Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM KONSELING FARMASI

KASUS II
KONSELING KEPADA PASIEN PEDIATRI

Disusun Oleh :
Kelompok 4
Retno Ayu Wulandari I1C018026
Viska Berlian I1C018028
Yogi Trisdianto I1C018030
Annisa Auliya Rahmah I1C018034

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO

2021
I. Judul
Konseling pada Pediatri

II. Tujuan
 Mahasiswa dapat memberikan konseling kepada pasien pediatri dan keluarga
pasien.
 Mahasiswa dapat memberikan informasi yang sesuai dengan kondisi dan masalah
pasien
 Mahasiswa dapat memberikan saran terapi kepada pasien dengan baik dan benar
berdasarkan keluhan dan kondisi yang dialami pasien
 Mahasiswa dapat meningkatkan kepatuhan pasien pada pengobatan
 Mahasiswa dapat meminimalkan resiko efek samping obat pada pasien

III. Identifikasi dan Perumusan Masalah


A. Identifikasi
Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, atau dokter hewan
kepada Apoteker, baik dalam bentuk kertas maupun elektronik untuk menyediakan
dan menyerahkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan bagi pasien (Kemenkes RI,
2017). Suatu resep dikatakan lengkap apabila memuat hal-hal berikut ini: nama,
alamat dan nomer izin praktek dokter, dokter gigi dan dokter hewan, tanggal
penulisan resep (inscriptio), tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep, nama
setiap obat atau komposisi obat (invocatio), aturan pemakaian obat yang tertulis
(signatura), tanda tangan atau paraf dokter penulis resep, sesuai dengan
perundangundangan yang berlaku (subscriptio), jenis hewan dan nama serta alamat
pemiliknya untuk resep dokter hewan, tanda seru dan paraf dokter untuk resep yang
mengandung obat yang jumlahnya melebihi dosis maksimal. Yang berhak menulis
resep ialah dokter, dokter gigi, terbatas pada pengobatan gigi dan mulut, dokter
hewan, terbatas pengobatan untuk hewan. Resep harus ditulis jelas dan lengkap.
Apabila resep tidak bisa dibaca dengan jelas atau tidak lengkap, apoteker harus
menanyakan kepada dokter penulis resep (Anief, 2005).
Menurut Amalia dan Sukohar (2014), jenis resep dibagi menjadi 2 yaitu :
 Resep standar (Resep Officinalis/Pre Compounded) merupakan resep dengan
komposisi yang telah dibakukan dan dituangkan ke dalam buku farmakope atau
buku standar lainnya. Resep standar menuliskan obat jadi (campuran dari zat
aktif) yang dibuat oleh pabrik farmasi dengan merk dagang dalam sediaan standar
atau nama generik.
 Resep magistrales (Resep Polifarmasi/Compounded) adalah resep yang telah
dimodifikasi atau diformat oleh dokter.
Anak adalah kelompok spesial yang spesifik. Anak memiliki perbedaan
psikologi dan fisologi yang dapat berpengaruh terhadap faktor farmakokinetik
maupun farmakodinamik obat. Menurut WHO kelompok anak dibagi berdasarkan
perubahan biologis, meliputi :
 Neonates merupakan awal kelahiran sampai dengan usia 1 bulan
 Bayi merupakan usia dari 1 bulan sampai dengan 2 tahun
 Anak-anak usia dari 2 tahun sampai 12 tahun, merupakan kelompok yang
mempunyai resiko yang cukup tinggi terhadap kejadian Medication error.
Beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu penentuan dosis obat terkait
dengan berat badan dan tinggi pasien, ketersediaan obat yang sesuai untuk anak,
penggunaan dan pemberian obat yang sesuai dengan aturan pakainya, serta fungsi
fisiologis yang belum optimal terkait dengan Adverse Drug Reaction (ADR) yang
memungkinkan adanya proses farmakokinetik seperti fungsi ginjal dan fungsi hepar
(Aslam, dkk., 2003).
Menurut Aslam, dkk. (2003), identifikasi pelaporan dari reaksi obat yang
tidak diinginkan sangat penting mengingat :
1. Kerja obat dan profil farmakokinetika obat pada anak mungkin berbeda pada
orang dewasa.
2. Obat tidak secara ekstensif diujikan pada anak sebelum diijinkan untuk beredar.
3. Formula yang sesuai mungkin tidak tersedia untuk dosis yang tepat yang
diperbolehkan untuk anak.
4. Sifat dan jenis penyakit dan efek samping yang tidak diinginkan mungkin berbeda
antara anak dan orang dewasa.
B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana cara melakukan konseling yang baik dan benar kepada pasien geriatri?
b. Bagaimana cara menggali dan mengidentifikasi permasalahan pasien?
c. Bagaimana menjelaskan kepada pasien terhadap pengobatan pasien?
d. Bagaimana cara memberikan alternatif pengobatan yang nyaman bagi pasien
geriatri?
e. Bagaimana menjelaskan kegunaan/ indikasi dan efek samping obat terhadap
pasien?
f. Bagaimana menjelaskan cara penggunaan dan cara penyimpanan obat kepada
pasien?
g. Bagaimana cara menjelaskan kontraindikasi, interaksi obat, dan efek samping
obat kepada pasien?
h. Bagaimana terapi non farmakologis dan KIE sehubungan dengan pemakaian obat
dan penyakit pasien?
i. Bagaimana memastikan pasien mengerti apa yang disampaikan oleh apoteker?

IV. Pemecahan Masalah Sementara


a. Cara melakukan konseling yang baik dan benar kepada pasien pediatri dan keluarga
pasien.
 Menggunakan perangkat atau teknologi peragaan dan interaktif dengan pasien
Adanya alat atau teknologi demontrasi sepeti handphone dengan video
pembelajaran atau permainan edukatif, perangkat praktik (seperti inhaler, jarum
suntik insulin, dan sebagainya) dan panduan bergambar (contoh pamflet) akan
menghasilkan keterlibatan yang lebih baik dengan pasien anak dalam melakukan
konseling. Pasien anak-anak dan orang tua anak lebih tertarik untuk berbicara atau
melakukan konseling dengan apoteker ketika mereka dapat melihat demonstrasi
tentang cara menggunakan perangkat, serta mempraktikkannya dengan apoteker,
sehingga menghasilkan sifat lebih percaya diri untuk melanjutkan terapi pengobatan
di rumah. Misalnya, memiliki informasi tentang obat-obatan atau kondisi dalam
bentuk permainan interaktif dapat mendorong percakapan antara seorang anak dan
apoteker.

 Pendekatan apoteker kepada pasien anak melalui cara berkomunikasi yang baik
Contoh yang dapat diambil yaitu berbicara dalam nada komunikatif yang
menyenangkan, menggunakan jargon medis, dan memiliki kepribadian yang ramah.
 Menyediakan bahan pendidikan edukasi khusus untuk anak
Materi edukasi obat yang tersedia saat ini berorientasi pada tingkatan untuk pasien
dewasa dan belum tentu sesuai untuk pasien yang lebih muda. Adanya bahan
pendidikan edukasi khusus untuk anak akan lebih menarik secara visual bagi pasien
yang lebih muda. Contohnya yaitu suatu bentuk peraga yang dirancang dengan
memiliki gambar berwarna, teks minimal, dan informasi yang jelas dan mudah
dipahami.
 Keakraban dengan anak dan orang tua atau orang terdekat pasien anak
Menjalin keakraban dengan anak dan orang tua atau orang terdekat pasien anak
agar dapat membantu dalam membangun kepercayaan dan memahami preferensi
pasien dalam menerima konseling. Selain itu, sifat pembawaan apoteker yang ramah
dapat jauh diterima oleh pasien untuk melakukan konseling.
 Melakukan konseling di area pribadi serta mengikuti pelatihan mengenai edukasi
yang baik bagi pasien anak.
Hal ini memudahkan apoteker untuk mendapat “feedback” dengan pasien anak
atau dengan orang terdekat pasien ketika melakukan konseling. Selain itu, apoteker
lebih memilki wawasan yang lebih luas serta dapat memilih terapi yang akurat dan
lebih tepat untuk mencapai terapi yang diinginkan bagi kesembuhan pasien.
(Abraham, et al., 2017).
b. Cara menggali dan mengidentifikasi permasalahan pasien
Cara menggali informasi pada pasien yaitu apoteker harus memperkenalkan
dirinya kepada pasien mengawali konseling dengan menciptakan suasana yang nyaman
bagi pasien dengan menunjukkan rasa empati, Penggalian informasi oleh apoteker pada
saat melakukan pelayanan terutama terhadap pasien pediatri sangat diperlukan untuk
memastikan bahwa pilihan obat yang dipilih aman, tepat, dan efektif bagi pasien pediatri.
Konseling pada pasien pediatri berbeda dengan komunikasi terapeutik pada pasien
dewasa, karena kinetika obat dalam tubuh anak-anak berbeda dengan dewasa sesuai
dengan pertambahan usianya, sehingga penetapan dosisnya pada pasien pediatri berbeda
dengan pasien dewasa, (Depkes RI,2009). Apoteker tidak hanya berinteraksi dengan
pasien anak saja melainkan juga dengan orang tua dari pasien. Melalui orangtua pasien
pediatri, apoteker dapat memperoleh informasi lebih mengenai pasien anak. Penggalian
informasi dapat meliputi tempat timbulnya gejala penyakit, kapan penyakit itu timbul dan
apa pencetusnya, sudah berapa lama gejala penyakit dirasakan, dan sebagainya (Sutdrajat
dan Ningsih, 2017).
c. Cara menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien terhadap pengobatan pasien
Cara menjelaskan kepada pasien mengenai pengobatan yang diperlukan yaitu
dengan memberikan informasi mengenai penggunaan obat yang benar agar
meminimalisir risiko terjadinya kesalahan pengobatan. Diantaranya informasi yang perlu
disampaikan oleh apoteker kepada pasien yaitu meliputi indikasi atau khasiat dari obat
yang direkomendasikan apakah sesuai atau tidak dengan kondisi dan keluhan yang
dialami pasien ; cara pemakaian obat yang harus disampaikan dengan jelas agar
menghindari kesalahan pemakaian obat; kemudian dosis obat yang digunakan sesuai
yang disarankan oleh produsen (sebagaimana petunjuk pemakaian yang tertera di etiket)
atau dapat menyarankan dosis lain berdasarkan pengetahuan yang dimiliki oleh apoteker ;
waktu pemakaian juga harus diinformasikan dengan jelas kepada pasien, misalnya
sebelum, sesudah, saat makan atau saat akan tidur.; lama penggunaan harus
diinformasikan kepada pasien, agar pasien tidak menggunakan obat secara
berkepanjangan.; kontraindikasi yang akan terjadi ketika pasien mengkonsumsi obat
tersebut ; efek samping serta cara mengatasinya (jika ada dan diperlukan) agar pasien
tahu cara pengatasannya ; serta hal yang harus diperhatikan sewaktu minum obat
tersebut, misalnya pantangan makanan atau tidak boleh minum obat tertentu dalam waktu
bersamaan (Depkes RI, 2006).
d. Cara menjelaskan kegunaan/ indikasi dan efek samping obat terhadap pasien?
Pasien diberikan tiga obat yaitu amoxan sirup, antasida sirup, dan emulsi
kurkuma. Dimana indikasi dan efek samping yang mungkin terjadi kepada pasien yaitu
sebagai berikut.
 Amoxan Sirup : merupakan obat antibiotic dengan sediaan sirup yang mengandung
amoksisilin sebagai zat aktifnya. Amoksisilin ini dapat digunakan sebagai antibiotic
yang mampu pengatasi penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri seperti
Streptococcus spp (MerckManuals, 2021).
Efek samping yang mungkin terjadi pada pasien yaitu reaksi hipersensitifitas seperti
munculnya ruam berwarna kemerahan yang biasanya muncul 3-14 hari setelah terapi
dimulai (MerckManuals, 2021). Hal tersebut dapat dihindari dengan menanyakan
terkait alergi obat pasien dan jika terjadi hal tersebut, pasien dapat direkomendasikan
untuk menghentikan pemakaian obat amoksisilin dan segera menghubungi dokter
terkait gejala yang muncul.
 Antasida Sirup : merupakan obat yang digunakan untuk menangani gejala akibat
penyakit yang disebabkan oleh asam lambung, karena obat ini bekerja dengan cara
menurunkan kadar asam lambung yang berlebih. Antasida ini mengandung
magnesium hydroxide dan alumunium hydroxide sebagai zat aktifnya (PIONAS,
2021).
Efek samping yang mungkin terjadi pada pasien yaitu diare, sembelit, nafsu makan
berkurang, mual-muntah, kelelahan, dan dehidrasi (Patel et al, 2020). Hal ini dapat
diatasi dengan salah satunya mengkonsumsi vitamin, minum banyak air putih, dan
memperbanyak istirahat.
 Emulsi Kurkuma : merupakan obat multivitamin yang mengandung vitamin A,
vitamin B kompleks (B1, B2, B6, B12, B5), vitiamin D, kalsium hipofosfit, minyak
ikan kod, dan ekstrak temulawak (Curcuma xanthorrhiza). Obat ini biasanya
digunakan untuk membantu merangsang nafsu makan pada anak, memenuhi
kebutuhan vitamin anak, serta meningkatkan system kekebalan tubuh anak sehingga
tidak mudah terserang penyakit (IAI, 2019).
Efek samping yang mungkin terjadi pada pasien yaitu pusing dan mual-muntah.
Namun sangat jarang sekali kasus terkait efek samping obat ini yang dilaporkan (IAI,
2019).
e. Cara penggunaan dan cara penyimpanan obat kepada pasien
Untuk Amoxan sirup, karena sediaannya merupakan dry sirup sehingga perlu
dilarutkan terlebih dahulu dengan air yaitu dengan cara menambahkan air sampai tanda
batas yang tertera pada botol dan dikocok sampai homogen. Obat ini digunakan 3 x
sehari 1 sendok teh (5 ml) setelah makan, sediaan harus dikocok terlebih dahulu sebelum
diminum, dan harus dihabiskan karena merupakan obat antibiotic dimana jika
penggunannya tidak sesuai petunjuk dokter akan meningkatkan risiko terjadinya
resistensi bakteri (Zhen et al, 2021). Kemudian untuk penyimpanan obatnya dapat
disimpan di tempat yang bersih, kering, terhindar dari cahaya sinar matahari secara
langsung, disimpan pada suhu ruang sekitar 20-30oC, untuk lama penyimpaan dry sirup
yang sudah terlarut disarankan untuk disimpan maksimal 7 hari karena jika lebih dari itu
kita tidak bisa menjamin obat tersebut masih stabil (baik untuk digunakan) atau tidak
(IAI, 2019).
Selanjutnya, untuk obat Antasida sirup digunakan 3x sehari 1 sendok teh (5 ml)
30 menit sebelum makan dan sediaan harus dikocok terlebih dahulu sebelum diminum.
Pemakaian obat ini dapat dihentikan jika keluhan pasien telah hilang. Penyimpanan obat
antasida ini cukup disimpan pada tempat yang sejuk, kering pada suhu ruang sekitar 20-
30oC dan terhindar dari cahaya sinar matahari langsung (IAI, 2019). Lalu untuk obat yang
terakhir yaitu emulsi kurkuma (Curcuma Plus) digunakan 1 x sehari 1 sendok teh (5 ml)
setelah makan, lebih baik digunakan pada saat pagi hari setelah sarapan, dan kocok
dahulu sebelum obat digunakan. Oleh karena obat ini merupakan multivitamin yang baik
untuk tubuh anak, maka pemakaian dapat dilanjutkan sampai obat habis. Penyimpanan
obatnya cukup disimpan ditempat yang kering dan sejuk pada suhu sekitar 20-30oC dan
terhindar dari cahaya sinar matahai secara langsung (IAI, 2019).
f. Cara menjelaskan kontraindikasi dan interaksi obat kepada pasien
Amoxicillin yang terkandung dalam amoxan memiliki kontraindikasi yaitu
hipersensitivitas sehingga perlu dihindari jika pasien memiliki alergi terhadap
amoksisilin. Untuk antasida memiliki kontraindikasi terhadap pasien yang memiliki
riwayat penyakit gagal ginjal, namun pasien tidak memiliki riwayat penyakit tersebut
sehingga aman digunakan untuk pasien dan untuk multivitamin emulsi kurkuma sendiri
tidak memiliki kontraindikasi. Kemudian untuk ketiga obat yang digunakan tersebut tidak
memiliki interaksi yang signifikan, sehingga aman digunakan secara bersamaan. Namun
perlu diperhatikan untuk obat lambung yaitu antasida harus digunakan sebelum makan
agar dapat bekerja secara maksimal, karena dengan adanya makanan mampu
mempegaruhi efektifitas dari obat tersebut (MerckManuals, 2021; IAI, 2019).
g. Terapi non farmakologis dan KIE sehubungan dengan pemakaian obat dan penyakit
pasien pediatri
Terapi non farmakologi pada pasien dapat berupa anjuran untuk memperbanyak
istirahat, pastikan posisi tidur yang nyaman dimana kepala pasien lebih tinggi daripada
badan pasien, menghindari susu, daging berserat kasar, lemak, terlalu manis, asam,
berbumbu tajam serta jika diberikan maka sebaiknya dalam porsi kecil, tangan harus
dicuci sebelum menangani makanan, selama persiapan makan, dan setelah menggunakan
toilet (Vani dan Keri, 2018).
Informasi dan Edukasi yang perlu diberikan pada pasien dan keluarganya
mengenai obat dan cara penggunaannya meliputi aturan pakai, efek samping yang
mungkin terjadi dan informasi mengenai khasiat obat. Amoxsan sirup diberikan 3 kali
sehari 1 sendok teh (5 ml) setelah makan, jika perlu sampaikan kepada pasien dan
keluarganya bahwa dapat diminum tiap 8 jam, misalkan minum pertama jam 06.00 maka
minum untuk kedua kali pada pukul 14.00 dan yang terakhir pada 22.00. Amoxan sebagai
antibiotik harus dihabisakan dalam pemakainnya, sehingga walaupun gejala sudah tidak
ada tetapi obat ini harus tetap dilanjutkan sampai habis. Jika terjadi reaksi alergi pada
penggunaan obat ini, maka penggunaan dapat dihentikan. Informasi lain mengenai
Antasid sirup yang digunakan 3 kali sehari 1 sendok teh (5 ml) sebelum makan,
sebaiknya 30 menit sebelum makan yang berguna sebagai penetral asam lambung.
Sedangkan informasi untuk emulsi kurkuma adalah digunakan 1 kali sehari 1 sendok teh
(5 ml) setelah makan yang bermanfaat untuk meningkatkan nafsu makan, obat ini
sebaiknya digunakan dipagi hari (IAI, 2019).
KIE lain yang dapat diberikan kepada pasien dan keluarga pasien :
 Memberi tahu kepada orang tua-nya untuk memberi obat secara tepat waktu kepada
anaknya.

 Meminta pasien dan keluarganya untuk selalu menjaga kebersihan agar terhindar dari
penyakit lain.

 Menghimbau pasien untuk selalu istirahat


(Vani dan Keri, 2018).
h. Cara memastikan informasi pada konseling telah diterima dengan baik
Cara memastikan pasien mengerti apa yang disampaikan oleh apoteker
menggunakan teknik selfmanagement, yaitu dimana pasien diminta untuk mengulangi apa
yang telah dijelaskan oleh apoteker serta mengubah dan mengatur perilakunya sendiri
(Thompson, 2003).

V. Pembahasan
Roleplay konseling dimulai dengan kunjungan pasien (An. Dewi) dan ibu pasien
(Ny.Viska) ke apotek untuk menebus resep obat yang telah diberikan dokter yang kemudian
disambut oleh Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK). Setelah itu TTK dengan tanggap menanyakan
terkait resep yang didapat dan melakukan skrining resep, mengecek ketersediaan obat,
menanyakan kesediaan pasien untuk dapat melakukan konseling bersama apoteker serta
menyampaikan terkait waktu dan tujuan betapa pentingnya manfaat konseling ini terhadap
efektivitas pengobatan pasien. Jika pasien merasa keberatan dengan lamanya waktu konseling,
apoteker dapat bertanya alternatif waktu/hari lain untuk melakukan konseling efektif (Depkes RI,
2006). Hal ini telah sesuai dengan teknis penerimaan resep pada apotek yaitu pertama melakukan
skrining terhadap resep yang didapat yaitu dengan memeriksa kelengkapan resep seperti nama,
alamat dan nomer izin praktek dokter, tanggal penulisan resep (inscriptio), tanda R/ pada bagian
kiri setiap penulisan resep, nama setiap obat atau komposisi obat (invocatio), aturan pemakaian
obat yang tertulis (signatura), tanda tangan atau paraf dokter penulis resep (subscriptio), dan
identitas pasien (nama, alamat, umur, B) (Anief, 2005). Namun, dalam hal ini TTK tidak
melakukan perkenalan terlebih dahulu kepada pasien/ wali pasien sehingga mungkin dalam
pelaksanaannya pasien kebingungan sedang berbicara dengan siapa. Selebihnya TTK sudah baik
dalam melayani pasien dengan ramah disertai senyum, sehingga pasien bersedia untuk
melakukan konseling.
Setelah pasien bersedia, dilanjutkan dengan TTK mencatat informasi terkait identitas
pasien yaitu nama, alamat, umur, hubungan dengan pasien, dan nomor telepon yang dapat
dihubungi. Selanjutnya, pasien beralih untuk bertemu dengan apoteker jaga di apotek tersebut
untuk melakukan konseling. Pada saat konseling dimulai, apoteker mempersilakan duduk dan
memperkenalkan diri terlebih dahulu sebelum membuka pembicaraan, serta menyampaikan
bahwa konseling ini bersifat rahasia sehingga dapat meningkatkan rasa kepercayaan pasien, dan
pasien akan lebih leluasa dalam menyampaikan keluhan yang dirasakan. Kemudian, apoteker
juga menanyakan identitas pasien kembali sebagai bentuk crosscheck apabila terjadi salah
pencatatan oleh TTK, hal ini sangat penting dilakukan oleh apoteker karena pasien akan merasa
lebih dihargai (Depkes RI, 2006). Selanjutnya penggalian identitas lebih lanjut dapat dilakukan
oleh apoteker untuk menciptakan suasana menyenangkan dan meningkatkan kenyamanan pasien
seperti melakukan basa-basi ringan untuk mencaikan suasana. Namun dalam prosesnya
penggunaan kata yang tepat harus diperhatikan karena dapat menyinggung atau membuat pasien
merasa tidak nyaman.
Kemudian tahap selanjutnya adalah apoteker melakukan diskusi dengan pasien dan
walinya, untuk penggalian informasi, mengidentifikasi masalah, serta pemberian informasi
terkait obat dan terapi kepada pasien. Pada sesi ini, apoteker mulai menggali keluhan pasien dan
beberapa factor yang mungkin dapat menjadi penyebab keluhan tersebut seperti dengan
menanyakan riwayat lifestyle, ditambah dengan menanyakan riwayat penyakit, serta alergi untuk
mendukung pemberian informasi selanjutnya karena Informasi tersebut dapat mempengaruhi
pemilihan obat yang akan diterima pasien. Pada kasus ini, pasien mendapatkan obat amoxan,
antasida, dan curcuma yang tertera pada resep dokter. Ketiga obat tersebut dapat diberikan
kepada pasien karena pasien tidak memiliki alergi obat apapun. Namun, karena masalah ekonomi
wali pasien meminta mengganti obatnya dengan yang lebih murah, sehingga apoteker
merekomendasaikan penggantian obat paten menjadi generic yang memiliki kualitas, khasiat,
dan zat aktif yang sama. Hal tersebut dapat dilakukan oleh apoteker tanpa perlu berkonsultasi
dahulu dengan dokter yang meresepkan obat, karena menurut Peraturan Pemerintah Nomor 51
Tahun 2009 Pasal 24 Poin B penggantian suatu obat ke obat lain yang memiliki kandungan dan
dosis yang sama itu dapat diberikan dengan persetujuan dokter atau pasien. Kemudian
selebihnya apoteker telah memberikan informasi yang lengkap terkait indikasi obat, cara
pemakaian, dosis, efek samping serta pencegahannya, interaksi obat, penyimpanan, terapi non-
farmakologi, dan edukasi terkait hal-hal yang perlu diperhatikan ketika pemakaian obat. Selain
itu pasien juga melakukan penekanan terkait pemakaian obat seperti pada penggunaan antibiotic
yang harus dihabiskan, serta cara pelarutan amoksisilin dry sirup (Zhen et al, 2021). Namun
apoteker tidak memberikan informasi terkait apa itu sediaan dry sirup, sehingga pasien tidak
mendapatkan informasi lebih lanjut terkait hal tersebut. Dalam hal ini apoteker telah
menunjukkan sikap peduli/empati dan ramah terhadap pasien. Namun, sayangnya apoteker
terlalu cepat dalam menyampaikan informasi sehingga ditakutkan pasien kebingungan atau
bahkan keliru dalam menyerap informasi yang disampaikan oleh apoteker (Depkes RI, 2006).
Setelah semua aspek mengenai pengobatan telah disampaikan, penting bagi apoteker untuk
memastikan pasien memamahaminya. Hal tersebut dapat dipastikan dengan mempersilahkan
pasien untuk melakukan pengulangan resep dan pengobatan. Pengulangan secara keseluruhan
dapat dilakukan oleh wali pasien, dikarenakan pasien pediatric mungkin akan sedikit kesulitan
untuk menyerap informasi yang sangat banyak. Namun apoteker dapat meminta pengulangan
kepada pasien terkait obat, cara pakai, dan waktu pemakaiannya saja karena menurut Depkes RI
(2006) pasien pediatric yang berumur 7 tahun, sudah dapat menerima informasi sedikit demi
sedikit. Pada akhirnya Apoteker dapat menambahkan atau mengoreksi pemahaman pasien/wali
pasien jika ada informasi yang tidak sesuai sehingga informasi yang diberikan benar-benar
tersampaikan dan efek terapi yang diharapkan dapat tercapai.
Feedback yang diberikan dari praktikan ialah salah satunya berkaitan dengan kurangnya
penggalian informasi berupa alergi makanan atau minuman, serta alergi terhadap obat. Informasi
ini dibutuhkan untuk memastikan obat yang diberikan tidak menimbulkan alergi terhadap pasien.
Disamping alergi terhadap obat, perlu juga menanyakan alergi terhadap makanan dan minuman
supaya mencegah pasien untuk mengkonsumi makanan dan minuman tersebut selama
pengobatan. Alergi yang dimiliki oleh pasien dapat mempengaruhi pengobatannya, baik dari segi
pemilihan obat ataupun terapinya. Pada saat awal pun, penggalian informasi oleh Tenaga Teknis
Kefarmasian juga belum ditanyakan mengenai lifestyle pasien. Konfirmasi mengenai lifestyle
diawal juga dapat menimbulkan rasa empati dan simpati dari pasien dan keluarga yang
menemaninya, agar pasien dan keluarganya lebih memeperhatian pengobatan yang diberikan.
Penyampaian yang lebih santai dan tidak terburu-buru serta pembawaan yang lebih tenang oleh
Apoteker juga dapat ditingkatkan agar informasi yang diberikan kepada pasien dan keluarganya
lebih dapat diterima dengan baik.
Feedback yang diberikan oleh dosen berupa saran terhadap penyampaian apoteker yang
terlalu terburu-buru dan terkesan terlalu cepat. Pemberian informasi yang disampaikan terlalu
cepat dapat membuat informasi menjadi kurang tepat, hal ini ditakutkan akan menimbulkan salah
informasi dan salah persepsi dari pasien. Dalam konseling informasi harus diberikan dengan
tidak terburu-buru agar tidak ada informasi yang terlewatkan. Informasi yang diberikan juga
jangan merupakan informasi yang mudah dipahami oleh pasien dan keluarganya. Penyampaian
informasi seperti ‘dry sirup’ yang merupakan informasi yang tidak tepat untuk disampaikan
kepada pasien, karena seharusnya pemberian informasi tersebut berupa sirup kering agar mudah
dipahami. Jika diberikan informasi mengenai dry sirup, maka harus disampaikan pula apa
pengertian dari dry sirup tersebut yaitu merupakan sirup kering yang sebelum digunakan harus
dilarutkan terlebih dahulu dengan air minum.

VI. Kesimpulan
Secara keseluruhan Apoteker telah melakukan konseling dengan baik kepada pasien.
Apoteker telah melakukan penggalian informasi terkait keluhan, riwayat alergi penyakit, alergi
obat, riwayat lifestyle. Apoteker juga telah menanyakan three prime question kepada pasien,
selain itu apoteker juga telah melakukan pemberian informasi terkait obat dan penyakit juga
sudah lengkap disampaikan, seperti faktor penyebab dan cara pencegahannya, indikasi obat, cara
pemakaian, cara penyimpanan, dosis, efek samping, interaksi obat, cara pembuangan obat, hal-
hal yang perlu diperhatikan terkait obat serta tambahan terapi non-farmakologis yang perlu
dilakukan oleh pasien. Di akhir konseling, apoteker juga meminta pengulangan informasi kepada
ibu dan anak agar informasi yang diterima lengkap dan juga memberikan kartu nama untuk
mempermudah pasien apabila ada yang ingin ditanyakan terkait pengobatannya. Apoteker juga
interaktif dengan pasien pediatri, tidak hanya fokus kepada ibu pasien. Akan tetapi apoteker
terkadang terburu-buru dalam menjelaskan informasi kepada pasien.
Daftar Pustaka

Abraham, O., Alexander, D. S., Schleiden, L. J., & Carpenter, D. M. 2017. Identifying Barriers
and Facilitators at Affect Community Pharmacists' Ability to Engage Children in
Medication Counseling: A Pilot Study. J Pediatric Pharmacol Ther, 22 (6) : 412–422.
Amalia, D. T., & Sukohar, A. 2014. Rational Drug Prescription Writing. JUKE, 4 (7) : 22-30.
Anief, M. 2005. Manajemen Farmasi.Yogyakarta. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta.
Aslam, M., Tan, C. K., dan Prayitno, A. 2003. Farmasi Klinis : Menuju Pengobatan Rasional
dan Penghargaan Pilihan Pasien. PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia :
Jakarta.
Depkes RI. 2006. Pedoman Konseling Pelayanan Kefarmasian di Sarana Kesehatan,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia : Jakarta.
IAI. 2019. Informasi Spesialite Obat. Isfi Penerbit : Jakarta.
Kemenkes RI. 2017. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2017
Tentang Keselamatan Pasien. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia : Jakarta.
MerckManuals. 2021. Amoxicillin. MerckManuals Professional Edition, diakses pada 27 Maret
2021 dari https://www.merckmanuals.com/professional/resources/brand-names-of-some-
commonly-used-drugs
Patel, D., et al. 2020. A Systematic Review of Gastric Acid-Reducing Agent-Mediated Drug-
Drug Interactions with Orally Administered Medications. Clinical Pharmacokinetics, 59
(4): 447–462.
PIONAS. 2021. Antasida dengan Kandungan Aluminium dan/atau Magnesium. Pusat Informasi
Obat Nasional, diakses pada 27 Maret 2021 dari http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-1-sistem-
saluran-cerna-0/11-dispepsia-dan-refluks-gastroesofagal/111-antasida-dan-simetik-0
Sudrajat, A dan Ningsih, A. 2017. Wikipedia Apoteker. Guepedia : Jakarta.
Thompson, Rosemary. 2003. Counseling Techniques (2rd edition). Dalam Bentuk EBook.
Vani R. dan Keri L. 2018. Review : Manajemen Terapi Demam Tifoid : Kajian Terapi
Farmakologis dan Non Farmakologis. Farmaka. 16 (1) : 184-195.
Zhen, et al. 2021. Economic Burden of Antibiotic Resistance in China: a National Level
Estimate for Inpatients. Antimicrobial Resistance & Infection Control, 10 (5).

Anda mungkin juga menyukai