Anda di halaman 1dari 17

Laporan Resmi

Praktikum Teknologi Bahan Alam

PERCOBAAN V
“ BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BSLT) ’’

Disusun Oleh :
Kelompok B1.1
Tanggal Praktikum : 30 April 2019

Anggota:
1. Desvia Veresa 2015210056
2. Purwo windu djati 2015210195
3. Agisha Sheila Bell 2016210007
4. Alwafa absaeni 2016210011
5. Angelica ardi 2016210016
6. Anisha Azhilda A 2016210017*
7. Aprilia Afung 2016210024

Fakultas Farmasi
Universitas Pancasila
Jakarta
2019
BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BSLT)
I. TUJUAN

1. Untuk menguji senyawa bioaktif dari bahan alam dengan menggunakan


larva udang Artemia salina Leach.

2. Untuk menghitung nilai LC50 dari ekstrak temulawak.

II. TEORI DASAR

A. Teori Simplisia

Temu lawak

Curcuma xanthorrhiza Roxb.

Zingiberaceae

Klasifikasi Temulawak

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Ordo : Zingiberales

Keluarga : Zingiberaceae

Genus : Curcuma

Spesies : Curcuma xanthorrhiza ROXB


Pemerian. Bau aromatic, rasa tajam, dan pahit.

Makroskopik. Keping tipis, bentuk bundar atau jorong, ringan, keras,


rapuh, garis tengah sampai 6 cm, tebal 2mm sampai 5 mm, permukaan luar
berkerut, warna coklat kuning sampai coklat, bidang irisan berwarna coklat
kuning buram, melengkung tidak beraturan, tidak rata, sering dengan
tonjolan melingkar pada batas antara silinder pusat dengan korteks; korteks
sempit, tebal 3 mm sampai 4 mm. Bekas patahan berdebu, warna kuning
jingga hingga coklat jingga terang.

Mikroskopik. Epidermis bergabus, terdapat sedikit rambut yang berbentuk


kerucut, bersel 1. Hipedermis agak menggabus, di bawahnya terdapat
periderm yang kurang berkembang. Korteks dan silinder pusat
parenkimatik, terdiri dari sel parenkim berdinding tipis berisi butir pati;
dalam parenkim tersebar banyak minyak yang mengandung minyak
berwarna kuning dan zat berwarna jingga, juga terdapat idioblas berisi
hablur kalsium oksalat yang berbentuk jarum kecil. Butir pati bulat pipih,
bulat panjang sampai bulat telur memanjang, panjang butir 20 um sampai
70 um, lebar 5 um sampai 30 um, tebal 3 um sampai 10 um, lamella jelas,
hilus di tepi. Berkas pembuluh tipe kolateral, tersebar tidak beraturan pada
parenkim korteks dan pada silinder pusat; berkas pembuluh di sebelah
dalam endodermis tersusun dalam lingkaran dan letaknya lebih berdekatan
satu dengan yang lainnya; pembuluh didampingi oleh sel sekresi, panjang
sampai 200 um, berisi zat berbutir berwarna coklat dengan besi (III) klorida
LP menjadi lebih tua.

Serbuk. Warna kuning kecoklatan. Fragmen pengental adalah butir


fragmen parenkim dengan sel minyak, fragmen berkas pembuluh, warna
kuning intensif.

Identifikasi.

A. Pada 2 mg serbuk rimpang ditambahkan 5 tetes asam sulfat P; terjadi


warna ungu kecoklatan.

B. Pada 2 mg serbuk rimpang ditambahkan 5 tetes asam klorida pekat P;


terjadi warna ungu kecoklatan.
C. Pada 2 mg serbuk rimpang ditambahkan 5 tetes larutan natrium
hidroksida P 5% b/v; terjadi warna merah kecoklatan.

D. Pada 2 mg serbuk rimpang ditambahkan 5 tetes larutan kalium


hidroksida P 5% b/v; terjadi warna merah kecoklatan.

E. Pada 2 mg serbuk rimpang ditambahkan 5 tetes ammonia (25%) P ;


terjadi warna merah kecoklatan.

F. Pada 2 mg serbuk rimpang ditambahkan 5 tetes larutan kalium yodida P


6% b/v; terjadi warna hijau.

G. Pada 2 mg serbuk rimpang ditambahkan 5 tetes larutan besi (III) klorida


P 5% b/v; terjadi warna coklat.

H. Mikrodestilasikan 25 mg rimpang pada suhu 240° selama 90 detik


menggunkan tanur TAS, tempatkan hasil mikrodestilasi pada titik
pertama dari lempeng KLT silika gel GF254P. Timbang 300 mg serbuk
rimpang campur dengan 5 ml metanol P dan panaskan dalam tangas air
selama 2 menit, dinginkan, saring, cuci endapan dengan metanol P ,
secukupnya diperoleh 5 ml filtrat. Pada titik kedua dari lempeng KLT
tutulkan 20 ul filtrat dan pada titik ketiga tutulkan 10ul zat warna I LP.
Eluasi dengan dikloroetana P dengan jarak rambat 15 cm, keringkan
lempeng di udara selama 10 menit, eluasi lagi dengan benzena P dengan
arah eluasi dan jarak rambat yang sama. Amati dengan sinar biasa dan
dengan sinar ultraviolet 366 nm. Semprot lempeng dengan anisaldehida-
asam sulfat LP, panaskan pada suhu 110° selauna 10 menit, amati dengan
sinar biasa dan dengan sinar ultraviolet 366 nm.

Persyaratan

- Kadar abu. Tidak lebih dari 4,4%.

- Kadar abu yang tidak larut dalam asam. Tidak lebih dari 0,74%.

- Kadar sari yang larut dalam air. Tidak kurang dari 8,9%.

- Kadar sari yang larut dalam etanol. Tidak kurang dari 3,5%.

- Bahan organik asing. Tidak lebih dari 2%.


Penyimpanan. Dalam wadah tertutup baik.

Isi. Minyak atsiri mengandung siklo isoren, mirsen, d-kamfer, p-tolil


metikarbinol, zat warna kurkumin , zat pati, dan xantorhizol.

Penggunaan. Menambah pengeluaran empedu , batu ginjal, cacar air ,


demam, kolesterol tinggi, nyeri haid, nyeri sendi, pelancar ASI, sembelit,
eksem (obat luar), luka (obat luar).

Nama daerah. Sumatra : Temu lawak (Melayu); Jawa : Koneng gede


(Sunda), temu lawak (Jawa); temo labak (Madura). Indonesia : temu lawak.

B. Artemia salina, Leach

1. Klasifikasi

Artemia salina Leach adalah udang tingkat rendah yang hidup sebagai
zooplankton. Artemia pada tahun 1778 diberi nama cancer salinus,yang
kemudian diubah menjadi Artemia salina pada tahun 1819 oleh Leach

Klasifikasi Artemia pada dunia hewan adalah sebagai berikut :

- Divisi : Animal

- Phylum : Arthropoda

- Kelas : Crustaceae

- Subkelas : Branchiopoda

- Ordo : Anostraca

- Familia : Arthemidae

- Genus : Artemia

- Species : Artemia salina Leach

2. Morfologi Artemia salina, Leach

Artemia salina, Leach diperdagangkan dalam bentuk telur istirahat yang


dinamakan kista. Kista ini bentuk bulatan-bulatan kecil berwarna kelabu
kecoklatan dengan diameter berkisar 200-300 μm. Kista berkualitas baik,
apabila diinkubasi dalam air berkadar garam 5-70 permil akan menetas sekitar
18-24 jam. Artemia yang baru menetas disebut nauplius, berwarna orange,
berbentuk bulat lonjong dengan panjang sekitar 400 mikron, lebar 170 mikron
dan berat 0,002 mg. Nauplius berangsur –angsur mengalami perkembangan dan
perubahan morfologis dengan 15 kali pergantian kulit hingga menjadi dewasa.
Pada setiap pergantian kulit disebut instar. Ada beberapa tahap penetasan
Artemia yaitu tahap hidrasi, tahap pecah cangkang, dan tahap payung atau
tahap pengeluaran. Tahap hidrasi terjadi penyerapan air sehingga kista yang
diawetkan dalam bentuk kering tersebut akan menjadi bulat dan aktif
bermetabolisme. Tahap selanjutnya adalah tahap pecah cangkang dan disusul
dengan tahap payung yang terjadi beberapa saat sebelum nauplius keluar dari
cangkang

Tahap penetasan Artemia seperti pada gambar 1.

Gambar 1. Tahap penetasan telur Artemia

Artemia dewasa biasanya berukuran panjang 1-2 cm yang ditandai adanya


tangkai mata yang jelas terlihat pada kedua sisi bagian kepala, antena sebagai
alat sensori, saluran pencernaan yang terlihat jelas, dan 11 pasang thorakopoda.
Pada Artemia jantan, antena berubah menjadi alat penjepit, sepasang penis
terdapat dibagian belakang tubuh, sedangkan pada Artemia betina antena
mengalami penyusutan. Sepasang indung telur atau ovarium terdapat di kedua
sisi saluran pencernaan, dibelakang thorakopoda.
Gambar 2. Morfologi nauplius Artemia salina

3. Lingkungan hidup

Artemia salina hidup planktonik di perairan berkadar garam tinggi antara 15-
30 permil, suhu yang dikehendaki berkisar antara 25°C-30°C, oksigen terlarut
sekitar 3 mg/L dan pH antara 7,3-8,4. Artemia salina, Leach tidak dapat
mempertahankan diri dari pemangsa musuh- musuhnya karena tidak
mempunyai alat atau cara untuk membela diri, salah satu cara untuk
menghindarkan diri dari pemangsa hewan lain dengan berpindah kekondisi
alam berupa lingkungan hidup berkadar garam tinggi. Pada umumnya
pemangsa tidak dapat hidup lagi pada kondisi itu. Makanan Artemia salina
terdiri atas ganggang renik, bakteri dan cendawan. Dalam pemeliharaan
makanan yang diberikan adalah katul padi, tepung terigu, tepung kedelai, dan
ragi.

4. Perkembangbiakan dan siklus hidup

Perkembangbiakannya yaitu jenis biseksual dan jenis partenogenenetik


Keduanya dapat terjadi ovovivipar atau ovipar. Pada ovovivipar keluar dari
induknya sudah berupa anak yang dinamakan nauplius, sedangkan pada ovipar
anak keluar dari induknya berupa telur, bercangkang tebal yang dinamakan
siste. Perkembangbiakan jenis biseksual harus melalui proses perkawinan
antara induk jantan dengan induk betina. Pada jenis parthenogenesis tidak ada
perkawinan karena memang tidak pernah ada jantannya. Jadi, betina akan
beranak dengan sendirinya tanpa perkawinan. Siklus hidup Artemia salina
seperti pada gambar 3.

Gambar 3. Siklus Hidup Artemia salina Leach

5. Penetasan telur Artemia salina Leach

Telur yang siap menetas berwarna coklat keabu-abuan. Untuk media


penetasan dapat digunakan air laut biasa (kadar garam ± 30 permil). Tapi untuk
mencapai hasil penetasan yang lebih baik, kita perlu menggunakan air berkadar
garam 5 permil. Ini dapat dibuat dengan mengencerkan air laut dengan air
tawar. Sebelum ditetaskan telur-telur tersebut perlu dicuci terlebih dahulu,
yakni dengan direndam di dalam air tawar selama 1 jam, baru kemudian
dimasukan.

6. Penetasan telur Artemia salina Leach

Telur yang siap menetas berwarna coklat keabu-abuan. Untuk media


penetasan dapat digunakan air laut biasa (kadar garam ± 30 permil). Tapi untuk
mencapai hasil penetasan yang lebih baik, kita perlu menggunakan air berkadar
garam 5 permil. Ini dapat dibuat dengan mengencerkan air laut dengan air
tawar. Sebelum ditetaskan telur-telur tersebut perlu dicuci terlebih dahulu,
yakni dengan direndam di dalam air tawar selama 1 jam, baru kemudian
dimasukan dalam wadah penetasan. Suhu air yang baik selama proses
penetasan adalah antara 25-30 C. Sedangkan kadar oksigennya harus lebih dari
2 mg/L. Untuk merangsang proses penetasannya media penetasan tersebut
perlu disinari dengan lampu yang dipasang di samping wadah. Dalam waktu
24-36 jam setelah pemasukan telur, biasanya telur-telur itu sudah menetas
menjadi anak Artemia yang dinamakan nauplius .

7. Penggunaan Artemia salina Leach dalam penelitian

Suatu metode uji hayati yang tepat dan murah untuk skrining dalam
menentukan toksisitas suatu ekstrak tanaman aktif dengan menggunakan hewan
uji Artemia salina Leach. Artemia sebe lumnya telah digunakan dalam
bermacammacam uji hayati seperti uji pestisida, polutan, mikotoksin, anestetik,
komponen seperti morfin, kekarsinogenikan dan toksikan dalam air laut. Uji
dengan organisme ini sesuai untuk aktifitas farmakologi dalam ekstrak tanaman
yang bersifat toksik. Penelitian menggunakan Artemia salina memiliki
beberapa keuntungan antara lain cepat, mudah, murah dan sederhana.
Penelitian dengan larva Artemia salina Leach telah digunakan oleh Pusat
Kanker Purdue, Universitas Purdue di Lafayette untuk senyawa aktif tanaman
secara umum dan tidak spesifik untuk zat anti kanker. Namun demikian
hubungan yang signifikan dari sampel yang bersifat toksik terhadap larva
Artemia salina Leach ternyata juga mempunyai aktifitas sitotoksik.
Berdasarkan hal tersebut maka larva Artemia salina Leach dapat digunakan
untuk uji toksisitas .

C. Teori Dasar Percobaan BSLT

Metode Brine Srimp Lethality Test ( selanjutnya disingkat BSLT)


merupakan metode paling sederjana dan mudah untuk menguji senyawa
bioaktif dari bahan alam dengan menggunakan larva udang Artemia salina
Leach. Menurut Meyer et al, uji bioaktivitas dengan menggunakan larva udang
Artemia salina Leach memiliki spektrum aktivitas farmakologi, mudah
dilakukan,sederhana cepat dan tidak memerlukan biaya besar dengan tingkat
kepercayaan 95%.
Suatu ekstrak disebut toksik apabila memiliki nilai LC50 < 1000 bpj, yaitu
konsentrasi yang dapat mematikan 50% dari total populasi larva udang Artemia
salina Leach.Penghitungan LC50 dapat dilakukan dengan non-probit maupun
cara probit.Senyawa yang diduga memiliki aktifitas anti kanker, harus di ujikan
terlebih dahulu pada hewan percobaan. Metode Brine Shrimp Lethality Test
(BSLT) dengan menggunakan larva udang Artemia salina Leach sebagai hewan
uji merupakan salah satu metode yang banyak digunakan untuk pencarian
senyawa antikanker baru yang berasal dari tanaman. Hasil uji toksisitas dengan
metode ini telah terbukti memiliki korelasi dengan daya sitotoksis senyawa anti
kanker. Selain itu, metode ini juga mudah dikerjakan, murah, cepat dan cukup
akurat Lebih dari itu uji larva udang ini juga digunakan untuk praskrining
terhadap senyawa-senyawa yang diduga berkhasiat sebagai antitumor. Dengan
kata lain, uji ini mempunyai korelasi yang positif dengan potensinya sebagai
antikanker

Artemia salina Leach merupakan komponen dari invertebrata dari fauna pada
ekosistem perairan laut. Udang renik ini mempunyai peranan yang penting
dalam aliran energi dan rantai makanan. Spesies invertebrata ini umumnya
digunakan sebagai organisme sentinel sejati berdasarkan pada penyebaran,
fasilitas sampling, dan luasnya karakteristik ekologi dan sensifitasnya terhadap
bahan kimia

Pengujian Lethalitas telah digunakan dengan sukses untuk isolasi biomonitor


dari cytotoxic, antimalarial, insektisida , dan antifeedent , campuran dari ektrak
tumbuhan. Hasil dari skrening dari air, hydroalcoholic dan ekstrak alkohol dari
beberapa tumbuhan obat penting yang digunakan dalam pengobatan tradisional
untuk lethalitas merujuk pada larva Artemia salina yangdiperkenalkan.

Suatu konsentrasi mematikan (Lethal Concentration) adalah analisa secara


statistik yang menggunakan uji Whole Effluent Toxicity (WET) untuk menaksir
lethalitas sampel effluen. Test akut digunakan di Wisconsin untuk menaksir
kondisi "akhir dari pipa" (yaitu, effluent yang tidak dilemahkan, sebagai adanya
dibebaskan pada lingkungan).
Konsentrasi effluen dimana 50% dari organisme mati selama test (LC50)
digunakan sebagai pemenuhan titik akhir (endpoint) untuk Test Whole Effluent
Toxicity (WET) akut. Dalam rangka mengkalkulasi LC50, salah satu dari
konsentrasi test harus menyebabkan > 50% kematian. LC50, yang lebih rendah
berarti semakin beracun effluent tersebut. Sebagai contoh, LC50 > 100%
berarti kekuatan penuh effluent tersebut tidak membunuh lebih dari separuh
organisme. LC50 sama dengan 50% berarti separuh effluent mempunyai
kekuatan membunuh 50% dari organisme tersebut.

Uji toksisitas dimaksudkan untuk memaparkan adanya efek toksik dan atau
menilai batas keamanan dalam kaitannya dengan penggunaan suatu senyawa.
Pengukuran toksisitas dapat ditentukan secara kuantitatif yang menyatakan
tingkat keamanan dan tingkat berbahaya zat tersebut (Cassaret dan Doull’s,
1975). Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) merupakan salah satu metode
skrining untuk menentukan ketoksikan suatu ekstrak ataupun senyawa.
Kematian Artemiasalina Leach digunakan sebaga i parameter untuk
menunjukkan adanya kandunganzat aktif tanaman yang bersifat sitotoksik.
Apabila harga LC50 _ 1000 μg/mL ekstrak tersebut dapat dikatakan toksik.
Bila kematian sebagai responnya, maka dosis penimbul kematian pada 50%
populasi dengan spesies yang sama dalam waktu spesifik dan kondisi
percobaan sesuai diistilahkan sebagai median lethal dose atau LD50. Obat yang
diberikan sebagai konsentrasi diistilahkan sebagai Median Lethal Concetration
atau LC50 . tingkat toksisitas dari ekstrak tanaman dapat ditentukan dengan
melihat harga LC50-nya. Apabila harga LC50 lebih kecil dari 1000 μg/ml
dikatakan toksik, sebaliknya apabila harga LC50 lebih besar dari 1000 μg/ml
dikatakan tidak toksik. Tingkat toksisitas tersebut akan memberi makna
terhadap potensi aktivitasnya sebagai antitumor. Semakin kecil harga LC50
semakin toksik suatu senyawa.
III. ALAT DAN BAHAN

A. ALAT
1. Vial 5 ml
2. Pipet tetes
3. Beaker glass
4. Corong glass
5. Wadah penetasan
6. Aluminium foil
7. Kalkulator
8. Kertas Whatman
9. Lampu TL 18 watt
B. BAHAN
1. Larva udang Artemia salina Leach
2. Garam tanpa iodium
3. Ekstrak Temulawak
4. Air
5. Pelarut

IV. CARA KERJA


1. Penetasan telur Artemia salina Leach
Sejumlah lebih kurang 20 mg telur Artemia salina Leach dimasukkan
dalam wadah penetasan yang sudah berisi air laut sintetik yang dibuat
dengan cara menimbang 38 g garam tanpa iodium dan dilarutkan
dalam 1 L air, kemudian disaring dengan kertas Whatman dan diberi
penyinaran dengan lampu TL 18 watt. Setelah 24 jam, telur yang
sudah menetas menjadi nauplii dipindahkan ke tempat lain, 24 jam
setelah itu nauplii tersebut sudah dapat digunakan sebagai hewan uji
(total 2x24 jam).

2. Persiapan larutan uji


Disiapkan sembilan vial untuk tiga tingkat konsentrasi yaitu 1000,
100, dan 10 bpj dan 3 vial untuk kontrol. Larutan induk dibuat dengan
menimbang 20 mg ekstrak yang dilarutkan dalam 2 ml pelarut yang
sesuai. Untuk konsentrasi 1000 bpj larutan induk dipipet sebanyak
500 µL, untuk konsentrasi 100 bpj larutan induk dipipet sebanyak 50
µL, dan untuk konsentrasi 10 bpj larutan induk dipipet sebanyak 5 µL.
Jika sampel sukar larut dalam air laut, ditambahkan dimetil sulfoksida
(DMSO) 1 % sebanyak 0,1 µL.
3. Uji toksisitas Metode Meyer
Lerutan induk tersebut sebanya 500, 50, dan 5 µL berturut-turut
dimasukkan ke dalam vial (telah ditara 5 mL) yang telah disiapkan
untuk konsentrasi 1000, 100, dan 10 bpj, kemudian diuapkan dengan
sempurna. Setiap konsentrasi dibuat dalam 3 vial (triplo) kemudian
masing-masing vial dimasukkan air laut ±3 mL dan tepat 10 ekor
nauplii udang laut, selanjutnya ditambahkan air laut sampai diperoleh
5 mL. Untuk setiap konsentrasi dilakukan 3 kali pengulangan.
Dihitung tingkat kematian atau mortalitas dengan membandingkan
antara jumlah larva yang mati dibagi dengan jumlah total larva.

4. Perhitungan cara probit analysis


Persen mortalitas yang diperoleh dikonversikan ke dalam tabel probit.
Dibuat grafik antara log konsentrasi (sumbu X) terhadap probit
mortalitas (sumbu Y). Nilai LC₅₀ diperoleh dengan cara menarik garis
pada nilai 5 (nilai 5 adalah probit dari mortalitas 50 %) dari sumbu X
sampai memotong sumbu grafik, perpotongan garis ditarik ke sumbu
Y yaitu konsentrasi dimana zat menyebabkan kematian 50 % larva
yang disebut LC₅₀. Suatu zat dikatakan aktif/toksik bila nilai LC₅₀ <
1000 µg/mL.

Table Probit analisis Finney

% 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
0 - 2.67 2.95 3.12 3.25 3.36 3.45 3.52 3.69 3.00
10 3.72 3.77 3.82 3.87 3.92 3.96 4.01 4.05 4.08 4.12
20 4.16 4.19 4.23 4.20 4.29 4.33 4.36 4.39 4.42 4.45
30 4.48 4.50 4.53 4.60 4.69 4.61 4.64 4.67 4.69 4.72
40 4.76 4.77 4.80 4.82 4.85 4.87 4.90 4.92 4.95 4,97
50 5.00 5.03 5.05 5.08 5.10 5.13 5.16 5.18 5.20 5.23
60 5.25 5.28 5.31 5.33 5.36 5.39 5.41 5.44 5.47 5.50
70 5.52 5.55 5.58 5.61 5.64 5.67 5.71 5.74 5.77 5.81
80 5.84 5.88 5.92 5.95 5.99 6.04 6.08 6.13 6.18 6.23
90 6.28 6.34 6.41 6.48 6.55 6.64 6.75 6.88 7.05 7.33
- 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9
99 7.33 7.37 7.41 7.40 7.51 7.58 7.65 7.76 7.88 8.00

V. HASIL PERCOBAAN

A. cara non probit

Dosis Log Mati Hidup AM AH M/T %KEMATIAN


(bpj) D (x) (Y)
1000 3 30 - 71 0 71/71 100%
Blangko - 2 8
100 2 27 3 41 3 41/44 93,18%
Blangko - 0 10
10 1 14 16 14 9 14/33 42,42%
Blangko - 0 10

a= 20,9533
b= 28,79
r= 0,9151

B. cara probit

Konsentrasi log Jumlah yang total total %kematian Probit


(bpj) (x) mati tabung mati jumlah (y)
ke-
1 2 3
1000 3 10 10 10 30 30 100 8,09
100 2 9 9 9 27 27 93,18 0,48
10 1 5 4 5 14 14 42,42 4,80

a= 3,1667

b=1,645

r= 0,9999

VI. PERHITUNGAN
No. Kategori Toksisitas Nilai LC50 (mg/L)
1 Sangat beracun <1
2 Beracun 1-100
3 Moderat 100-1.000
4 Sedikit beracun 1000-10.000
5 Hampir tak beracun 10.000-100.000
6 Tak beracun >100.000

1 CARA NON PROBIT

Log konsentrasi 50 = y= a + bx

50 = 20,9533 + 28,79. log LC 50

LC 50 = 10,2070 ppm

2 CARA PROBIT

Log konsentrasi 5= y= a + bx

5 = 3,1667 + 1,645. log LC 5


LC 5 = 13,0167 ppm
VII. PEMBAHASAN

(Terlampir)

VIII. KESIMPULAN

(Terlampir)
IX. DAFTAR PUSTAKA

1. Soedibyo, Mooryati. 1998. Alam Sumber Kesehatan Manfaat dan Kegunaan.


Jakarta. Balai Pustaka

2. Departemen Kesehatan R.I., 1979, Materia Medika Indonesia, Jilid III,


Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta.
3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Farmakope Herbal
Indonesia edisi I. Jakarta.

4. Petunjuk Praktikum Teknologi Bahan Alam. 2019

5. Baraja, Muna. Uji Toksisitas Ekstrak daun ficus elastica nois ex blume
terhadap artemia salina leach dan profil Kromatografi Lapis Tipis. Fakultas
Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta; Surakarta.2008

Anda mungkin juga menyukai