Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH RISET KEPERAWATAN

“GAYA HIDUP MASYARAKAT DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT


DIABETES MELLITUS DI DESA TUMPANG DUA DI KOTA MADIUN”
Dosen Pembimbing: Riris Diana Rachmayanti SKM, M,Kes

Kelompok Komunitas 1 :

1. Suhindra Widiyanto (201601042)


2. Ronny May Hanafi (201601054)
3. Eka Inggri Uji U (201601059)
4. Alifah Assa Diyah (201601067)
5. Whynne Insan S N (201601069)

PRODI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA SEHAT PPNI
KABUPATEN MOJOKERTO
2019
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan seluruh alam atas rahmat dan hidayah-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini dibuat untuk
memenuhi tugas mata kuliah Keperawat Riset.
Makalah ini terwujud karena adanya pihak yang telah banyak membantu,
membimbing, serta memberi dorongan dan doa dalam menyelesikan makalah ini.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah banyak membantu dan memberi masukan pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari
sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sekiranya dapat
penulis gunakan sebagai masukan untuk perbaikan makalah berikutnya.

Mojokerto, 16 November 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR.........................................................................................................................ii

BAB I..................................................................................................................................................4

PENDAHULUAN...............................................................................................................................4

1.1 Latar Belakang..........................................................................................................................4


1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................................6
1.3 Tujuan........................................................................................................................................6
1.4 Manfaat.....................................................................................................................................7
BAB II.................................................................................................................................................8

TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................................................8

2.1 Pengetahuan..............................................................................................................................8
2.2 Sikap..........................................................................................................................................9
2.3 Masyarakat..............................................................................................................................13
2.4 Diabetes mellitus.....................................................................................................................14
2.5 Pencegahan Diabetes Mellitus................................................................................................19
2.6 Penelitian Terkait....................................................................................................................26
BAB III..............................................................................................................................................28

METODE PENELITIAN..................................................................................................................28

3.1 Jenis dan Desain Penelitian.....................................................................................................28


3.2 Tempat dan Waktu Penelitian..................................................................................................29
3.3 Sumber Data............................................................................................................................30
3.4 Teknik Pengumpulan Data......................................................................................................31
3.5 Populasi, Sampling dan Sample..............................................................................................32
3.6 Definisi Operasional...............................................................................................................33
3.7 Anilisis Data............................................................................................................................33
3.8 Kerangka Konsep....................................................................................................................33
3.9 Hipotesis..................................................................................................................................34
BAB IV.............................................................................................................................................35

PENUTUP.........................................................................................................................................35

4.1 KESIMPULAN.......................................................................................................................35
4.2 SARAN...................................................................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................36

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diabetes Mellitus adalah hiperglikemi kronik yang disertai berbagai kelainan
metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi
kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah. (Rendy &Margareth, 2012).
Menurut WHO (2012), diabetes mellitus adalah penyakit kronis yang terjadi
ketika pankreas tidak menghasilkan insulin yang cukup, atau ketika tubuh tidak
dapat secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkan (Suiraoka, 2012).
Organisasi kesehatan dunia/WHO memperkirakan bahwa lebih dari 346 juta orang
diseluruh dunia mengidap diabetes. Jumlah ini kemungkinan akan lebih dari dua
kali lipat pada tahun 2030 tanpa intervensi. Hampir 80% kematian diabetes terjadi
di negara berpenghasilan rendah dan menengah (Suiraoka, 2012). Untuk penyakit
Diabetes Mellitus, menurut survey yang di lakukan WHO, Indonesia menempati
urutan ke-4 dengan jumlah penderita diabetes terbesar di dunia setelah India,
Cina, dan Amerika Serikat. Dengan prevalensinya 8,6 % dari total penduduk,
diperkirakan pada tahun 1995 ada 4,5 juta pengidap diabetes dan pada 2025,
diperkirakan meningkat menjadi 12,4 juta penderita. Pada tahun 2030,
diperkirakan bahwa prevalensi diabetes mellitus di Indonesia mencapai 21,3 juta
orang (Diabetes care, 2004 dalam Hakim, 2010).
Berdasarkan hasil Riset kesehatan Dasar (Riskesdas) Departemen Kesehatan
RI pada 2007, diperoleh bahwa proporsi penyebab kematian akibat DM pada
kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki peringkat ke-2, yaitu
14,7%. Di daerah pedesaan, DM menduduki peringkat ke-6, yaitu 5,8% (Hakim,
2012). Menurut penelitian epidemiologi yang sampai tahun delapan puluhan telah
dilaksanakan di berbagai kota di Indonesia, prevalensi diabetes berkisar antara 1,5
sampai dengan 2,3%, kecuali di Manado yang agak tinggi sebesar 6% (Suyono,

4
dkk, 2009). Di kalangan masyarakat, sering mendengar pendapat mereka terhadap
penyakit diabetes mellitus bahwa penyakit ini tidak bisa di sembuhkan. Padahal
sesungguhnya penyakit ini dapat disembuhkan, setidaknya dapat dicegah dengan
melakukan perubahan yang terutama berasal dari kemauan diri sendiri untuk
melakukan gaya hidup yang sehat. Akibat dari pendapat bahwa penyakit diabetes
tidak dapat disembuhkan, timbul kecemasan bagi penderita diabetes maupun
masyarakat yang masih belum mengerti atau memahami mengenai penyakit
diabetes mellitus. Menurut Maslow (dalam Sari, 2012), kebutuhan keamanan,
tidak ada seorangpun yang menginginkan hidup tanpa kenyamanan. Kebutuhan ini
meliputi keamanan fisik dan psikis terhindar dari marabahaya dan gangguan yang
mengancam kehidupan. Hasil survey dari puskesmas yang ada di Langowan
Utara, bahwa masyarakat di Desa Tempang Dua dari tahun 2012 hingga 2014
hanya 3 orang yang mengontrol kesehatan yang mengidap penyakit diabetes.
Namun pada bulan Maret tahun 2014 setelah di telusuri secara langsung kepada
masyarakat setempat, ada 11 orang yang mengidap penyakit diabetes mellitus,
baik diabetis pemula maupun diabetis yang sudah lama. Dari rasa takut dan
cemas, membuat masyarakat tidak ingin mengontrol penyakit diabetes mellitus
lebih awal di puskesmas maupun rumah sakit, hingga akhirnya menjadi parah
bahkan hingga terjadi kematian. Dan hal ini yang membuat penyakit diabetes
mellitus sulit dicegah lebih awal di kalangan masyarakat. Maka diperlukan
komunikasi yang baik antara pihak kesehatan dan masyarakat mengenai penyakit
diabetes mellitus.Melalui penanganan yang baik dengan adanya kerjasama antara
masyarakat dan petugas kesehatan, diabetes mellitus akan dapat dicegah. Untuk
mencapai hal tesebut, keikutsertaan masyarakat untuk menjaga kesehatan diri
sangat penting.
Demikian pula bagi petugas kesehatan untuk mendapatkan hasil yang
maksimal, penyuluhan dalam hal ini sangat berpengaruh penting dan tentunya
diperlukan agar informasi dan tindakan yang diberikan bermanfaat bagi
masyarakat. Karena itu, peneliti merasa perlu mengadakan penelitian untuk

5
mengetahui hubungan antara pengetahuan dengan sikap masyarakat dalam
mencegah resiko penyakit Diabetes Mellitus. Untuk itu judul yang diambil dalam
penelitian ini adalah “Hubungan tingkat pengetahuan dengan sikap pencegahan
penyakit diabetes mellitus pada masyarakat Jaga I di desa Tempang Dua
Kecamatan Langowan Utara Kabupaten Minahasa”.

1.2 Rumusan Masalah


Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah, juga tenaga kesehatan dengan
memberi informasi menyangkut pencegahan penyakit diabetes mellitus kepada
masyarakat di Desa Tempang Dua Kecamatan Langowan Utara, tanpa terkecuali
agar dapat menghindari diabetes mellitus. Namun kenyataannya, masih terdapat
masyarakat di Desa Tempang Dua yang tidak menjaga gaya hidup dan pola makan
yang tidak sehat, sehingga terjadi berbagai masalah kesehatan diantaranya
peningkatan prevalensi kematian pada masyarakat yang berdampak adanya
kecemasan bagi sebagian masyarakat tersebut. Untuk itu dilakukan penelitian
menyangkut hubunganpengetahuan dengan sikap pencegahan penyakit diabetes
mellitus.

1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Diketahui hubungan antara tingkat pengetahuan dengan sikap masyarakat
pencegahan penyakit diabetes mellitus di desa Tempang Dua, Kecamatan
Langowan Utara Kabupaten Minahasa.
2. Tujuan Khusus
a. Teridentifikasi tingkat pengetahuan masyarakat tentang pencegahan penyakit
diabetes mellitus.
b. Teridentifikasi sikap masyarakat tentang pencegahan penyakit diabetes
Mellitus.
c. Teridentifikasi hubungan tingkat pencegahan dengan sikap pencegahan

6
penyakit diabetes mellitus

1.4 Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi Masyarakat
Penelitian ini dapat memberikan informasi dan pengetahuan mengenai penyakit
Diabetes Mellitus dan bagaimana cara mencegahnya.
2. Bagi Mahasiswa
Penelitian ini dapat menjadi bahan masukan untuk melaksanakan penelitian lebih
lanjut yang berkaitan dengan diabetes mellitus.
3. Bagi Peneliti
Mengkaji hasil penelitian nanti, akan dapat memberikan kontribusi dalam hasil-
hasil penelitian tentang penyakit diabetes mellitus.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengetahuan
1. Pengertian

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, yang terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui
mata dan telinga. Pengetahuan merupakan pedoman dalam membentuk tindakan
seseorang (overt behavior). Berdasarkan pengalaman dan penelitian, diperoleh bahwa
perilaku yang didasari pengetahuan (Maulana, 2009). Notoadmodjo (2010)
mengungkapkan bahwa pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil
tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga,
dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan
pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi
terhadap objek.

2. Tingkatan Pengetahuan

Pengetahuan yang mencakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan


(Maulana, 2009), yaitu:

a. Tahu. Tahu berarti mengingat suatu materi yang telah dipelajari atau rangsangan
yang telah diterima sebelumnya. Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling
rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa seseorang itu tahu adalah ia dapat
menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, dan menyatakan.

b. Memahami (comprehension). Memahami berarti kemampuan untuk menjelaskan


secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi

8
tersebut secara benar. Orang yang paham harus dapat menjelaskan, menyebutkan
contoh, menyimpulkan, dan meramalkan.

c. Aplikasi/penerapan (application). Aplikasi berarti kemampuan menggunakan materi


yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat
diartikan sebagai penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, dan prinsip dalam
konteks atau situasi nyata.

d. Analisis (analysis). Analisis adalah kemampuan menjabarkan materi atau objek ke


dalam bagian-bagian yang lebih kecil, tetapi masih dalam satu struktur organisasi dan
ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis dapat dilihat dari penggunaan kata
kerja, seperti dapat menggambarkan, membuat bagan, membedakan, memisahkan,
dan mengelompokkan.

e. Sintesis (synthesis). Sintesis merupakan kemampuan meletakkan atau


menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau
kemampuan menyusun formulasi baru dari formulasi yang sudah ada. Sebagai contoh,
dapat menyusun, merencanakan, dapat meringkas, dan dapat menyesuaikan terhadap
suatu teori atau rumusan yang telah ada.

f. Evaluasi. Evaluasi berkaitan dengan kemampuan melakukan justifikasi atau


penilaian terhadap suatu materi atau objek. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan
kriteria sendiri atau kriteria yang telah ada.

2.2 Sikap
1. Pengertian

Menurut Allport, sikap merupakan suatu proses yang berlangsung dalam diri
seseorang yang didalamnya terdapat pengalaman individu yang akan mengarahkan
dan menentukan respon terhadap berbagai objek dan situasi (Sarwono, 2012). Zanna
dan Rempel (Voughn & Hoog, 2002 dalam Sarwono, 2012) menjelaskan sikap
merupakan reaksi evaluatif yang disukai dan tidak disukai terhadap sesuatu atau

9
seseorang, menunjukkan kepercayaan, perasaan, atau kecenderungan perilaku
seseorang.

2. Fungsi Sikap

Menurut Attkinson dikutip dalam Sunaryo, 2004 (Maulana 2009) mengatakan, sikap
memiliki 5 fungsi, yaitu:

a. Fungsi instrumental, yaitu sikap yang dikaitkan dengan alasan praktis atau manfaat
dan menggambarkan keadaan keinginannya atau tujuan.

b. Fungsi pertahanan ego, yaitu sikap yang diambil untuk melindungi diri dari
kecemasan atau ancaman harga dirinya.

c. Fungsi nilai ekspresi, yaitu sikap yang menunjukkan nilai yang ada pada dirinya.
Sistem nilai individu dapat dilihat dari sikap yang diambil individu bersangkutan
(misalnya individu yang telah menghayati ajaran agama, sikapnya akan tercemin
dalam tutur kata, perilaku, dan perbuatan yang dibenarkan ajaran agamanya).

d. Fungsi pengetahuan, setiap individu memiliki motif untuk ingin tahu, ingin
mengerti, ingin banyak mendapat pengalaman dan pengetahuan, yang diwujudkan
dalam kehidupan sehari-hari.

e. Fungsi penyesuaian sosial, yaitu sikap yang diambil sebagai bentukadaptasi dengan
lingkungannya.

3. Tingkatan

Sikap terdiri atas empat tingkatan, mulai dari terendah sampai tertinggi, yakni
menerima, merespon, menghargai, dan bertanggung jawab.

a. Menerima

Menerima berarti mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan yang


diberikan/objek (misalnya, sikap terhadap gizi dapat dilihat dari kesediaan dan
perhatian terhadap ceramah-ceramah gizi)

10
b. Merespon

Memberikan jawaban jika ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang


diberikan merupakan indikasi sikap. Terlepas dari benar atau salah, hal ini berarti
individu menerima ide tersebut.

c. Menghargai

Pada tingkat ini, individu mengajak orang lain untuk mengajarkan atau
mendiskusikan suatu masalah.

d. Bertanggung jawab

Merupakan sikap yang paling tinggi, dengan segala resiko bertanggung jawab
terhadap sesuatu yang telah dipilih, meskipun mendapat tantangan dari keluarga.
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung (langsung ditanya) dan tidak
langsung (Maulana, 2009).

4. Ciri-ciri Sikap

Para ahli (Gerungan, 1996; Ahmadi, 1999; Sarwono, 2000 dan Walgito, 2001) dalam
Maulana (2009) mengungkapkan bahwa sikap memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Sikap tidak dibawa dari lahir, tetapi dipelajari dan dibentuk melalui
pengalaman, latihan sepanjang perkembangan individu

b. Sikap dapat berubah-ubah dalam situasi yang memenuhi syarat untuk itu
sehingga dapat dipelajari

c. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi selalu berhubungan dengan objek sikap

d. Sikap dapat tertuju pada satu atau banyak objek

e. Sikap dapat berlangsung lama atau sebentar

f. Sikap mengandung faktor perasaan dan motivasi, hal ini yang membedakan
dengan pengetahuan.

11
5. Pembentukan dan Perubahan sikapSarwono (2000) dalam Maulana (2009)
mengatakan, terdapat beberapa cara untuk membentuk atau mengubah sikap individu,
yaitu :

a. Adopsi

Suatu cara pembentukan dan perubahan sikap melalui kegiatan yang berulang dan
terus-menerus sehingga lama-kelamaan secara bertahap akan diserap oleh individu
(misalnya, pola asuh dalam keluarga).

b. Diferensiasi

Terbentuk dan berubahnya sikap karena individu telah memiliki pengetahuan,


pengalaman, intelegensi dan bertambahnya umur. Hal yang pada awalnya dipandang
sejenis, sekarang dipandang tersendiri dan lepas dari jenisnya sehingga membentuk
sikap tersendiri. Sebagai contoh, anak yang semula takut terhadap orang yang belum
dikenalnya, berangsur-angsur mengetahui mana yang baik dan yang jahat sehingga
mulai dapat bermain dengan orang yang disukainya.

c. Integrasi

Sikap terbentuk secara bertahap. Diawali dari pengetahuan dan pengalaman terhadap
objek sikap tertentu (misalnya, mahasiswa keperawatan yang rajin mengikuti
perkuliahan praktek klinik dan mengikuti seminar-seminar keperawatan, akhirnya
akan bersikap positif terhadap profesi keperawatan.

d. Trauma

Pembentukan dan perubahan sikap terjadi melalui kejadian yang tibatiba dan
mengejutkan sehingga menimbulkan kesan mendalam. Sebagai contoh, individu yang
pernah sakit perut karena membeli dan makan rujak dipinggir jalan sampai masuk
rumah sakit, akan bersikap negatif terhadap makanan tersebut.

e. Generalisasi

12
Sikap terbentuk dan berubah karena pengalaman traumatik pada individu terhadap hal
tertentu (positif atau negatif) terhadap semua hal. Sebagai contoh, pasien yang pernah
mendapat perawatan yang tidak professional dari seorang perawat akan memiliki
sikap negatif terhadap semua perawat.

6. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap

Sikap tidak dibawa sejak lahir, tetapi dipelajari dan dibentuk berdasarkan pengalaman
dan latihan sepanjang perkembangan individu. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak
lepas dari pengaruh interaksi dengan orang lain (eksternal), selain makhluk individual
(internal). Kedua faktor tersebut berpengaruh terhadap sikap menurut Maulana (2009)
yaitu:

a. Faktor Internal : fisiologis (sakit, lapar, haus), psikologis (minat dan perhatian), dan
motif.

b. Faktor Eksternal : pengalaman, situasi, norma, hambatan, pendorong.

2.3 Masyarakat
1. Pengertian

Masyarakat merupakan jalinan hubungan sosial yang selalu berubah-ubah sesuai


kebiasaan karena masyarakat dibentuk dari suatu kebiasaan, wewenang, dan
kerjasama dari berbagai kelompok (Mubarak, 2009).Jadi, masyarakat merupakan
sekumpulan orang yang memiliki kebiasaan dalam melakukan sebagian kegiatan
secara bersama-sama yang memiliki kesatuan, tradisi yang sama serta adanya saling
bergotong royong

2. Ciri-ciri Masyarakat

Ciri-ciri masyarakat dalam Mubarak (2009), yaitu:

a. Saling bergantung dan menempati wilayah dengan batas tertentu.

b. Adanya kesinambungan dalam waktu.

13
c. Merupakan kesatuan hidup bersama yang saling berinteraksi di antara sesama
anggota dan berkesinambungan.

d. Memiliki kebiasaan-kebiasaan, adat istiadat, norma-norma, hukum, serta aturan-


aturan yang mengatur semua pola tingkah laku warga dan dipatuhi oleh seluruh
anggota kelompok.

e. Memiliki identitas atau ciri-ciri kepribadian yang sama, kuat, dan mengikat seluruh
warganya, seperti berupa bahasa, pakaian, symbolsimbol tertentu (perumahan),
benda-benda tertentu (mata uang, alat pertanian, dan lain-lain).

f. Merupakan suatu sistem hidup bersama. Sistem hidup bersama menimbulkan


kebudayaan karena mereka merasa dirinya terkait satu dengan yang lainnya.

2.4 Diabetes mellitus


1. Pengertian

Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan


karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin
atau kedua-keduanya (American Diabetes Association, 2005 dalam Soegondo 2009).
Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang,
disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung
dan pembuluh darah (Soegondo, 2009). Diabetes mellitus merupakan sekelompok
penyakit metabolik yang ditandai dengan meningkatnya kadar gula darah/
hiperglikemia akibat jumlah dan atau fungsi insulin terganggu (Suiraoka, 2012).
American Diabetes Assosiation/ World Health Organization dalam Suiraoka (2012)
mengklasifikasikan 4 macam penyakit DM, yaitu:

a. Diabetes Mellitus 1 (Diabetes Mellitus bergantung Insulin/ DMT1)

DM tipe 1 ditandai dengan terjadinya kerusakan sel β (beta) pankreas yang


disebabkan oleh proses autoimun, akibatnya terjadi defiensi insulin absolut
sehingga penderita mutlak memerlukan insulin dari luar (eksogen) untuk
mempertahankan kadar gula darah dalam batas normal (Susanto, 2010 dalam

14
Suiraoka, 2012). Penyakit diabetes tipe 1 biasanya memiliki kesehatan dan berat
badan yang baik, bahkanpun respon tubuh terhadap insulin juga masih normal.
Tingkat glukosa rata-rata untuk pasien diabetes tipe 1 sedapat mungkin harus
mendekati normal yaitu 80-120 mg/dl. Angka di atas 200 mg/dl sering disertai
dengan rasa tidak nyaman dan terlalu sering buang air kecil sehingga
menyebabkan dehidrasi (Suiraoka,2012).

b. Diabetes Mellitus Tipe 2 (Diabetes Mellitus tidak bergantung Insulin/ DMTTI)

Diabetes mellitus tipe 2 (DMT2) merupakan sindrom dengan gangguan metabolik


yang berbasis genetik poligenik (Effendi, 2011). Karena resistensi insulin, jumlah
reseptor insulin pada permukaan sel berkurang, walaupun jumlah insulin tidak
berkurang. Hal ini menyebabkan glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel
meskipun insulin tersedia. Keadaan ini disebabkan obesitas terutama tipe sentral,
diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat, kurangnya aktifitas fisik serta faktor
keturunan (Iskandar, 2004 dalam Suiraoka 2012).

c. Diabetes Mellitus Gestational (DMG)

Diabetes tipe ini merupakan gangguan toleransi glukosa berbagai derajat yang
ditemukan pertama kali pada saat hamil. (Suiraoka, 2012).

d. Diabetes tipe lain

Di sebabkan oleh berbagai kondisi seperti kelainan genetik yang spesifik


(kerusakan genetik sel beta pankreas dan kerja insulin), penyakit pada pankreas,
gangguan endokrin lain, infeksi, obat-obatan dan beberapa bentuk lain yang jarang
terjadi (Karyadi, 2002 dalam Suiraoka, 2012). Gangguan kerja atau jumlah insulin
yang kurang disebabkan karena kelainan genetik tertentu (maturity onset diabetes
of the young-MODY), atau karena pengaruh obat tertentu seperti obat steroid
(Waspadji, 2012).

2. Gejala Diabetes Mellitus Secara umum gejala dan tanda penyakit DM dibagi dalam
2 kelompok, yaitu:

15
a. Gejala Akut, meliputi:

1) Polyuria. Hal ini berkaitan dengan kadar gula yang tinggi diatas 160-180
mg/dl maka glukosa akan sampai ke urin tetapi jika tambah tinggi lagi, ginjal
akan membuang air tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa
yang hilang. Gula bersifat menarik air sehingga bagi penderitanya akan
mengalami polyuria atau kencing banyak.

2) Polydipsia. Di awali dari banyaknya urin keluar maka tubuh mengadakan


mekanisme lain untuk menyeimbangkannya yakni dengan banyak minum.
Diabetis akan selalu menginginkan minuman yang segar serta dingin untuk
mengindari dari dehidrasi.

3) Polyphagia. Karena insulin yang bermasalah, pemasukan gula ke dalam sel-sel


tubuh kurang, sehingga energi yang dibentuk pun kurang. Inilah mengapa
orang merasakan kurangnya tenaga, akhirnya diabetis melakukan kompensasi
yaitu dengan banyak makan (Sari, 2012).

4) Penurunan berat badan, rasa lemas dan cepat lelah (Suiraoka, 2012)

b. Gejala Kronis, meliputi :

a) Gangguan penglihatan, berupa pandangan yang kabur dan menyebabkan


sering ganti kacamata.

b) Gangguan saraf tepi berupa rasa kesemutan, terutama pada malam hari sering
terasa sakit dan rasa kesemutan di kaki.

c) Gatal-gatal dan bisul. Gatal pada umumnya dirasakan pada daerah lipatan kulit
ketiak, payudara dan alat kelamin. Bisul dan luka lecet terkena sepatu atau
jarum yang lama sembuh.

d) Rasa tebal pada kulit, yang menyebabkan penderita lupa memakai sandal dan
sepatunya.

16
e) Ganggguan fungsi seksual. Dapat berupa gangguan ereksi, impoten yang
disebabkan gangguan pada saraf bukan karena kekurangan hormon seks
(testosteron).

f) Keputihan. Pada penderita wanita, keputihan dan gatal sering dirasakan, hal
ini disebabkan daya tahan tubuh penderita menurun.

3. Faktor Resiko Diabetes Mellitus

Secara garis besar, Faktor resiko Diabetes dikelompokkan menjadi 2 yaitu:

a. Faktor resiko yang tidak dapat diubah :

1) Umur

Umur merupakan faktor pada orang dewasa, dengan semakin bertambahnya umur
kemampuan jaringan mengambil glukosa darah semakin menurun. Penyakit ini lebih
banyak terdapat pada orang berumur di atas 40 tahun daripada orang yang lebih muda
(Budiyanto, 2002 dalam Suiraoka, 2012).

2) Keturunan

Diabetes mellitus bukan penyakit menular tetapi diturunkan. Namun bukan berarti
anak dari kedua orangtua yang diabetes pasti akan mengidap diabetes juga, sepanjang
bisa menjaga dan menghindari faktor resiko yang lain. Sebagai faktor resiko secara
genetik yang perlu diperhatikan apabila kedua atau salah seorang dari orang tua,
saudara kandung, anggota keluarga dekat mengidap diabetes. Pola genetik yang kuat
pada diabetes mellitus tipe 2. Seseorang yang memiliki saudara kandung mengidap
diabetes tipe 2 memiliki resiko yang jauh lebih tinggi menjadi pengidap diabetes.
Uraian di atas telah mengarahkan kesimpulan bahwa resiko diabetes tersebut adalah
kondisi turunan (Susanto, 2010 dalam Suiraoka, 2012).

b. Faktor resiko yang dapat diubah (dimodifikasi) :

1) Pola makan yang salah

17
Pola makan yang salah dan cenderung berlebih menyebabkan timbulnya obesitas.
Obesitas sendiri merupakan faktor predisposisi utama dari penyakit diabetes mellitus.

2) Aktifitas \fisik kurang gerak

Kurangnya aktivitas gerak menyebabkan kurangnya pembakaran energi oleh tubuh


sehingga kelebihan energi dalam tubuh akan disimpan dalam bentuk lemak di dalam
tubuh. Penyimpanan yang berlebihan akan mengakibatkan obesitas.

3) Obesitas

Diabetes terutama DM tipe 2 sangat erat hubungannya dengan obesitas. Laporan


International Diabetes Federation (IDF) tahun 2004 dalam Suiroka, (2012)
menyebutkan 80% dari penderita diabetes ternyata mempunyai berat badan yang
berlebihan.

4) Stres

Stres mengarah pada kenaikan berat badan terutama karena kortisol, hormon stres
yang utama (Thalboot, 2006 dalam Tandra, 2010) dalam Suiraoka, (2012). Kortisol
yang tinggi menyebabkan peningkatan pemecahan protein tubuh, peningkatan
trigliserida darah dan penurunan penggunaan gula tubuh, manifestasinya
meningkatkan trigliserida dan gula darah atau dikenal dengan istilah hiperglikemia
(Sutanto, 2008 dalam Suiraoka, 2012).

5) Pemakaian obat-obatan

Memiliki riwayat menggunakan obat golongan kortikosteroid dalam jangka waktu


lama (Suiraoka, 2012).

4. Komplikasi

Komplikasi akut diabetes mellitus (Soegondo, 2009) sebagai berikut:

18
a. Hipoglikemia adalah keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan
penurunan glukosa darah. Gejala ini dapat ringan berupa gelisah sampai berat
berupa koma disertai kejang.

b. Hiperglikemia, secara anamnesis ditemukan adanya masukan kalori yang


berlebihan, penghentian obat oral maupun insulin yang didahului oleh stress
akut.

c. Hipeglikemia Non-Ketotik (HNK) ditandai dengan hiperglikemia berat non


ketotik atau ketotik dan asidosis ringan. Pada keadaan lanjut dapat mengalami
koma.

2.5 Pencegahan Diabetes Mellitus


Pencegahan penyakit diabetes mellitus perlu dilakukan dengan cara mengubah pola
gaya hidup yang sehat, dengan cara:

1. Terapi diet

Tujuan umum penatalaksanaan diet pada diabetes adalah:

a. Mencapai dan kemudian mempertahankan kadar glukosa darah mendekati


normal

b. Mencapai dan mempertahankan lipid mendekati normal

c. Mencapai dan mempertahankan berat badan agar selalu dalam batasbatas yang
memadai atau berat badan idaman ± 10%

d. Mencegah komplikasi akut dan kronik

e. Meningkatkan kualitas hidup (Suyono, 2009)

Tujuan umum terapi gizi adalah membantu orang dengan diabetes memperbaiki
kebiasaan gizi dan olahraga untuk mendapatkan kontrol metabolik yang lebih baik
(Soegondo, 2009).

2. Perencanaan makan

19
Tujuan perencanaan makan dan dalam pengelolaan diabetes sebagai berikut:

a. Mempertahankan kadar glukosa darah dan lipid dalam batas-batas normal.

b. Menjamin nutrisi yang optimal untuk pertumbuhan anak dan remaja, ibu hamil
dan janinnya.

c. Mencapai dan mempertahankan berat badan idaman (Suyono, 2009). Dalam


perencanaan makan bagi penderita diabetes mellitus harus mengatur dan
memperhatikan kebutuhan kalori, karbohidrat, protein, lemak, serat, natrium,
bahan pemanis, dan daftar makanan pengganti.

1) Kebutuhan kalori

Kebutuhan kalori pada penderita diabetes mellitus memiliki tujuan untuk mencapai dan

mempertahankan berat badan ideal. Diet standar yang dianjurkan ialah makanan yang memiliki

energi 45-65% dari karbohidrat, 10-20% dari protein, dan 20-25% dari lemak. Cara menghitung

berat badan Idaman dengan rumus Brocca, yaitu:

BERAT BADAN IDAMAN= 90% X (TB DALAM CM-100) X 1 Kg

Catatan: Bagi pria dengan tinggi badan dibawah 160 cm dan wanita dibawah 150 cm, rumus

modifikasi menjadi:

Berat badan ideal= (Tb dalam cm-100) x 1 kg

Maka kebutuhan kalori total dibutuhkan oleh penderita diabetes mellitus dengan
pegangan kasar, yaitu pasien kurus 2300-2500 kalori, normal 1700-2100 kalori, dan
gemuk 1300-1500 kalori (Soegondo, 2009). Kebutuhan kalori tiap penderita diabetes
mellitus berbeda tergantung pada jenis kelamin, umur, aktifitas, kehamilan/laktasi,
adanya komplikasi dan berat badan Kebutuhan kalori bagi penderita diabetes ibu yang
hamil sekitar 35-45 kal/kg BB ideal atau 300 kal diatas kalori basal pada saat tidak
hamil.

2) Kebutuhan Protein

20
Penderita diabetes mellitus sebaiknya mengonsumsi protein dari sumber protein
nabati misalnya kacang-kacangan, biji-bijian untuk mengurangi asupan kolesterol dan
juga lemak jenuh. Perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8 g/kgBB/hari atau 10%
dari kebutuhan energi jika ada tanda-tanda penyakit ginjal. Kebutuhan protein selama
hamil bertambah 10 gr di atas kebutuhan saat tidak hamil (saat tidak hamil 0,8 g/kg
BB ideal) (Suyono, 2009).

3) Kebutuhan Lemak

Penderita diabetes mellitus dianjurkan untuk mengonsumsi asupan lemak < 7% energi
dan tidak lebih 10% energi dari lemak tidak jenuh ganda. Jika penderita diabetes
mellitus mengalami peningkatan LDL, dapat dianjurkan untuk mengikuti diet
dislipidemia tahap II yaitu < 7% energi total dari lemak jenuh, yang kandungan
kolesterol 200 mg/hari. Namun jika peningkatan VLDL asupan lemak tidak jenuh
hingga 20% dengan < 10% kalori masing-masing dari lemak jenuh dan tidak jenuh
Berat badan Idaman= 90% x (TB dalam cm – 100) x 1 kg Berat badan Ideal= (TB
dalam cm - 100) x 1 kgtunggal. Penderita dengan trigliserida > 1000 mg/dl, perlu
diturunkan semua tipe lemak makanan yang dikonsumsi.

4) Kebutuhan Serat

Kebutuhan serat untuk penderita diabetes mellitus, asupan seratnya sama dengan
orang yang tidak menderita diabetes mellitus yaitu asupan seratnya 25g/hari. Jenis
yang dianjurkan ialah serat terlarut karena membantu menurunkan gula darah,
membantu menurunkan lemak darah.

5) Kebutuhan Natrium

Anjuran asupan natrium bagi penderita diabetes mellitus sama seperti biasa yaitu
tidak lebih dari 3000 mg, namun bagi penderita hipertensi dianjurkan asupan natrium
2400mg/hari.

6) Bahan Pemanis

21
Ada 2 tipe pemanis yaitu pemanis nutritif (mengandung kalori), dan pemanis non-
nutritif (tidak mengandung kalori). Pemanis nutritif sering digunakan dalam makanan
“bebas gula” dan memiliki efek laksatif (sorbitol). Makanan yang termasuk dalam
pemanis nutritif yaitu Sorbitol, xylitol, fruktosa (gula buah). Untuk pemanis non-
nutritif di anjurkan untuk dikonsumsi, bahkan jenis pemanis ini sering digunakan
dalam produk makanan. Yang termasuk dalam pemanis non-nutritif yaitu sakari,
aspartame, acesulfame K.

7) Daftar makanan pengganti

Daftar bahan makanan penukar adalah suatu daftar nama bahan makanan dengan
ukuran tertentu dan dikelompokkan berdasarkan kandungan kalori, protein, lemak,
dan hidrat arang (Soegondo, 2009). Daftar makanan penukar dikelompokkan dalan 8
kelompok, yaitu:

Golongan 1 : bahan makanan sumber karbohidrat

Golongan 2 : bahan makanan sumber protein hewani

Golongan 3 : bahan makanan sumber protein nabati

Golongan 4 : sayuran

Golongan 5 : buah-buahan

Golongan 6 : susu

Golongan 7 : minyak

Golongan 8 : makanan tanpa kalori

3. Pelaksanaan Olahraga

a. Manfaat

Sudah tidak diragukan lagi bahwa olahraga secara umum manfaatnya baik bagi
kesehatan secara fisik maupun psikologis, terutama bagi penderita diabetes mellitus.

22
Menurut Chaveu dan Kaufman (1889) dalam Soegondo (2009), olahraga pada
diabetis dapat menyebabkan terjadinya peningkatan pemakaian glukosa oleh otot
yang aktif, sehingga secara langsung olahraga dapat menyebabkan penurununan
glukosa darah. Manfaat bagi diabetis antara lain dapat menurunkan kadar glukosa
darah, mencegah kegemukan, berperan dalam mengatasi kemungkinan terjadi
komplikasi aterogenik, gangguan lipid darah, peningkatan tekanan darah,
hiperkoagulasi darah (Soegondo, 2009).

b. Prinsip umum

Saat melaksanakan olahraga penderita diabetes mellitus harus memperhatikan prinsip-


prinsip olahraga agar tidak terjadi hipoglikemia maupun hiperglikemia, juga olahraga
dapat bermanfaat dengan baik jika dilakukan dengan baik. Prinsip-prinsip (Soegondo,
2009) olahraga, sebagai berikut:

1) Frekuensi, jumlah olahraga perminggu sebaiknya dilakukan secara teratur 3-5


kali/minggu.

2) Intensitas, ringan dan sedang yaitu 60%-70% MHR (Maximum Heart Rate).

3) Time (Durasi), 30-60 menit.

4) Tipe (Jenis), olahraga endurans (aerobik) untuk meningkatkan kemampuan


kardirespirasi seperti jalan, jogging, berenang, dan bersepeda.

Hal yang perlu diperhatikan setiap kali melakukan olahraga adalah pemanasan (warm-
up), latihan inti (conditioning), pendinginan (coolingdown), dan peregangan
(stretching).

c. Dampak negatif olahraga

Pelaksanaan olahraga atau latihan jasmani yang tidak memperhatikan maupun tidak
melakukan dengan baik mengenai prinsip-prinsip dalam berolahraga, dapat
menimbulkan dampak negatif, diantaranya:

23
 Memperburuk kadar gula darah diabetis. Karena itu hindari, latihan jasmani
berat, latihan beban dan olahraga kontak, namun tingkatkan asupan cairan
(intake cairan).

 Exercise-induced hipoglicemia (pada DM Tipe 1). Untuk memperhatikan,


selalu memonitoring glukosa darah, kurangi dosis insulin sebelum melakukan
olahraga, tingkatkan asupan makanan saat melakukan olahraga, jika terjadi
hipoglikemia (lemas, pusing) olahraga sebaiknya dihentikan.

 Gangguan pada kaki. Untuk memperhatikan, kenakan sepatu yang sesuai,


usahakan agar kaki tetap bersih dan kering.

 Komplikasi penyakit jantung dan pembuluh darah. Untuk memperhatikan,


harus mengikuti pemeriksaan medis dan EKG kerja sebelum melakukan
olahraga.

 Cedera otot dan tulang. Untuk memilih latihan olahraga yang sesuai atau tepat,
intensitas latihan sebaiknya ditingkatkan secara bertahap, pemanasan dan
pendinginan harus dilakukan, olahraga berat dan berlebihan harus dihindari.

4. Pemantauan glukosa darah

Hasil dari Diabetes Control and Complication Trial (DCCT) menunjukkan


pengendalian DM tipe 1 yang baik dapat mengurangi komplikasi kronik DM antara
20-30%. Hasil dari The United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS)
menunjukkan setiap penurunan 1% dari 1% dari A1C (missal dari 9 ke 8%), akan
menurunkan resiko komplikasi sebesar 37% (Soewondo, 2013).

a. Pemantauan glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri dengan menggunakan


uji strip atau glukometer dengan metode enzimetik

(oksidasi glukosa atau heksokinase). Menurut American DiabetesAssociation (ADA)


dalam Soewondo (2013) mengindikasikan PKGS (Pemantauan Kadar Gula Sendiri)
pada kondisi berikut:

24
1) Mencapai dan memelihara kendali glikemik: PKGS memberikan informasi
kepada dokter atau perawat mengenai kendali glikemik dari hari ke hari agar
dapat memberi nasehat yang tepat.

2) Mencegah dan mendeteksi hipoglikemia.

3) Mencegah hiperglikemia berat.

4) Menyesuaikan dengan perubahan gaya hidup

5) Menentukan kebutuhan untuk memulai terapi insulin pada pasien DMG


(Diabetes Mellitus Gestasional).

Tujuan untuk melakukan pemantauan ini yaitu untuk mencegah terjadinya kecacatan
yang dapat terjadi pada penderita DM, dimulai dengan deteksi dini penyulit DM agar
dapat dikelola dengan baik, juga untuk mengendalikan kadar glukosa darah.

b. Pemeriksaan pemantauan yang diperlukan untuk penyulit pada penderita


diabetes mellitus diantaranya:

1) Mata : pemeriksaan mata/fundus secara berkala setiap 6-12 bulan

2) Paru : pemeriksaan berkala foto dada setiap 1-2 tahun atau kalau ada keluhan
batuk kronik.

3) Jantung : pemeriksaan berkala EKG/ uji latih jantung secara berkala setiap
tahun atau kalau ada keluhan nyeri dada/ cepat capai.

4) Ginjal : pemeriksaan berkala urin untuk mendeteksi adanya protein dalam


urin.

5) Kaki : pemeriksaan kaki secara berkala dan penyuluhan mengenai cara


perawatan kaki yang sebaik-baiknya untuk mencegah kemungkinan timbulnya
kaki diabetik dan kecacatan yang mungkin kemudian ditimbulkannya.

5. Pemberian terapi insulin dan obat hipoglikemia oral

25
Pada diabetes mellitus tipe 2 suplai insulin diberikan jika program diit makan
dan obat hipoglikemia oral tidak dapat mengontrol glukosa darah penderita. Dalam
pemberian dosis insulin disesuaikan dengan kadar glukosa darah penderita. Ada 3 cara
kerja insulin, yaitu Onset (setelah beberapa lama insulin mulai bekerja), waktu puncak
(insulin bekerja paling puncak), durasi (jangka waktu insulin bekerja). Ada 4 tipe
insulin yang diproduksi dan dikategorikan berdasarkan puncak dan jangka waktu
efeknya, yaitu insulin kerja cepat, insulin kerja pendek, insulin kerja sedang, insulin
kerja panjang. Obat hipoglikemik perlu di gunakan apabila penderita diabetes telah
melaksanakan program diit makan dan berolahraga teratur tapi pengendalian kadar
glukosa darah belum tercapai.

Obat hipoglikemik oral (OHO) terdiri dari bentuk gologan Sulfonilurea,


golongan biguanid, dan inhibator glukosidase alfa. Golongan sulfonylurea diberikan
pada DM tipe 2 yang tidak gemuk, gologan biguanid (metformin) pada DM gemuk,
dan golongan inhibator glukosidase alfa pada diabetes dengan kadar glukosa darah 2
jam sesudah makan yang tinggi. Secara umum OHO tidak dianjurkan pada DM
dengan gangguan hati dan ginjal.

2.6 Penelitian Terkait


1. Lalu Muhammad Hairi (2012), mengenai hubungan antara tingkat pengetahuan
tentang diabetes mellitus dengan gaya hidup penderita diabetes mellitus tipe II.
Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional. Pengumpulan data menggunakan
kuisioner, hasil uji chi-square didapatkan hasil ada hubungan yang signifikan antara
tingkat pengetahuan tentang diabetes mellitus dengan gaya hidup penderita DM tipe II
pada masyarakat, dengan p-value = 0,010 < α (0,05).

2. Putri Meydani (2011), tentang Faktor-faktor yang berhubungan dengan upaya


pencegahan komplikasi diabetes mellitus oleh pasien diabetes mellitus. Penelitian ini
merupakan penelitian analitik cross-sectional study. Pengumpulan data lewat
kuisioner, kemudian data dianalisis dengan uji chi-square menggunakan cara
komputerisasi. Hasil analisa menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang

26
bermakna antara pengetahuan dengan upaya pencegahan komplikasi (p > 0,05),
terdapat hubungan yang bermakna antara sikap dengan upaya pencegahan komplikasi
(p < 0,05), tidak terdapat hubungan yang bermakna antara motivasi dengan upaya
pencegahan komplikasi (p < 0,05).

27
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Desain Penelitian

Metode penelitian merupakan kegiatan yang dilakukan sebagai upaya untuk


memahami dan memecahkan masalah secara ilmiah, sistematika dan logis. Hal
terpenting yang perlu diperhatikan bagi seorang peneliti adalah ketepatan penggunaan
metode yang harus disesuaikan dengan objek penelitian dan tujuan yang ingin di
capai. Dengan penguasaan yang mantap terhadap metode penelitian diharapkan
penelitian dapat berjalan dengan baik, terarah, dan sistematis. Metode penelitian
mengacu pada model yang mencakup prinsip-prinsip yang secara teoritis maupun
kerangka yang menjadi pedoman mengenai suatu penelitian. “metodologi berarti ilmu
tentang metode-metode, dan berisi standar dan prinsip-prinsip yang digunakan
sebagai pedoman penelitian” (Poerwandari, 2011:10).
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Menurut Bogdan dan
Taylor dalam Moleong (2007: 4) menyatakan bahwa metode kualitatif sebagai
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Dengan mengamati perilaku
dari manusia dan melakukan interaksi langsung dengan cara komunikasi dapat lebih
memahami perilaku manusia yang sebenarnya.
Menurut Moleong (2007: 06) penelitian kualitatif adalah penelitian yang
menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis statistik
atau kuantifikasi lainya sehingga untuk mendapatkan suatu jawaban dari penelitian,
peneliti kualitatif tidak menggunakan prosedur analisis statistik. Alasan peneliti
menggunakan metode kualitatif adalah agar bisa berhadapan langsung dengan
informan sehingga informasi yang diberikanpun jelas. Peneliti tidak berusaha untuk
memanipulasi setting penelitian, data yang diperoleh dari informan berasal dari latar

28
yang di alami. Tentunya permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini juga
tidak berkenaan dengan angka-angka seperti pada penelitian non kualitatif, karena
penelitian ini dilakukan secara mendalam terhadap suatu fenomena yang ada dengan
cara mendeskripsikan masalah tersebut secara jelas dan terperinci.
Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah studi kasus, yaitu suatu
pendekatan untuk mempelajari, menjelaskan, atau menginterpretasi suatu kasus dalam
konteksnya secara natural tanpa adanya intervensi dari pihak luar. Studi kasus itu
sendiri merupakan fenomena khusus yang hadir dalam suatu konteks yang terbatasi
(bounded context), Meski batas-batas antara fenomena dan konteks tidak sepenuhnya
jelas (Poerwandari, 2001: 65). Kasusnya dapat berupa kasus individu, peran,
kelompok kecil, organisasi komunitas, atau bahkan suatu bangsa.
Poerwandari (2001: 65) mengemukakan bahwa “studi kasus dapat dibedakan
dalam beberapa tipe, yaitu studi kasus intrinsik, instrumental, dan kolektif.” Penelitian
ini termasuk dalam penelitian studi kasus instrumental, dimana penelitian ini
dilakukan karena suatu kasus unik tertentu, serta dilakukan untuk memahami isu
dengan lebih baik, juga untuk mengembangkan atau memperhalus teori.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk mendapat gambaran dan informasi yang lebih jelas,

lengkap, serta memungkinkan dan mudah bagi peneliti untuk melakukan penelitian

observasi.

Oleh karena itu, maka penulis menetapkan lokasi penelitian adalah tempat dimana

penelitian akan dilakukan. Dalam hal ini, lokasi penelitian terletak di Desa Tempung

Dua Kabupaten Madiun. Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2019 hingga

bulan Desember 2019.

29
3.3 Sumber Data
Menurut Lofland dan Lofland sebagaimana yang telah dikutip oleh Lexy. J. Moleong

dalam bukunya yang berjudul Metodologi Penelitian Kualitatif, mengemukakan

bahwa sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan,

selebihnya berupa data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Berkaitan dengan hal

itu pada bagian ini jelas datanya dibagi ke dalam kata-kata dan tindakan, sumber data

tertulis, foto dan statistic. Sedangkan yang dimaksud sumber data dalam penelitian

adalah subyek dari mana data dapat diperoleh. Apabila menggunakan wawancara

dalam mengumpulkan datanya maka sumber datanya disebut informan, yaitu orang

yang merespon atau menjawab pertanyaan-pertanyaan baik secara tertulis maupun

lisan. Apabila menggunakan observasi maka sumber datanya adalah berupa benda,

gerak, atau proses sesuatu. Apabila menggunakan dokumentasi, maka dokumen atau

catatanlah yang menjadi sumber datanya.5

Dalam penelitian ini sumber data primer berupa kata-kata diperoleh dari wawancara

dengan para informan yang telah ditentukan yang meliputi berbagai hal yang

berkaitan dengan pelaksanaan upacaya pencegahan penyakit diabetes mellitus di Desa

Tempung Dua Kabupaten Madiun.

30
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan kelengkapan informasi yang sesuai dengan fokus penelitian maka

yang dijadikan teknik pengumpulan data adalah sebagai berikut :

a) Teknik Wawancara (interview)

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu

dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang

mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan

jawaban atas pertanyaan itu.32 Teknik ini dilakukan untuk mengetahui

penggunaan peralatan praktikum.

b) Teknik Observasi (pengamatan)

Observasi adalah pengamatan yang dilakukan secara sengaja, sistematis,

mengenai fenomena sosial dengan gejala-gejala psikis untuk kemudian

dilakukan pencatatan. Teknik ini dilakukan untuk mengetahui penggunaan

peralatan praktikum dan ketersediaan peralatan praktikum di Laboratorium

fisika.

c) Teknik Dokumentasi

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk

tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Dokumen yang

ditunjukkan dalam hal ini adalah segala dokumen yang berhubungan dengan

kelembagaan dan administrasi, struktur organisasi laboratorium, kegiatan

pembelajaran bidang studi fisika di dalam laboratorium dan sebagainya. Teknik ini

31
dilakukan untuk mengetahui persepsi masyarakat tentang pelaksanaan upacaya

pencegahan penyakit diabetes mellitus di Desa Tempung Dua Kabupaten Madiun.

3.5 Populasi, Sampling dan Sample


3.5.1 Populasi

Populasi dalam penelitian adalah subjek (misalnya manusia; klien) yang

memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2016). Informan

dalam penelitian ini adalah masyarakat di Desa Tempung Dua Kabupaten

Madiun

3.5.2 Sampling

Sampling adalah teknik pengambilan sampel (Sugiyono, 2016). Sampling

adalah proses menyeleksi porsi dari populasi yang dapat mewakili

populasi yang ada. Pemilihan informan dala peelitian ini dilakukan secara

sampling purposive.

3.5.3 Sampel

Sampel adalah terdiri atas bagian populasi terjangkau yang dapat

dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling (Nursalam,

2016). Informan dalam penelitian ini berjumlah 10 orang yang terdiri

pemegang program upaya pencegahan penyakit diabetes mellitus (2

orang), kader (3 orang), aparat pemerintah (ketua RT (1 orang) dan Lurah

(1 orang)), tokoh masyarakat (1 orang), Ketua PKK kelurahan (1 orang),

Warga desa Tumpang Dua Berjumlah (115 orang)

32
3.6 Definisi Operasional

VARIABEL DEFINISI SKALA SKOR


OPERASIONAL
Independen Pengetahuan yang Nominal Baik : 19-24
Tingkat diketahui oleh Kurang : 12-18
Pengetahuan masyarakat
tentang
pengertian,
penyebab , gejala,
komplikasi dan
pencegahan
penyakit Diabetes
Mellitus
Dependen Respon atau sikap Interval Positif : 31- 48
Sikap masyarakat untuk Negatif : 12- 30
mencegah adanya
penyakit Diabetes
Mellitus

3.7 Anilisis Data

a. Analisis Univariat

Analisis Univariat digunakan untuk menjelaskan karakteristik masing-masing


variabel .
b. Analisis Bivariat

Untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dan variabel terkait


berskala data nominal atau ordinal digunakan Uji Chi-Square dengan tingkat
kepercayaan 95%. Dengan melihat hasil Chi-Square tersebut dapat
disimpulkan adanya hubungan dua variabel ( bebas dan terikat ) bermakna
atau tidak bermakna, dengan ketentuan :
1. Jika nilai p ≤ 0,05 , maka hipotesis diterima , H0 ditolak dan Ha
diterima artinya ada hubungan bermakna antara variabel bebas dan
terikat.
2. Jika nilai p > 0,05 , maka hipotesis ditolak , H0 diterima dan Ha
ditolak artinya tidak ada hubungan bermakna antara variabel bebas dan
terikat.

33
3.8 Kerangka Konsep

TINGKAT PENGETAHUAN
MASYARAKAT SIKAP MASYARAKAT

Variabel Independen (Bebas)

Variabel Dependen (Terikat)

3.9 Hipotesis

H0 : Tidak ada hubungan tingkat pengetahuan dengan sikap masyarakat mengenai


pencegahan penyakit Diabetes Melliitus.

Ha : Ada hubungan tingkat pengetahuan dengan sikap masyarakat mengenai


pencegahan penyakit Diabetes Mellitus.

34
BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan makalah diatas dapat kami ambil kesimpulan bahwa


diabetes mellitus adalah penyakit kronis yang terjadi ketika pankreas tidak
menghasilkan insulin yang cukup, atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif
menggunakan insulin yang dihasilkan (Suiraoka, 2012).

4.2 SARAN

1) Bagi para pembaca, diharapkan dapat memahami pengetahuan dari terapi tertawa
yang telah dijelaskan diatas, dan semoga dapat menerapkan di lingkungan
masyarakat sehingga bias bermanfaat bagi orang yang membutuhkan
2) Bagi mahasiswa, diharapkan agar bias menambah wawasan atau pengetahuan
khususnya juga dalam bidang ilmu keperawatan
3) Bagi dosen pembimbing, diharapkan dapat memeriksa makalah dan memberikan
masukan jika terjadi kesalahan baik dalam penyusunan maupun pemenuhan
referensi untuk membantu kelancaran dan kesempurnaan dalam pembuatan
makalah kedepannya.

35
DAFTAR PUSTAKA

Andri Hakim. 2012. Hipnoterapi. Transmedia Pustaka: Jakarta


Clevo Rendy, Margareth. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan Penyakit
Dalam. Nuha Medika: Yogyakarta
Effendi Adi. 2011. Aspek Biomolekuler Diabetes Mellitus II. Badan PenerbitFKUI:
Jakarta
Jauhari Ahmad. 2013. Nutrisi dan Keperawatan. Dua Satria Offset: Yogyakarta
Maulana, Heri. 2009. Promosi Kesehatan. EGC: Jakarta
Mubarak W. Iqbal. 2009. Sosiologi untuk Keperawatan. Salemba Medika:Jakarta
Notoadmojo S. 2010. Promosi Kesehatan dan Aplikasi. Rineka Cipta: Jakarta
Retno Novita Sari. 2012. Diabetes Mellitus. Nuha Medika: Yogyakarta
Santoso, S. 2014. SPSS 22 From Essential To Expert Skills. Jakarta: PT. Elex Media
Kumputindo
Sari Retno. 2012. Diabetes Mellitus. Nuha Medika: Yogyakarta
Soegondo Sidartawan. 2009. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Badan
Penerbit FKUI: Jakarta
Suiraoka. 2012. Penyakit Degeneratif. Nuha Medika: Yogyakarta
Suyanto.2011. Metodologi dan Aplikasi Penlitian Keperawatan. Nuha
Medika:Yogyakarta
Suyono Slamet, et.al. 2009. Pedoman Diet Diabetes Mellitus. Badan Penerbit FKUI:
Jakarta
Suyono Slamet, et.al. 2009. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu.
BadanPenerbit FKUI: Jakarta
Waspadji Sarwono, et.al. 2012. Petunjuk Bagi Penyandang Diabetes mellitus Tipe 2.
Badan Penerbit FKUI: Jakarta
Wijoyo, Padmiarso M. 2012. Cara Tuntas Menyembuhkan Diabetes denganHerbal.
Pustaka Agro Indonesia: Jakarta
Hamid, Syahrul Aminuddin.2013.
http://Kim.ung.ac.id/index.php/KIMFIKK/article/download/ 2799/2775. Diakses
Selasa, 17/07/2014 11.45 WITA
Setiyawan. 2010.
http://Jurnal.stikeskusumahusada.ac.id/index.php/JK/article/view/65. Diakses Selasa
17/07/2014 13.05 WITA
Purwanto, Nasrul Hadi. 2011. http://www.dianhusada.ac.id/jurnalimg/jurper1-1-
nas.pdf. Diakses Selasa 17/07/2014 09.33 WITA

36

Anda mungkin juga menyukai