Anda di halaman 1dari 11

KONSEP GANGREN

1. Pengertian
Gangren adalah proses atau keadaan yang ditandai dengan adanya jaringan mati
atau nekrosis, namun secara mikrobiologis adalah proses nekrosis yang disebabkan oleh
infeksi. (Dono Antono, 2009).
Gangren Kaki Diabetik adalah luka pada kaki yan merah kehitam-hitaman dan
berbau busuk akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh darah sedang atau besar di
tungkai. (Dono Antono, 2009).

2. Etiologi
Factor-faktor yang berpengaruh atas terjadinya gangrene kaki diabetic dibagi
menjadi endogen dan factor eksogen.
Factor endogen :
a. Genetic, metabolic
b. Angiopati diabetic
c. Neuropati diabetic
Factor eksogen :
a. Trauma
b. Infeksi
c. Obat

3. Patofisiologi
Terjadinya masalah kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang Diabetes
Mellitus yang menyebabkan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah. Neuropati,
baik neuropati sensorik maupun motorik dan autonomi akan mengakibatkan berbagai
perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan selanjutnya akan mempermudah
terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap infeksi menyebabkan infeksi mudah
merebak menjadi infeksi yang luas. Factor aliran darah yang kurang juga akan lebih
lanjut menambah rumitnya pengelolaan kaki diabetes (Sudoyo, 2006)

4. Klasifikasi
a. Menurut Wagner gangrene kaki diabetic dibagi menjadi enam tingkatan, yaitu :
1) Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan
disertai kelainan bentuk kaki seperti “claw, callus”.
2) Derajat I : Ulkus superficial terbatas pada kulit.
3) Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
4) Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
5) Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa
selulitis.
6) Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.
b. Menurut Edmonds (2004-2005), secara alamiah kaki diabetic dibagi menjadi 6
tingkat yaitu :
1) Stage 1 : Normal foot
2) Stage 2 : High Risk foot
3) Stage 3 : Ulcerated foot
4) Stage 4 : Infected foot
5) Stage 5 : Necrotic foot
6) Stage 6 : Unsalvable foot
Untuk stage 1 dan 2, peran pencegahan primer sangat penting dan semuanya
dapat dikerjakan pada pelayanan kesehatan primer, baik oleh podiatrist atau
chilopodist maupun oleh dokter umum atau dokter keluarga.
Untuk stage 3 dan 4 kebanyakan sudah memerlukan perawatan ditingkat
pelayanan kesehatan yang lebih memadai umumnya sudah memerlukan pelayanan
spesialistik.
Untuk stage 5 dan 6 merupakan kasus rawat inap, dan memerlukan suatu kerja
tim yang sangat erat, dimana harus ada dokter bedah, utamanya dokter ahli bedah
vaskuler/ahli bedah plastic dan rekonstruksi.

5. Perawatan pada luka gangrene


Perawatan pada luka gangrene menurut Sudoyo (2006), meliputi :
a. Metabolic control
Efek hiperglikemia terhadap penyembuhan luka : gangguan proses penyembuhan
luka, gangguan pada fungsi fagosit sela darah putih. Pengendalian factor-faktor lain :
Hipertensi,, Hiperkolesterolemia, gangguan elektrolit, Anemia, gangguan fungsi
ginjal, Infeksi penyerta pada paru-paru.
b. Wound control
Terdiri dari debridement dan nekrotomi, pembalutan, obat untuk mempercepat
penyembuhan, jika diperlukan dengan tindakan operatif. Indikasi operasi jika jaringan
nekrosis yang makin luas, asending infection, osteomielitis, dan koreksi deformitas.
c. Infection control
Antibiotic adekuat disesuaikan pemeriksaan kultur pus. Terapi empiric sesuai
multiorganisme, anaerob, aerob, mengatasi infeksi sistemik di tempat lain.
d. Vascular control
Pemeriksaan kondisi pembuluh darah meliputi : Ankle Branchial indeks, Trans
cutaneus oxygen tension (TcPO2), Toe pressure (N > 30 mmHg) dan Angiografi.
e. Pressure control
Terdiri dari istirahatkanlah kaki, hindari beban tekanan pada daerah luka, aktivitas
pada kaki mempermudah penyebaran infeksi, gunakan bantal pada kaki saat
berbaring untuk mencegah lecet pada tumit, kasur dekubitus. Non weight bearing
dengan menggunakan crutches, kursi roda.
f. Education control
Meliputi penjelasan tentang penyakit pada pasien dan keluarga, rencana tindakan
diagnostic, terapi, dan resiko-resiko yang akan dialami dan prognosis.

6. Terapi
Macam-macam terapi terdiri dari terapi :
a. Suportif
Suportif meliputi kaki dengan menjaga tetap bersih dan lembab dengan memberikan
krem pelembab. Memakai sandal dan sepatu yang ukurannya pas dan dari bahan
sintesis yang berventilasi. Hindari penggunaan bebat elastic karena mengurangi aliran
darah ke kulit.
b. Farmakologis
Terapi farmakologi, dapat diberikan aspirin, clopidogrel, pentoxifilline, cilostazol,
dan ticlopidine. Obat-obat tersebut dalam penelitian dapat memperbaiki jarak berjalan
dan mengurangi penyempitan. Mengelola factor risiko, menghilangkan kebiasaan
merokok, mengatasi diabetes mellitus, hiperlipidemi, hipertensi,
hiperhomosisteinemia dengan baik.
c. Intervensi non operasi
Laihan fisik (exersise), merupakan pengobatan yang paling efektif. Hal tersebut telah
dibuktikan pada lebih dari 20 penelitian. Latihan fisik meningkatkan jarak tempuh
sampai terjadinya gejala klaudikasi. Setiap latihan fisik berupa jalan kaki kira-kira
selama 30 menit sampai 45 menit atau sampai terasa hampir mendekat nyeri
maksimal.
d. Operasi
Terapi intervensi dapat dilakukan dengan cara operasi bypass atau intervensi perkutan
yang disebut percutaneus transluminal intervention (PTA).

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN LUKA GANGREN


1. Pengkajian
a. Tanda dan Gejala
Menurut Hidayat (2009), tanda dan gejala gsngren, meliputi :
1) Demam dan menggigil
2) Leukositosis adanya marker inflamasi
3) Sekresi purulen
4) Tanda radang (tumor, rubor, kalor, dolor)
5) Adanya selulitis, jaringan nekrotik
6) Berbau
b. Karakteristik Luka Gangren :
a. Kondisi luka :
Gangrene hampir selalu dimulai pada ibu jari, biasanya tanpa nyeri, warna
keungunan kemudian menjadi hitam dan kering. Bila disertai dengan infeksi
gangrene menjadi basah dan berbau, keadaan infeksi makin tinggi jenis gram
negative proteus, enterokokus, pseudomonas, prognosis umunya buruk
(Jhonkarto, 2009)
b. Eksudasi :
Eksudat merupakanmaterial protein yang dikeluarkan luka selama proses
inflamasi atau menjadi purulen dan berbau busuk jika terjadi kontaminasi pada
luka yang disebabkan bakteri ataupun sel-sel nekrosis yang menutupi luka.
c. Bau luka :
Luka yang berbau merupakan luka yang terkontaminasi, bau luka ini bisa
disebabkan eksudat yang berlebihan dari infeksi bakteri.
d. Warna Dasar Luka:
Pada warna dasar luka merah merupakan luka dengan jaringan baru yang terdapat
vaskularisasi. Sedangkan pada luka yang berwarna kuning atau hitam merupakan
luka dengan jaringan nekrotik dan eksudat.
e. Sekeliling luka :
Pada fase inflamasi, luka akan mengalami vasodilatasi sehingga tepi luka akan
mengalami oedem, eritema, hangat pada kulit dan terasa nyeri, sedangkan pada
fase proliferasikan didapat pertumbuhan jaringan baru dimulai pada tepi luka
yang akan Nampak kemerahan karena kaya pembuluh darah baru.
f. Status Neurologis :
Nyeri merupakan sensasi tubuh pada keadaan kerusakan jaringan, pada keadaan
luka yang dalam terjadi kerusakan pada saraf-saraf perifer yang peka rangsang
sehingga nyeri tidak akan lagi dirasakan.
g. Kerusakan jaringan :
Secara umum derajat kerusakan jaringan pada luka bisa terjadi pada kulit saja atau
sampai ke tendon.
Dari karakteristik luka gangrene diatas dapat ditentukan kondisi luka gangrene
sebagai berikut :
1) Baik :
a) Warna luka merah
b) Tidak ada ekskresi
c) Kulit pembatas luka kemerahan
2) Sedang :
a) Sebagian warna luka merah
b) Ada ekskresi
c) Kulit pembatas luka kemerahan
3) Buruk :
a) Jaringan nekrosis dan pus
b) Berbau, warna luka kuning atau putih
c) Ekskresi berlebihan

2. Diagnosa
Diagnose yang mungkin muncul pada luka gangrene menurut Yusiko (2012)
a. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya/ menurunnya aliran
darah ke daerah gangrene akibat adanaya obstruksi pembuluh darah.
b. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangrene pada ekstremitas.
c. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan iskemik jaringan
d. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu anggota
tubuh.
e. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka.
f. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake makanan yang hilang.
g. Potensial terjadinya penyebaran infeksi (sepsis) berhubungan dengan tingginya kadar
gula darah.
h. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
i. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya infomasi.
j. Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.

3. Rencana Asuhan Keperawatan


Rencana asuhan keperawatan pada luka gangrene meliputi :
a. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya atau menurunnya aliran
darah ke daerah gangrene akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
1) Tujuan : mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal.
2) Dengan Kriteria Hasil :
a) Denyut nadi perifer teraba kuat dan regular
b) Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis
c) Kulit sekitar luka teraba hangat
d) Oedem tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah
e) Sensorik dan motorik membaik
3) Intervensi
a) Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi
b) Ajarkan tentang factor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah.
c) Tinggikan kaki sedikit lebih rendah dari jantung (posisi elevasi pada waktu
istirahat), hindari penyilangan kaki, hindari balutan ketat, hindari penggunaan
bantal di belakang lutut dan sebagainya.
d) Ajarkan tentangg modifikasi factor-faktor resiko berupa :
e) Hindari diet tinggi kolesterol, teknik relaksasi, menghentikan kebiasaan
merokok, dan penggunaan obat vasokontriksi.
f) Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator,
pemeriksaan gula darah secara rutin dan terapi oksigen (HBO).

b. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangrene pada ekstremitas.


1) Tujuan : Tercapainya proses penyembuhan luka.
2) Kriteria Hasil :
a) Berkurangnya oedema sekitar luka
b) Pus dan jaringan berkurang
c) Adanya jaringan granulasi
d) Bau busuk luka berkurang
3) Intervensi
a) Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyakitnya
b) Rawat luka dengan baik dan benar : membersihkan luka secara abseptik
menggunakan larutan yang tidak iritatif.
c) Angkat sisi balutan yang menempel pada luka dan nekrotomi jaringan yang
mati.
d) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan kultur pus
pemeriksaan gula darah pemberian antibiotic.

c. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan iskemik jaringan.


1) Tujuan : Rasa nyeri hilang atau berkurang
2) Kriteria Hasil :
a) Penderita secara verbal mengatakan nyeri berkurang / hilang
b) Penderita dapat melakukan metode atau tindakan untuk mengatasi atau
mengurangi nyeri.
c) Pergerakan penderita bertambah luas.
d) Tidak ada keringat dingin, tanda vital dalam batas normal. (S : 36 – 37,50 C,
N : 60-80/ menit, T : 100 – 130 mmHg, RR :18 -20x/ menit).
3) Intervensi
a) Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien
b) Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri
c) Ciptakan lingkungan yang tenang
d) Ajarkan teknik relaksasi
e) Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien. Lakukan
massage dan kompres luka dengan povidone iodine saat rawat luka.
f) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesic.

d. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu anggota
tubuh.
1) Tujuan : pasien mampu menerima kondisi tubuhnya.
2) Kriteria Hasil :
a) Mengungkapkan penerimaan terhadap perubahan fungsi tubuh atau
kehilangan anggota tubuh.
b) Merencanakan fungsi peran di masa depan secara realistis
c) Mengungkapkan minat dan keinginan untuk bergabung kembali dan
melakukan interaksi social serta aktivitas.
d) Memasikan protesi, stoma atau alat ke dalam perubahan citra tubuh.
3) Intervensi
a) Tentukan persepsi pasien tentang perubahan citra tubuh dan ancaman
selanjutnya pada diri
b) Dorong pasien untuk meihat dan menyentuh bagian tubuh yang hilang atau
berubah.
c) Bantu keluarga atau orang terdekat untuk beradaptasi terhadap perubahan
dengan menyediakan sumber, mendorong verbalisasi, dan melibatkan mereka
dalam perawatan pasien.
d) Dorong untuk mendiskusikan tentang perubahan fisik dengan cara sederhana,
langsung dan factual.
e) Berikan umpan balik positif untuk upaya meningkatkan dan mengintegrasikan
citra tubuh baru.
f) Berikan umpan balik realistis tentang kehilangan atau perubahan bentuk
tubuh.

e. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka.


1) Tujuan : pasien mampu melakukan gerakan fisik secara mandiri.
2) Kriteria Hasil :
a) Kemampuan berinteraksi dengan orang lain meningkat.
b) Mampu membuat keputusan sendiri dan menggunakan perilaku positif.
c) Memperahankan aktivitas pada tingkat optimal.
d) Integritas kulit dapat dipertahankan.
3) Intervensi
a) Kaji toleransi mobilitas dan motivasi pasien.
b) Dorong dan ajrkan latihan fisik lengan dan kaki yang dilakukan setiap 1 jam.
c) Oantau tanda-tamda vital pasien setelah melakukan aktivitas fisik.
d) Observasi adanya hipertensi atau hipotensi, takikardia atau brakikardia.
4. Implementasi
Pelaksanaan merupakan pengetahuan dan perwujudan dari rencana tindakan
meliputi beberapa bagian yaitu validasi, rencana keperawatan, memberikan asuhan
keperawatan dan pengumpulan data (Effendi, 2005).
Menurut Wilkinson dalam Noc & Nic (2010), implementasi yang bisa dilakukan
oleh perawat terdiri dari :
1) Do (melakukan), dimana pelaksanaan implementasi dibagi dalam beberapa kriteria
yaitu :
a. Dependent intervention : implementasi dilaksanakan dengan mengikuti
permintaan dari pemberi perawatam kesehatan lain.
b. Collaborative (interdependent) : intervensi yang dilaksanakan dengan
professional kesehatan yang lain.
c. Independent (Autonomous) intervention : intervensi dilakukan dengan melakukan
nursing order dan sering juga digabungkan dengan order dari tenaga medis lain.
2) Delegate (mendelegasikan) : dimana pelaksanaan order bisa didelegasikan kepada
tenaga medis lain.
3) Record (mencatat) : pencatatan bisa dilakukan dengan berbagai format tergantung
pilihan dari setiap institusi.

5. Evaluasi
Menurut Wilkinson (2007), secara umum evaluasi diartikan sebagai proses yang
disengaja dan sistematis dimana penilaian dibuat mengenai kualitas, nilai atau kelayakan
dengan membandingkan pada kriteria yang diidentifikasi atau standar sebelumnya.
Evaluasi terhadap pasien didasarkan atas data, analisis, diagnose dan factor pendukung
lainnya yang berhubungan dengan penyakit yang diderita sehingga men=mbantu proses
asuhan keperawatan.
Keberhasilan dalam mengumpulkan data pasien dan riwayat penyakit yang
diderita sangat mendukung pengambilan keputusan-keputusan berikutnya sebagai upaya
tindakan medis.
Evaluasi digunakan untuk menentukan kemajuan klien terhadap outcome yang
dicapai serta mengidentifikasi keefektifan dari rencana asuhan keperawatan.
Hasil evaluasi yang akurat akan lebih memudahkan dan memperlancar dalam proses
penyembuhan. Intervensi dan implementasi keperawatan terhadap pasien setiap waktu
dipantau terus-menerus sehingga perkembangan kesehatan pasien diharapkan membaik.

Anda mungkin juga menyukai