Anda di halaman 1dari 51

PROPOSAL

PENGARUH KOMPRES HANGAT CENGKEH TERHADAP PENURUNAN


TINGKAT NYERI PADA PENDERITA RHEUMATOID ATRITHIS
DI DESA WEDUNI KECAMATAN DEKET
KABUPATEN LAMONGAN

ALDI PRASETYO
NIM. 19.02.01.2900

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH LAMONGAN
2023
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Semakin bertambahnya usia perlu adanya perhatian khusus terhadap

kelompok tersebut yang merupakan kelompok resiko tinggi mengalami berbagai

masalah kesehatan, khususnya penyakit degeneratif. Pada kelompok ini

kemampuan jaringan pada tubuh untuk memperbaiki dan mengganti serta

mempertahankan fungsi normalnya mengalami penurunan. Masalah yang ada

memiliki kaitan dengan berubahnya kondisi fisik, diantaranya penurunan

kemampuan tulang yang dapat menyebabkan perubahan secara degeneratif

dengan keluhan nyeri yangan sangat menggangu. Masalah kesehatan yang sering

kita temukan pada lansia ialah gangguan pada sistem muskuloskeletal, salah

satunya rheumatoid arthritis (RA).

Menurut World Health Organization (WHO, 2013) angka kejadian

Reumathoud arthritis 20% dari penduduk dunia yang telah terserang Reumathoud

arthritis, dimana 5-10% berusia 5-20 tahun, sedangkan tahun 2012 meningkat

20% berusia 55 tahun, sedangkan tahun 2013 meningkat 25 %. Penderita

Reumathoud arthritis akan mengalami kecacatan akibat kerusakan pada tulang

dan gangguan pada persendian. Itu berarti, setiap enam orang di dunia satu

diantaranya adalah penyandang rheumathoid yang manajumlah penduduk dunia

tahun 2012 sebanyak kurang lebih 7 milyar jiwa. Diperkirakan angka ini terus

meningkat hingga tahun 2025 dengan indikasi lebih dari 25% akan mengalami

1
2

kelumpuhan. Prevalensi osteoarthritis lutut di dunia yaitu sebesar 3,8% dan

osteoarthritis pinggul sebesar 0,8%. Pravelensi global sebanyak 0,08% di Amerika

Serikat.

Berdasarkan hasil data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas,2013)

menunjukkan bahwa pravelensi Reumathoid arthritis di Indonesia tahun 2007-

2013, yaitu terdapat 30,3% penderita pada tahun 2007, dan mengalami penurunan

pada tahun 2013 yaitu menjadi 24,7 %. Sedangkan data Reumathoid arthritis di

Indonesia berdasarkan jenis kelamin cenderung terjadi pada perempuan dengan

prevalensi 34% ( Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian RI,

2013). Di Jawa Timur penyakit artritis rheumatoid tahun 2011 berjumlah

37.476.757 penderita, tahun 2012 berjumlah 28.196.000 penderita, tahun 2013

berjumlah 20.719.000 penderita (Depkes RI, 2013).

Berdasarkan diagnosa tenaga kesehatan provinsi Jawa Timur, penyakit

sendi/ Reumathoid arthritis merupakan salah satu penyakit yang paling banyak

diderita lansia yaitu sebanyak 113.045 lansia yang menderita penyakit sendi/

Reumathoid arthritis. Pada kelompok umur 45-54 tahun sebanyak 11,08%,

kelompok umur 54-64 tahun . sebanyak 15,55%, dan kelompok umur 65-74 tahun

sebanyak 18,63%, serta kelompok umur ≥ 75 tahun yang menderita penyakit

sendi sebanyak 18,95% (Riskesdas, 2018).

Atritis rheumatoid adalah suatu penyakit autoimun yang di tandai oleh

inflamasi sistemik kronik dan progresif, dimana sendi merupakan target utama.

Penyakit Reumathoid arthritis peradangan sendi merupakan penyakit yang banyak

di jumpai di masyarakat yaitu usia diatas 40 tahun, ( Suarjana, 2015).


3

Pravelensi rheumatoid arthritis lebih banyak ditemukan pada perempuan

dibandingkan dengan laki-laki dengan rasio 3:1 dan dapat terjadi pada semua

kelompok umur ( Suarjana, 2015).

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di Wilayah

Desa Weduni pada tanggal 8 februari 2023 didapatkan data Reumathoid arthritis

di Desa Weduni sebanyak 50 kasus, dari beberapa warga mengatakan bahwa nyeri

berkisar antara skala 3-6 seperti tertusuk-tusuk,nyeri dirasakan berlebih ketika

pada pagi hari selepas bangun tidur untuk mengurangi nyeri dilakukan pemijatan

pada bagian tubuh yang sakit. Hasil wawancara terkait manfaat kompres cengkeh

terhadap nyeri rheumatoid arthritis mengatakan tidak mengetahui terapi tersebut.

Manajemen nyeri pada Arthritis Rheumatoid bertujuan untuk mengurangi

atau menghilangkan rasa sakit dan tidak nyaman. Secara umum manajemen nyeri

arthritis rheumatoid ada dua yaitu manajemen farmakologi dan manejemen non

farmakologi. Pengobatan secara komplementer ini yang menggunakan kompres

hangat untuk mengurangi nyeri pada arthritis rheumatoid dapat dilakukan oleh

perawat secara mandiri tanpa adanya kolaborasi dengan tim medis lainnya,

( Purba, 2020).

Salah satu non-farmalogi yang dapat dilakukan secara mandiri yaitu dengan

menggunakan kompres cengkeh hangat dalam menurunkan skala nyeri

rheumatoid arthritis. Rebusan air cengkeh efektif untuk menurunkan nyeri

reumathoid athritis karena cengkeh memiliki senyawa anti inflamasi dan

analgesik yang lebih banyak dibandingkan dengan pegagan (Fitriani, 2019).


4

Mekanisme metode ini sama dengan metode terapi pijat yang menggunakan

terapi gate kontrol. Kompres hangat adalah tindakan yang dilakukan dengna

menggunakan kain / handuk yang telah dicelupkan pada air hangat

yang ditempel pada bagian tertentu, atau menggunakan alat seperti botol

yang diisi air yang Kopmres hangat pemberian sensasi hangat keada pasien

untuk mnegurangi rasa nyeri dengan cairan yang hangat yan memiliki

fungsi untuk melebarkan sirkulasi pembuluh darah sehingga meringankan senasi

nyeri (Roihatul & Ni’matul, 2017).

Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Saputri(2020) dengan

judul pengaruh pemberian kompres hangat campuran rebusan jahe (zingiber

officinale) dan serai (cymbogon nardus) terhadap skala nyeri rheumatoid arthritis

Studi ini menunjukkan perbedaan yang signifikan sebelum dan sesudah intervensi.

Hal ini berarti bahwa pemberian kompres hangat yang mengandung jahe dan serai

berpengaruh terhadap skala nyeri pada lansia penderita rheumatoid arthritis,

sehingga hasil penelitian ini menunjukkan bahwa besarnya nyeri sendi rheumatoid

arthritis pada lansia dapat dipengaruhi oleh hal tersebut.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas penulis tertarik untuk

menggabungkan terapi non farmakologis berupa kompres hangat cengkeh

terhadap penurunan tingkat nyeri pada penderita rheumatoid atrithis di desa

weduni kecamatan deket kabupaten lamongan.


5

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan diatas, maka rumusan

masalahnya adalah “Apakah Ada Pengaruh Kompres Cengkeh Hangat Terhadap

Penurunan Intensitas Nyeri Pada Lanjut Usia dengan Rheumatoid Artritis?

1.3 Tujuan dan manfaat

1.3.1 Tujuan umum

Untuk mengetahui Pengaruh Kompres cengkeh Hangat Terhadap Penurunan

Intensitas Nyeri Arthritis Rheumatoid di Desa Weduni.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Mengetahui intensitas nyeri sendi sebelum diberikan kompres cengkeh hangat

pada lansia di Desa Weduni.

2. Mengetahui intensitas nyeri sendi setelah diberikan kompres cengkeh hangat

pada lansia di Desa Weduni.

3. Menganalisis pengaruh kompres hangat cengkeh terhadap Penurunan Intensitas

Nyeri Pada Lanjut Usia dengan Rheumatoid Artritis.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Responden

Memberikan pengetahuan pada responden dalam mengatasi nyeri

Rheumatoid arthritis dimana responden dapat mandiri mengolah cengkeh sebagai

terapi komplementer dalam mengatasi nyeri Reumathoud arthritis .


6

1.4.2 Bagi Tempat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang

pengobatan Reumathoud arthritis dengan metode non farmakologis terutama

dengan menggunakan kompres cengkeh hangat.

1.4.3 Bagi Institut Pendidikan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan bacaan dan informasi bagi

mahasiswa di perpustakaan Universitas muhammadiyah lamongan.

1.4.4 Bagi Peneliti Selanjutnya

Dapat dijadikan sebagai referensi bagi mahasiswa yang ingin melakukan

penelitian selanjutnya tentang Pengaruh Kompres cengkeh Hangat Terhadap

Penurunan Intensitas Nyeri Pada penderita rheumatoid arthritis.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan di uraikan beberapa konsep yang mendasari penelitian

yaitu konsep rheumatoid athritis, konsep nyeri, kompres hangat, cengkeh dan

kerangka konsep.

2.1 Konsep Dasar Reumatoid Arthritis

(1) Defenisi Rhumatoid Arthritis

Rheumatoid arthritis adalah suatu penyakit autoimun yang di tandai oleh

inflamasi sistemik kronik dan progresif, dimana sendi merupakan target utama.

Penyakit Reumathoud arthritis keradangan sendi merupakan penyakit yang

banyak di jumpai dimasyarakat yaitu usia diatas 40 tahun. Pravelensi rheumatoid

arthritis lebih banyak ditemukan pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki

dengan rasio 3:1 dan dapat terjadi pada semua kelompok umur ( Suarjana, 2015).

Rheumatoid arthritis adalah suatu penyakit gangguan kronis inflamasi

sistemik yang dapat mempengaruhi banyak jaringan dan organ, terutama

menyerang fleksibel (sinovial) sendi. Proses ini melibatkan suatu respon inflamasi

dari kapsul sekitar sendi (sinovium) sekunder pembengkakan (hiperlasia) sel

sinovial, cairan sinovial berlebih dan pengembangan jaringan fibrosa (pannus) di

sinovium (Suraiko, 2012).

(2) Klasifikasi Rheumatoid Arthritis

Buffer (2010) mengklasifikasikan rheumatoid arthritis menjadi 4 tipe, yaitu:

7
8

a) Rheumatoid Arthritis Klasik

Pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus

berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.

b) Rheumatoid Arthritis Defisit

Pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus

berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.

c) Probable Rheumatoid Arthritis

Pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus

berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.

d) Possible rheumatoid arthritis

Pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus

berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 3 bulan.

(3) Etiologi reumathoid athiritis

Menurut (Isnawati, 2018), faktor penyebab terjadinya Rheumatoid Arthritis

secara pasti belum diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang menyebabkan

terjadinya penyakit Rheumatoid Arthritis yaitu:

a. Faktor Genetik

Hal ini membuktikan terdapatnya hubungan antar kompleks

histokompatibilitas utama untuk penderita penyakit Rheumatoid Arthritis.

b. Faktor Infeksi

Infeksi ini telah menyebabkan Rheumatoid Arthritis. Dugaan dari faktor

infeksi sebagai penyebab terjadinya Rheumatoid Arthritis, karena penyakit ini

terjadi secara mendadak dan timbul sebagai gambaran inflasi yang menolak.
9

Hingga kini belum berhasil dilakukan isolasi. Suatu mikroorganisme dari jaringan

sinovial, tidak memungkinkan bahwa terdapat suatu komponen endotoksin

mikroorganisme yang dapat menyebabkan terjadinya Rheumatoid Arthritis.

Infeksius yang diduga sebagai penyebab Rheumatoid Arthritis diantaranya bakteri

dan virus.

(4) Patofisiologi reumathoid athiritis

Patofisiologi Reumathoud arthritis terjadinya inflamasi mengenai sendi-

sendi sinovial seperti edema, kongesti vaskuler, eksudat fibrin dan infiltrasi

selular, peradangan yang berkelanjutan, sinovial akan menebal terutama pada

sendi artikular kartilago dari sendi, pada persendian ini granulasi membentuk

pansus, atau penutup yang menutupi kartilago, pannus sub chondria jaringan

granulasi menguat karena radang menimbulkan gangguan pada nutrisi kartilago

artikular, dan kartilago menjadi nekrosis.

Proses terjadinya kerusakan sendi diakibatkan karena Kartilago menjadi

nekrosis tingkat dari erosi dari kartilago menentukan tingkat ketidakmampuan

sendi, bila kerusakan kartilago sangat luas maka terjadi adhesi diantara

permukaan sendi, karena jaringan fibrosa dan tulang bersatu (ankilosis),

kerusakan kartilago tulang menyebabkan tendon dan ligamen menjadi lemah dan

bisa menimbulkan sublokasi atau dislokasi pada persendian, invasi dari tulang

bisa menyebabkan kerusakan sendi (Yanti & Arman, 2018).

Menurut Udiyani (2018), nyeri yang dialami penderita rheumatoid arthritis

disebabkan oleh terjadinya proses imunologik pada synovial yang menyebabkan

terjadinya sinovitis dan pembentukan pannues yang akhirnya menyebabkan


10

kerusakan sendi, adanya inflamasi yang mengakibatkan dilepaskannya mediator-

mediator kimiawi seperti kinin dan prostaglandin. Kinin dan mediator kimiawi

lainnya dapat merangsang timbulnya rasa nyeri. Prostaglandin berperan dalam

meningkatkan dan memperpanjang rasa nyeri yang disebabkan oleh suatu

rangsangan atau stimulus.

(5) Tanda dan Gejala

Menurut (Suiraoka, 2012) gejala awal rheumatoid arthritis meliputi

kelelahan, nyeri sendi dan kekauan. Gejala lainnya yang mungkin dirasakan

seperti flu dengan perasaan sakit, nyeri otot dan kehilangan nafsu makan. Gejala

rheumatoid arthritis bervariasi pada setiap orang. Rheumatoid arthritis umumnya

ditandai dengan adanya beberapa gejala yang berlangsung selama minimal 6

minggu, yaitu :

a. Kekakuan sekitar sendi yang berlangsung sekitar 30-60 menit di pagi hari.

b. Bengkak pada 3 atau lebih sendi pada saat yang bersamaan

c. Bengkak dan nyeri umumnya terjadi pada sendi –sendi tangan. Biasanya

terjadi pada kedua sendi disisi kanan dan kiri (simetris) .

d. Bengkak dan nyeri umumnya terjadi dengan pola yang simetris (nyeri

pada sendi yang sama di kedua sisi tubuh) dan umumnya menyerang sendi

pergelangan tangan.

e. Penumpukan cairan dapat terakumulasi terutama di pergelangan kaki.

f. Pada tahap yang lebih lanjut, rheumatoid arthritis dapat dikarakterisasi

juga dengan adanya nodul-nodul rheumatoid (benjolan pada kulit


11

penderita rheumatoid artriris). Nodul ini biasanya di titik-titik tekanan

dari tubuh, paling sering pada siku.

(6) Pemeriksaan Penunjang

The American college of Rheumatology subcommittee on Rheumatoid

Arthritis (ACRSRA) dalam (Suarjana, 2015) merekomendasikan pemeriksaan

laboratorium dasar untuk evaluasi antara lain :

a. C-Reaktive Protein (CRP)

b. Laju Endap Darah (LED)

c. Hemoglobin dan Hematokrit

d. Foto Polos Sendi

e. Faktor Rheumatoid

f. Pemeriksaan Cairan Sendi

g. Antycyclic Citrullinated Peptide Antibody (anti- CCP)

h. Anti-RA33

i. CT scan dan MRI

(7) Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksanaan arthritis rheumatoid adalah mencegah

kerusakan sendi, mencegah hilangnya fungsi sendi, mengurangi nyeri pada sendi,

mencapai remisi secepat mungkin pada sendi yang terserang arthritis rheuamatoid

dan mengupayakan agar pasien tetap beraktivitas seperti biasa. ACRSRA

merekomendasikan bahwa penderita dengan kecurigaan artritis rheumatoid harus

dirujuk dalam 3 bulan sejak timbulnya gejala untuk konfirmasi diagnosis dan

insisiasi terapi DMARDs (Disiase –Modifying Antireumatic Drugs). Modalitas


12

terapi untuk AR meliputi terapi non farmalogik dan terapi farmakologik

(Suarjana, 2015).

1) Terapi non-Farmakologik

Beberapa terapi non farmakologik telah dicoba pada penderita artritis

Rheumatoid yaitu:

a. Terapi puasa, suplementasi asam lemak esensial, terapi spa dan latihan

menunjukkan hasil yang baik

b. Pemberian suplemen minyak ikan (cod liver oil) bisa digunakan sebagai

NSAID-sparing agentspada penderita arthritis rheumatoid.

c. Memberikan edukasi dan pendekatan multidisiplin dalam perawatan

penderita bisa memberikan manfaat jangka pendek.

d. Pembedahan dilakukan jika berbagai cara pengobatan telah dilakukan dan tidak

berhasil serta terdapat alasan yang cukup kuat, dapat dilakukan pengobatan

pembedahan.

e. Terapi kompers hangat cengkeh sebagai penurun tingkat nyeri

2) Terapi Farmakologik

Adapun terapi obat rheumatoid arthritis di kelompokan sebagai berikut :

a. Obat Anti-Inflamasi Non Steroid (OAINS)

Digunakan sebagai terapi awal untuk mengurangi nyeri dan

pembengkakan, misalnya indometasin, fenilbutason, ketoprofen dan

sodium diklofenak.
13

b. Glukokortikoid

ACR merekomendasikan bahwa penderita yang mendapat terapi

glukokortikoid harus disertai dengan pemberian kalsium 1500 mg dan

vitamin D 400-800 IU per hari.

c. Diseases Modifying Anti Rheumatic Drugs (DMARD)

Pemberian DMARD bertujuan untuk menekan proses awal terjadinya

peradangan (inflamasi) terutama penyakit Reumathoud arthritis autoimun seperti

MTX, klorokuin fosfat, sulfasalazin, leflunomide, dan infliximab.

d. Analgetik

Seperti acctaminophen, opiate, diproqualone dan lidokain topical.

2.2 Konsep Dasar Nyeri

(1) Defenisi Nyeri

Menurut The International Association for the Study of Pain (IASP) nyeri

didefinisikan sebagai pengalaman sensori dan emosional yang tidak

menyenangkan yang berhubungan dengan kerusakan jaringan atau potensial yang

akan menyebabkan kerusakan jaringan baik secara aktual maupun potensial. Nyeri

dapat menjadi sangat mengganggu jika menyerang di saat-saat yang tidak tepat

(Setiyohadi ,2015).

Nyeri merupakan sensasi yang rumit, unik, universal dan bersifat

individual. Dikatakan bersifat individual karena respon individu terhadap sensasi

nyeri beragam dan tidak bisa disamakan dengan satu dengan yang lainnya,

tergantung pada persepsinya baik secara sensori maupun emosional yang


14

berhubungan dengan adanya suatu kerusakan atau faktor lain, sehingga individu

merasa menderita yang akhirnya akan mengganggu aktivitas sehari-hari, psikis

dan lain-lain (Asmadi, 2008).

(2) Klasifikasi Nyeri

1. Nyeri Berdasarkan Waktu Lamanya Serangan (Nursalam,2017)

a. Nyeri akut

Nyeri yang timbul secara mendadak dalam waktu yang singkat dan berakhir

kurang dari enam bulan.

b. Nyeri kronis

Nyeri yang sifatnya menetap dan dirasakan lebih dari 6 bulan walaupun

proses penyembuhannya sudah selesai.

2. Nyeri yang Spesifik

a. Nyeri nosiseptif

Nyeri yang timbul sebagai akibat perangsangan pada nosiseptor (serabut a-

delta dan serabut –c) oleh rangsangan mekanik, termal atau kemikal.

b. Nyeri somatic

Nyeri yang timbul pada organ non viseral, misal nyeri pasca bedah, nyeri

metastatic, nyeri tulang dan nyeri artritik.

c. Nyeri visceral

Nyeri yang berasal dari organ visceral, biasanya akibat distensi organ yang

berongga, misalnya usus, kandung empedu dan jantung.

d. Nyeri neuropatik

Nyeri yang timbul akibat iritasi atau trauma pada saraf.


15

e. Nyeri psikogenik

Nyeri yang tidak memenuhi kriteria nyeri somatic dan nyeri neuropatik

2) Etiologi Nyeri

Adapun penyebab nyeri dapat diklasifikasikan ke dalam dua golongan, yaitu

penyebab yang berhubungan dengan fisik dan psikis.

a. Nyeri yang berhubungan dengan faktor fisik

Nyeri yang disebabkan oleh fisik berkaitan dengan terganggunya serabut

saraf-saraf reseptor, seperti trauma (baik trauma mekanik,termis, kimiawi,

maupun elektrik), neoplasma, peradangan, gangguan sirkulasi darah dan lain-lain.

b. Nyeri yang berhubungan dengan faktor psikis

Nyeri yang disebabkan faktor psikologis merupakan nyeri yang dirasakan

bukan karena penyebab organik, melainkan akibat trauma psikologis dan

pengaruhnya terhadap fisik,

3) Fisiologi Nyeri

Mekanisme nyeri dimulai dari stimulus nociceptor, terjadi jika terdapat

cedera pada struktur permukaan atau dalam yang disertai kerusakan jaringan

menyebabkan pelepasan zat-zat stimulatorik, misalnya prostaglandin, serotin,

histamine. Kondisi ini menimbulkan eksitasi pada ujung saraf sensorik, yang

menyebarkan dan mengirimkan impuls nosiseptif (pesan nyeri) melalui system

saraf tepi dengan jalur serat delta A yang berkonduksi cepat dan bermielin tinggi

dan serat-C yang berkonduksi lambat dan tidak bermielin (keduanya adalah

nosiseptor). Impuls ini bergerak menuju kornu dorsalis medulla spinalis,tempat

sebagian besar input sensorik dimodulasi lewat pelepasan neurotransmiter, asam


16

amino eksitatorik dan zat-zat lainnya. Neurotransmitter menyebabkan eksitasi

dalam traktus nervus asendens yang menuju ke batang otak dan medulla

kemudian ke thalamus, tempat persepsi kognitif dan emosi impuls terjadi (Martin

& Hagen, 1997) dalam (Kemp, C. 2010).

4) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Respon Nyeri

Menurut Virgo (2019) Faktor – faktor yang mempengaruhi rasa nyeri dapat

dibagi menjadi sepuluh faktor diantaranya yaitu:

a. Usia

Perbedaan usia dalam berespon terhadap nyeri. Anak kecil memiliki

kesulitan untuk memahami dan mengekspresikan nyeri, pada lansia mereka lebih

sering untuk tidak melaporkan rasa nyeri karena persepsi nyeri yang harus mereka

terima, menyangkal merasakan nyeri karena takut akan konsekuensi atau tindakan

medis yang dilakukan dan takut akan penyakit dari rasa nyeri itu.

b. Jenis kelamin

Seorang laki-laki harus lebih berani sehingga tertanamkan yang

menyebabkan mereka lebih tahan terhadap nyeri dibandingkan wanita

c. Kebudayaan

Beberapa kebudayaan meyakini bahwa memperlihatkan nyeri adalah

sesuatu yang wajar namun ada kebudayaan yang mengajarkan untuk menutup

perilaku untuk tidak memperlihatkan nyeri.

d. Makna nyeri

Makna nyeri mempengaruhi pengalaman nyeri dan adaptasi terhadap nyeri


17

e. Perhatian

Seseorang yang mampu mengalihkan perhatian, sensasi nyeri akan

berkurang. Karena upaya pengalihan dihubungkan dengan respon nyeri yang

menurun.

f. Ansietas

Ansietas sering mengingatkan persepsi nyeri dan nyeri dapat menimbulkan

ansietas

g. Keletihan

Keletihan meningkatkan persepsi nyeri yang menurunkan kemampuan

koping.

h. Pengalaman nyeri

Seseorang dengan pengalaman nyeri akan lebih terbentuk koping yang baik

dibandingkan dengan orang yang pertama merasakan nyeri, maka akan

mengganggu koping.

i. Gaya koping

Klien sering menemukan cara untuk mengembangkan koping terhadap efek

fisiologi dan psikologi. Gaya koping ini berhubungan dengan pengalaman nyeri.

j. Dukungan keluarga dan sosial

Kehadiran keluarga atau orang yang dicintai akan menimbulkan persepsi

nyeri.

5) Pengukuran Skala Nyeri

Kesulitan dalam mengukur rasa nyeri ini disebabkan oleh tingkat

subyektivitas yang tinggi dan tentunya memberikan perbedaan secara individual,


18

karena ketidaktepatan apa yang di kemukakan oleh pasien, misalnya kesulitan

pasien mendapatkan kata yang tepat dalam mendeskripsikan rasa nyeri, bingung,

kesulitan mengingat pengalaman dan penyangkalan terhadap intensitas nyeri

(Setiyohadi, 2015) .

Ada beberapa macam pengukuran skala nyeri, diantaranya adalah

WongBaker FACES Pain Rating Scale,Visual Analaog Scal (VAS), Verbal

Descriptive Scale (VDS) dan Numeric Rating Scale (NRS).Namun pengukuran

skala nyeri yang sering digunakan yaitu Numeric Rating Scale) dan Wong-Baker

FACES Pain Rating Scale).

1. Numeric Rating Scale (NRS)

Numerical rating scale (NRS) merupakan alat bantu pengukur intensitas

nyeri dimana pasien diminta untuk memberikan angka 1 sampai 10.Pasien diberi

penjelasan yang menyatakan bahwa angka nol diartikan sebagai tidak ada nyeri

dan angka 10 diartikan sebagai rasa nyeri hebat dan tidak tertahankan.( Mc.

Caffery Et Al, 2005)

Gambar 2.1 Skala Nyeri Numeric (NRS)

1. 0 : tidak ada nyeri.

2. 1-3 : nyeri ringan dan dapat ditahan.

3. 4-6 : nyeri sedang, terasa mengganggu dan berusaha untuk menahan.

4. 7-10 :nyeri sangat hebat, sangat mengganggu dan tidak dapat ditahan.
19

2. Wong-Baker FACES Pain Rating Scale)

Skala ini terdiri atas enam wajah dengan profil kartun yang menggambarkan

wajah yang sedang tersenyum untuk menandakan tidak ada rasa nyeri kemudia

secara bertahap meningkat menjadi wajah kurang bahagia (sangat nyeri).

Gambar 2.2 Skala Nyeri Wong-Baker FACES

Pengkajian keperawatan nyeri dapat dilakukan dengan cara PQRST, yaitu:

1. P : (pemacu ) yaitu faktor yang mempengaruhi gawat ringannya nyeri

2. Q : (quality) dari nyeri, seperti apakah rasa tajam, tumpul, atau tersayat

3. R : (region) yaitu daerah perjalanan nyeri

4. S : (severity) yaitu keparahan atau intensitas nyeri

5. T : (time) yaitu lama/ waktu serangan frekuensi nyeri.

6) Penatalaksanaan Nyeri

Prinsip utama pada penatalaksanaan rasa nyeri adalah menghilangkan

serangan rasa nyeri. Penatalaksanaan nyeri yang efektif bagi lansia terdiri dari

pendekatan secara farmakologik dan non-farmakologik.

1. Pendekatan Farmakologik

World Health Organization (WHO) dalam (suarjana, 2015) menganjurkan

pelaksanaan rasa nyeri dilakukan secara konservatif dan bertahap untuk

mengurangi terjadinya efek samping. Selanjutnya pasien diberikan pengobatan


20

bila obat yang diberikan pada tahap awal tidak efektif). WHO menganjurkan tiga

langkah bertahap dalam penggunaan analgesik, yaitu :

a. Langkah 1 digunakan untuk nyeri ringan dan sedang dengan obat golongan

non-opioid seperti aspirin, asetaminofen atau AINS. Ini diberikan tanpa obat

tambahan lain.

b. Jika nyeri masih menetap atau meningkat, langkah 2 ditambah dengan opioid,

seperti morfin sulfat, metadon dan kodein. Untuk non- opioid diberikan dengan

atau tanpa obat tambahan lain.

c. Jika nyeri terus menerus atau intensif, langkah 3 meningkatkan dosis potensi

opioid atau dosisnya sementara dilanjutkan non-opioid dan obat tambahan lain.

2. Pendekatan Non – Farmakalogik

Pendekatan non-farmakologik merupakan pengobatan efektif untuk

rasanyeri ringan dan sedikit terjadi efek samping. Adapun pendekatan secara

nonfarmakologik dalam penatalaksanaan nyeri yaitu:

a. Teknik Mengurangi Stress (Stress Education)

Konseling psikososial dan terapi fisik / pekerjaan (occupational),

transcutaneus nerve stimulation (TENS), akupuntur dan olahraga teratur

bermanfaat untuk mengontrol rasa nyeri kronik.

b. Pengobatan alternatif komplementer

Pendidikan pada pasien dan pendampingnya dalam penatalaksnaan nyeri

sangat diperlukan dan efektivitas dari program ini dalam meningkatkan

penanganan rasa nyeri. berikan rasa hangat pada klien dengan menggunakan

cairan atau alat yang menimbulkan hangat pada bagian tubuh yang
21

memerlukannya. Tujuannya adalah memperlancar sirkulasi darah, mengurangi

rasa sakit, merangsang peristaltik usus, memperlancar pengeluaran getah radang

(eksudat), memberikan rasa nyaman atau hangat dan tenang. Pemberian kompres

panas dilakukan pada klien dengan perut kembung, klien yang mengalami radang,

kekejangan otot (spasmus), adanya abses (bengkak) akibat suntikan, tubuh dengan

abses atau hematom.

c. Pendidikan

Pendidikan dapat diberikan secara perorangan atau kelompok dengan

menggunakan media cetak untuk mendorong pasiennya dan pendampingnya

memahami penanganan rasa nyeri pada lansia, seperti meningkatkan kekuatan

otot dan mencegah terjadinya disfungsi, penggunaan terapi panas, dingin atau

mengurut (massage).

2.2 Konsep Lansia

1) Definisi Lansia

Menurut World Health Organisation, lansia merupakan seseorang yang

telah memasuki usia 60 tahun keatas, dimana usia tersebut sangat rentan terhadap

masalah degeneratif akibat proses menua karena adanya penurunan kondisi fisik,

psikologis, maupun sosial.

Lansia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus-

menerus yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentan
22

terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian (Soekidjo

Notoatmodjo, 2010).

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa lansia

adalah seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun keatas baik laki-laki atau

perempuan yang ditandai dengan proses penuaan, penurunan kemampuan fisik

atau kemampuan beradaptasi.

2) Karakteristik lansia

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia

menjadi 4 yaitu usia pertengahan (middle age) 45-59 tahun, lanjut usia (elderly)

60-74 tahun, lanjut usia tua (old) 75-90 tahun, dan usia sangat tua (very old) diatas

90 tahun.

3) Perubahan pada lansia

Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan secara

degenerative yang akan berdampak pada perubahan-perubahan pada diri manusia,

tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga kognitif, perasaan, sosial, dan seksual

(Amaral et al., 2013).

a. Perubahan fisik

1) Sistem Indra

Sistem pendengaran: Presbikusis (gangguan pada pendengaran) oleh karena

hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap


23

bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit dimengerti

kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas 60 tahun.

4) Sistem Integumen

Pada kulit lansia akan mengalami atrofi, kendur, tidak elastis, kering dan

berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis dan bercak-bercak.

Kekeringan kulit disebabkan atrofi glandula sebasea dan glandula sudoriatera,

timbul pigmen berwarna coklat pada kulit dikenal dengan liver spot.

5) Sistem Muskuloskeltal

Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia terdapat pada Jaringan

penghubung seperti:

a. Kolagen sebagai pendukung utama kulit, tendon, tulang, kartilago dan jaringan

pengikat mengalami perubahan menjadi bentangan yang tidak teratur.

b. Kartilago: jaringan kartilago pada persendian menjadi lunak dan mengalami

granulasi, sehingga permukaan sendi menjadi rata. Kemampuan kartilago

untuk regenerasi berkurang dan degenerasi yang terjadi cenderung ke arah

progresif, konsekuensinya kartilago pada persendian menjadi rentan terhadap

gesekan.

c. Tulang: berkurangnya kepadatan tulang setelah diamati adalah bagian dari

penuaan fisiologi, sehingga akan mengakibatkan osteoporosis dan lebih lanjut

akan mengakibatkan nyeri, deformitas dan fraktur.


24

d. Otot: perubahan struktur otot pada penuaan sangat bervariasi, penurunan

jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan jaringan penghubung dan jaringan

lemak pada otot mengakibatkan efek negatif.

e. Sendi: pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligament dan fasia

mengalami penuaan elastisitas.

6) Sistem Kardiovaskuler

Perubahan pada sistem kardiovaskuler pada lansia adalah massa jantung

bertambah, ventrikel kiri mengalami hipertrofi sehingga peregangan jantung

berkurang, kondisi ini terjadi karena perubahan jaringan ikat. Perubahan ini

disebabkan oleh penumpukan lipofusin, klasifikasi SA Node dan jaringan

konduksi berubah menjadi jaringan ikat.

7) Sistem Respirasi

Pada proses penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru, kapasitas total

paru tetap tetapi volume cadangan paru bertambah untuk mengkompensasi

kenaikan ruang paru, udara yang mengalir ke paru berkurang. Perubahan pada

otot, kartilago dan sendi torak mengakibatkan gerakan pernapasan terganggu dan

kemampuan peregangan toraks berkurang.

8) Pencernaan dan Metabolisme

Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan, seperti penurunan produksi

sebagai kemunduran fungsi yang nyata karena kehilangan gigi, indra pengecap

menurun, rasa lapar menurun (kepekaan rasa lapar menurun), liver (hati) makin

mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan, dan berkurangnya aliran darah.

9) Sistem Perkemihan
25

Pada sistem perkemihan terjadi perubahan yang signifikan. Banyak fungsi

yang mengalami kemunduran, contohnya laju filtrasi, ekskresi, dan reabsorpsi

oleh ginjal.

10) Sistem Saraf

Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atropi yang

progresif pada serabut saraf lansia. Lansia mengalami penurunan koordinasi dan

kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.

11) Sistem Reproduksi

Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan menciutnya ovarium

dan uterus. Terjadi atrofi payudara. Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi

spermatozoa, meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur.

b. Perubahan Kognitif

Perubahan kognitif terdiri dari: memory (Daya ingat, Ingatan), IQ

(Intellegent Quotient), kemampuan Belajar (Learning), kemampuan Pemahaman

(Comprehension), pemecahan Masalah (Problem Solving), pengambilan

Keputusan (Decision Making), kebijaksanaan (Wisdom), kinerja (Performance)

dan motivasi.

c. Perubahan Mental

Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental antara lain, perubahan

fisik khususnya organ perasa, kesehatan umum, tingkat pendidikan, keturunan

(hereditas), lingkungan, gangguan saraf panca indra ditandai dengan timbul

kebutaan dan ketulian, gangguan konsep diri akibat kehilangan-kehilangan

jabatan.
26

d. Perubahan Spiritual

makin terintegrasi dalam kehidupannya. Lansia semakin matang (mature)

dalam kehidupan keagamaan, hal ini terlihat dalam berfikir dan bertindak sehari-

hari.

e. Perubahan psikososial

Perubahan psikososial yang biasanya dialami oleh lansia seperti: kesepian,

duka cita (Bereavement), depresi, gangguan cemas, parafrenia, dan sindrom

Diogenes.

2.3 Konsep Kompres Cengkeh

1) Definisi Kompres

Kompres adalah metode pemeliharaan suhu tubuh dengan menggunakan

cairan atau alat yang dapat menimbulkan hangat atau dingin pada bagian tubuh

yang memerlukan.

Kompres hangat merupakan salah satu pengobatan non farmakologi yang

dapat membantu meredakan rasa nyeri, kaku dan spasme otot. Efek fisiologis

terapi panas terhadap hemodinamik mampu meningkatkan aliran darah,

vasodilatasi meningkatkan penyerapan nutrisi, leukosit dan antibodi dan

meningkatkan pembuangan sisa metabolik dan sisa jaringan sehingga membantu

resolusi kondisi inflamasi (Andarmoro, 2019).


27

Kompres cengkeh merupakan sedian yang dibuat menggunakan air hangat

dan cengkeh kering dengan suhu air 30-400C akan diukur menggunakan

termometer zat cair dan cengkeh kering sebanyak satu sendok makan (1 gr)

(Noorhidayah, Alfi Yasmina, 2016).

2) Penggunaan Cengkeh Dalam Kompres Hangat

a. Cengkeh (Syzygium aromaticum L.)

Cengkeh (Syzygium aromaticum L.) merupakan tumbuhan asli Indonesia

dan Indonesia merupakan salah satu produsen cengkeh terbesar di dunia

(Anggitasari & Sc, 2016).

Tanaman cengkeh adalah tanaman tropis. Unsur iklim yang cukup

menentukan terhadap tingginya produktivitas tanaman cengkeh adalah curah

hujan. Cengkeh (Syzygium aromaticum L.) termasuk tanaman herbal yang telah

lama digunakan di negara-negara Timur Tengah dan Asia. Cengkeh digunakan

sebagai obat tradisional dalam penyembuhan berbagai macam penyakit dan juga

cengkeh dapat digunakan sebagai penyebab masakan (Wael et al., 2018)

b. Kandungan Cengkeh

Senyawa aktif yang terkandung didalam cengkeh antara lain eugenol,

flavonoid, saponin, alkaloid (Anggitasari & Sc, 2016). Kandungan minyak atsiri

eugenol pada cengkeh merupakan salah satu kandungan kimia yang dapat

menghambat enzim siklooksienase sehingga menurunkan produksi prostaglandin.

Menurunnya prostaglandin mengakibatkan sinyal nyeri dapat dihentikan dan

terjadi analgesia (Wael et al., 2018).

c. Manfaat Kompres Cengkeh


28

Tujuan dari kompres hangat adalah pelunakan jaringan fibrosa, membuat

otot tubuh lebih rileks, menurunkan rasa nyeri, dan memperlancar pasokan aliran

darah dan memberikan ketenangan pada klien. Kompres hangat juga berfungsi

untuk melebarkan pembuluh darah, menstimulasi sirkulasi darah, dan mengurangi

kekakuan. Selain itu, kompres hangat juga dapat menghilangkan sensasi rasa

sakit. Komponen cengkeh jika didiamkan di suhu tinggi akan menimbulkan efek

panas dan pedas, kandungan eugenol yang juga berfungsi untuk mengurangi

nyeri, rasa panas dan pedas serta kandungan eugenol tersebut yang dapat

meredakan nyeri, rasa kaku, dan spasme otot pada penderita rheumatoid arthritis.

(Andarmoro, 2019).

Kandungan minyak atsiri eugenol pada cengkeh merupakan salah satu

kandungan kimia yang dapat menghambat enzim siklooksienase sehingga

menurunkan produksi prostaglandin. Menurunnya prostaglandin mengakibatkan

sinyal nyeri dapat dihentikan dan terjadi analgesia (Wael et al., 2018). Eugenol

juga dapat mengendalikan rasa nyeri disebabkan oleh kemampuan memblokir

transmisi implus saraf. Eugenol dari cengkeh diduga mempunyai sifat kimia yang

mirib dengan mekanisme kerja NSAID (non steroid anti inflammatory drug).

Mekanisme kerja NSAID terutama melalui hambatan siklookgenase, COX-1 dan

COX-2 dengan demikian menghambat sintesis prostaglandin. Eugenol dipercaya

dapat berperan dalam relaksasi otot polos yaitu dengan melalui mekanisme

alterasi resting strans membran potensial, kompetitip antagonis reseptor

muskarnik, hambatan kanal ion kalsium atau juga hambatan pelepasan ion

kalsium oleh reticulum sarko plasma (Wael et al., 2018).


29

d. Pengaruh Kompres Cengkeh Hangat Terhadap Nyeri

Kompres cengkeh diberikan secara lokal yang mengalami nyeri selama 15

menit dengan dosis pemberian cengkeh kering sebanyak satu sendok makan (15

gram) dengan suhu air 30-40℃ sehingga menimbulkan efek vasodilatasi

pembuluh darah dan efek mengurangi nyeri, melakukan kompres hangat sangat

penting untuk melakukan penggantian kompres dengan cara kembali membasahi

media kompres setiap lima menit untuk mempertahankan suhu karena panas dari

kompres mudah menguap dengan cepat. Pemberian minyak (baby oil) penting

untuk melindungi kulit pada lansia karena kulit lansia sangat rentan dengan suhu

panas. Pelaksanaan kompres cengkeh dilakukan selama tiga minggu, dimana di

setiap minggunya dilakukan sebanyak empat kali pertemuan untuk diberikan

intervensi kompres cengkeh dan setiap pertemuan diberikan cengkeh satu kali

dalam sehari, jadi total pemberian kompres dalam tiga minggu sebanyak 12 kali.

Secara teori kompres hangat bertujuan untuk melebarkan pembuluh darah

sehingga meningkatkan sirkulasi darah kebagian yang nyeri, menurunkan

ketegangan otot sehingga mengurangi nyeri akibat spasme otot atau kekakuan otot

maupun sendi (Prasetianingrum, 2012).

Kompres hangat merupakan salah satu pengobatan non farmakologi yang

dapat membantu meredakan rasa nyeri, kaku dan spasme otot. Efek fisiologis

terapi panas terhadap hemodinamik mampu meningkatkan aliran darah,

vasodilatasi meningkatkan penyerapan nutrisi, leukosit dan antibodi dan

meningkatkan pembuangan sisa metabolik dan sisa jaringan sehingga membantu

resolusi kondisi inflamasi (Andarmoro, 2019).


30

2.4 Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan alur kaitan konsep penelitian yang akan

dilakukan, dimana konsep ini belum dapat diukur dan diamati secara langsung,

sehingga perlu penjelasan-penjelasan dari variabel dalam konsep penelitian yang

akan dilakukan melalui penjelasan di dalam definisi operasional. (Imas Masturoh,

2018).

Penyebab nyeri pada


sendi : Penatalaksaanan Terapi
1. Peradangan (inflamasi) farmakologis
2. Gangguan sirkulasi 1. Penggunaan NSAID
darah 2. Penggunaan analgesic
3. Faktor usia Terapi non farmakologis
1. Relaksasi
2. Distraksi
3. Terapi kompres hangat
cengkeh
Tanda dan gejala
rheumatoid arthritis:
1. Kekauan pada pagi hari
2. Pembengkakan salah
satu persendian tangan
Faktor risiko 3. Adanya benjolan
rheumatoid 4. Pembengkakan pada
arthritis: kedua belah sendi yang
1. Usia sama
2. Jenis kelamin 5. Rasa Nyeri Pada
3. Aktivitas Persendian Tingkat Nyeri
4. Gaya hidup
5. Pola makan

1. Tidak nyeri
2. Nyeri ringan
: Diteliti 3. Nyeri sedang
4. Nyeri berat
: Tidak Diteliti
31

Berdasarkan kerangka konsep diatas ada beberapa factor yang menyebabkan

terjadinya reumathoid arthritis diantaranya usia, jenis kelamin, aktifitas, gaya

hidup, pola makan. Terdapat juga tanda dan gejala reumathoid arthritis yaitu

kekakuan, pembengkakan salah satu persendian tangan, adanya benjolan terutama

nyeri pada persendian yang bisa disebabkan oleh peradangan (inflamasi),

gangguan sirkulasi darah, faktor usia. Sehingga Adapun cara mengurangi nyeri

pada persendian diantaranya dengan cara farmakologi dan non-farmakologi. Pada

penatalaksanaan yang digunakan pada penderita rheumatoid arthritis yaitu

kompres hangat dengan cengkeh.

Cengkeh memiliki senyawa flovanoid yang bersifat sebagai antioksida yang

dapat menghambat kerja enzim xantin oksidase dan reaksi superoksida sehingga

pembentukan asam urat menjadi terhambat atau berkurang.(Arianto,2018)

2.5 Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang

secara teoritis dianggap paling mungkin atau paling tinggi tingkat keberadaannya

dimana tingkat keberadaannya harus diuji secara empiris. Secara Teknik, hipotesis

adalah pernyataan mengenai keadaan populasi yang akan diuji kebenarannya

melalui data yang diperoleh dari sampel penelitian. Secara statistik, hipotesis

merupakan pernyataan keadaan parameter yang akan diuji melalui statistic

sampel. Ketepatan hipotesis tergantung pada penguasaan penelitian dalam

menggunakan landasan teori dan generalisasi yang telah dijadikan acuan ketika

melakukan telaah pustaka (Susilana, 2012).


32

Hipotesis dibagi menjadi dua yaitu hipotesis nol (Ho) dan hipotesis

alternatif (Ha). Hipotesis nol merupakan hipotesis yang digunakan untuk

mengukur statistik dan interpretasi hasil statistik, sedangkan hipotesis alternatif

merupakan hipotesis yang menyatakan adanya hubungan, pengaruh, perbedaan

antara dua atau lebih variabel pada penelitian (Nursalam, 2014). Adapun hipotesis

dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:

Ho : Tidak ada pengaruh pemberian kompres cengkeh terhadap nyeri

rheumatoid arthritis pada lansia

Ha: Ada pengaruh pemberian kompres cengkeh terhadap nyeri rheumatoid

arthritis pada lansia.


BAB 3

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah cara menyelesaikan masalah

dengan menggunakan keilmuan (Nursalam, 2020). Pada bab ini akan

diuraikan mengenai metode penelitian yang terdiri dari desain penelitian,

waktu dan tempat penelitian, kerangka kerja, sampling desain, identifikasi

variabel dan definnisi operasional variabel, pengumpulan dan analisis data

serta etika penelitian.

3.1 Desain penelitian

Desain penelitian adalah hasil akhir dari suatu tahap

keputusan yang dibuat oleh penelitian yang berhubungan dengan

bagaimana suatu penelitian bisa diterapkan (Nursalam, 2017).

Desain yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah

Pre Eksperimental dimana penelitian ini untuk mencari sebab-akibat

dengan cara adanya keterlibatan penelitian dengan menggunakan

pendekatan One-group pre-post test design yaitu jenis penelitian dengan

mengobservasi suatu kelompok kemudian memberinya perlakuan, dan

hasilnya diobservasi agar diketahui keakuratan perlakuan(Nursalam,

2017).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh

pemberian kompres hangat cengkeh terhadap tingkat nyeri penderita

33
34

rheumatoid arthritis di Desa Weduni Kecamatan Deket Kabupaten

Lamongan.

Pre test Perlakuan Post test

X1OX2

X1 :Pengukuran tingkat nyeri sebelum perlakuan

O : Intervensi dengan pemberian kompres hangat cengkeh

X2 :Pengukuran tingkat nyeri setelah diberikan perlakuan

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu dan tempat penelitian akan dilakukan di Desa

Weduni Kecamatan Deket Kabupaten Lamongan pada bulan Juni 2023

sampai bulan Juli tahun 2023. Sedangkan survei awal dilakukan pada

bulan Februari 2022.

3.3 Kerangka Kerja Penelitian

Kerangka kerja merupakan abstrak yang disusun

berdasarkan topik atau langkah dalam aktivitas ilmiah mulai dari populasi,

sampel, dan seterusnya yang digunakan dalam penelitian (Nursalam, 2017)


35

Kerangka kerja dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Populasi :Seluruh lansia yang mengalami rheumatoid arthritis di desa weduni


yang berjumlah 40

Sampling :Total sampling

Sample : Sebagian lansia yang mengalami rheumatoid arthritis di Desa weduni yang

berjumlah 40
Desain penelitian :Pre-experimental dengan menggunakan
pendekatan one group pre-post test

Variabel Independen : Variabel dependen :


Kompres Hangat Tingkat Nyeri

Pre test : Pengumpulan data mengukur tingkat nyeri sendi sebelum dilakukan
pemberian kompres hangat

Perlakuan :Pemberian kompres hangat sebanyak 1x/hari


selama 3 hari

Post test :Pengumpulan data mengukur tingkat nyeri sendi sesudah


dilakukan pemberian kompres hangat

Pengelolaan dan Analisa data :Editing, coding, skoring dan


Tabulating kemudian dianalisa dengan uji Paired T test (α ≤0,05)

Penyajian hasil penelitian

Penarikan kesimpulan

Gambar 3.1 Kerangka kerja

3.4 Populasi, Sampel, dan Sampling


36

3.4.1 Populasi penelitian

Populasi penelitian adalah seluruh subjek penelitian (misalnya manusia, klien) yang sudah

diterapkan (Nursalam, 2017). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah lansia yang

menderita penyakit nyeri sendi reumatoid athritis di Desa Weduni.

3.4.2 Sample penelitian

Sampel adalah sebagian dari populasi uang dapat memberikan data atau informasi yang di

butuhkan secara langsung (Notoatmodjo, 2015).Sebagaimana dikemukakan oleh Baley dalam

(Mahmud, 2013) yang menyatakan bahwa untuk penelitian yang menggunakan analisis data statistik,

ukuran sampel paling minimum adalah 30. Maka sampel dalam penelitian ini adalah lansia yang

mengalami nyeri sendi reumathoid arthritis di Desa Weduni yang memenuhi kriteria inklusi dan

bersedia menjadi responden kriteria yang dijadikan sampel, yaitu :

1) kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah karateristik secara umum subyek penelitian dari suatu populasi target

yang terjangkau yang akan diteliti (Nursalam, 2017). Kriteria inkkusi dalam penelitian ini adalah:

1) Bersedia menjadi responden dan mengisi lembar informed concent penelitian

2) Pasien rheumatoid arthritis yang mengalami nyeri sendi skala 1-6 (ringan sampai sedang)

3) Responden yang koorperatif

4) Tidak memiliki luka di kulit

2) Kriteria Ekslusi

Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang memenuhi Kriteria

inklusi dari studi karena berbagai hal (Nursalam, 2017). Kriteria eksklusi penelitian ini yaitu :

1. Penderita yang tidak bersedia menjadi responden

2. Penderita rheumatoid arthritis yang mengalami cidera kulit dan sendi

3.4.3 Teknik Sampling Penelitian

Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat memiliki populasi. Teknik

sampling merupakan cara-cara yang ditempuh dalam pengambilan sampel yang benar-benar sesuai

dengan keseluruhan subyek penelitian (Nursalam, 2017). Teknik sampling yang digunakan pada
37

penelitian Ini adalah total sampling yaitu dimana jumlah keseluruhan populasi menjadi sampel

peneliti. Cara ini dilakukan bila populasinya kecil, populasi tersebut diambil seluruhnya untuk

dijadikan sampel penelitian (Mahmud, 2013). Maka total sampel pada penelitian ini berjumlah 40

orang.

3.5 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional Variabel

3.5.1 Identifikasi Variabel

Variabel adalah konsep dari level abstrak yang didefinisikan sebagai suatu fasilitas untuk

pengukuran dan atau manipulasi suatu penelitian (Nursalam, 2017).

1) Variabel Bebas

Variabel bebas (independent) adalah variabel yang nilainya diukur untuk mengetahui

hubungannya atau pengaruhnya terhadap variabel lain (Nursalam, 2017). Variabel independen dalam

penelitian ini adalah Kompres Hangat.

2) Variabel Terikat

Variabel terikat (dependent) adalah variabel yang nilainya ditentukan oleh variabel variabel lain.

Variabel dependen diamati dan diukur untuk menentukan ada tidaknya hubungan atau pengaruh dari

variabel lain. Variabel dependen diamati dan diukur untuk menentukan ada tidaknya hubungan atau

pengaruh dari awal variabel bebas (Nursalam, 2017). Pada penelitian ini variabel dependennya adalah

tingkat nyeri.

3.5.2 Definisi Operasional Variabel

Variabel Definisi Indikator Alat Ukur Skala Skor


Operasional
Variabel Pemberian kompres 1. persiapan SOP (Standar - -
independen hangat cengkeh yang alat dan Operasional
Kompres dapat meningkatkan lingkungan Prosedur )
hangat aliran darah, efek 2. Melakukan
analgesic dan juga terapi kompres
merelaksasi otot hangat.
sehingga nyeri sendi 3. Durasi
dapat berkurang selama 10-
20 menit
38

Variabel Pengalaman sensori NRS (Numeric Lembar Rasio Interprestasi


Independen: yang dirasakan Rating Scale) observasi skor untuk
Tingkat nyeri berupa perasaan tidak dengan kriteria hasil
nyaman pada menggunakan antara lain
persendian yang Numeric Rating 1. (0) Tidak
diukur dengan Scale (NRS) Nyeri
menggunakan skala 2. (1-3) Nyeri
nyeri numeric rating Ringan
scale (NRS) 3. (4-6) Nyeri
Sedang
4. (7-9) Nyeri
Berat
Terkontrol
5. (10) Nyeri
berat tidak
terkontrol

3.6 Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian

3.6.1 Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subyek dan proses pengumpulan

karakteristik subyek yang diperlukan dalam suatu penelitian (Nursalam, 2017).

1) Tahap persiapan

Penelitian ini melalui beberapa tahapan penelitian, tahapan awal yakni mengajukan masalah

penelitian, menyusun proposal, mengkonsulkan ke dosen pembimbing dan melewati beberapa tahap

revisi. Selanjutnya peneliti mengajukan surat permohonan ke Lembaga Penelitian dan Pengabdian

Masyarakat (LPPM) Universitas Muhammadiyah Lamongan. Setelah itu ke instansi tempat tujuan

penelitian.

2) Tahap pengumpulan data

Pelaksanaan penelitian, peneliti melakukan pengumpulan data dengan cara peneliti datang ke

posyandu lansia untuk melihat data pasien reumatoid athritis. Selanjutnya peneliti juga datang

kerumah penderita untuk menjelaskan kepada responden maksut dan tujuan penelitian serta meminta

persetujuan klien menjadi responden dengan cara menandatangani lembar persetujuan (informed

consent), kemudian penyebaran lembar observasi pre test yang selanjutnya diisi oleh peneliti

berdasarkan tingkat nyeri dari pasien sebelum dilakukan pemberian kompres hangat, setelah mengisi

lembar observasi tingkat nyeri pre test kemudian pasien didampingi oleh peneliti melakukan kegiatan
39

kompres hangat selama 10-20 menit perorang, yang dilakukan selama 3 hari perlakuan. Pemberian

kompres Hangat dilakukan di rumah masing-masing pasien atau di posyandu lansia.Setelah peneliti

melakukan kompres hangat.peneliti kembali meminta responden untuk mengisi lembar observasi

tingkat nyeri post test. Dan hasil lembar observasi tingkat nyeri pre dan post test ditabulasi dan

dianalisa.

3.6.2 Instrumen Penelitian

Instrument penelitian adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatan

yang dilakukan mengumpulkan data agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan lebih mudah

(Nursalam, 2017). Instrumen pegumpulan data dengan observasi melakukan pengamatan secara

langsung kepada responden untuk mencari perubahan atau hal-hal yang akan diteliti.

Pada variabel independen (pemberian kompres hangat) Menggunakan SOP (Standar Oprasional

Prosedur). Sedangkan untuk variabel dependen (tingkat nyeri) pengumpulan data yang digunakan pada

penelitian ini adalah skala nyeri numeric rating scale (NRS) menggunakan lembar observasi tingkat

nyeri.

3.6.3 Pengolahan Data

Setelah data terkumpul kemudian diberikan skor pada setiap jawaban responden peneliti

menganalisa Pengaruh pemberian kompres hangat terhadap tingkat nyeri reumathoid athritis. Data

yang diperoleh diproses dengan cara :

1) Editing

Editing (penyetingan data) adalah memeriksa daftar pernyataan yang telah diserahkan oleh para

pengumpul data (Nursalam, 2017). Dalam penelitian ini data yang telah diperoleh akan diteliti kembali

dengan tujuan untuk mengetahui kelengkapan data yang diperoleh dari responden.

2) Coding

Coding merupakan kegiatan merubah data dalam bentuk huruf menjadi data dalam bentuk

angka/bilangan(Amelia, 2019). Dalam melaksanakan coding dilakukan dengan cara memberi kode

pada variabel untuk memudahkan peneliti dalam pengolahan data. Dalam penelitian ini menggunakan

kode sebagai berikut : Tidak Nyeri (0) diberi Kode : 1, Nyeri Ringan (1-3) diberi kode : 2, Nyeri
40

Sedang (4-6) diberi Kode : 3, Nyeri Berat Terkontrol (7-9) diberi Kode : 4, Nyeri Berat Tidak

Terkontrol (10) diberi Kode : 5.

3) Scoring

Scoring adalah kegiatan memberikan skor atau nilai pada setiap jawaban responden(Nursalam,

2017). Memberikan skor pada variabel untuk memudahkan analisa data pada tingkat nyeri yaitu tidak

nyeri (0), nyeri ringan (1-3), nyeri sedang (4-6), nyeri berat terkontrol (7-9), nyeri berat tidak

terkontrol (10).

4) Tabulating

Tabulating merupakan proses penyusunan data dalam bentuk tabel. Pada data yang telah

dianggap sebagai proses sehingga dalam suatu pola formal yang telah direncanakan(Nursalam, 2017).

Selanjutnya, menurut (Arikunto, 2016). Data yang sudah dikelompokkan dan dipresentasikan,

dimasukkan ke dalam tabel distribusi frekuensi kemudian dianalisa sebagai berikut:

(1) 1) 100% : Seluruhnya

(2) 2) 76-99% : Hampir Seluruhnya

(3) 3) 51-75% : Sebagian Besar

(4) 4) 50% : Sebagian

(5) 5) 26-49% : Hampir Sebagian

(6) 6) 1-25% : Sebagian Kecil

(7) 7) 0% : tidak satu pun

3.7 Analisa Data

Analisa data termasuk bagian yang sangat penting untuk mendapatkan tujuan penelitian, yang

menjawab pertanyaan-pertanyaan yang mencakup fenomena (Nursalam, 2017).Peneliti melakukan uji

normalitas pre-post test pada tingkat nyeri, jika pada uji normalitas dengan menggunakan uji shapiro-

wilk (P >0,05) tidak normal maka peneliti menggunakan uji Wilcoxon Signed Rank Test ( P <0,05)

untuk menganalisis perbedaan penurunan tingkat nyeri pasien reumatoid athritis setelah diberikan

kompres hangat.
41

3.8 Etika Penelitian

Menurut(Nursalam, 2017), penelitian apapun khususnya yang melibatkan manusia sebagai

subjek tidak boleh bertentangan dengan etika, oleh karena itu setiap peneliti saat menggunanakan

subjek manusia harus mendapatkan persetujuan dari subjek yang diteliti dari tempat institusi tempat

penelitian. Prinsip dalam pertimbangan etika meliputi

3.8.1 Informed consent

Subjek mendapatkan informasi secara lengkap tentang tujuan penelitian yang akan dilaksanakan,

mempunyai hak untuk bebas berpartisipasi atau menolak menjadi responden. Pada informed consent

juga dicantumkan bahwa data yang diperoleh hanya akan dipergunakan untuk pengembangan ilmu.

3.8.2 Anonimity (Tanpa nama)

Penelitian ini tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada alat ukur dan hanya

menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang disajikan.

3.8.3 Confidentiality (Kerahasiaan)

Peneliti memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian baik informasi atau masalah lainnya.

Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data

tertentu yang akan dilaporkan pada hasil penelitian.


42

DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, S, & Musrifatul, R. (2015). Kitab tumbuhan obat. Jakarta Timur:

Penebar Swadya Grup.

Suarjana,N.1(2015) Buku ajar ilmu penyakit dalam . (vol. 390,hlm.2495-

2510).Jakarta pusat: Interna publishling.

Riskesdas.(2013). Profil data kesehatan Indonesia 2013. Diperoleh dari

http//www.depkes.go.id/resources/download/general/hasil%20Riskesdas%2

02013

Purba Rentawati, Siti Marlina, Adi Arianto, 2020. Penatalaksanaan kompres

hangat jahe pada penderita arthritis rheumatoid di puskesmas talun kenas.

Sumatera Utara : Institut Kesehatan Deli Husada

Nursalam. (2013). Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan:Pendekatan

Praktis.Salemba Medika.

Nursalam. (2014). Manajeman Keperawatan Aplikasi Dalam Praktik

KeperawatanProfesional Edisi 4. Selemba Medika.

Nursalam. (2016). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan

Praktis Edisi 4. Selemba Medika

Buffer. (2010). Rheumatoid Arthritis. Diakses pada tanggal 14 januari 2019.

Isnawati. (2018). Efektifitas Terapi Kompres Air Hangat Terhadap Intensitas

Nyeri Pada Lansia Yang Menderita Arthritis Reumatoid Di Posyandu Lansia.

Suraiko, IP. (2012). Penyakit degenerative : mengenal, mencegah dan

mengurangi penyakit degenerative. Jakarta: Fakultas kedokteran Universitas

Indonesia.

Yanti, E., & Arman, E. (2018). Pengaruh Pemberian Kolang Kaling

(Arengea Pinnata) Terhadap Penurunan Skala Nyeri Reumathoud arthritis Pada


43

Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Kumun. 1(1), 46–49.

Udiyani, R. (2018). Pengaruh Pemberian Kompres Hangat Terhadap

Penurunan Nyeri Reumathoud arthritis Pada Lansia. 5(1), 72–76.

Setiyohadi B, Sumariyono, Yoga, Ksjmir Isbagio, H &Kalim, (Ed v) ( 2015).

Buku ajar ilmu penyakit dalam .(Vol.389,hlm.2483-2494). Jakarta pusat:

Interna publishing.

Asmadi. (2008). Teknik procedural keperawatan konsep dan aplikasi

kebutuhan dasar manusia. Jakarta: Salemba Medika.

Virgo Gusman, Sopianto, 2019. Pengaruh kompres hangat jahe merah

terhadap penurunan skala nyeri pada lansia yang menderita rheumatoid

arthritis di puskesmas pembantu bakau aceh wilayah kerja puskesmas batang

tumu.

Tuanku Tambusai : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Soekidjo Notoatmodjo. (2010). Metodelogi Penelitian Kesehatan (Revisii

Ce).

Andarmoro, S. (2019). Pengaruh Terapi Kompres Hangat Terhadap

Penurunan Nyeri Sendi Osteoarthritis Pada Lansia Di Posyandu Lansia

Puskesmas Pandian Sumenep. 9(2), 52–57.

Noorhidayah, Alfi Yasmina, E. S. (2016). Terapi Kompres Cengkeh

Terhadap Penurunan Tingkat Nyeri Klien Lansia Dengan Nyeri Reumathoid

arthritis. 01(5), 80.

Anggitasari, W., & Sc, M. (2016). Uji Efek Analgetik Minyak Daun Cengkeh

(Syzygium aromaticum ). 6(2), 0–4.

Prasetianingrum. (2012). Aktivitas Antioksidan, Total Fenol dan Antibakteri

Pada Minyak Atsiri dan Oleoresin Kayu Manis.

Wael, S., Mahulette, F., Wilhelmus Watuguly, T., & Wahyudi, D. (2018).

Pengaruh Ekstrak Daun Cengkeh (Syzygium aromaticum) terhadap Limfosit dan


44

Makrofag Mencit Balb/c. Jalan Yos Sudarso No. 338 Serengan, 23(2), 79–83.

Purba Rentawati, Siti Marlina, Adi Arianto, 2020. Penatalaksanaan kompres

hangat jahe pada penderita arthritis rheumatoid di puskesmas talun kenas.

Sumatera Utara : Institut Kesehatan Deli Husada

Susilana, R. (2012). Modul Landasan Teori dan Hipotesis. Rudi.

Mahmud. (2013). Metode Penelitian Pendidikan. Pustaka Setia.

Notoatmodjo. (2015). Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta.

Riskesdas. (2018). Laporan Provinsi Jawa Timur Riskesdas 2018.


45
LEMBAR OBSERVASI

TINGKAT NYERI REUMATOID ATHRITIS PRE TEST DAN POST

TEST PADA LANSIA DI DESA WEDUNI KECAMATAN DEKET

KABUPATEN LAMONGAN

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin :

PENGUKURAN NYERI

Pengukuran menggunakan skalapenilaian numeric Numerical Rating Scale

(NRS). Dengannilai 1-10.

Hasil Pengukuran:

Tanggal Hasil Pengukuran Pre Test

Keterangan :
0 : Tidak nyeri 1-3: Nyeri ringan

4-6 :Nyeri sedang.

7-9 :Nyeri berat

10 :Nyeri sangat berat


LEMBAR OBSERVASI

TINGKAT NYERI REUMATOID ATHRITIS PRE TEST DAN POST

TEST PADA LANSIA DI DESA WEDUNI KECAMATAN DEKET

KABUPATEN LAMONGAN

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin :

PENGUKURAN NYERI

Pengukuran menggunakan skalapenilaian numeric Numerical Rating Scale

(NRS). Dengannilai 1-10.

Hasil Pengukuran:

Tanggal Hasil Pengukuran Post Test

Keterangan :
0 : Tidak nyeri 1-3: Nyeri ringan

4-6 :Nyeri sedang.

7-9 :Nyeri berat

10 :Nyeri sangat berat


SOP (STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR)

KOMPRES HANGAT CENGKEH

N Tindakan
o
A Persiapan
.
1 Persiapan Alat dan bahan
a.
Panci
b.
Termometer air
c.
Baskom
d.
Timbangan
e.
Cengkeh 100 g
f.
Air 300 ml
g.
Waslap
h.
Sarung tangan
2 Persiapan Lingkungan
a.
Menjaga privasi klien
B Prosedur pembuatan kompres hangat Cengkeh
1 Sediakan cengkeh 100 gram
2 Cuci bersih tanaman herbal dengan air mengalir
3 Masukkan tanaman herbal yang sudah disediakan kedalam panci
yang
berisi 300ml air
4 Rebus air hingga bersuhu 30-40oc
5 Ambil air rebusan cengkeh dengan menggunakan baskom yang
telah disediakan
C Prosedur tindakan
1 Cuci tangan dan gunakan sarung tangan
2 Ambil washlap dan masukkan pada baskom yang berisi air rebusan
lalu
di peras
3 Kompres di tempat sendi yang mengalami nyeri selama 10-20
menit
D Evaluasi
1 Lakukan pendokumentasian

Anda mungkin juga menyukai