Anda di halaman 1dari 93

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS

PADA AGREGAT LANSIA DENGAN ASAM URAT DI RW 17


KELURAHAN LEMBURSITU KECAMATAN LEMBURSITU
KOTA SUKABUMI

KEPERAWATAN KOMUNITAS

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Keperawatan Komunitas


Program Studi Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sukabumi

Disusun Oleh:

Aditiya Mega Hariana Fikri Ramdan Syarif


Annisa Alivia Setianti Ni Putu Ayu Risti Nadalia
Anurjaman Agustina Resti Sulastri
Deasy Dwi Yulianti Rival Alfarisi
Dino Wijoyo Kusumo Wilistiawati Sanjaya
Fifi Nurafifah

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI
KOTA SUKABUMI
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
karunia-Nya, sehingga kami dapat menyusun Laporan Keperawatan Komunitas
ini dengan baik.
Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah
Keperawatan Komunitas pada Program Studi Ners Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Sukabumi. Dalam menyelesaikan laporan ini, kami banyak
mendapatkan bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada
kesempatan ini kami menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Yosep Purnairawan, S. Kep, Ners., M.Kep selaku dosen Keperawatan
Komunitas dan pembimbing dalam membuat Laporan Keperawatan
Komunitas
Tidak lupa kami ucapkan banyak terima kasih atas bantuan dari semua
pihak yang telah berkontribusi sehingga dapat dibuatnya Laporan Keperawatan
Komunitas ini. Akhir kata kami mengharapkan agar laporan ini dapat memenuhi
syarat yang di berikan oleh Koordinator Mata Ajar Keperawatan Komunitas, dan
dapat menjadi sumbangan pikiran bagi seluruh warga di Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Sukabumi pada khususnya dan untuk semua orang pada umumnya.

Sukabumi, September 2022

Kelompok IV

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan 8
C. Tujuan 9
BAB II PEMBAHASAN
A. Konsep Keperawatan Komunitas 11
B. Asuhan Keperawatan Komunitas 15
C. Konsep Siaga Aktif 19
D. Konsep Dasar Kesehatan Lingkungan 26
E. Konsep Lanjutan Usia 34
F. Konsep Gout Arthritis 44
BAB III ASKEP KOMUNITAS
A. Pendekatan Asuhan Keperawatan Komunitas 52
B. Diagnosa Keperawatan 69
C. Perencanaan Keperawatan 74
D. Implementasi dan Evaluasi 87
BAB IV KESIMPULAN
A. Kesimpulan 101
B. Saran 101
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua

komponen bangsa dalam rangka meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan

masyarakat yang setinggi-tingginya. Indonesia Sehat 2025 diharapkan

masyarakat memiliki kemampuan menjangkau pelayanan kesehatan yang

bermutu dan juga memperoleh jaminan kesehatan, yaitu masyarakat

mendapatkan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatannya.

Untuk mencapai tujuan tersebut perlu diusahakan upaya kesehatan yang

bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima serta terjangkau oleh

seluruh lapisan masyarakat (Kemenkes, 2018).

Derajat kesehatan menggambarkan tingkat kesehatan dan kemampuan

masyarakat dalam mengusahakan dirinya dan lingkungan menjadi sehat.

Kesehatan dibutuhkan demi menjaga kualitas hidup yang sehat, yang di

wujudkan memalui program Indonesia Sehat. Program Indonesia Sehat

dilaksanakan dengan menegakkan tiga pilar utama, yaitu: (1) penerapan

paradigma sehat, (2) penguatan pelayanan kesehatan, dan (3) pelaksanaan

jaminan kesehatan nasional (JKN) (Kemenkes, 2016).

Berdasarkan paradigma sehat, maka ditetapkan visi Indonesia Sehat,

dimana ada 3 pilar yang perlu mendapat perhatian khusus, yaitu lingkungan

1
2

sehat, perilaku hidup sehat dan pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan

merata. Perilaku hidup sehat akan dapat meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat secara optimal sehingga perilaku hidup sehat salah satu prioritas

dari visi indonesia sehat (Kemenkes, 2015).

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2004

mendefinisikan bahwa lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60

tahun ke atas. Komposisi penduduk lansia bertambah baik di negara maju

maupun di negara berkembang, hal ini di sebabkan karena penurunan angka

fertilitas (kelahiran) dan mortalitas (kematian), serta peningkatan angka

harapan hidup (life expectancy), yang mengubah struktur penduduk secara

keseluruhan. (Kemenkes RI, 2017).

Populasi lansia secara global di prediksi akan terus mengalami

peningkatan setiap tahunnya, tercatat jumlah lansia di dunia pada tahun 2015

terdapat 901 juta jiwa (12,3%) dan di Asia menempati jumlah tertinggi

penduduk lansia di dunia, tercatat jumlah lansia pada tahun 2015 terdapat 508

juta jiwa (11,4%). (United Nations, 2015 dalam Larasaty, 2018).

Lansia akan mengalami penurunan, kelemahan, meningkatnya

kerentanan terhadap penyakit, perubahan lingkungan, hilangnya mobilitas dan

ketangkasan serta perubahan fisiologis yang terkait dengan usia. Dengan

terjadinya fenomena tersebut, maka lansia akan mengalami proses aging

(menua). (Maryam, 2017, dalam Pradyka, 2019).

Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan tahapan-

tahapan menurunnya berbagai fungsi organ tubuh, yang ditandai dengan


3

semakin rentannya tubuh terhadap berbagai penyakit. Pengaruh proses penuaan

tersebut menimbulkan berbagai masalah baik fisik, mental maupun sosial

ekonomi. Dengan semakin bertambahnya usia, lansia akan mengalami

penurunan fungsi organ sehinga rentan terkena berbagai penyakit (Rizal &

Daeli, 2022).

Salah satu perubahan fisik yang dialami oleh lansia adalah penyakit asam

urat (Gout Arthrtits) yang merupakan nyeri sendi yang sangat menyakitkan

yang disebabkan oleh penumpukan kristal pada persendian, akibat tingginya

kadar asam urat di dalam tubuh. Sendi-sendi yang di serang terutama adalah

jari-jari kaki, dengkul, tumit, pergelangan tangan, jari tangan dan siku. Selain

nyeri, penyakit asam urat juga dapat menyebabkan persendian membengkak,

meradang, panas dan kaku hingga penderita tidak dapat beraktivitas seperti

biasanya (Yolianingsih, 2015 dalam Nurhayati, 2018).

Pertambahan penduduk pra lansia dan lansia mungkin disebabkan oleh

semakin membaiknya pelayanan kesehatan dan meningkatnya usia harapan

hidup orang Indonesia. Proses penuaan penduduk tentunya berdampak pada

berbagai aspek kehidupan, baik sosial, ekonomi, dan terutama kesehatan,

karena dengan semakin bertambahnya usia, fungsi organ tubuh akan semakin

menurun baik karena faktor alamiah maupun karena penyakit (Miko, 2012).

Angka prevalensi penyakit asam urat bervariasi pada negara-negara barat

yaitu antaranya 2,3-17,6%. Prevalensi hiperurisemia di Amerika Serikat adalah

5%. Prevalensi hiperurisemia di Scotlandia sebesar 8%. Sedasngkan di Ingris

sekitar 6,6% dan meningkat setiap tahunnya. Penyakit asam urat di perkirakan
4

terjadi pada 840 orang dari setiap 100.000 orang. Prevalensi penyakit asam urat

di indonesia terjadi pada usia dibawah 34 tahun sebesar 32% dan di atas 34

tahun sebesar 68%. Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2013,

sebesar 81% penderita asam urat di Indonesia hanya 24% yang pergi ke dokter,

sedangkan 71% cenderung lansung mengkonsumsi obat-obatan pereda nyeri

yang di jual bebas (Tinah, 2015, dalam Julianan, 2018).

Dampak nyeri asam urat yang dapat ditimbulkan pada lansia berupa

menurun nya kualitas hidup lansia karena nyeri yang mengganggu aktivitas

sehari – hari. Muncul keluhan pada sendi dimulai dengan rasa kaku atau pegal

pada pagi hari serta timbul rasa nyeri sendi pada malam hari. Nyeri tersebut

dapat diatasi salah satunya dengan terapi non farmakologi (Putri et al., 2017).

Terapi non farmakologis yang bisa menurunkan nyeri sendi pada asam

urat ada beragam, seperti kompres hangat, bimbingan antisipasi, distraksi,

hypnosis diri, stimulasi kutaneus, dan relaksasi. (Zuriati, 2017). Salah satu

terapi non farmakologi yang bisa di gunakan adalah kompres hangat jahe.

Terapi ini salah satu terapi yang bisa menurunkan intensitas nyeri asam urat

pada lansia. Jahe salah satu tanaman herbal yang bisa di gunakan untuk terapi

non farmkologi, contoh nya adalah Jahe Merah. Jahe merah memiliki

kandungan air (81%), minyak atsiri (3.9%), dan ekstrak yang larut dalam

alcohol (9.93%), aroma sangat tajam, dan mempunyai rasa yang sangat pedas

dibanding jenis jahe lainnya (Zuriati, 2017).

Angka prevalensi penyakit asam urat bervariasi pada negara-negara barat

yaitu antaranya 2,3-17,6%. Prevalensi hiperurisemia di Amerika Serikat adalah


5

5%. Prevalensi hiperurisemia di Scotlandia sebesar 8%. Sedasngkan di Ingris

sekitar 6,6% dan meningkat setiap tahunnya. Penyakit asam urat di perkirakan

terjadi pada 840 orang dari setiap 100.000 orang. Prevalensi penyakit asam

urat di indonesia terjadi pada usia dibawah 34 tahun sebesar 32% dan di atas 34

tahun sebesar 68%. Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2013,

sebesar 81% penderita asam urat di Indonesia hanya 24% yang pergi ke dokter,

sedangkan 71% cenderung lansung mengkonsumsi obat-obatan pereda nyeri

yang di jual bebas (Tinah, 2015, dalam Julianan, 2018).

Dampak nyeri asam urat yang dapat ditimbulkan pada lansia berupa

menurun nya kualitas hidup lansia karena nyeri yang mengganggu aktivitas

sehari – hari. Muncul keluhan pada sendi dimulai dengan rasa kaku atau pegal

pada pagi hari serta timbul rasa nyeri sendi pada malam hari. Nyeri tersebut

dapat diatasi salah satunya dengan terapi non farmakologi (Putri et al., 2017).

Terapi non farmakologis yang bisa menurunkan nyeri sendi pada asam

urat ada beragam, seperti kompres hangat, bimbingan antisipasi, distraksi,

hypnosis diri, stimulasi kutaneus, dan relaksasi. (Zuriati, 2017). Salah satu

terapi non farmakologi yang bisa di gunakan adalah kompres hangat jahe.

Terapi ini salah satu terapi yang bisa menurunkan intensitas nyeri asam urat

pada lansia. Jahe salah satu tanaman herbal yang bisa di gunakan untuk terapi

non farmakologi, contoh nya adalah Jahe Merah. Jahe merah memiliki

kandungan air (81%), minyak atsiri (3.9%), dan ekstrak yang larut dalam

alcohol (9.93%), aroma sangat tajam, dan mempunyai rasa yang sangat pedas

dibanding jenis jahe lainnya (Zuriati, 2017).


6

Penelitian yang telah dilakukan oleh Senna pada tahun 2017, terapi

kompres hangat menggunakan Jahe berpengaruh pada intensitas nyeri karena

Jahe merupakan tanaman rimpang yang memiliki tingkat kepedasan

dipengaruhi oleh senyawa gingerol dan shogaol. Gingerol merupakan senyawa

rasa pedas dari jahe segar, sedangkan shogaol merupakan senyawa rasa pedas

dari jahe kering. Senyawa tersebut memberikan efek farmakologis dan

fisiologis seperti antioksidan, anti-inflamasi yang dapat menghambat

siklooksigenase-2 sehingga dapat mengurangi peradangan nyeri.

Menurut Dr. Abrijanto pakar Herbal mengatakan untuk mendapatkan

manfaat optimal untuk pembuatan terapi Jahe Merah yaitu tidak dimasak

sampai mendidih karena akan kehilangan senyawa aktif seperti senyawa

flavanoiada dan saponin, dimana manfaat dari senyawa terebut yaitu sebagai

anti inflamsi, anti jamur, anti kanker hingga menguatkan sistem tubuh (Zuriati,

2017).

Cara melakukan dosis kompres jahe mudah untuk dilakukan. Dosis yang

dipakai dengan menyiapkan 5 rimpang jahe (100gr), dilakukan sebanyak 1-2

kali selama 10-20 menit. (andi sifah, 2018), keunggulan terapi kompres hangat

jahe merah dengan jahe yang lain nya adalah jahe merah mempunyai zat

senyawa zingeron yang dapat mengeluarkan rasa panas yang sangat membantu

untuk meredakan nyeri asam urat pada lansia (Santoso, 2013, dalam Henny

Syapitri, 2018).

Penelitian yang terkait dengan pengaruh kompres hangat jahe merah

yang telah dilakukan oleh Yulanda pada bulan Agustus 2019, Metode
7

penelitian ini menggunakan quasy eksperimental dengan desain one group pre

–test dan post-test dengan jumlah sampel 21 responden dengan teknik sampling

yang digunakan adalah purposive sampling. Hasil penelitian menunjukan

bahwa dari 21 responden didapatkan adanya penurunan rata-rata skala nyeri

responden sebelum diberikan kompres hangat jahe sebesar 6,14 (nyeri sedang),

namun setelah diberikan kompres hangat jahe rata-rata skala nyeri responden

sebesar 3,29 (nyeri ringan). Hasil penelitian dengan uji Paired T-test

menunjukkan nilai signifikansi p-value sebesar 0,000 karena (p < 0,05)

disimpulkan Ho ditolak. Dengan demikian dapat dinyatakan ada pengaruh

kompres hangat jahe terhadap perubahan skala nyeri sendi asam urat (gout)

pada lansia di UPT Panti Sosial Tresna Werdha Kabupaten Magetan.

Jumlah penduduk lansia di Kelurahan Lembursitu pada bulan Juli tahun

2022 yaitu sebanyak 867 lansia. Tingginya jumlah penduduk di Kelurahan

Lembursitu akan menambah angka kesakitan pada lansia. Salah satunya yaitu

asam urat. Dimana di dalam masalah ini, Puskesmas setempat memeliki

peranan penting untuk memberikan pelayanan kesehetan pada lansia. Salah

satunya yaitu, Puskesmas Lembursitu.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Menerapkan proses keperawatan dalam Asuhan Keperawatan

Komunitas kepada Agregat lansia dengan Asam Urat di Kelurahan

Lembursitu kecamatan Lembursitu Wilayah Kerja Puskesmas Lembursitu


8

Kota Sukabumi melalui kerja sama dengan keluarga, kelompok dan

masyarakat dalam meningkatkan dan memelihara kesehatan utama

dengan menggunakan ilmu dan kiat keperawatan.

2. Tujuan khusus

Berdasarkan tujuan umum yang telah diuraikan, maka dapat dibuat

tujuan khusus seperti berikut:

a. Mengidentifikasi masalah-masalah kesehatan dan keperawatan

keluarga, kelompok, dan masyarakat.

b. Mengidentifikasi gambaran pengetahuan, sikap dan perilaku

masyarakat terhadap penyakit Asam Urat di Kelurahan Lembursitu

kecamatan Lembursitu Wilayah Kerja Puskesmas Lembursitu Kota

Sukabumi.

c. Menetapkan perencanaan asuhan keperawatan baik keluarga maupun

komunitas dalam rangka mengembangkan kemampuan keluarga,

kelompok, dan masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatan

d. Melaksanakan rencana asuhan keperawatan melalui pendekatan

pengorganisasian masyarakat, penggunaan teknologi tepat guna, kerja

sama lintas sektoral dan  lintas program dan  pendidikan kesehatan

yang berhubungan dengan kebutuhan atau masalah kesehatan.

e. Mengevaluasi tindakan keperawatan berdasarkan standar dan kriteria

yang telah ditetapkan.


9

f. Mendokumentasikan dan melaporkan data atau informasi yang akurat

berbagai aktifitas asuhan keperawatan pada keluarga, kelompok dan

komunitas

C. Manfaat

1. Manfaat Keilmuan

Praktek Klinik keperawatan komunitas ini untuk mengaplikasikan

mengaplikasikan teori Asuhan Keperawatan Komunitas kepada Agregat

lansia dengan Asam Urat di Kelurahan Lembursitu kecamatan Lembursitu

Wilayah Kerja Puskesmas Lembursitu Kota Sukabumi.

2. Manfaat Praktisi

a. Bagi Masyarakat

Sebagai masukan dan telah bagi masyarakat khususnya warga di

Kelurahan Lembursitu kecamatan Lembursitu Wilayah Kerja

Puskesmas Lembursitu Kota Sukabumi untuk pengembangan

kemandirian masyarakat dalam mengatasi berbagai maslah kesehatan

yang di tandai dengan terciptanya kesehatan lingkungan serta

memanfaatkan sarana kesehatan yang tersedia.

b. Bagi Mahasiswa

Sebagai sarana untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan

konsep teori Asuhan Keperawatan khususnya keperawatan komunitas

khususnya pada masyarakat secara nyata.


10
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Keperawatan Komunitas

Komunitas merupakan kelompok sosial yang tinggal di suatu tempat,

saling berinteraksi satu sama lain, mempunyai minat dan interest yang umum

(WHO). Keperawatan komunitas adalah perpaduan dari praktek keperawatan

dan prakterk kesehatan masyarakat dalam rangka meningkatkan dan

memelihara kesehatan masyarakat.

Keperawatan komunitas (di adopsi dari pengertian Community Health

Nursing) pertama kali dikenal sejak tahun 1970 yang merupakan kelanjutan

sejarah keperawatan kesehatan public terutama perkembangan di daratan

Eropa dan Amerika Serikat. Para perawat bekerja di klinik-klinik berbasiskan

masyarakat yang merupakan koordinasi dalam menangani berbagai kasus-

kasus di kesehatan masyarakat dengan melibatkan disiplin keilmuan.

Keperawatan komunitas merupakan disiplin ilmu kesehtan masyarakat dengan

ilmu keperawatan. Keperawatan komunitas juga dikenal sebagai suatu

spesialisasi yang memiliki unit pelayanan yang berbasiskan pada masyarakat

tertentu atau sekumpulan orang dimana perawat mengambil tanggung jawab

untuk menolong meningkatkan derajat kesehtan masyarakat.

Keperawatan komunitas dikenal dengan sebutan perawatan kesehatan

masyarakat (PERKESMAS) yang dimulai sejak permulaan konsep puskesmas

diperkenalkan sebagai institusi pelayanan kesehatan professional terdepan

52
53

yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Kesehatan

masyarakat merupakan ilmu dan seni dalam pencegahan penyakit,

memperpanjang hidup dan meningkatkan kesehatan melalui pengorganisasian

masyarakat dalam upaya sanitasi lingkungan, pengawasan penyakit menular,

pendidikan mengenai kebersihan perseorangan, organisasi medis, pelayanan

keperawatan, diagnosa dini, melakukan tindakan penyakit, dan

mengembangkan perangkat sosial untuk menjamin kesehatan.

Pada praktik keperawatan komunitas itu sendiri rangkaian prosesnya

dimulai dari awal tahap pengkajian sampai evaluasi, dimana diharapkan

terjadi alih peran sehingga peran perawat yang lebih banyak berangsur-angsur

berkurang digantikan meningkatnya kemandirian masyarakat sebagai klien

seperti berikut:

Gambar 2.1 Lingkaran dinamis proses keperawatan (Depkes RI, 1992, h.20)

Terwujudnya kemandirian masyarakat untuk menyelesaikan masalah

kesehatan dapat dicapai dengan pengorganisasian masyarakat karena peran

serta masyarakat didalamnya akan meningkat oleh karena itu, dalam proses

keperawatan komunitas ada tahap-tahap yang perlu dilaksanakan perawat

(Depkes RI, 1993), yaitu: 


54

1. Tahap pesiapan: memilih area atau daerah yang menjadi prioritas,

menentukan cara untuk berhubungan dengan masyarakat, mempelajari

serta bekerjasama dengan masyarakat. 

2. Tahap pengorganisasian: persiapan pembentukan kelompok dan

penyesuaian pola dalam masyarakat dilanjutkan dengan pemilihan ketua

kelompok dan pengurus inti. 

3. Tahap pendidikan dan pelatihan kelompok masyarakat: kegiatan

pertemuan teratur dengan kelompok masyarakat, melakukan pengkajian,

membuat program berdasarkan masalah atau diagnosa keperawatan,

melatih kader kesehatan yang akan membina masyarakat dilingkungannya

dan pelayanan keperawatan langsung terhadap individu, keluarga dan

masyarakat. 

4. Tahap formasi kepemimpinan: memberi dukungan latihan dan

pengembangan keterampilan kepemimpinan yang meliputi perencanaan,

pengorganisasian, pergerakan, dan pengawasan kegiatan pemeliharaan

kesehatan. 

5. Tahap koordinasi intersektoral: kerjasama dengan sector terkait dalam

upaya memandirikan masyarakat. 

6. Tahap akhir: supervise bertahap, evaluasi serta umpan balik untuk

perbaikan kegiatan kelompok kerja berikutnya. 

Teori keperawatan berkaitan dengan kesehatan masyarakat menjadi

acuan dalam mengembangkan model keperawatan komunitas adalah teori

Betty Neuman (1972) dan Model Keperawatan Comunity as Partner (2000).


55

Model Neuman memandang klien sebagai sistem yang terdiri dari

berbagai elemen meliputi sebuah struktur dasar, garis kekebalan, garis

pertahanan normal dan garis pertahanan fleksibel (Neuman, 1994). 

Model intervensi keperawatan yang dikembangkan oleh Betty Neuman

melibatkan kemampuan masyarakat untuk bertahan atau beradaptasi terhadap

stressor yang masuk kedalam garis pertahanan diri masyarakat. Kondisi

kesehatan masyarakat ditentukan oleh kemampuan masyarakat dalam

menghadapi stressor.

Intervensi keperawatan dilakukan bila masyarakat tidak mampu

beradaptasi terhadap stressor yang masuk kedalam garis pertahanan (Clark,

1999).

Gambar 2.2 Model intervensi keperawatan Betty Neuman

Dasar pemikiran dalam keperawatan komunitas adalah komunitas adalah

sebuah sistem. Pada awalnya Anderson dan McFarlane (1996) menggunakan

model “comunity as client”. Pada tahun 2000 model disempurnakan menjadi

“community as partner”. Model comunity as partner mempunyai makna

sesuai dengan filosofi PHC, yaitu fokus pada pemberdayaan masyarakat.

Model tersebut membuktikan ada hubungan yang sinergi dan setara antara
56

perawat dan klien. Pengkajian komunitas mempunyai 2 bagian utama yaitu

core dan 8 subsistem, yaitu:

1. Pengkajian core/inti adalah core: komunitas, sejarah/riwayat, data

demografi, jenis rumah tangga, vital statistik, value, belief, religion dan

status pernikahan. Sedangkan, pengkajian 8 subsistem komunitas adalah

pengkajian fisik, pelayanan kesehatan dan sosial, ekonomi, keamanan dan

transportasi, politik dan pemerintahan, komunikasi, pendidikan dan

rekreasi (Wahit Iqbal Mubarak, 2009).

2. Model comunity as partner menekankan pada terjadinya stressor yang

dapat mengganggu keseimbangan sistem: pertahanan fleksibel, normal dan

resisten. Tehnik pengumpulan data dalam model tersebut adalah melalui

winshield survey (pengamatan langsung ke masyarakat dengan berkeliling

wilayah dan menggunakan semua panca indra), hasil wawancara,

kuesioner dan data sekunder (data statistik, laporan puskesmas, laporan

kelurahan dan lain-lain). 

2. Asuhan Keperawatan Komunitas

Asuhan Keperawatan Komunitas Pelayanan dalam asuhan keperawatan

komunitas sifatnya berkelanjutan dengan pendekatan proses keperawatan

sebagai pedoman dalam upaya menyelesaikan masalah kesehatan komunitas.

Proses keperawatan komunitas meliputi pengkajian, analisa dan diagnosa

keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi: 


57

1. Pengkajian

Pengkajian komunitas menurut Anderson dan Mc. Forlane (2006)

yaitu terdiri dari inti komunitas yang meliputi demografi, populasi, nilai-

nilai keyakinan, riwayat individu termasuk kesehatan, faktor-faktor

lingkungan adalah lingkungan fisik, pendidikan, keamanan dan

transportasi, politik dan pemerintah, pelayanan kesehatan dan sosial

komunitas ekonomi dan rekreasi. Semua aspek ini dikaji melalui

pengamatan langsung, penggunaan data statistik, angket, wawancara

dengan tokoh masyarakat, tokoh agama dan aparat pemerintah.

2. Analisa data dan diagnosa keperawatan komunitas

Dari hasil pengkajian diperoleh data-data yang kemudian dianalisa

untuk mengetahui stressor yang mengancam masyarakat dan seberapa

berat yang muncul dalam masyarakat tersebut. Diagnosa keperawatan

menurut Muecke (1995) terdiri dari masalah kesehatan, karakteristik

populasi dan lingkungan yang dapat bersifat aktual, ancaman dan

potensial. 

Prioritas Masalah Komunitas (Ekasari, 2006)

Keterangan huruf:

A= sesuai dengan peran CHN 

B= sesuai dengan program pemerintah 

C= sesuai dengan intervensi pendidikan kesehatan


58

D = risiko terjadi 

E = risiko parah 

F = minat masyarakat 

G= kemudahan untuk diatasi 

H= tempat 

I= dana 

J = waktu 

K= fasilitas 

L= petugas 

Keterangan angka: 

1=Sangat rendah 

2= Rendah 

3= Cukup 

4= Tinggi 

5=Sangat tinggi 

3. Perencanaan

Perencanaan merupakan tindakan pencegahan primer, sekunder,

tersier yang cocok dengan kondisi klien (keluarga, masyarakat) yang

sesuai dengan diagnosa yang telah ditetapkan. Proses didalam tahap

perencanaan ini meliputi penyusunan, pengurutan masalah berdasarkan

diagnosa komunitas sesuai dengan prioritas (penapisan masalah),

penetapan tujuan dan sasaran, menetapkan strategi intervensi dan rencana

evaluasi.
59

4. Pelaksanaan

Dalam pelaksanaan praktek keperawatan komunikasi berfokus pada

tiga tingkat pencegahan (Anderson dan Mc. Forlane, 1985).

a. Pencegahan Primer

Pencegahan primer adalah pencegahan sebelum sakit atau

disfungsi dan diaplikasikan ke populasi sehat pada umumnya,

mencakup pada kegiatan kesehatan secara umum dan perlindungan

khusus terhadap suatu penyakit. Misalnya, kegiatan penyuluhan gizi,

imunisasi, stimulasi dan bimbingan dini dalam kesehatan keluarga. 

b. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder adalah kegiatan yang dilakukan pada saat

terjadinya perubahan derajat kesehatan masyarakat dan ditemukannya

masalah kesehatan. Pencegahan sekunder ini menekankan pada

diagnosa dini dan inervensi yang tepat untuk menghambat proses

penyakit atau kelainan sehingga memperpendek waktu sakit dan

tingkat keparahan. Misalnya mengkaji dan memberi intervensi segera

terhadap tumbuh kembang anak usia bayi sampai balita. 

c. Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier adalah kegiatan yang menekankan pada

pengembalian individu pada tingkat fungsinya secara optimal dari

ketidakmampuan keluarga. Pencegahan ini dimulai ketika terjadinya

kecacatan atau ketidakmampuan yang menetap bertujuan untuk

mengembalikan ke fungsi semula dan menghambat proses penyakit. 


60

5. Evaluasi

Evaluasi perbandingan antara status kesehatan klien dengan hasil

yang diharapkan. Evaluasi terdiri dari tiga yaitu evaluasi struktur, evaluasi

proses dan evaluasi hasil. Tugas dari evaluator adalah melakukan evaluasi,

menginterpretasi data sesuai dengan kriteria evaluasi, menggunakan

penemuan dari evaluasi untuk membuat keputusan dalam memberikan

asuhan keperawatan. Sedangkan fokus evaluasi pelaksanaan asuhan

keperawatan komunitas adalah :

a. Relevansi antara kenyataan yang ada dengan pelaksanaan.

b. Perkembangan proses apakah sesuai dengan perencanaan, bagaimana

dengan peran staf atau pelaksanaan tindakan, fasilitas dan jumlah

peserta.

c. Efisiensi biaya : pencarian sumber dana dan penggunaannya.

d. Efektifitas kerja : apakah tujuan tercapai dan apakah klien atau

masyarakat puas.

e. Dampak : apakah status kesehatan meningkat setelah dilakukan

intervensi

3. Konsep RW Siaga Aktif

1. Pengertian

RW Siaga adalah Kelompok RW yang penduduknya memiliki

kesiapan sumber daya dan kemampuan serta kemauan untuk mencegah

dan mengatasi masalah-masalah kesehatan, bencana dan

kegawatdaruratan kesehatan secara mandiri. Sebuah RW dikatakan


61

menjadi RW Siaga apabila wilayahnya tersebut telah memiliki

sekurang-kurangnya sebuah Puskesmas (Depkes, 2007).

RW Siaga adalah RW yang penduduknya memiliki kesiapan

sumber daya dan kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan

mengatasi masalah-masalah kesehatan, bencana dan kegawatdaruratan/

KLB secara mandiri (Ns. Mia Fatma Ekasari, S.kep dkk). Inti dari

kegiatan Desa/RW Siaga adalah memberdayakan masyarakat agar mau

dan mampu untuk hidup sehat. Oleh karena itu dalam

pengembangannya diperlukan langkah-langkah pendekatan edukatif

yaitu upaya pendampingan (memfasilitasi) masyarakat untuk

menjalani proses.

Landasan Hukum pengembangan Desa/RW Siaga adalah :

a) Undang Undang Dasar tahun 1945, pasal 28 H ayat 1


b) Undang Undang nomor 4 tahun 1984 Tentang wabah penyakit
menular
c) Undang Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan
d) Undang Undang Nomor 23 tahun 2003 tentang perlindungan anak
e) Undang Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
f) Undang Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Pembangunan
Keuangan antara Pusat dan pemerintah Daerah
g) Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 574/Menkes/SK/V/2000
Tentang Pembangunan Kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010
h) KEPMENDAGRI No.9 tahun 2001 tentang Kader Pemberdayaan
masyarakat
2. Tujuan Desa Siaga
a. Tujuan Umum
62

Terwujudnya masyarakat desa yang sehat, peduli dan tanggap


terhadap permasalahan kesehatan di wilayahnya.
b. Tujuan Khusus
1) Meningkatnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat desa
tentang pentingnya kesehatan.
2) Meningkatnya kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat desa
adanya resiko dan bahaya yang dapat menimbulkan gangguan
pada kesehatan (bencana, wabah penyakit, kegawatdaruratan dan
sebagainya).
3) Meningkatnya keluarga yang sadar gizi dan melaksanakan
perilaku hidup bersih dan sehat.
4) Meningkatnya kemandirian masyarakat desa dalam pembiayaan
kesehatan.
5) Meningkatnya dukungan dan peran aktif para pengampu
(stakeholders) dalam mewujudkan kesehatan masyarakat desa.
6) Meningkatnya kemampuan dan kemauan masyarakat desa untuk
menolong dirinya di bidang kesehatan.
3. Konsep Operasional RW Siaga Sebagai Dasar Kelurahan Sehat

a. Di setiap RW memiliki 1 buah pos RW yang dapat dimanfaatkan untuk

pusat informasi kegiatan siaga ditingkat RW dan dapat dikaitkan dengan

Pusat Informasi Kesehatan keluarga.

b. Memilki satu orang tenaga kesehatan /bidan/ perawat berperan mengelola

kegiatan promotif dan preventif serta mengkoordinir pengelolaan

informasi.

c. Memiliki minimal 2 (dua) orang kader yang membantu kegiatan di pos

RW sebagai RW Siaga.

4. Sasaran RW Siaga

a. Sasaran Pemberdayaan
63

Seluruh individu dan keluarga di kelurahan, diharapkan mampu

melaksanakan hidup sehat, serta peduli dan tanggap terahadap

pemasalahan kesehatan di wilayahnya.

b. Sasaran Bina Suasana

Pihak-pihak yang mempunyai pengaruh terhadap perubahan perilaku

individu dan keluarga atau dapat menciptakan iklim yang kondusif bagi

perubahan perilaku tersebut, seperti tokoh masyarakat (TOMA), tokoh

agama (TOAG) tokoh perempuan dan pemuda, para kader serta petugas

kesehatan.

c. Sasaran Advokasi

Pihak-pihak yang diharapakan memberikan dukungan kebijakan,

peraturan perundang-undangan, dana, tenaga, sarana, dll seperti lurah,

camat, para pejabat terkait, swasta, para donatur dan stakeholders lainnya.

5. Titik Awal Pengembangan Desa Siaga


Pengembangan Desa siaga dilakukan dengan memperhatikan dan
mempertimbangkan keadaan desa yang akan dikembangkan. Desa-desa
yang pernah dikembangkan dengan pendekatan-pendekatan tertentu
(misalnya Siap-Antar-Jaga atau pengembangan UKBM seperti Posyandu
atau pengembangan Usaha Kecil dan Menengah) tinggal dikembangkan
lebih lanjut menjadi Desa Siaga.
Pengembangan Desa Siaga juga dapat dimulai dengan merevitalisasi
UKBM yang telah ada (misalnya merevitalisasi Posyandu), untuk
mewujudkan pemerataan pelayanan kesehatan dasar kepada masyarakat.
Dengan demikian, terdapat berbagai alternatif titik awal (starting
point) untuk mengembangkan desa-desa menjad Desa Siaga, misalnya:
a. Desa Siap Antar-Jaga.
b. Desa dengan Polindes.
64

c. Desa dengan Posyandu.


d. Desa Binaan Program-program Kesehatan lainnya.
e. Desa Binaan Sektor-sektor Non-Kesehatan.
6. Kriteria RW Siaga

a. Memiliki pelayanan kesehatan dasar (Seperti pemeriksaan tekanan darah,

pemeriksaan kadar gula, konsultasi kesehatan) di RW yang telah

memiliki akses ke puskesmas/pustu.

b. Memilki berbagai UKBM sesuai kebutuhan masyarakat setempat

(Posyandu, Posbindu, Pemberian vitaminpada balita dan ibu hamil.dll).

c. Memiliki sistem survailas (penyakit dan faktor-faktor resiko)

berbasismasyarakat.

d. Memiliki sistem kesiapsiagaan penanggulangan kegawatdaruratan dan

bencana berbasis masyarakat.

e. Memiliki sistem pembiayaan kesehatan berbasis masyarakat.

f. Masyarakatnya sadar gizi

g. Masyarakatnya berperilaku hidup bersih dan sehat.

7. Aspek-Aspek Kegiatan RW Siaga

Ada 7 Kriteria sebagai dasar RW Siaga adalah :

a. Memiliki sarana pos RW/PIK Keluarga sebagai pusat informasi

kegiatan Siaga di tingkat RW.

b. Memiliki berbagai UKBM sesuai dengan kebutuhan masyarakat

setempat (Posyandu,dana sehat,donor darah,GSI (Gerakan Sayang ibu)

dan sarana transportasi).


65

c. Memiliki sistem pengamatan (surveilans) penyakit dan faktor-faktor

resiko berbasis masyarakat.

d. Memiliki sistem kesiapsiagaan dan penanggulangan kegawatdaruratan

dan bencana berbasis masyarakat.

e. Memiliki sistem pembiayaan kesehatan berbasis masyarakat

f. Masyarakatnya sadar gizi

g. Masyarakatnya berperilaku hidup bersih dan sehat ( PHBS)

8. Strata RW Siaga

a. RW Siaga Pratama, bila memiliki 3 kriteria yaitu:

1) Memiliki sarana Pos RW/PIK Keluarga sebagai pusat informasi

kegiatan siaga di tingkat RW.

2) Memiliki berbagai UKBM sesuai dengan kebutuhan masyarakat

setempat.

3) Memiliki sistem pengamatan (Surveilans) penyakit dan faktor-faktor

resiko yang berbasis masyarakat.

b. RW Siaga Madya, bila telah memiliki 4 kriteria yaitu:

1) Memiliki sarana Pos RW/ PIK Keluarga sebagai pusat informasi

kegiatan siaga di tingkat RW.

2) Memiliki berbagai UKBM sesuai dengan kebutuhan masyarakat

setempat.

3) Memiliki sistem pengamatan (Surveilans) penyakit dan faktor-faktor

resiko yang berbasis masyarakat.


66

4) Memiliki sistem kesiapsiagaan dan penanggulangan kegawatdaruratan

dan bencana berbasis masyarakat.

c. RW Siaga Purnama, bila telah memenuhi 5 kriteria yaitu:

1) Meyakinkan tokoh masyarakat pentingnnya masalah itu karena

mereka sendiri yang menyusun dan mencari sendiri data yang

menggambarkan masalah.

2) Meyakinkan tokoh masayarakat untuk menetapkan pemahaman

masalah yang diselesaikan.

3) Lokakarya/Musyawarah Masyarakat Desa/Kelurahan

4) Tujuan MMD/Keluarahan adalah untuk mencari alternatif

penyelesaian masalah kesehatan dari hasil SMD dikaitkan dengan

potensi yang dimiliki RW, disamping itu juga untuk menyusun

rencana jangka panjang pengembangan RW Siaga.

5) Hasil yang diharapkan:

a) Membahas masalah penyakit yang sering muncul di RW dan

penyebabnya

b) Mendengarkan hasil temuan SMD yang telah dilakukan oleh tokoh

masyarakat dan mambahas kemungkinan prioritas pemecahan

masalahnya.

c) Membahas tentang konsep dan rencana pengembangan RW Siaga.

d) Membahas kegiatan-kegiatan di RW yang masih berlangsung dan

bisa dalam indikator RW siaga.


67

e) Mambahas rencana dan langkah –langkah untuk memantapakan

RW Siaga termasuk memilih tenaga masing-masing bidang,rencana

melatih, menggali pembiayaan, dll.

f) Yang diundang dalam MMD/ Lokakarya adalah: Lurah,Dewan

Kelurahan, Ketua RW, BPD dan badan lain yang ada di Kelurahan,

Pemuka masyarakat yang berdomisili di wilayah kelurahan.

4. Konsep Dasar Kesehatan Lingkungan

1. Definisi Lingkungan

Ada beberapa definisi dari kesehatan lingkungan :

a. Menurut WHO (World Health Organization) dalam Triwibowo

(2015), kesehatan lingkungan adalah suatu ilmu dan keterampilan

yang memusatkan perhatian pada usaha pengendalian semua faktor

yang ada di lingkungan fisik manusia yang diperkirakan

menimbulkan hal-hal yang merugikan perkembangan fisik,

kesehatan, atau kelangsungan hidupnya.

b. Menurut HAKLI (Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan

Indonesia) kesehatan lingkungan adalah suatu kondisi lingkungan

yang mampu menopang keseimbangan ekologi yang dinamis

antara manusia dan lingkungannya untuk mendukung tercapainya

kualitas hidup manusia yang sehat dan bahagia.

c. Menurut Triwibowo (2015), kesehatan lingkungan adalah ilmu

yang merupakan bagian dari ilmu kesehatan masayarakat yang

menitikberatkan perhatian pada perencanaan, pengorganisasian,


68

pengarahan, pengawasan, pengkoordinasian dan penilaian dari

semua faktor yang ada pada lingkungan fisik, kesehatan, atau

kelangsungan hidup manusia, sehingga derajat kesehatan manusia

dapat ditingkatkan.

2. Ruang Lingkup Kesehatan Lingkungan

Ruang lingkup kesehatan lingkungan terdiri dari 12 poin, yaitu :

a. Penyediaan Air Minum

b. Pengelolaan dan pembuangan limbah cair, gas, dan padat

c. Pencegahan kebisingan

d. Mencegah kecelakaan

e. Mencegah penyebaran penyakit bawaan air, udara, makanan, dan

vektor

f. Pengelolaan kualitas lingkungan, air, udara, makanan, pemukiman,

dan bahan berbahaya

g. Pengelolaan keamanan dan sanitasi transportasi

h. Pengelolaan kepariwisataan

i. Pengelolaan tempat makan umum

j. Pengelolaan pelabuhan

k. Mencegah dan memberi pertolongan pada bencana

l. Pengelolaan lingkungan kerja

Lebih lanjut pada Pasal 163 ayat (3) UU No. 36 tahun 2009

tentang kesehatan menyatakan bahwa lingkungan sehat adalah


69

lingkungan yang terbebas dari unsur-unsur yang dapat menimbulkan

gangguan kesehatan, antara lain :

a. Limbah Cair

b. Limbah Padat

c. Limbah Gas

d. Sampah yang tidak diproses sesuai dengan persyaratan yang

ditetapkan pemerintah

e. Binatang pembawa penyakit

f. Zat kimia yang berbahaya

g. Kebisingan yang melebihi ambang batas

h. Radiasi sinar pengion dan non-pengion

i. Air yang tercemar

j. Udara yang tercemar

k. Makanan yang terkontaminasi

Kemudian, pada Pasal 163 ayat (2) UU No. 36 tahun 2009 tentang

kesehatan menyatakan cakupan lingkungan sehat, antara lain :

a. Lingkungan Pemukiman

b. Tempat kerja

c. Tempat rekreasi

d. Tempat dan fasilitas umum

3. Masalah-Masalah Kesehatan Lingkungan Di Indonesia

Masalah Kesehatan lingkungan merupakan masalah kompleks

yang untuk mengatasinya dibutuhkan integrasi dari berbagai sector


70

terkait. Di Indonesia permasalah dalam kesehatan lingkungan antara

lain :

a. Air Bersih

Air bersih merupakan sarana untuk meningkatkan derajat

kesehatan masyarakat karena air merupakan salah satu media dari

berbagai macam penularan penyakit penyediaan air bersih harus

memenuhi persyaratan yaitu :

1) Syarat Fisik : Bening, tidak berbau, tidak berasa, dan tidak

berwarna

2) Syarat Kimia : Kadar Besi : maksimum yang diperbolehkan 0,3

mg/l, Kesadahan (maks 500 mg/l)

3) Syarat Mikrobiologis : air merupakan keperluan yang sehat dan

harus bebas dari bakteri, terutama bakteri pathogen. Koliform

tinja/total koliform (maks 0 per 100 ml air)

b. Pembuangan Kotoran/Tinja

Metode pembuangan tinja yang baik yaitu dengan jamban

dengan syarat sebagai berikut :

1) Tanah permukaan tidak boleh terjadi kontaminasi

2) Tidak boleh terjadi kontaminasi pada air tanah yang mungkin

memasuki mata air atau sumur

3) Tidak boleh terkontaminasi air permukaan

4) Tinja tidak boleh terjangkau oleh lalat dan hewan lain


71

5) Tidak boleh terjadi penanganan tinja segar ; atau, bila memang

benar-benar diperlukan, harus dibatasi seminimal mungkin

6) Jamban harus babas dari bau atau kondisi yang tidak sedap

dipandang

7) Metode pembuatan dan pengoperasian harus sederhana dan

tidak mahal.

c. Kesehatan Pemukiman

Secara umum rumah dapat dikatakan sehat apabila memenuhi

kriteria sebagai berikut :

1) Memenuhi kebutuhan fisiologis, yaitu : pencahayaan,

penghawaan dan ruang gerak yang cukup, terhindar dari

kebisingan yang mengganggu

2) Memenuhi kebutuhan psikologis, yaitu : privacy yang cukup,

komunikasi yang sehat antar anggota keluarga dan penghuni

rumah

3) Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit

antarpenghuni rumah dengan penyediaan air bersih, pengelolaan

tinja dan limbah rumah tangga, bebas vektor penyakit dan tikus,

kepadatan hunian yang tidak berlebihan, cukup sinar matahari

pagi, terlindungnya makanan dan minuman dari pencemaran,

disamping pencahayaan dan penghawaan yang cukup

4) Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik

yang timbul karena keadaan luar maupun dalam rumah antara


72

lain persyaratan garis sempadan jalan, konstruksi yang tidak

mudah roboh, tidak mudah terbakar, dan tidak cenderung

membuat penghuninya jatuh tergelincir.

d. Pembuangan Sampah

Teknik pengelolaan sampah yang baik dan benar harus

memperhatikan faktor-faktor /unsur, berikut:

1) Penimbulan sampah. Faktor-faktor yang mempengaruhi

produksi sampah adalah jumlah penduduk dan kepadatanya,

tingkat aktivitas, pola kehidupan/tk sosial ekonomi, letak

geografis, iklim, musim, dan kemajuan teknologi.

2) Penyimpanan sampah

3) Pengumpulan, pengolahan dan pemanfaatan kembali

4) Pengangkutan

5) Pembuangan

Dengan mengetahui unsur-unsur pengelolaan sampah, kita

dapat mengetahui hubungan dan urgensinya masing-masing unsur

tersebut agar kita dapat memecahkan masalah-masalah ini secara

efisien.

e. Serangga dan Binatang Pengganggu

Serangga sebagai reservoir (habitat dan suvival) bibitpenyakit

yang kemudian disebut sebagai vektor misalnya : pinjal tikus untuk

penyakit pes/sampar, Nyamuk Anopheles sp untuk penyakit Malaria,


73

Nyamuk Aedes sp untuk Demam Berdarah Dengue (DBD), Nyamuk

Culex sp untukPenyakit Kaki Gajah/Filariasis.

Penanggulangan/pencegahan dari penyakittersebut

diantaranya dengan merancang rumah/tempat pengelolaan makanan

dengan rat proff (rapat tikus), Kelambu yang dicelupkan dengan

pestisida untuk mencegah gigitan Nyamuk Anopheles sp, Gerakan 3

M (menguras mengubur dan menutup) tempat penampungan air

untuk mencegah penyakit DBD, Penggunaan kasa pada lubang angin

di rumah atau dengan pestisida untuk mencegah penyakit kaki gajah

dan usaha-usaha sanitasi.

Binatang pengganggu yang dapat menularkan penyakit

misalnya anjing dapat menularkan penyakit rabies/anjing gila. Kecoa

dan lalat dapat menjadi perantara perpindahan bibit penyakit ke

makanan sehingga menimbulakan diare. Tikus dapat menyebabkan

Leptospirosis dari kencing yang dikeluarkannya yang telah terinfeksi

bakteri penyebab.

f. Makanan dan Minuman

Sasaran hiegene sanitasi makanan dan minuman adalah

restoran, rumah makan, jasa boga dan makanan jajanan (diolah oleh

pengrajin makanan di tempat penjualan dan atau disajikan sebagai

makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan

jasa boga, rumah makan/restoran, dan hotel).


74

Persyaratan hygiene sanitasi makanan dan minuman tempat

pengelolaan makanan meliputi :

1) Persyaratan lokasi dan bangunan

2) Persyaratan fasilitas sanitasi

3) Persyaratan dapur, ruang makan dan gudang makanan

4) Persyaratan bahan makanan dan makanan jadi

5) Persyaratan pengolahan makanan

6) Persyaratan penyimpanan bahan makanan dan makanan jadi

7) Persyaratan peralatan yang digunakan

g. Pencemaran Lingkungan

Pencemaran lingkungan diantaranya pencemaran air,

pencemaran tanah, pencemaran udara. Pencemaran udara dapat

dibagi lagi menjadi indoor air pollution dan out door air pollution.

Indoor air pollution merupakan problem perumahan/pemukiman

serta gedung umum, bis kereta api, dll. Masalah ini lebih berpotensi

menjadi masalah kesehatan yang sesungguhnya, mengingat manusia

cenderung berada di dalam ruangan ketimbang berada di jalanan.

Diduga akibat pembakaran kayu bakar, bahan bakar rumah tangga

lainnya merupakan salah satu faktor resiko timbulnya infeksi

saluran pernafasan bagi anak balita. Mengenai masalah out door

pollution atau pencemaran udara di luar rumah, berbagai analisis

data menunjukkan bahwa ada kecenderungan peningkatan.


75

Beberapa penelitian menunjukkan adanya perbedaan resiko

dampak pencemaran pada beberapa kelompok resiko tinggi

penduduk kota dibanding pedesaan. Besar resiko relatif tersebut

adalah 12,5 kali lebih besar. Keadaan ini, bagi jenis pencemar yang

akumulatif,tentu akan lebih buruk di masa mendatang.

Pembakaran hutan untuk dibuat lahan pertanian atau sekedar

diambil kayunya ternyata membawa dampak serius, misalnya

infeksi saluran pernafasan akut, iritasi pada mata, terganggunya

jadual penerbangan, terganggunya ekologi hutan (SUMBER: Yayan

A. Israr, S.Ked. Fakultas Kedokteran Universitas Riau).

5. Konsep Lanjut Usia

1. Definisi Lanjut Usia

Lansia merupakan suatu fase kehidupan yang akan dialami oleh

setiap manusia seperti halnya penuaan. Secara individu pengarauh proses

penuaan menimbulkan berbagai masalah fisik, biologis, mental maupun

sosial ekonominya. Tidak hanya itu bertambahnya usia pada lansia maka

fungsi fisiologis pada lansia akan mengalami penurunan. Proses tersebut

muncul akibat proses degeneratif (penuaan) oleh karena itu, penyakit

tidak menular banyak terjadi pada lansia. Penyakit tidak menular yang

sering dialami oleh lansia diantaranya, hipertensi, stroke, jantung,

diabetes melitus dan peradangan sendi atau rematik (Kemenkes, 2013

dalam Nursanti,2018).
76

Lansia adalah seseorang yang telah mencapai umur 60 tahun ke

atas. Menurut WHO dan Undang-Undang No. 13 tahun 1998 tentang

kesejahteraan lanjut usia pasal 1 ayat 2 yang menyebutkan bahwa umur

60 tahun adalah umur permulaan tua. (Ardhi,2018).

Lanjut usia merupakan kelompok manusia yang memasuki tahap

akhir kehidupannya. Pada kelompok lanjut usia ini terjadi proses penuaan

yaitu suatu proses yang ditandai dengan gagalnya mempertahankan

keseimbangan terhadap kondisi stress fisiologis. Kegagalan yang sering

di dapat berupa menurunnya kemampuan hidup serta meningkatnya

kepekaan individu (Turana, ddk 2013 dalam Fatimah, 2017).

Lanjut usia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut

dari suatu proses kehidupan yang akan dijalani semua individu, ditandai

dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan

lingkungan (Azizah,2011 dala Puspita,2018).

Kesimpulan yang bisa diambil dari definisi yang sudah diungkap

yaitu lansia adalah seseorang yang sudah mencapai umur 60 tahun ke

atas. Lansia merupakan tahap lanjut dari proses kehidupan dan setiap

orang akan mengalami menjadi Lanjut Usia.

2. Teori penuaan

Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan

tahapan-tahapan menurunya berbagai fungsi organ tubuh, yang ditandai

dengan semakin rentannya tubuh terhadap berbagai penyakit yang dapat

menyebabkan kematian misalnya sistem kardiovaskuler dan pembulu


77

darah, pernafasan, pencernaan, endokrin dan lain sebagainya. Hal

tersebut di sebabkan seiring meningkatnya usia sehingga terjadi

perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan serta sistem organ.

Perubahan tersebut pada umumnya berpengaruh pada kemunduran

kesehatan fisik dan psikis yang pada akhirnya berpengaruh pada ekonomi

dan sosial lansia. Sehingga secara umum berpengaruh pada activity day

living (Fatmah 2010, dalam Ardhi, 2018).

Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan

tahapan-tahapan menurunnya berbagai fungsi organ tubuh, yang ditandai

dengan semakin rentannya tubuh terhadap berbagai penyakit. Pengaruh

proses penuaan tersebut menimbulkan berbagai masalah baik fisik,

mental maupun sosial ekonomi.secara umum kondisi fisik seseorang

telah memasuki usia lanjut akan mengalami penuaan (aging). Dengan

semakin bertambahnya usia, lansia akan mengalami penurunan fungsi

organ sehinga rentan terkena berbagai penyakit. (Potter & Perry, 2010

dalam Puspita, 2018).

Menua (aging) merupakan proses yang harus terjadi secara umum

pada seluruh spessies secara progresif seiring waktu yang menghasilkan

perubahan yang menyebabkan disfungsi organ dan mnyebabkan

kegagalan suatu organ atau sistem tubuh tertentu (Puspita,2018).

Beberapa teori penuaan menurut Fatmah, 2010 dalam ardhi, 2018)

dijelaskan berikut ini :

3. Teori biologis
78

Di dalam Teori biologis ada banyak macam nya. teori ini

mengungkapkan adanya berbagai perubahan pada tingkat seluler yang

menyebabkan terjadinya penurunan fungsi biologis tubuh. Teori penuaan

secara bilogis ini antara lain :

a) Teori error castastrophe

Kesalahan susunan asam amino dalam protein tubuh

mempengaruhi sifat khusus enzim untuk sintesis protein, sehingga

terjadi kerusakan sel dan mempercepat kematian sel.

b) Teori pesan yang berlebih-lebihan (redundant message)

Manusia memiliki DNA yang berisi pesan yang berulang-ulang

atau berlebih-lebihan yang menimbulkan proses penuaan.

c) Teori imunologi

Teori ini menekankan bahwa lansia mengalami pengurangan

kemampuan mengenali diri sendiri dan sel-sel asing atau

pengganggu, sehingga tubuh tidak dapat membedakan sel-sel normal

dan tidak normal, dan akibatnya antibodi menyerang kedua jenis sel

tersebut sehingga muncul penyakit-penyakit degeneratif.

d) Teori Stres

Teori stres mengungkapkan menua terjadi akibat hilangnya sel-sel

biasa digunakan tubuh. regenerasi jaringan tidak dapat mempertankan

kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha, dan stress yang

menyebabkan sel-sel tubuh lelah tepakai.

e) Teori Radikal Bebas


79

Radikal bebas terbentuk di alam bebas, tidak stabil nya radikal

bebas (kelompok atom) mengakibatkan oksidasi oksigen bahan-

bahan organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal ini

menyebabkan sel-sel tidak dapat melakukan regenarasi.

4. Teori psikososial

Semakin lanjut usia seseorang, maka ia semakin lebih

memperhatikan dirinya dan arti hidupnya, dan kurang memperhatikan

peristiwa atau isu-isu yang sedang terjadi.:

1) Teori kebutuhan maslow

Tidak semua orang bisa mencapai kebutuhan yang tertinggi.

Komdisi ini sekaligus menyebabkan adanya perbedaan tingkat stress

pada manusia yang selanjutnya berakibat pada perbedaan proses

penuaannya

2) Course of human life

Seseorang dalam berhubungan dengan lingkungan ada tingkat

maksimumnya sehingga pengalaman yang diperoleh dalam hidup

sangat berbeda dan selanjutnya berpengaruh terhadap kemampuan

antisipasinya menghadapi stressor hidup.

5. Perubahan pada Lansia

a) Perubahan fisik

Berbagai perubahan fisik yang terjadi pada lansia terutama pada

sistem organ terjadi akibat proses penuaan, perubahan-perubahan itu

menurut (Puspita, 2018) yaitu:


80

1) Sistem kardiovaskuler

Katup jantung menjadi lebih tebal dan kaku, vena menjadi

sangat berbelok-belok, dinding arteri penuh dengan timbunan

kalsium dan lemak, kemampuan memompa darah menurun

(menurunnya kontraksi dan volume), elastisitas pembuluh darah

menurun, serta meningkatnya retensi pembuluh darah perifer

sehingga tekanan darah meningkat.

2) Sistem pernafasan

Jumlah kantung udara (alveoli) pada lanjut usia akan semakin

lebar dan jumlahnya berkurang yang menyebabkan terganggunya

proses difusi. Otot-otot pernafasan menjadi kaku dan kehilangan

kekuatan, sehingga volume udara inspirasi berkurang yang

menyebabkan pernafasan cepat dan dangkal. Tekanan oksigen

arteri menurun menjadi 75 mmHg yang mengganggu proses

oksigenasi dari hemoglobin sehingga oksigen tidak terangkut

semua ke jaringan. Terjadinya penurunan aktivitas silia yang

menyebabkan penurunan reaksi batuk serta terjadinya

penyempitan pada bronkus.

3) Sistem integumen

Epidermis dan dermis menjadi lebih tipis, serat elastik

berkurang jumlahnya, kolagen menjadi lebih kaku, dan lemak

subkutan berkurang terutama pada bagian ekstremitas.

4) Sistem reproduksi
81

Perubahan sistem reproduksi disebabkan oleh sistem

hormonal. Menopause berhubungan dengan menurunnya respon

ovarium terhadap hormon hipofise dan menurunnya kadar

estrogen dan progesteron. Pria tidak mengalami terhentinya

fertilitas akibat penuaan yang mutlak. Perubahan aktivitas seksual

biasanya disebabkan oleh penyakit, kematian pasangan seksual,

berkurangnya sosialisasi, atau menghilangnya minat sosial.

5) Sistem muskuloskeletal

Menurut (Azizah, 2011 dalam Puspita,2018) perubahan sistem

muskuloskeletal pada lansia antara lain :

a) Jaringan penghubung (kolagen dan elastin)

Kolagen sebagai pendukung utama pada kulit, tendon,

tulang, kartilago, dan jaringan pengikat mengalami

perubahan menjadi bentangan yang tidak teratur. Perubahan

pada kolagen tersebut merupakan penyebab turunnya

fleksibilitas pada lansia sehingga menimbulkan dampak

berupa nyeri, penurunan kemampuan untuk meningkatkan

kekuatan otot, kesulitan dari duduk ke berdiri, jongkok dan

berjalan dan hambatan dalam melakukan kegiatan sehari-hari.

Upaya fisioterapi untuk mengurangi dampak tersebut adalah

memberikan latihan untuk menjaga mobilitas

b) Kartilago
82

Jaringan kartilago pada persendian lunak dan mengalami

granulasi dan akhirnya permukaan sendi menjadi rata,

kemudian kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang

dan degenerasi yang terjadi cenderung kearah progresif,

konsekuensinya kartilago pada persendian menjadi rentan

terhadap gesekan. Perubahan tersebut sering terjadi pada sendi

besar penumpu berat badan. Akibat perubahan itu sendi

mengalami peradangan, kekakuan, nyeri, keterbatasan gerak,

dan terganggunya aktifitas sehari-hari.

c) Tulang

Berkurangnya kepadatan tulang setelah di observasi adalah

bagian dari penuaan fisiologis trabekula longitudinal menjadi

tipis dan trabekula transversal terobsesi kembali. Dampak

berkurangnya kepadatan akan menggakibatkan osteoporosis

lebih lanjut dan akan mengakibatkan nyeri, deformitas, dan

fraktur. Latihan fisik dapat diberikan sebagai cara untuk

mencegah adanya osteoporosis.

d) Otot

Perubahan struktur otot pada penuaan sangat bervariasi,

penurunan jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan

jaringan penghubung dan jaringan lemak pada otot

mengakibatkan efek negatif. Dampak perubahan morfologis

pada otot adalah penurunan kekuatan, penurunan fleksibilitas,


83

peningkatan waktu reaksi dan penurunan kemampuan

fungsional otot. Untuk mencegah perubahan lebih lanjut,

dapat diberikan latihan untuk mempertahankan mobilitas.

e) Sendi

Pada lansia jaringan ikat seperti tendon, ligament dan fasia

mengalami penurunan elastisitas, ligament, dan jaringan

periakular mengalami penurunan daya lentur dan elastisitas.

Terjadi degenerasi, erosi dan klasifikasi pada kartilago dan

kapsul sendi. Kelainan tersebut dapat menimbulkan gangguan

berupa bengkak, nyeri, kekakuan sendi, gangguan jalan

aktifitas keseharian lainnya. Upaya pencegahan kerusakan

sendi antara lain dengan memberi tekhnik perlindungan sendi

dalam beraktifitas.

6) Sistem perkemihan

Kapasitas kandung kemih menurun dan individu lanjut usia

tidak mampu lagi mengosongkan kandung kemihnya dengan

sempurna. Pada wanita lanjut usia biasanya mengalami penurunan

tonus otot perineal yang mengakibatkan stress inkontinensia dan

urgensi. Hoperplasia prostat benigna merupakan temuan yang

sering pada pria lanjut usia (Potter & Perry, 2010 dalam Puspita,

2018).

7) Sistem gastrointestinal
84

Penurunan saliva, kesulitan menelan makanan, perlambatan

pengosongan esofagus dan lambung, asam lambung menurun,

serta penurunan motilitas gastrointestinal (Maryam, 2008 dalam

Puspita, 2018).

8) Sistem neurologis

Penurunan kecepatan konduksi saraf, cepat bingung saat

sakit fisik dan kehilangan orientasi lingkungan dan penurunan

sirkulasi serebral (pingsan, kehilangan keseimbangan), selain itu

lansia sering me;aporkan perubahan kualitas kuantitas tidur

(Potter & Perry, 2010 dalam Puspita, 2018).

9) Sistem indra khusus

Pada indera penglihatan, kemampuan memusatkan pada

benda dekat berkurang, ketidakmampuan menerima cahaya yang

menyilaukan, serta penurunan kemampuan membedakan warna.

Pada indera pendengaran, kemampuan untuk mendengar suara

dengan frekuensi tinggi menurun. Sedangkan pada indera perasa

terjadi penurunan kemampuan pengecepan, dan pada indera

penciuman juga terjadi penurunan (Suzanne C.Smeltzer, Brenda

G.Bare, 2015 dalam Puspita, 2018).

6. Konsep Gout Arthritis.

1. Definisi Gout Arthritis

Asam urat (gout arthritis) adalah penyakit yang menyerang

persendian. Asam urat umumnya menyerang sendi jari tanggan,


85

tumit, jari kaki, siku, lutut dan pergelangan tanggan. Rasa sakit atas

nyeri yang di timbulkan asam urat ini sangat menyakitkan. Penyakit

ini dapat membuat bagian bagian tubuh yeng terserang mengalami

pembengkakan dan peradangan, sehingga menambah rasa sakit yang

dialami oleh pasien (Yekti, 2015 dalam Ardhi, 2018).

Asam urat terjadi akibat mangkonsumsi zat purin secara

berlebihan. Pada kondisi normal zat purn tidak berbahaya. Apabila

zat tersebut sudah melebihi di dalam tubuh, ginjal tidak mampu

mengeluarkan zat purin sehingga zat tersebut mengkristal menjadi

asam urat yang menumpuk di persendian. Asam urat dihasilkan oleh

setiap makhluk hidup akibat proses metabolisme utama yaitu proses

kimia dalam inti sel yang berfungsi menunjang kelangsungan hidup

(Ari Wulandari, 2016 dalam Ardhi, 2018).

Asam urat adalah zat hasil metabolisme purin dalam tubuh yang

dikeluarkan oleh ginjal dalam bentuk urin dalam kondisi normal,

namun dakam kondisi tertentu, ginjal tidak mampu mnegeluarkan zat

asam urat secara seimbang sehingga terjadi kelebihan kadar asam urat

dalam darah. Kelebihan zat asam urat ini akhirnya menumpuk dan

tertimbun pada persendian di tempat lainnya termasuk di ginjal iyu

sendiri dalam bentuk kristal (Safitri, 2012 dalam Palupi dkk, 2018)

Kesimpulan yang dapat di ambil dari definisi di atas adalah

penyakit Gout Arthritis penyakit sering menyerang persendian.

2. Etiologi.
86

Penyebab gout atau asam urat disebabkan karena inflamasi

jaringan terhadap pembentukan Kristal monosodium urat monohidrat.

Dilihat dari penyebabnya penyakit ini termasuk dalam golongan

kelainan metabolik. Kelainan ini berhubungan dengan gangguan

kinetik asam urat yaitu hiperurisemia. Menurut (Fatimah,2017)

Hiperurisemia pada penyakit ini terjadi karena :

a. Pembentukan asam urat yang berlebih

a) Gout Primer metabolic disebabkan karena sintesis langsung

yang bertamabah

b) Gout sekunder metabolik disebabkan karena pembentukan

asam urat yang berlebihan karena penyakit lain seperti

leukemia terutama bila diobati dengan sitostatika, psoriasis,

polisitemiavera, mielofibrosis.

b. Kurangnya pengeluaran asam urat melalui ginjal

a) Gout primer renal terjadi karena gangguan ekskresi asam

urat di tubulus distal ginjal yang sehat, penyebabnya tidak

diketahui

b) Gout seknder renal disebabkan oleh kerusakan ginjal

misalnya pada penderita gagal ginjal kronik.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi asam urat.

Menurut (Fatimah, 2017), ada beberapa faktor yang mempengaruhi

asam urat yaitu:


87

a. Umur, Penyakit asam urat timbul karena proses penuaan, khususnya

pada wanita yang sudah memasuki masa menopause yaitu usia 45-

60 tahun karena jumlah hormon estrogen mulai mengalami

penurunan. Pada usia seperti ini penyakit gout lebih banyak terjadi.

Penyakit gout biasa menyerang pada laki-laki usia 30-40 tahun.

Semakin tua umur laki-laki, maka kekerapan penyakit asam urat

semakin tinggi.

b. Faktor keturunan (genetik), Riwayat keluarga dekat yang

menderita gout (faktor keturunan) yang mempertinggi resiko

(esensial). Tentunya faktor genetik ini juga dipengaruhi oleh

faktor-faktor lingkungan lain yang kemudian menyebabkan

seseorang menderita gout. Adanya riwayat asam urat dalam

keluarga membuat resiko terjadinya asam urat menjadi semakin

tinggi.

c. Jenis kelamin, Laki-laki lebih beresiko terhadap penyakit gout

sedangkan pada perempuan presentasenya lebih kecil dan baru

muncul setelah menopause. Kadar asam urat laki-laki cenderung

meningkat sejalan dengan peningkatan usia (pubertas). Pada

perempuan peningkatan itu dimulai sejak saat menopause.Gout

cenderung dialami oleh laki-laki sebab pada perempuan memiliki

hormon estrogen yang ikut membantu pembuangan asam urat

melalui urin.

4. Tanda dan gejala


88

Ada beberapa tanda dan gejala menurut (Aspiani, 2014) yaitu:

a. Gejala Klinis

a) Nyeri tulang sendi

b) Kemerehan dan bengkak pada tulang sendi

c) Peningkatan suhu tubuh

b. Gangguan Akut

a) Nyeri hebat

b) Bengkak dan berlangsung cepat pada sendi yang teserang

c) Sakit kepala

d) Demam

c. Gangguan Kronis

a) Serangan akut

b) Hiperuismia yang tidak diobati

c) Terdapat nyeri dan pegal

d) Pembengkakan sendi membentuk noduler yang disebut Tofi

(penumpukan monosodium urat dalam jaringan)

5. Pencegahan.

Pencegahan yang dapat dilakukan agar terhindar dari gout arthritis

menurut Aspiani (2014) yaitu:

a. Pembatasan purin.

Apabila terjadi pembengkakan maka hal harus dilakukan

adalah diet purin. Hal yang harus dilakukan adalah membatasi

asupa purin mejadi 100-150mg purin per hari (diet normal


89

biasanya 600-1000 mg purin per hari. Makanan yang mengadung

purin antara lain: sarden, kerang, kacang-kacangan, udang, dll.

b. Tinggi karbohidrat

Karbohidrat komplek seperti nasi, singkong, roti dan ubi

sangat baik dikonsumsi oleh penderita gangguan asam urat karena

akan meningkatkan pengeluran asam urat melalui urin.

c. Rendah lemak

Lemak dapat menghambat ekskresi asam urat melalui urin.

Makanan yang digoreng, bersantan, serta margarin dan mentega

sebaiknya dihindari.

6. Patofisiologi

Kadar asam urat dalam serum merupakan hasil keseimbangan

antara produksi dan sekresi. Ketika terjadi keseimbangan antara dua

proses tersebut maka terjadi keadaan hiperurisemia, yang

menimbulkan hipersaturasi asam urat yaitu kelarutan asam urat di

serum melewati ambang batasnya, sehingga merangsang timbulnya

urat dalam bentuk garamnya terutama monosodium urat di berbagai

tempat / jaringan. (Hidayat 2015, dalam Ardhi, 2018).

Awalnya serangan asam urat akut berhubungan dengan perubahan

asam urat serum, meninggi ataupun menurun. Pada kadar asam urat

serum yang stabil, jarang mendapat serangan. Pengobatan dini dengan

allopurinol yang menurunkan kadar asam urat serum dapat

memperesipitasi serangan gout. Penurunan urat serum dapat


90

mencetuskan pelepasan kristal monosodium urat dari depositnya dalam

tofi (crystal shedding). (Hidayat 2015, dalam Ardhi, 2018).

Bertambah tinggi kadar asam urat dan bertambah lama menetap,

kemungkinan untuk menderita asam urat dan terbentuknya kristal urat

akan bertambah berat. Kristal monosodium urat cenderung untuk

mengendap pada jaringan jika konsentrasinya dalam plasma lebih 8-9

mg/dl. Pada PH 7 atau lebih asam urat ada dalam bentuk monosodium

urat. Endapan terjadi pada permukaan atau pada rawan sendi atau pada

synovium dan juga struktur sendi termasuk bursa, tendon dan

selaputnya. (Hamdan 2015, dalam Ardhi, 2018).

Peradangan dan inflamasi merupakan reaksi penting pada arthritis

pirai terutama gout akut, reaksi ini reaksi pertahanan tubuh non

spesifik untuk menghindari kerusakan jaringan agen penyebab.

Peradangan pada arthritis gout akut adalah akibat penumpukan agen

penyebab yaitu kristal monosodium urat. Pelepasan kristal

monosodium urat akan merangsang proses inflamasi dengan

mengaktifkan komplemen melalui jalur klasik maupun alternative. Sel

magrofaq, netrofil dan sel radang lain juga teraktivasi, yang akan

menghasilkan mediator – mediator kimiawi yang juga berperan pada

proses inflasi (Hidayat, 2012 dalam Ardhi, 2018).

7. Penatalaksanaan

Menurut (Junaidi, dalam Ardhi, 2018) secara umum penatalasanaan

gout adalh dengan memberikan edukasi, pengaturan diet, istirahatkan


91

sendi dan pengobatan. Penatalaksanaan gout ada dua macam, yaitu

penatalaksanan farmakologi dan non farmakologi.

a. Terapi farmakologi

a) Allopurinol

b) Urikosurik

c) Kolkisin

b. Terapi non farmakologi

a) kompres hangat

b) distraksi

c) relaksasi

d) Aktifitas fisik / olahraga.

8. Komplikasi

Komplikasi asam urat diantaranya menyebabkan batu ginjal, gagal

ginjal, hipertensi dan penyakit vaskuler , gagal jantung, dan sindrom

metabolisme. Batu ginjal terbentuk dari akuasisi serta penumpukan

asam urat berlebih menyerupai kristal di dalam darah yang mengendap

pada ginjal. Komplikasi berikutnya yaitu gagal ginjal akut akibat dari

penghambatan aliran urin karana pengendapan asam urat pada ductus

koledukus dan ureter. Penumpukan jangka Panjang dari kristal pada

ginjal dapat menyebabkan gangguan ginjal kronik (Safitri, 2012 ;

Damayanti, 2012 dalam Palupi dkk, 2018).

Peningkatan kadar asam urat dapat memicu kejadian gagal jantung

ketika berkaitan dengan peningkatan produksi asam urat yang


92

menunjukan peningkatan aktivitas xanthine oxidase dan tidak memicu

ketika berkaitan dengan kelemahan eksresi asam urat oleh ginjal yang

menyebabkan kuranya efek intrinsic langsung.peningkatan kadar asam

urat diperkirakan sebagai pemicu hipertensi sehingga dapat

dihubungkan dengan komplikasi seperti penyakit pembulu darah

perifer dan kematian akibat hipertensi (Vazquez-Mellado, 2002;

Ekundayo et al, 2010 dalam Palupi dkk, 2018).

Komplikasi yang dapat terjadi menurut Aspiani (2014) adalah

1. Urolitiatis akibat deposit kristal urat pada saluran kemih

2. Nephrophaty akibatdeposit kristal urat dalam dalam interstisial

ginjal

3. Hipertensi ringan

4. Proteinuria

5. Hiperlidipemia

6. Deformitas persendian yang terserang.


93

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS PADA AGREGAT LANSIA
DENGAN ASAM URAT DI RW 17 KELURAHAN LEMBURSITU
KECAMATAN LEMBURSITU KOTA SUKABUMI

A. Pendekatan Asuhan Keperawatan Komunitas

1. Data Inti Komunitas

a. Sejarah

Wilayah RW 17 termasuk wilayah Kelurahan Lembursitu

Kecamatan Lembursitu dan masih termasuk wilayah Kota Sukabumi.

Berdirinya RW 17 sudah lebih dari 50 tahun yang lalu.

b. Tipe Keluarga

Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat dan tokoh

masyarakat tipe keluarga yang berada di RW 17 yaitu keluarga inti

(The nuclear family), The dyad family, Keluarga usila, The single-

parent family, Blended family.

c. Status Perkawinan

Diagram 3.1 Distribusi Frekuensi Status Perkawinan di RW 17


Kelurahan Lembursitu

Status Pernikahan

12% ; 555% ; 22
30% ; 136

52% ; 239

Janda Duda Menikah Belum Menikah


94

Berdasarkan Diagram 3.1 menunjukkan bahwa sebagian besar

status pernikahan warga RW 17 adalah nikah yaitu sebesar 53% atau

sebanyak 293 pasangan dan sebagian kecil warga memiliki status

pernikahan adalah duda yaitu sebesar 5% atau sebanyak 22 orang.

d. Nilai dan Keyakinan yang Dianut

Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat dan tokoh

masyarakat didapatkan bahwa di RW 17 Kelurahan Lembursitu tidak

ada nilai dan keyakinan yang bertentangan dengan kesehatan baik ritual

keagamaan maupun ritual kebudayaan.

e. Agama

Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat dan tokoh

masyarakat didapatkan bahwa di RW 17 sebagian warga di wilayah

RW 17 Kelurahan Lembursitu Kota Sukabumi adalah beragama Islam.

Jumlah masjid di RW 17 yaitu ada 2 masjid. Yang pertama terletak di

RT 01 Masjid Ibaadusshalihiin, dan yang kedua terletak di RT 03

Masjid Al-Ikhlas.

f. Demografi

1) Pemetaan Wilayah
95

Gambar 3.1 Peta Wilayah Kelurahan Lembursitu

Kecamatan Lembursitu Kota Sukabumi

Sumber : Profil Kelurahan Lembursitu, 2022

Kelurahan Lembursitu masuk ke dalam wilayah

administrasi Kota Sukabumi pada tahun 1995 berdasarkan

Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1995 tentang Perubahan

Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Sukabumi dan

Kabupaten Daerah Tingkat II Sukabumi yang sebelumnya

merupakan salah satu Desa di Kabupaten Sukabumi. Desa

Lembursitu berubah status menjadi Kelurahan berdasarkan

Peraturan Daerah Kota Sukabumi Nomor 15 Tahun 2000. Saat ini

Kelurahan Lembursitu berada pada kategori Swakarya lanjut.

Kelurahan Lembursitu merupakan bagian dari wilayah

administrasi Kecamatan Lembursitu Kota Sukabumi dengan luas

wilayah 375.726 Ha yang terdiri 11.660 penduduk dari 21 RW dan

67 RT.

Batas wilayah Kelurahan Gunung Puyuh adalah sebagai

berikut :
96

a. Utara : Sungai Cipelang (Desa Gunungguruh)

b. Selata : Sungai Cimandiri (Desa Wangunreja)

c. Timur : Kelurahan Situmekar

d. Barat : Cimandiri (Desa Kebonmanggu))

2) Komposisi Penduduk, Umur dan Jenis Kelamin

a) Komposisi Penduduk

Tabel 3.1 Distribusi Frekuensi Komposisi Penduduk RW 17


dari RT 01 Sampai RT 04 Kelurahan Lembusitu

No RT Jumlah KK Persentase (%)


1 RT 01 55 24,67
2 RT 02 57 25,55
3 RT 03 56 25,11
4 RT 04 55 24,67
Jumlah 223 100

Berdasarkan Tabel 3.1 menunjukkan bahwa sebagian besar

komposisi penduduk adalah RT 02 yaitu sebesar 25,55% atau

sebanyak 57 KK dan sebagian kecil komposisi penduduk

adalah RT 01 dan RT 04 yaitu sebesar 24,67% atau sebanyak

55 KK.

b) Umur Penduduk

Tabel 3.2 Distribusi Frekuensi Umur Penduduk RW 17


Kelurahan Lembursitu
No Usia Kelompok Jumlah Persentase (%)
1 Bayi dan Balita 56 12,36
2 Pra Remaja 84 18,54
3 Remaja 30 6,63
4 Dewasa 244 53,87
5 Lansia 39 8,6
Jumlah 453 100
97

Berdasarkan tabel 3.2 terlihat bahwa jumlah penduduk yang

ada di wilayah RW 17 Kelurahan Lembursitu sebanyak 453

orang, dengan distribusi terbanyak ada pada kelompok umur

dewasa yaitu 53,87% atau sebanyak 244 orang, sedangkan

yang paling sedikit adalah kelompok umur remaja yaitu 6,63%

atau sebanyak 30 orang.

c) Jenis Kelamin Penduduk

Tabel 3.3 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Penduduk


RW 17 Kelurahan Lembursitu

No Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)


1 Perempuan 234 51,77
2 Laki-laki 218 48,23
Jumlah 452 100

Berdasarkan Tabel 3.3 menunjukkan bahwa sebagian besar

jenis kelamin penduduk RW 17 Kelurahan Lembursitu adalah

Perempuan yaitu sebesar 51,77% atau sebanyak 234 orang, dan

sebagian kecil jenis kelamin penduduk RW 17 Kelurahan

Lembursitu adalah adalah Laki-laki yaitu sebesar 48,23% atau

sebanyak 218 orang.

3) Distribusi Ras Etnis

Berdasarkan data dari RT 04 RW 17 Kelurahan Lembursitu

Sebagian besar Ras atau Etnis adalah Ras Sunda.

g. Statistik Vital
98

Berdasarkan data dari Kelurahan Lembursitu RW 17 bahwa jumlah

kelahiran berdasarkan registrasi penduduk bulan Juli tahun 2022

sebanyak 0 orang. Dan jumlah kematian bulan Juli tahun 2022

sebanyak 0 orang.

2. Data Subsistem Delapan Subsistem

a. Lingkungan Fisik

Pemukiman warga di wilayah RW 17 Kelurahan Lembursitu

tergolong sangat padat dengan kondisi rumahan yang saling

berdempetan. Keadaan rumah di RW 17 kebanyakan tergolong rumah

sehat, karena sebagian besar terdapat rumah-rumah yang ventilasi dan

terdapat rumah-rumah yang memiliki Septic tenk. Sebagian besar

wilayah RW 17 adalah area padat penduduk.

b. Pelayanan Kesehatan dan Pelayanan Sosial

Berdasarkan hasil wawancara dengan Tokoh masyarakat dan

masyrakat didapatkan hasil bahwa lokasi pelayanan kesehatan dapat

dijangkau oleh warga karena adanya puskesmas dan jarak cukup dekat

dapat ditempuh dengan kendaraan pribadi atau umum. Beberapa

pelayanan kesehatan yang dapat dijangkau oleh warga yaitu :

Puskesmas Lembursitu, RSUD Al-Mulk, Bidan dan Klinik.

c. Ekonomi

1) Jenis Pekerjaan di RW 17

Tabel 3.4 Distribusi Frekuensi Pekerjaan Penduduk RW 17


Kelurahan Lembursitu
No Pekerjaan Jumlah Persentase (%)
1 Wiraswasta 133 29,45
99

2 Pedagang 58 12,83
3 PNS 10 2,21
4 IRT 96 21,24
5 Petani 67 14,85
6 Guru 10 2,21
7 Tidak Bekerja 68 15,3
8 Pensiun 10 2,21
Jumlah 452 100

Berdasarkan Tabel 3.4 menunjukkan bahwa sebagian besar

jenis pekerjaan penduduk RW 17 Kelurahan Lembursitu adalah

wiraswasta yaitu sebesar 29,45% atau sebanyak 133 orang, dan

sebagian kecil jenis pekerjaan penduduk RW 17 Kelurahan

Lembursitu adalah pension, guru, dan PNS yaitu sebesar 2,21%

atau sebanyak 10 orang.

2) Penghasilan Keluarga

Tabel 3.5 Distribusi Frekuensi Penghasilan Keluarga RW 17


Kelurahan Lembursitu
No Penghasilan Jumlah KK Persentase (%)
1 < Rp. 1.000.000 86 38,56
2 Rp. 1.000.000 – Rp. 3.000.000 114 51,12
3 >Rp. 3.000.000 23 10,32
Jumlah 223 100

Berdasarkan Tabel 3.5 menunjukkan bahwa sebagian besar

penghasilan keluarga RW 17 Kelurahan Lembursitu adalah Rp.

1.000.000-Rp. 3.000.000 yaitu sebesar 51,12% atau sebanyak 114

KK, dan sebagian kecil penghasilan keluarga RW 17 Kelurahan

Lembursitu adalah >Rp. 3.000.000 yaitu sebesar 10,32% atau

sebanyak 23 KK.

3) Kecukupan dalam Memenuhi Kebutuhan


100

Tabel 3.6 Distribusi Frekuensi Kecukupan Dalam Memenuhi


Kebutuhan Keluarga RW 17 Kelurahan Lembursitu
No Kecukupan Memenuhi Jumlah Persentase (%)
Kebutuhan Keluarga
1 Ya 153 68,61
2 Tidak 70 31,39
Jumlah 223 100

Berdasarkan Tabel 3.6 menunjukkan bahwa sebagian besar

kecukupan dalam memenuhi keluarga adalah Ya yaitu sebesar

68,61% atau sebanyak 153 KK, dan sebagian kecil kecukupan

dalam memenuhi keluarga RW 11 Kelurahan Lembursitu adalah

Tidak yaitu sebesar 31,39% atau sebanyak 70 KK.

4) Kepemilikan Tabungan Kesehatan dan Jenis Jaminan Kesehatan

Hasil wawancara dengan Tokoh masyarakat dan

masyarakat bahwa kurangnya kepemilikan tabungan kesehatan dan

jenis jaminan kesehatan yang dimiliki oleh RW 17 adalah BPJS,

Jamkesmas, Askeskin dan tunai.

d. Keamanan dan Transportasi

Berdasarkan hasil pengkajian sistem keamanan di RW 17 berjalan

sistem keamanannya, hal ini terlihat dari adanya pos ronda yang ada di

di wilayah RW 17. Jumlah pos ronda di RW 17 ada 2. Jenis Kendaraan

yang tersedia di RW 17 adalah kendaraan pribadi yaitu motor dan

mobil.

e. Politik dan Pemerintah

Berdasakan hasil pengkajian di RW tentang politik, cenderung

berbeda-beda dan poster paslon pun beragam jika sudah mulai musim
101

kampanye. Terdapat anggota PKK Kelurahan Lembursitu di RW 17,

adanya 1 posyandu, dan belum adanya posbindu, dan memiliki karang

taruna yang aktif.

f. Komunikasi

Terdapat sistem komunikasi masyarakat di RW 17, dan jenis sarana

komunikasi masyarakat adalah dengan melakukan pertemuan rutin tiap

bulan atau jika ada yang harus di musyawarahkan dan melalui

pertemuan warga saat pengajian di masjid. Adapun sarana komunikasi

lain melalui sosial media.

g. Pendidikan

1) Jenis Pendidikan

Diagram 3.2 Distribusi Frekuensi Jenis Pendidikan Penduduk


di RW 17 Kelurahan Lembursitu

PENDIDIKAN

TI D AK SEK OL AH 34

SD 195

SMP 47

SMA 137

P er gu r u an Ti n ggi 39

Berdasarkan Diagram 3.2 menunjukan bahwa sebagian

besar penduduk berpendidikan SD yaitu sebesar 43,14% atau

sebanyak 195 orang dan sebagian kecil pendudukan berpendidikan

Perguruan Tinggi yaitu sebesar 7,52% atau sebanyak 34 orang.


102

2) Keterangan Sekolah yang ada di wilayah Kelurahan Lembursitu

Sekolah yang berada di Kelurahan Lembursitu yaitu terdiri

dari Sekolah Dasar Negeri, MTS, SMP, SMK, STM, PAUD, dan

TK.

h. Rekreasi

Hasil observasi dan wawancara kepada Tokoh masyarakat dan juga

masyarakat bahwa di RW 17 sering melakukan rekreasi ke Karang

Para, Kolam renang Bojongloa dan Taman baca Bojongloa.

3. Gambar Peta Wilayah Binaan dan Keterangan Wilayah

Gambar 3.2 Peta Wilayah RW 17 Kelurahan Lembursitu Kecamatann


Lembursitu Kota Sukabumi

Sumber : Profil Kelurahan Lembursitu, 2022

Wilayah RW 17 Kelurahan Lembursitu Kecamatan Lembursitu

Kota Sukabumi terdiri dari 4 wilayah Rukun Tetangga (RT), adapun

batasan wilayah RW 17 Kelurahan Lembursitu adalah sebagai berikut:

Sebelah Utara : Jalan Tegallega

Sebelah Selatan : Perum GSI


103

Sebelah Barat : Pasar Saptu (Perbatasan RW 18)

Sebelah Timur : Jalan Nanggerang

4. Pengumpulan Data

a) Dimensi Lokasi Binaan

1) Lokasi Pelayanan Kesehatan

a) Tempat Yankes

Tempat Yankes yang bisa dijangkau oleh masyarakat yaitu

Posyandu, Puskesmas, Klinik Swasta dan RSUD Al-Mulk.

Berikut kecenderungan masyarakat untuk pergi ke Yankes :

Diagram 3.3 Distribusi Frekuensi Responden Kepala Keluarga


Tentang Kecenderungan Berkunjung Tempat Yankes di RW 17

YANKES

216

95
56 59
26

Berdasarkan Diagram 3.3 menunjukan bahwa sebagian

besar responden berkecendurungan pergi ke Puskesmas yaitu

sebesar 47,78% atau sebanyak 216 orang dan sebagian kecil

responden berkecendurungan pergi ke RSUD yaitu sebesar

5,75% atau sebanyak 26 orang.

b) Jarak Yankes
104

Diagram 3.4 Distribusi Frekuensi Responden Kepala Keluarga


Tentang Jarak Yankes di RW 17

JARAK YANKES

 < 1 Km
PUSKESMAS RSUD
 > 1 Km

Berdasarkan Diagram 3.4 menunjukan bahwa sebagian

besar responden memiliki jarak ke Yankes < 1Km yaitu sebesar

89,25% atau sebanyak 216 orang dan sebagian kecil responden

memiliki jarak ke Yankes > 1Km yaitu sebesar 10,75% atau

sebanyak 26 orang.

c) Cara Mencapai Lokasi Yankes

Diagram 3.5 Distribusi Frekuensi Responden Kepala


Keluarga Tentang Cara Mencapai Lokasi Yankes di RW 17

TRANSPORTASI

motor mobil

Berdasarkan Diagram 3.5 menunjukan bahwa sebagian

besar responden untuk cara mencapai lokasi Yankes dengan


105

kendaraan bermotor yaitu sebesar 80,2% dan Sebagian kecil

sebanyak 10,8%.

2) Flora dan Fauna

a) Jenis Tanaman

Jenis tanaman yang tersedia di wilayah RW 17 Kelurahan

Gunung Puyuh Kecamatan Gunung Puyuh Kota Sukabumi yaitu

pohon buah – buahan, sayuran dan tanaman hias.

b) Jenis Hewan

Tabel 3.7 Jenis Hewan Ternak Di RW 17 Kelurahan


Lembursitu Kecamatan Lembursitu Kota Sukabumi

Jenis Ternak Jumlah Pemilik Perkiraan


Jumlah Populasi
Ayam 25 Orang 250 ekor
Bebek 1 Orang 125 ekor
Domba 2 Orang 15 ekor
Kucing 15 Orang 18 ekor
Jumlah 408 ekor

Berdasarkan Tabel 3.7 menunjukan bahwa sebagian besar

jenis ternak ayam yaitu sebanyak 250 ekor dan sebagian kecil

jenis domba sebanyak 15 ekor.

Tabel 3.8 Jenis Hewan Ternak Liar Di RW 17 Kelurahan


Lembursitu Kecamatan Lembursitu Kota Sukabumi

Jenis Hewan Liar Jumlah Pemilik Perkiraan Presentase


Jumlah Populasi (%)
Kucing 5 orang 6 ekor 50
Anjing 4 orang 6 ekor 50
Jumlah 12 ekor 100
106

Berdasarkan Tabel 3.8 menunjukan bahwa Jenis Hewan

Ternak liar kucing dan anjing sama banyaknya, yaitu sebanyak

6 ekor atau 50%.

3) Lingkungan Buatan

a) Sarana Olahraga

Terdapat 3 lapangan atau tempat luas di wilayah RW 17

yang bisa digunakan warga untuk berolahraga. Yaitu Pencak

Silat dan Senam Aerobik berlokasi di RW 17 dan RW 18.

b) Sarana Rekreasi

Tidak terdapat sarana rekreasi di wilayah RW 17 Kelurahan

Lembursitu Kota Sukabumi yang biasa digunakan warga

sekitar ataupun luar untuk dijadikan tempat rekreasi.

c) Lingkungan Pemukiman

Lingkungan pemukiman di wilayah RW 17 tergolong padat

penduduk dengan jumlah penduduk 223 Kepala Keluarga yang

merupakan penduduk asli.

4) Status ekonomi

Penghasilan Keluarga :

Tabel 3.9 Distribusi Frekuensi Penghasilan Keluarga RW 17


Kelurahan Lembursitu
No Penghasilan Jumlah KK Persentase (%)
1 < Rp. 1.000.000 86 38,56
2 Rp. 1.000.000 – Rp. 3.000.000 114 51,12
3 >Rp. 3.000.000 23 10,32
Jumlah 223 100
107

Berdasarkan Tabel 3.9 menunjukkan bahwa sebagian besar

penghasilan keluarga RW 17 Kelurahan Lembursitu adalah Rp.

1.000.000-Rp. 3.000.000 yaitu sebesar 51,12% atau sebanyak 114

KK, dan sebagian kecil penghasilan keluarga RW 17 Kelurahan

Lembursitu adalah >Rp. 3.000.000 yaitu sebesar 10,32% atau

sebanyak 23 KK.

Kemampuan Baca Tulis :

Diagram 3.6 Distribusi Frekuensi Kemampuan Membaca


Responden RW 17 Kelurahan Lembursitu

Kemampuan Membaca

100%

Bisa Membaca Tidak Bisa Membaca

Berdasarkan Diagram 3.6 menunjukan bahwa semua

responden bisa membaca di RW 17 Kelurahan Lembursitu Kota

Sukabumi.

b) Dimensi Sistem Sosial

1) Sistem Kesehatan

a) Tempat Yankes

Pelayanan kesehatan yang tersedia di RW 17 yaitu

Posyandu sebanyak 1 tempat

b) Jumlah Kader Kesehatan


108

Terdapat 5 orang kader kesehatan di RW 17 Kelurahan

Lembursitu sebagai kader aktif. Berikut data Keaktifan Kader :

Diagram 3.7 Distribusi Frekuensi Keaktifan Kader RW 17


Kelurahan Lembursitu

Keaktifan Kader

20% ; 2

80%; 3

Aktif Tidak Aktif

Berdasarkan Diagram 3.7 menunjukan bahwa sebagian

besar keaktifan kader adalah aktif yaitu sebesar 80% atau

sebanyak 3 orang dan sebagian kecil keaktifan kader yaitu

sebesar 20% atau sebanyak 2 orang.

c) Jenis Pembiayaan Kesehatan Keluarga

Diagram 3.8 Distribusi Frekuensi Responden Pembiayaan


Kesehatan Keluarga RW 17 Kelurahan Lembursitu

Pembiayaan Kesehatan Keluarga

6%

33%
50%

11%

BPJS JAMKESMAS TUNAI ASKESKIN


109

Berdasarkan Diagram 3.8 menunjukan bahwa sebagian

besar responden pembiayaan kesehatan keluarga melalui BPJS

yaitu sebesar 50% atau sebanyak 9 KK dan sebagian kecil

responden pembiayaan kesehatan keluarga melalui ASKESKIN

yaitu sebesar 6% atau sebanyak 1 KK.

2) Sistem Ekonomi

a) Mata Pencaharian

Tabel 3.10 Distribusi Frekuensi Pekerjaan Penduduk RW


17 Kelurahan Lembursitu
No Pekerjaan Jumlah Persentase (%)
1 Wiraswasta 133 29,45
2 Pedagang 58 12,83
3 PNS 10 2,21
4 IRT 96 21,24
5 Petani 67 14,85
6 Guru 10 2,21
7 Tidak Bekerja 68 15,3
8 Pensiun 10 2,21
Jumlah 452 100

Berdasarkan Tabel 3.10 menunjukkan bahwa sebagian

besar jenis pekerjaan penduduk RW 17 Kelurahan Lembursitu

adalah wiraswasta yaitu sebesar 29,45% atau sebanyak 133

orang, dan sebagian kecil jenis pekerjaan penduduk RW 17

Kelurahan Lembursitu adalah pension, guru, dan PNS yaitu

sebesar 2,21% atau sebanyak 10 orang.

b) Industri Rumah Tangga (Home Industri)


110

Berdasarkan hasil pengkajian di RW 17 Kelurahan

Lembursitu Kota Sukabumi terdapat industri rumah tangga

sebanyak 1 tempat, yaitu penggilingan padi.

3) Sistem Politik

Terdapat tokoh masyarakat formal di RW 17 (kepala RW

dan kepala RT), dan cara pemilihan tokoh masyarakat formal yaitu

dengan cara musyawarah.

4) Sistem Komunikasi Masyarakat

Terdapat sistem komunikasi masyarakat di RW 17, dan

jenis sarana komunikasi masyarakat adalah dengan melakukan

pertemuan rutin tiap bulan atau jika ada yang harus di

musyawarahkan dan melalui pertemuan warga saat pengajian di

masjid. Adapun sarana komunikasi lain melalui sosial media.

5) Sistem Keagamaan

Terdapat pengajian rutin di RW 17 perminggunya.

6) Sistem Legal

Terdapat peraturan atau ketentuan di wilayah masyarakat di

RW 17 yang sudah tertulis seperti tamu wajib lapor kepada

RT/RW setempat selama 1 x 24 jam.

7) Keamanan

Sistem keamanan penduduk di RW 17 Kelurahan Lembursitu

yaitu Pos ronda yang diakan setiap hari dan sesuai dengan jadwal

yang telah disepakati bersama-sama.


111

B. Diagnosa Keperawatan

1. Analisa Data

No Data penunjang Etiologi Masalah


1. DS : Rendahnya pendidikan Ketidakefektifan
- Menurut pernyataan warga ↓ manajemen
bahwa di RW 17 Kurangnya pengetahuan kesehatan
mempunyai kejadian asam dan pemahaman tentang
urat yang cukup tinggi. penyakit asam urat
- Menurut pernyataan dari ↓
Masyarakat bahwa di Ketidakefektifan
lingkungan RW 17 belum manajemen kesehatan
mendapatkan penyuluhan
tentang asam urat

DO :
- Sebagian besar lansia di
RW 17 mempunyai
penyakit asam urat

- Sebagian besar lansia


masih ada yang belum
mengenal masalah asam
urat

- Sebagian besar lansia


yang menderita asam urat
berpendidikan SD

- Sebagian besar lansia


yang menderita asam urat
adalah tidak bekerja

- Sebagian besar lansia


yang menderita asam urat
berjenis kelamin
perempuan
2 DS : Pola masyarakat yang Perilaku Kesehatan
- Menurut pernyataan warga acuh pada lingkungan Cenderung Beresiko
masih banyak yang ↓
merokok dalam rumah Perilaku masyarakat
kurang sehat
DO : ↓
112

- Ketika pengkajian Resiko tinggi penurunan


terdapat beberapa warga derajat kesehatan
yang merokok. masyarakat

- Kebersihan air sangat Perilaku Kesehatan
minim dalam aliran sungai Cenderung Beresiko

- Sebagian besar warga RW


17 membuang sampah ke
tempat terbuka

- Sebagian besar Warga


tinggal di dalam gang
yang padat penduduk

- Sebagian besar
Masyarakat yang berjenis
kelamin laki-laki merokok

- Sebagian besar
Masyarakat merokok
didalam rumah
2
1
No

kesehatan

Perilaku Kesehatan
Cenderung Beresiko
Komunitas
Diagnosa Keperawatan

Ketidakefektifan manajemen

1
2

Kesadaran
akan masalah

Motivasi
2. Skoring Masalah Keperawatan Komunitas

1
2

untuk
menyelesaika
n masalah

Kemampuan

72
perawat
2
2

dalam
menyelesaika
n masalah

Ketersediaan
ahli/ pihak
2
2

terkait
penyelesaian
masalah
Tabel 3. Skoring Masalah Keperawatan Komunitas

Dampak jika
3
2

masalah tidak
terselesaikan

Mempercepat
penyelesaian
1
2

masalah
dengan solusi
penyelesaian
masalah
10
12
Jumlah
No Kriteria Skor

1 Kesadaran masyarakat akan masalah 1 = Rendah


2 = Sedang
3 = Tinggi

2 Motivasi masyarakat untuk menyelesaikan 1 = Rendah


2 = Sedang
masalah
3 = Tinggi

3 Kemampuan perawat dalam menyelesaikan 1 = Rendah


2 = Sedang
masalah
3 = Tinggi

4 Ketersediaan ahli/pihak terkait terhadap 1 = Rendah


2 = Sedang
penyelesaian masalah
3 = Tinggi

5 Dampak terhadap masyarakat jika masalah 1 = Rendah


2 = Sedang
tidak terselesaikan
3 = Tinggi

6 Mempercepat penyelesaian masalah dengan 1 = Rendah


2 = Sedang
solusi penyelesaian masalah
3 = Tinggi

Total : 9

PRIORITAS DIAGNOSA

1. Ketidakefektifan Manajemen Kesehatan

73
74
C. Perencanaan Keperawatan

Diagnosa Keperawatan NOC NIC


Data
Kode Diagnosa Kode Hasil Kode Intervensi

Data Pendukung Masalah Kesehatan Komunitas : 


Data yang terkaji Domain 1 : PRIMER Level 1 : domain 3 :
di RW 17 Promosi kesehatan Domain 4 : Perilaku
kelurahan Pengetahuan tentang kesehatan dan
Lembursitu 18 KK Kelas 2 : prilaku Level 2 : kelas S :
Manajemen Kesehatan
dengan teknik Pendidikan pasien
Level 2 : Kelas Q
pengambilan Total 00078 Dx : Ketidakefektifan Perilaku Sehat
Sampling yang Level 3 : Intervensi
manajemen kesehatan 5510
sesuai dengan Pendidikan Kesehatan
  1623 Level 3 : Out Comes 
kriteria inklusi. 1. Targetkan sasaran pada
Perilaku Patuh : Pengobatan yang
kelompok bersioko tinggi
Sehingga data disarankan
dan rentang usia yang
yang didapat akan mendapat manfaat
adalah : 163201 1. Membahas aktivitas rekomendasi
besar dari pendidikan
- RT 01 = 4 KK dengan profesional kesehatan
kesehatan
- RT 02 = 4 KK 163202 2. Mengindetifikasi mafaat yang
2. Pertimbangkan riwayat
diharapkan dari aktivitas fisik
- RT 03 = 5 KK individu dalam konteks
163210 3. Berpartisipasi dalam aktivitas
- RT 04 = 5 KK personal dan riwayat
fisik sehari-hari yang di tentukan
sosial budaya individu,
163217 4. Mengidentifikasi gejala yang
keluarga masyarakat
perlu dilaporkan
- Ketika 3. Bantu individu, keluarga,
dan masayarakat untuk
pengkajian
memperjelas keyakinan
terdapat dan nilai-nilai kesehatan
1602 Perilaku Promosi Kesehatan
beberapa 4. Rumuskan tujuan dalam

74
75

warga yang 160201 1. Menggunakan perilaku yang progam pendidikan


merokok menghindari risiko kesehatan
160203 2. Memonitor perilaku personal 5. Tekankan manfaat
- Terdapat terkait dengan resiko kesehatan positif yang
sampah hampir 160224 3. Memperoleh pemeriksaan rutin langsung atau jangka
disetiap aliran pendek yang diterima
Sungai dan 1625 Perilaku berhenti merokok oleh perilaku gaya hidup
162502 1. Mengekspresikan keinginan positif dari pada manfaat
jumlahnya untuk berhenti merokok jangka panjang atau efek
cukup banyak 162505 2. Membangun strategi yang efektif negatif dari ketidak
- Kebersihan air untuk berhenti merokok patuhan
162507 3. Menyesuaikan strategi berhenti 6. Kembangkan materi
sangat minim
162508 merokok pendidikan tertulis yang
dalam aliran 4. Komitmen terhadap strategi tersedia dan sesuai
sungai 162512 berhenti merokok dengan audien sasaran
- Sebagian besar 5. Menggunakan strategi modifikasi 7. Lakukan demostrasi atau
162513 perilaku demonstrasi ulang,
warga RW 17 6. Menggunakan strategi koping partisifasi pembelajar,
membuang yang efektif dan manipulasi bahan
sampah ke pembelajaran ketika
tempat terbuka 1628 Perilaku menjaga berat badan mengajarkan
162801 1. Memantau berat badan keterampilan
yaitu sebesar 162802 2. Menjaga asupan kalori sehari- psikomotorik
65% atau hari yang optimal 8. Tekankan pola makan
sebanyak 162804 3. Memilih makan bernutrisi yang sehat, tidur,
111KK. 162806 4. Meminum delapan gelas air berolahraga, dan lain-lain
setiap hari bagi individu, keluarga,
- Sebagian besar 162809 5. Menjaga pola makan yang dan kelompok yang
direkomendasikan meneladani nilai dan
Warga tinggal perilaku dari orang lain,
di dalam gang terutama pada anank-
76

yang padat anak


penduduk
- Sebagian besar SEKUNDER   Level 1 : domain 3 :
Masyarakat Level 1 : Domain 4 : Pengetahuan Perilaku
merokok yaitu tentang Kesehatan dan Perilaku
sebesar 61% Level 2 : kelas O:
Level 2 : Kelas S : Pengetahuan Terapi Perilaku
atau sebanyak Tentang Kesehatan Level 3 : Intevensi
103 KK. 1831 Level 3 : Outcomes Manajemen Perilaku
- Sebagian besar Pengetahuan: Manajemen Artrhitis 1. Berikan pasien tanggung
Masyarakat 183103 1. Tanda dan gejala awal jawab terhadap
penyakit perilakunya
merokok 183104 2. Tanda dan gejala 2. Komunikasi harapan
didalam rumah memburuknya penyakit bahwa pasien dapat tetap
yaitu sebesar 183105 3. Potensi perubahan tubuh mengontrol perilakunya
77% atau akibat penyakit 3. Konsultasi dengan
183106 4. Manfaat manajemen penyakit 1460 keluarga dalam rangka
sebanyak 79 183109 5. Manfaat olahraga teratur mendapatkan informasi
KK. 183112 6. Latihan rutin yang efektif mengenai kondisi kognisi
183113 7. Strategi untuk melindungi dasar pasien
sendi 4. Tingkatkan aktivitas
183114 8. Strategi mengelola nyeri fisik, dengan cara yang
183126 9. Strategi pencegahan jauh tepat
5. Turunkan motivasi
perilaku pasif agresif
6. Berikan penghargaan
apabila pasien dapat
mengontrol diri
7. Berikan obat sesuai
kebutuhan
77

Level 1 : Domain 1 :
TERSIER Fisiolofis : Dasar
Level 1 : Domain 7 :
Kesehatan Komunitas Level 2 : Kelas E
Peningkatan kenyamanan
Level 2 : Kelas BB : fisik
Kesejahteraan Komunitas
Level 3 : Intervensi
2801 Level 3 : Outcomes : Relaksasi otot progresif 
Kontrol Risiko Komunitas : 1. Pilih seting lingkungan
Penyakit Kronik yang tenang dan nyaman
280103 1. Ketersediaan program pendidikan 2. Siapkan tindakan-tindakan
manajemen penyakit kronis sendiri pencegahan dalam
280106 2. Proporsi tingkat partisipasi dalam mengatasi interupsi
program pendidikan manajemen 3. Dudukan pasien di kursi
peyakit kronis sendiri malas, atau yang kursi lain
280107 3. Ketersediaan layanan kesehatan untuk menciptakan
untuk mengobati penyakit kronis kenyamanan
280118 4. Penyediaan pelayanan kesehatan 4. Intruksikan pasien untuk
sesuai populasi target memakai pakaian yang
280119 5. Pemantauan insiden penyakit nyaman dan tidak ketat
kronis 5. Skrining terhadap kondisi
280122 6. Pemantauan kematian akibat tegangan otot mungkin
penyakit kronis menyebabkan adanya
280123 7. Pemantauan komplikasi penyakit cedera fisiologis, dan
kronis modifikasi teknik tersebut
280111 8. Kepatuhan standar nasional untuk dengan tepat
pencegahan dan penanganan 6. Regangkan otot kelompok
penyakit kronis lebih dari 5 detik untuk
78

menghindari kram
7. Intruksikan pasien untuk
berfokus pada sensasi yang
rileks
8. Cek pasien secara periode
dalam rangka menjamin
agar kelompok otot
menjadi rileks
9. Tegangkan kelompok oto
pasien lagi, jika relaksasi
tidak terjadi
10. Monitor indicator akan
tidak adanya kondisi rileks
11. Intruksikan pada pasien
untuk bernafas dalam dan
pelan serta
menghembuskan nafas dan
melepaskan ketenggangan
12. Kembangkan pola rileks
yang bersifat personal yang
membuat pasien untuk
tetap focus dan merasa
nyaman
13. Akhiri sesi rileks secara
berangsur
14. Berikan waktu bagi pasien
untuk mengekspresikan
perasaan terkait dengan
intervensi
15. Dukung pasien untuk
mempraktekkan sesi secara
79

teratur.

Data yang terkaji Domain 1 : PRIMER Level 1 : domain 3 :


di RW 17 Promosi kesehatan Level 1 : Domain 3 : Perilaku
Kecamatan Kesehatan Psikososial
Lembursitu 18 KK Kelas 2 : Level 2 : kelas S :
Manajemen Kesehatan Level 2 : Kelas N Pendidikan pasien
dengan teknik
Adaptasi Psikososial
pengambilan Total 00078 Dx : Perilaku kesehatan 5510 Level 3 : Intervensi
Sampling yang cenderung beresiko 1300 Level 3 : Out Comes  Pendidikan kesehatan
sesuai dengan Penerimaan : Status Kesehatan 1. Targetkan sasaran pada
kriteria inklusi. kelompok beresiko tinggi
Sehingga data 130001 1. Menghilangkan konsep dan rentang usia yang
yang didapat kesehatan personal sebelumnya akan mendapat manfaat
adalah : 130002 2. Mengenali realita situasi besar dari pendidikan
- RT 01 = 4 KK kesehatan kesehatan
- RT 02 = 4 KK 130007 3. Melporkan penurunan kebutuhan 2. Pertimbangkan riwayat
untuk verbalisasi perasaan individu dalam konteks
- RT 03 = 5 KK
tentang kesehatan personal dan riwayat
- RT 04 = 5 KK 130017 4. Menyesuaikan perubahan dalam sosial budaya individu,
- Menurut status kesehatan keluarga masyarakat
pernyataan 130021 5. Mengekspresikan kedamaian dari 3. Bantu individu, keluarga,
warga bahwa di dalam diri dan masayarakat untuk
130018 6. Menunjukan kegembiraan memperjelas keyakinan
RW 17 130009 7. Mencari informasi tentang dan nilai-nilai kesehatan
mempunyai kesehatan 4. Rumuskan tujuan dalam
kejadian asam 130010 8. Mengatasi situasi kesehatan yang progam pendidikan
urat yang ada kesehatan
130011 9. Membuat keputusan tentang 5. Tekankan manfaat
cukup tinggi. kesehatan kesehatan positif yang
130019 10. Menjelaskan prioritas hidup langsung atau jangka
80

130013 11. Melaporkan perasaan berharga pendek yanh diterima


- Menurut dalam hidup oleh perilaku gaya hidup
130014 12. Melakukan tugas-tugas positif dari pada manfaat
pernyataan dari
perawatan diri jangka panjang atau efek
Masyarakat negatif dari ketidak
bahwa di patuhan
lingkungan 6. Kembangkan materi
pendidikan tertulis yang
RW 17 belum
tersedia dan sesuai
mendapatkan dengan audien sasaran
penyuluhan 7. Lakukan demostrasi atau
tentang asam demonstrasi ulang,
partisifasi pembelajar,
urat dan manipulasi bahan
- Sebagian besar pembelajaran ketika
keluarga yang mengajarkan
mempunyai keterampilan
psikomotorik
penyakit asam 8. Tekankan pola makan
urat yang sehat, tidur,
- Sebagian besar berolahraga, dan lain-lain
lansia yang bagi individu, keluarga,
dan kelompok yang
mempunyai meneladani nilai dan
penyakit asam perilaku dari orang lain,
urat terutama pada anank-anak
- Sebagian besar
lansia masih
ada yang
belum SEKUNDER   Level 1: Domain 4 :
81

mengenal Level 1 : Domain 4 : Keamanan


masalah asam Pengetahuan tentang kesehatan dan
perilaku Level 2 : Kelas v
urat Manajemen Resiko
- lansia yang Level 2 : kelas T :
menderita Kontrol resiko dan keamanan Level 3 : Intervensi
asam urat Skrining Kesehatan
1906 Level 3 : Outcomes 1. Tentukan populasi
berpendidikan Kontrol resiko : penggunaan 4360 2. Target untuk dilakukan
SD tembakau pemeriksaan kesehatan
- Sebagian besar 190627 1. Mencari informasi terkait bahaya 3. Iklankan layanan skrining
lansia yang pengunaan rokok/tembakau kesehatan untuk
190628 2. Mengetahui efek ketergantungan meningkatkan kesadaran
menderita rokok/tembakau masyarakat
asam urat 190629 3. Mengidentifikasi faktor resiko 4. Sediakan akses yang
adalah seorang penggunanaan rokok/tembakau murah bagi layanan
IRT 190601 4. Mengenali faktor resiko skrining
penggunan rokok/tembakau 5. Jadwalkan pertemuan
- Sebagian besar 190619 5. Mengetahui kepuasan personal untuk meningkatjan
lansia yang terkait penggunaan efesiensi dan perawatan
menderita rokok/tembakau individual
asam urat 190630 6. Mengetahui kerugian pengunaan 6. Gunakan instrument
rokok/tembakau skrining yang valid dan
berjenis 190602 7. Mengetahui konsekuensi terkait terpercaya
kelamin penggunaan rokok/tembakau 7. Intruksikan pasien akan
perempuan 190631 8. Mengenali kemampuan untuk rasionalisasikan dan
merubah perilaku tujuan pemeriksaan
190603 9. Memonitor lingkungan sekitar kesehatan secara
terkait faktor yang mendukung pemantauan diri
penggunaan rokok/tembakau 8. Dapatkan persetujuan
190620 10. Mengetahui pengaruh teman untuk dilakukannya
82

terhadap penggunaan prosedur skrining


rokok/tembakau kesehatan yang sesuai
190621 11. Menggunakan strategi yang tepat 9. Berikan privasi dan
dalam menghindari penggunaan kerahasiaan
rokok/tembakau ketika bersama 10. Berikan kenyamanan
teman selama prosedur skrining
190622 12. Mengenali pegaruh lingkungan 11. Dapatkan riwayat
dalam penggunaan kesehatan yang sesuai,
rokok/tembakau termasuk deskripsi
190623 13. Mengenali pengaruh budaya kebiassaan kesehatan,
dalam penggunaan faktor, resiko, dan obat-
rokok/tembakau obatan
190610 14. Menggunakan fasilitas kesehatan 12. Dapatkan daftar riwayat
yang sesuai dengan kebutuhan keluarga
190612 15. Menggunakan dukungan 13. Lakukan pengkajian fisik
personal untuk mencegah 14. Ukur tekanan darah,
penggunaan rokok/tembakau tinggi badan, berat badan,
190613 16. Memanfaatkan dukungan presentase lemak tubuh,
personal untuk mencegah kolesterol, asam urat dan
penggunaan rokok/tembakau kaddar glukosa
190625 17. Mencegah situasi yang
mendukung penggunaan
rokok/tembakau
190626 18. Memanfaatkan sumber informasi
yang terpercaya
190614 19. Memanfaatkan sumber-sumber
di masyarakat untuk mencegah
penggunaan rokok/tembakau

TERSIER Level 1: Domain 3 :


83

Level 1 : Domain 4 : Perilaku


Pengetahuan tentang kesehatan
dan perilaku Level 2 : Kelas O :
Terapi Perilaku
Level 2 : kelas Q :Perilaku
Level 3 : Intervensi
Kesehatan Modifikasi Perilaku
1. Tentukan motivasi
1625 Level 3 : Outcomes : Perilaku 4360 pasien terhadap
Berhenti Merokok [perlunya] perubahan
162501 1. Mengekspresikan keinginan [perilaku]
untuk berhenti merokok 2. Bantuk pasien untuk
2. Mengekspresikan dapat
162502
kepercayaan terhadap mengidentidikasi
kemampuan untuk berhenti kekuatan [dirinya] dan
merokok menguatkannya
3. Dukung untuk
162503 3. Mengidentifikasi
mengganti kebiasaan
konsekuensi negatif dari yang tidak diinginkan
penggunaan rokok dengan kebiasaan yang
162504 4. Membangun strategi yang diinginkan
efektif untuk berhenti 4. Kenalkan pasien pada
merokok orang (atau kelompok)
162505 5. Mengidentifikasi hambatan yang telah berahsil
untuk berhenti merokok melewati pengalaman
6. Menyesuaikan strategi yang sama
162506 5. Berikan jaminan
berhenti merokoksesuai
dengan kebutuhan bahwa intervensi
diimplementasikan
162507 7. Komitmen terhadap strategi
secara konsisten oleh
berhenti merokok semua staf
84

162508 8. Mengikuti strategi berhenti 6. Kuatkan keputusan


merokok yang telah dipilih [pasien] yang
162509 9. Berpartisipasi dalam konstruktif yang
skrining untuk membantu memberikan perhatian
terhadap kebutuhan
masalah kesehatan yang
kesehatan
terkait 7. Berikan umpan balik
162510 10. Menggunakan strategi untuk terkait dengan
untuk koping dengan gejala perasaan saat pasien
putus rokok tampak bebas dari
162511 11. Menggunakan strategi gejala-gejala dan
modifikasi perilaku terlihan rileks
162512 12. Menggunakan strategi 8. Tawarkan penguatan
koping yang efektif positif dalam
162513 13. Mendapatkan bantuan dari pembuatan keputusan
profesional kesehatan mandiri pasien
9. Dukung pasien untuk
162514 14. Menggunakan sistem
memeriksa erilakunya
pendukung personal sendiri
162515 15. Menggunakan sumber- 10. Bantu pasien dalam
sumber informasi yang dapat mengidentifikasi
dipercaya meskipun hanya
162516 16. Menggunakan terapi keberhasilan kecil
pengganti nikotin 11. Identifikasi masalah
162517 17. Menggunakan terapi pasien terkait dengan
alternatif istilah perilaku
162518 18. Mengidentifikasi status 12. Penggunaan periode
emosional yang dapat waktu yang spesifik
saat mengukur unit
mempeengaruhi perilaku
perilaku
merokok 13. Tentukan apakah
85

162519 19. Menyesuaikan gaya hidup target perilaku yang


untuk menjalankan telah diidentifikasi
berhenti merokok perlu untuk
162520 20. Berpartisipasi dalam ditingkatkan,
diturunkan atau
konseling
dipelajari
162528 21. Berhenti merokok 14. Pertimbangakan
162529 22. Komitmen tanpa merokok mengenai lebih
mudahnya untuk
meningkatkan perilaku
daripada menurunkan
perilaku
15. Tetapkan perilaku
obyektif dalam bentuk
tertulis
16. Kembangkan program
perubahan perilaku
17. Dukung pasien untuk
berpartisipasi dalam
monitor dan
pencatatan perilaku
18. Berikan penguatan
positif pada jadwal
yang ditentukan (terus
menerus atau
berselang) untuk
perilaku-perilaku yang
diinginkan
19. Dukung pasien untuk
berpartisipasi dalam
menyeleksi penguatan
86

yang memiliki arti


20. Koordinasikan token
atau sistem poin dari
penguatan untuk
perilaku-perilaku yang
kompleks dan
bermacam-macam
21. Kembangkan kontrak
penanganan dengan
pasien untuk
mendukung
implemenatasi
token/sistem poin
22. Tentukan perubahan-
perubahan perilaku
dengan
membandingkan
perilaku dasar
sebelumnya
dibandingkan dengan
perilaku setelah
intervensi
23. Lakukan penguatan
peninjauan kembali
dalam rentang yang
panjang (telepon atau
kontak personal)

POA
87

No. Masalah Rencana Tanggal Tempat Alat dan Materi PJ


Kegiatan Pelaksanaan Bahan
1. Ketidakefektifan - Memberikan - Senin, 13 - Masjid Al- - SAP - Penyuluhan
manajemen Penyuluhan September Ikhlas - Leaflet tentang penyakit
kesehatan Tentang 2022 jam - Power asam urat
Asam Urat 13.00 Point
- Pembinaan - Kabel
Kader untuk Roll
Pencegahan - Wireless
Penyakit - Meja
Asam Urat kursi
- Daftar
Hadir
88

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam upaya mewujudkan pembangunan kesehatan masyarakat, harus ada

kerjasama dan feedback yang dilakukan dari tim kesehatan dan masyarakatnya itu

sendiri. Masyarakat harus ikut andil serta dalam mewujudkan masyarakat yang sehat

karena masyarakat merupakan pelaksanaan utama dalam upaya peningkatan status

kesehatan. Masyarakat cenderung dipandang sebagai obyek atau reservoir dan tidak

diperlakukan sebagai subyek pelaksana sehingga masyarakat hanya bisa menerima dan

beranggapan bahwa upaya kesehatan mutlak hanya tanggung jawab tim kesehatan saja.
89

DAFTAR PUSTAKA

Palu, S. W. N. (2018). Hubungan Pola Makan Dengan Terjadinya Penyakit Gout (Asam Urat)

Di Desa Limran Kelurahan Pantoloan Boya Kecamatan Taweli. Jurnal KESMAS, 7(6).

Miko, A. (2012). Isu-Isu , Teori Dan Penelitian Penduduk Lansia. Sosiologi Andalas, XII(2),
43–58.
Pradyka. (2019). Pengaruh Senam Ergonomis Terhadap Penurunan Kadar Asam Urat Pada
Lanjut Usia. Pro Ners, 53(9), 1689–1699.
http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jmkeperawatanFK/article/download/
34471/75676582292
Putri, S. Q. D., Rahmayanti, D., & Diani, N. (2017). Pengaruh Pemberian Kompres Jahe
Terhadap Intensitas Nyeri Gout Artritis Pada Lansia Di Pstw Budi Sejahtera Kalimantan
Selatan. Dunia Keperawatan, 5(2), 90. https://doi.org/10.20527/dk.v5i2.4112
Rizal, A., & Daeli, W. (2022). Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Gout Arthritis.
Open Access Jakarta Journal of Health Sciences, 1(4), 129–132.
https://doi.org/10.53801/oajjhs.v1i4.14

Anda mungkin juga menyukai