April 2019

A. Deskripsi Kegiatan

Salah satu tugas di Stase IKK ini adalah melakukan Mini CEX. Mini CEX dapat
diselenggarakan di KPKM Buaran atau KPKM Reni Jaya. Pada hari ini, Selasa dan kamis, 02
dan 04 April 2019, saya dan teman kelompok mendapat jadwal untuk mengikuti kegiatan
Mini CEX di KPKM Reni Jaya. Selain Mini CEX, kelompok kami juga melakukan evaluasi
Layanan Kesehatan Primer. Kami sampai di KPKM pukul 07.30 WIB dan selanjutnya
mengikuti pengarahan oleh dokter KPKM untuk mekanisme Mini CEX. Awalnya kelompok
kami ujian dengan dr. Risahmawati, Ph.D, namun dikarenakan beliau berhalangan untuk
hadir, penguji Mini CEX digantikan oleh dokter di KPKM. Saya ujian dengan dokter Mutia
Sari Putri. Selanjutnya kami menunggu di Poli 1 untuk menunggu giliran kami mengambil
kasus. Saya mendapat giliran terakhir mendapat kasus Mini CEX.

Saya mendapat pasien seorang perempuan 47 tahun. Pasien tersebut merupakan pasien
lama atau pasien yang sudah pernah berkunjung ke KPKM sebelumnya. Saya
mempersilahkan pasien untuk masuk dan duduk. Setelah memperkenalkan diri, saya mulai
melakukan anamnesis. Pasien tersebut datang dengan keluhan nyeri di lutut kanan sejak 1
bulan yang lalu, nyeri dirasakan terutama ketika bangkit dari posisi duduk ke posisi berdiri,
nyeri dirasakan terus-menerus, nyeri di pagi hari atau lutut terasa kaku disangkal pasien.
Nyeri hanya di rasakan di satu sisi, sebelumnya pasien sudah pernah mengeluhkan keluhan
serupa hingga berobat di spesialis orthopedi dikatakan terdapat pengapuran di sendi lutut.
Riwayat operasi untuk sendi lutut nya tidak ada. Pasien sudah mengonsumsi obat yang
disarankan oleh temannya dan dibeli di apotek, pasien tidak ingat nama obatnya, obat
berukuran kecil-kecil berwarna coklat, keluhan membaik setelah konsumsi obat. keluhan
lainnya adalah sering meriang. Pasien juga menderita diabetes mellitus sejak 2016, namun
terakhir kontrol tahun 2017 karena merasa tidak ada keluhan dan disarankan temannya untuk
mengonsumsi obat herbal. Terkadang pasien membeli sendiri obat untuk DM-nya yaitu
metformin di apotek ketika mengalami keluhan seperti tidak enak badan dan kepala terasa
berat dll. Keluhan pandangan kabur pernah dirasakan pasien dan didiagnosis sebagai katarak
dan telah dioperasi tahun 2018. Keluhan lain tidak ada. Pasien juga menderita hipertensi
sejak 2015 namun berhenti mengonsumsi obatnya tahun 2016 semenjak mengonsumsi obat
DM, karena pasien merasa khawatir jika mengonsumsi terlalu banyak obat. Pasien pernah
jatuh terpeleset beberapa waktu lalu dan mulai keluhan nyeri lutut setelah itu, namun sudah
membaik 3 bulan yang lalu setelah mendapat pengobatan dari spesialis Ortophedi. Pasien
tidak mengetahui riwayat penyakit keluarga pasien. Pasien rajin berolahraga berupa senam,
jogging, dan jalan pagi namun belum bisa mengontrol jenis makanannya. Setelah melakukan
anamnesis secara komprehensif, saya kemudian melakukan pemeriksaan fisik dimana TD :
130/90 mmHg, lain-lain dalam batas normal, pada PF lokal genu tampak bentuk.varus, tidak
tampak bengkak, krepitasi +/-. Selanjutnya, saya melakukan pemeriksaan penunjang berupa
pemeriksaan Gula Darah Sewaktu menggunakan Glukocek dengan hasil 117 gr/dl. Setelah
merasa cukup dalam melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik dan penunjang, Saya
selanjutnya melakukan edukasi kepada pasien. Kemudian, saya dipersilahkan untuk
meninggalkan ruangan Mini CEX.

Setelah mengambil kasus, saya mulai membuat lembar status pasien di kertas folio
bergaris untuk selanjutnya saya diskusikan dengan dokter KPKM. Diskusi tersebut berisi
tentang feedback dari dokter KPKM mengenai cara kami melakukan anamnesis, pemeriksaan
fisik, menentukan diagnosis dan menentukan terapi dan cara maupun materi edukasi kami
terhadap pasien. Terdapat beberapa feedback yang diberikan oleh dokter KPKM kepada kami
untuk perbaikan kami. Kegiatan kami hari pertama di KPKM Reni Jaya selesai sekitar pukul
12.00 WIB.

B. Nomor Rekam Medik : 6077


C. Diagnosis Holistik
 

Aspek personal
Pasien mengeluh nyeri pada lutut kanan sejak 1 bulan yang lalu, nyeri terutama saat bangkit dari
posisi duduk ke berdiri, nyeri hanya di satu sisi, pasien juga sering mengeluh meriang, pasien
menderita DM Tipe 2 sejak 2016, dan Hipertensi sejak 2015. Pasien berharap keluhannya bisa
hilang sehingga bisa beraktivitas seperti biasa karena pasien khawatir keluhannya mengganggu
aktivitasnya.

 Aspek klinis
Osteoarthritis genu dextra (L20-46) dd/ Remathoid Arthritis (L88), Diabetes Mellitus
tipe 2(T90-45), Hipertensi grade 1(K86-46)
 
 Aspek faktor internal

Pernah mengalami trauma berupa terpeleset dilantai, kebiasaan makan dengan jenis
makanan tidak terkontrol. Pasien tidak mengetahui riwayat penyakit keluarga pasien
-Aspek faktor eksternal
Pasien rajin senam bersama teman-teman lingkungnnya, pasien berhenti berobat untuk
DM dan Hipertensinya sejak mengonsumsi obat herbal dari temannya

-Aspek skala fungsional


Derajat 1

D. Tata Laksana

 

Non Farmakologi
- Edukasi mengenai penyakit-penyakitnya, cara pengobatan, komplikasi dan pencegahan
komplikasinya
- Edukasi untuk tetap rutin kontrol untuk penyakit DM dan Hipertensinya
- Edukasi untuk mengontrol pola makan pasien serta jenis makanan
- Edukasi untuk rutin berolahraga 3x seminggu durasi 30-45 menit tiap olahraga,
memilihi olahraga yang tidak meningkatkan beban pada genu, latihan khusus untuk sendi
genu
- Edukasi tentang efek samping masing-masing obat
 

Farmakologi
- Metformin 3x500 mg setelah makan
- Captopril 2x12,5 mg setelah makan
- Meloksikam 2x 7,5 mg setelah makan
- Ranitidine 2x150 mg dikonsumsi ½ jam sebelum makan
RESEP
R/ Metformin tab 500 mg No. XL
ʃ 3 dd I tab pc

R/ Captopril tab 12,5 mg No. XL


ʃ 3 dd I tab pc

R/ Meloksikam 7,5 mg No. X

ʃ 2 dd I tab pc

R/ Ranitidin tab 150 mg No. X


ʃ 2 dd I Tab ½ h ac
E. Refleksikan perbedaan antara teori dan praktek yang dilakukan

Pada saat saya melakukan mini cex, yang menurut saya benar adalah saya melakukan
perkenalan diri terhadap pasien. Setelah itu, saya mulai melakukan identifikasi data, yaitu
menanyakan nama, usia, alamat. Saya juga telah melakukan anamnesis secara lengkap
terhadap keluhan pasien mulai dari RPS, RPD, RPK sampai RPSos.

Setelah melakukan pemeriksaan fisik, penunjang dan menentukan diagnosis. saya


menjelaskan mengenai penyakit yang dialami oleh pasien. Dan memberikan terapi
medikamentosa yaitu NSAID sebagaimana yang direkomendasikan Guideline for the
management of knee and hip osteoarthritis dari RACGP (Royal Australian College of
General Practitioners) Untuk pilihan NSAID nya dikatakan natrium diklofenak menjadi
pilihan karena waktu kerjanya di sendi lebih lama, namun karena pasien memiliki Hipertensi
saya tidak memberikan natrium diklofenak agar tidak meningkatkan natrium intravascular,
NSAID yang saya pilih adalah meloksikam 2x7,5 mg, selain itu diiringi AH2 yaitu ranitidine
sebagai gastroprotector untuk mencegah efek samping dari NSAID, selain itu diberikan
Captopril 2x 12,5 mg untuk hipertensinya dimana Captopril merupakan obat golongan ACE-I
yang menjadi lini pertama untuk HT grade 1.
dan metformin 3x500 mg untuk Diabetes mellitus pasien, dan non-medikamentosa berupa
edukasi. Saya mengedukasi pasien baik untuk penyakit arthritisnya maupun DM dan
Hipertensinya. Hingga efek samping obat NSAID sehingga saya menyarankan untuk lebih
aktif dalam terapi seperti olahraga stretching atau hydro-exercise serta mengontrol BB
sehingga mengurangi beban pada genu dan menguatkan genu agar pasien tidak bergantung
pada NSAID untuk keluhan nyerinya.

Tindakan yang saya rasakan masih kurang saat melakukan Mini CEX adalah saya masih
belum bisa memanajemen waktu untuk mengelola pasien dengan baik terutama di sesi anamnesis
yang saya rasa terlalu lama dan tidak efektif. Masih ada beberapa hal yang belum saya tanyakan
seperti vas nyeri yang dirasakan pasien, pekerjaan pasien, aktivitas sehari-hari, dan detail jenis
makanan yang biasa dikonsumsi pasien dan faktor eksternal yang mempengaruhi penyakit pasien.
Pada ujian minicex ini kami diberi batas waktu dalam pemeriksaan pasien yaitu 15 menit, dimana
kebanyakan waktu saya habis untuk anamnesis sehingga saya terburu-buru pada saat
Pemeriksaan Fisik.
Hal yang kurang lainnya saat melakukan Mini CEX kemarin adalah saat melakukan
edukasi, saya kurang menekankan kepada pasien mengenai pemakaian obat herbal yang
membuat pasien berhenti kontrol penyakitnya dengan rutin.
Menurut pendapat saya, timbulnya perbedaan antara teori dan fakta yaitu bahwa
saya masih terfokus mengenai keluhan pasien saja, tapi kurang menanyakan hal-hal terkait
komplikasi penyakit DM dan hipertensi pada pasien yang mungkin saja terjadi. Sehingga
saya baru mengetahui riwayat operasi katarak pada pasien saat Pemeriksaan Fisik pada
bagian mata.

Hal yang dapat dipelajari untuk perbaikan selanjutnya adalah saya seharusnya lebih
teratur dalam menganamnesis pasien dengan multidiagnosis, serta bisa mengelola pasien
dengan baik sehingga saat anamnesis bisa mendapatkan informasi-informasi penting dari
pasien dan efektif dalam manajemen waktu. Mampu melakukan pemeriksaan fisik secara
efektif dan menekankan pada hal-hal yang lebih penting dan utama dalam mendeteksi
komplikasi pada pasien DM dan hipertensi.

Hal yang saya pelajari tekait dengan nilai professionalisme adalah saya belajar untuk
menentukan diagnosis terhadap pasien secara mandiri. Saya belajar mengenai care provider
3
sebagai seorang dokter. Bahwa sebagai dokter, kita harus yakin dalam menentukan
diagnosis pasien berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang kita lakukan.
Dari kasus ini saya juga belajar dimana rasa syukur kita kepada nikmat sehat yang Allah
berikan bukan sekedar melalui ucapan Alhamdulillah saja, tetapi berbuah pada tindakan, baik
menjaga kesehatan, mengobati termasuk hingga mencegah komplikasi. Sebagaimana pada
kasus ini, dimana pasien menderita 2 penyakit yang menetap yaitu DM dan hipertensi,
sehingga ketelatenan dalam berobat dan menjalankan nasihat dari dokter juga merupakan
salah satu bentuk rasa syukur. Selanjutnya tentang pengobatan herbal yang pasien lakukan
mengikuti pendapat temannya, sesungguhnya dalam islam sudah diajarkan supaya ummatnya
berilmu sebelum beramal. Sehingga hendaknya dalam menentukan pilihan-pilihan termasuk
pengobatan, didasari oleh ilmu pengetahuan yang benar dan dapat dipercaya. Dimana
pengobatan herbal belum dibuktikan secara ilmiah dalam efektifitasnya, sehingga lebih baik
untuk memilih pengobatan yang sudah memiliki evidence based.

F. Daftar Pustaka
1. Kementerian Kesehatan RI. 2011. Pedoman Pelayanan Kefarmasian Untuk Terapi.
http://www.researchgate.net/ .
2. RACGP. 2018. Guideline for the management of knee and hip osteoarthritis. Australia
3. Katzung, et al. 2009. Basic and Clinical Pharmacology. China: Mc-Graw Hill.
4. Boelen, C. 2009. The five-star doctor: an asset to health care reform?. Geneva: WHO.
5. Medical Team. 2017. Basic Pharmacology and Drug. Makassar : MMN Publishing
Lampiran

Kopi Rekam Medis


a. Identitas
 
Identitas Pasien
Nama: Ny.W
Usia : 47 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Alamat : Pamulang
Agama : Islam
Pekerjaan :-
b. Anamnesis
Autoanamnesis pada tanggal 02 April 2019 di Poli 2 KPKM Reni Jaya.
 
Keluhan Utama

Nyeri pada lutut kanan sejak 1 bulan yang lalu


 
Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien tersebut datang dengan keluhan nyeri di lutut kanan sejak 1 bulan yang lalu, nyeri
dirasakan terutama ketika bangkit dari posisi duduk ke bposisi berdiri, nyeri dirasakan terue-
menerus, nyeri di pagi hari atau lutut terasa kaku disangkal pasien. Nyeri hanya di rasakan di
satu sisi, sebelumnya pasien sudah pernah mengeluhkan keluhan serupa hingga berobat di
spesialis orthopedi dikatakan terdapat pengapuran di sendi lutut. Riwayat operasi untuk sendi
lutut nya tidak ada. Pasien sudah mengonsumsi obat yang disarankan oleh temannya dan
dibeli di apotek, pasien tidak ingat nama obatnya, obat berukuran kecil-kecil berwarna coklat,
keluhan membaik setelah konsumsi obat. keluhan lainnya adalah sering meriang. Pasien juga
menderita diabetes mellitus sejak 2016, namun terakhir kontrol tahun 2017 karena merasa
tidak ada keluhan dan disarankan temannya untuk mengonsumsi obat herbal. Terkadang
pasien membeli sendiri obat untuk DM-nya yaitu metformin di apotek ketika mengalami
keluhan seperti tidak enak badan dan kepala terasa berat dll. Keluhan pandangan kabur
pernah dirasakan pasien dan didiagnosis sebagai katarak dan telah dioperasi tahun 2018.
Keluhan lain tidak ada. Pasien juga menderita hipertensi sejak 2015 namun berhenti
mengonsumsi obatnya tahun 2016 semenjak mengonsumsi obat DM, karena pasien merasa
khawatir jika mengonsumsi terlalu banyak obat. Pasien tidak mengetahui riwayat penyakit
keluarga pasien. Rajin berolahraga namun belum bisa mengontrol jenis makanannya.
 
Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien pernah mengalami keluhan serupa.


 
Riwayat Penyakit Keluarga

Pasien tidak mengetahui riwayat penyakit keluarga termasuk DM,Hipertensi di keluarga


pasien.
 
Riwayat sosial dan kebiasaan

Pasien rajin berolahraga seperti senam, lari pagi dll. Pasien makan 3 kali sehari namun
masih belum mengontrol jenis makanannya, seperti makanan manis dan berlemak

c. Pemeriksaan Fisik
Kesadaran : Kompos Mentis
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Tanda Vital :
- HR : 80x/menit
- RR : 18x/menit
- TD : 130/90 mmHg
- Suhu : tidak dilakukan pemeriksaan
 
Status Generalis
- Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
- Hidung : Napas cuping hidung (-),
- Mulut : Bibir sianosis (-)
- Paru :
- Inspeksi : Gerakan dinding simetris saat statis maupun dinamis
- Palpasi : Nyeri tekan (-)
- Perkusi : Sonor/Sonor
- Auskultasi : Suara napas vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
- Jantung : Bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)
- Abdomen :
- Inspeksi : Dinding perut datar
- Auskultasi : BU (+)
- Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar dan limpa tidak teraba
- Perkusi : Timpani
- Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2 s, Edema (-/-/-/-)
- Status Lokalis Genu :
Inspeksi : tampak bentuk varus, edema -/-, hiperemis -/-
Palpasi : nyeri tekan -/-, krepitasi +/-, efusi -/-
ROM : dalam batas normal
d. Diagnosis
Ostoarthritis genu dextra, Diabetes Mellitus tipe 2, Hipertensi grade 1
e. Terapi
 
Non Farmakologi
- Edukasi mengenai penyakit-penyakitnya, cara pengobatan, komplikasi dan pencegahan
komplikasinya
- Edukasi untuk tetap rutin kontrol untuk penyakit DM dan Hipertensinya
- Edukasi untuk mengontrol pola makan pasien serta jenis makanan
- Edukasi untuk rutin berolahraga 3x seminggu durasi 30-45 menit tiap olahraga,
memilihi olahraga yang tidak meningkatkan beban pada genu, latihan khusus untuk sendi
genu
 

Farmakologi
- Metformin 500 mg setelah makan
- Captopril 2x12,5 mg setelah makan
- Meloksikam 2x 7,5 mg setelah makan
- Ranitidine 2x150 mg dikonsumsi ½ jam sebelum makan

RESEP

R/ Metformin tab 500 mg No. XL


ʃ 3 dd I tab pc

R/ Captopril tab 12,5 mg No. XL


ʃ 3 dd I tab pc

R/ Meloksikam 7,5 mg No. X

ʃ 2 dd I tab pc

R/ Ranitidin tab 150 mg No. X


ʃ 2 dd I Tab ½ h ac

Anda mungkin juga menyukai