Anda di halaman 1dari 12

A.

KONSEP DASAR MEDIS


1. Pengertian ITP

Penyakit ITP merupakan kelainan perdarahan yang disebabkan oleh penurunan jumlah
trombosit. Saat awal, ITP merupakan singkatan dari idiopathic thrombocytopenic purpura karena
belum diketahui penyebabnya. Dengan perkembangan ilmu diketahui ternyata penyebabnya adalah
kelainan imun sehingga singkatan ITP berubah menjadi immune thrombocytopenic purpura. Di
beberapa literatur terakhir sering disebut sebagai immune thrombocytopenia. Konsensus
International Working Group (IWG) tahun 2007 membuat definisi dan klasifikasi ITP terbaru.
Definisi ITP, yaitu keadaan trombosit <100.000/uL. Hal ini didasari tiga pemikiran bahwa (1)
kemungkinan perdarahan pada jumlah trombosit 100.000-150.000/uL hanya sekitar 6,9%; (2) nilai
normal trombosit pada etnik Non-Western adalah sekitar 100.000-150.000 /uL; (3) adanya
trombositopenia ringan “fisiologik” yang terjadi pada kehamilan (Sari, 2018).

2. Etiologi

Menurut Nurarif & Kusuma (2015), penyebab ITP yang pasti belum diketahui, tetapi
dikemukakan berbagai kemungkinan diantaranya ialah :

a. Trombositopenia (Jumlah trombosit dapat sedikit atau sangat menurun, bila kurang dari
20.000 bahkan mencapai 0
b. Infeksi virus (demam berdarah, morbili, varisela, rubela, dll)
c. Bahan kimia
d. Pengaruh fisiK (radiasi, panas)
e. Kekurangan faktor pematangan (misalnya malnutrisi)
f. Mekanisme imun yang menghancurkan trombosit

3. Klasifikasi ITP
Menurut Konsensus International Working Group (IWG) tahun 2007 klasifikasi ITP adalah
sebagai berikut:
No Klasifikasi Keterangan
1 Newly diagnosed ITP Menggantikan terminologi ITP akut (jumlah
trombosit < 100.000/uL yang berlangsung
hingga 3 bulan)
2 ITP persisten ITP (jumlah trombosit <100.000/uL) yang
berlangsung 3-12 bulan
3 ITP kronik ITP yang berlangsung >12 bulan

4. Manifestasi Klinis ITP

Menurut Kiswari Rukman (2016), tanda dan gejala ITP adalah

a. Biasanya didahului oleh infeksi bakteri atau virus (misalnya rubella, rubeola, varicella),
atau vaksinasi dengan virus hidup 1-3 minggu sebelum trombositopenia.
b. Riwayat perdarahan
c. Perdarahan gusi
d. Riwayat pemberian obat-obatan, misalnya heparin, sulfonamid, kuinidin/kuinin, aspirin.
e. Riwayat ibu menderita HIV, riwayat keluarga yang menderita trombositopenia atau
kelainan hematologi
f. Manifestasi perdarahan (ekimosis/memar, petekie/bintik merah, epistaksis/pendarahan
dari hidung)
g. Hati, limpa dan kelenjar getah bening tidak membesar
h. Infeksi

5. Diagnosis ITP

Diagnosis ITP ditegakkan setelah penyebab trombositopenia lain dapat disingkirkan. Beberapa
infeksi perlu disingkirkan seperti HIV, Hepatitis C, Helicobacter Pylori, dan CMV. Kecurigaan ke
arah keganasan dan pengaruh obat seperti valproat, heparin juga harus disingkirkan. Pemeriksaan
antibody antifosfolipid dan lupus anticoagulant harus diperiksa bila gejala ITP menjadi
persisten/kronik. Bila gambaran klinis sangat mendukung ke arah ITP, maka pemeriksaan sumsum
tulang tidak perlu dilakukan (Grade 1B). Pemeriksaan Sumsum tulang juga tidak di lakukan bila
pasien tidak memberikan respon setelah di berikan IVIG (Grade 1B). Pemeriksaan sumsum tulang
juga tidak dilakukan sebelum pemberian kortikosteroid atau splenektomi (Grade 2C). Pemeriksaan
sumsum tulang dilakukan bila ITP tidak memberikan respons dalam waktu 3 bulan (mengarah ke
ITP persisten) (Provan, 2010).

6. Patofisiologis ITP

Penyakit ITP adalah penyakit autoimun yang disebabkan adanya destruksi trombosit normal
akibat adanya antibodi (antibody-mediated destruction of platelets) dan gangguan produksi
megakariosit. Penyakit ITP merupakan kelainan akibat disregulasi imun dengan hasil akhir adanya
hilangnya toleransi system imun terhadap antigen diri yang berada di permukaan trombosit dan
megakariosit. Sel T teraktivasi akibat pengenalan antigen spesifik trombosit pada AP (antigen
presenting cell) yang kemudian menginduksi ekspansi antigen-spesifik pada sel B. Kemudian sel B
menghasilkan autoantibodi yang spesifik terhadap glikoprotein yang diekspresikan pada trombosit
dan megakariosit. Trombosit yang bersirkulasi diikat oleh autoantibody trombosit kemudian terjadi
pelekatan pada reseptor FC makrofag limpa yang mengakibatkan penghancuran trombosit. Selain
itu, terbentuk juga autoantibody anti megakariosit yang mengurangi kemampuan megakariosit untuk
menghasilkan trombosit. Terjadi produksi autoantibody yang meningkatkan penghancuran
trombosit oleh makrofag limpa dan menurunnya produksi trombosit akibat antibodi anti
megakariosit (Neunert, 2013).
 Kegagalan produksi
 Leukemia
7. Pathway ITP  Invasi tumor sumsum tulang belakang
 Toksin
 Anemia

Autoantibody terhadap
glikoproteintrombosit

Trombositopenia

Kegagalan produksi sel darah


di sumsum tulang belakang

Depresi sumsum Trombopoietin di hari Metabolisme


tulang belakang dan di ginjal tidak bekerja terganggu

Eritrosit menurun Trombosit menurun Faktor pembekuan darah Sel kekukarangan


terganggu makanan

Anemia Resiko Perdarahan


Perdarahan BB menurun

Anoreksia, mual, Aliran ke ginjal Kontraksi arteriol Trombositopenia,


Jaringan kekurangan
muntah menurun ptekie, epitaksis Defisiensi
darah
pucat nutrisi
Kekurangan O2 di
Defisiensi oliguria jaringan Perubahan Perfusi
Gangguan
volume cairan Jaringan
Integritas Kulit,
Gangguan Resiko Cidera
pemenuhan keb. O2
8. Tatalaksana pada ITP
a. Tata Laksana pada newly diagnosed ITP

b. Terapi yang diberikan untuk ITP Persisten dan Kronik

Berbagai pilihan terapi yang dapat diberikan pada kasus ITP persisten dan kronik (Mc
Guinn, 2016), yaitu

 Deksametason 28 mg/m2/hari akan memberikan respons hingga 80%. Biasanya


respon akan timbul dalam waktu 3 hari.
 Metilprednisolon dosis tinggi 30 mg/kg/hari selama 3 hari yang dilanjutkan
dosis 20 mg/kg/hari selama 4 hari. Respons terjadi pada 60%-100% kasus yang
terjadi pada 2-7 hari.
 Rituximab 100 mg atau 375 mg/m2/minggu selama 4 minggu.
 Terapi obat atau kombinasi obat, siklosporin A, azatioprin, metil prednisolon,
IVIG, anti-D, vinkristin, dan danazol. Sekitar 70% kasus memberikan respons
 Splenektomi. Dalam waktu 24 jam pasca splenektomi, jumlah trombosit akan
meningkat. Namun demikian, tindakan ini sangat berisiko terjadinya komplikasi
sepsis.
9. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan (Tarantino et al, 2016), terdiri dari :
 Skrining penyakit autoimun : ANA, anti ds-DNA, Rheumatoid arthritis, C3, C4
 Skrining tiroid :TSH, free T4, antibody tiroid
 Pengukuran kadar imunoglobulin : IgG, IgA dan IgM
 Fungsi hati
 Tes PCR adanya virus seperti EBV, CMV, parvovirus, Hepatitis C, dan HIV
 H. Pylori
 Pemeriksaan sumsum tulang
 Antibodi antifosfolipid

B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Asimtomatik sampai jumlah trombosit menurun di bawah 20.000.
b. Tanda-tanda perdarahan
 Petekie terjadi spontan.
 Ekimosis terjadi pada daerah trauma minor.
 Perdarahan dari mukosa gusi, hidung, saluran pernafasan.
 Menoragie.
 Hematuria.
 Perdarahan gastrointestinal.
c. Perdarahan berlebih setelah prosedur bedah.
d. Aktivitas / istirahat
Gejala : keletihan, kelemahan, malaise umum.
Toleransi terhadap latihan rendah
Tanda : takikardia/takipnea, dispnea pada beraktivitas/istirahat.
Kelemahan otot dan penurunan kekuatan.
e. Sirkulasi
Gejala : Riwayat kehilangan darah kronis, misalnya perdarahan GI kronis, menstruasi
berat, palpitasi (takikardia kompensasi).
Tanda : TD: peningkatan sistolik dengan diastolic stabil.
f. Integritas ego.
Gejala : keyakinan agama / budaya mempengaruhi pilihan pengobatan: penolakan
transfuse Darah.
Tanda : Depresi.
g. Eliminasi.
Gejala : Hematemesis, feses dengan darah segar, melena, diare, konstipasi.
Tanda : distensi abdomen.
h. Makanan / cairan.
Gejala : penurunan masukan diet, mual dan muntah.
Tanda : turgor kulit buruk, tampak kusut, hilang elastisitas.
i. Neurosensori.
Gejala : sakit kepala, pusing, kelemahan, penurunan penglihatan
Tanda : epistaksis, mental: tak mampu berespons (lambat dan dangkal).
j. Nyeri / kenyamanan.
Gejala : nyeri abdomen, sakit kepala.
Tanda : takipnea, dispnea.
k. Pernafasan.
Gejala : nafas pendek pada istirahat dan aktivitas
Tanda : takipnea, dispnea.
l. Keamanan
Gejala : penyembuhan luka buruk sering infeksi, transfuse darah sebelumnya.
Tanda : petekie, ekimosis.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Defisiensi Nutrisi
b. Resiko Perdarahan
c. Gangguan Integritas Kulit
d. Resiko Cidera
3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Luaran Intervensi


1 Defisit Nutrisi Status Nutrisi Membaik MANAJEMEN NUTRISI (I.
03119)

1. Observasi
o Identifikasi status
nutrisi
o Identifikasi alergi dan
intoleransi makanan
o Identifikasi makanan
yang disukai
o Identifikasi kebutuhan
kalori dan jenis
nutrient
o Identifikasi perlunya
penggunaan selang
nasogastrik
o Monitor asupan
makanan
o Monitor berat badan
o Monitor hasil
pemeriksaan
laboratorium
2. Terapeutik
o Lakukan oral hygiene
sebelum makan, jika
perlu
o Fasilitasi menentukan
pedoman diet (mis.
Piramida makanan)
o Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang
sesuai
o Berikan makan tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi
o Berikan makanan
tinggi kalori dan tinggi
protein
o Berikan suplemen
makanan, jika perlu
o Hentikan pemberian
makan melalui selang
nasigastrik jika asupan
oral dapat ditoleransi
3. Edukasi
o Anjurkan posisi duduk,
jika mampu
o Ajarkan diet yang
diprogramkan
4. Kolaborasi
o Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum
makan (mis. Pereda
nyeri, antiemetik), jika
perlu
o Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu

2 Resiko Perdarahan Tingkat Perdarahan menurun Pencegahan Perdarahan (1.02067)


1. Observasi
o Monitor tanda dan gejala
perdarahan
o Monitor nilai hematokrit
/hemoglobin sebelum
dan setelah kehilangan
darah
o Monitor tanda-tanda vital
ortostatik
o Monitor koagulasi
2. Terapeutik
o Pertahankan bed rest
selama perdarahan
o Batasi tindakan invasive,
jika perlu
o Gunakan kasur pencegah
dekubitus
o Hindari pengukuran suhu
di rektal
3. Edukasi
o Jelaskan tanda dan gejala
perdarahan
o Anjurkan menggunakan
kaus kaki saat ambulasi
o Anjurkan meningkatkan
asupan cairan untuk
menghindari konstipasi
o Anjurkan menghindari
aspirin atau antikoagulan
o Anjurkan meningkatkan
asupakan makanan dan
vitamin K
o Anjurkan segera melapor
jika terjadi perdarahan
4. Kolaborasi
o Kolaborasi pemberian
obat pengontrol
perdarahan, jika perlu
o Kolaborasi pemberian
produk darah, jika perlu
o Kolaborasi pemberian
pelunak tinja, jika perlu
3 Gangguan Integritas Integritas Kulit dan Jaringan Perawatan Integritas Kulit
(I.11353)
Kulit meningkat
1. Observasi
o Identifikasi penyebab
gangguan integritas kulit
(mis. Perubahan sirkulasi,
perubahan status nutrisi,
peneurunan kelembaban,
suhu lingkungan ekstrem,
penurunan mobilitas)
2. Terapeutik
o Ubah posisi setiap 2 jam
jika tirah baring
o Lakukan pemijatan pada
area penonjolan tulang,
jika perlu
o Bersihkan perineal dengan
air hangat, terutama
selama periode diare
o Gunakan produk
berbahan petrolium
atau minyak pada kulit
kering
o Gunakan produk
berbahan ringan/alami
dan hipoalergik pada
kulit sensitif
o Hindari produk berbahan
dasar alkohol pada kulit
kering
3. Edukasi
o Anjurkan menggunakan
pelembab (mis. Lotin,
serum)
o Anjurkan minum air yang
cukup
o Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
o Anjurkan meningkat
asupan buah dan saur
o Anjurkan menghindari
terpapar suhu ektrime
o Anjurkan menggunakan
tabir surya SPF minimal
30 saat berada diluar
rumah
DAFTAR PUSTAKA

Kiswari Rukman. 2016. Hematologi dan transfusi. Semarang: Erlangga.

McGuin C, Bussel JB. Disorders of platelet. Dalam: Lanzkowsky’s Manual of Pediatric Hematology
and Oncology. 6th ed. Lanzkowsky P, Lipton JM, Fish JD, penyunting. Elsevier;
Oxford;2016.h.254-61.

Neunert CE. Current management of immune thrombocytopenia. Hematology 2013;2013:276-82.

Nurarif, Amin H., Kusuma H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
dan Nanda Nic-Noc. Jilid 3. Jogjakarta : Mediaction

Provan D, Stasi R, Newland AC, Blanchette VS, BoltonMaggs P, Bussel JB, dkk. International
consensus report on the investigation and management of primary immune
thrombocytopenia. Blood 2010;115:168-86.

Tarantino MD, Danese M, Klaassen RJ, Duryea J, Eisen M, Bussel J. Hospitalizations in pediatric
patients with immune thrombocytopenia in the United States. Platelets 2016;27:4728.

Anda mungkin juga menyukai