A. IDENTITAS
Nama : Ny. S
Usia : 32 tahun
No.RM : 186601
Jenis Kelamin : Perempuan
Rawat Inap : Merak
Alamat : Jl. Mayjend Sutoyo, Cawang III
Diagnosis pre operasi : Tumor mamae sinistra
Jenis Operasi : Eksisi Tumor Mamae
Jenis Anestesi : General Anestesi
Tanggal masuk : 04-03-2019
Tanggal Operasi : 05-03-2019
B. ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis pada hari selasa tanggal 04 Maret 2019 Pukul 13.00 di
ruang persiapan pra operasi RSAU dr. Esnawan Antariksa.
1
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan adanya benjolan di payudara kiri yang membesar
sejak 1 bulan yang lalu. Benjolan sudah ada sejak 1 tahun yang lalu, tetapi terasa
membesar sejak 1 bulan terakhir. Nyeri tekan (+), benjolan dapat digerakkan dan
tidak tampak merah dan keluar pus. Pasien pernah mempunyai riwayat yang sama
dengan dilakukan tindakan eksisi tumor mamae sinistra sebelumnya.
C. PEMERIKSAAN
PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Tanda Vital
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit, regular, kuat angkat
Nafas : 20 x/menit
Suhu : 36,5 C
Berat badan : 67 kg
Tinggi badan : 155 cm
Keadaan gizi : Baik
4. Status generalis
Kepala : Normocefali
Mata : RC +/+ isokor Ø 3mm, CA-/- SI-/-
Telinga : liang lapang, tidak tuli
Hidung : simetris, rhenorea -/-
Mulut : mukosa lembab, sianosis (-)
Gigi geligi : Utuh, gigi palsu (-)
Leher : Simetris, massa (-), Nyeri (-)
Thorax : Bentuk normal, Retraksi sela iga (-), saat palpasi di payudara
sinistra tampak benjolan, dapat digerakan (+), nyeri tekan (-),
konsistensi lembek, tidak tampak merah dan disertai pus.
3
Paru- Paru
Jantung
Pemeriksaan Hasil
Inspeksi Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi Ictus cordis teraba pada ICS V, 1 cm medial dari garis midklavikula
sinistra
Perkusi Batas atas : ICS II linea sternal sinistra
Batas kanan : ICS IV linea parasternal dekstra
Batas kiri : ICS V, 1cm medial linea midclavidula sinistra
Auskultasi Bunyijantung I-II, murni dan regular pada semua katup
Abdomen
Pemeriksaan Hasil
Inspeksi Distensi abdomen (-), scar (-), benjolan (-), tidak tampak kelainan.
Palpasi Nyeri tekan (-), defanse muscular (-), massa (-)
Hati : tidak teraba pembesaran
Limpa : tidak teraba pembesaran
Ginjal : ballotement (-), nyeri ketok CVA (-), bimanual (-)
Perkusi Timpani
Auskultasi Bising usus (+) normal 12 kali permenit, supel, tidak terdapat kelainan.
Punggung
Struktur tulang normal, ruam (-), deformitas (-), tidak ada kelainan pada tulang
belakang, CVA (-).
Anggota gerak
Ekstremitas atas : Sensorik dan motorik dalam batas normal, Edema tangan (-/-),
akral hangat, sianosis tangan dan kaki (-/-),CRT < 2 detik
Ekstremitas bawah : Sensorik dan motorik dalam batas normal, Edema kaki (-/-),
akral hangat, sianosis tangan dan kaki (-/-),CRT < 2 detik
5. Status lokalis
Mamae sinistra : Tampak benjolan, dapat digerakan (+), nyeri tekan (-),
konsistensi lembek, tidak tampak merah disertai pus.
5
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 04 maret 2019
ASA kelas I
E. DIAGNOSA KERJA
PREOPERASI
1. Memastikan identitas pasien sesuai dengan yang tertulis pada rencana operasi
2. Memastikan pasien sudah mengenakan pakaian operasi dan penutup kepala
3. Memastikan kapan terakhir kali pasien makan
4. Menanyakan apakah ada alergi obat atau makanan
5. Menanyakan apakah ada riwayat asma
6. Menanyakan apakah ada riwayat penyakit kronis atau sistemin lainnya
(hipertensi, diabetes mellitus, dll)
7. Menanyakan apakah pasien memiliki kelainan tulang belakang
8. Menanyakan apakah pasien memakai gigi palsu atau gigi goyang, kacamata,
lensa kontak atau alat bantu dengar
9. Lakukan pemeriksaan fisik dan sesuaikan jika ada hasil dari pemeriksaan
penunjang ( CT scan, USG, MRI, dll)
10. Memastikan atau memasang IV line yang lancar
INTRA OPERASI
1. Lama pembiusan : 70 menit
2. Lama pembedahan : 60 menit
Tindakan anestesi
Jenis anestesi : Anestesi Umum
1. Di ruang persiapan
a. Cek persetujuan operasi dan identitas penderita
b. Pemeriksaan tanda-tanda vital
c. Lama puasa 6-8 jam
d. Cek obat dan alat anestesi
e. Posisi terlentang
f. Pakaian pasien diganti pakaian operasi
g. Infus RL 20 tetes/menit
7
2. Di ruang operasi
a. Jam 14.00 pasien masuk kamar operasi, manset dan monitor dipasang.
Premedikasi dengan pemberian Miloz 2 mg dan fentanyl 100 mcg.
b. Jam 14.05 dilakukan premedikasi dengan Miloz 2 mg(IV), fentanyl 100 mcg
IV dan induksi dengan propofol 100 mg IV segera kepala diekstensikan,
Sesudah tenang dilakukan intubasi dengan LMA no 4. Setelah terpasang baik
dihubungkan dengan mesin anestesi untuk mengalirkan N2O : O2 = 2 L : 2 L
permenit.
c. Jam 14.05 dialirkan volutail berupa Sevofluran 2 vol %,
d. Jam 14.10 operasi dimulai dan tanda vital dimonitor tiap 15 menit. Infus RL
500 cc.
e. Jam 14.15 Injeksi ketorolac 30 mg , injeksi Ondansetron 4 mg, infus RL 500
cc.
f. Jam 15.10 operasi selesai penderita dipindah ke ruang recovery, Tramadol
100 mg (drip).
POST OPERASI
Post Anesthesia Care Unit (PACU)
Keluhan :-
Tekanan darah : 115/66 mmHg
Suhu : 36,8°C
Pernafasan : Spontan, 18x/menit
Nadi : 79x/menit
Aldretescore :
Kesadaran :2
Respirasi :2
Sirkulasi :2
Warna kulit :2
Aktivitas :2
Total : 10
VAS :0
9
PEMBAHASAN
Pada pasien diatas dari pre operasi (anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang) didapatkan status fisik pasien diklasifikasikan sebagai ASA I yaitu pasien
sehat baik secara organik, fisiologik, psikiatrik, maupun biokimia.
Secara keseluruhan, tidak didapatkan aspek-aspek yang dapat memperberat
proses anestesi selama pembedahan. Namun, ada beberapa aspek yang perlu
diperhatikan selama masa pembiusan. Refleks laring mengalami penurunan selama
anestesia. Regurgitasi isi lambung dan kotoran yang terdapat dalam jalan nafas
merupakan risiko utama pada pasien-pasien yang menjalani anestesia.Untuk
meminimalkan risiko tersebut, semua pasien yang dijadwalkan untuk operasi elektif
dengan anestesia harus dipantangkan dari masukan oral (puasa) selama periode tertentu
sebelum induksi anestesia.
Tindakan premedikasi sendiri, yaitu pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi
anestesia bertujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesia
diantaranya untuk meredakan kecemasan dan ketakutan, memperlancar induksi
anestesia, mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus, meminimalkan jumlah obat
anestetik, mengurangi mual-muntah pasca bedah, menciptakan amnesia, mengurangi isi
cairan lambung, mengurangi refleks yang membahayakan.
Pada keluhan pasien jika disertai nyeri karena penyakitnya dapat diberikan
preparat opioid misalnya petidin 50 mg intramuskular, fentanyl 100 microgram, ataupun
morfin. Sedangkan untuk mengurangi mual muntah pasca bedah sering ditambahkan
premedikasi berupa ondansentron 2 -4 mg iv.
Berdasarkan status fisik pasien tersebut, jenis anestesi yang paling baik
digunakan dalam eksisi adalah general anestesi. Teknik anestesi umum yang dipilih
adalah teknik balance anesthesia, nafas kendali dengan laryngeal mask airway no. 4.
Teknik ini dimulai dengan pemberian obat pelumpuh otot non depolar, setelah itu
dilakukan pemasangan Laryngeal mask airway.
Ektubasi dapat segera diberikan setelah spontan normal kembali dengan
volume tidal 300 ml. O2 diberikan terus ( 5-6 L ) selama 2-3 menit untuk mencegah
hipoksia difusi. Apabila nafas tetap lemah setelah ditunggu beberapa menit dapat diberi
obat anti pelumpuh otot non depolarisasi sebelum diekstubasi yaitu neostigmin
(prostigmin) dosis 0,04 mg/kg, piridostigmin 0,1-0,4 mg/kg, atau fisostigmin 0,01-0,03
mg/kg. Penawar pelumpuh otot bersifat muskarinik menyebabkan hipersalivasi,
keringatan, bradikardi, kejang bronkus, hipermotilitas usus, dan pandangan kabur,
sehingga pemberiannya harus disertai oleh obat vagolitik seperti atropin dosis 0,01-0,02
mg/kg.
Induksi anestesi merupakan tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi
tidak sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anestesi. Obat-obatan yang sering
digunakan untuk induksi antar lain tiopental, propofol dan ketamin. Pada pasien ini
diberikan propofol 100 mg iv.
Propofol merupakan obat induksi anestesi cepat, yang didistribusikan dan
dieliminasikan dengan cepat. Propofol diberikan dengan dosis bolus untuk induksi 2-2,5
mg/kg, dosis rumatan untuk anestesi intravena total 4-12 mg/Kg/jam dan dosis sedasi
untuk perawatan intensif 0,2 mg/Kg. Efek samping propofol pada sistem pernafasan
adanya depresi pernapasan, apneu, bronkospasme, dan laringospasme. Pada susunan
saraf pusat adanya sakit kepala, pusing, euforia, kebingungan, gerakan klonik-
mioklonik, epistotonus, mual, muntah. Pada daerah penyuntikan dapat terjadi nyeri.
Selesai dilakukan induksi, sampai pasien tertidur dan reflek bulu mata hilang.
Sungkup ditempatkan pada muka. Sebaiknya dagu ditahan atau sedikit ditarik ke
belakang ( posisi kepala ekstensi) agar jalan nafas bebas dan pernafasan lancar.
Pengikat sungkup muka ditempatkan dibawah kepala. Jika pernafasan masih tidak
lancar dicoba mendorong kedua pangkal rahang ke depan dengan jari manis dan tengah
tangan kiri. Kalau perlu dengan kedua tangan kita yaitu dengan kedua ibu dan telunjuk
jari yang memegang sungkup muka dan dengan jari-jari yang lain menarik rahang ke
atas. Tangan kanan kita bila brbas dapat memegang balon pernafasan dari alat anestesi
untuk membuat pernafasan ( menekan balon sedikit bila pasien melakukan ispirasi).
N2O mulai diberikan 2 L dengan O2 2 L /menit untuk memperdalamkan anestesi,
bersamaan dengan ini sevo dibuka sampai 1% dan sedikit demi sedikit ( sesudah setiap
5-10 kali tarik nafas) dinaikkan dengan 1% sampai 3 atau 4 % tergantung reaksi dan
besar tubuh penderita. Kedalaman anestesi dinilai dari tanda-tanda mata ( bola mata
menetap), nadi tidak cepat dan terhadap rangsang operasi tidak banyak berubah. Jika
stadium anestesi sudah cukup dalam, rahang sudah lemas, masukkan pipa
orofaring. Isoflurane kemudian dikurangi dan dihentikan beberapa menit sebelum
11
operasi selesai. Selesai operasi N2O dihentikan dan pasien diberi O2 100% beberapa
menit mencegah hipoksia.
Pada pasien ini diberikan maintenance O2 + N2O + sevoflurane. Oksigen
diberikan untuk mencukupi oksigen jaringan. Pemberian anestesi dengan N2O harus
disertai O2 minimal 25%, gas ini bersifat sebagai anestetik lemah tetapi analgetiknya
kuat. Sevoflurane merupakan halogenasi eter. Induksi dan pulih anestesi lebih cepat
dibandingkan isoflurane. Efek terhadap kardiovaskular cukup stabil, jarang
menyebabkan aritmia. Setelah pemberian dihentikan, isoflurane cepat dikeluarkan oleh
tubuh.
Sebelum operasi selesai pada pasien ini diberikan analgetik ketorolac 30 mg,
tramadol 100 mg dan antiemetik ondansetron 4 mg. Pemberian ketorolac pada pasien ini
bertujuan untuk mengurangi nyeri pasca pembedahan, dan ondansetron diberikan
dengan tujuan mengurangi mengurangi mual dan muntah pasca pembedahan dengan
kerja di sentral.
Setelah operasi selesai pasien dibawa ke Recovery Room (RR). Di ruang inilah
pemulihan dari anestesi umum atau anestesi regional dilakukan. RR terletak berdekatan
dengan ruang operasi sehingga apabila terjadi suatu kondisi yang memerlukan
pembedahan ulang tidak akan mengalami kesulitan. Pada saat di RR, dilakukan
monitoring seperti di ruang operasi, yaitu meliputi tekanan darah, saturasi oksigen,
EKG, denyut nadi hingga kondisi stabil. Bila pasien gelisah harus diteliti apakah karena
kesakitan atau karena hipoksia (TD turun, nadi cepat, misalnya karena
hipovolemik). Bila kesakitan harus diberikan analgetik seperti petidin 15-25 mg IV atau
ketorolac 30 mg IV, tramadol 100 mg drip tetapi kalau gelisah karena hipoksia harus
diobati sebabnya, misalnya dengan menambah cairan elektrolit ( RL ), koloid ( dextran),
darah. Oksigen selalu diberikan sebelum pasien sadar penuh. Pasien hendaknya jangan
dikirim ke ruangan sebelem sadar, tenang, reflek jalan nafas sudah aktif, tekanan darah,
nadi dalam batas normal.Pasien dapat keluar dari RR apabila sudah mencapai skor
Lockherte/Aldrete lebih dari tujuh dan visual analog scale kurang dari tiga. Sedangkan
pada pasien diatas, didapatkan skornya Alderete 10 dan VAS 0, sehingga pasien dapat
dipindahkan ke tempat perawatan selanjutnya.