Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Metodologi Penelitian
Oleh :
Iis Adiningsih
40120123025K
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebutkan terdapat 727 juta orang berusia
65 tahun ke atas pada tahun 2020. Jumlah ini akan meningkat dua kali lipat menjadi 1,5
miliar pada tahun 2050. Secara keseluruhan, jumlah lansia di dunia akan terus meningkat,
proporsi penduduk lanjut usia di dunia pada tahun 2019 mencapai 13,4%, pada tahun
2050 diperkirakan sebesar 25,3% dan pada tahun 20100 diperkirakan sebesar 35,1%dari
total penduduk (WHO, 2019).
Menurut Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil),
terdapat 30,16 juta jiwa penduduk lanjut usia (lansia) di Indonesia pada tahun
2021. Penduduk lansia adalah mereka yang berusia 60 tahun ke atas. Kelompok ini
porsinya mencapai 11,01% dari total penduduk Indonesia yang berjumlah 273,88
juta jiwa. Dapat dikatakan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara berkembang
yang mulai memasuki era penduduk menua (ageing population). Hal ini senada
dengan pernyataan Soeweno (Kemenkes RI, 2019) yang menyatakan bahwa suatu
negara dikatakan berstruktur tua jika mempunyai populasi lansia di atas 7%.
Penduduk lanjut usia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Dalam
hampir 5 dekade, proporsi lansia di Indonesia meningkat kira-kira 2x lipat (1971-2020),
yaitu 9,92% (26 juta), di mana lansia wanita melebihi jumlah pria sekitar sepertiga ratus
(10,3% : 9,2%). Indonesia mengalami peningkatan jumlah penduduk lanjut usia, dari 18
juta orang (7,56%) pada tahun 2010 menjadi 25,9 juta orang (9,7%) pada tahun 2019, dan
diperkirakan akan terus bertambah., pada tahun 2035, jumlah ini akan menjadi 48,2 juta.
Penyakit atau gangguan umum yang sering terjadi pada lansia salah satunya yaitu
demensia. Demensia merupakan suatu istilah umum yang digunakan untuk
menggambarkan kerusakan fungsi kognitif global yang biasanya bersifat progresif dan
akan mempengaruhi aktivitas sosial dan okupasi yang normal (Wulandari, n.d.). Penyakit
atau gangguan umum pada lansia salah satunya demensia, dimana gejalanya akan
terjadinya kemunduran kognitif yang semakin parahnya, sehingga dapat menganggu
aktivitas dan kegiatan sosial lainnya. Kejadian tersebut dapat membuat penderita tidak
mampu melaksanakan kegiatan seperti biasanya karena adanya penurunan memori dan
daya ingat yang membuatnya semakin melemah (Nugroho, 2019).
Demensia digunakan untuk menggambarkan kerusakan fungsi kognitif global yang
biasanya bersifat progresif yang dapat mempengaruhi aktivitas sosial dan okupasi yang
normal maupun aktivitas sehari-hari. Demensia juga dapat mempengaruhi kemampuan
aktivitas fisik maupun aktivitas seharihari karena dipengaruhi dengan kumpulan gejala
yang ada seperti: penurunan fungsi kognitif, perubahan mood, dan tingkah laku
(Suryantoro, 2019). Aktivitas sehari-hari (activity daily living) maupun aktivitas fisik
dapat menstimulasi faktor pertumbuhan neuron yang memungkinkan, banyak perubahan-
perubahan yang terjadi pada lansia, diantaranya perubahan-perubahan tubuh, otot, tulang
dan sendi, sistem kardiovaskuler, respirasi, dan kognisi. Kurangnya aktivitas sehari-hari
merupakan faktor resiko untuk penyakit kronis dan secara keseluruhan diperkirakan dapat
menyebabkan kematian secara global (Mulyadi dkk, 2020).
Data dari World Health Organization (WHO) dan Alzheimer’s Disease
International Organization menjelaskan bahwa jumlah total orang yang mengalami
demensia di seluruh dunia pada tahun 2019 mencapai 47,5 juta dan berjumlah 22 juta
jiwa yang kebanyakan terdapat di Negara Asia. Di Negara maju seperti Amerika Serikat
saat ini didapatkan lebih dari 4 juta jiwa usia lanjut mengalami demensia. Jumlah ini akan
terus meningkat 4 kali pada tahun 2050. Total kasus demensia setiap tahun diseluruh
dunia berkisar sebanyak 7,7 juta yang artinya setiap 4 detik terdapat 1 kasus demensia
yang diperkirakan akan terus meningkat menjadi 75,6 juta pada tahun 2030 dan 135,5
juta pada tahun 2050 (WHO, 2019). Penderita yang mengalami penyakit demensia di
Indonesia pada tahun 2019 mencapai 1,5 juta orang (Kemenkes, 2020).
Acitivity of Daily Living (ADL) secara fisik, yaitu mengenai kegiatan sehari-
hari terhadap diri sendiri, misalnya: makan, minum, berpakaian, mandi, buang air
besar/buang air kecil, bangun tidur, berjalan, dan berlari. Kemampuan sehari-hari
merupakan aktivitas melakukan pekerjaan rutin sehari-hari dan merupakan aktivitas
pokok bagi perawatan diri.
Kemampuan aktivitas sehari-hari merupakan salah satu alat ukur untuk menilai
kemampuan fungsional seseorang dengan menanyakan aktivitas kegiatan sehari-hari,
untuk mengetahui lansia yang membutuhkan pertolongan orang lain dalam
melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari atau dapat melakukan secara mandiri
(Ekasari et al., 2021).
Kemandirian pada lansia merupakan kemampuan lansia untuk melakukan
sesuatu fungsi psikomotor yakni meliputi gerakan, tindakan, serta koordinasi.
Seiring dengan menurunnya tingkat kemandirian, tidak jarang lansia yang berkurang
kemampuan untuk melakukan mobilisasi, berkurangnya kemampuan berperilaku
hidup bersih dan sehat, berkurangnya minat terhadap makan, serta berkurangnya
kemampuan aktivitas fisik dan kemampuan sosialisasi dengan lingkungan. Adanya
penurunan fungsi pada tingkat kemandirian serta psikomotor tersebut
menyebabkan lansia mengalami suatu perubahan dari sisi aspek psikososial. Hal ini
tentunya dikaitkan dengan kepribadian lansia Sartika & Noviyani, 2020).
Salah satu faktor yang dapat menyebabkan ADL pada lansia akan mengalami
penurunan ketika terjadi penurunan kesehatan. Penurunan kesehatan yang terjadi akan
menyebabkan terjadinya keterbatasan fisik yang dialami oleh lansia dan hal ini
tentunya akan berdampak terhadap kemampuan lansia dalam melakukan pemenuhan
ADLsehingga lansia pada umumnya akan mengalami ketergantungan. Unsur
terpenting dalam membantu kemandirian lansia dalam melakukan pemenuhan ADL
yaitu dengan memberikan dukungan dari keluarga. Apabila ketergantungan pada
lansia tidak mendapatkan dukungan dari keluarga maka lansia akan sulit untuk
melakukan pemenuhan ADL karena kurangnya kemampuan serta adanya imobilitas
fisik pada lansia sehingga masalah inilah yang sering di jumpai pada lansia.
Peran keluarga didefinisikan sebagai perilaku berulang yang dilakukan oleh
anggota keluarga untuk melakukan fungsi keluarga. Ada sejumlah fungsi yang dilakukan
secara terus-menerus oleh anggota keluarga untuk memelihara system yang efisien dan
sehat dalam keluarga (Saragih et al., 2022).
.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Landasan Teori
Memasuki masa lanjut usia merupakan fase yang pasti akan dilewati oleh setiap
manusia. Secara alamiah, setiap manusia akan mengalami fase tersebut. Lansia merupakan
suatu periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu periode dimana ketika seseorang
sudah beranjak jauh dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan atau berganti waktu dari
yang penuh bermanfaat (Akbar et al. 2021). Penuaan merupakan hal yang normal yang diikuti
perubahan fisik dan juga tingkah laku yang bisa terjadi pada semua orang saat mereka sudah
mencapai usia pada perkembangan kronoglis tertentu (Kusumawardani and Andanawarih
2018).
Individu yang memasuki masa lanjut usia menghadapi berbagai perubahan, baik
masalah fisik maupun masalah psikis. Masa lansia ditandai dengan perubahan yang dialami
antara lain tumbuhnya uban, kulit yang mulai keriput, berat badan menurun, tanggalnya gigi
sehingga sulit makan. Selain itu, terdapat pula perubahan-perubahan yang mempengaruhi
kehidupan psikologis lansia seperti perasaan dikucilkan, tidak lagi dibutuhkan, tidak
manusiawi untuk menerima kenyataan baru dan perubahan terkait interaksi lansia dengan
lingkungan sosial.
Dengan bertambahnya usia, fungsi fisiologis mengalami penurunan akibat proses
degeneratif (penuaan), sehingga penyakit tidak menular banyak muncul pada lanjut usia.
Penyakit terbanyak pada lanjut usia berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 adalah
penyakit kardiovasuler, artritis, Stroke, masalah gigi dan mulut, penyakit paru obstruktif
menahun, kanker, osteoporosis, demensia/ alzheimer dan diabetes mellitus. Sementara itu
dengan bertambahnya usia, gangguan fungsional akan meningkat dengan ditunjukkan
terjadinya disabilitas. Dilaporkan bahwa disabilitas ringan yang diukur berdasarkan
kemampuan melakukan aktivitas hidup sehari-hari atau Activity of Daily Living (ADL)
(Sumber Riskesdas 2013)
Masalah kesehatan yang terjadi pada lansia, salah satu nya adalah demensia, karena
demensia salah satu penyakit yang sering kali dialami oleh lansia dan menjalankan aktivitas
kehidupan sehari-hari.
1. Konsep Demensia pada Lansia
Lanjut usia adalah kelompok manusia yang berusia 60 tahun ke atas, lanjut usia
juga merupakan sebagai seseorang yang digolongkan ke kelompok usia lanjut yang
berpedoman pada usia dan lazimnya bila dia menginjak usia 50- 60 tahun (Suyarno
2016).
Menua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Proses
menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu
tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua 20 merupakan proses
alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupan yaitu anak, dewasa
dan tua (Kholifah, 2016).
Lansia merupakan tahap akhir dari proses penuaan. Proses menjadi tua akan
dialami oleh setiap orang. Masa tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir,
dimana pada masa ini seseorang akan mengalami kemunduran fisik, mental dan social
secara bertahap sehingga tidak dapat melakukan tugasnya sehari-hari (tahap penurunan).
Penuaan merupakan perubahan kumulatif pada makhluk hidup, termasuk tubuh,
jaringan dan sel, yang mengalami penurunan kapasitas fungsional. Pada manusia,
penuaan dihubungkan dengan perubahan degeneratif pada kulit, tulang, jantung,
pembuluh darah, paru-paru, saraf dan jaringan tubuh lainnya. Dengan kemampuan
regeneratif yang terbatas, mereka lebih rentan terkena berbagai penyakit, sindroma dan
kesakitan dibandingkan dengan orang dewasa lain (Kholifah, 2016).
Menurut Qasim (2021), perubahan yang terjadi pada lansia suatu proses yang
tidak dapat dihindari yang berlangsung secara terus menerus dan berkesinambungan
yang selanjutnya menyebabkan perubahan fisik dan fungsi, perubahan mental,
perubahan psikososial, perkembangan spiritual dan dampak kemunduran. Perubahan
pada lanjut usia, diantaranya yaitu:
1) Perubahan fisik
Dengan bertambahnya usia, wajar saja nilai kondisi dan fungsi tubuh pun
makin menurun. Tak heran bila pada usia lanjut, semakin banyak keluhan yang
dilontarkan karena tubuh tidak lagi mau bekerja sama dengan baik seperti kala muda
dulu. Menjadi tua membawa pengaruh serta perubahan menyeluruh baik fisik, sosial,
mental dan moral spiritual yang keseluruhannya saling kait mengait antara satu
bagian dengan bagian lainnya. Secara umum, menjadi tua ditandai oleh kemunduran
biologis yang terlihat sebagai gejala kemunduran fisik, antara lain: kulit mulai
mengendur dan wajah mulai keriput serta garis-garis yang menetap, rambut kepala
mulai memutih atau beruban, gigi mulai lepas, penglihatan berkurang, mudah lelah
dan mudah jatuh, mudah terserang penyakit, nafsu makan menurun, penciuman
mulai berkurang, gerakan lambat, kurang lincah dan pola tidur berubah.
2) Perubahan fisiologis lanjut usia pada sel
Sel mengalami perubahan diantaranya jumlah sel menurun/lebih sedikit,
ukuran sel lebih besar, jumlah cairan tubuh dan cairan intraseluler berkurang.
Proporsi protein di otot, otak, ginjal darah dan hati menurun, mekanisme perbaikan
sel terganggu, otak menjadi atrofi beratnya berkurang 5-10% dan jumlah sel otak
menurun lekukan otak akan menjadi lebih dangkal dan melebar.
3) Perubahan fisiologis lanjut usia pada sistem pernafasan
Perubahan seperti hilangnya silia dan menurunnya refleks, batuk dan muntah
mengubah keterbatasan fisiologis dan kemampuan perlindungan pada sistem
pulmonal, atrofi otot-otot pernapasan dan penurunan kekuatan otot-otot dapat
meningkatkan resiko keletihan otot pernafasan pada lansia, alveoli menjadi kurang
elastis dan lebih berserabut serta berisi kapiler-kapiler yang kurang berfungsi
sehingga oksigen tidak dapat memenuhi permintaan tubuh.
4) Perubahan fisiologis lanjut usia pada sistem pendengaran
Gangguan pendengaran, hilangnya daya pendengaran pada telinga dalam,
terutama terhadap bunyi suara atau nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit
mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas umur 65 tahun. Membran timfani
menjadi otoskloresis, terjadi pengumpulan serumen dan mengeras karena peningkatan
keratin, tinnitus dan vertigo.
5) Perubahan fisiologis lanjut usia pada sistem penglihatan
Sfingter pupil sclerosis dan hilangnya respon terhadap sinar kornea lebih
berbentuk sferis (bola), lensa menjadi buram, menjadi katarak, meningkatnya
ambang pengamatan, daya akomodasi menurun, lapang pandang menurun serta
sensitifnya terhadap warna.
6) Perubahan fisiologis lanjut usia pada sistem kardiovaskuler
Katup jantung menebal dan menjadi kaku, elastisitas dinding aorta menurun,
kemampuan jantung memompa darah menurun, curah jantung menurun, kehilangan
elastisitas pembuluh darah, kinerja jantung lebih rentan terhadap kondisi dehidrasi
dan perdarahan, tekanan darah perifer meningkat.
7) Perubahan fisiologis lanjut usia pada sistem pengaturan suhu tubuh
Pada pengaturan suhu tubuh, hipotalamus dianggap bekerja sebagai suatu
termostap, yaitu menetapnya suatu suhu tertentu, temperatur tubuh menurun.
8) Perubahan fisiologis lanjut usia pada sistem persyarafan
Menurunnya hubungan persyarafan, berat otak menurun 10- 20% saraf panca
indera mengecil, kurang sensitif terhadap sentuhan, respon dan waktu untuk bereaksi
lambat terhadap stress, defisit memori. Berat otak 350 gram pada saat kelahiran,
kemudian meningkatkan menjadi 1.375 pada usia 20 tahun, berat otak mulai
menurun pada usia 45-5- tahun penurunan ini kurang dari lebih 11% berat maksimal.
9) Perubahan fisiologis lanjut usia pada sistem pencernaan
Kehilangan gigi penyebab utama, indera pengecap menurun, rasa lapar
menurun, asam lambung dan waktu pengosongan lambung menurun, peristaltik
melemah sehingga bisa menyebabkan konstipasi, fungsi absorbsi menurun, hati
semakin mengecil dan tempat penyimpanan menurun, aliran darah berkurang.
10) Perubahan fisiologis lanjut usia pada sistem reproduksi
Pada wanita selaput lendir pada vagina menurun atau kering, menciutnya
ovarium dan uterus, atrofi payudara, penghentian reproduksi ovum pada saat
menopause. Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi sperma, penurunan
sperma berangsur-angsur dan dorongan seks menetap sampai usia di atas 70 tahun
asalkan kondisi kesehatan baik, hubungan seks teratur membantu mempertahankan
kemampuan seks.
11) Perubahan fisiologis lanjut usia pada sistem perkemihan
Ginjal mengecil, aliran darah ke ginjal menurun, dan fungsi tubulus
menurun sehingga kemampuan mengkonsentrasi urin juga ikut menurun.
12) Perubahan fisiologis lanjut usia pada sistem integumen
Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak, kulit kusam,
respon trauma menurun, kulit kepala dan rambut menipis, pertumbuhan kuku
lambat, timbul bercak pigmentasi pada permukaan kulit tampak bintik coklat,
jumlah dan fungsi kelenjar keringat berkurang.
13) Perubahan fisiologis lanjut usia pada sistem musculoskeletal
Tulang kehilangan cairan dan semakin rapuh, kekuatan dan stabilitas
tulang menurun, kartilago penyangga rusak dan aus, gerakan lutut dan pinggang
terbatas, sendi kaku, tendon mengerut dan mengalami sclerosis, jalan terganggu,
diskus intervertebralis menipis dan menjadi pendek, penurunan kekuatan otot yang
disebabkan oleh penurunan massa otot, sel otot yang mati digantikan oleh jaringan
ikat dan lemak.
14) Perubahan mental
Di bidang mental atau psikis pada lanjut usia, perubahan dapat berupa
sikap yang semakin egosentrik, mudah curiga, bertambah pelit atau tamak bila
memiliki sesuatu, yang perlu dimengerti adalah sikap umum yang ditemukan pada
hampir setiap lanjut usia, yakni keinginan berumur panjang, tenaganya sedapat
mungkin dihemat, mengharapkan tetap diberi peranan dalam masyarakat, ingin
tetap mempertahankan hak dan hartanya dan ingin tetap berwibawa. Faktor yang
mempengaruhi perubahan mental yaitu perubahan fisik, khususnya organ perasa,
kesehatan umum, tingkat pendidikan, keturunan (hereditas), dan lingkungan.
a) Kenangan (memori)
Kenangan jangka panjang, beberapa jam sampai beberapa hari yang lalu dan
mencakup beberapa perubahan, kenangan jangka pendek atau skala (0-10
menit), kenangan buruk bisa ke arah demensia.
b) Intelegentia Quation (IQ)
IQ tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal.
Penampilan, persepsi, dan keterampilan psikomotor berkurang. Terjadi
perubahan pada daya membayangkan karena faktor waktu.
15) Perubahan psikososial
Perubahan psikososial pada lansia sering diukur dengan nilai melalui
produktivitasnya dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan. Bila mengalami
pensiun (purna tugas), seseorang akan mengalami kehilangan, antara lain:
kehilangan finansial (pendapatan berkurang), kehilangan status, kehilangan teman,
kehilangan pekerjaan dan kegiatan sehingga merasa sadar akan kematian,
kekurangan ekonomi, adanya penyakit, timbul kesepian, adanya gangguan saraf dan
panca indera, gangguan gizi, rangkaian kehilangan kekuatan dan ketegapan fisik.
16) Perubahan spiritual
Agama atau kepercayaan semakin terintegrasi dalam kehidupan, lanjut usia
semakin matur dalam kehidupan keagamaannya hal ini terlihat dalam berpikir
sehari-hari dan pada usia 70 tahun perkembangan yang dicapai pada tingkat ini
adalah berfikir dan bertindak dengan cara memberi contoh cara mencintai dan
keadilan.
c. Klasifikasi Lansia
Batasan umur lansia menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) tahun 2013 lanjut usia
meliputi:
d. Karakteristik Lansia
1) Jenis kelamin
Lansia lebih didominasi oleh jenis kelamin perempuan. Artinya, ini menunjukan bahwa
harapan hidup yang paling tinggi adalah perempuan.
2) Status perkawinan
Penduduk lansia ditilik dari status perkawinannya sebagian besar berstatus kawin 60%
dan cerai mati 37%.
3) Living arrangement
Angka beban tanggungan adalah angka yang menunjukan perbandingan banyaknya
orang tidak produktif (umur 65 tahun) dengan orang berusia produktif (umur 15-64
tahun). Angka tersebut menjadi cermin besarnya beban ekonomi yang harus ditanggung
penduduk usia produktif untuk membiayai penduduk usia nonproduktif.
4) Kondisi kesehatan
Angka kesakitan merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur
derajat kesehatan penduduk. Angka kesakitan bisa menjadi indikator kesehatan negatif.
Artinya, semakin rendah angka kesakitan menunjukan derajat kesehatan penduduk yang
semakin baik.
e. Pengertian demensia
Demensia adalah kondisi yang dikarakteristikkan dengan hilangnya kemampuan
intelektual yang cukup menghalangi hubungan sosial dan fungsi kerja dalam
kehidupan sehari-hari. Demensia ditandai dengan menurunnya fungsi kognitif seperti
melemahnya daya ingat (memory), kesulitan berbahasa, gagal melakukan aktifitas
yang memiliki tujuan, kesulitan mengenal benda-benda atau orang, serta pada keadaan
lebih lanjut akan terjadi gangguan berhubungan sosial disertai adanya gangguan fungsi
eksekutif termasuk kemampuan membuat rencana, mengatur sesuatu, mengurutkan
dan daya abstraksi (Asrosi, 2014).
Demensia adalah sindrom klinis yang meliputi hilangnya fungsi intelektual dan
memori yang sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi hidup sehari-hari.
Penurunan fungsi kognitif yang berujung pada demensia menyebabkan lansia
menjadi tidak produktif sehingga memunculkan problem dalam kesehatan
masyarakat dan tentunya berdampak pada bertambahnya pembiayaan keluarga,
masyarakat dan pemerintah (Moeloek, 2016).
Demensia adalah suatu sindrom akibat penyakit otak, biasanya bersifat kronik
atau progresif serta terdapat gangguan fungsi luhur. Jenis demensia yang paling
sering dijumpai yaitu demensia tipe Alzheimer, termasuk daya ingat, daya
pemahaman, berhitung, kemampuan belajar, berbahasa, dan daya kemampuan
menilai. Kesadaran tidak berkabut dan biasanya disertai rendahnya fungsi kognitif,
ada kalanya diawali oleh kemorosotan (deterioration) dalam pengendalian emosi,
prilaku sosial, atau motivasi, sindrom ini terjadi pada penyakit Alzheimer, pada
penyakit serebrovaskuler, dan pada kondisi lain yang secara primer atau sekunder
mengenai otak (Nisa & Lisiswanti, 2016)
Demensia adalah suatu kondisi medis dimana terjadi penurunan kemampuan
kognitif seseorang dibandingkan beberapa bulan atau tahun sebelumnya. Orang
dengan demensia mengalami berbagai jenis kesulitan kemampuan kognitif,
seperti memori, bahasa, perhatian, orientasi, penilaian, dan perencanaan
(Arvanitakis dan Bennett, 2020)
f. Faktor Risiko Terjadinya Demensia
Menurut (Priastama,2020) faktor yang memengaruhi terjadinya demensia sebagai berikut:
1) Usia (lansia)
Usia 71-80 tahun menunjukkan peningkatan risiko mengalami demensia. Peran usia
sebagai faktor risiko demensia telah disorot dalam beberapa penelitian. Faktanya,
prevalensi demensia meningkatpenting seiring bertambahnya usia sebagaimana diamati
dalam pengaturan klinis dan selama studi populasi. Beberapa penurunan fungsi tubuh
akibat menua menunjukkan hubungannya dengan kejadian demensia.
2) Hipertensi
Hipertensi usia pertengahan dan hipertensi usia lanjut adalah faktor risiko yang signifikan
untuk timbulnya dementia vaskular pada usia lanjut. Penelitian menunjukkan kerusakan
materi otak dengan gangguan kognitif terkait dengan status hipertensi jangka
panjang.Dengan demikian, kontrol TD yang ketat termasuk selama tidur dapat memiliki
efek neuroprotektif pada otak, dan dengan demikian mencegah timbulnya demensia.
Hipertensi secara signifikan terkait dengan peningkatan insiden demensia di kalangan
pria.
3) Kebiasaan merokok
Merokok didefinisikan sebagai faktor risiko jika subjek merokoktiga bidis per hari
selama minimal 1 tahun. Sebuah meta-analisis lebih dari 37 penelitian dibuat untuk
menilai korelasi antara merokok dan demensia. Ditetapkan bahwa perokok menunjukkan
peningkatan risiko demensia. Kebiasaan dari merokok dan minum alkohol secara teratur
pada usia paruh baya memiliki dampak yang jauh lebih kuat daripada faktor individu
pada risiko gangguan kognitif pada usia lanjut. Merokok di usia tua semakin
meningkatkan terjadinya demensia.
4) Penderita diabetes
Diabetes menjadi salah satu faktor risiko demensia yang merupakan efek dari
kardiometabolik. Antisipasi diabetes menunjukkan bahwa terjadi penurunan tingkat
kejadian demensia. Diabetes menjadi faktor risiko yang sering dijumpai pada lansia
dengandemensia 12
5) Depresi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa depresi adalah faktor risiko komorbiditas kunci
untuk demensia. Riwayat depresi selama sekitar 10 tahun menjadi faktor risiko terjadinya
demensia, tetapi riwayat depresi yang memiliki durasi bulan ke tahun, relatif kurang
signifikan.
2) Stroke
Penderita demensia dalam beberapa kasus ditemukan memilikiriwayat stroke meski
prevalensinya tidak terlalu tinggi. Penderita stroke memiliki risiko lebih tinggi terkena
gangguan kognitif. Kerusakan jaringan akut dapat mempengaruhi kognisi yang
berdampak pada terjadinya demensia
3) Penyakit arteri koroner
Penyakit vaskuler (penyakit arteri koroner) menjadi risiko tinggi terhadap kejadian
demensia. Penyakit ini akan berdampak pada penurunan fungsi kognitif yang berujung
pada terjadinya demensia
4) Pendidikan
Pendidikan yang rendah menjadi faktor risiko untuk mempercepat penurunan ingatan dan
terjadinya demensia. Dampaknya akan lebih terasa ketika berada pada usia lanjut.
Penelitian lainnya juga menemukan keterkaitan pendidikan dengan kejadian demensia,
meski tidak terlalu signifikan.
g. Gejala Demensia
Tanda dan Gejala Menurut Asrori dan putri (2014), menyebutkan ada beberapa
tanda dan gejala yang dialami pada Demensia antara lain :
1) Kehilangan memori
Tanda awal yang dialami lansia yang menderita demensia adalah lupa tentang
informasi yang baru di dapat atau di pelajari, itu merupakan hal biasa yang diamali
lansia yang menderita demensia seperti lupa dengan pentujuk yang diberikan, nama
maupun nomer telepon, dan penderita demensia akan sering lupa dengan benda dan
tidak mengingatnya.
2) Kesulitan dalam melakukan rutinitas pekerjaan
Lansia yang menderita Demensia akan sering kesulitan untuk menyelesaikan
rutinitas pekerjaan sehari-hari. Lansia yang mengadalami Demensia terutama
Alzheimer Disease mungkin tidak mengerti tentang langkahlangkah dari
mempersiapkan aktivitas sehari-hari seperti menyiapkan makanan, menggunkan
perlatan rumah tangga dan melakukan hobi.
3) Masalah dengan bahasa
Lansia yang mengalami Demensia akan kesulitam dalam mengelolah kata
yang tepat, mengeluarkan kat-kata yang tidak biasa dan sering kali membuat kalimat
yang sulit untuk di mengerti orang lain.
4) Disorientasi
Waktu dan tempat Mungkin hal biasa ketika orang yang tidak mempunyai
penyakit Demensia lupa dengan hari atau diaman dia berada, namun dengan lansia
yang mengalami Demensia akan lupa dengan jalan, lupa dengan dimana mereka
berada dan baimana mereka bisa sampai ditempat itu, serta tidak mengetahui
bagaimana kebali kerumah.
5) Tidak dapat mengambil keputusan
Lansia yang mengalami Demensia tidak dapat mengambil keputusan yang
sempurna dalam setiap waktu seperti memakai pakaian tanpa melihat cuaca atau
salah memakai pakaian, tidak dapat mengelolah keuangan.
6) Perubahan suasana hati dan kepribadian
Setiap orang dapat mengalami perubahan suasan hati menjadi sedih maupun
senang atau mengalami perubahan perasaann dari waktu ke waktu, tetapi dengan
lansia yang mengalami demensia dapat menunjukan perubahan perasaan dengan
sangat cepat, misalnya menangis dan marah tanpa alasan yang jelas. Kepribadian
seseorang akan berubah sesuai dengan usia, namun dengan yang dialami lansia
dengan demensia dapat mengalami banyak perubahan kepribadian, misalnya
ketakutan, curiga yang berlebihan, menjadi sangat bingung, dan ketergantungan pada
anggota keluarga.
h. Jenis-Jenis Demensia
1) Demensia tipe alzheimer
Demensia alzheimer adalah salah satu bentuk demensia akibat degerasi otak
yang sering ditemukan dan paling ditakuti. Demensia alzheimer, biasanya diderita
oleh pasien usia lanjut dan merupakan penyakit yang tidak hanya menggerogoti daya
pikir kemampuan aktivitas penderita, namun juga menimbulkan beban bagi keluarga
yang merawatnya. Demensia alzheimer merupakan keadaan klinis seseorang yang
mengalami kemunduran fungsi intelektual dan emosional secara progresif sehingga
mengganggu kegiatan sosial sehari-hari. Gejalanya dimulai dengan gangguan
memori yang mempengaruhi keterampilan pekerjaan, sulit berfikir abstrak, salah
meletakkan barang, perubahan inisiatif, tingkah laku, dan kepribadian.
2) Demensia vaskuler
Demensia vaskuler merupakan jenis demensia terbanyak kedua setelah
demensia Alzheimer. Angka kejadian pada demensia vaskuler tidak beda jauh
dengan kejadian demensia alzheimer sekitar 47% dari populasi demensia
keseluruhan. Demensia alzheimer 48% dan demensia oleh penyebab lain 5%.
Kejadian vaskuler pada populasi usia 65 tahun menunjukkan angkat kejadian 0,7%,
dan 8,1% pada kelompok usia diatas 90 tahun.
3) Demensia Badan Lewy (DLB)
DLB (inklusi neuronal intracytoplasmic) merupakan gangguan otak progresif
yang degeneratif, yang dapat ditemukan di batang otak, di encephalon, ganglia
basalis, dan korteks serebral. Individu dengan penyakit Parkinson (PD) memiliki
peningkatan risiko enam kali lipat untuk pengembangan DLB dibandingkan dengan
populasi umum. Faktor risiko yang terkait dengan pengembangan DLB termasuk
usia lanjut, depresi, kebingungan, atau psikosis saat mengambil levodopa, dan
masker wajah pada individu dengan PD didiagnosis.
4) Demensia Frontotemporal (FTD)
FTD adalah sindrom klinis pengecualian terkait dengan non-AD kondisi
patologis dan relatif jarang terjadi dalam pengaturan klinikal. Sindrom ini
mencakup spektrum non-AD demensia dan ditandai oleh atrofi fokus daerah
temporal yang frontal dan anterior. Patologis, FTD adalah variabel, beberapa kasus
mungkin menunjukkan teupostur penyakit (dengan atau tanpa badan Pick klasik),
sedangkan yang lain menunjukkan ubiquitin-positif inklusi, dan masih orang lain
mungkin kurang khas histologis ciri-ciri.
i. Stadium Demensia
Menurut Setiawan (2014), stadium demensia dibagi 3 yaitu stadiumawal, stadium
menengah dan stadium akhir.
1) Stadium awal
Gejala stadium awal yang dialami lansia menunjukkan gejala seperti kesulitan
dalam berbahasa dan berkomunikasi, mengalami kemunduran daya ingat serta
disorientasi waktu dan tempat.
2) Stadium menengah
Pada stadium ini demensia ditandai dengan mulai mengalami kesulitan
melakukan aktivitas kehidupan sehari – hari dan menunjukkan gejala seperti mudah
lupa, terutama untuk peristiwa yang baru lupa nama orang, tanda lainnya seperti
sangat bergantung pada orang lain dalam melakukan sesuatu misalnya ke toilet,
mandi dan berpakaian.
3) Stadium Lanjut
Pada stadium lanjut mengalami ketidak mandirian dan in aktif yangtotal
serta tidak mengenali lagi anggota keluraga (disorientasi personal).Lansia juga
sukar memahami dan menilai peristiwa yang telah dialami.
j. Penilaian Demensia
Diagnosis demensia ditegakkan berdasarkan penilaian menyeluruh, dengan
memperhatikan usia penderita, riwayat keluarga, awal dan perkembangan gejala serta
adanya penyakit lain :
1) Pemeriksaan Memori
Pada pemeriksaan ini pasien diminta untuk mencatat, menyimpan, mengingat
dan mengenal informasi baru. Pasien diminta untuk mengulang kata – kata
( registration ), mengingat kembali informasi tadi setelah istirahat beberapa menit
( retention, recall ) dan mengenal kata – kata dari banyak daftar (recognition).
Kemampuan itu untuk mengingat informasi dievaluasi dengan memperkenalkan
nama-nama dari 3 obyek kepada pasienpasien,yang diminta untuk mengulang nama-
nama dengan segera. Jika pasien- pasien tidak bisamelakukannya, masalah itu adalah
biasanya perhatian, bukan memori.Jika pasienpasien dapat mengingat informasi,
ingatan jangka pendek yang diuji: Setelah 5 menit, pasien diminta untuk mengingat 3
nama. Pasien dengan demensia melupakan informasi yang sederhana dalam 1 sampai
5 menit. mintalah pasien untuk menyebut object di dalamkategorikategori (misalnya,
binatangbinatang, barang-barangkesenian pakaian, potongan-potongan dari mebel)
adalah tes yang bermanfaat Pasien dengan demensia kesulitan untuk menyebut
beberapa, mereka yang tanpa demensia dengan mudah menyebut banyak. Functional
Activities Questionnaire, tersedia dari Asosiasi Alzheimer, digunakan untuk
mengevaluasi apakah perusakan/pelemahan teori- mempengaruhi suatu kemampuan
pasienuntuk melaksanakan aktivitas kompleks lain.
2) Pemeriksaan kemampuan berbahasa
Pada pemeriksaan ini pasien diminta untuk menyebutkan nama benda di
dalam ruangan atau bagian dari tubuh, mengikuti perintah 14 atau aba – aba atau
mengulang ungkapan.
3) Pemeriksaan apraksia
Dimana keterampilan motorik pasien dapat diperiksa dengan cara meminta
pasien untuk melakukan gerakan tertentu, misalnya memasang / menyusun balok–
balok, atau menyusun tongkat dalam desain tertentu.