Anda di halaman 1dari 8

BAB IV

PEMBAHASAN

A. ANALISA KASUS
Pengkajian keperawatan merupakan salah satu komponen dari proses
keperawatan yaitu usaha dalam menggali permasalahan dari klien meliputi usaha
pengumpulan data tentang status kesehatan seorang klien secara sistematis, menyeluruh,
akurat, singkat, dan berkesinambungan yang dilakukan oleh perawat. Komponen dari
pengkajian keperawatan meliputi anamnesa, pemeriksaan kesehatan, pengkajian
pemeriksaan diagnostic serta pengkajian penatalaksanaan medis. Dalam pengkajian
keperawatan memerlukan keahlian dalam melakukan observasi, komunikasi, wawancara,
dan pemeriksaan fisik (Muttaqin, 2008)
Ny. E datang ke RS tanggal 23 Juli 2018 dengan keluhan sakit kepala, setelah
terdiagnosis tumor otak klien dioperasi tanggal 26 Juli 2018 dan langsung masuk ruang
perawatan ICU. Saat dilakukan pengkajian tanggal 27 Juli 2018 jam 21.00 WIB klien
tamapak tidak sadar dalam pengeruh obat midazolam 2 mg/ jam dengan GCS 3 (E1 M1
VT) setelah post craniotomy. Klien tampak terpasang ventilator dengan mode P. SIMV,
terdapat sputum di mulut klien dan suara ronchi di bagian kuadran 1 dan 2, klien
terpasang CVC, NGT, Kateter dan Infus.
Intervensi keperawataan merupakan rencana yang akan dilakukan perawat dalam
mengasuh pasien, penanganan yang dilakukan oleh perawat berdasarkan pertimbangna
dan pengetahuan yang bertujuan meningkatkan hasil perawatan klinis (Muttaqin, 2008).
Berdasarkan hasil pengkajian dan analisis data didapatkan diagnosis keperawatan
pada Ny. E yang pertama yaitu ketidakefektifan perfusi serebral berhubungan dengan
gangguan transport O2. Intervensi atau rencana keperawatan yang akan dilakukan adalah
observasi status neurologis, dengan rasional untuk mengetahui tingkat kesadaran,
observasi TTV, dengan rasional untuk mengetahui keadaan umum klien, posisikan kepala
ditinggikan 30o ,untuk menurunkan tekanan arteri dan mencegah peningkatan tekanan
intra kranial, ciptakan lingkungan yang nyaman dan batasi pengunjung, dengan rasional
untuk memberikan kenyamanan kepada klien, kolaborasi dengan dokter pemberian obat
manitol 4x150cc untuk meningkatkan keefektifan sirkulasi sirkulasi ke serebral dan
mengurangi tekanan intra kranial.
implementasi keperawatan menurut Asmadi (2008) merupakan tahap ketika
perawat mengaplikasikan rencana keperawatan yang sudah dibuat pada intervensi
keperawatan yang berguna untuk membantu klien mencapai tujuan yang telah di
rencankan. Ny. E di posisikan 30o hal ini sesuai dengan teori Jean et all 1999 elevasi
kepala yang dapat mengontrol tekanan intra kranial , yaitu menaikkan kepala dari tempat
tidur sekitar 15o – 30o . Tujuannya untuk menurunkan tekanan intra kranial dan
meningkatkan oksigen, jika elevasi lebih tinggi dari 30o maka tekanan perfusi otak akan
turun . teori ini selaras dengan hasil penelitian Huda (2013) dengan judul “Efektifitas
Elevasi Kepala 30o Dalam Meningkatkan Perfusi Serebral Pada Pasien Post Trepanasi di
Rumah Sakit Mitra Surabaya” ada hasil signifikan bahwa pengaturan posisi head up 30o
pada pasien cidera kepala memberikan hasil yang lebih baik yaitu mampu meningkatkan
perfusi jaringan serebral, sehingga mampu mempercepat proses penyembuhan pasien
yang cidera kepala.
Diagnosa yang kedua yaitu gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan
keletihan otot bantu pernafasan Pada pasien dengan ventilator mekanik tidak mampu lagi
mengeluarkan sekret dari dalam tubuh secara otomatis (Yunita dkk, 2015). Masalah
utama pasien dengan alat bantu pernafasan adalah gangguan ventilasi spontan. Salah satu
intervensi untuk masalah tersebut adalah dilakukannya tindakan suction. Dalam
Saskatoon Health Regional Authority (2010) mengatakan bahwa komplikasi yang
mungkin muncul dari tindakan penghisapan lendir salah satunya adalah
hipoksemia/hipoksia. Serta diperkuat oleh Maggiore et al,. (2013) tentang efek samping
dari penghisapan lendir ETT salah satunya adalah dapat terjadi penurunan kadar saturasi
oksigen lebih dari 5%. Sehingga pasien yang menderita penyakit pada sistem pernapasan
akan sangat rentan mengalami penurunan nilai kadar saturasi oksigen yang signifikan
pada saat dilakukan tindakan penghisapan lendir. Hiperoksigenisasi adalah teknik terbaik
untuk menghindari hipoksemiaakibat pengisapan dan harus digunakan pada semua
prosedur pengisapan. Hiperoksigenisasi mampu meningkatkan saturasi oksigen atau bisa
membuat saturasi oksigen tersebut stabil atau berada pada nilai yang sama pada proses
sebelum pengisapan (Superdana & Sumara, 2015)
Suction dapat dilakukan dengan dua cara yaitu closed suction dan open suction.
Jenis Suction Keuntungan Kerugian
Open Suction - Meningkatkan SaO2 Hasil penelitian ini dapat
- lebih efektif dalam diketahui bahwa terjadi
menghilangkan sekresi peningkatan kolonisasi
trakeobronkial Staphylococcus aureus
- Hrga relative lebih murah setelah dilakukan OSS.
Rata-rata peningkatan
kolonisasi setelah
dilakukan suction. Open
System Suction (OSS)
memerlukan pemutusan
bantuan nafas ventilator
selama dilakukan suction
Closed Suction - Kegunaannya multiple - Harga yang relative
use, tanpa melepas mahal
ventilator yang dapat
berakbat munculnya
tekanan negative
sehingga kehilangan
volume paru yang intens
sehingga berakibat pada
hipoksemia
(Yunita dkk, 2015)

Selain itu intervensi yang dilakukan, auskultasi bunyi nafas tambahan agar
mengetahui bersihan jalan nafas klien dan melakukan oral hygiene untuk mencegah
infeksi dan membersihkan jalan nafas, monitor kondisi ventilator terhadap perubahan
AGD, Saturasi oksigen, volume tidal, dan kolaborasi pemberian obat sedasi dan analgetik
Dignosa ketiga yaitu hipertermi beruhubungan dengan terpasang multi alat invasif.
Kejang demam (febris convulsi) merupakan suatu kondisi saat tubuh tidak dapat menahan
serangan demam pada suhu tertentu. Seseorang dengan kejang demam akan mengalami
peningkatan suhu, yang menyebabkan suplay oksigen menuju otak menurun dan beresiko
kerusakan sel otak (Nelwan,2007). Penatalaksanaan nonfarmakologis merupakan
tindakan yang dapat diberikan untuk menurunkan suhu tubuh.
Tepid Sponge adalah bentuk umum mandi terapeutik. Tepid Sponge dilakukan bila
kien mengalami demam tinggi. Prosedur meningkatkan control kehilangan panas melalui
evaporasi dan konduksi (Potter dan Perry, 2012). Untuk mengurangi kejadian demam dan
mengurangi peningkatan suhu tubuh secara mendadak, maka tindakan yang dapat
dilakukan perawat adalah melakukan kompres hangat dengan metode tepid sponge . Hal
ini selaras dengan penelitian Dewi, AK (2016) dengan judul “Perbedaan Penurunan Suhu
tubuh antara pemberian Kompres Air hangat dengan tepid sponge bath pada anak
demam” dengan hasil ada perbedaan yang signifikan antara penurunan suhu tubuh
dengan kompres hangat dan tepid sponge bath.
Diagnosa keempat resiko infeksi berhubungan dengan adanya luka post op
cranictomy. Infeksi luka operasi (ILO) merupakan infeksi yang terjadi ketika
mikrooorganisme dari kulit, bagian tubuh lain atau lingkungan masuk kedalam insisi
yang terjadi dalam waktu 30 hari dan jika ada implant terjadi 1 (satu) tahun paska operasi
yang ditandai dengan adanya pus, inflamasi, bengkak, nyeri dan rasa panas (Award et al,
2009 dalam PP Hipkabi, 2010). intervensi yang diberikan adalah lihat luka insisi dan
balutan, catat karakteristik luka dan balutan, rasionalnya untuk mendeteksi dini terjadinya
proses infeksi. NPS (National prevalance survei) lima komponen definisi infeksi luka
operasi yaitu : adanya cairan luka berupa pus, nyeri, eritema yang menyebar merupakan
indikasi selulitis, demam ( lebih dari 38° C), edema, dan batas eritema yang meluas,
cairan jernih atau eksudat dari luka, disertai selulitis. Intervensi lain yang di lakukan cuci
tangan yang baik dan lakukan perawatan luka aseptik dengan rasional menurunkan
penyebab bakteri sejalan dengan teori, menurut Wysocki (1989) dalam (Potter & perry,
2005). Penggantian balutan luka adalah prosedur perawatan luka dengan mengganti
balutan yang telah kotor atau sudah waktunya untuk di ganti baru. Tindakan di atas
bertujuan mencegah infeksi, mempercepat penyembuhan dan memberikan rasa nyaman
pada pasien. Semakin baik perawatan luka di lakukan maka infeksi luka operasi (ILO)
bisa dikendalikan. Penderita pasca operasi secara rutin dilakukan perawatan luka post
operasi dan ganti balutannya. Setelah kita cuci tangan dan memakai proteksi diri, kasa
balut luka harus di semprot dulu dengan alkohol 70% untuk meminimalkan resiko
penularan infeksi. Balutan di buka dengan peralatan yang steril secara perlahan,
kemudian luka di bersihkan, termasuk bekas darah yang baik untuk pertumbuhan kuman.
Diagnosa ke lima yaitu resiko cedera berhubungan dengan terpasang multi alat
inpasive dan adanya riwayat kejang, pada diagnosa ini perawat memberikan intervensi
pemasangan restrain yang bertujuan untuk membatasi gerak yang menyebabkan resiko
cedera. Indikasi restrain meliputi perilaku amuk yang membahayakan diri sendiri maupun
orang lain, perilaku agitasi yang tidak dapat dikendalikan dengan pengobatan, ancaman
terhadap integritas fisik yang berhubungan dengan penolakan pasien untuk istirahat,
makan, dan minum, dan permintaan pasien untuk pengendalian perilaku eksternal
(Videbeck & Sheila, 2008). Selain itu intervensi yang dilakukan yaitu memasang bed side
rail untuk menghindari pasien jatuh.
Diagnosa ke enam perubahan pola nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan
klien memenuhi kebutuhan intake peroral. Intervensi yang dapat dilakukan yaitu
memberikan nutrisi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan energi dan memnuhi
kebutuhan sel dalam memperbaiki struktur sel yang rusak. Pemberian nutrisi dapat
dilakukan dengan Intermitten Feeding dan Graviti Feeding.
Intermitten feeding Graviti Feeding
Metode Pemberian nutrisi Pemberian nutrisi enteral
enteral menggunakan menggunakan tabung seusia
pompa elektronik dengan pemberian yang
dengan aturan ditetapkan dengan bantuan
pemberian yang telah gravitasi bumi. Dilakukan
ditetapkan dengan diatas ketinggian lambung dan
dosis atau jangka waktu kecepatan pemberian di
terntentu tentukan oleh gravitasi.
Alat Infusion Pump Corong / tabung

Cara Pemberian nutrisi Nutrisi enteral secara


kerja : secara bertahap sesuai cepat masuk kedalam lambung
dengan waktu jam (5-10 menit). Volume yang
makan sehingga banyak dalam lambung
memaksimalkan mengakibatkan kerja lambung
motalitas lambung menjadi lambat, isi lambung
sehinga pengosongan semakin asam yang akan
lambung lebih cepat mempengaruhi pembukaan
sfingter pylorus,menyebabkan
distensi lambung yang
menyebabkan pengosogan
lambung lebih lambat.
(Munawaroh, 2012).
Diagnosa ke tujuh defisit perawatan diri berhubungan dengan ketidak mampuan
klien memenuhi kebutuhan personal hygine akibat penurunan kesadaran. Intervensi yang
dilakukan personal hygine pasien harus selalu diperhatikan oleh perawat karena
pemeliharaan personal hygine dapat meningkatkan rasa nyaman bagi pasien. Kondisi
pasien yang sakit atau memiliki keterbatasan dalam pergerakan memerlukan orang lain
atau perawat dalam pemenuhan kebutuhan tersebut, dalam melakukan personal hygine
perawat juga untuk mengkaji keadaan fisik dan menginplemnetasikan proses perawatan
bagi kesehatan total pasien ( potter, 2005).
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. (2008). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC.

Dewi, AK. 2016. Perbedaan Penurunan Suhu Tubuh Antara Pemberian Kompres Air hangat
dengan Tepid Sponge Bath. JurnalKeperawatan Muhammadiyah,1 (1): 63-71 diakses pada
tanggal 08 Agustus 2018 pada pukul 10:35 WIB

Jean A. Proehl, RN, MN, CEN, CCRN.1999. Emergency Nursing Prosedur. W.B Saunders
Company: Philadelphia.

Maggiore, S.M. et al,. 2013. Decreasing the Adverse Effects of Endotracheal Suctioning During
Mechanical Ventilation by Changing Practice. Continuing Respiratory Care Education, Vol 58, 1588-
1597.

Muttaqin, A. (2008). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta: EGC.

Potter dan Perry. 2012. Buku Ketrampilan dan Prosedur Dasar. EGC.Jakarta

Saskatoon Health Region Authority (SHRA). 2010. Suctioning Artificial Airways in Adults. Paper
presented at the RN and LPN Learning Package, Saskatoon, SK.

Superdana , G ,M & Sumara Retno. 2015. Efektifitas Hiperoksigenisasi Pada Proses Suctioning
Terhadap Saturasi Oksigen Pasien Dengan Ventilator Mekanik Di Intensive Care Unit. The Sun Vol.
2(4)

Yunita dkk. 2015. Pengaruh Open Suction System terhadap Kolonisasi Staphylococcus aureus pada
Pasien dengan Ventilator Mekanik di Ruang Intensive Care Unit (ICU) RSD dr. Soebandi Jember (The
Effect of Open Suction System on Staphylococcus aureus Colonization in Patients with Mechanical
Ventilation at Intensive Care Unit RSD dr. Soebandi Jember). E-jurnal pustaka kesehatan, Vol 3 (no.1)
Videbeck dan Sheila L (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai