Anda di halaman 1dari 53

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mulai tahun 2015, proporsi penduduk dunia di atas 60 tahun adalah
kurang lebih 15%, dan diperkirakan tiga tahun berikutnya meningkat hingga
22% (Kaneda, 2018). Jumlah lansia usia 60 tahun ke atas di Indonesia
sebesar 10,8 persen atau sekitar 29,3 juta orang dan angka tersebut
diperkirakan terus mengalami peningkatan hingga mencapai 19,9 persen pada
tahun 2045 (Badan Pusat Statik, 2021). Bertambahnya usia dan proses
penuaan menyebabkan seluruh sistem organ mengalami penurunan. Salah
satu keluhan terbanyak yang dialami lansia adalah masalah pada sistem
muskuloskeletal. Penyakit yang berhubungan dengan sistem muskuloskeletal
antara lain Osteoarthritis, Arthritis Remathoid dan Gout Arthritis (Noviyanti
& Azwar, 2021).
Peningkatan kadar asam urat dalam darah disebut hiperurisemia yang
mengakibatkan terjadi endapan kristal monosodium urat dan terjadi
penumpukan di dalam sendi yang mengakibatkan terjadinya gout (Noor,
2016). Berdasarkan data World Health Organization (WHO, 2018),
prevalensi gout arthritis di dunia sebanyak 33,3% dan WHO memperkirakan
sekitar 335 juta orang di dunia mengindap penyakit Gout Arthritis. Prevalensi
penyakit Gout Arthritis pada populasi di United States of America (USA)
diperkirakan 13,6/100.000 penduduk (Sukarmin, 2018).
Menurut RISKESDAS 2018, di Indonesia angka kejadian penyakit
sendi mencapai 11,9% dari total penduduk. Prevalensi berdasarkan umur
yang didiagnosis dokter lebih tinggi pada perempuan (8.5%) dibanding laki-
laki (6.1%) (RISKESDAS, 2018). Prevalensi penyakit sendi di Riau
sebesar (29%) dan paling tinggi ditemukan di Kampar (44,1%) diikuti
Pekanbaru sebesar (39%), Indragiri Hilir (9,3%), Rokan Hilir (5,5%) dan
Indragiri Hilir (4,7%) (Riskesdas Provinsi Riau, 2017).

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru pada Tahun


2019 menyatakan bahwasanya prevalensi yang dimiliki oleh Pekanbaru

1
2

mencapai nilai 8.339 banyaknya. Data ini semakin menunjukkan bahwasanya


Gout Arthritis menjadi penyakit yang cukup tinggi khususnya di wilayah
Pekanbaru (DINKES, 2019).

Gout adalah suatu penyakit yang ditandai dengan serangan mendadak,


berulang dan disertai dengan arthritis yang terasa sangat nyeri karena adanya
endapan Kristal monosodium urat atau asam urat yang terkumpul di dalam
sendi sebagai akibat dari tingginya kadar asam urat di dalam darah
(hiperurisemia) (Junaidi, 2013). Dua kondisi yang dapat membuat
peningkatan kadar asam urat dalam darah, yaitu tinggi purin yang dihasilkan
serta pengeluaran asam urat yang rendah, yang menyebabkan keseimbangan
purin dalam tubuh menjadi terganggu (Darmawan et al., 2018).
Kadar asam urat dalam tubuh dihasilkan dari pembentukan purin yang
merupakan salah satu unsur dari asam nukleat. Penumpukan kristal di
persendian disebabkan oleh meningkatnya kandungan asam urat dalam darah
senilai 0,5-0,75g/ml (Jaliana et al., 2018). Gout Arthritis termasuk penyakit
yang dapat dikendalikan walaupun tidak dapat disembuhkan, namun kalau
dibiarkan saja kondisi ini dapat berkembang menjadi arthritis yang
melumpuhkan (Gustomi & Wahyuningsih, 2018). Penyebab utamanya adalah
tingginya kadar asam urat dalam darah yang bisa dipicu oleh bermacam
faktor. Rasa nyeri hebat pada persendian yang dirasakan berulang-ulang
sangat mengganggu penderitanya. Jika tidak segera diatasi, penyakit ini juga
bisa menyebabkan kelainan bentuk tulang serta komplikasi gangguan ginjal,
jantung ,diabetes mellitus, stroke, dan oesteoporosis (Nasir, 2018).
Didapati hampir 90% penderita gout Arthritis akan mengalami gejala
pertama dimana nyeri pada persendian dan sendi antara ruas tulang telapak
kaki dengan jari- jari kaki (Afnuhazi, 2019). Dampak nyeri Gout Arthritis
yang dapat ditimbulkan berupa menurunnnya kualitas hidup penderitanya
karena nyeri yang sangat mengganggu aktivitas sehari-hari. Muncul keluhan
pada sendi dimulai dengan rasa kaku atau pegal pada pagi hari kemudian
timbul rasa nyeri pada sendi di malam hari. nyeri yang ditimbulkan terjadi
secara terus menerus sehingga mengganggu penderitanya (Putri el al, 2018).
3

Penatalaksanaan nyeri pada penderita Gout Arthritis meliputi


farmakologi dan non farmakologi. Tindakan pemberian obat farmakologi
dapat digunakan untuk mencegah tingkat keparahan penyakit lebih lanjut
seperti pemberian obat NSAID (Non Steroid Anti Inflammatory Drugs) yang
dapat digunakan untuk mencegah pembekakan pada gout (Perry & Potter,
2018). Terapi non farmakologi yang dapat digunakan dalam menurunkan
nyeri sendi antara lain: kompres hangat, bimbingan antisipasi,
distraksi, hypnosis diri, stimulasi kutaneus (Transcutaneus Electrical Nerve
Stimulation, TENS), masase kulit, dan relaksasi (Zuriati, 2018).
Kompres hangat merupakan tindakan yang dilakukan dengan
menggunakan kain handuk yang telah dicelupkan pada air hangat. Dengan
cairan yang hangat yang memiliki fungsi untuk menstabilkan darah, otot
menjadi rileks, keseimbangan metabolisme dan permeabilitas jaringan,
membuat perasaan nyaman dan mengurangi kecemasan sehingga
meringankan sensasi nyeri (Eneng et all., 2022).
Kompres hangat juga dapat dikombinasikan dengan pemberian
campuran tanaman herbal dalam pemberiannya. Tanaman herbal yang dapat
dikombinasikan dengan kompres hangat yaitu kayu manis mengandung
bermacam-macam bahan yaitu minyak atsiri (1-4%) yang berisi sinamaldehid
(60-80%), eugenol (sampai 10%) dan trans asam sinnamat (5-10%, senyawa
fenol (4- 10%), tannin, katechin, proanthocyanidin, monoterpen, dan
sesquiterpen (pinene), kalsium monoterpen oksalat, gum getah, resin, pati,
gula, dan coumarin dan kayu manis juga mempunyai kandungan kimia yang
sangat berperan sebagai antiiflamasi (Parwata et all., 2020).
Menurut Hartutik dan Gati (2021) ada Pengaruh kompres kayu manis
terhadap skala nyeri Arthritis Gout pada kelompok perlakuan sesudah
diberikan kompres kayu manis dan efek farmakologis yang dimiliki kayu
manis diantaranya sebagai peluruh kentuk, peluruh keringat, antirematik,
penambah nafsu makan, dan penghilang rasa sakit atau analgesic. Terapi
kompres kayu manis diberikan selama 1 minggu atau tujuh hari pada
responden (Antoni et all., 2020). Menurut Hafizah (2019) terapi kompres
hangat kayu manis dan kompres hangat jahe putih terbukti sama-sama efektif
4

untuk menurunkan nyeri pada penderita gout atrhritis. Menurut Fenia et all
(2022) kompres hangat kayu manis yang diberikan selama 15 menit efektif
untuk menurunkan skala nyeri pada pasien Atrhitis Gout.
Kompres kayu manis menggunakan (+15 gram), air untuk merebus
kayu manis sebanyak 200 cc kemudian campurkan kayu manis dan air hangat
dengan suhu +40-45 oC dan handuk kecil diletakkan di wadah/mangkok dan
diaduk seperti bubur dikompreskan pada area yang sakit selama 15-20 menit.
Skala nyeri yang dirasakan oleh lansia diukur dengan menggunakan NRS
(Numerical Ranting Scale) (Hartutik dan Gati, 2021).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hartutik (2021) menunjukan
bahwa terapi kompres hangat kayu manis selama 15-20 menit dengan
menggunakan kayu manis lebih kurang 15 gr, lalu air untuk merebus kayu
manis sebanyak 200 cc kemudian didihkan dan di tunggu agar tidak terlalu
panas, lalu dkompres pada sendi lansia penderita Arthritis Gout yang
mengalami nyeri, dan hasilnya ada pengaruh kompres kayu manis terhadap
penurunan skala nyeri Arthritis Gout pada sekelomopk yang sudah
melakukan penberian kompres kayu manis. Sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Febriyona (2023) yang menyimpulkan bahwa terdapat
pengaruh kompres kayu manis terhadap nyeri Arthritis Gout pada lanjut usia
di Desa Tihu Kecamatan Bone Pantai.
Berdasarkan studi pendahuluan yang di dapatkan di poli RSD Madani
Kota Pekanbaru pada tahun 2023 berjumlah 100 kasus dengan pasien yang
didiagnosis dengant Arthriti Gout. Jumlah ini masih fluktuatif saat ini dan
kemungkinan akan terjadi peningkatan dikarenakan pasien yang berobat ke
RSD Madani mayoritas berusia >50 tahun. Keluhan pasien masuk Rumah
Sakit dengan nyeri di bagian sendi hebat, serta sulit untuk melakukan
aktivitas sehari-hari. Keluhan yang dirasakan oleh pasien jika tidak diatasi
akan berdampak pada menurunnya kulitas hidup lansia. Terapi non
farmakologi kompres hangat kayu manis merupakan terapi yang dapat di
lakukan secara mandiri oleh pasien dan keluarga dalam mengatasi nyeri yang
dialami oleh lansia, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup lansia.
Berdasarkan penulis tertarik untuk dapat mengkaji secara mendalam akan
5

efektifitas pemberian terapi kompres hangat kayu manis dalam menurunkan


nyeri pada lansia dengan Arthriti Gout pada lansia.
B. Rumusan Masalah
Dalam memberikan asuhan keperawatan yang bermanfaat kepada
lansia penderita Gout Arthritis untuk menurunkan tingkat nyeri dibutuhkan
ketepatan prosedur.Pada proposal tesis ini akan melihat apakah ada hubungan
antara kompres hangat kayu manis terhadap penurunan tingkat nyeri pada
lansia dengan Gout Arthritis
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Dari karya ilmiah akhir ini, penulis bertujuan untuk menganalisis
asuhan keperawatan pada pasien lansia yang mengalami Gout Arthritis
dalam menurunkan nyeri sendi dengan teknik kompres hangat kayu manis.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian Gout Arthritis pada pasien dengan pemberian
kompres hangat kayu manis.
b. Menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien berdasarkan prioritas
c. Menyusun intervensi asuhan keperawatan nyeri kronis dan evidence
based practice kompres hangat kayu manis
d. Melakukan asuhan keperawatan dan terapi kompres hangat kayu manis
evidence based practice yang diberikan pada pasien Gout Arthritis
e. Mengevaluasi asuhan keperawatan dan penerapan evidence based
practice kompres hangat kayu manis pada pasien Gout Arthritis nyeri
kronis.
D. Manfaat
1. Institusi Kesehatan dan Tekhnologi Al Insyirah
Karya ilmiah akhir ini, maka pada dasarnya diharapkan dapat
dijadikan referensi dan sumber bahan bacaan yang dapat dijadikan
pengetahuan serta wawasan yang meluas baik bagi pembaca maupun
penulis. Selain itu, dapat dijadikan tambahan ilmu bagi pengalaman
praktik lain dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien Gout
Arthritis dengan nyeri kronis.
6

2. Responden
Karya ilmiah ini dapat dijadikan sebagai landasan dan sumber
informasi bagi pasien dan keluarga, sehingga dapat diaplikasikan oleh
pasien dan keluarga. Kemudian, kompres hangat kayu manis ini menjadi
intervensi yang perlu dilakukan bagi klien dengan keluhan nyeri pada
sendi
3. Penulis
Karya ilmiah ini dapat digunakan sebagai bahan referensi, landasan
dan tambahan sumber informasi bagi pihak-pihak yang akan melakukan
kajian yang serupa. Selain itu, dapat dijadikan referensi pembuktian
asuhan keperawatan dan perbaikan dalam pembuatan karya ilmiah ners
selanjutnya.
13

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka
1. Konsep Lansia
a. Definisi
Lanjut usia merupakan individu yang telah menginjak usia 60
tahun atau lebih, namun tidak dapat bekerja sendiri untuk memenuhi
kebutuhannya sehari-harinya (Ratnawati, 2017). Manusia lanjut usia atau
biasa disebut kelompok lanjut usia (ageing/elderly) adalah orang lanjut
usia yang mendapat perhatian atau pengelompokan terpisah ini
merupakan mereka yang telah berusia 60 tahun keatas (Bustan, 2015).
Proses menjadi tua akan dilalui oleh setiap individu dan menjadi tua
adalah tahap terakhir dari kehidupan. Saat masa tua ini, seseorang akan
mengalami kemunduran dari berbagai aspek seperti dari aspek fisik,
psikologis dan sosialnya, sehingga individu tidak mampu mengerjakan
pekerjaan setiap hari seperti biasanya. Menurut kebanyakan orang, masa
tua adalah masa yang tidak menyenangkan. Menurut definisi World
Health Organization (WHO), lansia merupakan orang yang sudah
mencapai usia 60 tahun. Merupakan golongan usia manusia tahap akhir
dalam hidupnya (WHO, 2016).

Lansia atau lanjut usia adalah akhir dari siklus hidup,yaitu masa
seseorang yang telah beranjak jauh dari masa sebelumnya yang lebih
menyenangkan atau beranjak dari waktu penuh manfaat (Sarwono,
2015).Lansia merupakan proses pertumbuhan dan perkembangan,
manusia yang tidak menjadi tua secara tiba-tiba,tetapi berkembang mulai
dari bayi,anak-anak,remaja hingga menjadi tua(Pujianti,2016).Lanjut
usia merupakan tahapan siklus terakhir kehidupan yang akan dialami
oleh setiap orang dan tidak ada yang dapat menghindarinya.
13

Pada tahap tua ini,seseorang akan mengalami hanya perubahan baik


dari segi fisik dan psikis,terutama penurunan bermacam fungsi serta
kemampuan yang telah dimiliki(Soejono,2013).
b. Batasan-batasan Lansia
WHO memberi batasan yaitu usia pertengahan (middle age) usia
45 hingga 59 tahun, usia lanjut (elderly) dari usia 60 hingga 74 tahun,
dan usia lanjut tua (old) dari usia 75 hingga sampai 90 tahun, serta usia
sangat tua (very old) usia yang melebihi 90 tahun (Nugroho, 2016).
Menurut Kementrian Kesehatan RI (2016), batasan-batasan lansia terdiri
dari beberapa kelompok yaitu:
1) Pralansia (Prasenilis) usia 45-59 tahun merupakan masa persiapan
usia lanjut.
2) Lansia (Lanjut Usia) telah berusia 60 tahun keatas.

3) Lansia resiko tinggi yaitu kelompok lanjut usia berusia 70 tahun


keatas atau kelompok lansia yang hidup sendiri, tinggal di panti,
memiliki penyakit atau cacat.
c. Karakteristik Lansia
Menurut pusdatin atau pusat data dan informasi,Kemenkes RI (2016),
karakteristik dilihat berdasarkan kelompok berikut ini :
1) Jenis kelamin. Usia harapan hidup perempuan adalah yang paling
tinggi sehingga lansia didominasi oleh jenis kelamin perempuan.
2) Status perkawinan. Penduduk lansia dilihat pada status
perkawinannya sebagian besar kawin 60%, cerai mati 37%, dan
lainnya 3 %.
3) Living arrangement. Angka beban tanggungan merupakan angka
yang digunakan sebagai pembanding antara jumlah orang yang
tidak berpenghasilan (umur 65 tahun) dengan orang berusia
produktif.
4) Kondisi kesehatan. Salah satu indikator yang digunakan untuk
melihat derajat kesehatan penduduk.
13

d. Perubahan-perubahan pada lanjut usia


Tulang mengalami kehilangan densitasnya serta makin rapuh dan
akan menjadi kifosis. Tinggi badan menjadi berkurang, tendon
mengerut sehingga menyebabkan lansia lambat untuk bergerak, otot
kram dan tremor.
Perubahan psikososial yang dialami oleh lansia sangat erat
kaitannya dengan keterbatasan produktivitasnya. Lansia yang berada
pada masa pensiun akan mengalami beberapa kehilangan sebagai
berikut (Ratnawati, 2018):
a. Kehilangan finansial atau pendapatan yang berkurang yang akan
berdampak pada kehidupan.
b. Kehilangan status atau jabatan pada posisi tertentu pada saat masih
bekerja dahulu.
c. Kehilangan kegiatan atau aktivitas. Kehilangan ini erat kaitannya
dengan hal berikut:
1) Merasakan atau sadar akan kematian, perubahan cara hidup akibat
penyakit seperti memasuki rumah perawatan dan pergerakan lebih
sempit.
2) Kemampuan ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan.
Penghasilan yang sedikit dan sulit dibandingkan dengan tuntutan
biaya hidup yang meningkat.
3) Adanya penyakit kronis dan keterbatasan kemampuan fisik.
4) Timbulnya kesepian akibat pengasingan dari lingkungan sosial.
5) Adanya gangguan saraf panca indra yang menyebabkan kebutaan.
6) Kehilangan kekuatan, ketegapan fisik, perubahan gambaran diri
dan konsep diri.
7) Kehilangan hubungan dengan orang terdekat, kerabat, teman
hingga pasangan hidup.
Berdasarkan buku ajar asuhan keperawatan gerontik, aplikasi
NANDA, NIC, dan NOC, (Aspiani, 2014) adapun perubahan pada
lansia meliputi perubahan fisik, perubahan kognitif, perubahan
psikososial. Salah satu perubahan fisik pada lansia adalah pada
13

sistem muskuloskeletal.

Sistem Muskuloskeletal Penurunan secara bertahap masa tulang


dan otot mulai terjadi sebelum memasuki usia 40 tahun :

1) Kehilangan kepadatan tulang (mobilitas) dan terjadinya


osteoporosis dan tulang menjadi rapuh.

2) Tulang mengalami Kifosis.

3) Keterbatasan pada bagian pinggang, lutut, pergelangan tangan


dan jari-jari.

4) Penipisan dan pemendekan diskus intervertebralis (penurunan


ketinggian).

5) Sendi menjadi lebih besar dan lebih keras.

6) Tendon berkontraksi dan mengeras.

7) Atrofi serat otot (kontraksi serat otot): kontraksi serat otot


membuat orang bergerak lambat, kram otot dan tremor.

8) Otot polos memiliki efek yang kecil.


2. Konsep Gout Arthritis
a. Defenisi
Gout Arthritis merupakan salah satu penyakit inflamasi sendi
yang paling sering ditemukan yang ditandai dengan penumpukan
kristal monosodium urat di dalam ataupun di sekitar persendian.
Monosodium urat ini berasal dari metabolisme purin. Hal penting
yang mempengaruhi penumpukan kristal urat adalah hiperurisemia
dan supersaturasi jaringan tubuh terhadap asam urat. Apabila kadar
asam urat di dalam darah terus meningkat dan melebihi batas ambang
saturasi jaringan tubuh, penyakit Gout Arthritis ini akan memiliki
manifestasi berupa penumpukan kristal monosodium urat secara
mikroskopis maupun makroskopis berupa tofi (Zahara, 2013).
Gout Arthritis adalah penyakit yang diakibatkan gangguan
metabolisme purin yang ditandai dengan hiperurisemia dan serangan
13

sinovitis akut berulangulang. Penyakit ini paling sering menyerang


pria usia pertengahan sampai usia lanjut dan wanita pasca menopause
(Nurarif & kusuma, 2016). Arthritis pirai (Gout) adalah suatu proses
inflamasi yang terjadi karena deposisi kristal asam urat pada jaringan
sekitar sendi. Gout terjadi akibat dari hiperurisemia yang berlangsung
lama (asam urat serum meningkat) disebabkan karena penumpukan
purin dan eksresi asam urat kurang dari ginjal (Sya’diyah, 2018).
Gout Arthritis akut biasanya bersifat monoartikular dan pada
sendi MTP ibu jari kaki, pergelangan kaki dan jari tangan. Nyeri sendi
hebat yang terjadi mendadak merupakan ciri khas yang
ditemukanpada Gout Arthritis Akut. Biasanya, sendi yang terkena
tampak merah, licin, dan bengkak. Klien juga menderita demam dan
jumlah sel darah putih meningkat. Serangan akut dapat diakibatkan
oleh tindakan pembedahan, trauma lokal, obat, alkohol dan stres
emosional serangan Gout Arthritis Akut biasanya dapat sembuh
sendiri. Sebagian besar gejala serangan akut akanberulang setelah 10-
14 hari walaupun tanpa pengobatan (Asikin, 2016).
b. Etiologi
Kadar asam urat dalam tubuh dipengaruhi oleh beberapa faktor,
contohnya yaitu pola makan dan gaya hidup. Pola makan meliputi
frekuensi makan, jenis makanan, dan jumlah makanan. Gaya hidup
merupakan pola tingkah laku sehari hari yang patut dijalankan oleh
suatu sosial ditengah masyarakat meliputi aktivitas fisik, kebiasaan
istirahat, dan kebiasaan merokok (Ridhoputrie et al., 2019). Menurut
Fitriana (2015) terdapat faktor resiko yang mempengaruhi gout
arthritis adalah:
13

1) Usia
Pada umumnya serangan gout arthritis yang terjadi pada
lakilaki mulai dari usia pubertas hingga usia 40-69 tahun,
sedangkan pada wanita serangan gout arthritis terjadi pada usia
lebih tua dari pada lakilaki, biasanya terjadi pada saat Menopause.
Karena wanita memiliki hormon estrogen, hormon inilah yang
dapat membantu proses pengeluaran asam urat melalui urin
sehingga asam urat didalam darah dapat terkontrol.

2) Jenis kelamin

Laki-laki memiliki kadar Asam Urat yang lebih tinggi dari


pada wanita, sebab wanita memiliki hormon ektrogen. Tetapi
menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Hartutitk dan Gati
(2021) didapatkan jumlah wanita yang mengalami asam urat lebih
banyak dari pada laki-laki yaitu sebesar 15 orang (68 %) Kadar
asam urat pada wanita umumnya rendah dan baru meningkat
setelah memasuki masa menopause, karena kelompok perempuan
mempunyai hormon estrogen yang ikut membantu dalam proses
pembuangan senyawa asam urat melalui urin. Masa menopause
dapat diperkirakan dalam rentang waktu 1 sampai 10 tahun. Oleh
karena itu, wanita lebih banyak mengalami nyeri sendi asam urat
ketika sudah masuk lanjut usia
3) Konsumsi purin yang berlebih
Konsumsi purin yang berlebih dapat meningkatkan kadar Asam
Urat di dalam darah, serta mengkonsumsi makanan yang
mengandung tinggi purin.

4) Konsumsi alkohol
5) Obat - obatan
Serum asam urat dapat meningkat pula akibat salisitas dosis rendah
(kurang dari 2-3 g/hari) dan sejumlah obat diuretik, serta
antihipertensi.
13

c. Patofisiologi

Patofisiologi Gout Artritis Peningkatan kadar asam urat serum


dapat disebabkan oleh pembentukan berlebihan atau penurunan ekskresi
asam urat, ataupun keduanya. Asam urat adalah produk akhir
metabolisme purin. Asam urat yang terbentuk dari hasil metabolisme
purin akan difiltrasi secara bebas oleh glomerulus dan diresorpsi
kemudian diekskresikan di nefron distal dan dikeluarkan melalui urin.
Pada penyakit gout terdapat gangguan keseimbangan metabolisme
(pembentukan dan ekskresi) dari asam urat tersebut:
1) Penurunan ekskresi asam urat secara idiopatik
2) Penurunan ekskresi asam urat sekunder, misalnya karena gagal ginjal
3) Peningkatan produksi asam urat, misalnya disebabkan oleh tumor
(yang meningkatkan cellular turnover) atau peningkatan sintesis
purin (karena defek enzim-enzim atau mekanisme umpan balik
inhibisi yang berperan).
4) Peningkatan asupan makanan yang mengandung purin.
5) Peningkatan produksi atau hambatan ekskresi akan meningkatan
kadar asam urat dalam tubuh.

Asam urat ini merupakan suatu zat yang kelarutannya sangat rendah
sehingga cenderung membentuk kristal. Penimbunan asam urat paling
banyak terdapat di sendi dalam bentuk kristal monosodium urat.
Mekanismenya hingga saat ini masih belum diketahui.Adanya kristal
monosodium urat ini akan menyebabkan inflamasi. Penimbunan kristal
urat dan serangan yang berulang akan menyebabkan terbentuknya
endapan seperti kapur putih yang disebut tofi/tofus (tophus) di tulang
rawan dan kapsul sendi. Di tempat tersebut endapan akan memicu reaksi
peradangan granulomatosa, yang ditandai dengan massa urat amorf
(kristal) dikelilingi oleh makrofag, lomfosit, fibroblast, dan sel raksasa
benda asing. Peradangan kronis yang persisten dapat menyebabkan
fibrosis sinovium, erosi tulang rawan, dan dapat diikuti oleh fusi sendi
(ankilosis). Tofus dapat berbentuk di tempat lain (misalnya tendon,
13

bursa, jaringan lunak). Pengendapan kristal asam urat dalam tubulus


ginjal dapat mengakibatkan penyumbutan dan nefropati gout. (Aspiani,
2014).
d. Manifestasi Klinis
Terdapat empat stadium perjalanan klinis Gout Arthritis yang tidak
diobati (Nurarif, 2015) diantaranya:
1) Stadium pertama adalah Hiperurisemia Asimtomatik. Pada stadium
ini Asam Urat serum meningkat dan tanpa gejala selain dari
peningkatan Asam Urat serum.
2) Stadium kedua Gout Arthritis Akut terjadi awitan mendadak
pembengkakan dan nyeri yang luar biasa, biasanya pada sendi ibu
jari kaki dan sendi Metatarsofalangeal.
3) Stadium ketiga setelah serangan Gout Arthritis Akut adalah tahap
Interkritikal. Tidak terdapat gejala-gejala pada tahap ini, yang dapat
berlangsung dari beberapa bulan sampai tahun. Kebanyakan orang
mengalami serangan Gout Arthritis berulang dalam waktu kurang
dari 1 tahun jika tidak diobati.
4) Stadium keempat adalah tahap Gout Arthritis Kronis, dengan
timbunan Asam Urat yang terus meluas selama beberapa tahun jika
pengobatan tidak dimulai. Peradangan Kronis akibat Kristal-kristal
Asam Urat mengakibatkan nyeri, sakit, dan kaku juga pembesaran
dan penonjolan sendi.
e. Tanda dan Gejala

Gejala klinis pada nyeri Arthritis atau asam urat menurut


Aspiani (2014). yaitu :

a. Kekakuan pada pagi hari pada persendian dan sekitarnya, selama


1 jam sebelum perbaikan maksimal.
b. Rasa nyeri dan pembengkakan pada persendian.

c. Pembengkakan salah satu persendian tangan.

d. Pembengkakan pada kedua belah sendi yang sama (simetris)

e. Nodul (benjolan) di bawah kulit ada penonjolan tulang.


13

Pada keadaan normal kadar asam urat serum pada laki-


laki mulai meningkat sampai setelah pubertas. Pada perempuan
kadar asam urat tidak meningkat sampai stelah menopause karena
estrogen meningkat ekskresi asam urat melalui ginjal. Setelah
menopause, kadar urat serum meningkat seperti pada pria. Gout
jarang ditemukan pada perempuan. Ada prevalensi familial dalam
penyakit yang mengesankan suatu dasar genetik dari penyakit ini.
Namun, ada beberapa faktor yang agaknya memengaruhi
timbulnya penyakit ini, termasuk diet, berat badan,dan gaya hidup
(Aspiani, 2014).

Salah satu gejela klinis yang paling utama dirasakan oleh


lansia adalah rasa nyeri pada persendian.
1) Konsep Nyeri
a) Defenisi
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak
menyenangkan bersifat sangat subjektif karena perasaan nyeri
berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau tingkatannya,
dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau
mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya (Hidayat, 2021).
Nyeri merupakan komponen emosi dan fisiologis yang
dikelompokkan menjadi nyeri akut dan kronik. Nyeri akut
diklasifikasikan sebagai nyeri yang berlangsung secara singkat
atau lamanya dapat diperkirakan, memiliki penyebab yang
dapat diidentifikasi, dan akan mereda ketika terjadi proses
penyembuhan. Nyeri kronik akan bertambah parah dan
semakin meningkat intensitasnya bersamaan dengan
berjalannya waktu, selanjutnya nyeri yang kronik dibagi
menjadi nyeri maligna dan nonmaligna (Syaripudin, 2021).
13

Nyeri Kronis merupakan keadaan dimana individu


mengalami dan mengeluh nyeri yang menetap atau intermitten
dan berlangsung lebih dari 6 bulan (Carpenito, 2013). Nyeri
kronis adalah suatu keadaan dimana klien mengalami dan
Melaporkan sensori yang tidak menyenangkan dan
pengalaman emosional yang muncul secara actual atau
potensial yang menggambarkan adanya kerusakan jaringan
(international for the study of pain). Nyeri kronis dapat
serangan mendadak atau dengan intensitas pelan dari ringan
sampai berat, konstan atau timbul berulang yang tidak dapat
diantisipasi dan tidak dapat diprediksi dengan durasi lebih dari
6 bulan (Zakiyah, 2015)

b) Etiologi
Penyebab nyeri kronis (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017):

(1) Kondisi musculoskeletal kronis


(2) Kerusakan system saraf
(3) Penekanan saraf
(4) Infiltrasi tumor
(5) Ketidakseimbangan neuortransmiter, neuromodulator, dan
reseptor.
(6) Gangguan imunitas (mis. Neuropati terkait HIV, Virus
Varicellazoster)
(7) Gangguan fungsi metabolic

(8) Riwayat posisi kerja statis.

(9) Kondisi pasca trauma

(10) Tekanan emosional

(11) Riwayat penganiayaan (mis. Fisik, psikologis,seksual)

(12) Riwayat penyalahgunaan obat/zat.


13

(13) Faktor Penyebab lain yang dapat mempengaruhi persepsi


dan reaksi masing-masing individu terhadap nyeri. Faktor-
faktor tersebut adalah :
(a) Usia
Sebagian lansia terkadang pasrah terhadap apa yang mereka
rasakan, mereka menganggap bahwa hal tersebut
merupakan konsekuensi penuaan yang tidak bisa dihindari

(b) Jenis kelamin

Secara umur pria dan wanita tidak berbeda secara signifikan


dalam berespon terhadap nyeri
(c) Perawat seringkali beramsusi bahwa cara berespon pada
setiap individu dalam masalah nyeri adalah sama, sehingga
mereka mencoba mengira bagaimana pasien berespon
terhadap nyeri
(d) Makna nyeri

Makna nyeri pada seseorang mempengruhi pengalaman


nyeri dan cara seseorang beradaptasi dengan nyeri.
(e) Lokasi

Nyeri yang dirasakan bervariasi dalam intensitas dan tingkat


keparahan pada masing-masing individu. Ada yang
melaporkan nyeri seperti ditusuk, nyeri tumpul, berdenyut,
terbakar, dan lainlain.
(f) Perhatian Tingkat perhatian seseorang terhadap nyeri akan
mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat
terhadap nycri akan meningkatkan respon nyeri, sedangkan
upaya pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan
penurunan respon nyeri.
(g) Ansietas (Kecemasan)

Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks,


ansietas yang dirasakan sescorang seringkali meningkatkan
13

persepsi nyeri, akan tetapi nyeri juga dapat menimbulkan


pcrasaan ansietas.

(h) Keletihan
Keletihan/kelelahan yang dirasakan seseorang akan
meningkatkan sensasi nyeri dan menurunkan kemampuan
koping individu

(i) Pengalaman sebelumnya


Setiap indivudu yang mcmpunyai pengalaman nyeri akan
lebih mudah menghadapi nyeri pada masa mendatang tetapi
tidak berarti untuk semua individu
(j) Dukungan keluarga dan sosial
(k) Individu yang mengalami nyeri seringkali membutuhkan
dukungan, bantuan, perlindungan dari anggota keluarga
lain, atau teman terdekat, Walaupun nyeri masih dirasakan
oleh klien, kehadiran orang terdekat akan meminimalkan
kesepian dan ketakutan (Prasetyo, 2010).
c) Batasan Karakteristik Batasan Karakteristik Nyeri Kronis
berdasarkan (Tim pokja SDKI DPP PPNI, 2017) yang terbagi
menjadi 2 yaitu tanda gejala minor dan mayor yang
dijelaskan sebagai berikut :
1) Gejala dan tanda
Mayor Subyektif :
(a) Mengeluh Nyeri.
(b) Merasa Depresi (tertekan)
Obyektif :

(a) Tampak meringis.

(b) Gelisah.

(c) Tidak mampu menuntaskan aktivitas.

2) Gejala dan tanda


Minor Subyektif :
13

(a)Merasa takut mengalami cedera


berulang.’ Obyektif :
(a) Bersikap protektif (misalnya, posisi menghindari nyeri)

(b) Waspada

(c) Pola tidur berubah

(d) Anoreksia

(e) Fokus menyempit

(f) Berfokus pada diri sendiri.

d) Kondisi Klinis Terkait

Beberapa kondisi klinis terkait nyeri kronis


berdasarkan (Tim pokja SDKI DPP PPNI, 2017) yaitu
(1) Kondisi Kronis (misalnya, Arthritis Reumathoid,
Gout, dll)

(2) Infeksi.

(3) Cedera medula spinalis.

(4) Kondisi pasca trauma.

(5) Tumor.

e) Penilaian Respon Intensitas Nyeri

Pengkuran nyeri lansia dengan arthritis gout pada


pengaplikasian ini menggunakan NRS (Numeric Rating
Scale). Skala nyeri pada angka 0 berarti tidak nyeri,
angka 1-3 menunjukkan nyeri yang ringan, angka 4-6
termasuk dalam nyeri sedang, sedangkan angka 7- 9
merupakan kategori nyeri berat dan angka 10
merupakan kategori nyeri sangat berat. Oleh karena itu,
skala NRS akan digunakan sebagai instrumen
penelitian (Potter & Perry, 2015).
Numeric Rating Scale (NRS)
13

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Menurut skala nyeri dikategorikan sebagai berikut:


0 : Tidak Nyeri

1-3 : Nyeri Ringan

4-6 : Nyeri Sedang

7-9 : Nyeri Berat

10 : Nyeri Sangat Berat

Kategori penilaian pada comparative pain scale menurut Alice Rich, RN


(2016) adalah sebagai berikut :
1. Skala 0 : Tidak nyeri
2. Skala 1 (sangat ringan) : nyeri hamper tidak terasa,
sangat ringan seperti gigitan nyamuk, sebagian besar waktu anda
tidak pernah berpikir tentang rasa sakit
3. Skala 2 (tidak menyenangkan) : nyeri ringan, seperti cubitan
ringan pada kulit
4. Skala 3 (bisa ditoleransi) : nyeri sangat terasa seperti
pukulan ke hidung menyebabkan hidung berdarah atau seperti
suntikan dari dokter
5. Skala 4 (menyedihkan) : kuat, nyeri yang dalam
seperti sakit gigi/rasa sakit dari sengatan lebah
6. Skala 5 (sangat menyedihkan) : kuat, dalam, nyeri yang
menusuk seperti pergelangan kaki terkilir

7. Skala 6 (intens) : kuat, dalam, nyeri yang


menusuk begitu kuat sehingga tampaknya mempengaruhi
sebagian indra anda, menyebabkan tidak fokus, komunikasi
terganggu
8. Skala 7 (sangat intens) : sama seperti kategori skala
6, rasa sakit benar-benar mendominasi indra anda menyebabkan
13

tidak dapat berkomunikasi dengan baik dan tidak mampu


melakukan perawatan diri
9. Skala 8 (benar-benar mengerikan) : nyeri begitu kuat sehingga
anda tidak lagi dapat berpikir jernih dan sering mengalami
perubahan kepribadian yang parah jika sakit datang dan
berlangsung lama
10. Skala 9 (menyiksa tidak tertahankan) : nyeri begitu kuat
sehingga anda tidak bisa mentolerirnya dan sampai menuntut
untuk segera menghilangkan rasa sakit apapun caranya, tidak
peduli efek samping/resikonyaSkala 10 (sakit tidak
terbayangkan,tidak dapat diungkapkan) : nyeri begitu kuat, tidak
sadarkan diri, kebanyakan orang tidak pernah mengalami skala
rasa sakit ini, seperti mengalami kecelakaan parah, tangan
hancur, dan kesadaran akan hilang sebagai akibat dari rasa sakit
yang luar biasa
11. Skala 10 (sakit tidak terbayangkan,tidak dapat diungkapkan) :
nyeri begitu kuat, tidak sadarkan diri, kebanyakan orang tidak
pernah mengalami skala rasa sakit ini, seperti mengalami
kecelakaan parah, tangan hancur, dan kesadaran akan hilang
sebagai akibat dari rasa sakit yang luar biasa parah.

B. Penatalaksanaan Gout Arthritis


Gout Arthritis terdiri dari farmakolgis dan non-farmakologis.
1. Pengobatan secara farmakologi antara lain;

a. Pengobatan serangan akut dengan Colchine 0,6 mg PO,


Colchine1,0 - 3,0 mg (dalam Nacl/IV), phenilbutazon,
Indomethacin.
b. Colchines (oral/iv) tiap 8 jam sekali untuk mencegah
c. Nostreoid, obat - obatan anti inflamasi (NSAID) untuk nyeri
daninflamasi.
d. Allopurinol untuk menekan atau mengontrol tingkat asam
urat dan untuk mencegah serangan.
13

e. Uricosuric untuk meningkatkan eksresi asam urat dan


menghambat akumulasi asam urat.
f. Terapi pencegahan dengan meningkatkan eksresi asam urat
menggunakan probenezid 0,5 g/hari atau sulfinpyrazone
(Anturane) pada pasien yang tidak tahan terhadap benemid
atau menurunkan pembentukan asam urat dengan Allopurinol
100 mg 2x/hari (Junaidi, 2013).
2. Terapi non-farmakologi merupakan strategi esensial dalam
penanganan Gout Arthritis, seperti istirahat yang cukup,
modifikasi diet, mengurangi asupan alkohol dan menurunkan
berat badan, menggunakan kompres hangat, kompres hangat
dengan kombinasi tanaman herbal yaitu kayu manis(Nurarif,
2015).
a) Konsep Kompres Hangat Kayu Manis
a. Pengertian Kompres Hangat Kayu Manis
Kompres hangat kayu manis adalah memberikan rasa
hangat pada penderita asam urat. Kompres hangat kayu
manis juga digunakan sebagai terapi alternatif untuk
menurunkan skala nyeri tanpa menggunakan obat- obatan
kimia. (Margorowati & Priyanto, 2018)
b. Kandungan Kayu Manis
Kulit kayu manis mengandung bermacam-macam
bahan yaitu minyak atsiri (1-4%) yang berisi sinamaldehid
(60-80%), eugenol (sampai 10%) dan trans asam sinnamat
(5-10%, senyawa fenol (410%), tannin, katechin,
proanthocyanidin, monoterpen dan sesquiterpen (piene),
kalsium monoterpen oksalat, gum getah, resin, pati, gula
dan coumarin (Margowati & Priyanto, 2018). Bubuk kayu
manis mengandung sinamaldehid dapat menghambat kerja
peradangan. Minyak atsiri pada kulit kayu manis
mengandung eugenol, dimana eugenol mempunyai rasa
yang sangat pedas dan panas sehingga mampu membuka
13

pori-pori kulit. Kandungan sinamaldehid mampu masuk


kedalamtubuh denganadanya pelebaran pori-pori tersebut.
Sinamaldehid juga mampu menghambat lipoxygenase.
Lipoxygenase ini merupakan mediator didalam tubuh yang
mengubah asam Free Arachidonic Acid menjadi
leukotrienes. Jika leukotrinnya menurun maka proses
inflamasi berkurang. Salah satu dari tanda inflamasi
merupakan nyeri. Sehingga nyeri dapat berkurang dengan
adanya pengompresan kayu manis dengan air hangat
(Amalia, 2018).

c. Manfaat Kayu Manis

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Margowati


(2018) efek farmakologis kayu manis sebagai peluruh
kentut, peluruh keringat, antirematik, penambah nafsu
makan, dan penghilang rasa sakit atau analgesic.
d. Kompres Hangat Kayu Manis
Secara teori kompres hangat bertujuan untuk
melebarkan pembuluh darah sehingga meningkatkan
sirkulasi darah kebagian yang nyeri, menurunkan
ketegangan otot sehingga mengurangi nyeri akibat spasme
otot atau kekakuan otot maupun sendi (Prasetyaningrum,
2013).
Penambahan campuran kayu manis dalam terapi
kompres hangat dapat lebih meningkatkan terjadinya
penurunan nyeri, karena kayu manis mengandung anti
inflamasi dan anti rematik yang berperan dalam proses
penyembuhan peradangan sendi yang terjadi pada gout
arthritis. Hal ini dikarenakan kayu manis mengandung
sinamaldehid yang dapat menghambat proses peradangan
sehingga dapat mengatasi nyeri gout arthritis. Minyak atsiri
pada kayu manis mengandung eugenol, dimana eugenol
mempunyai rasa yang sangat pedas dan panas sehingga
13

mampu membuka pori-pori kulit. Kandungan kayu manis


yang berperan dalam inflamasi berasal dari sinamaldehid.
Kandungan sinamaldehid mampu masuk ke dalam sistemik
tubuh dengan terjadinya pelebaran pori-pori kulit.
Sinamaldehid diduga mampu menghambat lipoxygenase
yang merupakan mediator didalam tubuh yang mampu
mengubah asam free arachidonic acid menjadi leukotrienes.
Free arachidonic acid adalah asam lemak tak jenuh yang
merupakan bahan pembentukan leukotritny. Jika
leukotrinya menurun maka proses inflamsi akan terhambat
dan keluhan nyeri yang dirasakan berkurang
(Prasetyaningrum, 2013).
Hasil penelitian Hartutik dan Gati mengatakan bahwa
pemberian kompres kayu manis dapat lebih meningkatkan
terjadinya penurunan nyeri, karena kayu manis mengandung
anti inflamasi dan anti rematik yang berperan dalam proses
penyembuhan peradangan sendi yang terjadi pada athritis
gout dengan p value (0,003)( α ≤ 0,05). Alat dan bahan
yang digunakan adalah serbuk kayu manis +15 gram, air
untuk merebus kayu manis sebanyak +200 cc, waslap,
baskom. Cara pembuatan kompres adalah dengan merebus
kayu manis hingga mendidih kemudian dimasukan kedalam
baskom. Selanjutnya masukan waslap, siap digunakan
untuk kompres saat air 40-45oC, dan lakukan kompres
selama 15-20 menit di daerah nyeri. Skala nyeri yang
dirasakan oleh lansia diukur dengan menggunakan NRS
(Numerical Ranting Scale)(Hartutik dan Gati, 2021).
13

c. Pathway
Skema 1 Pathway Gout Atrhritis

Keluhan nyeri berkurang/


hilang

Mengurangi nyeri akibat


kekauan otot dan sendi

Proses inflamansi terhambat

Menurunya
ketegangan otot

Meningkatnya sirkulasi
darah kebagian nyeri

Pelebaran pada pembuluh


darah

Terapi kompres hangat


kayu manis

Terapi Komplementer

Non Farmakologis

Farmakologis

NSAID

Sumber : (Nuarif, 2015)


13

C. Konsep Asuhan Keperawatan pada Lansia dengan Gout Arthritis


1. Pengkajian

Pengkajian adalah langkah awal dari proses keperawatan,


kemudian dalam mengkaji harus memperhatikan data dasar dari
klien, untuk informasi yang diharapakan dari klien (Tim Pokja
SDKI DPP PPNI, 2017).
Fokus pengkajian pada Lansia dengan Gout Arthritis:

a. Identitas

Meliputi nama, usia, jenis kelamin, alamat, pendidikan dan


pekerjaan.
b. Keluhan Utama Keluhan utama yang menonjol pada klien Gout
Arthritis adalah nyeri dan terjadi peradangan sehingga dapat
menggangu aktivitas klien.
c. Riwayat Penyakit Sekarang Didapatkan adanya keluhan nyeri
yang terjadi di otot sendi. Sifat dari nyerinya umumnya seperti
pegal/di tusuk-tusuk/panas/di tarik- tarik dan nyeri yang
dirasakan terus menerus atau pada saat bergerak, terdapat
kekakuan sendi, keluhan biasanya dirasakan sejak lama dan
sampai menggangu pergerakan dan pada Gout Arthritis Kronis
didapakan benjolan atan Tofi pada sendi atau jaringan sekitar.
d. Riwayat Penyakit Dahulu Penyakit apa saja yang pernah
diderita oleh klien, apakah keluhan penyakit Gout Arthritis
sudah diderita sejak lama dan apakah mendapat pertolongan
sebelumnya dan umumnya klien Gout Arthritis disertai dengan
Hipertensi.
e. Riwayat Penyakit Keluarga Kaji adakah riwayat Gout Arthritis
dalam keluarga.
f. Riwayat Penyakit Keluarga Kaji adakah riwayat Gout Arthritis
dalam keluarga.
g. Riwayat Psikososial Kaji respon emosi klien terhadap penyakit
13

yang diderita dan penyakit klien dalam lingkungannya. Respon


yang didapat meliputi adanya kecemasan individu dengan rentan
variasi tingkat kecemasan yang berbeda dan berhubungan erat
dengan adanya sensasi nyeri, hambatan mobilitas fisik akibat
respon nyeri dan kurang pengetahuan akan program pengobatan
dan perjalanan penyakit. Adanya perubahan aktivitas fisik
akibat adanya nyeri dan hambatan mobilitas fisik memberikan
respon terhadap konsep diri yang maladaptif.
h. Riwayat Nutrisi Kaji riwayat nutisi klien apakah klien sering
menkonsumsi makanan yang mengandung tinggi Purin.
i. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, palpasi,
perkusi dan auskultasi dari ujung rambut hingga ujung kaki (head
to toe). Pemeriksaan fisik pada daerah sendi dilakukan dengan
inspeksi dan palpasi. Inspeksi yaitu melihat dan mengamati daerah
keluhan klien seperti kulit, daerah sendi, bentuknya dan posisi saat
bergerak dan saat diam. Palpasi yaitu meraba daerah nyeri pada
kulit apakah terdapat kelainan seperti benjolan dan merasakan suhu
di daerah sendi dan anjurkan klien melakukan pergerakan yaitu
klien melakukan beberapa gerakan bandingkan antara kiri dan
kanan serta lihat apakah gerakan tersebut aktif, pasif atau
abnormal.
j. Pemeriksaan Diagnosis

(1) Asam Urat meningkat dalam darah dan urin.

(2) Sel darah putih dan laju endap darah meningkat


(selama fase akut).

(3) Pada aspirasi cairan sendi ditemukan krital urat.

(4) Pemeriksaan Radiologi


13

2) Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang jelas,


padat dan pasti tentang status dan masalah kesehatan klien yang
dapat diatasi dengan tindakan keperawatan. Dengan demikian,
diagnosis keperawatan ditetapkan berdasarkan masalah yang
ditemukan. Diagnosis keperawatan akan memberikan gambaran
tentang masalah dan status kesehatan, baik yang nyata (aktual)
maupun yang mungkin terjadi (potensial) Tim Pokja SDKI DPP
PPNI, 2017).

Diagnosa yang dapat muncul pada klien Gout Arthritis yang


telah disesuaikan dengan SDKI (2017) adalah:
a) Nyeri kronis berhubungan dengan kondisi kronis ( gout
Arthritis) (D.0078).
b) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
persendian (D.0054).
c) Hipertemia berhubungan dengan proses penyakit
(D.0130).
d) Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait
penyakit (D.0074).
e) Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan
kelebihan cairan (peradangan kronik akibat adanya kristal
urat) (D.0129).
f) Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri pada
persendian (D. 0055).
3) Intervensi Keperawatan
Perencanaan Perencanaan keperawatan adalah penyusunan rencana
tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk mengatasi
masalah sesuai dengan diagnosis keperawatan yang telah
ditentukan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan klien (Tim Pokja
SDKI DPP PPNI, 2017).
13

Tabel 1 Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa Tujuan dasn kriteria Intervensi


keperawatan hasil

1 Nyeri kronis Setelah dilakukan Manajemen Nyeri


berhubungan tindakan Observasi
dengan kondisi keperawatan 1. Identifikasi lokasi,
kronis (D.0078). diharapkan tingkat karakteristik, durasi,
nyeri menurun rekuensi, kualitas, intensitas
dengan kriteria hasil nyeri
: 2. Identifikasi skala nyeri

1. Keluhan Nyeri 3. Idenfitikasi respon nyeri

menurun non verbal

2. Frekuensi nadi 4. Identifikasi factor yang

membaik memperberat dan

3. Pola nafas memperingan nyeri

membaik 5. Identifikasi pengetahuan

4. Gelisah menurun dan keyakinan tentang

5. Kesulian tidur nyeri

menurun 6. Identifikasi pengaruh nyeri


pada kualitas hidup
7. Monitor keberhasilan
terapi komplementer yang
sudah diberikan
8. Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik
1. Berikan Teknik non
farmakologis untuk
mengurangi nyeri (mis:
13

TENS,hypnosis,
akupresur, terapi music,
biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, Teknik
imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis: suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan
tidur
4. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi

1. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan
analgesik secara tepat
5. Ajarkan Teknik
farmakologis untuk
mengurangi nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
13

2 Gangguan Setelah dilakukan 1. Monitor vital sign sebelum


mobilitas fisik asuhan keperawatan dan sesudah latihan.
berhubungan diharapkan klien 2. Kaji tingkat mobilisasi
dengan nyeri mampu melakukan klien.
persendian rentan gerak aktif dan Bantu klien untuk
(D.0054). Ambulasi secara melakukan rentan gerak
perlahan dengan aktif maupun rentan gerak
kriteria hasil : pasif pada sendi.
1. Klien meningkat 4. Lakukan ambulasi dengan
dalam aktivitas alat bantu (misalnya
fisik. tongkat, kursi roda,
2. Mengerti tujuan walker, kruk).
dari peningkatan 5. Latih klien dalam
mobilisasi. pemenuhan kebetuhan
3. Memperagaan ADLs secara mandiri
penggunaan alat 3. sesuai kemampuan
bantu.
3 Gangguan rasa Setelah dilakukan 1. Identifikasi tingkat
nyaman asuhan keperawatan kecemasan. Gunakan
berhubungan diharapkan status pendekatan yang
dengan gejala kenyamanan menenangkan.
terkait penyakit meningkat dengan
2. Temani klien untuk
(D.0074). kriteria hasil :
memberikan keamanan dan
1. Mampu mengontrol
mengurangi takut.
kecemasan.
3. Dengarkan dengan penuh
2. Status lingkungan
perhatian.
yang nyaman.
3. Dapat mengontrol 4. Dorong klien untuk
nyeri. mengungkapkan perasaan,
4. Kualitas tidur dan ketakutan, persepsi.
istirahat adekuat 5. Instruksikan klien
menggunakan teknik
13

rileksasi.

6. Kaloborasi pemberian obat


untuk mengurangi
kecemasan.
4 Gangguan Setelah dilakukan 1. Monitor dan catat
pola tidur asuhan keperawatan kebutuhan tidur klien
berhubungan diharapkan jumlah jam setiap hari dan jam.
dengan nyeri tidur klien dalam batas 2. Determinasi efek-efek
pada normal dengan kriteria medikasi terhadap pola
persendian hasil : tidur.
(D.0055). 3. Jelaskan pentingnya
1. Jumlah jam tidur
tidur yang adekuat.
dalam batas
4. Fasilitasi untuk
normal 6-8
mempertahankan
jam/hari.
aktivitas sebelum tidur
2. Pola tidur dan
(membaca).
kualitas tidur
5. Ciptakan lingkungan
dalam batas
yang nyaman.
normal.
6. Diskusikan dengan
3. Perasaan segar klien tentang teknik
setelah tidur dan tidur klien
istirahat.

4. Mampu
mengidentifikasi
halhal yang
meningkatkan
tidur
13

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan merupakan komponen dari proses


keperawatan yaitu katagori dari prilaku keperawatan dimana
tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang
diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan
diselesaiakan. Dalam teori, implementasi dari rencana asuhan
keperawatan mengikuti komponen perencanaan dari proses
keperawatan. Namun demikian, di banyak lingkungan perawatan
kesehatan, implementasi mungkin dimulai secara langsung setelah
pengkajian (Potter & Perry, 2010).

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah proses keperawatan yang
memungkinkan perawat untuk menentukan apakah intervensi
keperawatan telah berhasil meningkatkan kondisi pasien (Potter &
Perry, 2010).
35

BAB III

GAMBARAN KASUS KELOLAAN UTAMA

A. IDENTITAS KLIEN
Nama : Tn. T
Tanggal masuk : 07 Desember 1954
Umur : 70 tahun
No. Rekam medik : 023547
Alamat Rumah : Jl. Uka Garuda Sakti
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Pendidikan Terakhir : SMP
Pekerjaan : Wiraswasta
Suku : Minang

B. RIWAYAT PENYAKIT
1. Pengkajian
a. Keluhan Utama
Tn T yang berusia 70 tahun datang poli ke Penyakit Dalam
RSD Madani dengan keluhan nyeri dan sakit pada lutut, sering
merasa kesemutan dan kaku pada tangan dan kakinya ,rasa tidak
nyaman pada jari tangannya menetap dan tidak hilang dengan
durasi 1-2 jam, pada kedua lutut seperti di tusuk-tusuk, terasa
lemas,memerah dan bengkak saat meradang kuat
b. Riwayat penyakit dahulu
Tn T memiliki riwayat penyakit Hipertensi dan Asam Urat
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada saat dilakuan pengkajian Tn T keadaan umum pasien
baik dengan keluhan nyeri dan sakit pada lutut, sering merasa
kesemutan dan kaku pada tangan dan kakinya,rasa tidak nyaman
pada jari tangannya menetap dan tidak hilang dengan durasi 1-2
jam, pada kedua lutut seperti di tusuk-tusuk, terasa lemas.,
36

TD : 170/90 mmHg, Hr:98x/m, S:36,8C, RR:20x/m, Nyeri


dirasakan sejak 1 tahun. Nyeri persendian lututnya semakin
bertambah ketika musim hujan dan ketika salah makan seperti
makan kacang-kacangan dan sayuran hijau, maka setelah itu
nyerinya semakin menjadi dan meradang.
C. KEBIASAAN SEHARI-HARI
a. Biologis
1. Pola makan : pola makan 3x/hari, porsi makan
sebanyak ½ porsi
2. Pola minum : 5-6 gelas ukuran 200ml dan setiap
pagi meminum teh.
3. Pola tidur : mengatakan tidur siang sekitar 1-2
jam(terkadang tidak ada) perhari dan tidur malam + 5
jam perhari.pasien tidur tidak teratur, kadang tidur
diatas jam 12 keatas.Selama sakit pasien tidak ada
tidur siang namun tidur malam cukup 6-7 jam/ hari.
Kebiasaan sebelum tidur malam setelah menonton
berita tv sekitar 30 menit kemudian lanjut istirahat
malam.
4. Pola eliminasi (BAB/BAK) : BAB 1 x 2 hari, ketika
BAB tidak terasa nyeri dan sakit, BAB tidak keras
dan tidak cair, dan tidak ada keluhan dalam BAB.
Pasien mengatakan BAK 6-7 kali dalam sehari, warna
jernih kekuningan, tidak ada nyeri dan sakit saat BAK
5. Aktivitas sehari-hari : saat beraktifitas pasien mandiri
6. Rekreasi : tidak ada rekreasi dalam 1 tahun terakhir
b. Psikologis
Keadaan emosi : pasien tampak semangat untuk harapan
ceat sembuh dan bisa melaksanakn aktifitas sehari hari
dengan baik.
37

c. Sosial
1. Dukungan keluarga :
Keluarga mendukung pengobatan, keluarga yang
membawa pasien ke Poli Penyakit Dalam ke RSD
Madani Pekanbaru
2. Hubungan antar keluarga :
Harmonis dan saling mendukung, tempat bertukar
pikian dan mendapatkan nasehat
3. Hubungan dengan orang lain : Baik,sosialisasi aktif
dimasyarakat
d. Spiritual
1. Pelaksanaan ibadah : sholat 5 waktu
2. Keyakinan tentang kesehatan :
Setiap penyakit pasti ada obatnya dan Allah maha
menyembuhkan segala penyakit.

D. PEMERIKSAAN FISIK
a) Tanda vital
1. Keadaan umum : Sedang
2. Kesadaran : Compos Mentis
3. Tanda tanda vital TD : 150/80 mmHg ,
Nadi: 97x/I, RR: 20x/ menit, T: 36.8C
4. Status gizi
Baik dengan Tinggi Badan: 152 cm dan BB: 65 Kg.
b) . Kebersihan perorangan
1. Kepala
a. Rambut : warna rambut beruban,bersih, dan bentuk
rambut ikal.
b. Mata : distribusi alis dan bulu mata merata, mata simetris,
kondisi tulang orbital normal, refleks kornea positif, tidak
ada lesi,pergerakan bola mata normal, konjungtiva tidak
anemis, lapang pandang baik
38

c. Hidung hidung simetris, tidak ada cuping hidung,tidak


ada massa,lubang hidung paten, hidung terlihat bersih,
tidak ada nyeri, tidak terpasang NGT,daya penciuman
baik, pasien tidak terpasang nasal kanul oksigen
d. Mulut: mulut simetris, warna bibir tidak pucat, rongga
mulut dan lidah bersih, gigi lengkap, pergerakan lidah
baik, tidak ada gigi palsu
e. Telinga: tidak ada pembengkakan tulang mastoid, liang
telinga bersih,membran timpani baik, tidak ada
nyeri,tidak ada massa,tidak ada infeksi,pendengaran baik
c) Leher :
Kondisi otot leher baik, teraba arteri karotis, tidak ada
pembesaran kelenjar tiroid, trakea simetris, tidak ada lesi,
tidak ada pembengkakan kelenjar getah bening.
d) Dada / Thorak
1. Paru-paru :
a. Inspeksi : tidak ada retraksi
b. Palpasi : tidak benjolan dlapang paru
c. Perkusi : redup
d. Auskultasi : vesikuler
e) Jantung :
a. Inspeksi : tidak ada luka atau jejas didada, tidak ada
pembengkakan
b. Palpasi: Ictus cordis teraba di interkosta 4-5, tidak ada
massa, tidak ada pembengkakan
c..Perkusi: dulnes atau pekak (midklavikula)
d. Auskultasi : S1 dan S2 reguler (lup dup)
f.) Abdomen :
a. Inspeksi: abdomen terlihat datar
b. Palpasi: turgor kulit elastis, tidak ada nyeri tekanan
c. Perkusi: perkusi didapatkan bunyi pekak/ dulnes
pada bagian kanan,bunyi timpani pada abdomen
39

bagian kiri
d.Auskultasi:Bising usus normal, bising usus 17x/menit
g.)Muskuloskeletal :
Pemeriksaan tangan didapatkan tangan simetris kiri dan
kanan,CRT<3 detik, warna kulit sama dengan warna kulit
lainnya, tekstur kulit lembab, kekuatan otot tangan
baik,kekuatan otot kaki menurun jadi 4/4. rentang gerak
sendi terganggu, akral hangat, tidak ada massa, tidak ada
fraktur, memerah dan bengkak.

E. INFORMASI PENUNJANG

1. Diagnosa medis : Gout Arthritis


2. Laboratorium :
Hasil laboratorium tanggal 4 Januari 2023 didapatkan hasil:
a Hemoglobin 12,5 g/dL (12-16q/dl)
b Leukosit 10 x 103/uL (4,0-11,0ribu/uL)
c Trombosit 319 x 103/uL (150-450ribu/uL)
d Eritrosit 4.68 x 106/uL (4,1-5,1uta/uL)
e Hematokrit 38.6 % (36-47%)
f Asam uratnya 8 mg/dL (3,4-7,6 mg/dL)

3. Radiologi Foto Thorax tanggal 4 Januari 2023


didapatkanhasil: Cardiomegali.
4. EKG : Normal
5. Terapi medis : Allopurinol 2 x100 mg, Amlodipine besilate
1 x 10 mg, Ranitidine HCL 2x50mg, Methyl Prednisolone
2x4mg, Asam mefenamat 3x 500mg.
40

Tabel 2 Analisa Data


Data Etiologi Masalah
Keperawatn
41
DATA SUBJEKTIF Kondisi kronis Nyeri Kronis
(Gout Arthritis).
- Pasien mengatakan sering
merasa nyeri dibagian kedua
lutut dan kesemutan pada
jari-jari tangan.

- Nyeri seperti ditusuk-tusuk,


nyeri hilang timbul dengan
durasi 1-2 jam dan tidak
menetap
DATA OBJEKTIF :
- Kadar asam urat= 8 mg/dL (28
Desember 2023)
- Pasien tampak meringis
- Skala nyeri
5 Januari 2024 : Skala 5
6 Januari 2024 : Skala 6
8 Januari 2024 : Skala 5
9 Januari 2024 : Skala 5
- Nadi : 86x/I
- TD : 150/80 mmHg
- P :20x/I
- S : 36,8 oC
- Tampak perubahan bentuk jari
yaitu tanda dan gejala
peradangan yang terjadi pada
jari tangan (kemerahan dan
pembengkakan) dan lutut
(kemerahan) serta lutut teraba
panas.
DATA SUBJEKTIF Nyeri Gangguan Pola
- Pasien mengatakan tidur siang Tidur
sekitar 1-2 jam perhari dan
tidur malam + 5 jam
perhari.Pasien tidur tidak
teratur, kadang tidur diatas
jam 12 keatas
- Pasien mengatakan mengalami
masalah sulit untuk memulai
42

Diag12. Diagnosa K2. Dignosa Keperawatan


Dari hasil analisa data diatas maka dapat disimpulkan bahwa
diagnosa keperawatan pada pasien berdasarkan urutan prioritas yaitu:
1) Nyeri kronis berhubungan dengan kondisi kronis (D.0078)
2) Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri pada
persendian (D.0055)
3) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
persendian (D.0054)

3. Rencana Keperawatan
Berdasarkan analisa data pada studi kasus ini, didapatkan masalah
keperawatan yang muncul yaitu nyeri kronis dan gangguan pola
tidur,gangguan mobilitas fisik, Intervensi yang diberikan selama
merawat pasien berfokus pada masalah keperawatan prioritas yaitu
nyeri kronis. Rencana keperawatan yang diberikan berdasarkan
panduan dari Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) dan
Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) serta pemberian terapi
non farmakologi berdasarkan Evidence Based Practice berupa
kompres hangat kayu manis untuk mengurangi nyeri Gout Arthritis
pada pasien.
Diagnosa SLKI SIKI
1. Nyeri Kronis Setelah dilakukan tindakan
Manajemen Nyeri (I.08238)
43
keperawatan, diharapkan
Observasi
nyeri dapat berkurang
1) Identifikasi lokasi,
dengan kriteria hasil:
karakteristik, durasi,
(L.08066)
frekuensi, kualitas, intensitas
1) Keluhan Nyeri
nyeri
menurun
2) Identifikasi skala nyeri
2) Frekuensi nadi
3) Idenfitikasi respon nyeri non
membaik
verbal
3) Pola nafas membaik
4) Identifikasi faktor yang
4) Gelisah menurun
memperberat dan
5) Kesulian tidur
memperingan nyeri
membaik
5) Identifikasi pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri
6) Identifikasi pengaruh nyeri
pada kualitas hidup
7) Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
8) Monitor efek samping
penggunaan analgetik
a) Terapeutik
b) Memonitor tanda-tanda vital
c) Berikan Teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri (Terapi
kompres hangat kayu manis)
d) Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis : suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
e) Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
f) Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
g) Jelaskan strategi meredakan
nyeri
h) Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
44

4. Implementasi
Implementasi dimulai pada tanggal 5 - Januaru 2024 pada pukul
10.00 WIB. Implementasi dimulai dengan membina hubungan saling
percaya dengan pasien , lalu lanjutkan dengan melakukan pengkajian yang
setelah mengetahui permasalahan kesehatan pasien, penulis menyusun
analisa data dan merumuskan diagnosa keperawatan prioritas yaitu nyeri
kronis. Kemudian dilanjutkan dengan kontrak waktu untuk melakukan
implementasi penatalaksanaan nyeri kornis berdasarkan standar intervensi
keperawatan indonesia (SIKI).

a. Intervensi pertama yang dilakukan adalah memonitor tanda-tanda


vital
b. Kedua mengidentifikasi skala nyeri sebelum dan sesudah diberikan
kompres hangat kayu manis menggunakan Numerical Ranting Scale
(NRS)

c. Ketiga mengidentifikasi lingkungan yang memperberat rasa nyeri


(suhu, pencahayaan, kebisingan)
d. Keempat memberikan terapi non farmakologis dengan kompres
hangat kayu manis untuk mengurangi rasa nyeri
e. Kelima mengajarkan teknik non farmakologis kompres hangat
kayu manis.

5. Evaluasi
Penerapan intervensi pertama yang dilakukan adalah menjelaskan
strategi mengatasi nyeri salah satu cara yang dapat menurunkan nyeri yaitu
kompres hangat kayu manis. Hasil evaluasi berdasarkan penerapan
implementasi adalah sebagai berikut :
45

Tabel 3 Observasi Skala Nyeri NRS

No Hari/tanggal Waktu Pre Post


Implementasi Implementasi

1 Jumat,5 Januari 2024 10.00 WIB 5 4

2 Sabtu, 6 Januari 2024 11.00 WIB 5 3

3 Minggu, 7 Januari 2024 10.05 WIB 4 3

4 Senin, 8 Januari 2024 14.00 WIB 5 4

5 Selasa, 9 Januari 2024 15.00 WIB 4 2

6 Rabu, 10 Januari 2024 10.00 WIB 3 1

Skeema 2 Grafik Observasi Skala nyeri NRS

3 Pre Implementasi
Post Implementasi
2

0
1 2 3 4 5 6 7

Skema 3 Diagram Observasi Skala nyeri NRS


46

3 Pre Implementasi
Post Implementasi
2

0
Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4 Hari 5 hari 6

Berdasarkan tabel, grafik dan diagram diatas menunjukkan adanya


perbedaan skala nyeri. Skala nyeri Pre implementasi yaitu 5,5,4,5,4,3,2
dengan rata-rata 4 NRS. Skala nyeri post Implementasi yaitu 4,3,3,4,2,1,0
dengan rata-rata 2,4 NRS. Pada evaluasi hari ke 7 didapatkan skala nyeri
0 NRS Skala ini tidak bersifat menetap dan skala nyeri dapat meningkat
kembali beberapa jam kemudian jika mengkomsumsi makanan yang tinggi
purin.
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Analisis Asuhan Keperawatan


Berdasarkan analisis dari hasil pengkajian penulis menganalisis
beberapa hal yang menyebabkan pasien mengalami Gout Arthritis yakni
seperti faktor usia, saat ini pasien termasuk lansia dengan usia 70 tahun.
Proses penuaan mengakibatkan metabolisme purin menurun sehingga
terjadi hiperusisemia (Sundari et all., 2019). Selain usia, jenis kelamin
juga mempengaruhi peningkatan kadar asam urat dalam darah. Menurut
hasil penelitian yang dilakukan oleh Hartutitk dan Gati (2021) didapatkan
jumlah wanita yang mengalami asam urat lebih banyak dari pada laki-laki
yaitu sebesar 15 orang (68 %) Kadar asam urat pada wanita umumnya
rendah dan baru meningkat setelah memasuki masa menopause, karena
kelompok perempuan mempunyai hormon estrogen yang ikut membantu
dalam proses pembuangan senyawa asam urat melalui urin. Masa
menopause dapat diperkirakan dalam rentang waktu 1 sampai 10 tahun.
Oleh karena itu, wanita lebih banyak mengalami nyeri sendi asam urat
ketika sudah masuk lanjut usia (Hartutitk dan Gati 2021).
Pasien mengatakan mengalami Hipertensi dan asam urat dengan keluhan
utama nyeri dan sakit pada lutut, sering merasa kesemutan dan kaku pada
tangan dan kakinya. Rasa tidak nyaman pada jari tangannya menetap dan
tidak hilang dengan durasi 1-2 jam, pada kedua lutut seperti di tusuk-
tusuk, terasa lemas. Nyeri dirasakan sejak 1 tahun terakhir di lakukan
pemeriksaan ke poli penyakit dalam di RSD Madani. Saat mengkonsumsi
makanan yang mengandung kacang-kacangan dan sayuran hijau. Hal ini
sejalan dengan pernyataan Aprilla et all (2022) yang menyatakan bahwa
faktor predisposisi yang menjadi pemicu meningkatnya kadar asam urat
pada lansia yaitu mengkonsumsi makanan yang terlalu banyak
mengandung purin yang tinggi yang dapat mengakibatkan penumpukan

47
asam urat yang dapat mengganggu metabolisme tubuh hal ini akan
menimbulkan rasa nyeri.
Pasien mengatakan nyeri asam urat yang sering dirasakan yaitu pada
saat bangun tidur hal ini sejalan dengan penelitian Hermayudi (2018)
pada penderita asam urat tidur tanpa ada gejala, pada saat bangun pagi
terasa sakit yang hebat. Biasanya bersifat monoartikuler dengan keluhan
berupa nyeri, bengkak, dan merasa lelah.
Diagnosis keperawatan yang muncul berdasarkan prioritas adalah
Nyeri kronis Gout arthritis. Keluhan utama yang paling banyak dirasakan
oleh penderita gout artritis adalah nyeri sendi hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan Fenia et all (2022) menyatakan bahwa pasien
yang datang ke Puskesmas kedungmundu semarang dengan keluhan yang
terbanyak adalah nyeri sendi dengan tanda tanda seperti pembengkakan
pada area sendi, kemerahan, dan panas.

B. Analisis Penerapan Intervensi

1. Intervensi Umum Pada Klien

Intervensi umum yang diberikan sesuai dengan standar asuhan


keperawatan nyeri kronis. Rencana tindakan keperawatan dengan acuan
Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) yaitu manajemen
nyeri dengan tindakan Observasi, Terapeutik, Edukasi dan kolaborasi,
berdasarkan data objektif, subjektif, kondisi tempat pemberian asuhan
keperawatan dan waktu pelaksanaan asuhan keperawatan ners muda
hanya mengimplementasikan 6 implementasi gabungan dari keempat
intervensi diatas meliputi : monitor tanda-tadan vital, identifikasi skala
nyeri sebelum dan sesudah diberikan kompres hangat kayu manis,
memeriksa kadar Uric Acid, identifikasi lingkungan yang memperberat
rasa nyeri (suhu, pencahayaan, kebisingan), berikan terapi non
farmakologis dengan kompres hangat kayu manis untuk mengurangi
rasa nyeri, ajarkan teknik non farmakologis kompres hangat kayu
manis.

Intervensi diatas dilakukan selama 6 hari beruturut-turut atau satu

48
minggu mulai dari tangggal 5 Januari sampai 10 Januari 2024 pada
pukul 10.00 WIB dengan waktu pemberian selama 15 menit sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Antoni et all (2020) dan
menurut Fenia et all (2022) kompres hangat kayu manis yang diberikan
selama 15 menit efektif untuk menurunkan skala nyeri pada pasien
atrhitis Gout. Hal ini juga sejalan dengan penelitian Setiawan dan Nur
(2020) yang telah membuktikan terapi kompres hangat kayu manis
efektif untuk menurunkan skala nyeri pada pasien arthritis gout atau
asam urat dan apabila dilakukan secara rutin dapat menurunkan skala
nyeri pada pasien asam urat karena bubuk kayu manis mengandung
sinamaldehid yang dapat menghambat kerja peradangan. Dan juga
dibuktikan oleh penelitian Fenia et all (2022). Kayu manis mengandung
bermacam-macam bahan yaitu minyak atsiri (1-4%) yang berisi
sinamaldehid (60-80%), eugenol (sampai 10%) dan trans asam
sinnamat (5-10%, senyawa fenol (4- 10%), tannin, katechin,
proanthocyanidin, monoterpen, dan sesquiterpen (pinene), kalsium
monoterpen oksalat, gum getah, resin, pati, gula, dan coumarin dan
kayu manis juga mempunyai kandungan kimia yang sangat berperan
sebagai antiiflamasi (Parwata et all 2020).

2. Alternatif Pemecahan masalah


Terapi yang diberikan pada klien sebagai laternatif pemecahan
masalah, diawali dengan memeriksa kondisi klien saat ini dan
memeriksa kadar asam urat lansia yang lebih dari normal, tidak
mempunyai luka pada telapak kaki seperti luka bakar, luka gangrene
dan tumor dan skala nyeri. Sejalan dengan penelitian Hartutik dan Gati
(2021) yang menyata bahwa perlu adanya tahap pemeriksaan kadar
asam urat lansia yang lebih dari normal, tidak mempunyai luka pada
telapak kaki seperti luka bakar, luka gangrene dan tumor dan skala
nyeri pada lansia sebelum diberikan tindakan keperawatan terpai
kompres hangat kayu manis. Pemeriksaan kondisi pasien perlu
dilakukan agar diketahui kesesuaian dengan indikasi dari pemberian
terapi. Sehingga jika ditemukan adanya kontraindikasi pemberian terapi

49
ini pada lansia maka dapat menimbulkan akibat yang buruk dan
membuat kondisi pasien menjadi menurun.
Terapi nonfarmakologi yang diterapkan oleh penulis kepada klien
dengan gout atrhitis yaitu terapi kompres hangat kayu manis, dimana
terapi ini bertyujuan untuk menurunkan skala nyeri gout atrhitis pada
klien. Menurut penelitian Hartutik dan gati (2021) tentang pengaruh
pemberian kompres hangat kayu manis terhadap skala nyeri got atrhitis
yang menunjukkan hasil yang signifikan pada skala nyeri gout atrhitis
pada lansia sebelum dan sesudah diberikan terapi kompres hangat kayu
manis yaitu skala nyeri memiliki nilai p value (0,000 < 0,05). Pada saat
pemberian terapi kompres hangat kayu manis penulis mengalami
kelemahan yaitu klien masih mengkomsumsi obat yang mengakibatkan
terjadinya penurunan kadar asam urat dan skala nyeri yang dirasakan
pasien.
B. Rekomendasi
Penerapan asuhan keperawatan ini memberikan perkembangan yang
baik pada kondisi klien. Pada kondisi waktu dan jam yang tidak sama
pun sudah dapat memberikan efek yang baik terhadap klien. Hasil
terapi akan lebih baik lagi jika diberikan pada waktu dan jam yang
sama. Selain itu, rencana tindak lanjut pemberian terapi kompres
hangat kayu manis yang dilakukan secara mandiri seharusnya
dilakukan sesuai dengan EBN agar hasil yang dicapai lebih optimal.
Meskipun adanya keterbatasan gerak pasien sehingga penulis
merekomendasikan terapi ini sebaiknya melibatkan perawat atau
p a s i e n di ruangan untuk memantau keluhan dan terapi yang akan
dilakukan.

C. Implikasi
1. Pelayanan keperawatan
Penerapan asuhan keperawatan dengan terapi kompres
hangat kayu manis pada lansia dengan Gout Arthritis dapat
memberikan manfaat dalam menurunkan nyeri Gout Arthritis

50
(asam urat). Hal ini dibuktikan dengan penurunan skala nyeri
yang dirasakan yang dialami klien. Selain itu,terapi kompres
hangat kayu manis ini dapat memberikan rasa nyaman dan rileks
pada pasien. Kemudian, praktik asuhan keperawatan ini dapat
menjadi contoh pemberian asuhan keperawatan secara
komprehensif pada pasien.
2. Pendidikan keperawatan
Pendidikan keperawatan terus berkembang sejalan dengan
kemajuan ilmu pengetahuan. Penerapan asuhan keperawatan ini
dapat menjadi penunjang ilmu pengetahuan terkait pengobatan
secara nonfarmakologis pada pasien Gout Arthritis.
3. Penelitian keperawatan
Penerapan asuhan keperawatan ini dapat menambah
referensi pada penelitian intervensi keperawatan dengan
penerapan terapi kompres hangat kayu manis terhadap
penurunan nyeri pada pasien Gout Arthritis. Selain itu, karya
ilmiah akhir ners ini dapat membuktikan penelitian lain terkait
penerapan terapi kompres hangat kayu manis untuk menurunkan
skala nyeri pada pasien Gout Arthritis.

51
BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan analisa studi kasus asuhan keperawatan pada pasien
dengan Gout Arthritis menggunakan proses keperawatan yang mencakup
pengkajian, analisa data, perumusan diagnosa, perencanaan intervensi
keperawatan, implementasi sampai evaluasi, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut: Hasil pengakajian pada lansia dengan Gout Arthritis ditemukan
keluhan nyeri yang didukung oleh data subjektif dan objektif. Data subjektif
antara lain, klien mengeluhkan nyeri di kedua lutut serta kebas dan kaku pada
jari-jari tangan. Nyeri yang dirasakan hilang timbul, rasanya seperti ditusuk-
tusuk dan menjalar sudah sejak 1 tahun yang lalu. Hasil pemeriksan
ditemukan wajah pasien tampang tegang, tampak ada kemerahan dan
pembekakkan pada sendi lutut. skala nyeri 5 NRS, Uric Acid 7,3 mg/dL.
Diagnosis keperawatan yang diangkat adalah nyeri kronis dan resiko
gangguan pola tidur. Intervensi keperawatan manajemen nyeri sesuai dengan
Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) Selanjutnya, penyelesaian
masalah menggunakan terapi non farmakologis dan edukasi. Terapi non
farmakologis pada studi kasus ini menggunakan terapi kompres hangat kayu
manis. yang disusun berdasarkan EBN untuk mengatasi keluhan nyeri yang
dirasakan klien. Evaluasi sesuai Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI) dengan mengukur tingkat nyeri sebelum dan sesudah implementasi
nyeri kronis dan kompres hangat kayu manis. Tujuan dari penerapan terapi
kopmpres hangat kayu manis tercapai dengan kriteria hasil terjadinya
penurunan skala nyeri pada klien dari skala 5 NRS (nyeri sedang) menjadi
skala 0 NRS (tidak ada nyeri) hasil ini didapat setelah 7 hari dilakukan terapi.
Skala nyeri ini tidak bersifat menetap dan dapat meningkat kembali. skala 0
NRS diperkuat dengan respon subjektif klien yang mengatakan nyeri sudah
tidak ada dan terasa lutunya lebih ringan.

52
53

B. SARAN
1. Aplikatif
Pihak RSD Madani dapat menggunakan hasil penerapan asuhan
keperawatan ini sebagai bahan evaluasi dan pembuatan suatu ketentuan
atau peraturan terkait pelayanan dengan terapi kompres hangat kayu
manis. Bidang keperawatan dapat mengembangkan intervensi ini sebagai
pembuatan standar perawatan lansia, terutama pasien Gout Arthritis.
Setelah penerapan terapi kompres hangat kayu manis dibuat, kepala
Direktur RSD MadaniW dapat memastikan agar perawat pelaksana dapat
menjalankan intervensi ini dengan baik. Lansia dapat menerapkan serta
melanjutkan intervensi yang telah diberikan sebagai program tindak
lanjut atau terapi di wisma secara mandiri. Kemudian, penulis
merekomendasikan adanya pelatihan dan peningkatan pemberian
intervensi terapi kompres hangat kayu manis dalam perawatan lansia
agar dapat juga memenuhi kebutuhan kesehatan lansia.
2. Pendidikan
Karya Ilmiah Akhir Ners ini memberikan gambaran mengenai
penerapan intervensi dengan penerapan terapi kompres hangat kayu
manis untuk menurunkan skala nyeri pada pasien lansia dengan Gout
Arthritis. Penulis berharap Karya Ilmiah ini dapat menjadi contoh kasus
yang aplikatif dalam pembelajaran mata ajar keperawatan gerontik
nantinya, terutama dalam penerapan terapi non farmakologis.
3. Karya Ilmiah Akhir Profesi Ners
Pada penulis selanjutnya diharapkan dapat melakukan kompres
hangat kayu manis yang efektif dalam menurunkan nyeri Gout Arthritis
pada pasien dan dapat mempelajari hambatan dari Askep ini. Jadwal
pemberian terapi diberikan pada waktu berkunjung ke rumah pasien,
terapi ini sebaiknya dilakukan dengan pendampingan perawat agar
intervensi yang dilakukan sesuai dengan standar operasional prosedur
(SOP) yang disusun berdasarkan EBN agar mencapai hasil yang
maksimal.
36

Anda mungkin juga menyukai