Anda di halaman 1dari 39

HUBUNGAN ANTARA NYERI RHEUMATHOID ARTHRITIS

DENGAN KEMANIRIAN AKTIVITAS SEHARI-HARI PADA


LANSIA DI POSBINDU WILAYAH KERJA
PUSKESMAS BABAKANSARI
KOTA BANUNG

PROPOSAL

Diajukan Untuk Menyelesaikan Pendidikan


Program Studi Sarjana Keperawatan

Disusun Oleh:
FITRI WINDYANTIKA
NIM 4002150019

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DHARMA HUSADA
BANDUNG
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena kehendak serta kasih sayang-nya
saya diberi kemampuan untuk menyelesaikan penyusunan Proposal yang berjudul
“Hubungan Antara Nyeri Rheumathoid Arthritis Dengan Kemandirian Aktivitas Sehari-
Hari Pada Lansia Di Posbindu Wilayah Kerja Puskesmas Babakansari Kota Bandung”.
Penulisan penelitian ini dilakukan dalam rangka memenuhi salahsatu syarat untuk
mencapai gelar Sarjana Keperawatan STIKes Dharma Husada Bandung.
Saya menyadari bahwa tanpa bantuan, perhatian, pengertian, bimbingan, arahan,
dan kesabaran dari berbagai pihak yang terkait akhirnya penelitian ini dapat
terselesaikan. Oleh sebab itu, saya mengucapkan penghargaan dan terima kasih kepada :
1. Dr. Hj. Suryani Soepardan, Dra., M.M selaku Ketua STIKes Dharma Husada
Bandung.
2. Shinta Apriani, M.Kep selaku Pembimbing I yang selalu sabar membimbing dan
mengarahkan penulis selama penyusunan skripsi.
3. Yeni Suryamah, S.KM., M.Epid. selaku Pembimbing II yang telah sabar
memberikan waktu, membimbing dan mengarahkan penulis selama penyusunan
skripsi.
4. Seluruh dosen, staf dan pegawai administrasi program S1 Keperawatan STIKes
Dharma Husada Bandung.
5. Pikak Puskesmas Babakansari yang telah memberikan ijin penelitian di wilayah
kerja Puskesmas.
6. Posbindu wilayah kerja Puskesmas Babakansari yang telah memberikan izin
penelitian dan partisifasinya

Akhir kata saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat
bagi pengembangan ilmu.
Bandung, Februari 2019

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Derajat kesehatan dan kesejahteraan penduduk di Indonesia semakin

meningkat, ini berpengaruh pada Usia Harapan Hidup (UHH) di Indonesia.

Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) pada tahun 2020

diperkirakan UHH menjadi 71,7 tahun. Meningkatnya populasi lansia ini

membuat pemerintah perlu merumuskan kebijakan dan program yang ditujukan

kepada kelompok lansia sehingga dapat berperan dalam pembangunan dan tidak

menjadi beban bagi masyarakat. Undang-Undang No 13 Tahun 1998 tentang

kesejahteraan lansia menetapkan bahwa batasan umur lansia di Indonesia adalah

60 tahun ke atas (KEMENKES, 2013 ).

Saat ini jumlah lansia di dunia diperkirakan lebih dari 629 jiwa (Depkes,

RI, 2013). Hasil sensus penduduk tahun 2010 menunjukan bahwa Indonesia

termasuk lima besar negara dengan jumlah penduduk lansia terbanyak di dunia

yakni mencapai 18,1 juta jiwa 9,6 % dari jumlah penduduk (Susanto,2013).

Mayoritas penduduk Indonesia terkonsentrasi di kota-kota besar,

sehingga dapat disimpulkan akan terdapat lansia dengan populasi yang cukup

besar di kota-kota besar di Indonesia. Salah satu dari kota besar di Indonesia

yang tingkat jumlah lansia yang cukup tinggi adalah Kota Bandung. Proporsi

jumlah lansia yang ada di Kota Bandung pada tahun 2013 adalah sebesar 9,34%

dari total jumlah penduduk Kota Bandung. Jumlah tersebut menunjukan bahwa

secara agregat, penduduk lansia di Kota Bandung mengalami peningkatatan

sejak tahun 2009 hingga tahun 2013. Tahun 2012 merupakan tahun pencatatan
jumlah penduduk lansia terbanyak dalam periode tahun 2009 hingga 2013.

Tahun 2013, jumlah penduduk lansia kota bandung mencapai angka 231.957

jiwa (BPS kota bandung, 2013).

Jumlah penduduk yang bertambah dan usia harapan hidup lansia akan

menimbulkan berbagai permasalahan sebagian besar adalah masalah kesehatan

akibat proses penuaan, ditambah permasalahan lain seperti masalah keuangan,

kesepian, merasa tidak berguna, dan tidak produktif. Banyaknya permasalahan

yang dihadapi lansia, maka masalah kesehatanlah yang jadi peran pertama dalam

kehidupan lansia seperti munculnya penyakit-penyakit yang sering terjadi pada

lansia (BKKBN,2012). Penyakit yang banyak dilaporkan terjadi pada lansia

adalah hipertensi, kelainan jantung, gangguan pada tulang salah satunya

Rheumathoid Arthritis (Stanley, 2007).

Penduduk lansia pada umumnya banyak mengalami penurunan akibat

proses alamiah yaitu proses menua (Aging) dengan adanya penurunan

kondisifisik, psikologis, maupun sosial yang saling berinteraksi. Permasalahan

yang berkembang memiliki keterkaitan dengan perubahan kondisi fisik yang

menyertai lansia. Perubahan kondisi fisik pada lansia diantaranya adalah

menurunnya kemampuan muskuloskeletal kearah yang lebih buruk

(Nugroho,2010). Penderita Rheumathoid Arthritis pada lansia di dunia telah

mencapai angka 355 juta jiwa, artinya 1 dari 6 lansia di duinia ini menderita

reumatik, angka ini akan terus meningkat hingga tahun 2025 dengan indikasi

lebih dari 25% akan mengalami kelumpuhan. Organisasi kesehatan dunia

(WHO) melaporkan bahwa 20% penduduk dunia terserang penyakit


Rheumathoid Arthritis, dimana 5-10% adalah yang berumur 5-20 tahun dan 20%

mereka yang berusia 55 tahun (WHO, 2012).

Rheumathoid Arthritis di indonesia mencapai 23,6% hingga 31,3 %,

angka ini menunjukan bahwa tingginya angka kejadian reumatik. Penelitian riset

keperawatan dasar tahun 2013 penyakit rematik di jawa barat (32,1%) prevelensi

rematik tertinggi pada umur lebih dari 75 tahun (33% dan 54,8%)

(RISKESDAS, 2013).

Rheumathoid Arthritis mengakibatkan peradangan pada lapisan dalam

pembungkus sendi. Penyakit ini berlangsung tahunan dan menyerang berbagai

sendi. Seseorang yang mengalami Rheumathoid Arthritis akan mengalami gejala

yakni nyeri sendi, inflamasi, kekakuan sendi di pagi hari, pada kulit di atas sendi

akan teraba hangat dan bengkak serta hambatan gerak persendian (Santoso,

2003). Rheumathoid Arthritis menyerang persendian seperti jari-jari

tangan/kaki, pergelangan tangan, pergelangan kaki. Sebanyak 90% keluhan

utama penderita Rheumathoid Arthritis adalah nyeri sendi dan kaku sendi

(Turana, 2005).

Nyeri yang dialami oleh klien dengan Rheumathoid Arthritis di dapatkan

skala nyeri rata-rata enam atau nyeri sedang (National Institute of Nursing

Research, 2005 dalam Dewi, 2009). Nyeri sendi pada Rheumathoid Arthritis

membuat penderitanya seringkali takut untuk bergerak sehingga mengganggu

aktivitas sehari-harinya dan dapat menurunkan produktivitasnya. Penurunan

kemampuan muskuloskeletal karena nyeri sendi dapat juga menurunkan

aktivitas fisik dan latihan, sehingga akan mempengaruhi lansia dalam

melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (activity of daily living atau ADL).


Aktivitas sehari-hari yang dimaksud seperti makan, minum, berjalan, tidur,

mandi, berpakaian, dan buang air besar atau kecil. Dari kemampuan melakukan

aktivitas tersebut dapat dinilai apakah lansia mandiri atau tergantung pada orang

lain. Mandiri dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari adalah kebebasan

untuk bertindak, tidak tergantung pada pihak lain dalam merawat diri maupun

dalam beraktivitas sehari-hari (Hardywinoto, 2005).

Penelitian Cicy Chintyawati 2014 yang berjudul hubungan antara nyeri

Rheumathoid Arthritis dengan kemandirian dalam aktivitas kehidupan sehari-

hari pada lansia di posbindu karang mekar wilayah kerja puskesmas pisangan

tangerang selatan tingkat, sebagian besar lansia memiliki tingkat kemandirian

tinggi dalam aktivitas kehidupan sehari-hari sebesar 20 responden dan memiliki

tingkat nyeri Rheumathoid Arthritis rendah yaitu sebesar 20 responden. Dari

penelitian tersebut bahwa ada hubungan yang bermakna antara nyeri rheumathoi

arthritis dengan aktivitas sehari-hari lansia dengan p value sebesar 0,000.

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti merasa tertertarik untuk meneliti

lebih dalam mengenai hubungan antara nyeri Rheumathoid Arthritis dengan

kemandirian aktivitas sehari-hari pada lansia di Posbindu Wilayah Kerja

Puskesmas Babakansari Kota Bandung.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang maka dapat dirumuskan masalah yaitu

”hungan antara nyeri Rheumathoid Arthritis dengan kemandirian aktivitas

sehari-hari pada lansia di Posbindu Wilayah Kerja Puskesmas Babakansari.”


C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara nyeri Rheumathoid Arthritis dengan

kemandirian aktivitas sehari-hari pada lansia di Posbindu Wilayah Kerja

Puskesmas Babakansari.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi nyeri Rheumathoid Arthritis pada lansia di Posbindu

Wilayah Kerja Puskesmas Babakansari.

b. Mengidentifikasi kemandirian pada lansia di Posbindu Wilayah Kerja

Puskesmas Babakansari.

c. Mengidentifikasi hubungan antara nyeri Rheumathoid Arthritis dengan

kemandirian aktivitas sehari-hari pada lansia di Posbindu Wilayah Kerja

Puskesmas Babakansari.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

sebagai tambahan infomasi untuk meningkatkan referensi bagi bidang ilmu

keperawatan komunitas dan gerontik.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Lansia Yang Mengalami Rheumathoid Arthritis

Dapat dijadikan bahan bacaan dan informasi bagi lansia yang mengalami

Rheumathoid Arthritis

b. Bagi Puskesmas
Dapat digunakan sebagai bahan dasar bagi puskesmas dalam

memberikan penyuluhan kesehatan terutama yang berkaitan dengan

nyeri Rheumathoid Arthritis dengan kemandirian aktivitas sehari-hari

pada lansia.

c. Bagi Peneliti

Manfaat yang akan diperoleh adalah untuk memperdalam ilmu

pengetahuan dan wawasan tentan nyeri Rheumathoid Arthritis dengan

kemandirian aktivitas sehari-hari pada lansia.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah nyeri Rheumathoid Arthritis dengan

kemandirian aktifitas sehari-hari pada lansia di Posbindu Wilayah Kerja

Puskesmas Babakansari Kota Bandung. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan

februari 2019. Adapun yang menjadi sasaran penelitian ini yaitu lansia yang

memiliki penyakit Reumatoid Athritis. Materi dalam penelitian ini adalah

keperawatan komunitas dan gerontik. Jenis penelitian ini adalah penelitian

kuantitatif dengan menggunakan pendekatan Cross Sectional.


BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Lanjut Usia

1. Definisi Lanjut Usia

Lanjut usia (lansia) merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan.

Menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan usia

lanjut menyatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai

usia 60 tahun ke atas (Departemen Sosial, 2007).

Masa tua adalah suatu masa dimana orang merasa puas dengan

keberhasilannya, tetapi bagi orang lain periode ini merupakan permulaan

kemunduran. Usia dipandang sebagai masa kemunduran, masa kelemahan

dan sosial tersebar luas dewasa ini. Pandangan ini tidak memperhitungkan

bahwa kelompok lanjut usia bukanlah kelompok yang homogen. Usia tua

dialami dengan cara yang berbeda-beda (Suhartini, 2006).

2. Klasifikasi Lanjut Usia

Menurut WHO batasan usia lanjut yaitu middle young elderly usia antara

45-59 tahun, elderly usia antara 60-74 tahun, old usia antara 75-90 tahun

dan dikatakan very old berusia di atas 90 tahun. Pada saat ini ilmuan sosial

yang mengkhususkan diri mempelajari penuaan merujuk kepada kelompok

lanjut usia muda (young old), lanjut usia tua (old old) dan lanjut usia tertua

(oldest old) (Departement Kesehatan RI, 2008).


B. Proses Menua

1. Definisi Menua

Proses menua (Aging) adalah proses alami yang disertai adanya

penurunan fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama

lain. Seseorang yang berusia lanjut akan mengalami perubahan-perubahan

akibat penurunan fungsi sistem tubuh. Menjadi tua merupakan keadaan yang

harus dilalui oleh semua makhluk hidup, apabila memiliki usia yang

panjang. Walaupun proses penuaan benar adanya dan merupakan sesuatu

yang normal, akan tetapi pada kenyataannya, proses ini lebih menjadi beban

bagi orang lain dibandingkan proses lain yang terjadi, sehingga berbagai

upaya dilakukan untuk menghambat proses tersebut (Wicaksono, 2011).

Menua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia.

Proses menua merupakan proses sepanjang hidup yang hanya di mulai dari

satu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menua

merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap

kehidupannya, yaitu anak, dewasa, dan tua. Tiga tahap ini berbeda, baik

secara biologis, maupun psikologis. Memasuki usia tua berarti mengalami

kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit

mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang jelas,

penglihatan semakin memburuk, gerakan-gerakan lambat, dan postur tubuh

yang tidak proforsional (Nugroho,2008).

Menurut Nugroho (2008) menua dapat disimpulkan bahwa manusia

secara perlahan mengalami kemunduran struktur dan fungsi organ. Kondisi

ini jelas menunjukkan bahwa proses menua itu merupakan kombinasi dari
bermacam-macam faktor yang saling berkaitan yang dapat mempengaruhi

kemandirian dan kesehatan lanjut usia, termasuk kehidupan seksualnya.

2. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia

Menurut Mujahidullah (2012) beberapa perubahan yang akan terjadi

pada lansia diantaranya adalah perubahan fisik, intlektual, dan keagamaan.

a) Perubahan fisik

1) Sel, saat seseorang memasuki usia lanjut keadaan sel dalam tubuh

akan berubah, seperti jumlahnya yang menurun, ukuran lebih besar

sehingga mekanisme perbaikan sel akan terganggu dan proposi

protein di otak, otot, ginjal, darah dan hati berkurang.

2) Sistem persyarafan, keadaan system persyarafan pada lansia akan

mengalami perubahan, seperti mengecilnya syaraf panca indra. Pada

indra pendengaran akan terjadi gangguan pendengaran seperti

hilangnya kemampuan pendengaran pada telinga. Pada indra

penglihatan akan terjadi seperti kekeruhan pada kornea, hilangnya

daya akomodasi dan menurunnya lapang pandang. Pada indra peraba

akan terjadi seperti respon terhadap nyeri menurun dan kelenjar

keringat berkurang. Pada indra pembau akan terjadinya seperti

menurunnya kekuatan otot pernafasan, sehingga kemampuan

membau juga berkurang.

3) Sistem gastrointestinal, pada lansia akan terjadi menurunya selara

makan, seringnya terjadi konstipasi, menurunya produksi air liur

(Saliva) dan gerak peristaltic usus juga menurun.


4) Sistem genitourinaria, pada lansia ginjal akan mengalami pengecilan

sehingga aliran darah ke ginjal menurun.

5) Sistem musculoskeletal, pada lansia tulang akan kehilangan cairan

dan makin rapuh, keadaan tubuh akan lebih pendek, persendian kaku

dan tendon mengerut.

6) Sistem Kardiovaskuler, pada lansia jantung akan mengalami pompa

darah yang menurun, ukuran jantung secara keseluruhan menurun

dengan tidaknya penyakit klinis, denyut jantung menurun, katup

jantung pada lansia akan lebih tebal dan kaku akibat dari akumulasi

lipid. Tekanan darah sistolik meningkat pada lansia kerana hilangnya

distensibility arteri. Tekanan darah diastolic tetap sama atau

meningkat.

b) Perubahan intelektual

Menurut Mujahidullah (2012), akibat proses penuaan juga akan terjadi

kemunduran pada kemampuan otak seperti perubahan intelegenita

Quantion ( IQ) yaitu fungsi otak kanan mengalami penurunan sehingga

lansia akan mengalami kesulitan dalam berkomunikasi nonverbal,

pemecehan masalah, konsentrasi dan kesulitan mengenal wajah

seseorang. Perubahan yang lain adalah perubahan ingatan , karena

penurunan kemampuan otak maka seorang lansia akan kesulitan untuk

menerima rangsangan yang diberikan kepadanya sehingga kemampuan

untuk mengingat pada lansia juga menurun.

c) Perubahan keagamaan
Menurut Maslow dalam Mujahidin (2012), pada umumnya lansia akan

semakin teratur dalam kehidupan keagamaannya, hal tersebut

bersangkutan dengan keadaan lansia yang akan meninggalkan kehidupan

dunia.

Berdasarkan uraian data di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa

usia lanjut aalah tahap akhir dari siklus kehidupan manusia di dunia ini

dimana pada tahap ini akan terjadi perubahan anatomi dan penurunan

berbagai sistem fisiologis dalam tubuh manusia yang pada akhirnya akan

mempengaruhi kemampuan tubuh untuk menjalankan aktivitas

kehidupannya.

Selain secara fisiologis menua juga dapat terjadi secara patologis yaitu

dengan adanya macam penyakit, diantaranya yang terkait dengan perubahan

muskuloskletal yaitupenyakit Reumatoi Arthritis.

C. Rheumathoid Arthritis

1. Definisi Rheumathoid Arthritis

Rheumathoid Athritis (RA) adalah penyakit auto imun sistemik

(Symmons,2006). RA merupakan salah satu kelainan multi sistem dan

etiologinya belum diketahui secara pasti dan di karakteristikan dengan

distruksi sinovitis (Helmick,2008). Penyakit RA ini merupakan kelainan

auto imun yang menyebabkan inflamasi sendi yang berlangsung kronik dan

mengenai lebih dari lima sendi (poliartritis) (Pradana,2012).


2. Klasifikasi

Buffer (2010) mengklasifikasikan rhemathoid Athritis menjadi 4 tipe,

yaitu :

a) Rheumathoid Athritis klasik pada tipe ini harus terdapat pada 7 kriteria

tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus paling

sedikit dalam waktu 6 minggu.

b) Rheumathoid Athritis defisti pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda

dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus paling sedikit

dalam waktu 6 minggu.

c) Probable Rheumathoid Athritis pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria

tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus paling

sedikit 6 minggu.

d) Possible Rheumathoid Athritis pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria

tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus paling

sedikit 3 bulan.

3. Etiologi

Suwarjana (2009) menyebutkan bahwa faktor yang menyebabkan

Rheumathoid Athritis yaitu :

a) Genetik, berupa hubungan dengan gen HLA-DRBI dan faktor ini

memiliki angka kepekaan dan ekspresi penyakit sebesar 60%

b) Hormon Seks, perubahan profil hormon esterogen dan progesteron pada

respon imun humoral (TH2) dan menghambat respon imun seluler

(TH1). Pada RA respon TH1 lebih dominan sehingga esterogen dan


progesteron mempunyai efek yang berlawanan terhadap perkembangan

penyakit ini

c) Faktor infeksi, beberapa agen infeksi diduga bisa menginfeksi sel induk

semang (host) dan merubah reaktifitas atau respon sel T sehingga muncul

timbulnya penyakit RA

d) Faktor lingkungan, salah satu contohnya adalah merokok (longo,2012)

1) Faktor Resiko

2) Faktor resiko dalam peningkatan terjadinya RA antara lain jenis

kelamin perempuan ada riwayat keluarga yang menderita RA, umur

lebih tua, merokok. Resiko juga mungkin terjadi akibat konsumsi

kopi lebih dari tiga cangkir sehari, khusus nya kopi decaffein nated

(Suarjana, 2009). Obesitas juga merupakan faktor resiko (Symons,

2006).

4. Manifestasi Klinis

RA pada umumnya sering ditangan, sendi siku, kaki, pergelangan kaki,

dan lutut. Nyeri dan bengkak pada sendi dapat berlangsung dalam waktu

terus menerus dan semakin lama gejala keluhannya akan semakin berat.

Keadaan tertentu, gejala hanya berlangsung selama beberapa hari dan

kemudian sembuh dengan melakukan pengobatan (Tobon et al.,2010).

Rasa nyeri pada persendian berupa pembengkakan, panas, eritema, dan

gangguan fungsi merupakan gambaran klinis yang klasik untuk rheumathoid

atritis. Persendian dapat teraba hangat, bengkak, kaku pada pagi hari

belangsung selama lebih dari 30 menit (Smeltze & Bare 2002).

Polakarakteristik dari persendian yang terkena adalah : mulai pada


persendian kecil di tangan, pergelangan, dan kaki. Secara progresif mengenai

persendian, lutut, bahu, pinggul, siku, pergelangan kaki, tulang belakang

servik, dan temporomandibula.

Adapun tanda dan gejala yang umum di temukan atau sangat serius

terjadi pada lanjut usia. Menurut Buffer (2010) yaitu sendi terasa kaku pada

pagi hari dan kekakuan pada daerah lutut, bahu, siku, pergelangan tangan

dan kaki, juga pada jari jari, mulai terlihat bengkak setelah beberapa bulan,

bila diraba akan terasa hangat, terjadi kemerahan dan terasa sakit atau nyei.

D. Karakteristik Nyeri

1. Pengkajian Karakteristik Nyeri

Menurut Muttaqin (2011) dapun karakteristik nyeri menggunakan

metode P, Q, R, S, T diantaranya adalah sebagai berikut :

a) Faktor pencetus (P: provocate)

Perawat mengkaji tentang penyebab ataustimulus nyeri pada klien, dalam hal

ini perawat juga dapat melakukan observasi bagian tubuh yang mengalami

cedera. Apabila perawat mencurigai adanya nyeri psikogenik maka perawat

harus dapat mengeksplore perasaan klien dan menanyakan perasaan-perasaan

apa saja yang mencetuskan nyeri.

b) Kualitas (Q: quality)

Kualitas nyeri merupakan sesuatu yang subjektif yang diungkapkan oleh

klien, seringkali klien mendeskripsikan nyeri dengan kalimat-kalimat seperti

tajam, tumpul, berdenyut, berpindah-pindah, seperti tertindih, perih, tertusuk

dan lain-lain, dimana tiap-tiap klien mungkin berbeda-beda dalam


melaporkan kualitas nyeri yang dirasakan. Perawat sebaiknya tidak

memberikan kata-kata deskriptif pada klien. Pengkajian akan lebih akurat

apabila klien mampu mendeskripsikan sensasi yang dirasakannya setelah

mengajukan pertanyaan terbuka.

c) Lokasi (R: region)

Untuk mengkaji lokasi nyeri maka meminta klien menunjukkan semua

bagian/daerah yang dirasakan tidak nyaman oleh klien. Untuk melokalisasi

nyeri lebih spesifik, maka dapat meminta klien untuk melacak daerah nyeri

dari titik yang paling nyeri, kemungkinan hal iniakan sulit apabila nyeri yang

dirasakan bersifat difus (menyebar). Dalam mencatat lokasi nyeri, dengan

menggunakan titik-titik penandaan anatomic dan peristilahan yang deskriptif.

Nyeri, di klasifikasi menurut lokasi, mungkin superficial atau kutaneus,

dalam atau viseral, atau teralih atau meradiasi.

d) Keparahan (S: Severe)

Tingkat keperahan pasien tentang nyeri merupakan karakteristik yang paling

subjektif. Pada pengkajian ini klien diminta untuk menggambarkan nyeri

yang di rasakan sebagai nyeri ringan, sedang, berat. Skala deskriptif

merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih objektif.

Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS) merupakan 9

sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang

tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini di

ranking dari “tidak terasa nyeri” sampai ”nyeri yang tidak tertahankan.

”perawat menunjukkan klien skala tersebut dan meminta klien untuk

memilih intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan. Perawat juga menanyakan


seberapa jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa

paling tidak menyakitkan. Alat VDS ini memungkinkan klien memilih

sebuah kategoriuntuk mendeskripsi nyeri. Skala penilaian numeric

(Numerical Rating Scales,NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat

pendeskripsi kata. Dalam hal ini,klien menilai nyeri dengan menggunakan

skala 0-10. Skala paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri

sebelum dan setelah intervensiterepeutik. Apabila digunakan skala untuk

menilai nyeri, maka direkomendasi patokan 10 cm (AHCPR, 1992).

e) Durasi (T: Time)

Perawat menanyakan pada pasien untuk menentukan awitan, durasi, dan

rangkaian nyeri. Apakah ada waktu-waktu tertentu yang menambambah atau

mengurangi nyeri.

E. Kemandirian Lansia dalam aktivitas kehidupan sehari-hari

1. Pengertian Kemandirian

Kemandirian didefinisikan sebagai kemampuan individu untuk

memenuhi kebutuhan hidup dengan tidak bergantung pada orang lain. Selain

itu kemandirian diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang berupaya

untuk memenuhi segala tuntutan. Kemandirian dapat dipengaruhi oleh

pendidikan lansia, juga oleh gangguan sensori khususnya penglihatan dan

pendengaran, dipengaruhi oleh penurunan dalam kemampuan fungsional,

serta dipengaruhi oleh kemampuan fungsi kognitif lansia yang menurun

(Heryanti, 2011).

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemandirian lansia


Menurut Suhartini (2004), faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat

kemandirian lansia adalah :

a) Faktor kesehatan

Faktor kesehatan lansia sebagai faktor yang mempengaruhi kemandirian

lansia yang meliputi kondisi fisik dan mental. Faktor kesehatan fisik

meliputi kondisi fisik lanjut usia dan adanya tahan fisik terhadap

serangan penyakit. Faktor kesehatan mental meliputi penyesuaian

terhadap kondisi lansia.

1) Kesehatan fisik

Keadaan fisik merupakan faktor utama dari kegelisahan manusia.

Kekuatan fisik, panca indra, potensi dan kapasitas intelektual mulai

menurun pada tahap-tahap tertentu (Prasetyo, 1998). Kemunduran

fisik ditandai dengan beberapa serangan penyakit seperti gangguan

pada sirkulasi darah, persendian, sistem pernafasan, neurologi,

metabolik, neoplasma dan mental. Sehingga berdampak pada kegiatan

beraktivitas sehari-hari.

2) Kesehatan mental

Menurunnya kondisi mental ditandai dengan menurunnya fungsi

kognitif (Zainudin, 2002). Sehingga akan timbul beberapa kepribadian

lanjut usia yaitu : (1) Tipe kepribadian konstruktif, pada tipe ini tidak

banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua (2)

Tipe kepribadian mandiri, pada tipe ini ada kecenderungan mengalami

post power syndrom (3) Tipe kepribadian tergantung, pada tipe ini

sangat dipengaruhi kehidupan keluarga (4) Tipe kepribadian


bermusuhan, pada tipe ini setelah memasuki masa lanjut usia tetap

merasa tidak puas dengan kehidupannya (5) Tipe kepribadian kritik,

tipe ini umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit di

bantu orang lain atau cenderung membuat susah dirinya.

b) Usia

Semakin bertambah usia seseorang semakin banyak terjadi perubahan

pada berbagai sistem dalam tubuh. Perubahan yang terjadi cenderung

mengarah pada penurunan berbagai fungsi tubuh (Pranarka, 2006). Hal

ini menunjukkan keadaan secara alami terjadi bahwa semakin meningkat

usi, kecenderungan terjadi kemandirian semakin menurun (Budijanto,

2008)

c) Jenis kelamin

Faktor jenis kelamin mempunyai dampak sangat besar terhadap tingkat

kemandirian. Lanjut usia, khususnya wanita hidup lebih lama dari pria,

akan tetapi mereka cenderung mengalami disabilitas, mereka tampak

lebih tua dibandingkan pria pada usia yang sama (Handajani, 2006).

Demikian pula menurut Kind (1998) menyatakan bahwa wanita usia

lebih dari atau sam dengan 70 tahun cenderung mempunyai problem

kesehatan yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki pada usia yang sama.

d) Aktivitas sosial

Pada umumnya hubungan sosial yang lansia lakukan mengacu pada

pertukaran sosial. Dalam teori pertukaran sosial sumber kebahagiaan

manusia berasal dari hubungan sosial. Hubungan ini mendatangkan

kepuasan yang timbul dari prilaku orang lain.


F. Aktivitas sehari-hari (Activity Daily Living)

Brunner & Suddarth (2002) mengemukakan ADL atau Activity Daily

Living adalah aktivitas perawatan diri yang harus dilakukan setiap hari untuk

memenuhi kebutuhan dan tuntutan hidup sehari-hari. ADL adalah aktivitas yang

biasanya dilakukan dalam sepanjang hari normal; aktivitas tersebut mencakup,

ambulasi, makan, berpakaian, mandi, menyikat gigi dan berhias dengan tujuan

untuk memenuhi/berhubungan dengan perannya sebagai pribadi dalam keluarga

dan masyarakat. Kondisi yang mengakibatkan kebutuhan untuk bantuan dalam

ADL dapat bersifat kronis, akut, temporer, permanen atau rehabilitative (Potter

dan Perry, 2006).

1. Macam-macam ADL

a) Mandi

Tidak menerima bantuan (masuk dan keluar bak mandi sendiri jika

mandi dengan menjadi kebiasaan), menerima bantuan untuk mandi hanya

satu bagian tubuh (seperti punggung atau kaki), menerima bantuan mandi

lebih dari satu bagian tubuh (atau tidak dimandikan)

b) Berpakaian, berhias berdandan

Mengambil baju dan memakai baju dengan lengkap tanpa bantuan,

mengambil baju dan memakai baju dengan lengkap tanpa bantuan

kecuali mengikat sepatu, menerima bantuan dalam memakai baju, atau

membiarkan sebagian tetap tidak berpakaian.

c) Toileting

Pergi kekamar kecil membersihkan diri, dan merapikan baju tanpa

bantuan (dapat mengunakan objek untuk menyokong seperti tongkat,


walker, atau kursi roda, dan dapat mengatur bedpan malam hari atau

bedpan pengosongan pada pagi hari, menerima bantuan kekamar kecil

membersihkan diri, atau dalam merapikan pakaian setelah eliminasi, atau

mengunakan bedpan atau pispot pada malam hari, tidak ke kamar kecil

untuk proses eliminasi.

d) Berpindah / Mobilisasi

Berpindah ke dan dari tempat tidur seperti berpindah ke dan dari kursi

tanpa bantuan (mungkin mengunakan alat/objek untuk mendukung

seperti tempat atau alat bantu jalan), berpindah ke dan dari tempat tidur

atau kursi dengan bantuan, bergerak naik atau turun dari tempat tidur.

e) BAB/BAK

Mengontrol perkemihan dan defekasi dengan komplit oleh diri sendiri,

kadang-kadang mengalami ketidak mampuan untuk mengontrol

perkemihan dan defekasi, pengawasan membantu mempertahankan

control urin atau defekasi, kateter digunakan atau kontnensa.

f) Makan

Makan sendiri tanpa bantuan, makan sendiri kecuali mendapatkan

bantuan dalam mengambil makanan sendiri, menerima bantuan dalam

makan sebagian atau sepenuhnya dengan menggunakan selang atau

cairan intravena.

2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemenuhan Aktivitas Sehari-Hari

Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan melakukan ADL

menurut Hardywinoto (2007), yaitu:

a) Umur dan status perkermbangan


Umur dan status perkembangan seorang klien menunjukkan tanda

kemauan dan kemampuan, ataupun bagaimana klien bereaksi terhadap

ketidakmampuan melaksanakan melaksanakan aktivitas sehar-hari (ADL).

Saat perkembangan dan bayi sampai dewasa, seseorang secara perlahan-

lahan berubah dari tergantung menjadi mandiri dalam melakukan aktivitas

sehari-hari.

b) Kesehatan fisiologis

Kesehatan fisiologis seseorang dapat mempengaruhi kemampuan partisipasi

dalam aktivitas sehari-hari, contoh sistem nervous mengumpulkan,

menghantarkan dan mengolah informasi dari lingkungan. Sistem

muskuloskeletal mengkoordinasikan dengan sistem nervous sehingga dapat

merespon sensori yang masuk dengan cara melakukan gerakan. Gangguan

pada sistem ini misalnya karena penyakit, atau trauma injuri dapat

mengganggu pemenuhan aktivitas sehari-hari secara mendiri (Hardywinoto,

2007).

c) Fungsi Kognitif

Tingkat kognitif dapat mempengaruhi kemampuan seseorangan dalam

melakukan aktivitas sehari-hari. Fungsi kognitif menununjukan proses

menerima, mengorganisasikan dan menginterprestasikan sensor stimulus

untuk berfikir dan menyelasaikan masalah. Proses mental memberikan

kontribusi pada fungsi kognitif dapat mengganggu dalam berfikir logis dan

menghambat kemandirian dalam melakukan aktivitas sehari-hari

(Hardywinoto, 2007).

d) Fungsi Psikososial
Fungsi psikologi menunjukan kemampuan seseorang untuk mengingat

sesuatu hal yang lalu dan menamplkan informasi pada suatu cara yang

realistik. Proses ini meliputi iterkasi yang kompleks antara perilaku

interpersonal dan intrapersonal. Gangguan pada intrapersonal contohnya

akibat gangguan konsep diri atau ketidakstabilan emosi dapat mengganggu

dalam tanggung jawab keluarga dan pekerjaan. Gangguan interpersoanal

seperti masala keluarga dan pekejaan. Gangguan interpersonal seperti

masalah komunikasi, gangguan interkasi sosial atau disfungsi dalam

penampilan peran juga dapat mempengaruhi dalam pemenuhan aktivitas

sehari-hari (Hardywinoto, 2007).

e) Tingkat stres

Stres merupakan respon fisik nonspesifik terhadap berbagai macam

kebutuhan. Faktor yang dapat menyebabkan stress (Stressor), apat timbul

dari tubuh aau lingkungan atau dapat mengganggu keseimbangan tubu.

Stressor tersebut dapat berupa fisiologis injuri atau psikologi seperti

kehilangan.

f) Ritme Biologi

Ritme atau irama biologi membantu makhluk hidup mengatur lingkungan

fisik disekitarnya dan membantu homeostasis internal (keseimbangan dalam

tubuh dan lingkungan). Salah satu irama biologi yaitu irama sirkardian,

berjalan pada siklus 24 jam. Perbedaan irama sirkardian membantu

pengaturan aktivitas meliputi tidur, temperatur tubuh dan hormon. Beberapa

faktor yang ikut berperan pada iraa sirkandian diantaranya faktor


lingkungan seperti hari terang dan gelap, seperti cuaca yang mempengaruhi

aktivitas shari-hari.

g) Status Mental

Status mental menunjukkan keadaan intelektual seseorang. Keadaan status

mental akan memberi implikasi pada pemenuan kebutuan dasar individu.

Seperti yang di ungkapkan oleh Cahya yang dikutip dari Baltes, salah satu

yang dapat mempengaruhi ketidakmandirian individu dalam memenuhi

kebutuhan adalah keterbatasan status mental. Seperti halnya lansia yang

memorinya mulai menurun atau mengalami gangguan, lansia yang

mengalami aprakisa tentunya akan mengalami gangguan dalam pemenuhan

kebutuhan-kebutuhan dasarnya. (Hardywinoto, 2007).


G. Kerangka Teori
Perubahan pada lansia

H.Perubahan fisik
I. Perubahan intelektual
J. Perubahan keagamaan

Perubahan fisik :
Kemandirian lansia dalam
 Sel melakukan ADL (Activity
 Sistem Persyarafan Daily Living)
 Sistem Gastrointestinal
 Makan/minum
 Sistem Genitourinaria
 BAB/BAK
 Sistem Musculoskeletal
 Toileting
 Sistem Kardiovaskuler
 Berhias/berdandan
 Mobilisasi
 Mandi

Perubahan sistem
musculokeletal (Sendi)

Nyeri Rheumathoid Arthritis

Faktor yang memperngaruhi tingkat


kemanirian

 Faktor kesehatan
 Usia
 Jenis kelamin
 Aktivitas sosial

Sumber : Mujahidullah, 2012; Suhartini, 2004; Bruner Suddarth, 2002.


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep adalah uraian tentang hubungan antar variabel-variabel

yang terkait dengan masalah penelitian dan dibangun berdasarkan kerangka

teori/kerangka pikir atau studi sebelumnya sebagai pedoman penelitian.

Kerangka konsep merupakan bagian dari kerangka teori yang akan diteliti, untuk

mendeskripsikan secara jelas variabel yang dipengaruhi (variabel dependent)

dan variabel pengaruh (variabel independent). Kerangka konsep sebaiknya

dibuat dalam bentuk skema atau diagram, sehingga memudahkan untuk melihat

hubungan antar variabel dan analisis datanya. (Sudibyo Supardi dan Rustika,

2013).

Independen Dependen

Nyeri Rhuemathoid Arthritis Kemandirian dalam aktivitas


sehari-hari (Activity Daily
Living)

B. Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap

permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul

(Arikunto,2010).
Ha = Ada Hubungan Antara Nyeri Rheumathoid Arthritis Dengan

Kemandirian Aktivitas Sehari-Hari Pada Lansia Di Posbindu Wilayah Kerja

Puskesmas Babakansari Kota Bandung.

C. Definisi Operasional Variabel


Definisi operasional adalah uraian tentang batasan variabel yang

dimaksud atau tentang apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan

(Notoadmojo, 2012). Berdasarkan kerangka konsep diatas, maka definisi

operasionalnya adalah sebagai berikut :

Variabel Definisi operasional Alat ukur Cara ukur Hasil ukur Skala
Nyeri Penyakit RA ini Kuesioner Angket RAPS Ordinal
Rheumathoid merupakan kelainan RAPS dikatakan
Arthritis auto imun yang (Rheumathoi tinggi jika
menyebabkan d Arthritis jumlah skor ≥
inflamasi sendi yang Pain Scale) median dan
berlangsung kronik RAPS rendah
dan mengenai lebih jika jumlah
dari lima sendi skor <
(poliartritis) median.
Kemandirian Kemampuan lansia Barthel Angket 1. ≥40 = Ordinal
aktivitas sehari- untuk melakukan indeks Mandiri
hari pada lansia aktivitas sehari-hari 2. <39 =
yang mengidap atau activity of daily dibantu
Rheumathoid living (ADL) meliputi sebagian
Athritis : Makan, minum,
mandi, berjalan,
tidur, duduk, BAB,
BAK, bergerak.

D. Rancangan Penelitan

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif

korelasional, yaitu jenis penelitian yang mengungkapkan hubungan korelatif

antar variabel, kecenderungan bahwa variasi suatu variabel diikuti oleh

variasi variabel lain (Nursalam,2008). Penelitian ini untuk mengetahui


hubungan dukungan keluarga dengan kemandirian aktivitas sehari-hari pada

lansia yang memiliki penyakit Rheumathoid Athritis.

2. Pendekatan Waktu Pengumpulan Data

Pendekatan yang digunakan adalah cross sectional yaitu variabel bebas

dan variabel terikat diambil pada suatu waktu / tidak melihat hubungan antar

variabel berdasarkan perjalanan waktu (Dharma, 2011). Pengambilan data

dukungan keluarga dan data kemandirian aktivitas sehari-hari pada lansia

dilakukan secara bersamaan.

3. Populasi dan Sampel Penelitian

a) Populasi

Populasi adalah keseluruhan Obyek Penelitian atau obyek yang

diteliti (Notoadmodjo, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh

lansia yang berusia ≥60 tahun dan memiliki riwayat penyakit Rheumathoid

Athritis.

b) Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari populasi yang diteliti dan dianggap

mewakili seluruh populasi (Notoadmodjo, 2010). Dalam penelitian ini

teknik pengambilan sampel menggunakan Total Sampling, pengambilan

sampel yang dilakukan sesuai dengan ciri –ciri atau karakteristik yang

diinginkan (Arikunto,2010)
E. Instrumen Penelitian

1. Jenis Instrumen

a) Nyeri Rheumathoid Arthritis

Kuesioner RAPS ini bertujuan untuk mengidentifikasi nyeri

Rheumathoid Arthritis pada lansia an kuesioner ini dibuat oleh peneliti

yang mengacu pada empat komponen ari Rheumathoid Arthritis yaitu

komponen fisiologis, afektif, sensorik-diskriminatif, dan kognitif

(Anderson, 2011).

Kuesioner RAPS menggunakan skala Likert yang terdiri dari 5

kategori jawaban yaitu selalu, sering, kaang-kadang, jarang, tidak pernah.

Skoring jawaban selalu bernilai 5, sering bernilai 4, kaang-kaang bernilai

3, jarang bernilai 2 dan tidak pernah bernilai 1.

Skala ukur yang digunakan dalam variabel ini adalah skala ordinal.

RAPS dikatakan tinggi jika jumlah skor ≥ median dan RAPS rendah jika

jumlah skor < median.

b) Activity of daily living (ADL)

Pada pengukuran ADL lansia menggunakan Indeks Barthel dengan 1

= Mandiri, 2 = dibantu sebagian, 3 = tidak mampu. Ketergantungan total

dengan kriteria penilaian dalam kegiatan sehari-hari seperti makan atau

minum berpindah dari kursi roda ketempat tidur atau sebaliknya,

kebersihan diri, keluar masuk kamar mandi, mandi, jalan-jalan ditempat

yang datar, naik turun tangga, memakai baju, kontro BAK dan BAB.
1) Uji Validitas

Uji validitas pada instrumen penelitian tidak dilakukan dengan alasan

menggunakan instrumen yang sudah dilakukan dengan nilai korelasi

untuk dukungan keluarga 0,2816 yang artinya pertanyaan tersebut

valid (layak digunakan untuk penelitian). Dan nilai korelasi untuk

kemandirian 0,2816 hal ini menunjukan reliabel.

2) Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas pada instrumen penelitian tidak dilakukan dengan

alasan menggunakan instrumen yang sebelumnya sudah dilakukan

dengan nilai korelasi untuk dukungan keluarga 0,762 dan

kemandirian dengan nilai korelasi 0,738, hal ini menunjukan reliabel.

2. Metode pengumpulan data

Sumber data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer.

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari responden,

sedangkan metode yang digunakan untuk pengumpulan data penelitian adalah

kuesioner atau angket. Kuesioner merupakan pengumpulan data yang

dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan

tertulis kepada responden untuk dijawabnya (Sugiono,2010).

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

dengan cara memberikan kuesioner kepada lansia yang memiliki penyakit

rheumathoi arthritis.

Pengumpulan data digunakan dalam penelitian ini terdiri dari kuesioner

dukungan keluarga dan kemandirian. Kuesioner berisi tentang dukungan


keluarga menurut teori Friedman dan tingkat kemandirian pada lansia dengan

menggunakan alat ukur kemandirian lansia menurut Barthel Indeks.

Untuk memperoleh data dari responden dalam penelitian yang akan

dilakukan maka peneliti melakukan prosedur pengambilan data dengan cara

Peneliti memberikan surat izin penelitian dari kampus STIKes Dharma Husada

Bandung kepada inas Kesehatan Kota Bandung an Kesehatan Bangsa, setelah

surat turun kemudian peneliti menyerahkan surat ke Puskesmas. Surat yang

sudah iterima oleh pihak puskesmas kemudian diberikan kepada Posbindu di

wilayah kerja puskesmas kemudian menginstruksikan kader untuk membantu

peneliti dalam pengumpulan data lansia yang memiliki riwayat penyakit

Rheumathoid Athritis. Peneliti dan kader mendatangi rumah-rumah lansia yang

akan dijadikan responden penelitian ini. Kemudian lansia diberikan penjelasan

mengenai penelitian, setelah di berikan penjelasan jika lansia tersebut bersedia

untuk menjadi responden penelitian ini, lansia tersebut menandatangani surat

persetujuan untuk menjadi responden. Setelah ditandatangani pengambilan data

dilakukan dengan cara membacakan pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam

angket.

3. Teknik pengolahan data

a) Teknik Pengolahan

Menurut Notoatmodjo (2010) proses pengolahan data secara manual

pada umumnya melalui langkah-langkah sebagai berikut :

1) Penyuntingan (Editing)

Kegiatan yang dilakukan dalam penyuntingan ini adalah memeriksa

seluruh daftar pertanyaan yang dilakukan responden, dengan


memperhatikan beberapa hal dalam pemeriksaan yaitu : kesesuaian

jumlah jawaban responden dengan jumlah pertanyaan yang di ajukan,

kelengkapan pengisian daftar pertanyaan, mngecek macam isian data.

Dari data yang sudah dikumpulkan jumlah jawaban responden dengan

jumlah pertanyaan sudah sesuai.

2) Pengkodean (Coding)

Mengklasifikasi jawaban yang sudah di edit menurut macamnya.

Klasifikasi dilakukan dengan cara menandai masing amsing jawaban,

kuisioner yang telah di jawab responden dengan kode berupa angka

kemudian dimasukan kedalam lembar tabel kerja guna memudahkan

pembacaannya. Untuk kategori dukungan keluarga dibagi menjadi 4

kategori yaitu 1 = tidak pernah, 2= kadang-kadang, 3= sering, 4 =

selalu. Sedangkan untuk kategori kemandirian aktivitas sehari-hari

pada lansia dengan RA dibagi menjadi 3 kategori yaitu kode 1 mandiri,

untuk kategori ketergantungan sebagian diberi kode 2, dan kategori

ketergantungan total diberi kode 3.

 Memasukan Data (Data Entry)

Memasukan data ke dalam program komputer.

 Tabulating

Membuat tabel-tabel data, sesuai dengan tujuan penelitian atau

yang diinginkan oleh peneliti. Hasil pengolahan data dipindahkan

ke dalam komputer

 Pembersihan Data (Cleaning Data)


Apabila semua data dari setiap sumber atau responden selesai

dimasukan, perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan-

kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidak lengkapan

dan sebagainya, kemudian dilakukan pembetulan atau korelasi.

Dari data seluruh responden tidak ada data yang hilang.

4. Teknik analisa data

Setelah data terkumpul, peneliti mengolah data dengan menggunakan

rumus atau aturan yang sesuai dengan pendekatan atau desain yang

dipergunakan sehingga diperoleh suatu kesimpulan yang disebut dengan

analisa data. Analisa yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Analisa

Univariat dan Analisa Bivariat.

a) Analisa Univariat

Analisa univariat adalah analisis tiap variabel yang dinyatakan

dengan menggambarkan data dengan cara ilmiah dalam bentk tabel

atau grafik (Setiadi, 2007). Analisa Univariat bertujuan untuk

mengetahui distribusi frekuensi variabel independen (nyeri

Rheumathoid Arthritis) dan variabel independen (kemandirian

aktivitas sehari-hari) serta karakteristik lansia (usia dan jenis

kelamin) dan distribusi frekuensi lansia yang mandiri atau tergantung.

Dalam analisis ini akan di sajikan besarnya proporsi masing-masing

variabel.

Dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

P= F x 100%

N
Keterangan :

P= Jumlah presentasi yang iberi

F= Jumlah frekuensi

N= Jumlah objek yang iteliti

b) Analisa Bivariat

Analisis Bivariat digunakan untuk mengetahui kemaknaan

hubungan (membuktikan hipotesis) antara variabel dependen yaitu

kemandirian aktivitas sehari – hari pada lansia yang mengidap

Rheumathoid Athritis dan variabel independen yaitu dukungan

keluarga, maka untuk membuktikan adanya hubungan dan menguji

hipotesa kedua variabel tersebut, maka digunakan uji Chi-Square.

(𝑋 2 ) dimana uji Chi-Square digunakan dalam penelitian yang

menggunakan 2 variabel, dimana skala data kedua variabeladalah

nominal atau untuk menguji perbedaan dua atau lebih proporsi

sampel, dan rumus sebagai berikut :

(𝑓𝑜−𝑓𝑒)²
x2 = ∑ 𝑓𝑒

Keterangan :

x2 = nilai chi-kuadrat

fo = frekuensi yang di observasi (frekuensi empiris)

fe = frekuensi yang di harapkan ( frekuensi teoritis)

nilai p dapat dipergunakan untuk keputusan uji statistik, yaitu

dengan cara membandingkan nilai p dengan nilai α (alpha) < 0,05

dan 95% confidence interval, dengan ketetntuan sebagai berikut :


1) P value ≤ 0,05, maka keputusannya adalah Ho di tolak (pvalue ≤

α). Uji statistik menunjukan adanya hubungan yang signifikan.

2) p value > 0,05, maka keputusannya adalah Ho gagal di tolak

(pvalue > α). Uji statistik menunjukan tidak ada hubungan yang

signifikan.

5. Jadwal Penelitian

januari februari

minggu Minggu

NO Kegiatan 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Pengajuan judul studi pendahuluan

2 Pengumpulan data

3 Pengolahan data

4 Penyusunan laporan penelitian

6. Etika Penelitian

Memkjnurut (Notoatmodjo, 2010) etika penelitian yang harus peneliti

lakukan selama pelaksanaan penelitian yaitu :

a) Lembar Persetujuan Penelitian (informed Consent)

Peneliti memberikan informed consent (lembar persetujuan) kepada

responden yang memenuhi kriteria inklusi sebelum dilakukan penelitian.

Lembar pesetujuan diberikan dengan menjelaskan terlebih dahulu

mengenai maksud dan tujuan penelitian kepada ibu yang datang ke

posyandu (peserta) dan menandatangani lembar persetujuan (informed


consent). Responden juga dapat menolak lembar persetujuan jika tidak

setuju untuk menjadi responden.

b) Tanpa Nama (Anonimity)

Keaniniman adalah suatu jaminan kerahasiaan identitas dari responden.

Nama responden dirahasiakan, hanya dapat inisial atau kode yang dibuat

oleh peneliti untuk memudahkan dalam pengelolaan data. Pengelolaan

data dan pembahasan setadokumentasi dalam penelitian ini hanya

mencantumkan inisial responden.

c) Kerahasiaan (Confidentiality)

Setiap orang mempunyai hak-hak dasar individu termasuk privasi dan

kebebasan individu dalam memberikan informasi. Setiap orang berhak

untuk tidak memberikan apa yang diketahuinya kepada orang lain

(Notoatmodjo, 2010).

d) Keadilan (Justice)

Adanya keseimbangan manfaat dan resiko. Resiko yang mungkin dialami

oleh subyek atau relawan meliputi: fisik (biomedis), psikologis (mental)

dan sosial. Hal ini terjadi akibat penelitian, pemberian obat atau

intervensi selama penelitian.

e) Manfaan (Beneficiency)

Keharusan untuk mengusahakan manfaat sebenar-benarnya untuk

memperkecil kerugian atau resiko bagi subyek dan memperkecil

kesalahan penelitian.
DAFTAR PUSTAKA

Buffer. 2010. Rheumatoid Arthritis. Tersedia


http://www.rheumatoid_arthritis.net/download.doc diakses Pada Tanggal 10 Juli 2
018
Burnner & Suddarth, 2002. Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Christensen, kockrow. 2006. Adult Health Nursing Fifth Edition. Philadelphia : Mosby
Company
Dantes, Norman. 2012. Metode Penelitian. Yogyakarta: Andi Offset
Darmojo, 2008. Buku Ajar Geriatri. Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta
Depkes Ri. 2001, Pedoman Pembinaan kesehatan Usia Lanjut Bagi Petugas Kesehatan,
Jakarta
Friedman, M.M. , Bowden, U.R, & Jones. 2003. Buku Ajar keperawatan keluarga : Ris
et, Teori dan Praktisi. Jakarta : Buku kedokteran EGC
Hurlock, Elizabeth B. 1980. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga
Longo. 2012, Harrison’s Principle Of Internal Medicine Ed. 1 Chapter 231 : Rheumato
id Arthritis. Mc Graw-Hill Companies, Inc. USA
Marylin, M.Fredman, 2010, Buku ajar Keperawatan Keluarga, Jakarta EGC
Nugroho, W. 2008.Gerontik dan Geriatik. EGC: Jakarta
Nursalam. 2013. Konsep Penerapan Metodologi Penelitian ilmu keperawatan Edisi 3. J
akarta : Salemba Medika
Noorkasiani, Tamher S, 2009, kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan Keper
awata, Jakarta, Salemba Medika
Notoatmodjo, S. 2010, Metode penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Setiadi. 2008. Keperawatan keluarga. EGC. Jakarta
Setiadi. 2007. Konsep dan Penulisan Riset keperawatan. Yogyakarta: Graha llmu
Stanley, M. & Beare, P. 2006. Alih Bahasa Nety Juniarti, Sari Kurnianingsih. Buku Ajar
Keperawatan Gerontik Edisi 2. Jakarta: EGC
Sugiyono. 2010. Statistia Untu Penelitian. Bandung: Alfabeta
Potter, P. A & Perry, A. G. 2005. Fundamental keperawatan : konsep, Proses dan prakt
ek. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai