Anda di halaman 1dari 54

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rheumatoid Arthritis adalah penyakit autoimun kronis yang ditandai oleh

peradangan pada sendi dan jaringan tubuh lainnya. Rheumatoid arthritis

mempengaruhi sekitar 1% dari populasi dunia, dengan prevelensi lebih tinggi

pada wanita daripada pria. Meskipun rheumatoid arthritis dapat terjadi pada

berbagai usia, namun kondisi ini sering kali muncul pada orang dewasa di atas

usia 60 tahun. (Rheumatoid Arthritis in the elderly, 2023)

Rheumatoid arthritis sampai dengan saat ini masih merupakan masalah

kesehatan utama di dunia. World Health Organization menyatakan bahwa

rheumatoid arthritis merupakan salah satu penyebab utama kegagalan fungsi

yang mengurangi kualitas hidup manusia di dunia seperti terhambatnya ruang

gerak penderita, terjadi penurunan kemampuan kerja, mampu menyebabkan

nyeri hebat dan cacat pada penderita, sehingga dapat mengganggu aktifitas

sehari-hari. (Journal Biomedik, 2022)

Data dari World Health Organization (WHO) menunjukkan jumlah

penderita Rheumatoid Arthritis kini telah mencapai 355 juta orang yang

berarti satu dari enam penduduk dunia menderita rheumatoid arthritis (WHO,

2019). Insidensi Rheumatoid Arthritis tertinggi terjadi di Eropa Utara dan

Amerika Utara di bandingkan Eropa Selatan. Insidensi di Eropa Utara yaitu 29

1
kasus/ 100.000, Amerika Utara 38/ 100.000 dan di Eropa Selatan 16,5/

100.000. Jumlah penderita Rheumatoid Arthritis di Indonesia belum diketahui

dengan pasti, namun saat ini diperkirakan tidak kurang dari 1,3 juta orang

penderita di Indonesia dengan perhitungan berdasarkan angka prevelensi

Rheumatoid Arthritis di dunia antara 0,5-1% dari jumlah penduduk Indonesia

268 juta jiwa pada tahun 2020. (Perhimpunan Reumatologi Indonesia,2021)

Menurut Riskesdas (2018) jumlah penderita Rheumatoid Arthritis di

Indonesia mencapai 7,30%. Berdasarkan hasil data dari Kementrian Kesehatan

Republik Indonesia pada tahun 2019 prevelensi Rheumatoid Arthrtis tertinggi

terjadi di Bali mencapai 22,8%, Aceh 21,3% dan Lampung 14,5%. Prevelensi

kejadian arthritis di Manado tahun 2020 sebanyak 6.871 penyakit yang

berkaitan dengan sistem otot dan jaringan pengikat (Badan Pusat Statistik

Kota Manado). Berdasarkan survey awal yang dilakukan di UPTD Balai

Penyantunan Sosial Lanjut Usia Terlantar “Senja Cerah” Paniki diperoleh data

penderita Rheumatoid Arthritis sebanyak 7 orang yang terdiri dari 4 laki-laki

dan 3 perempuan dari 48 lansia yang ada.

Rheumatoid Arthritis pada umumnya sering terjadi ditangan, sendi, siku,

kaki, pergelangan kaki dan lutut. Nyeri dan bengkak pada sendi dapat

berlangsung dalam waktu terus-menerus dan semakin lama gejala keluhannya

akan semakin berat. Keadaan tertentu, gejala hanya berlangsung selama

beberapa hari dan kemudian sembuh dengan melakukan pengobatan (Tobon et

al., 2019). Rasa nyeri pada persendian berupa pembegkakan, panas, eritema

2
dan gangguan fungsi merupakan gambaran klinis yang klasik untuk

rheumatoid arthritis.

Persendian dapat teraba hangat, bengkak, kaku pada pagi hari berlangsung

selama lebih dari 30 menit. Pola karakteristik dari persendian yang terkena

adalah mulai pada persendian kecil ditangan, pergelangan, dan kaki. Secara

progresif mengenai persendian, lutut, bahu, pinggul,siku, pergelangan kaki,

tulang belakang serviks, dan temporo mandibular (Smeltzer & Bare,2020).

Selain itu obesitas merupakan penyebab yang mengawali osteoarthritis.

Pembebanan lutut dan panggul dapat menyebabkan kerusakan kartilago.

Kegagalan ligament dan dukungan struktural lain. Dalam hal ini obesitas

sangat berhubungan dengan kejadian penyakit rematik pada lansia. Sehingga

masalah asuhan keperawatan yang dapat terkait dengan Rheumatoid arthritis

yaitu nyeri yang merupakan akibat dari inflamasi pada sendi, keterbatasan

mobilitas dan aktivitas sehari-hari, resiko deformitas tulang dan sendi (seperti

bunions dan kaki bengkok) serta masalah psikososial seperti depresi atau

isolasi sosial. Dari permasalahan yang muncul ini ada beberapa cara atau

solusi bagi penderita Rheumatoid Arthritis yaitu dengan melakukan terapi

fisik untuk memperbaiki mobilitas dan kekuatan sendi, pengobatan anti

inflamasi atau penghambat penyebaran penyakit untuk mengurangi

peradangan pada sendi, memodifikasi gaya hidup termasuk didalamnya yaitu

diet sehat dan olahraga ringan yang sesuai dengan kondisi pasien serta

melakukan konseling psikologis atau dukungan sosial untuk membantu

3
mengatasi masalah psikososial akibat Rheumatoid Arthritis. (Singh,J.A &

Saag, K.G, 2018)

Cara mengatasi Rheumatoid Arthritis dapat dengan teknik farmakologi

maupun non farmakologi. Salah satu teknik non farmakologi untuk

mengurangi rasa nyeri pada penderita Rheumatoid Arthritis adalah dengan

cara kompres hangat jahe, karena karena jahe memiliki kandungan enzim

siklo-oksigenase yang dapat mengurangi peradangan pada penderita

rheumatoid arthritis. Selain itu, jahe juga memiliki efek farmakologis yang

dapat meredakan rasa nyeri, kaku, dan spasme otot atau terjadinya vasodilatasi

pembuluh darah, manfaat yang maksimal akan dicapai dalam waktu 20 menit

sesudah aplikasi panas (Istianah,2020).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dirumuskan masalah penelitian yaitu “Bagaimana

penerapan Asuhan Keperawatan pada Lansia dengan Rheumatoid Arthritis di

UPTD Balai Penyantunan Sosial Lanjut Usia Terlantar “Senja Cerah” Paniki?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengidentifikasi penerapan Asuhan Keperawatan pada Lansia dengan

Rheumatoid Arthritis di UPTD Balai Penyantunan Sosial Lanjut Usia

Terlantar “Senja Cerah” Paniki.

4
1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Melakukan pengkajian keperawatan pada lansia dengan Rheumatoid

Arthritis.

1.3.2.2 Merumuskan diagnosa keperawatan pada lansia dengan Rheumatoid

Arthritis.

1.3.2.3 Merencanakan asuhan keperawatan pada lansia dengan Rheumatoid

Arthritis.

1.3.2.4 Melaksanakan implementasi keperawatan pada lansia dengan Rheumatoid

Arthritis.

1.3.2.5 Mengevaluasi asuhan keperawatan pada lansia dengan Rheumatoid

Arthritis.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Secara Teoritis

1.4.1.1 Manfaat Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penulisan ini diharapkan menjadi bahan masukkan atau sumber

informasi serta dasar pengetahuan bagi mahasiswa keperawatan tentang

Asuhan Keperawatan Gerontik dengan kasus Rheumatoid Arthritis.

1.4.1.2 Manfaat Bagi Penulis Selanjutnya

Hasil penulisan ini diharapkan menjadi landasan yang kuat untuk penulis-

penulis berikutnya, khususnya menyangkut topic Asuhan Keperawatan

Gerontik dengan Rheumatoid Arthritis

5
1.4.2 Manfaat Praktis

1.4.2.1 Manfaat Bagi Tempat Pelaksanaan Studi Kasus

Dengan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini, diharapkan dapat menambah

bacaan untuk meningkatkan mutu pelayanan yang lebih baik, khususnya

pada lansia dengan Rheumatoid Arthritis di UPTD Balai Penyantunan

Sosial Lanjut Usia Terlantar “Senja Cerah” Paniki.

1.4.2.2 Bagi Profesi Keperawatan

Sebagai tambahan ilmu bagi profesi keperawatan dan memberikan

pemahaman yang lebih baik tentang Asuhan Keperawatan pada Lansia

dengan Rheumatoid Arthritis.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Lansia

2.1.1 Definisi Lansia

Lanjut usia (lansia) adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan

seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stress

fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk

hidup serta peningkatan kepekaan secara individual, ada factor tertentu lansia

tidak dapat memenuhi kebutahan dasarnya baik secara jasmani, rohani maupun

sosial. Seseorang dikatakan lansia ialah apabila berusia 60 tahun atau lebih, lansia

merupakan kelompok umur pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir

dari fase kehidupannya. Kelompok dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu

proses yang disebut aging process atau proses penuaan (Nugroho,2019).

2.1.2 Batasan Lansia

1. Menurut World Health Organization (WHO) lansia meliputi:

a. Usia pertengahan (middle age) antar usia 45 sampai 59 tahun

b. Lanjut usia (elderly) antara usia 60 sampai 74 tahun

c. Lanjut usia tua (old) antara usia 75 sampai 90 tahun

d. Usia sangat tua (very old) diatas usia 90 tahun

7
2. Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia, lansia terbagi

sebagai berikut:

a. Kelompok menjelang usia lanjut (45-54 tahun) sebagai masa virilitas

b. Kelompok usia lanjut (55-64 tahun) sebagai presenium

c. Kelompok usia lanjut (<65 tahun) senium

2.1.3 Perubahan Akibat Proses Menua

Menurut Mubarak (2019), ada beberapa permasalahan yang sering dialami

oleh seseorang yang telah memasuki masa lanjut usia, diantara lain:

a. Perubahan Perilaku

Lansia sering dijumpai terjadinya perubahan perilaku, dimana

diantaranya: daya ingat menurun, pelupa, sering menarik diri, ada

kecenderungan penurunan merawat diri, timbulnya kecemasan karena

dirinya sudah tidak menarik lagi, dan lansia sering menyebabkan

sensitivitas emosional seseorang yang akhirnya menjadi sumber banyak

masalah.

b. Perubahan Psikososial

Masalah perubahan psikososial serta reaksi individu terhadap

perubahan ini sangat beragam, bergantung pada kepribadian individu yang

bersangkutan. Lansia yang telah menjalani dengan bekerja, mendadak

dihadapkan untuk menyesuaikan dirinya dengan masa pensiun. Bila lansia

cukup beruntung dan bijaksana, maka ia akan mempersiapakan diri dengan

menciptakan berbagai bidang minat untuk memanfaatkan waktunya, masa

8
pensiunnya akan memberikan kesempatan untuk menikmati sisa hidupnya.

Namun, bagi banyak pekerja, pensiun berarti terputus dari lingkungan, dan

teman-teman yang akrab.

c. Pembatasan Aktivitas Fisik

Semakin lanjut usia seseorang, mereka akan mengalami

kemunduran, terutama dibidang kemampuan fisik yang dapat

mempengaruhi penurunan pada peranan sosialnya. Hal ini

mengakibatkan timbulnya gangguan dalam mencukupi kebutuhan

hidupnya, sehingga meningkatkan ketergantungan yang memerlukan

bantuan orang lain.

d. Kesehatan Mental

Pada umumnya lansia mengalami penurunan fungsi kognitif dan

psikomotor, perubahan-perubahan mental ini erat sekali kaitannya dengan

perubahan fisik. Semakin lanjut usia seseorang, kesibukan sosialnya akan

semakin berkurang dan mengakibatkan berkurangnya interaksi dengan

lingkungannya.

2.1.4 Kebutuhan Dasar Lansia

Kebutuhan lanjut usia adalah kebutuhan manusia pada umumnya, yaitu

kebutuhan makan, perlindungan perawatan, kesehatan dan kebutuhan sosial

dalam mengadakan hubungan dengan orang lain, hubungan antar pribadi dengan

keluarga, teman-teman sebaya dan hubungan dengan organisasi-organisasi sosial,

dengan penjelasan sebagai berikut:

9
1) Kebutuhan Utama

a. Kebutuhan fisiologis/ biologis seperti makanan yang bergizi, seksual,

pakaian, pemenuhan / tempat beribadahan

b. Kebutuhan ekonomi berupa penghasilan yang memadai

c. Kebutuhan kesehatan fisik, mental, perawatan pengobatan

d. Kebutuhan psikologis, berupa kasih sayang adanya tanggapan dari

orang lain, ketentraman , merasa berguna, memiliki jati diri, serta

status yang jelas.

e. Kebutuhan sosial, berupa peranan dalam hubungan dengan orang lain,

hubungan pribadi dalam keluarga, teman-teman dan organisasi-

organisasi sosial

2) Kebutuhan Sekunder

a. Kebutuhan dalam melakukan aktivitas

b. Kebutuhan dalam mengisi waktu luang/ rekreasi

c. Kebutuhan yang bersifat politis, yaitu meliputi status, perlindungan

hukum, partisipasi dan keterlibatan dalam kegiatan-kegiatan

kemasyarakatan dan negara atau pemerintah.

d. Kebutuhan yang bersifat keagamaan/ spiritual, seperti memahami

akan makna keberadaan diri sendiri di dunia dan memahami hal-hal

yang tidak diketahui atau diluar kehidupan termasuk kematian.

10
2.1.5 Proses Menua

Tahap kehidupan dimulai dengan masa anak-anak, masa remaja atau dewasa

dan masa tua atau lansia yang secara alamiah tidak dapat dihindari oleh setiap

individu. Setiap manusia pasti akan mengalami fase penuaan atau proses menua

dalam keberlangsungan hidupnya. Hilangnya kemampuan jaringan tubuh secara

perlahan yang menyebabkan tubuh rentan terkena masalah pada kesehatan juga

merupakan definisi dari proses menua (Syahfitri,2021).

2.2 Konsep Dasar Rheumtaoid Arthritis

2.2.1 Definisi

Rheumatoid Arthritis atau yang lebih akrab disapa sebagai rematik ialah

penyakit kronis yang menyebabkan nyeri, kekakuan, pembengkakan dan

keterbatasan gerak serta fungsi dari banyak sendi, hal ini paling sering dialami

lansia dengan ciri-ciri adanya kekakuan sendi pada pagi hari (Hardiani,2019).

Rheumatoid Arthritis juga dikatakan sebagai kelainan autoimun yang berlangsung

secara kronik sehingga menyebabkan inflamasi sendi dan mengenai lebih dari

lima sendi, seperti sendi pergelangan tangan, lutut, pergelangan kaki, tulang

belakang, dll (Suharto et al.,2020).

11
2.2.2 Etiologi

Penyebab Rheumatoid Arthritis belum diketahui dengan pasti, tetapi

dikaitkan erat antara factor genetic dan lingkungan (Ludfiyani,2020).

1. Genetik

Berupa hubungan dengan gen (Human Leukocyte Atntigen) HLA,

gen ini berperan untuk membedakan protein tubuh dengan protein

organisme yang menginfeksi tubuh. Angka kepekaannya adalah 60%.

2. Obesitas

Rheumatoid Arthritis terjadi akibat jaringan lemak yang berlebihan

akan melepaskan sitokin, yaitu protein yang dapat menyebabkan

peradangan di seluruh tubuh

3. Faktor Infeksi

Beberapa agen infeksi diduga bisa menginfeksi sel induk (host)

dan merubah re-aktivitas atau respon sel-T sehingga timbul penyakit

rheumatoid arthritis.

4. Faktor Lingkungan

Salah satu contohnya adalah merokok. Alasan ini belum

sepenuhnya diterima, tetapi para peneliti menduga merokok dapat memicu

kerusakan fungsi sistem kekebalan, terutama pada orang yang memiliki

genetik terkait dengan rheumatoid arthritis (Nim,2021)

12
2.2.3 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis yang timbul pada setiap individu pasti berbeda, berikut

ialah manifestasi klinis yang sering ditemukan (Qadafi,2018):

a. Gejala-gejala konstitusional

Gejala ini meliputi kelelahan yang hebat, anoreksia, demam dan turunnya

berat badan

b. Poliarthritis simetris

Poliarthritis simetris didapatkan terutama pada sendi perifer, termasuk

sendi-sendi interfalangs distal dan hampir semua sendi diartrodial dapat

terserang.

c. Kekakuan dipagi hari

Kekakuan ini dapat berlangsung selama lebih dari satu jam, dapat bersifat

generalisata tetapi terutama menyerang sendi-sendi.

d. Arthritis erosive

Hal ini merupakan ciri khas rheumatoid arthritis pada gambaran

radiologik. Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi di tepi

tulang dan dilihat pada radiogram

13
2.2.4 Patofisilogi

Rheumatoid arthritis masih belum diketahui penyebabnya. Meskipun

etiologi sudah berspekulasi, namun tetap saja tidak ada satu organisme yang

bertanggung jawab tentang penyakit ini. Rheumatoid arthritis banyak dikaitkan

dengan banyak respon autoimun, namun hal ini masih menjadi pertanyaan apakah

autoimunitas merupakan peristiwa sekunder atau perifer masih belum diketahui

(Qadafi,2018)

Peradangan yang berkelanjutan sendi akan terjadi penebalan terutama pada

sendi artikular kartilago. Pada sendi ini akhirnya terjadi pembentukan pannus atau

penutup yang menutupi kartilago (Iswatul Habibah,2021)

14
2.2.5 Pathway

Reaksi autoimun yang


berasal Inflamasi pada
jaringan sinoval

Edema, kongesti vascular, Peradangan


eksudat fibrin dan berkelanjutan
infiltrasi selular

Kerusakan dalam Penebalan sendi


ruang sendi artikular kartilago

Pembentukan pannus
Pembengkakan pada
sendi dan penekanan
sendi
Penghancuran tulang-
tulang rawan

Nyeri Kronis Erosi tulang


(D.0078)

Perubahan
degenerative pada Kehilangan
serabut otot permukaan sendi

Hilangnya elaktifitas Instabilitas dan


dan kekakuan deformitas sendi
kontraksi otot

Gangguan Mobilitas
Risiko Cedera
Fisik
(D.0136)
(D. 0054)

Sumber: https://repositori.stikes-ppni.ac.id

15
2.2.6 Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan darah untuk mendeteksi:

1. Faktor Rheumatoid Arthritis

Untuk mendeteksi antibodi yang sering ditemukan dalam individu

yang mengalami rheumatoid arthritis. Tingkat positif faktor ini mencapai

80-95% kasus

2. Elevasi Laju Endap Darah (LED) dan C-reactive Protein (CRP)

LED digunakan sebagai indikator proses inflamasi dalam tubuh

dan juga keparahan penyakit. Pada penderita RA terjadi kenaikan LED

sebesar 80-100 mm/h dan akan kembali normal sewaktu gejala meningkat.

Sedangkan CRP merupakan pemeriksaan tambahan yang digunakan

mengkaji inflamasi dalam tubuh. Kedua tes ini berguna untuk memonitor

aktivitas penyakit dan responnya terhadap pengobatan.

3. Sinar X

Sinar-X digunakan untuk mendeteksi kerusakan sendi dan adanya

erosi pada sendi dan juga untuk melihat apakah penyakit berkembang

(Saifudin,2018). Pada penderita RA menunjukkan pembengkakan pada

jaringan lunak, erosi sendi dan osteoporosis dari tulang yang berdekatan.

4. Aspirasi Cairan Synovial

Pada penderita RA mungkin menunjukkan volume yang lebih

besar dari normal seperti buram, berkabut dan munculnya warna kuning

yang dikarenakan adanya respon inflamasi yang terjadi. Pada cairan

16
sinoval diambil sampel cairan ini, biasanya diambil dari sendi (lutut),

untuk kemudian diperiksa dan dianalisis tanda-tanda peradangannya.

5. Scan Tulang

Untuk mendeteksi adanya inflamasi pada tulang maka dapat

menggunakan scan tulang (Nim,2021)

2.2.7 Penatalaksanaan

1. Farmakologi

a. DMARD (Disease Modifying Anti Rheumatic Drugs)

Untuk meredakan serta menghambat gejala dari rheumatoid

arthritis maka diberikan DMARD sebagai tindakan awal, selain itu

juga digunakan untuk mencegah kerusakan permanen pada

persendian dan jaringan lainnya.

b. Glukokortikoim

Glukokortikoim adalah obat anti inflamasi yang biasanya

digunakan untuk menunggu DMARD efektif. Glukokortikoim

digunakan dalam prednisone dosis 10 mg, namun beberapa

individu mungkin memerlukan dosis yang lebih tinggi.

c. Analgetik

Seperti asetaminofen/paracetamol, tramadol, kodein, opiate

dan berbagai macam obat analgesic lainnya juga dapat digunakan

untuk mengurangi rasa sakit pada sendi namun tidak mengobati

kerusakan bengkak atau sendi (Qadafi,2018).

17
d. NSAID (Nonsteroidal Anti-Inflammatory Drug)

Anti inflamasi non steroid (NSAID) contoh: Aspirin yang

diberikan pada dosis yang telah ditentukan .

2. Non Farmakologi

a. Pendidikan

Meliputi tentang pengertian, patofisiologi, penyebab, dan

prognosis penyakit ini. Hal ini sangat penting untuk membantu

individu agar lebih memahami dan tahu cara mengatasi

konsekuensinya.

b. Istirahat

Salah satu gejala pada rheumatoid arthritis ialah dirasakan

adanya rasa lelah yang hebat, maka dari itu istirahat sangatlah

diperlukan.

c. Latihan

Latihan ditunjukkan untuk mempertahankan fungsi sendi.

Dianjurkan latihan dilakukan pada saat individu tidak merasa lelah

atau inflamasi berkurang.

d. Gizi

Menjaga asupan makanan selalu seimbang sesuai dengan

kebutuhan tubuh sangat diperlukan. Mengkonsumsi suplemen bisa

menjadi pilihan terutama yang mengandung omega 3 yang terdapat

18
zat yang sangat efektif untuk memelihara persendian agar tetap

lentur.

e. Terapi kompres hangat

Hal ini ditujukan untuk mengurangi nyeri pada sendi yang

diakibatkan rheumatoid arthritis.

f. Terapi Fisik dan Fisioterapi

Terapi fisik dan okupasi digunakan untuk membantu

meningkatkan kekuatan otot, meningkatkan gerakan serta

mengurangi rasa sakit

g. Terapi Okupasi

Terapi ini dimulai untuk membantu pasien mengggunakan

sendi dan tendon secara efisien, membantu mengurangi ketegangan

pada sendi serta menghadapi kehidupan sehari-hari melalui

adaptasi dengan lingkungan dan penggunaan alat bantu yang

berbeda (Qadafi,2018)

19
2.2.8 Komplikasi

Menurut Tirta iis firda (2021) komplikasi yang mungkin muncul

adalah:

a. Neuropati perifer yang mempengaruhi saraf yang paling

sering terjadi di tangan dan kaki

b. Anemia

c. Pada otot terjadi miosis, yakni proses granulasi jaringan

otot pada pembuluh darah sehingga terjadi trombo emboli

(adanya sumbatan pada pembuluh darah yang disebabkan

oleh adanya darah yang membeku)

2.3 Konsep Asuhan Keperawatan

2.3.1 Konsep Pengkajian Keperawatan

Pengkajian keperawatan merupakan tahapan awal dari proses

keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam

pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi status

kesehatan klien (Nursalam, 2018)

Menurut (Yuli, R, 2019) pengkajian yang perlu dilakukan pada

lansia dengan Rheumatoid Arthritis adalah sebagai berikut:

a. Identitas

Identitas klien yang dikaji pada penyakit sistem musculoskeletal

adalah usia, karena ada beberapa penyakit musculoskeletal banyak

terjadi pada klien diatas usia 60 tahun.

20
b. Keluhan Utama

Keluhan utama yang sering ditemukan pada lansia dengan penyakit

musculoskeletal seperti : arthritis rheumatoid, gout arthritis,

osteoarthritis, dan osteoporosis sering mengeluh nyeri pada

persendian tulang yang terkena, adanya keterbatasan gerakan yang

menyebabkan keterbatasan mobilitas. Berdasarkan pengkajian

karakteristik nyeri (Perry & Potter, 2018).

P (Provokative) : Faktor yang mempengaruhi gawat dan ringannya

nyeri

Q (Quality) : Seperti apa (tajam, tumpul, atau tersayat)

R (Region) : Daerah perjalanan nyeri

S (Scale) : Keparahan atau intensitas nyeri

T (Time) : Lama atau waktu serangan atau frekuensi nyeri

c. Riwayat Penyakit Sekarang

Riwayat kesehatan saat ini berisi uraian mengenai penyakit yang

diderita oleh klien dari mulai keluhan yang dirasakan oleh klien

seperti: Rheumatoid Arthritis , lansia mengeluh nyeri pada persendian

tulang yang terkena, adanya keterbatasan gerak yang menyebabkan

keterbatasan mobilitas

21
d. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat kesehatan yang lalu seperti penyakit musculoskeletal

sebelumnya, penggunaan obat-obatan, riwayat mengkonsumsi alcohol

dan merokok.

e. Riwayat Penyakit Keluarga

Yang perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang menderita

penyakit yang sama baik karena faktor genetik maupun keturunan

f. Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan Umum

Biasanya keadaan umum lansia yang mengalami gangguan

musculoskeletal tampak lemah, pembengkakan pada sendi,

kekakuan pada otot-otot.

2) Kesadaran

Kesadaran klien lansia biasanya composmentis atau apatis.

3) Tanda-Tanda Vital

a) Suhu meningkat (>37⁰C)

b) Nadi meningkat (N: 70-80x/ menit)

c) Tekanan darah meningkat atau dalam batas normal

d) Pernafasan biasanya mengalami normal atau meningkat

22
g. Pemeriksaan Review Of System (ROS)

1) Sistem Pernafasan (B1: Breathing)

Dapat ditemukan peningkatan frekuensi nafas atau masih dalam

batas normal.

2) Sistem Sirkulasi (B2: Bleeding)

Kaji adanya penyakit jantung, frekuensi nadi apikal sirkulasi

perifer, warna, dan kehangatan.

Gejala: fenomena raynaud jari tangan atau kaki (mis, pucat

intermiten, sianosis, kemudian kemerahan pada jari sebelum warna

kembali normal)

3) Sistem Persyarafan (B3: Brain)

Kaji adanya hilangnya gerakan atau sensasi, spasme otot, terlihat

kelemahan atau hilang fungsi. Pergerakan mata atau kejelasan

melihat, dilatasi pupil. Agitasi (mungkin berhubungan dengan

nyeri atau ansietas)

Gejala: Kesemutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada

jari tangan, pembengkakan sendi simetris.

4) Sistem Perkemihan (B4: Bleder)

Perubahan pola berkemih, seperti inkontensia urin, dysuria,

distensi kandung kemih, warna dan bau urin, dan kebersihan.

5) Sistem Pencernaan (B5: Bowel)

Konstipasi, konsisten feses, frekuensi eliminasi, auskultasi bising

usus, anoreksia, adanya distensi abdomen, nyeri tekan abdomen.

23
6) Sistem Muskuloskeletal (B6: Bone)

Kaji adanya nyeri berat tiba-tiba atau mungkin terlokalisasi pada

area jaringan, dapat berkurang pada imobilisasi, kekuatan otot,

kontraktur, atrofi otot, laserasi kulit dan perubahan warna.

Gejala: fase akut dari nyeri (mungkin tidak diserati oleh

pembengkakan jaringan lunak pada sendi). Rasa nyeri kronis dan

kekuatan ( terutama pada pagi hari, malam hari, dan ketika bangun

tidur).

h. Pola Fungsi Kesehatan

Yang perlu dikaji adanya aktivitas apa saja yang bisa dilakukan

sehubungan dengan adanya nyeri pada persendian, ketidakmampuan

mobilisasi.

1) Pola Nutrisi

Menggambarkan masukan nutrisi, balance cairan dan elektrolit,

nafsu makan, pola makan, diet, kesulitan menelan, mual atau

muntah, dan makanan kesukaan.

Gejala: ketidakmpuan untuk menghasilkan atau mengkonsumsi

makanan atau cairan adekuat. Mual, anoreksia, kesulitan

mengunyah.

24
2) Pola Eliminasi

Menjelaskan pola fungsi sekresi, kandung kemih, defekasi, ada

tidaknya masalah defekasi, masalah nutrisi, dan penggunaan

kateter.

Gejala: Berbagai kesulitan untuk melaksanankan aktifitas

perawatan pribadi. Ketergantungan pada orang lain.

3) Pola Tidur dan Istirahat

Menggambarkan pola tidur, istirahat, dan persepsi terhadap energi,

jumlah jam tidur pada siang dan malam, masalah tidur, dan

insomnia.

4) Pola Aktivitas dan Istirahat

Menggambarkan pola latihan, aktivitas, fungsi pernafasan, dan

sirkulasi, riwayat penyakit jantung, frekuensi, irama, dan

kedalaman pernafasan.

Gejala: Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan

stress pada sendi, kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi secara

bilateral dan simetris. Limitasi fungsional yang berpengaruh pada

gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan, keletihan.

Tanda: Malaise, keterbatasan rentang gerak (atropi otot), kulit

(kontraktur atau kelainan pada sendi dan otot).

25
Tabel 2.1 Pengkajian Indeks KATZ

NO AKTIVITAS MANDIRI TERGANTUNG


1. MANDI
Mandiri: Bantuan hanya pada
satu bagian mandi (seperti
punggung atau ekstremitas yang
tidak mampu) atau mandi sendiri
sepenuhnya
Tergantung: Bantuan mandi
lebih dari satu bagian tubuh,
bantuan masuk dan keluar dari
bak mandi, serta tidak mandi
sendiri
2. BERPAKAIAN
Mandiri: Mengambil baju dari
lemari, memakai pakaian,
mengancing atau mengikat
pakaian.
Tergantung: Tidak dapat
memakai baju sendiri atau hanya
sebagian
3. KE KAMAR KECIL
Mandiri: Masuk dan keluar dari
kamar kecil kemudian
membersihkan genetalia sendiri
Tergantung: Menerima bantuan
untuk masuk ke kamar kecil dan
menggunakan pispot
4. KONTINEN

26
Mandiri: BAK dan BAB
seluruhnya dikontrol sendiri
Tergantung: Inkontensia parsial
atau total (penggunaan kateter,
pispot, enema, dan pembalut
atau pempers)
5. MAKAN
Mandiri: Mengambilkan
makanan dari piring dan
menyuapinya sendiri
Tergantung: Bantuan dalam hal
mengambil makanan dari piring
dan menyuapinya, tidak makan
sama sekali dan makan

Beri tanda (√) pada point yang sesuai dengan kondisi klien

Analisa Hasil

Nilai A : Kemandirian dalam hal makan, kontinen

(BAK/BAB), berpindah, ke kamar kecil, mandi dan berpakaian

Nilai B : Kemandirian dalam semua hal kecuali satu dari

fungsi tersebut

Nilai C : Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi dan

satu fungsi tambahan

Nilai D : Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi,

berpakaian, dan satu fungsi tambahan

Nilai E : Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi,

berpakaian, ke kamar kecil dan satu fungsi tambahan

27
Nilai F : Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi,

berpakaian, ke kamar kecil, berpindah dan satu fungsi tambahan

Nilai G : Ketergantungan pada keenam fungsi tersebut

Tabel 2.2 Tingkat Kemandirian Dalam Kehidupan Sehari-hari


(Indeks Barthel)

No Dengan Mandiri Skor Yang


Kriteria
Bantuan Didapat
1. Makan 5 10
2. Berpindah dari kursi roda ke tempat tidur, 5-10 15
atau sebaliknya
3. Personal toilet (cuci muka, menyisir 0 5
rambut, gosok gigi)
4. Keluar masuk toilet (mencuci pakaian, 5 10
menyeka tubuh, menyiram)
5. Mandi 0 5
6. Berjalan di permukaan datar (jika tidak 0 5
bisa, dengan kursi roda)
7. Naik turun tangga 5 10
8. Mengenakan pakaian 5 10
9. Kontrol Bowel (BAB) 5 10
10. Kontrol Bladder (BAK) 5 10
JUMLAH

Interpretasi Hasil:
90 : Mandiri
85-80 : Ketergantungan sedang
75-70 : Ketergantungan ringan

28
65-60 : Ketergantungan berat
35-30 : Ketergantungan total

5) Pola Hubungan dan Peran

Menggambarkan dan mengetahui hubungan serta peran

klien terhadap anggota keluarga dan masyarakat tempat tinggal,

pekerjaan, tidak punya rumah, dan masalah keuangan.

Tanda: Kerusakan interaksi dengan keluarga atau orang lain,

perubahan peran dan isolasi.

Tabel 2.3 Pengkajian APGAR Keluarga

TIDAK
SELALU KADANG
NO ITEM PENILAIAN PERNAH
(2) (1)
(0)
1. A: Adaptasi
Saya puas bahwa saya dapat
kembali pada keluarga (teman-
teman) saya untuk membantu
pada waktu sesuatu
menyusahkan saya
2. P: Partnership
Saya puas dengan cara keluarga
(teman-teman) saya
membicarakan sesuatu dengan
saya dan mengungkapkan
masalah saya

29
3. G: Growht
Saya puas bahwa keluarga
(teman-teman) saya menerima
dan mendukung keinginan saya
untuk melakukan aktifitas atau
arah baru
4. A: Afek
Saya puas dengan cara keluarga
(teman-teman) saya
mengekspresikan afek dan
berespon terhadap emosi-emosi
saya seperti marah, sedih atau
mencintai
5. R: Resolve
Saya puas dengan cara teman-
teman saya dan saya
menyediakan waktu bersama-
sama mengekspresikan afek dan
berespon.
JUMLAH

Penilaian

Nilai : 0-3 : Disfungsi Keluarga Sangat Tinggi

Nilai : 4-6 : Disfungsi Keluarga Sedang

6) Pola Sensori dan Kognitif

Menjelaskan persepsi sensori dan kognitif. Pola persepsi

sensori meliputi pengkajian penglihatan, pendengaran, perasaan,

30
dan pembau. Pola klien katarak dapat ditemukan gejala gangguan

penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja dengan merasa

diruang gelap. Sedangkan tandanya adalah tampak kecoklatan atau

putih susu pada pupil, peningkatan air mata

]
Tabel 2.4 Pengkajian Status Mental (SPMSQ/ Short Portable
Mental Status Questionnaire)
NO ITEM PERTANYAAN BENAR SALAH
Jam berapa sekarang?
1.
Jawab :
Tahun berapa sekarang?
2.
Jawab :
Kapan bapak/ibu lahir?
3.
Jawab :
Berapa umur bapak/ibu?
4.
Jawab :
Dimana alamat bapak/ibu sekarang?
5.
Jawab :
Berapa jumlah anggota keluarga yang tinggal
6. bersama bapak/ibu?
Jawab :
Siapa nama anggota keluarga yang tinggal bersama
7. bapak/ibu?
Jawab :
Tahun berapa Hari Kemerdekaan Indonesia?
8.
Jawab :
Siapa nama Presiden Republik Indonesia sekarang:
9.
Jawab :
Coba hitung terbalik dari angka 20 ke 1
10.
Jawab :
JUMLAH

Analisa Hasil

31
Skore salah : 0-2 : Fungsi Intelektual Utuh
Skore salah : 3-4 : Kerusakan Intelektual Ringan
Skore salah : 5-7 : Kerusakan Intelektual Sedang
Skore salah : 8-10 : Kerusakan Intelektual

Tabel 2.5 MMSE (Mini Mental Status Exam)

No Nilai Nilai
Aspek Kognitif Kriteria
Maksimal Klien
1. Orientasi 5 Menyebutkan dengan benar:
Tahun:
Hari:
Musim:
Bulan:
Tanggal:
2. Orientasi 5 Dimana sekarang kita berada?
Negara:
Panti:
Propinsi:
Wisma:
Kabupaten/Kota:
3. Registrasi 3 Sebutkan 3 nama obyek
(missal: kursi, meja, kertas),
kemudian ditanyakan kepada
pasien, menjawab:
Kursi, Meja, kertas
4. Perhatian dan 5 Meminta pasien berhitung
Kalkulasi mulai dari 100 kemudian
kurangi 7 sampai 5 tingkat.
Jawaban :

32
93, 86, 79, 72, 65
5. Mengingat 3 Meminta pasien untuk
mengulangi ketiga obyek pada
poin ke-2 (tiap poin nilai 1)
6. Bahasa 9 Menanyakan pada pasien
tentang benda (sambil
menunjukan benda tersebut).
1. Polpen
2. Buku
3. Minta pasien untuk
mengulangi kata berikut:
“ tidak ada, dan, jika, atau
tetapi”
Pasien menjawab:

Meminta pasien untuk


mengikuti perintah berikut
yang terdiri dari 3 langkah.
4. Ambil kertas ditangan anda
5. Lipat dua
6. Taruh dilantai
Perintahkan pada pasien untuk
hal berikut (bila aktifitas sesuai
perintah nilai satu poin)
7. “Tutup mata anda”
8. Perintahkan kepada pasien
untuk menulis kalimat dan
9. Menyalin gambar 2 persegi
panjang yang saling bertumpuk

33
Total nilai 30

Interpretasi hasil:

24-30 : tidak ada gangguan kognitif

18-23 : gangguan kognitif sedang

0-17 : gangguan kognitif berat

Kesimpulan :

7) Pola Persepsi dan Konsep Diri

Menggambarkan sikap tentang diri sendriri dan persepsi

terhadap kemampuan konsep diri. Konsep diri menggambarkan

gambaran diri, harga diri, peran, identitas diri. Manusia sebagai

sistem terbuka dan makhluk meliputi bio-psiko-sosio-kultural-

spiritual, kecemasan, takutan, dan dampak terhadap sakit.

Gejala: Faktor-faktor stress akut atau kronis (finansial, pekerjaan,

ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan). Ancaman pada konsep

diri, citra tubuh, identitas pribadi (ketergantungan pada orang lain).

Tabel 2.6 Pengkajian Tingkat Depresi

NO PERTANYAAN YA TIDAK

34
1. Apakah anda sebenarnya puas dengan kehidupan anda?
Apakah anda telah meninggalkan banyak kegiatan dan
2.
minat atau kesenangan anda?
3. Apakah anda merasa kehidupan anda kosong?
4. Apakah anda sering merasa bosan?
Apakah anda mempunyai semangat yang baik setiap
5.
saat?
Apakah anda merasa takut sesuatu yang buruk akan
6.
terjadi pada anda?
Apakah anda merasa bahagia untuk sebagian besar
7.
hidup anda?
8. Apakah anda merasa sering tidak berdaya?
Apakah anda lebih sering dirumah dari pada pergi
9.
keluar dan mengerjakan sesuatu yang baru?
Apakah anda merasa mempunyai banyak masalah
10. dengan daya ingat anda dibandingkan kebanyakan
orang?
Apakah anda pikir keadaan anda saat ini
11.
menyenangkan?
Apakah anda merasa tidak berharga seperti perasaan
12.
anda saat ini?
13. Apakah anda merasa penuh semangat?
Apakah anda merasa bahwa keadaan anda tidak ada
14.
harapan?
Apakah anda pikir bahwa orang lain lebih baik keadaan
15.
daripada anda?

Setiap jawaban yang sesuai mempunyai skore (1)


Skore 5-9 : Kemungkinan Depresi
Skore 10 atau lebih : Depresi

35
8) Pola Seksual dan Reproduksi

Menggunakan kepuasan atau masalah terhadap seksualitas.

9) Pola Mekanisme atau Penanggulangan Stress dan Koping

Menggunakan kemampuan untuk mengurangi stress.

Gejala: Kulit mengkilat, tegang, nodul subkutaneus, lesi kulit,

ulkus kaki, kesulitan dalam menangani tugas, pemeliharaan rumah

tangga, demam ringan menetap, kekeringan pada mata dan

membran mukosa.

10) Pola Tata Nilai dan Kepercayaan

Menggambarkan dan menjelaskan pola, nilai keyakinan termasuk

spiritual.

2.3.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan ialah penilaian terhadap masalah kesehatan

atau proses kehidupan yang dialami baik secara aktual maupun potensial

yang bertujuan untuk mengidentifikasi respon individu, keluarga, maupun

komunitas terkait dengan kesehatan (Tim Pokja SDKI DPD PPNI,2017).

Diagnosis keperawatan yang muncul pada penderita Rheumatoid Arthritis

yakni:

36
1. D.0078 Nyeri Kronis berhubungan dengan kondisi musculoskeletal

kronis (adanya inflamasi sendi)

2. D.0054 Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan kekakuan

sendi

3. D.0136 Risiko Cedera berhubungan dengan gangguan musculoskeletal

(penurunan kekuatan otot)

2.3.3 Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan ialah treatment yang dikerjakan oleh

perawat untuk mencapai luaran (outcome) yang diharapkan yang

didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis (Tim Pokja SIKI DPD

PPNI, 2018).

1. D.0078 Nyeri Kronis berhubungan dengan kondisi musculoskeletal

kronis (adanya inflamasi sendi)

2. D.0054 Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan kekakuan

sendi

3. D.0136 Risiko Cedera berhubungan dengan gangguan

musculoskeletal (penurunan kekuatan otot)

37
38
Tabel 2.7 Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Intervensi
1. Nyeri Kronis berhubungan Setelah dilakukan intervensi, diharapkan tingkat Manajemen Nyeri (I.08238)
dengan kondisi nyeri menurun dengan kriteria hasil: a. Observasi
musculoskeletal kronis a. Keluhan nyeri menurun 1) Observasi TTV
(adanya inflamasi sendi) b. Meringis menurun 2) Identifikasi lokasi, karakteristik,
c. Gelisah menurun durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
d. Kesulitan tidur menurun nyeri (PQRST)
e. Nafsu makan membaik 3) Identifikasi respon nyeri non verbal
f. Frekuensi nadi membaik b. Terapeutik
g. Pola nafas membaik 4) Berikan teknik non farmakologis
h. Tekanan darah membaik (Tim Pokja SLKI untuk mengurangi rasa nyeri (kompres
DPP PPNI, 2019) hangat)
5) Berikan teknik non farmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri (teknik
nafas dalam)
c. Edukasi
6) Edukasi kepatuhan program
pengobatan

39
7) Berikan edukasi tentang RA
d. Kolaborasi
8) Kolaborasi pemberian analgetik

2. Gangguan Mobilitas Fisik Setelah dilakukan intervensi, diharapkan Dukungan Ambulasi (I.06171)
berhubungan dengan kemampuan dalam melakukan gerakan a. Observasi
kekakuan sendi meningkat dengan kriteria hasil: 1). Identifikasi adanya nyeri atau keluhan
a. Pergerakan ekstremitas meningkat fisik lainnya
b. Kekuatan otot meningkat 2). Monitor frekuensi jantung dan
c. Rentang gerak (ROM) meningkat tekanan darah sebelum memulai
ambulansi
3). Monitor kondisi umum selama
melakukan ambulansi
b. Terapeutik
4). Fasilitasi aktivitas ambulansi dengan
alat bantu (mis. Tongkat, kruk)
c. Edukasi
5). Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
6). Ajarkan ambulasi sederhana yang

40
harus dilakukan (mis. Berjalan dari
tempat tidur ke kursi roda, berjalan dari
tempat tidur ke kamar mandi, berjalan
sesuai toleransi)

3. D.0136 Risiko Cedera Setelah dilakukan intervensi, diharapkan tingkat Pencegahan Jatuh (I. 14540)
jatuh berkurang, dengan kriteria hasil: a. Observasi
berhubungan dengan
a. Jatuh dari tempat tidur menurun 1). Identifikasi faktor risiko jatuh (mis.
gangguan musculoskeletal
b. Jatuh saat berdiri cukup menurun usia >65 tahun, penurunan tingkat
(penurunan kekuatan otot) c. Jatuh saat duduk menurun kesadaran, deficit kognitif, hipotensi
d. Jatuh saat berjalan cukup menurun ortostatik, gangguan keseimbangan,
e. Jatuh saat dipindahkan menurun gangguan penglihatan, neuropati)
f. Jatuh saat naik tangga cukup menurun 2). Identifikasi faktor lingkungan yang
g. Jatuh saat dikamar mandi cukup menurun meningkatkan risiko jatuh (mis. lantai
h. Jatuh saat membungkuk cukup menurun licin, penerangan kurang)
b. Terapeutik
3). Gunakan alat bantu berjalan ( mis.
kursi roda, walker)

41
c. Edukasi
4). Anjurkan menggunakan alas kaki
yang tidak licin
5). Anjurkan berkonsentrasi untuk
menjaga keseimbangan tubuh

42
2.3.4 Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan merupakan hal yang penting dari

asuhan keperawatan untuk mencapai tujuan dan hasil diperkirakan yang

mencakup melakukan, membantu, memberikan arahan untuk mencapai

tujuan (Bidori et al., 2021)

Implementasi yang dilakukan pada lansia dengan keluhan

Rheumatoid Arthritis yakni melakukan intervensi manajemen nyeri, yakni

melakukan observasi yang menggunakan metode PQRST, memberikan

terapeutik seperti fasilitas istirahat tidur dan memberikan teknik

nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri, memberikan edukasi startegi

mengurangi nyeri serta edukasi tindakan nonfarmakologis untuk

mengurangi nyeri dan melakukan kolaborasi dengan tenaga medis lainnya

untuk pemberian analgetik (Tim Pokja SIKI DPD PPNI, 2018).

2.3.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi ialah merupakan langkah akhir dari proses keperawatan

yang dilakukan dengan proses identifikasi tujuan dan rencana

keperawatan, terdapat dua kegiatan yakni mengevaluasi selama proses

keperawatan berlangsung dan mengevaluasi dengan target tujuan yang

akan disebut sebagai evaluasi hasil (Prasetya, 2021).

43
Evaluasi bertujuan untuk melihata dan menilai kemampuan untuk

mencapai tujuan, sehingga diperlukan adanya komponen SOAP untuk

mempermudah evaluasi (Iswatul Habibah, 2021).

1. S : Merujuk pada data subyektif yang didapatkan oleh perawat

ketika melakukan anamnesa. Pada pasien RA dengan nyeri kronis

hasil akhir yang diharapkan secara verbal pasien mengatakan nyeri

menurun atau hilang setelah melakukan teknik non-farmakologis

berupa kompres air hangat, perasaan depresi (tertekan) menurun

dan perasaan takut mengalami cedera berulang menurun (Tim

Pokja SDKI DPD PPNI, 2017).

2. O : Merujuk pada data obyektif yang dilakukan oleh perawat. Pada

pasien dengan RA dengan nyeri kronis hasil akhir yang diharapkan

meliputi ekspresi meringis kesakitan menurun, gelisah menurun,

kemampuan menuntaskan aktivitas meningkat, sikap protektif

menurun, pola tidur membaik, nafsu makan membaik, fokus

membaik (Tim Pokja SDKI DPD PPNI, 2017).

3. A : Merujuk pada assement atau analisis yang terdapat penilaian

pada keadaan subyektif dan obyektif apakah sudah teratasi atau

belum teratasi.

44
a. Masalah belum teratasi

Masalah belum teratasi merujuk pada subyektif dan obyektif

yang telah diamati dan dikaji oleh perawat dimana pasien tidak

memunculkan perubahan dan kemajuan sama sekali yang

sesuai dengan kriteria hasil pada rencana keperawatan

b. Masalah teratasi sebagian

Masalah teratasi sebagian merujuk pada subyektif dan

obyektif yang telah diamati dan dikaji oleh perawat dimana

pasien memunculkan sebagian perubahan dan kemajuan yang

sesuai dengan kriteria hasil pada rencana keperawatan.

c. Masalah teratasi

Masalah teratasi merujuk pada subyektif dan obyektif yang

telah diamati dan dikaji oleh perawat dimana pasien

menunjukkan perubahan dan kemajuan sesuai dengan kriteria

hasil pada rencana keperawatan.

45
4. P : Merujuk pada planning atau perencanaan tindakan yang akan

dilakukan setelahnya apakah rencana keperawatan akan

dilanjutkan atau dihentikan.

a. Intervensi dilanjutkan

Diagnosis masih berlaku, tujuan dan kriteria standar masih

releven

b. Intervensi dihentikan

Tujuan keperawatan telah dicapai, dan rencana

perawatan tidak dilanjutkan atau diberikan (Saifudin,

2018)

46
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif kualitatif

dalam bentuk studi kasus untuk mengetahui masalah asuhan keperawatan pada

lansia dengan rheumatoid arthritis di UPTD Balai Penyantunan Lanjut Usia

Terlantar “Senja Cerah” Paniki dengan pendekatan asuhan keperawatan yang

meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan

evaluasi.

3.2 Subjek Penelitian

Subjek penelitian yang digunakan dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini

merupakan individu dengan kasus yang akan diteliti secara rinci dan mendalam.

Adapun kiteria subjek penelitian yang akan dipilih, sebagai berikut:

1. Kriteria inklusi, meliputi:

a. Pasien berjenis kelamin perempuan

b. Pasien dengan rentang usia 60-90 tahun

c. Pasien yang dirawat di UPTD Balai Penyantunan Sosial Lanjut Usia

Terlantar “Senja Cerah” Paniki

d. Pasien bersedia menjadi responden selama penelitian studi kasus

berlangsung

e. Pasien yang dapat diajak berbicara dan bisa menulis

47
3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di UPTD Balai Penyantunan Sosial Lanjut

Usia Terlantar “Senjah Cerah” Paniki. Waktu penelitian akan dilaksanakan pada

bulan Juni 2023.

3.4 Variabel Penelitian

Monovariabel (variable mandiri/tunggal): penerapan Asuhan Keperawatan

pada Lansia dengan Rheumatoid Arthritis di UPTD Balai Penyantuanan Sosial

Lanjut Usia Terlantar “Senja Cerah” Paniki.

3.5 Definisi Operasional

Seorang lansia berjenis kelamin perempuan yang berusia 60-90 tahun

yang ada pada kategori batasan lansia yaitu lanjut usia (elderly) dan lanjut usia

tua (old) yang saat ini berada di UPTD Balai Penyantunan Sosial Lanjut Usia

Terlantar “Senja Cerah” Paniki yang mengalami Rheumatoid Arthritis dengan

tanda dan gejala seperti nyeri pada bagian persendian, lutut, bahu, pinggul,

siku, pergelangan kaki, obesitas, dan kekakuan sendi.

48
3.6 Pengumpulan Data

1. Alat Pengumpulan Data

Dalam penyusunan laporan ini penulis menggunakan metode

pengumpulan data dari data primer dan data sekunder. Data primer

didapatkan dengan melakukan wawancara, observasi dan pemeriksaan

fisik secara langsung terhadap pasien, sedangkan data sekunder didapatkan

dari data riwayat kesehatan pasien.

2. Teknik Pengumpulan Data

a. Pengamatan (Observasi)

Pengamatan atau observasi adalah suatu hasil perbuatan jiwa

secara aktif dan penuh perhatian untuk menyadari adanya rangsangan.

Dalam penelitian, pengamatan adalah suatu prosedur yang berencana

yang antara lain meliputi melihat kondisi pasien, mendengar keluhan

pasien dan mencatat atau mengevaluasi dari hasil ketiga kegiatan

tersebut (Notoatmodjo, 2018).

b. Wawancara

Merupakan salah satu metode yang penulis gunakan dalam

mengumpulkan data pasien. Pada laporan akhir ini penulis

menanyakan secara lisan mengenai identitas pasien, keluhan, riwayat

penyakit sekarang dan riwayat penyakit keluarga.

49
c. Pemeriksaan Fisik

Dapat dilakukan dengan cara head to toe , diantaranya:

1) Inspeksi adalah pemeriksaan yang dilkakukan dengan cara

pengamatan atau melihat langsung seluruh tubuh pasien atau

hanya bagian tertentu untuk mengkaji bentuk kesimetrisan/

abnormalitas, posisi, warna kulit dan lain-lain. Misalnya:

warna kulit sianosis, mata kuning (ikterik)

2) Palpasi adalah pemeriksaan yang dilakukan melalui perabaan

terhadap bagian tubuh yang mengalami kelainan. Misalnya

adanya tumor, edema, nyeri tekan dan lainnya.

3) Auskultasi adalah pemeriksaan yang dilakukan melalui

pendengaran. Biasanya menggunakan alat yang disebut

stetoskop. Misalnya: napas, bunyi jantung, bising usus

4) Perkusi adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara

menggunakan ketukan jari atau tangan atau alat bantu seperti

refleks hammer untuk mengetahui refleks seseorang.

d. Rekam Medis/ Dokumentasi

Adalah pengumpulan data sekunder dengan mempelajari catatan

medis keperawatan dan hasil pemeriksaan penunjang untuk megetahui

perkembangan kesehatan pasien.

50
3.7 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat yang digunakan untuk mengukur nilai

yang variable yang di teliti. Alat dan bahan untuk penelitian ini menggunakan

format pengkajian gerontik dan alat-alat pendukung untuk menunjang

pemeriksaan fisik maupun kesehatan dari pasien.

3.8 Keabsahan Data

Keabsahan data yang dilakukan peneliti dimaksudkan untuk membuktikan

kualitas data atau informasi yang diperoleh peneliti dengan melakukan

pengumpulan data menggunakan format asuhan keperawatan sehingga

menghasilkan sebuah data yang akurat. Selain itu, keabsahan data dilakukan

dengan memperpanjang waktu pengamatan atau tindakan minimal selama tiga

hari, sumber informasi tambahan menggunakan triangulasi dari tiga sumber data

utama yaitu pasien, perawat dan keluarga klien yang berkaitan dengan masalah

yang diteliti.

3.9 Analisa Data

Pada penelitian analisis data dilakukan sejak peneliti dilapangan. Sewaktu

pengumpulan data sampai dengan semua data terkumpul. Dalam mengemukakan

data dikelompokkan berdasarkan data subjektif yang berasal dari pemeriksaan

fisik dan pemeriksaan penunjang.

51
3.10 Etika Penelitian

Masalah etika dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut:

1. Informed Consent (Lembar Persetujuan)

Bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden dengan memberikan

lembar persetujuan sebelum penelitian dilakukan agar responden mengerti

maksud dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya.

2. Anonimity (Tanpa Nama)

Tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat

ukur dan hanya mencantumkan kode pada lembar pengumpulan data atau

hasil penelitian.

3. Confidentiality (Kerahasiaan)

Memberikan jaminan kerahasian hasil penelitian, baik informasi maupun

masalah-masalah lainnya.

52
DAFTAR PUSTAKA

AFIDAH. NUR. ISNA. (2019). Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Rheumatoid


Arthritis di UPTD Panti Sosial Tresna Werdha Nirwana Puri Samarinda
Tahun 2019 (Poltekkes Kemenkes Samarinda),
https://repository.poltekkes-kaltim.ac.id/397/1/selesai , 16 Oktober 2022

American Nurses Association. (2019). Nursing care of patients with rheumatoid


arthritis: A clinical practice guidline from the American Nurses
Association, https://www.nursingworld.org/practice-policy/nursing-
excellence/official-position.statements/id/
nursing.care.of.patients.with.rheumatoid.arthritis/, 19 Juni 2023

Arfianda, A., Tharida, M., & Masthura, S. (2022). Faktor-Faktor yang


Mempengaruhi Terjadinya Penyakit Rheumatoid Arthritis Pada Lansia di
Gampong Piyeung Manee Kecamatan Montasik Kabupaten Aceh Besar.
JOURNAL OF HEALTHCARE TECHNOLOGY AND MEDICINE, 8(2),
992-1002, https://journal.ummat.ac.id, 8 Juni 2023

Ariyanti, R., & Setyoargo, A. (2021). Optimalisasi Peran Kader Kesehatan


Terhadap Upaya Pencegahan Penyakit Rheumatoid Artritis Pada Lansia.
SELAPARANG: Jurnal Pengabdian Masyarakat Berkemajuan, 4(2), 17-
174, https://journal.ummat.ac.id/index.php/jpmb/article/view/4388/2533, 8
Juni 2023

Hidayah Nurul. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Gout Arthritis
Di Panti Sosial Tresna Werdha Nirwana Puri Samarinda Tahun 2019
( Poltekkes Kemenkes Kalimantan Timur), https://repository.poltekkes-
kaltim.ac.id/416/, 16 Oktober 2022

Istiana, Hapipah, Eliasa Oktaviana, (2020). Pengaruh Kompres Hangat Jahe


untuk mengurangi nyeri Rheumatoid Arthritis. Jurnal kreativitas
pengabdian kepada masyarakat (PKM). Vol 3, No 1, 2020,
https://ejurnalmalahayati.ac.id/index.php/kreativitas/article/view/2480, 16
Oktober 2022

Jumlah Kasus 10 Jenis Penyakit Terbanyak di Kota Manado, (2020) Badan Pusat
Statistik Kota Manado, https://manadokota.bps.go.id, 16 Oktober 2022

Panduan Karya Tulis Ilmiah dan Skripsi Politeknik Kesehatan Kemenkes Manado
Tahun 2016

53
Perhimpunan Reumatologi Indonesia. (2021), https://reumatologi.or.id, 15 April
2023

PPNI . (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia, Edisi 1 Cetakan ke-2.


Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Edisi 1 Cetakan ke-2.


Jakarta: DPP PPNI

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, Edisi 1 Cetakan ke-3.


Jakarta: DPP PPNI.

Prasetya & Iswatul Habibah. (2021). Pengertian Evaluasi Keperawatan,


https://repository.poltekkes-kaltim.ac.id, 16 Oktober 2022

Qadafi & Iswatul Habibah. (2018). Manifestasi Klinis dan Patofisiologi


Rheumatoid Arthritis, https://repository.poltekkes-kaltim.ac.id, 16 Oktober
2022

RAHMADANI, R. Dahrizal, D, Hermansyah, H, & Fitria, K. (2022). Asuhan


Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Rasa Nyaman Pada Lansia Dengan
Rheumatoid Arthritis Di Panti Sosial Tresna Werdha Kota Bengkulu
Tahun 2022 (Doctoral dissertation, Poltekkes Kemenkes Bengkulu),
http://repository.poltekkesbengkulu.ac.id/1613/1/KTI, 17 Januari 2023

RISKESDAS. (2018). Hasil Utama Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS)


(Vol.44, Issue 8), https://doi.org/10.1088/1751-8113/44/8/085201, 23
Januari 2023

Shobiroh. Jannatul. (2022). Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Nyeri Kronis


Pada Rheumatoid Arthritis Di Wilayah UPT Puskesmas Bangsal
Kabupaten Mojokerto (Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bina Sehat PPNI
Mojokerto), https://repositori.stikes.ppni.ac.id/handle/123456789/936, 16
Oktober 2022

World Health Organization. (2019). The Flobal Impact of Musculoskeletal


Disorders, https://www.who.int/chp/topics/rheumatic.en, 19 Juni 2023

54

Anda mungkin juga menyukai