Anda di halaman 1dari 39

PROPOSAL SKRIPSI

“ HUBUNGAN PERAN KELUARGA DAN TINGKAT KEMANDIRIAN DALAM


PEMENUHAN ACTIVITY DAILY LIVING (ADL) PADA LANSIA YANG
MENGALAMI DEMENSIA DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT SANTO
YUSUP “

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Metodologi Penelitian

Oleh :

Iis Adiningsih

40120123025K

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN (RPL)


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SANTO BORROMEUS
2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebutkan terdapat 727 juta orang berusia
65 tahun ke atas pada tahun 2020. Jumlah ini akan meningkat dua kali lipat menjadi 1,5
miliar pada tahun 2050. Secara keseluruhan, jumlah lansia di dunia akan terus meningkat,
proporsi penduduk lanjut usia di dunia pada tahun 2019 mencapai 13,4%, pada tahun
2050 diperkirakan sebesar 25,3% dan pada tahun 20100 diperkirakan sebesar 35,1%dari
total penduduk (WHO, 2019).
Menurut Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil),
terdapat 30,16 juta jiwa penduduk lanjut usia (lansia) di Indonesia pada tahun
2021. Penduduk lansia adalah mereka yang berusia 60 tahun ke atas. Kelompok ini
porsinya mencapai 11,01% dari total penduduk Indonesia yang berjumlah 273,88
juta jiwa. Dapat dikatakan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara berkembang
yang mulai memasuki era penduduk menua (ageing population). Hal ini senada
dengan pernyataan Soeweno (Kemenkes RI, 2019) yang menyatakan bahwa suatu
negara dikatakan berstruktur tua jika mempunyai populasi lansia di atas 7%.
Penduduk lanjut usia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Dalam
hampir 5 dekade, proporsi lansia di Indonesia meningkat kira-kira 2x lipat (1971-2020),
yaitu 9,92% (26 juta), di mana lansia wanita melebihi jumlah pria sekitar sepertiga ratus
(10,3% : 9,2%). Indonesia mengalami peningkatan jumlah penduduk lanjut usia, dari 18
juta orang (7,56%) pada tahun 2010 menjadi 25,9 juta orang (9,7%) pada tahun 2019, dan
diperkirakan akan terus bertambah., pada tahun 2035, jumlah ini akan menjadi 48,2 juta.
Penyakit atau gangguan umum yang sering terjadi pada lansia salah satunya yaitu
demensia. Demensia merupakan suatu istilah umum yang digunakan untuk
menggambarkan kerusakan fungsi kognitif global yang biasanya bersifat progresif dan
akan mempengaruhi aktivitas sosial dan okupasi yang normal (Wulandari, n.d.). Penyakit
atau gangguan umum pada lansia salah satunya demensia, dimana gejalanya akan
terjadinya kemunduran kognitif yang semakin parahnya, sehingga dapat menganggu
aktivitas dan kegiatan sosial lainnya. Kejadian tersebut dapat membuat penderita tidak
mampu melaksanakan kegiatan seperti biasanya karena adanya penurunan memori dan
daya ingat yang membuatnya semakin melemah (Nugroho, 2019).
Demensia digunakan untuk menggambarkan kerusakan fungsi kognitif global yang
biasanya bersifat progresif yang dapat mempengaruhi aktivitas sosial dan okupasi yang
normal maupun aktivitas sehari-hari. Demensia juga dapat mempengaruhi kemampuan
aktivitas fisik maupun aktivitas seharihari karena dipengaruhi dengan kumpulan gejala
yang ada seperti: penurunan fungsi kognitif, perubahan mood, dan tingkah laku
(Suryantoro, 2019). Aktivitas sehari-hari (activity daily living) maupun aktivitas fisik
dapat menstimulasi faktor pertumbuhan neuron yang memungkinkan, banyak perubahan-
perubahan yang terjadi pada lansia, diantaranya perubahan-perubahan tubuh, otot, tulang
dan sendi, sistem kardiovaskuler, respirasi, dan kognisi. Kurangnya aktivitas sehari-hari
merupakan faktor resiko untuk penyakit kronis dan secara keseluruhan diperkirakan dapat
menyebabkan kematian secara global (Mulyadi dkk, 2020).
Data dari World Health Organization (WHO) dan Alzheimer’s Disease
International Organization menjelaskan bahwa jumlah total orang yang mengalami
demensia di seluruh dunia pada tahun 2019 mencapai 47,5 juta dan berjumlah 22 juta
jiwa yang kebanyakan terdapat di Negara Asia. Di Negara maju seperti Amerika Serikat
saat ini didapatkan lebih dari 4 juta jiwa usia lanjut mengalami demensia. Jumlah ini akan
terus meningkat 4 kali pada tahun 2050. Total kasus demensia setiap tahun diseluruh
dunia berkisar sebanyak 7,7 juta yang artinya setiap 4 detik terdapat 1 kasus demensia
yang diperkirakan akan terus meningkat menjadi 75,6 juta pada tahun 2030 dan 135,5
juta pada tahun 2050 (WHO, 2019). Penderita yang mengalami penyakit demensia di
Indonesia pada tahun 2019 mencapai 1,5 juta orang (Kemenkes, 2020).
Acitivity of Daily Living (ADL) secara fisik, yaitu mengenai kegiatan sehari-
hari terhadap diri sendiri, misalnya: makan, minum, berpakaian, mandi, buang air
besar/buang air kecil, bangun tidur, berjalan, dan berlari. Kemampuan sehari-hari
merupakan aktivitas melakukan pekerjaan rutin sehari-hari dan merupakan aktivitas
pokok bagi perawatan diri.
Kemampuan aktivitas sehari-hari merupakan salah satu alat ukur untuk menilai
kemampuan fungsional seseorang dengan menanyakan aktivitas kegiatan sehari-hari,
untuk mengetahui lansia yang membutuhkan pertolongan orang lain dalam
melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari atau dapat melakukan secara mandiri
(Ekasari et al., 2021).
Kemandirian pada lansia merupakan kemampuan lansia untuk melakukan
sesuatu fungsi psikomotor yakni meliputi gerakan, tindakan, serta koordinasi.
Seiring dengan menurunnya tingkat kemandirian, tidak jarang lansia yang berkurang
kemampuan untuk melakukan mobilisasi, berkurangnya kemampuan berperilaku
hidup bersih dan sehat, berkurangnya minat terhadap makan, serta berkurangnya
kemampuan aktivitas fisik dan kemampuan sosialisasi dengan lingkungan. Adanya
penurunan fungsi pada tingkat kemandirian serta psikomotor tersebut
menyebabkan lansia mengalami suatu perubahan dari sisi aspek psikososial. Hal ini
tentunya dikaitkan dengan kepribadian lansia Sartika & Noviyani, 2020).
Salah satu faktor yang dapat menyebabkan ADL pada lansia akan mengalami
penurunan ketika terjadi penurunan kesehatan. Penurunan kesehatan yang terjadi akan
menyebabkan terjadinya keterbatasan fisik yang dialami oleh lansia dan hal ini
tentunya akan berdampak terhadap kemampuan lansia dalam melakukan pemenuhan
ADLsehingga lansia pada umumnya akan mengalami ketergantungan. Unsur
terpenting dalam membantu kemandirian lansia dalam melakukan pemenuhan ADL
yaitu dengan memberikan dukungan dari keluarga. Apabila ketergantungan pada
lansia tidak mendapatkan dukungan dari keluarga maka lansia akan sulit untuk
melakukan pemenuhan ADL karena kurangnya kemampuan serta adanya imobilitas
fisik pada lansia sehingga masalah inilah yang sering di jumpai pada lansia.
Peran keluarga didefinisikan sebagai perilaku berulang yang dilakukan oleh
anggota keluarga untuk melakukan fungsi keluarga. Ada sejumlah fungsi yang dilakukan
secara terus-menerus oleh anggota keluarga untuk memelihara system yang efisien dan
sehat dalam keluarga (Saragih et al., 2022).

Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap


anggotanya. Ikatan kekeluargaan yang kuat akan sangat membantu lansia ketika
menghadapi suatu masalah dikarenakan keluarga merupakan orang terdekat dengan
lansia. Keluarga memiliki beberapa dimensi dukungan yaitu: dukungan informasi,
dukungan penilaian, dukungan instrumental dan dukungan emosional.
Dalam hal ini terdapat lansia yang mengalami penurunan kemandirian dimana
hal ini disebabkan karena tidak terpenuhinya peran keluarga. Asumsi peneliti peran
keluarga yang tidak memenuhi dapat terlihat bahwa kurangnya perhatian keluarga
terhadap responden, dimana keluarga sibuk dengan pekerjaannya sehingga kurang
memperhatikan responden dalam melakukan aktifitas sehari-hari. Selain itu
seharusnya keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya
mengembangkan kesehatan anggota keluarganya (Madoni, 2022).
Mengingat keluarga memegang peranan penting dalam pemenuhan kebutuhan
ADL lansia,sementara belum tentu semua keluarga sudah mengerti bahkan
memahami bentuk dukungan keluarga yang semestinya seperti apa yang dapat
membantu lansia dalam pemenuhan ADL maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian ini. Adapun novelty (kebaharuan) dalam penelitian ini yakni peneliti tertarik
untuk mengidentifikasi dimensi dukungan keluarga yang seperti apa yang diperlukan
oleh lansia yang mengalami demensia dalam pemenuhan kebutuhan ADL.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas ada upaya untuk keluarga mengambil peran dalam
mengatasi masalah pada lansia yang mengalami demensia untuk pemenuhan Activity
Daily Living (ADL). Sehingga peneliti tertarik untuk menganalisis “ Bagaimana
Hubungan Peran Keluarga Dan Tingkat Kemandirian Dalam Pemenuhan Activity
Daily Living (Adl) Pada Lansia Yang Mengalami Demensia ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui peran keluarga dan tingkat kemandirian pada lansia yang
mengalami demensia dalam pemenuhan Activity Daily Living (ADL) di Rumah
Sakit Santo Yusup.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengidentifikasi peran keluarga pasien lansia di Rumah Sakit
Santo Yusup
b. Untuk mengidentifikasi kemandirian lansia yang mengalami demensia
dalam pemenuhan akitivitas sehari-hari.
c. Untuk mengetahui Hubungan Peran Keluarga Dan Tingkat Kemandirian
Dalam Pemenuhan Activity Daily Living (Adl) Pada Lansia Yang
Mengalami Demensia.
D. Manfaat Penelitian
1. Akademis
Untuk memberikan pengetahuan dan manfaat dalam bidang hubungan Peran Keluarga
Dan Tingkat Kemandirian Dalam Pemenuhan Activity Daily Living (Adl) Pada Lansia
Yang Mengalami Demensia
2. Praktis
Diharapkan dapat menjadi evaluasi dan masukan yang posistif pada lansia yang
mengalami demensia dan upaya meningkatkan kemandirian lansia dalam pemenuhan
aktivitas sehari-hari.
3. Sosial
Dapat menambah pengetahuan dan wawasan dalam upaya meningkatkan kemandirian
dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari pada lansia yang mengalami demensia.
E. Ruang Lingkup
1. Tempat dan Waktu
Penelitian ini di lakukan di ruang rawat inap Rumah Sakit santo yusup, sejak bulan
September 2023 sampai dengan 2024.
2. Sample
Sample / responden yaitu pasien lansia dan keluarga.
3. Metode
4. Analisis

.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Landasan Teori
Memasuki masa lanjut usia merupakan fase yang pasti akan dilewati oleh setiap
manusia. Secara alamiah, setiap manusia akan mengalami fase tersebut. Lansia merupakan
suatu periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu periode dimana ketika seseorang
sudah beranjak jauh dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan atau berganti waktu dari
yang penuh bermanfaat (Akbar et al. 2021). Penuaan merupakan hal yang normal yang diikuti
perubahan fisik dan juga tingkah laku yang bisa terjadi pada semua orang saat mereka sudah
mencapai usia pada perkembangan kronoglis tertentu (Kusumawardani and Andanawarih
2018).
Individu yang memasuki masa lanjut usia menghadapi berbagai perubahan, baik
masalah fisik maupun masalah psikis. Masa lansia ditandai dengan perubahan yang dialami
antara lain tumbuhnya uban, kulit yang mulai keriput, berat badan menurun, tanggalnya gigi
sehingga sulit makan. Selain itu, terdapat pula perubahan-perubahan yang mempengaruhi
kehidupan psikologis lansia seperti perasaan dikucilkan, tidak lagi dibutuhkan, tidak
manusiawi untuk menerima kenyataan baru dan perubahan terkait interaksi lansia dengan
lingkungan sosial.
Dengan bertambahnya usia, fungsi fisiologis mengalami penurunan akibat proses
degeneratif (penuaan), sehingga penyakit tidak menular banyak muncul pada lanjut usia.
Penyakit terbanyak pada lanjut usia berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 adalah
penyakit kardiovasuler, artritis, Stroke, masalah gigi dan mulut, penyakit paru obstruktif
menahun, kanker, osteoporosis, demensia/ alzheimer dan diabetes mellitus. Sementara itu
dengan bertambahnya usia, gangguan fungsional akan meningkat dengan ditunjukkan
terjadinya disabilitas. Dilaporkan bahwa disabilitas ringan yang diukur berdasarkan
kemampuan melakukan aktivitas hidup sehari-hari atau Activity of Daily Living (ADL)
(Sumber Riskesdas 2013)
Masalah kesehatan yang terjadi pada lansia, salah satu nya adalah demensia, karena
demensia salah satu penyakit yang sering kali dialami oleh lansia dan menjalankan aktivitas
kehidupan sehari-hari.
1. Konsep Demensia pada Lansia

Data dari World Health Organization (WHO) dan Alzheimer’s Disease


International Organization menjelaskan bahwa jumlah total orang yang mengalami
demensia di seluruh dunia pada tahun 2019 mencapai 47,5 juta dan berjumlah 22 juta
jiwa yang kebanyakan terdapat di Negara Asia. Di Negara maju seperti Amerika Serikat
saat ini didapatkan lebih dari 4 juta jiwa usia lanjut mengalami demensia. Jumlah ini akan
terus meningkat 4 kali pada tahun 2050. Total kasus demensia setiap tahun diseluruh
dunia berkisar sebanyak 7,7 juta yang artinya setiap 4 detik terdapat 1 kasus demensia
yang diperkirakan akan terus meningkat menjadi 75,6 juta pada tahun 2030 dan 135,5
juta pada tahun 2050 (WHO, 2019). Penderita yang mengalami penyakit demensia di
Indonesia pada tahun 2019 mencapai 1,5 juta orang (Kemenkes, 2020).
Demensia bisa terjadi karena dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor yang
mempengaruhi demensia terbagi menjadi dua yaitu: faktor yang dapat dimodifikasi dan
faktor yang tidak dimodifikasi. Faktor yang dapat di modifikasi seperti hipertensi, gaya
hidup, diabetes melitus, asam folat dan vitambin B. Sedangkan, faktor yang tidak
dimodifikasi seperti: faktor usia, jenis kelamin, genetik dan riwayat penyakit keluarga
(PERDOSSI, 2015).
Di Indonesia orang awam sering menganggap bahwa demensia ini
merupakan gejala yang normal pada setiap orang tua. Padahal demensia adalah
suatu gangguan intelektual atau daya ingat yang umumnya progresif. Biasanya ini
sering terjadi pada orang yang berusia >65 Tahun. Masyarakat menganggap bahwa
setiap orang tua mengalami gangguan atau penurunan daya ingat adalah suatu proses
yang normal saja. Anggapan ini harus dihilangkan dari pandangan masyarakat kita
yang salah.
2. Demensia pada Lansia
a. Defenisi Lansia
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), lanjut usia digolongkan menjadi 4
(empat), yaitu: Usia pertengahan (middle age = 45-59 tahun) Lanjut usia (elderly = usia
60-74 tahun) Lanjut usia tua (old = 75-90 tahun).
Lansia secara perlahan akan mengalami penurunan jaringan, sehingga lansia
sangat beresiko terserang penyakit, mudah terserang infeksi dan gangguan dari luar
(Padila, 2013). Menurut Darmanto (2015) mayoritas lansia berumur 60-74 tahun akan
mulai mengalami perubahan fisik maupun psikis. Kondisi kesehatan fisik akan
mengalami kemunduran sejak memasuki fase lansia (Kundari, 2013)

Lanjut Usia adalah suatu proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk


memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya secara
perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki
kerusakan yang terjadi (Constantinides, 1994 dalam Taat Sumedi, 2016). Lansia dapat
juga diartikan sebagai menurunnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan
mempertahankan struktur serta fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan
terhadap jejas (Darmojo, 2015).

Lansia sebagai bagian dari proses tumbuh kembang manusia merupakan


kelompok umur yang telah memasuki tahapan akhir fase kehidupan. Adanya anggapan
menjadi tua identik dengan semakin banyaknya lansia yang akan mengalami masalah
kesehatan, sehingga seringkali keberadaan lansia dianggap sebagai beban keluarga dan
masyarakat. Lansia menurut World Health Organisation (WHO) adalah seseorang telah
memasuki usia 60 tahun ke atas (Depkes, 2016).

Lanjut usia adalah kelompok manusia yang berusia 60 tahun ke atas, lanjut usia
juga merupakan sebagai seseorang yang digolongkan ke kelompok usia lanjut yang
berpedoman pada usia dan lazimnya bila dia menginjak usia 50- 60 tahun (Suyarno
2016).

Menua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Proses
menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu
tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua 20 merupakan proses
alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupan yaitu anak, dewasa
dan tua (Kholifah, 2016).

Lansia merupakan tahap akhir dari proses penuaan. Proses menjadi tua akan
dialami oleh setiap orang. Masa tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir,
dimana pada masa ini seseorang akan mengalami kemunduran fisik, mental dan social
secara bertahap sehingga tidak dapat melakukan tugasnya sehari-hari (tahap penurunan).
Penuaan merupakan perubahan kumulatif pada makhluk hidup, termasuk tubuh,
jaringan dan sel, yang mengalami penurunan kapasitas fungsional. Pada manusia,
penuaan dihubungkan dengan perubahan degeneratif pada kulit, tulang, jantung,
pembuluh darah, paru-paru, saraf dan jaringan tubuh lainnya. Dengan kemampuan
regeneratif yang terbatas, mereka lebih rentan terkena berbagai penyakit, sindroma dan
kesakitan dibandingkan dengan orang dewasa lain (Kholifah, 2016).

b. Perubahan-perubahan Yang Terjadi Pada Lanjut Usia

Menurut Qasim (2021), perubahan yang terjadi pada lansia suatu proses yang
tidak dapat dihindari yang berlangsung secara terus menerus dan berkesinambungan
yang selanjutnya menyebabkan perubahan fisik dan fungsi, perubahan mental,
perubahan psikososial, perkembangan spiritual dan dampak kemunduran. Perubahan
pada lanjut usia, diantaranya yaitu:

1) Perubahan fisik
Dengan bertambahnya usia, wajar saja nilai kondisi dan fungsi tubuh pun
makin menurun. Tak heran bila pada usia lanjut, semakin banyak keluhan yang
dilontarkan karena tubuh tidak lagi mau bekerja sama dengan baik seperti kala muda
dulu. Menjadi tua membawa pengaruh serta perubahan menyeluruh baik fisik, sosial,
mental dan moral spiritual yang keseluruhannya saling kait mengait antara satu
bagian dengan bagian lainnya. Secara umum, menjadi tua ditandai oleh kemunduran
biologis yang terlihat sebagai gejala kemunduran fisik, antara lain: kulit mulai
mengendur dan wajah mulai keriput serta garis-garis yang menetap, rambut kepala
mulai memutih atau beruban, gigi mulai lepas, penglihatan berkurang, mudah lelah
dan mudah jatuh, mudah terserang penyakit, nafsu makan menurun, penciuman
mulai berkurang, gerakan lambat, kurang lincah dan pola tidur berubah.
2) Perubahan fisiologis lanjut usia pada sel
Sel mengalami perubahan diantaranya jumlah sel menurun/lebih sedikit,
ukuran sel lebih besar, jumlah cairan tubuh dan cairan intraseluler berkurang.
Proporsi protein di otot, otak, ginjal darah dan hati menurun, mekanisme perbaikan
sel terganggu, otak menjadi atrofi beratnya berkurang 5-10% dan jumlah sel otak
menurun lekukan otak akan menjadi lebih dangkal dan melebar.
3) Perubahan fisiologis lanjut usia pada sistem pernafasan
Perubahan seperti hilangnya silia dan menurunnya refleks, batuk dan muntah
mengubah keterbatasan fisiologis dan kemampuan perlindungan pada sistem
pulmonal, atrofi otot-otot pernapasan dan penurunan kekuatan otot-otot dapat
meningkatkan resiko keletihan otot pernafasan pada lansia, alveoli menjadi kurang
elastis dan lebih berserabut serta berisi kapiler-kapiler yang kurang berfungsi
sehingga oksigen tidak dapat memenuhi permintaan tubuh.
4) Perubahan fisiologis lanjut usia pada sistem pendengaran
Gangguan pendengaran, hilangnya daya pendengaran pada telinga dalam,
terutama terhadap bunyi suara atau nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit
mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas umur 65 tahun. Membran timfani
menjadi otoskloresis, terjadi pengumpulan serumen dan mengeras karena peningkatan
keratin, tinnitus dan vertigo.
5) Perubahan fisiologis lanjut usia pada sistem penglihatan
Sfingter pupil sclerosis dan hilangnya respon terhadap sinar kornea lebih
berbentuk sferis (bola), lensa menjadi buram, menjadi katarak, meningkatnya
ambang pengamatan, daya akomodasi menurun, lapang pandang menurun serta
sensitifnya terhadap warna.
6) Perubahan fisiologis lanjut usia pada sistem kardiovaskuler
Katup jantung menebal dan menjadi kaku, elastisitas dinding aorta menurun,
kemampuan jantung memompa darah menurun, curah jantung menurun, kehilangan
elastisitas pembuluh darah, kinerja jantung lebih rentan terhadap kondisi dehidrasi
dan perdarahan, tekanan darah perifer meningkat.
7) Perubahan fisiologis lanjut usia pada sistem pengaturan suhu tubuh
Pada pengaturan suhu tubuh, hipotalamus dianggap bekerja sebagai suatu
termostap, yaitu menetapnya suatu suhu tertentu, temperatur tubuh menurun.
8) Perubahan fisiologis lanjut usia pada sistem persyarafan
Menurunnya hubungan persyarafan, berat otak menurun 10- 20% saraf panca
indera mengecil, kurang sensitif terhadap sentuhan, respon dan waktu untuk bereaksi
lambat terhadap stress, defisit memori. Berat otak 350 gram pada saat kelahiran,
kemudian meningkatkan menjadi 1.375 pada usia 20 tahun, berat otak mulai
menurun pada usia 45-5- tahun penurunan ini kurang dari lebih 11% berat maksimal.
9) Perubahan fisiologis lanjut usia pada sistem pencernaan
Kehilangan gigi penyebab utama, indera pengecap menurun, rasa lapar
menurun, asam lambung dan waktu pengosongan lambung menurun, peristaltik
melemah sehingga bisa menyebabkan konstipasi, fungsi absorbsi menurun, hati
semakin mengecil dan tempat penyimpanan menurun, aliran darah berkurang.
10) Perubahan fisiologis lanjut usia pada sistem reproduksi
Pada wanita selaput lendir pada vagina menurun atau kering, menciutnya
ovarium dan uterus, atrofi payudara, penghentian reproduksi ovum pada saat
menopause. Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi sperma, penurunan
sperma berangsur-angsur dan dorongan seks menetap sampai usia di atas 70 tahun
asalkan kondisi kesehatan baik, hubungan seks teratur membantu mempertahankan
kemampuan seks.
11) Perubahan fisiologis lanjut usia pada sistem perkemihan
Ginjal mengecil, aliran darah ke ginjal menurun, dan fungsi tubulus
menurun sehingga kemampuan mengkonsentrasi urin juga ikut menurun.
12) Perubahan fisiologis lanjut usia pada sistem integumen
Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak, kulit kusam,
respon trauma menurun, kulit kepala dan rambut menipis, pertumbuhan kuku
lambat, timbul bercak pigmentasi pada permukaan kulit tampak bintik coklat,
jumlah dan fungsi kelenjar keringat berkurang.
13) Perubahan fisiologis lanjut usia pada sistem musculoskeletal
Tulang kehilangan cairan dan semakin rapuh, kekuatan dan stabilitas
tulang menurun, kartilago penyangga rusak dan aus, gerakan lutut dan pinggang
terbatas, sendi kaku, tendon mengerut dan mengalami sclerosis, jalan terganggu,
diskus intervertebralis menipis dan menjadi pendek, penurunan kekuatan otot yang
disebabkan oleh penurunan massa otot, sel otot yang mati digantikan oleh jaringan
ikat dan lemak.
14) Perubahan mental
Di bidang mental atau psikis pada lanjut usia, perubahan dapat berupa
sikap yang semakin egosentrik, mudah curiga, bertambah pelit atau tamak bila
memiliki sesuatu, yang perlu dimengerti adalah sikap umum yang ditemukan pada
hampir setiap lanjut usia, yakni keinginan berumur panjang, tenaganya sedapat
mungkin dihemat, mengharapkan tetap diberi peranan dalam masyarakat, ingin
tetap mempertahankan hak dan hartanya dan ingin tetap berwibawa. Faktor yang
mempengaruhi perubahan mental yaitu perubahan fisik, khususnya organ perasa,
kesehatan umum, tingkat pendidikan, keturunan (hereditas), dan lingkungan.
a) Kenangan (memori)
Kenangan jangka panjang, beberapa jam sampai beberapa hari yang lalu dan
mencakup beberapa perubahan, kenangan jangka pendek atau skala (0-10
menit), kenangan buruk bisa ke arah demensia.
b) Intelegentia Quation (IQ)
IQ tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal.
Penampilan, persepsi, dan keterampilan psikomotor berkurang. Terjadi
perubahan pada daya membayangkan karena faktor waktu.
15) Perubahan psikososial
Perubahan psikososial pada lansia sering diukur dengan nilai melalui
produktivitasnya dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan. Bila mengalami
pensiun (purna tugas), seseorang akan mengalami kehilangan, antara lain:
kehilangan finansial (pendapatan berkurang), kehilangan status, kehilangan teman,
kehilangan pekerjaan dan kegiatan sehingga merasa sadar akan kematian,
kekurangan ekonomi, adanya penyakit, timbul kesepian, adanya gangguan saraf dan
panca indera, gangguan gizi, rangkaian kehilangan kekuatan dan ketegapan fisik.
16) Perubahan spiritual
Agama atau kepercayaan semakin terintegrasi dalam kehidupan, lanjut usia
semakin matur dalam kehidupan keagamaannya hal ini terlihat dalam berpikir
sehari-hari dan pada usia 70 tahun perkembangan yang dicapai pada tingkat ini
adalah berfikir dan bertindak dengan cara memberi contoh cara mencintai dan
keadilan.
c. Klasifikasi Lansia

Batasan umur lansia menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) tahun 2013 lanjut usia
meliputi:

1) Usia pertengahan (middleage), ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.

2) Lanjut usia (elderly), antara 60 sampai 74 tahun.

3) Lanjut usia tua (old), antara 75 sampai 90 tahun.

4) Usia sangat tua (very old), diatas 90 tahun

d. Karakteristik Lansia

Menurut pusat data dan informasi, kementrian kesehatan RI (2016), karakteristik


lansia dapat dilihat berdasarkan kelompok berikut ini :

1) Jenis kelamin
Lansia lebih didominasi oleh jenis kelamin perempuan. Artinya, ini menunjukan bahwa
harapan hidup yang paling tinggi adalah perempuan.
2) Status perkawinan
Penduduk lansia ditilik dari status perkawinannya sebagian besar berstatus kawin 60%
dan cerai mati 37%.
3) Living arrangement
Angka beban tanggungan adalah angka yang menunjukan perbandingan banyaknya
orang tidak produktif (umur 65 tahun) dengan orang berusia produktif (umur 15-64
tahun). Angka tersebut menjadi cermin besarnya beban ekonomi yang harus ditanggung
penduduk usia produktif untuk membiayai penduduk usia nonproduktif.
4) Kondisi kesehatan
Angka kesakitan merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur
derajat kesehatan penduduk. Angka kesakitan bisa menjadi indikator kesehatan negatif.
Artinya, semakin rendah angka kesakitan menunjukan derajat kesehatan penduduk yang
semakin baik.
e. Pengertian demensia
Demensia adalah kondisi yang dikarakteristikkan dengan hilangnya kemampuan
intelektual yang cukup menghalangi hubungan sosial dan fungsi kerja dalam
kehidupan sehari-hari. Demensia ditandai dengan menurunnya fungsi kognitif seperti
melemahnya daya ingat (memory), kesulitan berbahasa, gagal melakukan aktifitas
yang memiliki tujuan, kesulitan mengenal benda-benda atau orang, serta pada keadaan
lebih lanjut akan terjadi gangguan berhubungan sosial disertai adanya gangguan fungsi
eksekutif termasuk kemampuan membuat rencana, mengatur sesuatu, mengurutkan
dan daya abstraksi (Asrosi, 2014).
Demensia adalah sindrom klinis yang meliputi hilangnya fungsi intelektual dan
memori yang sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi hidup sehari-hari.
Penurunan fungsi kognitif yang berujung pada demensia menyebabkan lansia
menjadi tidak produktif sehingga memunculkan problem dalam kesehatan
masyarakat dan tentunya berdampak pada bertambahnya pembiayaan keluarga,
masyarakat dan pemerintah (Moeloek, 2016).
Demensia adalah suatu sindrom akibat penyakit otak, biasanya bersifat kronik
atau progresif serta terdapat gangguan fungsi luhur. Jenis demensia yang paling
sering dijumpai yaitu demensia tipe Alzheimer, termasuk daya ingat, daya
pemahaman, berhitung, kemampuan belajar, berbahasa, dan daya kemampuan
menilai. Kesadaran tidak berkabut dan biasanya disertai rendahnya fungsi kognitif,
ada kalanya diawali oleh kemorosotan (deterioration) dalam pengendalian emosi,
prilaku sosial, atau motivasi, sindrom ini terjadi pada penyakit Alzheimer, pada
penyakit serebrovaskuler, dan pada kondisi lain yang secara primer atau sekunder
mengenai otak (Nisa & Lisiswanti, 2016)
Demensia adalah suatu kondisi medis dimana terjadi penurunan kemampuan
kognitif seseorang dibandingkan beberapa bulan atau tahun sebelumnya. Orang
dengan demensia mengalami berbagai jenis kesulitan kemampuan kognitif,
seperti memori, bahasa, perhatian, orientasi, penilaian, dan perencanaan
(Arvanitakis dan Bennett, 2020)
f. Faktor Risiko Terjadinya Demensia
Menurut (Priastama,2020) faktor yang memengaruhi terjadinya demensia sebagai berikut:

1) Usia (lansia)
Usia 71-80 tahun menunjukkan peningkatan risiko mengalami demensia. Peran usia
sebagai faktor risiko demensia telah disorot dalam beberapa penelitian. Faktanya,
prevalensi demensia meningkatpenting seiring bertambahnya usia sebagaimana diamati
dalam pengaturan klinis dan selama studi populasi. Beberapa penurunan fungsi tubuh
akibat menua menunjukkan hubungannya dengan kejadian demensia.
2) Hipertensi

Hipertensi usia pertengahan dan hipertensi usia lanjut adalah faktor risiko yang signifikan
untuk timbulnya dementia vaskular pada usia lanjut. Penelitian menunjukkan kerusakan
materi otak dengan gangguan kognitif terkait dengan status hipertensi jangka
panjang.Dengan demikian, kontrol TD yang ketat termasuk selama tidur dapat memiliki
efek neuroprotektif pada otak, dan dengan demikian mencegah timbulnya demensia.
Hipertensi secara signifikan terkait dengan peningkatan insiden demensia di kalangan
pria.

3) Kebiasaan merokok
Merokok didefinisikan sebagai faktor risiko jika subjek merokoktiga bidis per hari
selama minimal 1 tahun. Sebuah meta-analisis lebih dari 37 penelitian dibuat untuk
menilai korelasi antara merokok dan demensia. Ditetapkan bahwa perokok menunjukkan
peningkatan risiko demensia. Kebiasaan dari merokok dan minum alkohol secara teratur
pada usia paruh baya memiliki dampak yang jauh lebih kuat daripada faktor individu
pada risiko gangguan kognitif pada usia lanjut. Merokok di usia tua semakin
meningkatkan terjadinya demensia.
4) Penderita diabetes
Diabetes menjadi salah satu faktor risiko demensia yang merupakan efek dari
kardiometabolik. Antisipasi diabetes menunjukkan bahwa terjadi penurunan tingkat
kejadian demensia. Diabetes menjadi faktor risiko yang sering dijumpai pada lansia
dengandemensia 12
5) Depresi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa depresi adalah faktor risiko komorbiditas kunci
untuk demensia. Riwayat depresi selama sekitar 10 tahun menjadi faktor risiko terjadinya
demensia, tetapi riwayat depresi yang memiliki durasi bulan ke tahun, relatif kurang
signifikan.
2) Stroke
Penderita demensia dalam beberapa kasus ditemukan memilikiriwayat stroke meski
prevalensinya tidak terlalu tinggi. Penderita stroke memiliki risiko lebih tinggi terkena
gangguan kognitif. Kerusakan jaringan akut dapat mempengaruhi kognisi yang
berdampak pada terjadinya demensia
3) Penyakit arteri koroner
Penyakit vaskuler (penyakit arteri koroner) menjadi risiko tinggi terhadap kejadian
demensia. Penyakit ini akan berdampak pada penurunan fungsi kognitif yang berujung
pada terjadinya demensia
4) Pendidikan
Pendidikan yang rendah menjadi faktor risiko untuk mempercepat penurunan ingatan dan
terjadinya demensia. Dampaknya akan lebih terasa ketika berada pada usia lanjut.
Penelitian lainnya juga menemukan keterkaitan pendidikan dengan kejadian demensia,
meski tidak terlalu signifikan.
g. Gejala Demensia
Tanda dan Gejala Menurut Asrori dan putri (2014), menyebutkan ada beberapa
tanda dan gejala yang dialami pada Demensia antara lain :
1) Kehilangan memori
Tanda awal yang dialami lansia yang menderita demensia adalah lupa tentang
informasi yang baru di dapat atau di pelajari, itu merupakan hal biasa yang diamali
lansia yang menderita demensia seperti lupa dengan pentujuk yang diberikan, nama
maupun nomer telepon, dan penderita demensia akan sering lupa dengan benda dan
tidak mengingatnya.
2) Kesulitan dalam melakukan rutinitas pekerjaan
Lansia yang menderita Demensia akan sering kesulitan untuk menyelesaikan
rutinitas pekerjaan sehari-hari. Lansia yang mengadalami Demensia terutama
Alzheimer Disease mungkin tidak mengerti tentang langkahlangkah dari
mempersiapkan aktivitas sehari-hari seperti menyiapkan makanan, menggunkan
perlatan rumah tangga dan melakukan hobi.
3) Masalah dengan bahasa
Lansia yang mengalami Demensia akan kesulitam dalam mengelolah kata
yang tepat, mengeluarkan kat-kata yang tidak biasa dan sering kali membuat kalimat
yang sulit untuk di mengerti orang lain.
4) Disorientasi
Waktu dan tempat Mungkin hal biasa ketika orang yang tidak mempunyai
penyakit Demensia lupa dengan hari atau diaman dia berada, namun dengan lansia
yang mengalami Demensia akan lupa dengan jalan, lupa dengan dimana mereka
berada dan baimana mereka bisa sampai ditempat itu, serta tidak mengetahui
bagaimana kebali kerumah.
5) Tidak dapat mengambil keputusan
Lansia yang mengalami Demensia tidak dapat mengambil keputusan yang
sempurna dalam setiap waktu seperti memakai pakaian tanpa melihat cuaca atau
salah memakai pakaian, tidak dapat mengelolah keuangan.
6) Perubahan suasana hati dan kepribadian
Setiap orang dapat mengalami perubahan suasan hati menjadi sedih maupun
senang atau mengalami perubahan perasaann dari waktu ke waktu, tetapi dengan
lansia yang mengalami demensia dapat menunjukan perubahan perasaan dengan
sangat cepat, misalnya menangis dan marah tanpa alasan yang jelas. Kepribadian
seseorang akan berubah sesuai dengan usia, namun dengan yang dialami lansia
dengan demensia dapat mengalami banyak perubahan kepribadian, misalnya
ketakutan, curiga yang berlebihan, menjadi sangat bingung, dan ketergantungan pada
anggota keluarga.
h. Jenis-Jenis Demensia
1) Demensia tipe alzheimer
Demensia alzheimer adalah salah satu bentuk demensia akibat degerasi otak
yang sering ditemukan dan paling ditakuti. Demensia alzheimer, biasanya diderita
oleh pasien usia lanjut dan merupakan penyakit yang tidak hanya menggerogoti daya
pikir kemampuan aktivitas penderita, namun juga menimbulkan beban bagi keluarga
yang merawatnya. Demensia alzheimer merupakan keadaan klinis seseorang yang
mengalami kemunduran fungsi intelektual dan emosional secara progresif sehingga
mengganggu kegiatan sosial sehari-hari. Gejalanya dimulai dengan gangguan
memori yang mempengaruhi keterampilan pekerjaan, sulit berfikir abstrak, salah
meletakkan barang, perubahan inisiatif, tingkah laku, dan kepribadian.
2) Demensia vaskuler
Demensia vaskuler merupakan jenis demensia terbanyak kedua setelah
demensia Alzheimer. Angka kejadian pada demensia vaskuler tidak beda jauh
dengan kejadian demensia alzheimer sekitar 47% dari populasi demensia
keseluruhan. Demensia alzheimer 48% dan demensia oleh penyebab lain 5%.
Kejadian vaskuler pada populasi usia 65 tahun menunjukkan angkat kejadian 0,7%,
dan 8,1% pada kelompok usia diatas 90 tahun.
3) Demensia Badan Lewy (DLB)
DLB (inklusi neuronal intracytoplasmic) merupakan gangguan otak progresif
yang degeneratif, yang dapat ditemukan di batang otak, di encephalon, ganglia
basalis, dan korteks serebral. Individu dengan penyakit Parkinson (PD) memiliki
peningkatan risiko enam kali lipat untuk pengembangan DLB dibandingkan dengan
populasi umum. Faktor risiko yang terkait dengan pengembangan DLB termasuk
usia lanjut, depresi, kebingungan, atau psikosis saat mengambil levodopa, dan
masker wajah pada individu dengan PD didiagnosis.
4) Demensia Frontotemporal (FTD)
FTD adalah sindrom klinis pengecualian terkait dengan non-AD kondisi
patologis dan relatif jarang terjadi dalam pengaturan klinikal. Sindrom ini
mencakup spektrum non-AD demensia dan ditandai oleh atrofi fokus daerah
temporal yang frontal dan anterior. Patologis, FTD adalah variabel, beberapa kasus
mungkin menunjukkan teupostur penyakit (dengan atau tanpa badan Pick klasik),
sedangkan yang lain menunjukkan ubiquitin-positif inklusi, dan masih orang lain
mungkin kurang khas histologis ciri-ciri.
i. Stadium Demensia
Menurut Setiawan (2014), stadium demensia dibagi 3 yaitu stadiumawal, stadium
menengah dan stadium akhir.
1) Stadium awal
Gejala stadium awal yang dialami lansia menunjukkan gejala seperti kesulitan
dalam berbahasa dan berkomunikasi, mengalami kemunduran daya ingat serta
disorientasi waktu dan tempat.
2) Stadium menengah
Pada stadium ini demensia ditandai dengan mulai mengalami kesulitan
melakukan aktivitas kehidupan sehari – hari dan menunjukkan gejala seperti mudah
lupa, terutama untuk peristiwa yang baru lupa nama orang, tanda lainnya seperti
sangat bergantung pada orang lain dalam melakukan sesuatu misalnya ke toilet,
mandi dan berpakaian.
3) Stadium Lanjut
Pada stadium lanjut mengalami ketidak mandirian dan in aktif yangtotal
serta tidak mengenali lagi anggota keluraga (disorientasi personal).Lansia juga
sukar memahami dan menilai peristiwa yang telah dialami.
j. Penilaian Demensia
Diagnosis demensia ditegakkan berdasarkan penilaian menyeluruh, dengan
memperhatikan usia penderita, riwayat keluarga, awal dan perkembangan gejala serta
adanya penyakit lain :
1) Pemeriksaan Memori
Pada pemeriksaan ini pasien diminta untuk mencatat, menyimpan, mengingat
dan mengenal informasi baru. Pasien diminta untuk mengulang kata – kata
( registration ), mengingat kembali informasi tadi setelah istirahat beberapa menit
( retention, recall ) dan mengenal kata – kata dari banyak daftar (recognition).
Kemampuan itu untuk mengingat informasi dievaluasi dengan memperkenalkan
nama-nama dari 3 obyek kepada pasienpasien,yang diminta untuk mengulang nama-
nama dengan segera. Jika pasien- pasien tidak bisamelakukannya, masalah itu adalah
biasanya perhatian, bukan memori.Jika pasienpasien dapat mengingat informasi,
ingatan jangka pendek yang diuji: Setelah 5 menit, pasien diminta untuk mengingat 3
nama. Pasien dengan demensia melupakan informasi yang sederhana dalam 1 sampai
5 menit. mintalah pasien untuk menyebut object di dalamkategorikategori (misalnya,
binatangbinatang, barang-barangkesenian pakaian, potongan-potongan dari mebel)
adalah tes yang bermanfaat Pasien dengan demensia kesulitan untuk menyebut
beberapa, mereka yang tanpa demensia dengan mudah menyebut banyak. Functional
Activities Questionnaire, tersedia dari Asosiasi Alzheimer, digunakan untuk
mengevaluasi apakah perusakan/pelemahan teori- mempengaruhi suatu kemampuan
pasienuntuk melaksanakan aktivitas kompleks lain.
2) Pemeriksaan kemampuan berbahasa
Pada pemeriksaan ini pasien diminta untuk menyebutkan nama benda di
dalam ruangan atau bagian dari tubuh, mengikuti perintah 14 atau aba – aba atau
mengulang ungkapan.
3) Pemeriksaan apraksia
Dimana keterampilan motorik pasien dapat diperiksa dengan cara meminta
pasien untuk melakukan gerakan tertentu, misalnya memasang / menyusun balok–
balok, atau menyusun tongkat dalam desain tertentu.

4) Pemeriksaan daya abstraksi


Daya abstraksi dapat diperiksa dengan berbagai cara, misalnya menyuruh
pasien untuk menghitung sampai sepuluh, menyebut seluruh alphabet, menghitung
dalam kelipatan tujuh.
5) Mini Mental State Examination ( MMSE )
MMSE meliputi 30 pertanyaan yang dikelompokkan menjadi 7 kategori
terdiri dari orientasi terhadap tempat, orientasi terhadap waktu, regritasi (mengulang
dengan cepat kata), atensi dan konsentrasi, mengingat kembali bahasa dan konstruksi
visual (menyalin gambar). Skor ringan berkisar antara 21-30, untuk skor 11- 20
kemampuan sedang, ≤10 mempunyai kerusakan fungsi kognitif berat dan nilai yang
rendah ini mengidentifikasi resiko untuk demensia.
k. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien demensia menurut Aspiani (2014) sebagai berikut:
a) Farmakoterapi
1) Untuk mengobati demensia alzheimer digunakan obat-obatan antikoliesterase
seperti Donepezil, Rivastigmine, Glantamine, Memantine
2) Demensia vaskuler membutuhkan obat-obatan anti platelet seperti Aspirin,
Ticlopidine, Clopidogrel untuk melancarkan aliran darah ke otak sehingga
memperbaiki gagguan kognitif
3) Demensia karena stroke yang berturut-urut tidak dapat diobati, tetapi
perkembangannya bisa diperlambat atau bahkan dihentikan dengan mengobati
tekanan darah tinggi atau kencing manis yang berhubungan dengan stroke
4) Jika hilangnya ingatan disebabkan oleh depresi, diberikan obat anti- depresi seperti
Sertraline dan Citalopram
5) Untuk mengendalikan agitasi dan perilaku yang meledak-ledak, yang bisa
menyertai demensia stadium lanjut, sering digunakan antipsikotik (misalnya
Haloperidol, Quetiaoine dan Risperidone)
b) Dukungan atau peran keluarga Mempertahankan lingkungan yang familiar akam
membantu penderita tetap memiliki orientasi. Kalender yang besar, cahaya yang
terang, jam dinding dengan angka angka
c) Terapi simtomatik Menurut Erwanto & Kurniasih (2018) Penderita penyakit
demensia dapat diberikan terapi simtomatika yaitu terapi rekreasional dan aktifitas
dimana upaya yang dapat dilakukan dengan memberikan terapi brain gym. Brain
gym ini berupa senam otak dengan melibatkan petugas untuk mengajarkan
gerakangerakan mudah pada pasien demensia. Pencegahan Demensia Menurut
Untari, Novijayanti & Sugihartiningsih (2019), Perawatan yang dapat dilakukan di
tatanan komunitas terbagi dalam tiga tahap, yaitu:
1) Pencegahan primer, yaitu tahap pencegahan pertama yang dilakukan sebelum
timbul masalah, yang terdiri atas peningkatan derajat kesehatan (health
promotion) dan perlindungan khusus (specific protection). Contoh kegiatan:
berolah raga, makan makanan yang sehat, selalu berpikir, tidur teratur dan cukup,
selalu melindungi kepala dari ancaman cendera
2) Pencegahan sekunder, yaitu tahap pencegahan kedua yang dilakukan, baik pada
awal timbul masalah maupun pada saat masalah berlangsung, yang terdiri atas
diagnosis dini dan pengobatan yang cepat dan tepat.
3) Pencegahan tersier, yaitu tahap pencegahan ketiga yang dilakukan pada saat
masalah kesehatan telah selesai, yang terdiri atas memperbaiki keterbatasan
(disability limitation) dan pemulihan (rehabilitation).
Menurut Untari, Novijayanti & Sugihartiningsih (2019), upaya menunda
kepikunan, antara lain:
a) Menghindari faktor risiko yang dapat menimbulkan penyakit alzheimer.
b) Hidup sehat fisik dan rohani (olahraga teratur dengan makanan 4 sehat 5
sempurna).
c) Latihan mempertajam memori (kebugaran mental):
o Kerjakan aktifitas sehari-hari secara rutin, misalnya membersihkan
lemari es setiap Senin pagi.
o Gunakan daftar tugas tertulis, seperti jenis barang yang akan dibeli.
o Cara unik untuk mempermudah ingatan, misalnya menggunakan
tanggal kelahiran untuk mengingat password.
o Membuat hubungan asosiasi dan diulang misalnya untuk mengingat
nama "Roswati", pemberi asuhan dapat mengasosiasikannya dengan
nama Bunga "Ros".
o Memberi perhatian dan mendengarkan pembicaraan dan mengulang
nama pada saat pembicaraan berlangsung.
o Bersikap optimis, tidak menggerutu jika ada masalah memori.
o Teruskan belajar dan bekerja sesuai dengan kemampuan.
l. Komplikasi Demensia
Menurut Untari, Novijayanti & Sugihartiningsih (2019), apabila demensia tidak
ditangani maka gejala yang ditimbulkan akan memberat seperti:
1) Ketidakmandirian dan inaktif yang total.
2) Tidak mengenali lagi anggota keluarga (disorientasi personal).
3) Sukar memahami dan menilai peristiwa.
4) Tidak mampu menemukan jalan di sekitar rumah sendiri.
5) Kesulitan berjalan.
6) Mengalami inkontinensia (berkemih atau defekasi).
7) Menunjukkan perilaku tidak wajar di masyarakat.
8) Akhirnya bergantung pada kursi roda/ tempat tidur. Gangguan psikologis yang sering
terlihat adalah depresi, ansietas, tidak dapat diam, apatis, dan paranoid.
3. Hubungan peran keluarga dalam pemenuhan ADL (Activity Daily Living)
a. Pengertian peran
Menurut Soerjono Soekanto (2013). Peran merupakan aspek dinamis kedudukan
(status), apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan
kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peranan. Sedangkan status merupakan
sekumpulan hak dan kewajiban yang dimiliki seseorang apabila seseorang melakukan
hak-hak dan kewajiban-kewajiban sesuai kedudukannya, maka ia menjalankan suatu
fungsi.
Peran adalah ketika seseorang memasuki lingkungan masyarakat, baik dalam
skala kecil (keluarga) maupun skala besar (masyarakat luas), setiap orang dituntut untuk
belajar mengisi peran tertentu. Peran sosial yang perlu dipelajari meliputi dua aspek, yaitu
belajar untuk melaksanakan kewajiban dan menuntut hak dari suatu peran ,dan memiliki
sikap, perasaan, dan harapanharapan yang sesuai dengan peran tersebut (Momon
Sudarman, 2016).
Peran adalah sesuatu yang melekat pada kedudukan manusia sebagai mahkluk
social, yang diharapkan menjalankan perannya sesuai dengan tuntutan yang melekat pada
kedudukannya (Efendi, 2018). Peran merupakan bentuk dari perilaku yang di harapkan
dari seseorang pada situasi sosial tertentu, dan apabila seorang melakukan hak dan
kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka hal itu berarti dia menjalankan suatu
peran.

b. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi peran


Faktor-faktor yang mempengaruhi peran adalah sebagai berikut:
1) Pendidikan
Bidang pendidikan memegang peranan penting. Semakin tinggi pendidikan
semakin mudah menerima hal-hal baru dan bisa menyesuaikan dengan mudah.
Pendidikan yang semakin tinggi memungkinkan seseorang untuk dapat menerima
informasi.
2) Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek.
3) Perilaku
Perilaku adalah perbuatan atau tindakan dan perkataan seseorang yang
sifatnya dapat diamati, digambarkan dan dicatat oleh orang lain ataupun orang yang
melakukannya.
4) Sikap
Sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk
bertindak, sikap senantiasa terarah terhadap suatu hal atau objek. Manusia dapat
mempunyai sikap terhadap bermacam-macam hal. Sikap merupakan kesiapan atau
kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu. Sikap
belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas akan tetapi merupakan predisposisi
tindakan atau perilaku.
5) Perhatian
Perhatian adalah keaktifan jiwa yang diarahkan kepada suatu obyek.
6) Ekonomi
Kekurangan pendapatan ekonomi keluarga membawa konsekuensi buruk
terhadap peran.
c. Bentuk peran
Bentuk perannya diantaranya: sebagai pembuat keputusan tentang kesehatan
utama, pendidik konselor dan pemberi asuhan dalam keluarga tetap menjadi teman dalam
penilitian tersebut.
d. Cara pengukuran peran
Pengukuran peran menggunakan kuesioner dengan skala likert sering, selalu,
kadang-kadang dan tidak pernah yang berisi pernyataan-pernyataan terpilih dan telah
diuji validitas dan realibitas skor jawaban.
1) Pernyataan positif (favorable)
a) Selalu (S) jika responden selalu dengan pernyataan kuesioner yang diberikan
melalui jawaban kuesioner di skor 4.
b) Sering ( SR) jika responden sering dengan pernyataan kuesioner yang diberikan
melalui jawaban kuesioner di skor 3.
c) Kadang-kadang (KK) jika responden kadang-kadang dengan pernyataan kuesioner
yang diberikan melalui jawaban kuesioner di skor 2.
d) Tidak pernah ( TP) jika responden sangat tidak setuju dengan pernyataan
kuesioner yang di berikan melalui kuesioner di skor 1.
2) Pernyataan negative (Unfavorable)
a) Selalu (S) jika responden selalu dengan pernyataan kuesioner yang diberikan
melalui jawaban kuesioner di skor 1.
b) Sering ( SR) jika responden sering dengan pernyataan kuesioner yang diberikan
melalui jawaban kuesioner di skor 2.
c) Kadang-kadang (KK) jika responden kadang-kadang dengan pernyataan kuesioner
yang diberikan melalui jawaban kuesioner di skor 3.
d) Tidak pernah ( TP) jika responden sangat tidak setuju dengan pernyataan
kuesioner yang di berikan melalui kuesioner di skor 4.
e. Pengertian keluarga
Keluarga adalah ibu dan bapak beserta anak-anaknya; seisi rumah. Keluarga
adalah lingkungan di mana beberapa orang yang masih memiliki hubungan darah.
Keluarga sebagai kelompok sosial terdiri dari sejumlah individu, memiliki hubungan
antar individu, terdapat ikatan, kewajiban, tanggung jawab diantara individu tersebut.
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan
beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah atap dalam
keadaan saling ketergantungan. Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan
perkawinan, kelahiran dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan
budaya dan meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional serta sosial dari tiap
anggota keluarga (Friedman, 2013)
Keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak yang belum menikah disebut
keluarga batih. Sebagai unit pergaulan terkecil yang hidup dalam masyarakat, keluarga
batik mempunyai pernan-peranan tertentu, yaitu (Soekanto dalam Soeradi, 2013)
1) Keluarga batih berperan sebagai pelindung bagi pribadi-pribadi yang menjadi
anggota, dimana ketentraman dan ketertiban diperoleh dalam wadah tersebut.
2) Keluarga batih meruakan unit sosial-ekonomi yang secara materil memenuhi
kebutuhannya sendiri.
3) Keluarga batih menumbuhkan dasar-dasar bagi kaidah-kaidah pergaulan hidup.
4) Keluarga batih merupakan wadah dimana manusia mengalami proses sosialisasi
awal, yakni suatu proses dimana manusia mempelajari dan mematuhi kaidah-kaidah
dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyrakat
f. Fungsi keluarga
Menurut Friedman (2013), fungsi keluarga dibagi menjadi fungsi afektif, fungsi
sosialisasi, fungsi ekonomi, dan fungsi kesehatan.
1) Fungsi afektif adalah gambaran diri anggota keluarga, perasaan memiliki dan dimiliki
dalam keluarga, dukungan keluarga terhadap anggota keluarga lain, saling
menghargai dan kehangatan di dalam keluarga. Anggota keluarga mengembangkan
konsep diri yang positif, saling mengasuh, dan menerima, cinta kasih, mendukung,
menghargai sehingga kebutuhan psikososial keluarga terpenuhi.
2) Fungsi sosialisasi adalah interaksi atau hubungan dalam keluarga, bagaimana
keluarga belajar disiplin, norma, budaya, dan perilaku berhubungan dengan interaksi.
3) Fungsi ekonomi adalah keluarga memenuhi kebutuhan sandang, pangan, papan.
4) Fungsi kesehatan adalah kemampuan keluarga untuk bertanggung jawab merawat
anggota keluarga dengan penuh kasih sayang serta kemauan keluarga untuk
mengatasi masalah kesehatan yang sedang dihadapi.
g. Struktur keluarga
Struktur keluarga terdiri dari bermacam-macam, diantaranya adalah:
1) Patrilineal: keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa
generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ayah.
2) Matrilineal: keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa
generasi dimana hubungan itu disusun melalui garis ibu.
3) Matrilokal: sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah istri
4) Patriolokal: sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah suami.
5) Keluarga kawinan: hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembimbing keluarga,
dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena adanya hubungan
dengan suami atau istri.
h. Tugas keluarga dalam bidang kesehatan antara lain:
1) Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggotanya.
2) Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat.
3) Memberikan perawatan pada anggota keluarga yang sakit dan yang tidak membantu
dirinya sendiri karena cacat atau usianya yang terlalu muda.
4) Mempertahankan suasana dirumah yang menguntungkan kesehatan dan
perkembangan kepribadian anggota keluarga.
5) Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga kesehatan
yang menunjukan pemanfaatan dengan baik fasilitas-fasilitas yang ada.
4. Hubungan tingkat kemandirian dalam pemenuhan ADL ( Activity Daily Living) pada lansia
yang mengalami demensia
a. Pengertian kemandiirian
Kemandirian adalah suatu perilaku individu yang diperoleh secara komulatif
selama perkembangan, dan individu akan terus belajar untuk bersikap mandiri dalam
menghadapi berbagai situasi di lingkungan, sehingga individu pada akhirnya mampu
berpikir dan bertindak sendiri. Kemandirian merupakan sikap individu yang diperoleh
secara komulatif dalam perkembangan dimana individu akan terus belajar untuk bersikap
mandiri dalam menghadai berbagai situasi di lingkungan, sehingga individu mampu
berfikir dan bertindak sendiri. Dengan kemandirian seseorang dapat memilih jalan
hidupnya untuk berkembang ke yang lebih mantap (Husain, 2013)
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian
Menurut Heryanti (2014) faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian antara lain :
1) Usia
Lansia yang sudah memasuki usia 70 tahun, ialah lansia yang beresiko tinggi.
Biasanya akan mengalami penuruan dalam berbagai hal termasuk tingkat kemandirian
dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
2) Pendidikan
Kemandirian pada lansia dapat di pengaruhi oleh pendidikan lansia, juga oleh
gangguan sensori khususnya penglihatan dan pendengaran, dipengaruhi pula oleh
penurunan kemampuan fungsional. Pendidikan yang lebih tinggi pada seseorang akan
mampu mempertahankan hidupnya lebih lama dan dapat mempertahankan
kemampuan fungsinal dan kemandiriannya juga lebih lama karena cenderung
melakukan pemeliharaan dan upaya pencegahan pada kesehatannya.
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi kemndirian lansia adalah sebagai berikut :
3) Kondisi kesehatan
Lansia yang memiliki tingkat kemandirian yang tinggi adalah lansia yang
secara fisik dan psikis memiliki kesehatan yang cukup prima. Kemandirian bagi
seorang lansia dapat dilihat dari kualitas kesehatan sehingga dapat melakukan
Aktifitas Kehidupan Sehari-hari (AKS). Hal ini sejalan dengan pendapat setiati
(2015) bahwa kemandirian bagi orang lanjut usia dapat dilihat dari kualitas kesehatan
sehingga dapat melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari.
Aktivitas kehidupan sehari-hari ada 2 yaitu aktivitas kehidupan sehari-hari
standar dan aktivitas kehidupan sehari-hari instrumental. AKS standar meliputi
kemampuan merawat diri seperti: makan, berpakaian, buang air kecil/besar, dan
mandi. Sedangkan AKS instrumental meliputi aktivitas yang komplek seperti
memasak, mencuci, menggunakan telpon dan menggunakan uang.
4) Kondisi ekonomi
Lanjut usia yang mandiri pada kondisi ekonomi sedang akan menyesuaikan
kembali dengan kondisi yang mereka alami sekarang, misalnya perubahan gaya
hidup. Dengan berkurangnya pendapatan setelah pensiun, mereka dengan terpaksa
harus menghentikan kegiatan yang dianggap menghamburkan uang
5) Kondisi sosial dan keluarga
Kondisi penting yang menunjang kebahagiaan bagi lansia adalah menikmati
kegiatan sosial yang dilakukan dengan kerabat, keluarga, dan teman-teman.
Hubungan sosial antara orang lanjut usia dengan yang telah dewasa adalah
menyangkut keeratan hubungan mereka dan tanggung jawab anak terhadap orang tua
yang menyebabkan orang lanjut usia menjadi mandiri.
Tanggung jawab anak yang telah dewasa baik yang telah berumah tangga
maupun yang belum, atau yang tinggal satu rumah, tidak tinggal satu rumah tetapi
berdekatan tempat tinggal atau yang tinggal berjauhan (tinggal diluar kota) masih
memiliki kewajiban bertanggung jawab terhadap kebutuhan hidup orang lanjut usia
seperti kebutuhan sandang,pangan, kesehatan dan sosial.
6) Keadaan kognitif
Gangguan kognitif merupakan gangguan atau kerusakan pada fungsi otak
yang lebih tinggi dan dapat memberikan efek yang merusak pada kemampuan
individu untuk melakukan fungsi kehidupan sehari-hari atau melakukan personal
hygiene.
c. Komponen kemandirian
Menurut Durkheim (2013) melihat makna kemandirian dari dua sudut pandang
yang berpusat pada masyarakat. Dengan menggunakan sudut pandang ini Durkheim
berpendirian bahwa kemandirian merupakan elemen esensial dan moralitas yang
bersumber pada masyarakat. Kemandirian tumbuh dan berkembang karena dua faktor
yang menjadi syarat bagi kemandirian, yaitu disiplin dan komitmen terhadap kelompok.
Oleh sebab itu, individu yang mandiri adalah individu yang berani mengambil keputusan
yang dilandasi oleh pemahaman akan segala konsekuensi dari tindakannya, sehingga
kemandirian merupakan suatu kekuatan internal individu melalui proses realisasi
kemandirian dan proses menuju kesempurnaan.
d. Pengertian Aktivitas Harian
Aktivitas kehidupan harian adalah aktivitas pokok bagi perawatan diri antara lain :
makan, minum, mandi, toileting, berpakaian, dan berpindah tempat. Penilaian ADL
penting dalam penilaian level bantuan bagi lansia dengan tingkat ketergantungan penuh
atau sedang. ADL (Activities Daily Living) yaitu keterampilan dasar yang harus dimiliki
oleh seseorang dalam merawat dirinya, meliputi pakaian, makan, minum, toileting, mandi
dan berhias (Ekasari, Riasmini & Hartini, 2018).
e. Pengukuran kemandirian pada Aktivitas Harian

Pengkajian Aktivitas Harian penting untuk mengetahui tingkat ketergantungan


yang di perlukan lansia dalam kehidupan seharihari. Pengukuran kemandirian Aktivitas
Harian penting untuk mengetahui pada lansia dapat menggunakan Indeks Barthel. Indeks
Barthel untuk mengukur kemandirian fungsional dalam hal perawatan diri dan mobilitas.
Mao (2010) mengungkapkan bahwa indeks Barthel dapat digunakan sebagai kriteria
dalam menilai kemampuan fungsional terutama pada lansia.

Tabel indeks barthel menurut kemenkes RI 2017


No Fungsi Sko Keterangan Hasil
r
1 Mengendalikan rangsang 0 Tidak terkendali/ tak teratur( perlu
BAB pencahar)
1 Kadang-kadang tak terkendali
(1x/minggu)
2 Terkendali teratur

2 Mengendalikan rangsang 0 Tak terkendali/ pakai kateter


BAK 1 Kadang-kadang tak terkendali(hanya
1x24 jam)
2 Mandiri
3 Membersihkan diri( mencuci 0 Butuh pertolongan orang lain
wajah, menyikat gigi, 1 Mandiri
keramas, mencukur kumis)
4 Penggunaan WC( keluar 0 Tergantung pertolongan orang lain
masuk WC, 1 Perlu pertolongan pada beberapa
melepas/memakai celana, kegiatan yang lain
cebok,menyiram) 2 Mandiri
5 Makan minum ( jika 0 Tidak mampu
makanan harus berupa 1 Perlu ditolong memotong makanan
potongan dianggap di bantu) 2 Mandiri
6 Bergerak dari kursi roda ke 0 Tidak mampu
tempat tidur dan sebaliknya ( 1 Perlu banyak bantuan untuk bisa duduk
termasuk duduk di tempat dikursi roda
tidur) 2 Bantuan minimal 1 orang
3 Mandiri
7 Berjalan ditempat rata (atau 0 Tidak mampu
jika tidak bisa berjalan, 1 Bisa berpindah dengan kursi roda
menjalankan kursi roda) 2 Berjalan dengan bantuan 1 orang
3 Mandiri
8 Berpakaianlah (termasuk 0 Tergantung dengan orang lain
memasang tali sepatu, 1 Sebagian di bantu
mengencangkan sabuk) 2 Mandiri
9 Naik turun tangga 0 Tidak mampu
1 Butuh pertolongan
2 Mandiri
10 Mandi 0 Tergantung orang lain
1 Mandiri
Total

Skor Indeks Barthel (nilai AKS)


20 : Mandiri ( A)
12-19 : Ketergantungan ringan (B)
9-11 : Ketergantungan sedang (B)
5-8 : Ketergantungan berat (D)
0-4 : Ketergantungan total ( C)

f. Pengertian ADL ( Activity daily living)


Activity of daily living (ADL) adalah yang biasa dilakukan dalam sepanjang hari-
hari normal, yang mencakup makan, mandi, berpakaian, berpindah, kontinen dan
toileting. Activity of daily living (ADL) adalah suatu bentuk kemampuan seseorang untuk
melakukan activity of daily living secara mandiri (Sinyonto, 2017).
ADL (Activities Daily Living) adalah ketrampilan dasar dan tugas okupasional
yang harus dimiliki seseorang untuk merawat dirinya secara mandiri yang dikerjakan
seseorang sehariharinya dengan tujuan untuk memenuhi atau berhubungan dengan
perannya sebagai pribadi dalam keluarga dan masyarakat. Istilah ADL (Activities Daily
Living) mencakup perawatan diri (seperti berpakaian, makan & minum, toileting, mandi,
berhias, juga menyiapkan makanan, memakai telefon, menulis, mengelola uang dan
sebagainya) dan mobilitas (seperti 13 berguling di tempat tidur, bangun dan duduk,
transfer atau berpindah dari tempat tidur ke kursi atau dari satu tempat ke tempat lain.
(Fajar, 2017).
Activity of daily living (ADL) merupakan kegiatan melakukan pekerjaan rutin
sehari-hari dan merupakan aktifitas pokok-pokok bagi perawatan diri. Activity of daily
living (ADL) meliputi antara lain: ke toilet, makan, berpakaian, mandi dan berpindah
tempat (Hardywinito & Setiabudi, 2015). ADL (Activities Daily Living) yaitu
keterampilan dasar yang harus dimiliki oleh seseorang dalam merawat dirinya, meliputi
pakaian, makan, minum, toileting, mandi dan berhias (Ekasari, Riasmini & Hartini,
2018).
Activity Daily Living Menurut (Ritonga dalam Rahmad & Rias, 2020)
didefinisikan sebagai kemandirian seseorang dalam melakukan aktivitas dan fungsi-
fungsi kehidupan sehari-hari yang dilakukan oleh manusia secara rutin dan universal.
Lansia yang memiliki kondisi fisik yang baik akan memiliki tingkat kemandirian ADL
mandiri yang akan mempengaruhi kualitas hidup lansia, dengan tingkat kemandirian
ADL mandiri kemungkinan lansia akan memiliki kualitas hidup baik. Kualitas hidup
lansia dikatakan baik jika kesehatan fisik, psikologis dan sosialnya.
g. Klasifikasi ADL (Activity daily living)
1) ADL (Activities Daily Living) dasar, yaitu keterampilan dasar yang harus dimiliki
seseorang untuk merawat dirinya meliputi berpakaian, makan, toileting, mandi,
berhias. Ada juga yang memasukkan kontinensi buang air besar dan buang air kecil,
serta kemampuan mobilitas dalam kategori ADL (Activities Daily Living) dasar ini.
2) ADL (Activities Daily Living) instrumental, yaitu ADL (Activities Daily Living) yang
berhubungan dengan penggunaan alat atau benda penunjang kehidupan sehari - hari
seperti menyiapkan makanan (penggunaan alat - alat makan), menggunakan telefon,
menulis, mengetik, mengelola uang kertas.
3) ADL (Activities Daily Living) vokasional, yaitu ADL (Activities Daily Living) yang
berhubungan dengan pekerjaan atau kegiatan sekolah.
4) ADL (Activities Daily Living) non vokasional, yaitu ADL (Activities Daily Living)
yang bersifat rekreasional, hobi, dan mengisi waktu luang (Fajar, 2017).
h. Kemampuan pemenuhan( ADL Activity daily living)
Menurut Moorhead, Jhonson, Maas dan Swanson (2013) bahwa yang menjadi
bagian dari kegiatan aktivitas sehari-hari adalah sebagai berikut:
1) Mandi
Mandi merupakan kebutuhan fisiologis yang harus didapat oleh pasien stroke. Pasien
stroke yang mengalami ketergantungan sedang hingga ketergantungan total
mengalami gangguan dalam memenuhi kebutuhan mandi. Mandi merupakan praktik
menjaga kebersihan tubuh dengan menggunakan agen pembersih seperti sabun,
shampo, air, odol, penyikat gigi, dan shower puff digunakan untuk membersihkan
tubuh dari kotoran, keringat, dan mikroorganisme seperti bakteri dan jamur yang
dapat menempel di kulit.
2) Berpakaian dan berhias
Berpakaian dan berhias merupakan salah satu perawatan diri yang perlu dilakukan
pada pasien stroke. Penggunaan celana dan baju dapat dipakai dengan
mengenakannya pada bagian ekstremitas yang sakit terlebih dahulu dan
melepaskannya dari ekstremitas yang sehat. Orang terdekat seperti keluarga dan
perawat dapat membantu terpenuhinya kebutuhan mandi, berpakaian, dan berhias
pada pasien stroke, sehingga pasien stroke dapat terawat, rapi, dan bersih walaupun
dalam keterbatasan fisik yang dialami .
3) Makan
Nutrisi merupakan kebutuhan terhadap proses pemasukan dan pengolahan zat
makanan oleh tubuh yang bertujuan untuk menghasilkan energi dan digunakan dalam
aktivitas sehari-hari tubuh (Hidayat & Uliyah, 2014). Aktivitas makan merupakan
kegiatan yang terdiri dari mengambil makanan dengan sendok, memasukkan makanan
ke mulut dengan tangan, menelan makanan, membuka botol atau kaleng minuman
dan minum menggunakan gelas atau cangkir sekaligus menelan makanan dan
mengunyah bahan makanan yang keras (Moorhead dkk, 2013).
4) Penggunaan Toilet
Kegiatan aktivitas sehari-hari toileting meliputi kemampuan pergi ke kamar mandi
dan menyiram setelah buang air besar, mengenal dan merespon keinginan untuk
berkemih, berjalan ke toilet, memakai pakaian setelah buang air besar dan buang air
kecil serta mampu bangun dari kloset setelah buang air besar (Moorhead dkk, 2013)
5) Pengontrolan BAB dan BAK
6) Kebutuhan fisiologis
Seperti eliminasi urin BAK dan BAB atau (aktivitas toileting ) Mobilitas atau
pergerakan (berpindah).
i. Faktor-faktor yang mempengaruhi ADL (Activity of Daily Living)
Menurut Potter dalam Fatma (2018), kemauan dan kemampuan untuk melakukan
activity of daily living (ADL) tergantung pada beberapa faktor, yaitu:
1) Umur dan status perkembangan
Umur dan status perkembangan seorang klien menunjukkan tanda kemauan dan
kemampuan, ataupun bagaimana klien bereaksi terhadap ketidakmampuan
melaksanakan activity of daily living. Saat perkembangan dari bayi sampai dewasa,
seseorang secara perlahan–lahan berubah dari tergantung menjadi mandiri dalam
melakukan activity of daily living.
2) Kesehatan fisiologis
Kesehatan fisiologis seseorang dapat mempengaruhi kemampuan partisipasi dalam
activity of daily living, contoh sistem nervous mengumpulkan, menghantarkan dan
mengolah informasi dari lingkungan. Sistem muskuloskeletal mengkoordinasikan
dengan sistem nervous sehingga dapat merespon sensori yang masuk dengan cara
melakukan gerakan. Gangguan pada sistem ini misalnya karena penyakit, atau
trauma injuri dapat mengganggu pemenuhan activity of daily.
3) Fungsi kognitif
Tingkat kognitif dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam melakukan
activity of daily living. Fungsi kognitif menunjukkan proses menerima,
mengorganisasikan dan menginterpretasikan sensor stimulus untuk berpikir dan
menyelesaikan masalah. Proses mental memberikan kontribusi pada fungsi kognitif
dapat mengganggu dalam berpikir logis dan menghambat kemandirian dalam
melaksanakan activity of daily living.
4) Fungsi psikososial
Fungsi psikologi menunjukkan kemampuan seseorang untuk mengingat sesuatu hal
yang lalu dan menampilkan informasi pada suatu cara yang realistik. Proses ini
meliputi interaksi yang kompleks antara perilaku intrapersonal dan interpersonal.
Gangguan pada intrapersonal contohnya akibat gangguan konsep diri atau
ketidakstabilan emosi dapat mengganggu dalam tanggung jawab keluarga dan
pekerjaan. Gangguan interpersonal seperti masalah komunikasi, gangguan interaksi
sosial atau disfungsi dalam penampilan peran juga dapat mempengaruhi dalam
pemenuhan activity of daily living.
5) Tingkat stress
Stress merupakan respon fisik non spesifik terhadap berbagai macam kebutuhan.
Faktor yang dapat menyebabkan stress (stressor), dapat timbul dari tubuh atau
lingkungan atau dapat mengganggu keseimbangan tubuh. Stressor tersebut dapat
berupa fisiologis seperti injuri atau psikologi seperti kehilangan.
6) Ritme biologi
Ritme atau irama biologi membantu makhluk hidup mengatur lingkungan fisik di
sekitarnya dan membantu homeostasis internal (keseimbangan dalam tubuh dan
lingkungan). Salah satu irama biologi yaitu irama sirkadian, berjalan pada siklus 24
jam. Perbedaan irama sirkadian membantu pengaturan aktivitas meliputi tidur,
temperatur tubuh dan hormon. Beberapa faktor yang ikut berperan pada irama
sirkadian diantaranya faktor lingkungan seperti hari terang dan gelap, seperti cuaca
yang mempengaruhi activity of daily living.
7) Status mental
Status mental menunjukkan keadaan intelektual seseorang. Keadaan status mental
akan memberi implikasi pada pemenuhan kebutuhan dasar individu. Seperti yang
diungkapkan oleh Cahya yang dikutip dari Baltes, salah satu yang dapat
mempengaruhi ketidakmandirian individu dalam memenuhi kebutuhannya adalah
keterbatasan status mental. Seperti halnya lansia yang memorinya mulai menurun
atau mengalami gangguan, lansia yang mengalami apraksia tentunya akan
mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan–kebutuhan dasarnya.
8) Pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan dan sosial kesejahteraan pada segmen lansia yang tidak dapat
dipisahkan satu sama lain. Pelayanan kesehatan yang berbasis masyarakat salah
satunya adalah posyandu lansia. Jenis pelayanan kesehatan dalam posyandu salah
satunya adalah pemeliharan Activity of Daily Living. Lansia yang secara aktif
melakukan kunjungan ke posyandu, kualitas hidupnya akan lebih baik dari pada
lansia yang tidak aktif ke posyandu.
DAFTAR PUSTAKA
KERANGKA KONSEP

Penyebab demensia pada


lansia:
Usia
Factor yang Hipertensi
mempengaruhi lansia:
Kebiasaan merokok
- Aktivitas fisik
- Usia Demensia pada Lansia Penyakit diabetes
- Jenis kelamin Depresi
- Factor sosial &
ekonomi Stroke
Penyakit arteri coroner
pendidikan
Factor yang mempengaruhi
kemandirian lansia
- Internal
Usia
Pendidikan Peran keluarga sebagai :
Kondisi kesehatan
Keadaan kognitif - Pembuat
- Eksternal keputusan
Kondisi ekonomi - Pendidik
Peran keluarga
Kondisi sosial & keluarga - Konselor
- Pemberi asuhan
dalam keluarga .

Kemandirian lansia yang mengalami demensia


dalam pemenuhan ADL
Hasil responden
Baik
Cukup baik
Kurang baik

Anda mungkin juga menyukai