Anda di halaman 1dari 11

PERBEDAAN TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM DAN TEKNIK SLOW STROKE BACK MASSAGE

TERHADAP SKALA NYERI PADA PENDERITA LOW BACK PAIN DI PUSKESMAS JAYA LOKA

Saidi, Septi Andrianti

Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Rawas, Program Studi Keperawatan


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Bhakti Husada
Email : saidiata830@gamail.com

ABSTRAK
Latar Belakang : Keluhan pada punggung atau keluhan muskuloskeletal merupakan keluhan pada otot
skeletal yang dirasakan dengan intensitas nyeri yang berbeda-beda, dari nyeri yang ringan sampai nyeri
yang sangat sakit. Penanganan nyeri dapat dilakukan dengan terapi farmakologi dan terapi
nonfarmakologi. Slow stroke back massage adalah stimulasi kulit yang dilakukan untuk menghilangkan
nyeri. Penatalaksanaan terapi nonfarmakologis lainnya yaitu terapi relaksasi nafas dalam. Teknik relaksasi
napas dalam adalah suatu bentuk tindakan keperawatan yang mana perawat mengajarkan kepada pasien
bagaimana cara melakukan napas dalam untuk mengurangi nyeri. Tujuan penelitian diketahuinya
perbedaan teknik relaksasi nafas dalam dan teknik slow stroke back massage terhadap skala nyeri pada
penderita low back pain di Puskesmas Jaya Loka.
Metode : Desain penelitian menggunakan jenis pra eksperimen dengan rancangan sebelum dan sesudah
dengan jumlah sampel sebanyak 10 orang. Data dianalisis secara univariat dan bivariate dengan uji
independent t test. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata skala nyeri sebelum diberikan terapi
relaksasi nafas dalam 4,80 dan setelah diberikan 4,00. Pada kelompok SSBM skala
nyeri sebelum 5,40 dan setelah dilakukan SSB 2,80. Hasil uji statsistik p value 0,012
Simpulan : Simpulan ada perbedaan teknik relaksasi nafas dalam dan teknik slow stroke back massage
terhadap skala nyeri pada penderita low back pain di Puskesmas Jaya Loka. Saran peneliti hendaknya
pihak puskesmas akif melakukan penyuluhan dan mengajarkan teknik slow stroke back massage sebagai
salah satu cara untuk menguranggi nyeri yang dirasakan.
Kata kunci : Low Back Pain, SSBM, Terapi Relaksasi Nafas Dalam, Skala Nyeri

ABSTRACT
Background : Complaints on the back or musculoskeletal complaints are complaints of skeletal muscles
that are felt with different pain intensities, from mild pain to very painful pain. Pain management can be
done with pharmacological therapy and non-pharmacological therapy. Slow stroke back massage is a skin
stimulation done to relieve pain. Management of other non-pharmacological therapy is deep breathing
relaxation therapy. Deep breathing relaxation technique is a form of nursing action in which nurses teach
patients how to do deep breaths to reduce pain. The purpose of the study was to know the difference
between deep breathing relaxation techniques and slow stroke back massage techniques on the pain scale
in patients with low back pain at the Jaya Loka Health Center.
Method : The research design used a pre-experimental type with a before and after design with a total
sample of 10 people. Data were analyzed by univariate and bivariate with independent t test.The results
showed that the average pain scale before being given deep breath relaxation therapy was 4.80 and after
being given 4.00. In the SSBM group the pain scale before was 5.40 and after the SSB was 2.80. Statistical
test results p value 0.012
Results : The conclusion is that there are differences in deep breathing relaxation techniques and slow
stroke back massage techniques on the pain scale in patients with low back pain at the Jaya Loka Health
Center. Researchers suggest that the puskesmas should be active in conducting counseling and teaching
slow stroke back massage techniques as a way to reduce the pain felt.
Keywords: Low Back Pain, SSBM, Deep Breathing Relaxation Therapy, Pain Scale

PENDAHULUAN skeletal yang dirasakan dengan intensitas nyeri


yang berbeda-beda, dari nyeri yang ringan
The Global Burden of Disease Study sampai nyeri yang sangat sakit. Otot yang
menyatakan bahwa dari 291 penyakit yang menerima beban statis secara berulang-ulang
diteliti, LBP merupakan penyumbang terbesar dan dalam waktu yang lama dapat menyebabkan
kecacatan global. Di Indonesia, LBP merupakan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligament
keluhan yang paling banyak dijumpai dengan dantendon (Kusyanto, 2018). Punggung harus
angka prevalensi mencapai 49%. Akan tetapi, bekerja non stop jam sehari. Dalam posisi duduk,
sekitar 80-90% dari mereka yang mengalami berdiri (mengerjakan pekerjaan rumah tangga,
LBP menyatakan tidak melakukan usaha apapun berjalan) bahkan tidur, punggung harus bekerja
untuk mengatasi timbulnya gejala tersebut. keras menyangga tubuh. Penyebab nyeri
Dengan kata lain, hanya sekitar 10-20% dari punggung bawah yang paling sering adalah
mereka yang mencari perawatan medis ke duduk terlalu lama, sikap duduk yang tidak tepat,
pelayanan kesehatan (Saputra, 2020) postur tubuh yang tidak ideal (improper), aktivitas
Penyebab yang paling sering ditemukan yang berlebihan, serta trauma. Nyeri punggung
yang dapat mengakibatkan LBP adalah lalu menjadi masalah dibanyak negara karena
kekakuan dan spasme otot punggung oleh seringkali mempengaruhi produktivitas kerja
karena aktivitas tubuh yang kurang baik serta (Sakinah, 2016). Adanya nyeri membuat
tegangnya postur tubuh. Angka kejadian LBP penderitanya seringkali takut untuk bergerak
hampir sama pada semua populasi masyarakat sehingga mengganggu aktifitas sehari-harinya
di seluruh dunia, baik di negara maju maupun di dan dapat menurunkan produktifitasnya. Di
negara berkembang. Diperkirakan setidaknya samping itu, dengan mengalami nyeri membuat
70% manusia menderita sakit punggung, baik pasien frustasi dalam menjalani kehidupan
kronis maupun sporadis. Di Negara Inggris sehari-hari sehingga dapat mengganggu kualitas
melaporkan 17,3 juta orang Inggris pernah hidup pasien (Koesyanto, 2013)
mengalami nyeri punggung pada suatu waktu Penanganan nyeri dapat dilakukan dengan
dan dari jumlah tersebut 1,1 juta mengalami terapi farmakologi dan terapi nonfarmakologi.
kelumpuhan akibat nyeri punggung (Rossalinda, Ardinata (2017) menyebutkan bahwa intervensi
2015). nonfarmakologis merupakan intervensi yang
Low Back Pain (LBP) merupakan rasa nyeri, cocok untuk pasien yang tidak ingin
ngilu, pegal yang terjadi di daerah pinggang menggunakan terapi obat dalam mengatasi
bagian bawah. LBP tidak mengenal perbedaan nyerinya dan pasien yang merasa cemas karena
umur, jenis kelamin, pekerjaan, status sosial, masih merasakan nyeri setelah menggunakan
tingkat pendidikan, semuanya bisa terkena LBP. terapi farmakologi. Slow strok back massage,
Lebih dari 70% umat manusia dalam hidupnya distraksi, relaksasi nafas dalam, imajinasi
pernah mengalami LBP, dengan rata-rata puncak terbimbing dan hipnosis adalah contoh intervensi
kejadian berusia 35-55 tahun (Shofwati & AlKaff, nonfarmakologis yang sering digunakan dalam
2011). keperawatan dalam mengelola nyeri (Dinh,
Keluhan pada punggung atau keluhan 2015).
muskuloskeletal merupakan keluhan pada otot
Slow stroke back massage adalah stimulasi appendiktomi di RS. Bhayangkara. Selain itu
kulit yang dilakukan untuk menghilangkan nyeri. penelitian Vetty et al (2016) terdapat pengaruh
Salah satu langkah sederhana dalam upaya stimulus kutaneus slow-stroke back massage
menurunkan nyeri dengan melakukan masase terhadap skala nyeri, stimulus kutaneus slow-
dan sentuhan. Masase dan sentuhan merupakan stroke back message dapat menurunkan skala
tehnik integrasi sensori yang mempengaruhi nyeri dismenore pada mahasiswi Stikes amanah
aktifitas sistem saraf otonom. Sentuhan sebagai Padang (Priscilla & Afriyanti, 2017)
stimulus untuk rileks, kemudian akan muncul Berdasarkan data di Puskesmas Jaya Loka,
respon relaksasi. Relaksasi sangat penting diketahui bahwa jumlah penderita penyakit low
dalam membantu klien untuk meningkatkan back pain pada taun 2017 sebanyak 28 orang,
kenyamanan dan membebaskan diri dari tahun 2018 sebanyak 39 orang, tahun 2019
ketakutan serta stres akibat penyakit yang sebanyak 32 orang dan tahun 2020 sebanyak 31
dialami dan nyeri yang tak berkesudahan orang. Berdasarkan survey awal pada tanggal
(Suryani & Fitriani, 2017) 14 -23 November 2020 terdapat 10 orang
Slow-Stroke Back Massage (SSBM) penderita yang datang ke puskesmas. Hasil
merupakan suatu tindakan memberi pengukuran skala nyeri diketahui 6 orang dengan
kenyamanan yang dapat meredakan skala nyeri 5 dan 4 orang dengan skala nyeri 4.
ketegangan, merilekskan pasien dan Hasil pra peneliti yang dilakukan pada kelima
meningkatkan sirkulasi. Cara kerja dari slow responden dengan cara memberikan teknik
stroke back massage ini menyebabkan terjadinya relaksasi nafas dalam sebanyak 5 orang dan
pelepasan endorfin, sehingga memblok transmisi teknik slow stroke back massage sebanyak 5
stimulus nyeri (Huda, 2015). Tehnik untuk orang sesuai dengan Standar Operasional
melakukan slow-stroke back massage dapat Prsedur (SOP) yang ada selama 10 menit
dilakukan dengan beberapa pendekatan, salah pertama di diketahui bahwa terjadi penurunan
satu metode yang dilakukan adalah dengan skala nyeri yang berbeda beda.
mengusap kulit klien secara perlahan dan Berdasarkan latar belakang dan uraian
berirama dengan tangan, dengan kecepatan 60 diatas maka peneliti tertarik meneliti tentang
kali usapan per menit. Tehnik ini sederhana dan perbedaan teknik relaksasi nafas dalam dan
mudah dilakukan, sehingga setiap tenaga teknik slow stroke back massage terhadap skala
kesehatan bisa menerapkannya untuk mengatasi nyeri pada penderita low back pain di
masalah nyeri, khususnya pada pasien LBP Puskesmas Jaya Loka.
(Suryani & Fitriani, 2017)
Penatalaksanaan terapi nonfarmakologis METODE PENELITIAN
lainnya yaitu terapi relaksasi nafas dalam. Teknik
relaksasi napas dalam adalah suatu bentuk Jenis penelitian ini adalah quasi experiment,
tindakan keperawatan yang mana perawat dengan desain eksperimen yang digunakan adalah
mengajarkan kepada pasien bagaimana cara two group before after atau pre-test and post test
melakukan napas dalam untuk mengurangi nyeri. group design. Rancangan ini terdiri dari dua
Pasien dapat memejamkan matanya dan kelompok eksperimen yang diberi perlakuan
bernapas dengan perlahan dan nyaman. Irama berupa penerapan model (Notoatmodjo, 2012).
yang konstan dapat dipertahankan dengan Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Jaya
menghitung dalam hati dan lambat bersama Loka Kabupaten Musi Rawas Sumatera Selatan
setiap inhalasi (“hirup, dua, tiga) dan ekshalasi pada tanggal 13 Juni – 13 Juli 2021. Populasi
(hembuskan, dua, tiga) (Smeltzer & Bare, 2002) dalam penelitian ini adalah semua pasien yang
Penelitian Henni (2018) didapatkan bahwa mengalami low back pain pada tahun 2020
terdapat pengaruh terapi relaksasi nafas dalam sebanyak 31 orang. Untuk mengetahui
dengan penurunan skala nyeri pada pasien perbedaan skala nyeri sebelum dan sesudah
dilakukan terapi massage dan terapi relaksasi nafas dalam dengan terapi slow stroke back
nafas dalam, digunakan uji statistik uji t massage maka uji statistik yang digunakan
independen dengan tingkat keyakinan 95% atau adalah independen sampel t test, karena sampel
 0,05 dan bila ῤ ≤ 0,05 berarti ada perbedaan yang digunakan adalah kelompok perlakuan
sedangkan bila ῤ > 0,05 yang berarti tidak ada yang berbeda.
pengaruh. Sedangkan untuk mengetahui
perbedaan skala nyeri antara terapi relaksasi

HASIL PENELITIAN

Tabel 1
Rata – Rata Skala Nyeri Sebelum dan Setelah Dilakukan Terapi Slow Stroke Back Massage Pada
Pasien Low Back Pain Di Puskesmas Jaya Loka
Skala Nyeri Mean Minimum - Maximum SD
Sebelum 5, 40 5-6 0, 548
Setelah 2, 80 2–3 0, 447

Berdasarkan tabel 1 diatas menunjukkan maximum 6 namun setelah diberikan terapi


bahwa sebelum dilakukan terapi SSBM rata–rata SSBM rata – rata skala nyeri menjadi 2,80
skala nyeri responden adalah 5,40 (kategori nyeri (kategori nyeri ringan) dengan skala minimum 2
sedang) dengan skala minimum 5 dan skala dan skala maximum 3.

Tabel 2
Rata – Rata Skala Nyeri Sebelum dan Setelah Dilakukan Terapi Relaksasi Nafas Dalam Pada Pasien
Low Back Pain Di Puskesmas Jaya Loka
Skala Nyeri Mean Minimum - Maximum SD
Sebelum 4,80 4–6 0,837
Setelah 4,00 3–5 0,707

Berdasarkan tabel 2 diatas menunjukkan minimum 4 dan skala maximum 6 namun setelah
bahwa sebelum dilakukan terapi relaksasi nafas diberikan terapi relaksasi nafas dalam rata – rata
dalam rata–rata skala nyeri responden adalah skala nyeri menjadi 4,00 (kategori nyeri sedang)
4,80 (kategori nyeri sedang) dengan skala dengan skala minimum 3 dan skala maximum 5.

Tabel 3
Pengaruh Skala Nyeri Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Terapi
Relakasi Nafas Dalam dan Terapi SSBM Pada Pasien LBP Di Puskesmas Jaya Loka
Skala Nyeri Mean Standar Deviasi P value
Terapi Relaksasi Nafas Dalam
Sebelum – Setelah 0, 8 0, 44 0,016
Terapi SSBM
Sebelum – Setelah 2, 6 0, 54 0, 000
Berdasarkan tabel 3, diketahui bahwa uji Puskesmas Jaya Loka. Sedangkan pada
paired sampel t – test didapatkan hasil bahwa kelompok pemberian terapi SSBM diketahui nilai
pada terapi relaksasi nafas dalam sebelum dan p 0,00 atau p < 0,05 artinya ada pengaruh terapi
setelah dengan p value 0,016 atau p < 0,05 SSBM terhadap skala nyeri pada penderita LBP
artinya da pengaruh terapi relaksasi nafas dalam di Puskesmas Jaya
terhadap skala nyeri pada pendeita LBP di

Tabel 4
Perbedaan Teknik Relaksasi Nafas Dalam Dan Teknik SSBM Terhadap Skala Nyeri
Pada Pasien LBP di Puskesmas Jaya Loka
Skala Nyeri Levenes’s Test For Equality of Variances T- test for equality of Means
F Sig t p
Sebelum –Setelah 0,86 0, 777 3,20 0,012

Untuk melihat perbedaan terapi relaksasi didapatkan bahwa p value 0,012 (p < 0,05)
nafas dalam dengan terapi massage artinya terdapat perbedaan skala nyeri yang
menggunakan uji statistik inependen sampel t diberikan terapi relaksasi nafas dalam dengan
test, uji ini digunakan karena sampel pada terapi SSBM pada pasien LBP di Puskesmas
perlakuan kelompok yang berbeda. Pada tabel 4 Jaya Loka.

PEMBAHASAN Peneliti terlebih dahulu melakukan


Terapi Relaksasi Nafas Dalam kontrak pertemuan sehari sebelum dilakukan
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 1 pengukuran skala nyeri sehingga pengukuran
diketahui bahwa terjadi perubahan skala nyeri skala nyeri sebelum dilakukan terapi dilakukan
antara sebelum dan setelah diberikan terapi pada saat pagi hari dimana pasien sebelum
relaksasi nafas dalam sebanyak 4 orang dengan minum obat, hal ini dilakukan untuk memperkecil
penurunan sebesar 1. Hasil penelitian juga faktor perancu atau mencegah hasil yang bias.
didapatkan bahwa terdapat 1 orang tidk Responden mengatakan bahwa penyakit LBP
mengalami penurunan skala nyeri membuat terasa nyeri, otot merasa tegang,
Berdasarkan tabel 2 diatas menunjukkan merasa cemas ketika nyeri lebih terasa ketika
bahwa sebelum dilakukan terapi relaksasi nafas responden melakukan pergerakan Masing-
dalam rata–rata skala nyeri responden adalah masing responden memiliki karakteristik yang
4,80 (kategori nyeri sedang) dengan skala berbeda dalam menghadapi nyeri, seperti
minimum 4 dan skala maximum 6 namun setelah memejamkan mata, muka meringis.
diberikan terapi relaksasi nafas dalam rata – rata Terapi relaksasi nafas dalam yang
skala nyeri menjadi 4,00 (kategori nyeri sedang) dilakukan yaitu terapi relaksasi sesuai dengan
dengan skala minimum 3 dan skala maximum 5. standar operasional prosedur dengan
Berdasarkan tabel 5, diketahui bahwa uji paired pelaksanaan 3 kali selama 5 menit dengan
sampel t – test didapatkan hasil bahwa pada interval 1 menit. Hal ini dilakukan agar responden
terapi relaksasi nafas dalam sebelum dan dapat merasakan perubahan setelah dilakukan
setelah dengan p value 0,016 atau p < 0,05 terapi relaksasi saat pertama kali. Selain itu
artinya da pengaruh terapi relaksasi nafas dalam peneliti menjaga suasana kamar agar responden
terhadap skala nyeri pada pendeita LBP di tampak rileks dan tenang hal ini dapat
Puskesmas Jaya Loka mempengaruhi hasil pengukurang skala nyeri.
Setelah dilakukan terapi responden merasakan menurunkan atau mencegah meningkatkan nyeri
rileks, tidak terjadi ketegangan otot, merasa (Potter et al., 2016).
nyaman sesaat, tenang sehingga responden Handayani (2012) menyatakan bahwa
merasa melupakan rasa sakit yang dideritanya usia sangat berpengaruh terhadap toleransi
dan tidak merasa cemas, nyeri sedikit berkurang nyeri, semakin tua umur manusia makin
ketika melakukan pergerakan. bertambah toleransi terhadap nyeri. Faktor jenis
Smith et al, (2019), menyatakan bahwa kelamin, responden pada penelitin ini tingkat
teknik relaksasi mempunyai 4 keuntungan yaitu: persepsi pria terhadap nyeri berbeda dengan
bahwa dengan relaksasi dapat meregangkan otot wanita , wanita lebih sensitife terhadap
dan mengurangi stress, efektif dalam rangsangan nyeri dan pria lebih kuat menahan
mengurangi nyeri, mudah untuk dipelajari dan rasa nyeri seperti nyeri punggung, nyeri
dikuasai seseorang, dapat mengurangi ketakutan pembedahan dan nyeri kesemutan.
dan kecemasan (Alficandra et al., 2021)
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Terapi SSBM
(Smeltzer & Bare, 2002) mengatakan bahwa Berdasarkan tabel 2 diatas menunjukkan
manajemen non farmakologi dapat mengurangi bahwa sebelum dilakukan terapi SSBM rata–rata
nyeri yaitu teknik relaksasi nafas dalam, teknik skala nyeri responden adalah 5,40 (kategori nyeri
relaksasi ini sendiri merupakan teknik yang sedang) dengan skala minimum 5 dan skala
efektif untuk mengontrol ketidaknyaman, maximum 6 namun setelah diberikan terapi
mengurangi ketengangan dan kecemasan. Potter SSBM rata – rata skala nyeri menjadi 2,80
& Perry (2016), mengatakan bahwa efek (kategori nyeri ringan) dengan skala minimum 2
relaksasi antara lain: Penurunan nadi, tekanan dan skala maximum 3.
darah, dan pernapasan, penurunan konsumsi Berdasarkan hasil penelitian pada tabel
oksigen, penurunan ketegangan otot, 2 diketahui bahwa seluruh responden mengalami
peningkatan kesadaran global, kurang perhatian perubahan skala nyeri antara sebelum dan
terhadap stimulus lingkungan , tidak ada setelah diberikan terapi slow stroke back
perubahan posisi yang volunteer, perasaan massage (SSBM) dimana nilai minimum
damai dan sejahtera, periode kewaspadaan yang penurunan skala nyeri 2 orang dan nilai tertinggi
santai, terjaga, dan dalam (Purwitasari, 2019). 3 dalam. Berdasarkan skala bournes diketahui
Pada saat dilakukan terapi relaksasi bahwa sebelum diberikan terapi nyeri berada
nafas dalam maka hormon adrenalin di dalam pada kategori nyeri sedang, setelah diberikan
darah menurut sehingga pasien merasakan terapi SSBM nyeri menurun menjadi kategori
tenang dan mempermudah dalam mengatur pola nyeri ringan. .
pernafasan yang akhirnya dengan pernafasan Hasil penelitian responden mengatakan
teratur oksigen dalam darah meningkat dan nyeri yang mereka alami sudah mereka rasakan
tekanan darah menurun sehingga pasien merasa sejak 1-3 tahun yang lalu. Responden
nyeri berkurang (Mauliddiya, 2019) mengatakan banyak cara yang sudah mereka
Relaksasi otot rangka dipercaya dapat lakukan untuk mengatasi nyeri LBP yang mereka
menurunkan nyeri dengan merelaksasikan alami. Baik dengan cara tradisional
ketegangan otot yang terkandung rasa nyeri menggunakan ramuan-ramuan sejenis jamu
beberapa penelitian menunjukakan bahwa yang kemudian mereka konsumsi sampai
relaksasi efektif dalam menurunkan nyeri pasca dengan cara menempelkan ramuan yang mereka
operasi. Teknik relaksasi mungkin perluh tumbuk dan kemudian di tempelkan di area yang
diajarkan beberapa kali agar mencapai hasil terasa sakit. Selain dengan cara tradisional
yang optimal. Klien yang telah mengetahui teknik mereka juga menggunakan obat-obata
ini mungkin hanya perlu diinstruksikan farmakologi untuk mengatasi permasialahan
menggunakan teknik relaksasi untuk nyeri yang mereka rasakan.
Persepsi yang dirasakan responden sensasi nyeri. Setelah dilakukan terapi
adalah nyeri sedang hal tersebut dikarenakan responden merasakan rileks, tidak terjadi
tipe nyeri LBP termasuk nyeri kronis di mana ketegangan otot, merasa nyaman sesaat, tenang
klien sudah pernah merasakan nyeri sebelumnya sehingga responden merasa melupakan rasa
dan berlangsung lebih dari 6 bulan. Skala nyeri sakit yang dideritanya dan tidak merasa cemas,
yang dipersepsikan oleh responden berbeda- nyeri sedikit berkurang ketika melakukan
beda meskipun stimulus diberikan dalam pergerakan.
intensitas sama. Perbedaan persepsi tersebut Mekanisme penurunan nyeri ini dapat
disebabkan oleh kadar endorphin, individu satu dijelaskan dengan teori gate control yaitu
dengan lainnya berbeda dan nyeri merupakan intensitas nyeri diturunkan dengan dengan
pengalaman yang bersifat pribadi, serta memblok transmisi nyeri pada gerbang (gate)
dipengaruhi oleh faktor usia, dan pengalaman dan teori Endorphin yaitu menurunnya intensitas
nyeri. Refleksi perubahan kimia dari kartilago nyeri dipengaruhi oleh meningkatnya kadar
artikuler seiring dengan usia menyebabkan endorphin dalam tubuh. Dengan pemberian
perubahan dalam fungsi kondrosit dan terapi back massage dapat merangsang serabut
peningkatan perubahan pada komposisi tulang A beta yang banyak terdapat di kulit dan
rawan sendi. Adanya pengalaman nyeri berespon terhadap masase ringan pada kulit
sebelumnya membantu individu untuk dapat sehingga impuls dihantarkan lebih cepat.
melakukan tindakan pada saat nyeri berikutnya Pemberian stimulasi ini membuat masukan
(Triharini et al., 2010) impuls dominan berasal dari serabut A beta
Selain itu sdanya perbedaan sensasi nyeri sehingga pintu gerbang menutup dan impuls
yang dirasakan para lansia dapat dipengaruhi nyeri tidak dapat diteruskan ke korteks serebral
oleh beberapa faktor. Faktor yang pertama untuk diinterpretasikan sebagai nyeri (Guyton &
adalah lamanya responden mengalami penyakit Hall, 2017). Di samping itu, sistem kontrol
sehingga responden dengan menderita sakit desenden juga akan bereaksi dengan melepaska
lebih dahulu akan merasakan nyeri sedang saja, endorphin yang merupakan morfin alami tubuh
karena responden sudah sering merasakan nyeri sehingga memblok transmisi nyeri dan persepsi
Faktor kedua adalah usia dimana nyeri sedang nyeri tidak terjadi (Potter et al., 2016)
terjadi pada usia dengan rata – rata 60 tahun. (Smeltzer & Bare, 2002), menyatakan
Pemberian stimulasi kutaneus: slowstroke bahwa teknik relaksasi mempunyai 4 keuntungan
back massage selama 10 menit pada responden yaitu: bahwa dengan relaksasi dapat
penelitian memperlihatkan hasil mayoritas 100% meregangkan otot dan mengurangi stress, efektif
responden mengalami penurunan skala nyeri, hal dalam mengurangi nyeri, mudah untuk dipelajari
ini dapat dilihat pada tabel 4 diatas menunjukkan dan dikuasai seseorang, dapat mengurangi
bahwa sebelum dilakukan terapi SSBM rata–rata ketakutan dan kecemasan. Adanya penurunan
skala nyeri responden adalah 5,40 (kategori nyeri sensari nyeri setelah diberikan terapi slow stroke
sedang) dengan skala minimum 5 dan skala back massege disebabkan karena terapi slow
maximum 6 namun setelah diberikan terapi stroke back massege memberikan relaksasi
SSBM rata – rata skala nyeri menjadi 2,80 pada otot otot sehingga responden merasa nyeri
(kategori nyeri ringan) dengan skala minimum 2 berkurang.
dan skala maximum 3 (Aryani, 2019)
Berdasarkan distribusi frekuensi diketahui Perbedaan Skala Nyeri Terapi Relaksasi
bahwa setelah diberikan terapi slow stroke back Nafas Dalam dan Terapi Massage
massage skala nyeri tingkat ringan dari tingkat Berdasarkan hasil penelitian dengan
sedang Artinya adanya penuruanan sensari nyeri menggunakan uji uji statistik inependen sampel t
antara sebelum dan setelah dan terapi slow test, didapatkan bahwa p value 0,012 (p < 0,05)
stroke back massege terbukti dapat menurunkan artinya terdapat perbedaan skala nyeri yang
diberikan terapi relaksasi nafas dalam dengan yang tidak adekuat dapat mengakibatkan
terapi SSBM pada pasien LBP di Puskesmas kemampuannya mengatasi nyeri berkurang
Jaya Loka. Pemberian stimulasi kutaneus: slow- sehingga persepsi nyeri yang dirasakan
stroke back massage terhadap responden cenderung tetap (Purnomo, 2014)
penelitian didapatkan mayoritas responden Mekanisme penurunan nyeri ini dapat
mengalami penurunan intensitas nyeri, yaitu dijelaskan dengan teori gate control, yaitu
pada tingkat nyeri sedang menjadi nyeri ringan. intensitas nyeri diturunkan dengan memblok
Penurunan nilai intensitas nyeri setiap individu transmisi nyeri pada gerbang (gate), dan teori
berbeda-beda walaupun stimulus yang endorphin, yaitu menurunnya intensitas nyeri
menyebabkan nyeri dan perlakuan yang dipengaruhi oleh meningkatnya kadar endorphin
diberikan sama karena nyeri bersifat individu dalam tubuh sehingga persepsi nyeri individu
sehingga respons yang terjadi setelah perlakuan menurun. Setelah dilakukan stimulasi kutaneus:
tidak dapat disamakan dengan orang lain. slow-stroke back massage, maka serabut saraf A
Perbedaan nyeri yang adekuat atau tidak di beta yang banyak terdapat di kulit akan
masa lalu akan memengaruhi reaksi individu terangsang sehingga pintu gerbang tertutup dan
terhadap nyeri. Jadi jika nyerinya teratasi dengan stimulus nyeri tidak diteruskan ke otak. Di
cepat dan adekuat, individu mungkin lebih sedikit samping itu, endorphin juga dilepaskan sehingga
ketakutan terhadap nyeri di masa mendatang kadarnya meningkat. Kedua hal tersebut
dan dapat mentoleransi nyeri dengan lebih baik. menyebabkan terjadinya penurunan intensitas
Namun jika individu pernah mengalami nyeri dan nilai skala nyeri yang dirasakan oleh subjek
tanpa pernah sembuh maka ansietas dan penelitian. Dengan demikian pemberian stimulasi
bahkan rasa takut dapat muncul yang dapat kutaneus: slowstroke back massage dapat
menguatkan persepsi terhadap nyeri. Akibatnya dijadikan sebagai alternatif pilihan untuk
dengan tindakan tertentu untuk mengurangi nyeri menurunkan intensitas nyeri osteoartritis pada
kadang sulit berhasil, intensitas nyeri yang lansia secara non farmakologis yang relatif tidak
dirasakan cenderung tetap (tidak terjadi menimbulkan efek samping (Kristanto & Maliya,
penurunan). Faktor-faktor yang meningkatkan 2012)
kesadaran terhadap stimulus (misalnya ansietas Sesuai dengan Gate Control
dan gangguan tidur) meningkatkan persepsi Theorybahwa Stimulus Kutaneus dapat
nyeri. Ansietas yang relevan atau berhubungan menurunkan nyeri, bekerja dengan cara
dengan nyeri dapat meningkatkan persepsi mendorong pelepasan endorfin, sehingga
pasien tentang nyeri. Pemberian stimulasi memblok transmisi stimulus nyeri. Cara lainnya
kutaneus: slow-stroke back massage pada adalah dengan mengaktifkan transmisi serabut
responden penelitian sedang mengalami saraf sensori A-beta yaitu serat saraf bermielin
gangguan tidur, dapat memengaruhi intensitas yang besar sehingga mengantarkan impuls ke
nyeri sehingga nyeri yang dirasakan cenderung sistem saraf pusat jauh lebih cepat dan lebih
tetap. besardari pada serabut A delta atau serabut C
Gaya koping juga dapat memengaruhi yang, sehingga menurunkan transmisi nyeri
kemampuan individu dalam mengatasi nyeri melalui serabut C dan A-delta berdiameter kecil
karena nyeri dapat menyebabkan seseorang sekaligus menutup gerbang sinap untuk
merasa kehilangan kontrol terhadap lingkungan transmisi impuls nyeri (Potter et al., 2016)
atau hasil akhir dari peristiwa-peristiwa yang Begitu juga dengan penelitan yang
terjadi. Klien sering kali menemukan berbagai dilakukan Mok E& Woo CP (2004), adanya
cara untuk mengembangkan koping terhadap penurunan kecemasan dan intensitas nyeri bahu
efek fisik dan psikologis dari nyeri seperti pada lansia yang di rawat di rumah sakit dengan
berkomunikasi dengan keluarga pendukung, stroke serta perubahan positif pada denyut
melakukan latihan atau menyanyi. Gaya koping jantung dan tekanan darah, yang
mengindikasikan relaksasi pada lansia yang intensitas nyeri pada nyeri dismenore (Priscilla &
diberikan stimulus kutaneus slow back stroke Afriyanti, 2017)
massage. Setelah dilakukan stimulasi kutaneus Teknik relaksasi tarik napas dalam
slow stoke back massage, seluruh lansia merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan,
mengalami penurunan skala nyeri. Pada yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada
penelitian ini, setelah diberikan stimulus pasien bagaimana cara melakukan napas dalam,
kutaneus slow stroke back massage. Individu napas lambat (menahan inspirasi secara
mengekspresikan nyeri berbeda-beda tergantung maksimal) dan bagaimana menghembuskan
pada faktor-faktor yang mempegaruhi nyeri yaitu napas secara perlahan. Selain dapat
faktor psikologis, kognitif berintekrasi, dan faktor menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi
neurofisiologis disamping itu juga faktor tarik napas dalam juga dapat meningkatkan
pengalaman masa lalu terhadap nyeri, usia, ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi
budaya, ansietas, makna nyeri dan gaya koping darah (Kristanto & Maliya, 2012)
(Potter & Perry, 2005). Penggunaan stimulus Hasil penelitian ini sesuai dengan
kutaneus yang benar dapat mengurangi persepsi penelitian Henni Septani (2013) dengan judul
nyeri dan membantu mengurangi ketegangan hubungan terapi relaksasi nafas dalam dengan
otot yang dapat menurunkan nyeri, pelebaran penurunan skala nyeri pada pasien appendiktomi
pembuluh darah dan memperbaiki peredaran di RS. Bhayangkara. Hasil penelitian didapatkan
darah di dalam jaringan tersebut, meningkatkan hubungan dimana nilai p value < 0,005.
relaksasi fisik dan psikologis ((Potter et al., Penelitian Erna Melastuti, Lia Ulvi Avianti (2016)
2016). Beberapa penelitian telah membuktikan terdapat perbedaan yang signifikan atau
keefektifan stimulus ini pada berbagai masalah bermakna antara kualitas tidur sebelum dengan
kesehatan, seperti penelitian yang dilakukan oleh sesudah diberi terapi slow stroke back massage.
Mok & Woo (2004) membuktikan adanya Hasil penelitian ini diperkuat oleh teori
pengaruh stimulasi kutaneus slow stroke back Priscillaa, Esi Afriyantia (2016) dengan judul
massage terhadap penurunan kecemasan dan Pengaruh Stimulus Kutaneus Slow-Stroke Back
intensitas nyeri bahu pada lansia yang dirawat di Massage Terhadap Skala Nyeri Dismenore
rumah sakit dengan strokeserta perubahan Primer Pada Mahasiswi Stikes Amanah di
positif pada denyut jantung dan tekan darah, Padang. Hasil penelitian ini memperlihatkan lebih
yang mengindikasikan relaksasi pada lansia. dari separuh mahasiswi (75%) mahasiswi
Penelitian Rowe & Alfred (1999), juga mengalami tingkat nyeri dismenore sedang
membuktikan bahwa adanya efektifitas dari dengan skala nyeri 5,67 ± 1,56. Setelah
stimulus kutaneus slow stroke back massage diberikan stimulus slow-stroke back message
pada lansia yang menderita alzaimer dalam (posttest) lebih dari separuh (58,2 %) mahasiswi
perilaku gelisah dengan menggunakan scala mengalami tingkat nyeri dismenore ringan
rating perilaku gelisah scoring guide. dengan skala nyeri 4 ± 2,09. Kesimpulan dari
Penanganan nyeri pada lansia yang mengalami penelitian ini adalah stimulus kutaneus slow-
atritis rheumatoid dapat dilakukan dengan terapi stroke back message dapat menurunkan skala
farmakologi dan terapi nonfarmakologi, tetapi nyeri dismenore pada mahasiswi Stikes amanah
terapi farmakologi yang diberikan dalam jangka Padang.
waktu lama akan berefek samping pada
gastrointestinal seperti pendarahan, ulkus SIMPULAN
lambung, diare dan retensi cairan. Sehingga
diharapkan perawat dan lansia dapat 1. Responden sebelum dilakukan terapi
mengaplikasikan pemberian Stimulus kutaneus relaksasi nafas dalam rata-rata skala nyeri
slow-stroke back massage untuk mengurangi 4,80 pada penderita low back pain di
Puskesmas Jaya Loka
2. Responden sebelum dilakukan terapi SSBM Bersalin Di BPM Kiswari Kota Metro Tahun
rata-rata skala nyeri 5,40 pada penderita low 2019. Poltekkes Tanjungkarang.
back pain di Puskesmas Jaya Loka
3. Responden setelah dilakukan terapi relaksasi Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi penelitian
nafas dalam rata-rata skala nyeri 4,00 pada kesehatan.
penderita low back pain di Puskesmas Jaya
Loka Potter, P. A., Perry, A. G., Stockert, P. A., Hall,
4. Responden setelah dilakukan terapi SSBM A., & Peterson, V. (2016). Clinical
rata-rata skala nyeri 2,80 pada penderita low Companion for Fundamentals of Nursing-E-
back pain di Puskesmas Jaya Loka Book: Just the Facts. Elsevier Health
5. Ada perbedaan teknik relaksasi nafas dalam Sciences.
dan teknik slow stroke back massage
terhadap skala nyeri pada penderita low back Priscilla, V., & Afriyanti, E. (2017). Pengaruh
pain di Puskesmas Jaya Loka. Stimulus Kutaneus Slow-Stroke Back
Massage Terhadap Skala Nyeri Dismenore
Primer Pada Mahasiswi Stikes Amanah di
DAFTAR PUSTAKA Padang. NERS Jurnal Keperawatan, 13(2),
96–104.
Alficandra, M. P., Rahayu, T., Setyawati, H., &
Handayani, O. W. K. (2021). Latihan Quiet Purnomo, N. A. S. (2014). Resiliensi pada pasien
Eye Untuk Akurasi Tendangan Dalam stroke ringan ditinjau dari jenis kelamin.
Sepakbola (Vol. 1). Zahira Media Publisher. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, 2(2), 241–
262.
Aryani, A. (2019). The Correlation Of
Inconsistency Urine To Depression On PURWITASARI, E. (2019). Pengaruh teknik
Elderly In Wredha Dharma Bhakti Nursing relaksasi benson terhadap intensitas nyeri
Home Of Pajang Surakarta. Jurnal Ilmu tusukan jarum spinal anestesi di rsud
Keperawatan Indonesia (JIKI), 12(2). kabupaten temanggung. Poltekkes
Kemenkes Yogyakarta.
Handayani, S. (2012). Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Kecemasan Pasien Rossalinda, I. (2015). Pemberian slow stroke
Sebelum Operasi di Ruang Bedah RSU back massage (ssbm) terhadap penurunan
Haji Makassar Tahun 2012. Universitas intensitas nyeri pada asuhan keperawatan
Islam Negeri Alauddin Makassar. tn. S dengan akut low back pain (lbp) di
Koesyanto, H. (2013). Masa kerja dan sikap kerja ruang parang seling rs orthopedi prof. Dr.
duduk terhadap nyeri punggung. KEMAS: R. Soeharso. Surakarta: Sekolah Tinggi
Jurnal Kesehatan Masyarakat, 9(1), 9–14. Ilmu Kesehatan Kusuma Husada.

Kristanto, T., & Maliya, A. (2012). Pengaruh Saputra, A. (2020). Sikap Kerja, Masa Kerja, dan
terapi back massage terhadap intensitas Usia terhadap Keluhan Low back pain pada
nyeri reumatik pada lansia di wilayah Pengrajin Batik. HIGEIA (Journal of Public
puskemas pembantu karang asem. Health Research and Development),
4(Special 1), 147–157.
Mauliddiya, M. (2019). Efektivitas Kombinasi
Relaksasi Nafas Dalam Dengan Deep Back Shofwati, I., & AlKaff, R. N. (n.d.). Fakto-Faktor
Massage Terhadap Penurunan Intensitas Yang Berhubungan Dengan Keluhan Nyeri
Nyeri Persalinan Kala I Fase Aktif Pada Ibu Punggung Bawah Pada Proses
Penyulaman Kain Tapis Di Sanggar Family
Art Bandar Lampung Tahun 2011.

Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2002). Buku Ajar


Keperawatan Medikal-Bedah, Vol. 3.

Suryani, S., & Fitriani, F. (2017). Pengaruh


tindakan slow stroke back massage dengan
virgin coconut oil terhadap penurunan skala
nyeri pada pasien post sectio caesarea di
ruang nakula rs. Permata bunda purwodadi.
The shine cahaya dunia d-iii keperawatan,
2(2).

Triharini, M., Mardliyah, M., & Hadisuyatmana, S.


(2010). Cutaneus Stimulation: Slow-Stroke
Back Massage Reduces the Intensity of
Osteoartritis Pain of Elderly. Jurnal Ners,
5(1), 87–92.

Anda mungkin juga menyukai