Disusun Oleh:
1. Nur Fitriya Adianti (1912004)
2. Ulan Apriani (1911018)
3. Ayu Windari (1911029)
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat allah swt, yang telah
melimpahkan rahmat serta karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
GANGGUAN SISTEM MUSKULUSKELETAL DENGAN RHEUMATOID
ARTHRITIS” tepat pada waktunya.
Dalam proses penyusunan makalah ini, kami mengalami beberapa
hambatan. Namun, berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak akhirnya
makalah ini dapat kami selesaikan dengan baik. Pada kesempatan ini, kami
mengucapkan terima kasih kepada Dosen pembimbing yaitu Ibu Susanti.,
S.Kep.Ns., M.Kep. yang membantu serta membimbing kami dalam proses
penyusunan makalah.
Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat membantu proses
pembelajaran dan dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca. Kami juga
tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada semua pihak atas bantuan, dukungan,
serta doanya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
membaca. Makalah ini jauh dari kata sempurna untuk itu kami mengharapkan
kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
BAB 1
KONSEP DASAR
1.1 PENGERTIAN
Kata arthritis berasal dari bahasa Yunani, “arthon” yang berarti sendi, dan
“itis” yang berarti peradangan. Secara harfiah, arhtritis berarti radang pada sendi.
Sedangkan Arthritis Rheumatoid adalah suatu penyakit autoimun dimana
persendian (biasanya tangan dan kaki) mengalami peradangan, sehingga terjadi
pembengkakan, nyeri dan seringkali menyebabkan kerusakan pada bagian dalam
sendi (Febriana, 2015). Karakteristik artritis rheumatoid adalah cairan sendi
(sinovitis inflamatior) yang persisten, biasanya menyerang sendi-sendi perifer
dengan penyebaran yang sistematis. Penyakit ini sering terjadi dalam 3-4 dekade
ini pada lansia (Luthfiyah, 2019).
Rheumatoid arthritis (RA) merupakan penyakit inflamasi non-bakterial yang
bersifat sistemik, progresif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan
ikat sendi secara simetris. Karakteristik RA adalah terjadinya kerusakan dan
poliferasi pada membran sinovial, yang menyebabkan kerusakan pada tulang
sendi, ankilosis, dan deformitas. Reumatoid arthritis (RA) merupakan penyakit
autoimun menyebabkan inflamasi kronik yang ditandai dengan terdapatnya
sinovitis erosif simetrik yang mengenai 1 jaringan persendian ataupun organ
tubuh lainnya. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi
sehingga kolagen terpecah dan terjadi edema. Poliferasi membran sinovial dan
akhirnya pembentukan pannus. Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan
menimbulkan erosi tulang (Afidah, 2019).
1.2 ETIOLOGI
Menurut (Putri, 2019), penyebab Rheumatoid Arthritis tidak diketahui, namun
ada beberapa faktor risiko yang berpengaruh pada penyakit Rheumatoid Arthritis,
antara lain:
1. Faktor Risiko Rheumatoid Arthritis
Faktor risiko yang berhubungan dengan peningkatan kasus RA dibedakan
menjadi dua yaitu faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor risiko
yang dapat dimodifikasi (Putri, 2019).
a. Tidak Dapat Dimodifikasi
1) Faktor genetik
Faktor genetik berperan 50% hingga 60% dalam perkembangan RA.
Gen yang berkaitan kuat adalah HLA-DRB1. Selain itu juga ada gen
tirosin fosfatase PTPN 22 di kromosom 1. Perbedaan substansial pada
faktor genetik RA terdapat diantara populasi Eropa dan Asia. HLA-DRB1
terdapat di seluruh populasi penelitian, sedangkan polimorfisme PTPN22
teridentifikasi di populasi Eropa dan jarang pada populasi Asia. Selain itu
ada kaitannya juga antara riwayat dalam keluarga dengan kejadian RA
pada keturunan selanjutnya.
2) Hormon sex
Perubahan profil hormon berupa stimulasi dari Plasental
kortikotraonim Releasing Hormone yang mensekresi dehidropiandrosteron
(DHEA), yang merupakan substrat penting dalam sintesis esterogen
plasenta. Dan stimulasi esterogen dan proggesteron pada respon imun
humoral ( TH2) dan menghambat respon imun selular ( TH1). Pada RA
respon TH1 lebih dominan sehingga estrogen dan progresteron
mempunyai efek yang berlawanan terhadap perkembangan penyakit ini.
3) Usia
RA biasanya timbul antara usia 40 tahun sampai 60 tahun. Namun
penyakit ini juga dapat terjadi pada dewasa tua dan anak-anak
(Rheumatoid Arthritis Juvenil). Dari semua faktor risiko untuk timbulnya
RA, faktor ketuaan adalah yang terkuat. Prevalensi dan beratnya RA
semakin meningkat dengan bertambahnya usia. RA hampir tak pernah
pada anak-anak, jarang pada usia dibawah 40 tahun dan sering pada usia
diatas 60 tahun.
4) Jenis kelamin
RA jauh lebih sering pada perempuan dibanding laki-laki dengan rasio
3:1. Meskipun mekanisme yang terkait jenis kelamin masih belum jelas.
Perbedaan pada hormon seks kemungkinan memiliki pengaruh.
5) HeatShockProtein (HSP)
Merupakan protein yang diproduksi sebagai respon terhadap stress.
Protein ini mengandung untaian ( sequence) asam amino homolog. Diduga
terjadi fenomena kemiripan molekul dimana antibodi dan sel T mengenali
epitok HSP Pada agen infeksi dan sel Host. Sehingga bisa mencetuskan
terjadinya reaksi silang Limposit dengan sel Host sehingga mencetuskan
reaksi imunologis
b. Dapat Dimodifikasi
1) Gaya hidup
a) Status sosial ekonomi: Penelitian di Inggris dan Norwegia
menyatakan tidak terdapat kaitan antara faktor sosial ekonomi
dengan RA, berbeda dengan penelitian di Swedia yang menyatakan
terdapat kaitan antara tingkat pendidikan dan perbedaan paparan
saat bekerja dengan risiko RA.
b) Merokok: Sejumlah studi cohort dan case-control menunjukkan
bahwa rokok tembakau berhubungan dengan peningkatan risiko
RA. Merokok berhubungan dengan produksi dari rheumatoid
factor(RF) yang akan berkembang setelah 10 hingga 20 tahun.
Merokok juga berhubungan dengan gen ACPA-positif RA dimana
perokok menjadi 10 hingga 40 kali lebih tinggi dibandingkan
bukan perokok. Penelitian pada perokok pasif masih belum
terjawab namun kemungkinan peningkatan risiko tetap ada.
c) Diet: Banyaknya isu terkait faktor risiko RA salah satunya adalah
makanan yang mempengaruhi perjalanan RA. Penelitian Pattison
dkk, menyebutkan daging merah dapat meningkatkan risiko RA
sedangkan buah-buahan dan minyak ikan memproteksi kejadian
RA.
d) Infeksi: Banyaknya penelitian mengaitkan adanya infeksi Epstein
Barr virus (EBV) karena virus tersebut sering ditemukan dalam
jaringan synovial pada pasien RA. Selain itu juga adanya
parvovirus B19, Mycoplasma pneumoniae, Proteus, Bartonella,
dan Chlamydia juga memingkatkan risiko RA.
e) Pekerjaan: Jenis pekerjaan yang meningkatkan risiko RA adalah
petani, pertambangan, dan yang terpapar dengan banyak zat kimia
namun risiko pekerjaan tertinggi terdapat pada orang yang bekerja
dengan paparan silica.
2) Faktor hormonal
Hanya faktor reproduksi yang meningkatkan risiko RA yaitu pada
perempuan dengan sindrom polikistik ovari, siklus menstruasi ireguler,
dan menarche usia sangat muda.
3) Bentuk tubuh
Risiko RA meningkat pada obesitas atau yang memiliki Indeks Massa
Tubuh (IMT) lebih dari 30.
1.3 PATHWAY/PATOFISIOLOGI
Sistem imun merupakan bagian pertahanan tubuh yang dapat membedakan
komponen self dan non-self. Pada kasus rheumatoid arthritis system imun tidak
mampu lagi membedakan keduanya dan menyerang jaringan synovial serta
jaringan penyokong lain. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim tersebut
akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi membrane synovial
dan akhirnya pembentukan pannus. Pannus akan menghancurkan tulang rawan
dan menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah menghilangnya permukaan
sendi yang akan mengganggu gerak sendi. Otot akan turut terkena karena serabut
otot akan mengalami perubahan degeneratif dengan menghilangnya elastisitas otot
dan kekuatan kontraksi otot (Risnanto, 2014).
Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi sinovial seperti edema,kongesti
vaskuler, eksudat fibrin dan infiltrasi seluler. Peradangan yang berkelanjutan,
sinovial menjadi menebal, terutama pada sendi artikular kartilago dari sendi. Pada
persendian ini granulasi membentuk pannus, atau penutup yang menutupi
kartilago. Pannus masuk ke tulang sub chondria. Jaringan granulasi menguat
karena radang menimbulkan gangguan pada nutrisi kartilago. Kartilago menjadi
nekrosis. Tingkat erosi dari kartilago menentukan tingkat ketidakmampuan sendi.
Bila kerusakan kartilago sangat luas maka terjadi adhesi diantara permukaan
sendi, karena jaringan fibrosa atau tulang bersatu (ankilosis). Kerusakan kartilago
dan tulang menyebabkan tendon dan ligamen menjadi lemah dan bisa
menimbulkan sublokasi atau dislokasi di persendian. Invasi dari tulang sub
chondria menyebabkan osteoporosis setempat (Risnanto, 2014).
Lamanya Arthritis Rheumatoid berbeda dari tiap orang. Ditandai dengan masa
adanya serangan dan tidak adanya serangan. Sementara ada orang yang sembuh
dari serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi. Terutama yang
mempunyai faktor Rheumatoid (Seropositif gangguan Rheumatoid) gangguan
akan menjadi kronis yang progresif (Risnanto, 2014).
PATHWAY RHEUMATOID ARTHRITIS
(Risnanto, 2014)
Farmakologis
Kurangnya Informasi Synovial menebal
Non farmakologis
MK: Defisit Pengetahuan Panus
Perubahan
bentuk tubuh
Kartilago nekrosis Kerusakan kartilago
dan tulang
MK: Gangguan
Citra Tubuh Erosi kartilago
Tendon dan ligament
Adhesi pada melemah
permukaan sendi
Kelemahan fisik
MK: Defisit
Perawatan Diri
1.4 TANDA DAN GEJALA
Keluhan biasanya mulai secara perlahan dalam beberapa minggu atau bulan.
Sering pada keadaan awal tidak menunjukkan tanda yang jelas. Keluhan tersebut
dapat berupa keluhan umum, keluhan pada sendi dan keluhan diluar sendi.
1. Keluhan Umum
Pada tahap awal akan menunjukan tanda dan gejala: perasaan badan lemah,
nafsu makan menurun, nyeri persendian, bengkak, kekakuan pada sendi
terutama setelah bangun tidur pada pagi hari, terbatas pergerakan, sendi-sendi
terasa panas, dema, anemia, berat badan menurun, kekuatan berkurang,
tampak warna kemerahan pada sekitar sendi, perubahan ukuran pada sendi
dari ukuran normal (Arini, 2020).
2. Kelainan sendi
Terutama mengenai sendi kecil dan simetris yaitu sendi pergelangan tangan,
lutut dan kaki (sendi diartrosis). Sendi lainnya juga dapat terkena seperti sendi
siku, bahu sterno-klavikula, panggul, pergelangan kaki. Kelainan tulang
belakang terbatas pada leher. Keluhan sering berupa kaku sendi di pagi hari,
pembengkakan dan nyeri sendi (Masyeni, 2018).
3. Kelainan diluar sendi
a. Kulit : nodul subkutan (nodul remtoid).
b. Jantung : kelainan jantung yang simtomatis jarang didapatkan, namun 40%
pada autopsi Arthritis Rheumatoid didapatkan kelainan perikard.
c. Paru : kelainan yang sering ditemukan berupa paru obstruktif dan
kelainan pleura (efusi pleura, nodul subpleura).
d. Saraf : berupa sindrom multiple neuritis akibat vaskulitis yang sering
terjadi berupa keluhan kehilangan rasa sensoris di ekstermitas dengan
gejala foot or wrist drop.
e. Mata : terjadi sindrom sjogren (keratonkonjungtivitis sika) berupa
kekeringan mata, skleretis atau eriskleritis dan skleromalase perforans.
f. Kelenjar limfe : sindrom felty adalah Arthritis Rheumatoid dengan
spleenomegali, limpadenopati, anemia, trombositopeni, dan neutropeni.
(Masyeni, 2018)
1.5 PENATALAKSANAAN
A. Terapi Farmakologis
Menurut Penatalaksanaan pada RA mencakup terapi farmakologi,
rehabilitasi dan pembedahan bila diperlukan, serta edukasi kepada pasien dan
keluarga. Tujuan pengobatan adalah menghilangkan inflamasi, mencegah
deformitas, mengembalikan fungsi sendi, dan mencegah destruksi jaringan
lebih lanjut (Suherlim, 2017).
1. NSAID (Nonsteroidal Anti-Inflammatory Drug)
Diberikan sejak awal untuk menangani nyeri sendi akibat inflamasi.
NSAID yang dapat diberikan atara lain: aspirin, ibuprofen, naproksen,
piroksikam, dikofenak, dan sebagainya. Namun NSAID tidak melindungi
kerusakan tulang rawan sendi dan tulang dari proses destruksi.
2. DMARD (Disease-Modifying Antirheumatic Drug)
Digunakan untuk melindungi sendi (tulang dan kartilago) dari proses
destruksi oleh Rheumatoid Arthritis. Contoh obat DMARD yaitu:
hidroksiklorokuin, metotreksat, sulfasalazine, garam emas, penisilamin, dan
asatioprin. DMARD dapat diberikan tunggal maupun kombinasi
3. Kortikosteroid
Diberikan kortikosteroid dosis rendah setara prednison 5-7,5mg/hari
sebagai “bridge” terapi untuk mengurangi keluhan pasien sambil menunggu
efek DMARDs yang baru muncul setelah 4-16 minggu.
4. Rehabilitasi
Terapi ini dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
Caranya dapat dengan mengistirahatkan sendi yang terlibat melalui pemakaian
tongkat, pemasangan bidai, latihan, dan sebagainya. Setelah nyeri berkurang,
dapat mulai dilakukan fisioterapi.
5. Pembedahan
Jika segala pengobatan di atas tidak memberikan hasil yang diharapkan,
maka dapat dipertimbangkan pembedahan yang bersifat ortopedi, contohnya
sinovektomi, arthrodesis, total hip replacement, dan sebagainya.
Tabel 1 DMARD untuk terapi RA
OBAT ONSET DOSIS KETERANGAN
Sulfasalazin 1-2 bulan 1x500mg/hari/io Digunakan sebagai
ditingkatkan setiap lini pertama
minggu hingga
4x500mg/hari
Metotreksat 1-2 bulan Dosis awal 7,5-10 mg/ Diberikan pada
minggu/IV atau peroral kasus lanjut dan
12,5- 17,5mg/minggu berat. Efek samping:
dalam 8-12 minggu rentan infeksi,
intoleransi GIT,
gangguan fungsi hati
dan hematologik
Hidroksiklorokuin 2-4 bulan 400 mg/hari Efek samping:
penurunan tajam
penglihatan, mual,
diare, anemia
hemolitik
Asatioprin 2-3 bulan 50-150 mg/hari Efek samping:
gangguan hati,
gejala GIT,
peningkatan TFH
D-penisilamin 3-6 bulan 250-750mg/hari Efek samping:
stomatitis,
proteinuria, rash
(Masyeni, 2018)
B. Terapi Non-Farmakologis
Dalam pilar pengelolaan AR terdapat 2 hal yang termasuk dalam terapi
non-farmakologis yaitu edukasi dan latihan/program rehabilitasi. Edukasi
yang dimaksud mencakup 2 poin penting yaitu penjelasan mengenai penyakit
yang diderita dan juga penjelasan mengenai diet dan terapi komplementer
(PRI, 2014).
Hal yang penting dalam pengobatan AR adalah perlunya penjelasan
kepada pasien tentang penyakitnya, apa itu AR, bagaimana perjalanan
penyakitnya, kondisi pasien saat ini dan bila perlu penjelasan tentang
prognosis penyakitnya. Pasien harus diberitahu tentang program pengobatan,
risiko dan keuntungan pemberian obat dan modalitas pengobatan yang lain
(PRI, 2014)
Sampai saat ini belum ditemukan diet spesifik yang mencetuskan ataupun
memperberat AR. Namun beberapa ahli gizi menyarankan diet untuk banyak
makan sayuran, buah dan ikan serta mengurangi konsumsi lemak/daging
merah. Pasien AR juga dianjurkan untuk mempertahankan berat badan ideal,
karena obesitas akan memberi stress tambahan pada sendi dan berperan pada
risiko terjadinya osteoarthritis. Terapi komplementer juga belum ada bukti
yang adekuat untuk mendukung pemakaiannya dalam pengeloalaan AR (PRI,
2014)
Pada saat diagnosis AR ditegakan maka program latihan fisik aerobic
dapat disarankan. Latihan fisik harus disesuaikan secara individual
berdasarkan kondisi penyakit dan komorbiditas yang ada. Latihan aerobik
dapat dikombinasikan dengan latihan penguatan otot (regio terbatas atau
menyeluruh), dan latihan untuk kelenturan, koordinasi dan kecekatan tangan
serta kebugaran tubuh. (PRI, 2014)
Selain itu juga, masalah utama yang sering dialami oleh penderita
Rheumatoid Arthritis adalah nyeri. Penanganan untuk meredakan nyeri dan
ketidaknyamanan yaitu dengan memberikan berbagai upaya kenyamanan
(misalnya kompres panas atau dingin, massage, perubahan posisi, berikan
teknik relasi, distraksi). Dalam penanganannya nyeri secara non-farmakologis
dapat menggunakan Agency for Health Care Police and Research (AHCPR)
dapat dilakukan dengan stimulus kutaneus, distraksi, relaksasi, imajinasi
terbimbing dan hipnotis. Pada rematik umumnya pengelolaan nyeri dilakukan
dengan stimulus kutaneus, salah satunya adalah terapi modalitas Massage
(Putri, 2019).
1.6 KOMPLIKASI
Arthritis rheumatoid adalah penyakit sistemik yang dapat mempengaruhi
bagian lain dari tubuh selain sendi, menurut (Fauziah, 2019), efek ini meliputi :
a. Dapat menimbulkan perubahan pada jaringan lain seperti adanya proses
granulasi dibawah kulit yang disebut subcutan nodule.
b. System muskuloskeletal : pada otot dapat terjadi myosis karena proses
granulasi jaringan otot dan osteoporosis.
c. System pembuluh darah : troemboemboli adalah adanya sumbatan pada
pembuluh darah yang disebabkan oleh adanya darah yang membeku.
d. Splenomegali : splenomegali merupakan pembesaran limfa, jika limfa
membesar kemampuannya untuk menangkap dan menyimpan sel-sel darah
akan meningkat.
e. System pencernaan : pada system pencernaan yang sering dijumpai adalah
gastritis dan ulkus peptik yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat
anti inflamasi nonsteroid (OAINS) yang menjadi faktor penyebab morbiditas
dan mortalitas utama pada arthritis rheumatoid.
f. Komplikasi saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas sehingga sukar
dibedakan akibat lesi artikuler dan lesi neuropatik.
g. Infeksi : pasien dengan AR memiliki resiko lebih besar untuk infeksi. Obat
imunosupresif akan lebih meningkatkan resiko.
h. Penyakit paru-paru : sebuah studi kecil menemukan prevalensi tinggi
peradangan paru dan fibrosis pada pasien yang baru didiagnosis AR, namun
temuan ini dapat dikaitkan dengan merokok.
i. Sindrom felty : kondisi ini ditandai dengan splenomegali, leukopenia dan
infeksi bakteri berulang.
j. Limfoma dan kanker lainnya : AR terkait perubahan system kekebalan tubuh.
BAB 2
ASUHAN KEPERAWATAN
Ny. E dirawat di RSCM pada tanggal 29 Mei 2019, pasien datang bersama dengan
suaminya , dengan keluhan kaki sakit terasa berat, nyeri dan kaku digerakkan.
Suaminya mengatakan pada saat di rumah pasien kadang harus dibantu untuk
mandi dan berjalan menggunakan tongkat. Nyeri terasa pada bagian ekstermitas
bawah (kaki), klien mengatakan nyeri yang dirasakan tidak menjalar. Nyeri skala
5. Skala kekuatan otot ekstermitas bawah 3. Hasil pemeriksaan fisik tidak ada
sianosis, frekuensi nafas 24x/menit, tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 72x/menit,
suhu 36°C.
Keterangan :
: Laki-laki : Laki-laki meninggal
C. Keluhan Utama
Ny. E mengeluh kakinya sakit dan kaku digerakkan dan sulit untuk
melakukan aktivitas.
D. Riwayat penyakit sekarang
P (Provocative/Palliative) : Klien mengalami kelemahan pada ekstermitas
bawah sehingga membuat klien sulit untuk beraktivitas. Klien mengatasi
masalahnya dengan minum obat dari warung dan meminta anjuran obat
dari apotek saja.
Q (Quantity/quality) : klien mengatakan kakinya berat dan nyeri untuk
bergerak sehingga kadang klien harus dibantu untuk mandi dan berjalan
menggunakan tongkat. Nyeri seperti ditusuk-tusuk. Klien terkadang duduk
lama dikursi dan berbaring ditempat tidur. Klien dapat berjalan sendiri
dengan alat bantu tongkat dan menyeret kakinya ketika berjalan.
R (Region) : lokasi nyeri berada di bagian ekstermitas bawah (kaki). Klien
mengatakan nyeri yang dialaminya menyebar.
S (Severity) : klien merasa kelemahan pada ekstermitas bawah. Dengan
skala nyeri 5 yang mengakibatkan sulit untuk melakukan mobilitas fisik,
T (Time) : nyeri hilang timbul. kelemahan terjadi sejak 7 tahun tetapi
sudah banyak mengalami perubahan pergerakan.
E. Riwayat Kesehatan Masalalu
a) Penyakit yang pernah dialami:
Klien tidak memiliki penyakit masa lalu yang serius.
b) Pengobatan/tindakan yang dilakukan:
Klien mengatakan jika klien sakit maka langsung membeli obat
pereda nyeri (paracetamol) diwarung maupun apotek terdekat.
c) Pernah dirawat/dioperasi:
Klien mengatakan tidak pernah dirawat dirumah sakit.
d) Alergi:
Klien mengatakan tidak ada alergi obat ataupun makanan dan
minuman.
e) Imunisasi:
Klien mengatakan bahwa dulu tidak pernah dilakukan imunisasi.
F. Riwayat penyakit keluarga
Klien mengatakan tidak ada penyakit keturunan seperti DM, Hipertensi,
dan Gangguan Jiwa. Klien juga mengatakan bahwa keluarga tidak
memiliki penyakit yang sama dengannya.
G. Riwayat Keadaan Psikososial
Klien mengatakan: “menerima segala kondisinya, dan tetap menjalani
keadaan dan terus berusaha agar bisa sembuh karena klien percaya
bahwasannya dia bisa sembuh”.
H. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan Umum
Kesadaran klien compos mentis, posisi klien lebih sering duduk,
keterbatasan melakukan aktivitas karena kaki yang terasa berat dan sulit
untuk digerakkan.
2. Pemeriksaan (B1-B6)
B1 (Breathing)
Bentuk thoraks simetris, irama napas normal, RR : 24x/menit, tidak
ada suara napas tambahan.
B2 (Blood)
Tekanan darah : 130/90 mmHg, Nadi : 72x/menit, Suhu tubuh : 36 °C,
irama jantung reguler, tidak terjadi sianosis
B3 (Brain)
Keadaan klien compos mentis, GCS : E4V5M6, bentuk mata pupil
isokor (kiri dan kanan), konjungtiva anemis dan sklera berwarna putih.
B4 (Bladder)
Produksi urine : 500 cc/24 jam, BAK 5 kali sehari, karakter urine
bening
B5 (Bowel)
BB : 55 kg, TB : 155 cm, pola makan : Frekuensi makan 3 kali sehari,
Nafsu makan menurun, mukosa bibir lembab, lidah bersih, rongga
mulut tidak berbau, tidak ada pembesaran hepar, tidak muntah, bising
usus 10x/menit.
B6 (Bone)
Ekstermitas atas pasien : simetris kiri dan kanan kekuatan otot 4, tidak
ada edem, Ekstermitas bawah Pasien : kekuatan mengalami kelemahan
pada pergerakan ekstremitas bawah kanan dan kiri dengan kekuatan
otot 3 sehingga sulit untuk melakukan aktivitasnya, turgor kulit
lembab.
I. PEMERIKSAAN DIGNOSTIK
No. PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL
1. Leukosit (WBC) 13,31 10³µL 3.60-11.00 10³µL
2. Neutrophil 81,8% 40%-60%
4. Laju Endap Darah (LED) LED 1 30 mm 0 – 20 mm/jam
LED II 60 mm
5. C-Reative Protein (CRP) 71.4 mg/L < 10 mg/L
Hasil pemeriksaan radiologi didapatkan gambaran osteoarthritis dan soft tissue
swelling pada kedua sendi lutut.
J. PEMBERIAN TERAPI
No. Nama & Dosis Frekuensi & Cara Guna Obat
Obat Pemberian
1. Infus NaCl 0,9% 1 x /24jam (IV) Mengganti cairan tubuh
500 ml (NS) yang hilang, memenuhi
ketidakseimbangan
elektrolit, dan mejaga
tubuh tetap terhidrasi.
2. Celecoxib 200 mg 2 x/24 jam (Oral) Untuk meredakan nyeri
dan pembengkakakn.
3. Leflunomide Dosis inisial 100 mg untuk meringankan rasa
satu kali per hari selama nyeri yang disebabkan
3 hari. Dilanjutkan oleh peradangan pada
dosis rumatan 10-20 mg sendi (arthritis).
satu kali per hari
4. Prednisone 5 mg 1x/24 jam (Oral) untuk mengurangi
peradangan pada alergi,
penyakit autoimun,
penyakit persendian dan
otot, serta penyakit
kulit.
3.2 Diagnosa Keperawatan
No. Hari/Tanggal Data Fokus Problem Etiologi
1. 03 Juni 2017 Ds: Nyeri Kronis Penurunan
1) Klien mengatakan nyeri pada (D.0078) fungsi tulang
saat bergerak
2) Klien mengatakan
ketidaknyamanan terhadap
sakitnya
Do:
1) Klien tampak lelah dan meringis
2) Klien tampak memijat-mijat
kakinya
3) Skala nyeri 5 sedang
4) Kelemahan terjadi sejak 7 bulan
2. 03 Juni 2017 Ds: Intoleransi Kekuatan
1) Klien mengatakan tidak sanggup Aktivitas otot
berjalan jauh (D.0056) melemah
2) Klien mengatakan kakinya terasa
berat
Do:
1) Kaki tidak dapat digerakkan
2) Kekuatan otot 3
3) TTV
TD: 130/90 mmHg
HR: 72 x/menit
RR: 24 x/menit
S: 36o C
3. 03 Juni 2017 Ds: Resiko Mobilitas
1) Klien mengatakan takut untuk Cedera menurun
berjalan jauh (D.0136)
Do:
1) Klien tampak berhati-hati saat
berjalan
(PPNI T. P., 2017)
Diagnosa Keperawatan (Prioritas):
1. Nyeri Kronis berhubungan dengan penurunan fungsi tulang ditandai dengan
klien tampak lelah dan meringis, klien tampak memijat kakinya, skala nyeri
(5), nyeri sejak 7 bulan.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan perubahan otot lemah ditandai
dengan klien mengatakan tidak sanggup berjalan jauh dan kakinya terasa
berat, kaki klien tidak dapat digerakkan, kekuatan otot 3.
3. Resiko Cedera berhubungan dengan mobilitas menurun ditandai dengan klien
tampak berhati-hati saat berjalan, klien mengatakan takut untuk berjalan jauh.
3.3 Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1. Nyeri Kronis (D.0078) Setelah dilakukan tindakan Intervensi Utama
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam Manajemen Nyeri (I.08238)
penurunan fungsi tulang diharapkan tingkat nyeri menurun (SIKI, 2018; hal.201)
ditandai dengan klien dengan Kriteria Hasil: Observasi : Observasi:
tampak lelah dan meringis, 1. Keluhan nyeri menurun 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, 1. Agar mengetahui lokasi nyeri
klien tampak memijat 2. Meringis menurun durasi, frekuensi, kualitas, klien
kakinya, skala nyeri (5), 3. Sikap protektif menurun intensitas nyeri 2. Agar mengetahui skala nyeri
nyeri sejak 7 bulan (SDKI 4. Ketegangan otot menurun 2. Identifikasi skala nyeri pada klien
2016; hal 174) 5. Perasaan takut mengalami 3. Identifikasi respon nyeri non 3. Agar mengetahui nyeri pada
cedera berulang menurun verbal klien
4. Identifikasi faktor yang 4. Agar mengetahui penyebab
memberatkan dan meringankan nyeri yang dirasakan
nyeri 5. Agar tidak salah mendapatkan
5. Identifikasi pengetahuan dan informasi tentang nyeri
keyakina tentang nyeri 6. Agar mengetahui penyebab
6. Identifikadi pengaruh budaya nyeri pada lingkungan pasien
terhadap respon nyeri 7. Agar mengetahui efek samping
7. Monitor efek samping analgetik pada nyeri
penggunaan analgetik Terapeutik:
Terapeutik : 1. Agar klien dapat mengatasi ras
1. Berikan teknik nonfarmakologis anyeri
untuk mengurangi rasa nyeri 2. Agar nyeri tidak timbul karena
2. Kontrol lingkungan yang lingkungan sekitar
memperberatkan rasa nyeri 3. Agar klien dapat tidur dengan
3. Fasilitasi istirahat dan tidur nyaman
Edukasi : Edukasi:
1. Jelaskan penyebab, periode, dan 1. Agar mengetahui penyebab
pemicu nyeri nyeri yang timbul
2. Jelaskan strategi meredakan 2. Untuk klien dapat mengatasi
nyeri nyeri yang timbul
3. Anjurkan monitor nyeri secara 3. Agar pasien mengatasis nyeri
mandiri dengan mandiri
4. Ajarkan teknik nonfarmakologis 4. Untuk klien mempelajari teknik
untuk mengurangi rasa nyeri secara mandiri
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian Kolaborasi:
analgetik, jiak perlu 1. Untuk mengurangi rasa nyeri
yang timbul.
2. Intoleransi Aktivitas Setelah dilakukan tindakan Intervensi Utama
(D.0056) berhubungan keperawatan selama 3x24 jam Manajemen Energi (I.05178)
dengan perubahan otot diharapkan toleransi aktivitas (SIKI, 2018; hal.176)
lemah ditandai dengan klien meningkat dengan Observasi : Observasi :
mengatakan tidak sanggup Kriteria Hasil: 1. Identifikasi gangguan fungsi 1. Untuk mengetahui gangguan
berjalan jauh dan kakinya 1. Kemudahan dalam melakukan tubuh yang mengakibatkan fungsi yang mengakibatkan
terasa berat, kaki klien tidak aktivitas sehari-hari meningkat kelelahan kelelahan
dapat digerakkan, kekuatan 2. Kekuatan tubuh bagian bawah 2. Monitor kelelahan fisik dan 2. Untuk mengetahui tingkat lelah
otot 3 (SDKI 2016; hal 128) meningkat emosional fisik dan emosional
3. Toleransi dalam menaiki tangga 3. Monitor pola dan jam tidur 3. Untuk mengontrol pola dan jam
meningkat 4. Monitor lokasi dan tidur pada pasien
4. Keluhan lelah menurun ketidaknyamanan selama 4. Untuk mengetahui lokasi dan
5. Perasaan lemah menurun melakukan aktivitas ketidaknyamanan selama
melakukan aktivitas
Terapeutik : Terapeutik :
1. Sediakan lingkungan nyaman 1. Agar pasien merasa lebih
dan rendah stimulus (mis. nyaman
Cahaya, suara, kunjungan) 2. Untuk membantu meningkatkan
2. Lakukan latihan rentang gerak pergerakan
pasif dan/atau aktif 3. Untuk membuat pasien tenang
3. Berikan aktivitas distraksi yang agar tidak cemas saat
menenangkan melakukan aktivtas
4. Fasilitasi duduk di sisi tempat, 4. Untuk memudahkan pasien
jika tidak dapat berpindah atau berpindah dan berjalan
berjalan Edukasi :
Edukasi : 1. Untuk meminimalisir cidera
1. Anjurkan tirah baring 2. Untuk memulihkan pergerakan
2. Anjurkan melakukan aktivitas 3. Untuk membantu kebutuhan
secara bertahap pasien
3. Anjurkan menghubungi perawat 4. Agar pasien dapat mengetahui
jika tanda dan gejala kelelahan strategi untuk mengurangi
tidak berkurang kelelahan
4. Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan
Kolaborasi : Kolaborasi :
1. Kolaborasi dengan ahli gizi 1. Untuk mempercepat
tentang cara meningkatkan penyembuhan
asupan makanan
3. Risiko Cedera (D.0136) Setelah dilakukan intervensi selama Intervensi Utama
berhubungan dengan 3x24 jam, diharapkan tingkat Pencegahan cedera (I.14537)
mobilitas menurun ditandai cedera menurun, dengan (SIKI, 2018 hal. 275)
dengan klien tampak Kriteria Hasil : Observasi: Observasi:
berhati-hati saat berjalan, 1. Toleransi aktivitas meningkat 1. Identifikasi area lingkungan 1. Untuk mengetahui lingkungan
klien mengatakan takut 2. Kejadian cedera menurun yang berpotensi menyebabkan sekitar pasien yang
untuk berjalan jauh(SDKI 3. Luka/lecet menurun cedera membahayakan
2016; hal 294) 4. Ketegangan otot menurun 2. Identifikasi obat yang 2. Untuk mengetahui jenis obat
5. Ekspresi wajah kesakitan berpotensi menyebabkan cedera yang berpotensi mencederai
menurun Terapeutik: pasien
6. Gangguan mobilitas menurun 1. Sediakan pencahayaan yang Terapeutik:
memadai 1. Agar pasien merasa nyaman
2. Sosialisasikan pasien dan 2. Agar pasien mengetahui situasi
keluarga dengan lingkungan dalam ruang rawat
ruang rawat 3. Untuk memudahkan pasien saat
3. Pastikan bel panggilan atau meanggil perawat
telepon mudah dijangkau 4. Agar pasien dengan mudah
4. Pastikan barang-barang pribadi mendapatkan barangnya
mudah dijangkau 5. Agar tidak terjatuh atau terjadi
5. Pertahankan posisi tempat tidur cedera
diposisi terendah saat 6. Agar pasien aman dan tidak
digunakan beresiko cedera
6. Diskusikan bersama anggota
keluarga yang dapat
mendampingi.
Edukasi:
1. Jelaskan alasan intervensi Edukasi:
pencegahan jatuh ke pasien dan 1. Agar pasien dan keluarga
keluarga memahami intervensi
2. Anjurkan berganti posisi secara pencegahan jatu
perlahan dan duduk selama 2. Untuk mencegah resiko cedera
beberapa menit sebelum berdiri pada pasien
3.4 Implementasi Keperawatan
Hari/tanggal No. Dx Implementasi Respon Nama/TTD
05 juni 2017 1. Pukul 10.00 WIB
1. Memberikan salam 1. Pasien menjawab
teraupetik dan salam
memperkenalkan diri 2. Klien menerima
2. Melakukan hubungan kehadiran perawat
saling percaya antara dan mau dilakukan
klien dan perawat perawatan.
3. Mengkaji keluhan 3. Pasien mengetahui
nyeri dan catat lokasi lokasi dan skala
skala nyeri. Skala nyeri
nyeri = 5 (kaki) 4. pasien merasa
4. Menganjurkan Klien terbantu karena
mandi dengan air mandi dengan air
panas /hangat hangat dapat
5. Mempertahankan mengurangi nyeri.
posisi yang nyaman 5. Pasien dapat
saat istirahat dan mempertahankan
duduk posisi yang nyaman.
6. Memberikan massage 6. Pasien kooperatif
yang lembut pada dan merasa lebih
kaki nyaman.
05 juni 2017 2. Pukul 14.00
1. Mempertahankan 1. Pasien merasa dapat
istirahat dan duduk beristirahat lebih
jika diperlukan nyaman.
2. Membantu bergerak 2. Pasien dapat
dengan bantuan bergerak sendiri
seminimal mungkin secara perlahan
3. Mendorong klien tanpa bantuan
untuk 3. Pasien kooperatif
mempertahankan saat dilakukan
postur tegak, duduk, tindakan
berdiri dan berjalan. keperawatan.
4. Memberikan 4. Pasien merasa
lingkungan yang terbantu dengan
aman dan memakai alat bantu
menganjurkan klien
untuk memakai alat
bantu ( tongkat)
07 juni 2017 1 Pukul 08.00
1. Mengkaji keluhan 1. Pasien merasa
nyeri dan catat lokasi senang dengan hasil
skala nyeri. Skala pemeriksaan.
nyeri = 5 2. Pasien merasa
2. Menganjurkan Klien tubuhnya lebih
mandi dengan air rileks.
panas / hangat 3. Pasien mampu
3. Mempertahankan mempertahankan
posisi yang nyaman posisi nyaman untuk
saat istirahat dan mengurangi nyeri
duduk 4. Pasien kooperatif
4. Memberikan massage dan nyeri pada
yang lembut pada pasien berkurang.
kaki
09 juni 2017 3 Pukul 17.00
1. Memberikan 1. Pasien merasa aman
lingkungan yang dengan lingkungan
aman (penerangan sekitar.
cahaya yang cukup) 2. Pasien tidak takut
2. Meminimalkan untuk berjalan.
bahaya yang tampak 3. Pasien
jelas memperagakan
3. Menganjurkan untuk dengan baik
berjalan atau bangkit 4. Pasien merasa
dari duduk ataupun senang karena
tidur dengan dengan alat bantu
perlahan-lahan mengurangi resiko
4. Menganjurkan untuk jatuh.
memakai alat bantu
3.5 Evaluasi
No. Tanggal/Jam Evaluasi Nama/TTD
1 10 Juni 2017 S: Klien mengatakan bahwa nyeri pada kaki
dan lututnya berkurang.
O: Klien memijat-mijat kakinya secara
perlahan dan mandi dengan air hangat.
A: Masalah teratasi
P: Rencana Tindakan dihentikan
2 10 Juni 2017 S: Klien mengatakan sudah bisa berjalan
secara perlahan.
O: Klien berjalan menggunakan tongkat, klien
lebih banyak duduk dan klien berjalan lambat.
A: Masalah teratasi
P: Rencana Tindakan dihentikan
3 10 Juni 2017 S: Klien mengatakan mampu berjalan perlahan
pada saat malam hari
O: Klien tampak lebih tenang saat ke toilet
ataupun berjalan saat sore ataupun malam hari
A: Masalah teratasi
P: Rencana Tindakan dihentikan
BAB 4
PEMBAHASAN DAN ALGORITMA
4.1 Pembahasan
Dalam bab 4 ini akan membahas tentang tinjauan teori dan kasus yang
mendukung pada pelaksanaan pengambilan kasus dilapangan. Asuhan
keperawatan pada Ny.E dengan arthritis rheumatoid difokuskan pada nyeri
dengan pengaplikasian teknik massage lembut pada kaki pasien di RSCM. Proses
keperawatan dimulai pada tanggal 29 Mei 2019. Memberikan asuhan keperawatan
pada pasien yang terdiri dari beberapa tahap yaitu pengkajian, menganalisa data,
menegakkan diagnosa, perencanaan, implementasi, dan evaluasi. Pengkajian
dilakukan dengan metode wawancara dan pemeriksaan fisik.
1. Tahap Pengkajian
Tahap pengkajian merupakan langkah pertama dalam proses keperawatan.
Pengkajian keperawatan merupakan tahapan dimana perawat mengambil data dari
pengumpulan informasi dengan observasi dan wawancara klien. Berdasarkan
pengkajian yang dilakukan didapatkan data klien Ny.E menderita Rheumatoid
arthritis. Pengkajian di lakukan pada tanggal 29 Mei 2019 pada Ny.E. Keluhan
utama adalah kakinya sakit dan kaku digerakkan dan sulit untuk melakukan
aktivitas. P: nyeri dirasa saat beraktivitas dan berjalan jauh, Q: nyeri seperti
ditusuk-tusuk, R: nyeri dirasakan di bagian ekstermitas bawah (kaki), S: nyeri
skala 5 (sedang), T: nyeri hilang timbul. Saat dikaji wajah pasien tampak meringis
dan memijat-mijat kakinya secara perlahan.
Selain itu juga dalam pengkajian menggunakan pemeriksaan fisik persistem
(B1-B6). Pada saat melakukan pengkajian banyak ditemukan kemiripan kasus
terhadap teori. Dimana di teoristis ditemukan masalah nyeri dan juga didapatkan
Ny.E mengalami nyeri pada bagian kaki terutama dilutut. Dan juga faktor risiko
penyebab rheumatoid arthritis yaitu genetik, hormon sex, faktor infeksi, heat
shock protein (HSP).
Dari data diatas telah sesuai dengan teori (Risnanto, 2014), pengkajian diatas
difokuskan terutama pada nyeri (kronis) yang disebabkan terjadinya distensi
jaringan oleh proses inflamasi destruksi sendi. Nyeri arthritis rheumatoid
merupakan penyakit inflamasi sistemik kronis yang tidak diketahui penyebabnya,
di karakteristikkan oleh kerusakan dan poliferasi membran sinovial yang
menyebabkan kerusakan pada tulang sendi, ankilosis dan deformitas. Kekakuan
sendi yang terjadi mengakibatkan keterbatasan gerak sendi dan kekuatan otot
tubuh melemah. Sehingga klien mengalami intoleransi dalam beraktivitas.
2. Diagnosa
Setelah data dianalisis, maka selanjutnya dapat dirumuskan masalah
keperawatan dan didasarkan pada analisa konsep, prinsip teori dan standart yang
dapat dijadikan asuhan dalam menganalisa sebelum mengambil keputusan tentang
masalah keperawatan, yang mengacu terhadap buku SDKI. Perumusan diagnosa
keperawatan dilakukan pada 03 Juni 2017 di RSCM dan ditemukan masalah
keperawatan pada Ny.E yaitu:
a. Nyeri Kronis berhubungan dengan penurunan fungsi tulang ditandai dengan
klien tampak lelah dan meringis, klien tampak memijat kakinya, skala nyeri
sedang (5), nyeri sejak 7 bulan.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan perubahan otot lemah ditandai
dengan klien mengatakan tidak sanggup berjalan jauh dan kakinya terasa
berat, kaki klien tidak dapat digerakkan, kekuatan otot 3.
c. Resiko Cedera berhubungan dengan mobilitas menurun ditandai dengan klien
tampak berhati-hati saat berjalan, klien mengatakan takut untuk berjalan jauh.
Pada pengambilan diagnosa diatas tersebut pada Ny.E, ditemukan masalah
keperawatan utama nyeri kronis dan diagnosa ini pun sama dengan asuhan
keperawatan teoristis yang diperkirakan muncul pada pasien rheumatoid arthritis
dan telah di dukung oleh data-data yang ada.
Selain itu juga terdapat masalah keperawatan intoleransi aktivitas, masalah ini
juga diperkirakan muncul namun bedanya dengan konsep teori yang ada adalah
ditemukan masalah keperawatan mobilitas fisik. Apabila mobilitas klien menurun
dan rentang gerak pasien terbatas klien di haruskan berhati-hati karena sering
terjadi resiko jatuh saat sedang berjalan jika tidak menggunakan alat bantu. Oleh
sebab itu diambil masalah keperawatan resiko cedera.
Dari data tersebut telah sesuai dengan diagnosa prioritas berdasarkan teori.
Namun pada tinjauan teori ditemukan 6 masalah keperawatan, yaitu sebagai
berikut:
a. Nyeri kronis berhubungan dengan gangguan imunitas
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kekakuan sendi
c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
d. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan struktur/bentuk tubuh
e. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
f. Resiko cedera berhubungan dengan kegagalan mekanisme pertahanan tubuh.
3. Intervensi Keperawatan
Pada tahap perencanaan ini kegiatan dalam keperawatan meliputi: meletakkan
pusat tujuan pada klien, menetapkan hasil yang ingin dicapai, dan memilih
intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan. Dalam penyusunan rencana
tindakan pada klien berdasarkan prioritas masalah yang ditemukan. Tidak semua
rencana tindakan pada teori dapat ditegakkan pada tinjauan kasus karena rencana
tindakan pada tinjauan kasus disesuaikan dengan keluhan yang dirasakan klien
saat dilakukan pengkajian serta di sesuaikan dengan adanya sarana dan prasarana
yang ada.
Adapun intervensi yang dilakukan sesuai dengan diagnosa keperawatan Ny.E
adalah sebagai berikut: manajemen nyeri, manajemen energi, dan pencegahan
cedera. Serta tujuan yang diharapkan yaitu tingkat nyeri menurun, toleransi
aktivitas meningkat, dan tingkat cedera menurun. Penegakan intervensi
keperawatan juga berdasarkan standart yang dapat dijadikan asuhan yaitu buku
SLKI dan SIKI.
4. Implementasi
Tahap Implementasi keperawatan yaitu realisasi rencana tindakan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Perawat mendapatkan dukungan dari
perawat lain maupun tim kesehatan lainnya di ruangan Ny.E.
Untuk masalah nyeri (kronis) pada Ny.E berdasarkan data yang ada, di
fokuskan untuk memberikan implementasi aplikasi massage lembut pada
ekstermitas bawah serta membantu klien mandi dengan air hangat agar dapat
menurunkan nyeri pada Ny.E akibat arthritis rheumatoid. Ketegangan otot
merupakan respon nyeri. Dalam hal ini klien sangat kooperatif dan membuat nyeri
pada kaki klien berkurang. Implementasi ini dilakukan 2 kali yaitu pada tanggal
05 juni 2017 dan 09 juni 2017.
Pada masalah intoleransi aktivitas, perawat memberikan bantuan seminimal
mungkin saat klien bergerak. Perawat memberikan lingkungan yang aman dan
menganjurkan klien untuk memakai alat bantu ( tongkat). Dengan alat bantu tersebut
klien dapat bergerak sendiri secara perlahan tanpa bantuan perawat. Implementasi ini
dilakukan pada tanggal 05 juni 2017.
Sedangkan untuk masalah resiko cedera, perawat memberikan lingkungan yang aman
di sekitar klien terutama penerangan dan meminimalkan bahaya yang tampak jelas.
Dengan begitu klien tidak perlu takut lagi untuk jatuh saat berjalan atau melakukan
aktivitasnya secara perlahan. Implementasi ini dilakukan pada tanggal 09 juni
2017. Selama pelaksanaan keperawatan tidak ditemui hambatan, karena klien dan
keluarga kooperatif selama tindakan diberikan. Implementasi dalam tinjauan teori
tidak ada dikarenakan hanya sebatas teori dan dari rencana yang telah disusun
tidak diwujudkan untuk membantu masalah kesehatan klien.
5. Evaluasi
Tahap yang terakhir adalah Evaluasi. Evaluasi yaitu penilaian dengan cara
membandingkan perubahan keadaan pasien dengan tujuan dan kriteria hasil yang
dibuat pada tahap perencaaan. Evaluasi pada Ny.E dilakukan pada tanggal 10 Juni
2017. Evaluasi dilakukan dengan metode SOAP. Evaluasi yang didapatkan yaitu nyeri
pasien berkurang, pasien mampu berjalan secara perlahan dan pasien sudah tidak
takut jatuh terutama saat beraktivitas dimalam hari. Setelah dilakukan perawatan
pada Ny.E, tidak ditemukan masalah baru yang muncul dan semua masalah
keperawatan teratasi.
4.2 Algoritma Terapi RA
Respon Buruk
Respon Buruk