Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menstruasi adalah pengeluaran darah, mucus dan debris sel dan mukosa
uterus secara berkala. Menstruasi terjadi dalam interval-interval yang kurang
lebih teratur, siklis dan dapat diperkirakan waktunya sejak menarke sampai
menopause kecuali saat hamil, menyusui, anovulasi, atau mengalami intervensi
farmakologis (Arma dkk, 2015).
Usia normal bagi seorang wanita mendapatkan menstruasi untuk pertama
kalinya pada usia 12 atau 13 tahun. Tetapi ada juga yang mengalaminya lebih
awal, yaitu pada usia 8 tahun atau lebih lambat yaitu usia 18 tahun. Menstruasi
akan berhenti dengan sendirinya pada saat wanita sudah berusia 40-50 tahun,
yang dikenal dengan istilah menopause. Setelah mengalami menstruasi biasanya
terlihat perubahan fisik seorang wanita seperti pada pinggul dan payudaranya
(Sukarni dan Wahyu, 2013). Salah satu gangguan yang mungkin terjadi saat
menstruasi adalah nyeri haid atau yang sering disebut dismenorea.
Hasil sensus penduduk tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah penduduk
Indonesia yaitu sebesar 237.641.326 jiwa, dan 63,4 juta atau 27% diantaranya
dalah remaja umur 10-24 tahun. Berdasarkan data dari National Health and
Nurtrition Examination Survey (NHANES), umur rata-rata menarche (menstruasi
pertama) pada anak remaja di Indonesia yaitu 12,5 tahun dengan kisaran 9-14
tahun.
Data dari WHO didapatkan kejadian sebesar 1.769.425 jiwa (90%) wanita
yang mengalami dismenorea, 10-15% diantaranya mengalami dismenorea berat.
Hal ini didukung dengan penelitian yang telah dilakukan di berbagai Negara
dengan hasil yang mencengangkan, dimana kejadian dismenore primer disetiap
Negara dilaporkan lebih dari 50% (WHO, 2012).
Di Indonesia angka kejadian dismenore tipe primer adalah sekitar 54,89%
sedangkan sisanya penderita dengan dismenore sekunder. Dismenore terjadi pada
remaja dengan prevalensi berkisar antara 43% hingga 93% (Suliawati dalam
Nurwana, 2016). Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Astuti dan Noranita
(2016) yang dilakukan pada siswi kelas VII (rentang usia 12-13 tahun) di SMP
Muhammadiyah 1 Yogyakarta didapatkan prevalensi dismenore 81%.
Dismenore menyebabkan rasa tidak nyaman, kram di perut, dan nyeri yang
dapat mengganggu aktivias dan memaksa penderita untuk istirahat dan tidak
melakukan kegiatan rutin selama beberapa jam atau bahkan beberapa hari.
Meskipun keluhan nyeri haid umum terjadi pada wanita, sebagian besar wanita
yang mengalami nyeri haid jarang pergi ke dokter, mereka mengobati nyeri
tersebut dengan obat-obat bebas tanpa resep dokter. Telah diteliti bahwa 30-70%
remaja wanita mengobati nyeri haidnya dengan obat anti nyeri yang dijual bebas.
Hal ini sangat beresiko, karena efek samping dari obat-obatan tersebut
bermacam-macam jika digunakan secara bebas dan berualang tanpa pengawasan
dokter (Kristina 2010 dalam Nurwana, 2016).
Selain menggunakan obat-obatan untuk menangani nyeri haid, juga dapat
menggunakan terapi non farmakologis misalnya, relaksasi, distraksi, akupuntur,
bekam, aromatherapy, hypnotherapy, dan lain-lain. Terapi non farmakologi
dilakukan dengan tujuan mengurangi efek samping dari kerja terapi farmakologi.
Penurunan nyeri oleh teknik relaksasai napas dalam disebabkan ketika seseorang
melakukan relaksasi napas dalam untuk mengendalikan nyeri yang dirasakan,
maka tubuh akan meningkatkan komponen saraf simpatik secara stimulant, maka
ini menyebabkan terjadinya penurunan kadar hormone kortisol dan adrenalin
dalam tubuh yang mempengaruhi tingkat stress seseorang sehingga dapat
meningkatkan konsentrasi dan membuat klien merasa tenang untuk mengatur
ritme pernapasan menjadi teratur (Rukmala, 2016).
Metode non farmakologi selain teknik napas dalam juga dapat dilakukan
dengan cara berdzikir, seperti yang disebutkan dalam QS Al-Hijr : 99, yang
artinya “Beribadahlah kepada Tuhanmu sampai datang kepadamu Al-Yaqin” .
bagi wanita haid membaca dzikir mutlak sebanyak mungkin seperti
memperbanyak tasbih (subhanallah), tahlil (la ilaha illallah), dan tahmid
(alhamdulillah), dan dzikir lainnya. Ulama sepakat wanita haid atau orang junub
boleh membaca dzikir (Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 25881).
Penelitian yang dilakukan oleh Agusta Rifa Wasito dkk (2018) dengan judul
“Pengaruh Dzikir Kalimat Istighfar Terhadap Skala Nyeri Dismenore di STIKes
Kusuma Husada Surakarta” dapat disimpulkan bahwa dengan berdzikir dapat
membantu menurunkan skala nyeri haid.
Pada studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di SMP N 1
Banguntapan Yogyakarta pada tanggal 7 November 2019 dengan jumlah siswi
kelas VIII 80 orang, yang mengalami dismenore sebanyak 55 orang atau 68,75
%. Berdasarkan keterangan siswi yang mengalami dismenore, pada saat nyeri
haid hanya dibiarkan saja, beristirahat dan sebagian ada yang minum jamu.
Sesuai dengan perkembangan zaman, orang-orang selalu ingin dipermudah
dalam mencari jalan yang efektif dan efisien dalam menyelesaikan masalah
tertentu. Khususnya pada remaja perempuan dengan banyaknya kegiatan di
dalam maupun di luar akademik pasti menginginkan yang mudah, murah dan
cepat dalam mengatasi nyeri haid atau dismenore. Oleh karena itu penulis
bermaksud mengadakan penelitian quasy eksperimen dengan memberikan teknik
nafas dalam dengan dzikir pada siswi yang mengalami dismenorea untuk
mengetahui “Pengaruh Pemberian Deep Breathing Exercise dengan Dzikir
Terhadap Penurunan Skala Nyeri Haid pada Remaja Putri di SMP N 1
Banguntapan Yogyakarta” yang akan dilakukan pada 20 siswi SMP N 1
Banguntapan Yogyakarta yang mengalami dismenorea

B. Perumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut : “Apakah Ada Pengaruh Deep Breathing Exercise dengan Dzikir
Terhadap Skala Nyeri Haid pada Remaja Putri di SMP N 1 Banguntapan.

C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Tujuan Umum
Tujuan Umum dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui
Pengaruh Deep Breathing Exercise dengan Dzikir Terhadap Skala Nyeri
Haid Pada Remaja Putri di SMP N 1 Banguntapan.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya skala nyeri haid sebelum dilakukan pemberian Deep
Breathing Exercise dengan Dzikir.
b. Diketahuinya skala nyeri haid setelah dilakukan pemberian Deep
Breathing Exercise dengan Dzikir.
D. Manfaat Penelitian
1) Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini di harapkan dapat menjadi salah satu tindakan
alternatif yang dapat diterapkan pada saat seseorang mengalami dismenore.
Selain itu hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
pihak-pihak yang terkait, khususnya dalam melakukan intervensi keperawatan
pada seseorang yang mengalami dismenore.

2) Manfaat Praktis
a. Bagi Peneliti, menjadi pengalaman baru bagi peneliti dalam melakukan
penelitian dan dapat mengetahui pengaruh deep breathing exercise dengan
dzikir terhadap skala nyeri haid.
b. Bagi responden yang beragama islam apabila mengalami dismenore, hasil
penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam mengatasi
dismenore.
c. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan
sumber bacaan atau referensi apabila ingin melakukan penelitian yang
berhubungan dengan penelitian ini.
d. Bagi mahasiswa STIkes Surya Global, sebagai tambahan ilmu tentang
Deep Breathing Exercise dengan Dzikir Terhadap skala nyeri haid
(Disminore)

E. Keaslian Penelitian
1. Astria (2015) mengenai “Efektifitas Kombinasi Teknik Slow Deep Breathing
dan Teknik Effleurage Terhadap Intensitas Nyeri Dismenore”. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas pemberian slow deep
breathing dan teknik effleurage terhadap intensitas nyeri dismenore. Jenis
penelitian yang digunakan adalah quasy eksperiment dengan pendekatan non-
equivalent control group. Sampel dalam penelitian ini adalah 30 siswa dengan
pengambilan sampel dengan teknik random sampling. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa pemberian slow deep breathing dan tknik effleurage
efektif terhadap intensitas nyeri dismenore dengan nilai p value 0,000.
Persamaan pada penelitian ini adalah pada variabel dependent (intensitas nyeri
dismenore) sedangkan untuk perbedaan terdapat pada variabel independent,
waktu penelitian, dan lokasi penelitian.
2. Trisnabari (2018) mengenai “Manfaat Deep Breathing Exercise Terhadap
Nyeri Haid Primer Pada Mahasiswi S1 Fisioterapi Universitas
Muhammadiyah Surakarta”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui manfaat pemberian Deep Breathing Exercise dengan dzikir
terhadap Nyeri Haid Primer pada Mahasiswi S1 Fisioterapi Universitas
Muhammadiyah Surakarta. Jenis penelitian yang digunakan adalah Quasy
Eksprimental dengan pendekatan one group pretest-postest, yaitu 30
responden. Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara
internsitas dismenore antara sebelum dan sesudah dilakukan deep breathing
exercise dengan nilai p value = 0,0001. Persamaan dengan penelitian yang
dilakukan peneliti disini yaitu variable dependent (skala nyeri dismenore atau
skala nyeri haid), sedangkan untuk perbedaannya yaitu variable independent,
responden penelitian, waktu penelitian, dan lokasi penelitian.
3. Wasito (2018) mengenai “Pengaruh Dzikir Kalimat Istighfar Terhadap Skala
Nyeri Dismenore di STIKes Kusuma Husada Surakarta”. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dzikir kalimat istighfar
terhadap skala nyeri dismenore. Metode penelitian ini menggunakan
penelitian Quasy Eksperiment dengan rancangan penelitian pretest-postest
with control group design dengan jumalah sampel 44 responden. Hasil
penelitian terdapat pengaruh dzikir kalimat istighfar terhadap skala nyeri
dismenore di STIKes Kusuma Husada Surakarta dengan nilai p value 0,000
dan pada kelompok control dengan p value dan pada pada kelompok control
dengan p value 0,122. Persamaan dengan penelitiann yang dilakukan
penelitian disini yaitu variable dependent (skala nyeri dismenore), sedangkan
untuk perbedaannya yaitu variabel independent, waktu penelitian, dan lokasi
penelitian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Deep Breathing Exercise
a. Pengertian
Deep Breathing Exercise atau teknik latihan nafas dalam adalah suatu
bentuk asuhan keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajarkan
kepada klien bagaimana cara melakukan nafas dalam, nafas lambat
(menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan
nafas secara perlahan, selain dapat menurunkan intensitas nyeri teknik
relaksasi nafas dalam juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan
meningkatkan oksegenasi darah (Smeltzer & Bare, 2002 dalam Sulistyo,
2012)
b. Tujuan Relaksasi Nafas Dalam
Tujuan relaksasi nafas dalam menurut Smeltzer & Bare, (2002) adalah
untuk meingkatkan ventilasi alveoli, memlihara pertukaran gas, mencegak
atelectasis paru, meningkatkan efiseiensi batuk, mengurangi stress fisik
maupun emosional yaitu menurunkan intensitas nyeri dan menurunkan
kecemasan (Sulistyo, 2012).
2. Dzikir
a. Pengertian
Dzikir adalah obat penawar bagi orang-orang yang haus di antara
mereka. Jika obat itu hilang dari mereka, maka lemahlah hati mereka.
Berkaitan dengan ini, seorang penyair sufi berkata “seandainya kami sakit,
maka kami berobat dengan dzikir kepada-Mu”. Dzikir adalah tali yang
bersambung antara hamba dengan Tuhannya. Dzikir adalah jalan yang
menyampaikan pada kecintaan Allah dan keridhaan-Nya. (Sarqawi, 2013)
Dzikir merupakan amaliah pokok yang mempunyai manfaat sangat
besar dalam upaya pembersihan jiwa. Allah berfirman dalam surat Ar-Rad
ayat 28 yang artinya :”(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka
menjadi tentram dengan mengingat Allah, ingatlah hanya dengan
mengingat Allah-lah hat menjadi tentram ” (Alhamuddin dkk, 2015)
b. Macam-macam Dzikir
Dzikir kepada Allah dibedakan menjadi tiga bagian yaitu dzikir
dengan hati, dzikir dengan lisan, dan dzikir kepada Allah ketika bertemu
dengan apa yang dilarang dan diharamkan-Nya.
1) Dzikir dengan hati adalah dzikir yang paling tinggi dan paling agung,
misalnya berpikir tentang keagungan Allah, kegagahan, kerajaan,
keindahan ciptaan-Nya dan ayat-ayat-Nya yang ada di langit dan di
bumi.
2) Adapun dzikir dengan lisan saja adalah dzikir kepada Allah dengan
membaca tasbih, tahlil, tahmid, mambaca al-Qur;an, istighfar, doa,
dan membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW. Hal ini pun
memiliki keutamaan yang besar.
3) Sementara dzikir kepada Allah ketika hendak melakukan apa yang
diperintahkan Allah, atu menjauhi segala larangan yang haram bahkan
yang syubhat, juga memiliki keutamaan yang agung. (Sarqawi, 2013)

c. Cara Berzikir
Ada dua cara berdzikir, yaitu “Khafiy” dan “Jaliy”. Zikir Khafiy,
yaitu dzikir yang diucapkan dengan sangat pelan, atau bahkan tidak
terdengar sama sekali. Zikir Jaliy, yaitu dzikir yang diucapkan dengan
suara dan bisa di dengar oleh orang yang ada didekatnya, paling tidak
terdengar oleh telinganya sendiri. Kedua cara tersebut masing-masing
mempunyai kelebihan. Ada yang menyatakan dzikir yang paling baik
adalah dzikir khafiy, di mana hanya hati yang berzikir. Namun bagi kita
yang sedang belajar mencapai khusyuk, ini mendapatkan mukjizat dari
dzikir yang kita sebutkan, di rekomendasikan dengan cara mengeluarkan
suara yang kira-kira bisa didengar oleh yang ada disekitar kita. Ini adalah
tingkat dzikir pertama yang harus dilakukan. (Aman, 2016)

d. Manfaat zikir
1) Membersihkan hati
Dalam sebuah hadist dikatakan manfaat dzikir yang artinya sebagai
berikut : “sesungguhnya bagi setiap segala sesuatu itu ada alat
pembersihnya, dan sesungguhnya alat pembersih hati (jiwa) adalah
dzikir kepada Allah (Alhamuddin dkk, 2015)

2) Menyelamatkan dari siksa kubur


Dalam sebuah hadist dikatakan manfaat dzikir yang artinya sebagai
berikut : “sesungguhnya bagi setiap segala sesuatu itu ada alat
pembersihnya, dan sesungguhnya alat pembersih hati (jiwa) adalah
dzikir kepada Allah. Dan tidak ada sesuatu yang lebih dapat
menyelamatkan dari siksa Allah daripada dzikrullah”(H.R. Baihaqi)

3. Nyeri
a. Pengertian Nyeri
Asosiasi internasioanl yang khusus mempelajari tentang nyeri (The
Internatioanl Association for the Study of Pain / IASP (1979))
mendifinisikan nyeri sebagai sesuatu yang yang tidak menyenangkan,
bersifat subjektif dan berhubungan dengan pancaindera, serta merupakan
suatu pengalaman emosional yang dikaitkan dengan kerusakan jaringan
baik aktual maupun potensial, atau digambarkan sebagai suatu
kerusakan/cedera. Oleh karena itu, nyeri secara fisik dapat menyebabkan
nyeri secara psikologis dan vise versa (Potter & Perry,2010)

b. Jenis Nyeri
1) Nyeri Akut
Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional tidak
menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan aktual atau
potensial atau yang digambarkan sebagai kerusakan (International
Association for the Study of Pain) yang tiba-tiba atau lambat dari
intensitas ringan hingg berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau
diprediksi (Nanda Internasional, 2017).
Nyeri akut besifat melindungi, memilik penyebab yang dapat
diindentifikasi, berdurasi pendek, dan memiliki sedikit kerusakan
jaringan serta respons emosional. Pada akhirnya, nyeri akut akan
ditangani dengan atau tanpa pengobatan setelah jaringan yang rusak
sembuh. Itu disebabkan karena nyeri akut dapat diprediksi waktu
penyembuhannya dan penyebabnya dapat diidentifikasi, hal ini akan
membuat para anggota tim medis merasa termotivasi untuk segera
menangani nyeri tersebut. Penting untuk menyadari bahwa nyeri akut
yang tidak teroabati dapat berkembang menjadi nyeri kronis.
Nyeri akut dapat mengancam proses pemulihan seseorang yang
berakibat pada bertambahnya waktu rawat, peningkatan risiko
komplikasi karena imobilisasi dan tertundanya proses rehabilitasi.
Kemaujan secara fisik atau psikologis menjadi tertunda bersamaan
dengan menetapnya nyeri tersebut, dikarenakan klien memfokuskan
seluruh energginya terhadap proses penyembuhan nyeri. Upaya yang
bertujuan untuk mengajarkan dan memotivawsi klien terhadap
perawatan diri klien terkadang menjadi terhambat, sampai nyeri dapat
ditangani dengan baik. Proses penyembuhan nyeris ecara menyeluruh
tidak selalu dapat dicapai, tetapi mengurangi rasa nyeri sampai dengan
tingkat yang dapt ditoleransi mungkin dilakukan. Oleh karena itu ,
tujuan utama perawat adalah untuk memberikan pertolongan terhadap
nyeri yang memungkinkan klien dapat berpartisipasi dalam proses
pemulihannya (Potter & Perry, 2010).
2) Nyeri Kronis
Nyeri Kronis merupakan pengalaman sensorik dan emosional
tidak menyenangkan dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial,
atau digambarkansebagai suatu kerusakan (International Association
for the Study of Pain) yagn tiba-tiba atau lambat dengan intensitas dari
ringan hingga berat, terjadi konstan attau berulang tanpa akhir yang
dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung lebih dari tiga bulan
(Nanda International, 2017)
Perbedaan utama antara nyeri kronis dan nyeri akut adalah nyeri
kronis bukanlah suatu hal yang bersifat protektif, sehingga menjadi tak
bertujuan. Nyeri kronis berlangusng lebih lama dari yang diharapkan,
tidak selalu memiliki penyebab yagn dapat diidentifikasi, dan dapat
memicu penderita yagn teramat sangat bagi seseorang. (Potter & Perry,
2010)
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri
Rasa nyeri merupakan suatu hal yang bsersifat kompleks, mencakup
pengaruh fisiologis, sosial, spiritual, psikologis, dan budaya. Oleh karena
itu, pengalaman nyeri masing-masing individu adalah berbeda. Mengingat
semua faktor memperngaruhi klien yang mengalami nyeri, hal ini penting
untuk memastikan pendekatan holistic/menyeluruh dalam pengkajian dan
perawatan klien.
1) Faktor fisiologis
a) Usia
Usia dapat mempengaruhi nyeri, terutama pada bayi dan dewasa
akhir. Perbedaan tahap perkembangan yang ditemukan di antara
kelompok umur tersebut mempengaruhi bagaiman anak-anak dan
dewasa akhir berespons terhadap nyeri. Anak-anak memiliki
kesuliatan dalam mengenal/memahami nyeri dan prosedur-prosedur
yang diberikan oleh perawat yang menyebabkan nyeri. Anak-anak
yang kemampuan kosakatanya belum berkembang memilii kesulitan
dalam menggambarkan dan mengekspresikan nyeri secara verbal
kepada orang tuanya atau petugas kesehatan. Anak usia 1-3 tahun
(toddler) dan usia 4-5 tahun (prasekolah) belum mampu mengingat
penjelasan tentang nyeri atau yang berhubungan dengan nyeri,
dengan pengalaman yang terjadi pada situasi yang berbeda-beda.
b) Kelemahan (fatigue)
Kelemahan meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan menurunkan
kemampuan untuk mengatasi masalah. Apabila kelemahan terjadi di
sepanjang waktu istirahat, persepsi terhadap nyeri akan lebih besar.
Nyeri terkadang jarang dialami setelah tidur/istirahat cukup daripada
di akhir hari yang panjang.
c) Gen
Riset terhadap orang yang sehat mengungkapkan bahwa infromasi
genetic ang diturunkan dari orangtua memungkinkan adanya
peningkatan atau penurunan sensitivitas seseorang terhadap nyeri.
Pembentukan sel-sel genetik kemungkinan dapat menentukan
ambang nyeri seseorang atau toleransi terhadap nyeri.
d) Fungsi Neurologis
Fungsi neurologis klien mempengaruhi pengalamn nyeri. Faktor apa
saja dapat mengganggu atau memengaruhi penerimaan atau persepsi
nyeri yang normal (contoh : cedela medulla spinalis, neuropatik
perifer, atau penyakit-penyakit saraf) dapat memengaruhi kesadsaran
dan respons klien terhadap nyeri. Beberapa afen farmakologi
(analgesik, sedative, dan anestesi) memengaruhi persepsi dan
respons terhadap nyeri, karena itulah membutuhkan asuhan
keperawatan yang bersifat preventif.
2) Faktor Sosial
a) Perhatian
Tingkat dimana klien memfokuskan perhatiannya tehadap nyeri .
meningkatnya perhatian terhadap nyeri, sebaliknya distraksi
berhubugan dengan dkurangnya respons nyeri. Konsep ini
merupakan salah satu konsep yang diaplikasikan perwat dalam
berbagai intervensi penanganan nyeri seperti relaksasi, imajinasi
terpimpin (guided imagery), dan masase. Dengan memfokuskan
perhatian dan konsentrasi klien terhadap stimulus lain, kesadaran
mereka akan adanya nyeri menjadi menurun.
b) Pengalaman Sebelumnya
Setiap orang belajar dari pengalaman nyeri sebelumnya. Adanya
pengalaman sebelumnya bukan berarti seeorang tersebut akan lebih
mudah menerima rasa nyeri dima lampau yang cukup sering tanpa
adanya penangananatau penderitaan akan adanya nyeri yang lebih
berat dapat menyebabkan kecemasan atau bahkan ketakutan yang
timbul secara berulang. Sebaliknya, apabila seseorang telah memiliki
pengalaman yang berulang akan rsa nyeri yang sejenis namun
nyerinya telah dapat ditangani dengan baik, maka hal tersebut akan
memudahkannya untuk menginterpretasikan sensasi nyeri. Sebagai
hasilnya, klien menjadi lebih baik dalam persiapan untuk mengambil
tindakan yang perlu dilakukan dalam menangani nyeri.
c) Keluarga dan Dukungan Sosial
Orang dengan nyeri terkadang bergantung kepada anggota keluarga
yang lainatau teman dekat untuk dukungan, bantuan, atau
perlindungan. Meski nyeri masih terasa, tetapi kehadiran keluarga
ataupun teman terkdang dapat membuat pengalamn nyeri yang
menyebabkan stress sedikit berkurang. Kehadiaran orangtua sangat
penting bagi anak-anak yang mengalami nyeri.

3) Faktor Psikologis
a) Kecemasan
Tingkat dan kualits nyeri yang diterima klien berhuungan dngan arti
dari nyeri tersebut. Hunungan antar nyeri dan kecemasan bersifat
kompleks. Kecemasan terkadang meningkatkan persepsi terhadap
nyeri, tetapi nyeri juga menyebabkan perasaan cemas. Sulit untuk
memisahkan dua perasaan tersebut. Wall dan Melzack (1999),
melaporkan bahwa stimulus nyrei yang mengaktivasi bagian dari
sistem limbic dipercaya dapat mengontrol emosi, terutama kecemasan.
Sistem limbic memproses reaksi emosional terhadap nyeri, apakah
dirasa mengganggu atau berusaha untuk mengurangi nyeri tersebut.
b) Teknik Koping
Teknik koping memengaruhi kemampuan untuk mengatasi nyeri.
Seseorang yang memiliki kontrol terhadap situasi internal merasa
bahwa mereka dapat mengontrol kejadian-kejadian dan akibat yang
terjadi dalam hidup mereka, seperti nyeri (Grill,1990). Sebaliknya,
seseorang yang memiliki kontrol terhadap situasi eksternal merasa
bahwa faktor-faktor lain dalam hidupnya : seperti perawat
bertanggungjawab terhadap akibat suatu kejadian. Konsep ini
diaplikasikan dalam penggunaan analgesik yang dikontrol klien. Klien
yang dapat melakukan pemberian obat nyeri secara intravena dalam
dosis rendah secara mandiri ketika terjadi nyeri akut berhasil
mencapai kontrol nyeri lebih cepat daripada mereka yang bergantung
pada perawat dalam pemberian obat nyeri dengan dosis intermiten.

4) Faktor Budaya
Sesuatu yang diartikan seseorang sebagai nyeri akan memengaruhi
pengalaman nyeri dan bagimana seseorang beradaptasi terhadap kondisi
tersebut. Hal ini terkadang erat kaitannya dengan latar belakang budaya
seseorang. Seseorang akan merasakan sakit yang berbeda apabila hal
tersebut terkait dengan ancaman, kehilangan, hukuman, atau tantangan.
Sebagai contoh, wanita yang melahirkan akan merasakan sakit yang
berbeda dibandingkan dengan wanita yang memiliki riwayat penyakit
kanker yang baru merasakan sakit dan ketakutan akan terulangnya nyeri
tersebut (Potter & Perry, 2010).

4. Dismenore
a. Pengertian
Dysmenorrhea barasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari kata dys
yang berarti sulit, nyeri, abnormal, meno yang berarti bulan, dan rrhea
yang berarti aliran. Dysmenorrhea atau dismenorea dalam bahasa
indonesia berarti nyeri pada saat menstruasi. Hampir semua wanita
mengalami rasa tidak enak pada bagian bawah saat menstruasi. Namun,
istilah dismenore hanya dipakai bila nyeri begitu hebat sehingga
mengganggu aktivitas dan memerlukan obat-obatan. Uterus atau Rahim
terdiri atas otot yang juga berkontraksi dan relaksasi. Pada umumnya,
kontraksi otot uterus tidak dirasakan, namun kontraksi yang hebat dan
sering menyababkan aliran darah ke uterus terganggu sehigga timbul rasa
nyeri (Sukarni dan Wahyu 2013).
Dismenore (nyeri menstruasi) dapat bersifat primer atau sekunder.
Kelainan ini dikatatan terjadi apada 60-70% wanita dengan 15% mengeluh
bahwa aktivitas mereka terbatas akibat dismenore. Dismenore primer
sering timbul sejak menarche, dan mungkin disebabkan oleh
ketidakseimbangan prostaglandin. Dismenore sekunder terjadi pada wanita
yang sebelumnya tidak mengalami nyeri menstruasi dan mungkin berkaitan
dengan endometriosis atau fibroid atau polip uterus intrakavitas. (Anna dan
Ailsa, 2012)
Dismenore merupakan nyeri menstruasi, di karakteristikan sebagai
nyeri singkat sebelum wanita mengalami menstruasi. Nyeri ini berlangsung
selama satu sampai beberapa hari selama menstruasi. Dismenore
merupakan salahsatu masalah ginekologi yang paling sering terjadi,
mempengaruhi lebih dari 50% wanita dan menyebabkan ketidakmampuan
untudk melakukan aktivitas harian selama 1 sampai 3 hari setiap bulannya
pada sekitar 10% dari wanita tersebut. (Dunnihoo,1992 dalam Reeder dkk,
2013)

b. Macam-macam dismenore

Dismenore dibedakan menjadi 2 macam yaitu dismenore primer dan


dismenore sekunder, dismenore primer tanpa disertai tanda patologis,
sedangkan dismenore sekunder berhubungan dengan kelainan kongenital
dan disertai tanda patologis. Sifat rasa nyeri pada dismenore primer
biasanya terbatas pada perut bawah, tetapi dapat menyebar ke daerah
pinggang dan paha. Lokasi nyeri dapat terjadi didaerah suprapubik terasa
tajam, menusuk, terasa diremas atau sangat sakit pada bagian punggung
dan bawah perut. (Sukarni dan Margareth, 2013)

Terdapat dua tipe dari dismenore, yaitu dismenor primer dan dismenore
sekunder.
1) Dismenore primer
Dismenore primer adalah nyeri yang di jumpai tanpa adanya
kelainnan pada alat-alat genital yang nyata. Dismenore primer terjadi
beberapa waktu setelah menarche biasanya setelah 12 bulan atau
lebih, karena siklus-siklus haid pada bulan-bulan pertama setelah
menarche umumnya berjenis anovulator atau bersama-sama dengan
permulaan haid dan berlangsung untuk beberapa jam, walaupun pada
beberapa kasus dapat berlangsung beberapa hari. Sifat rasa nyeri ialah
kejang berjangkit-jangkit, biasanya terbatas pada perut bawah, tetapi
dapat menyebar ke daerah pinggang dan paha. Bersamaan dengan rasa
nyeri dapat dijumpai rasa mual, muntah, sakit kepala, diare,
iritabilitas, dan sebagainya.
Tidak ada persoalan ginekologi yang mendasarinya yang
menyebabkan nyeri. Tipe kejang ini mungkin mulai dalam enam bulan
sampai satu tahun setelah mencarche (mulainya menstruasi), waktu
ketika seorang gadis mulai mempunyai periode-periode menstruasi.
Kejang-kejang menstruasi secara khas tidak mulai hingga ovulatory
menstrual cycles (ketika sebuah sel telur dilepaskan dari indung-
indung telur) terjadi, dan perdarahan mensturasi sebenarnya biasanya
mulai sebelum timbulnya ovulasi. Oleh karena itu, seorang gadis
remaja mungkin tidak mengalami dismenore hingga berbulan-bulan
sampai bertahun-tahun setelah timbulnya menstruasi.
Sebaiknya gadis-gadis sudah mendapat informasi yang lengkap
perihal menstruasi ini sebelum menache (menstruasi pertama kali).
Gadis-gadis yang tidak mendapat penerangan yang baik tentang
menstruasi akan mudah menderita dismenore. Informasi dapat
diberikan oleh orangtua, guru-guru, atau dokter. Faktor-faktor resiko
dismenore primer antara lain nulipara (wanita yang belum pernah
melahirkan), obesitas, perokok, dan memiliki riwayat keluarga dengan
dismenore.
Disebut dismenore primer jika tidak ditemukan penyebab yang
mendasarinya dan dismenore sekunder jika penyebabnya adalah
kelainan kandungan. Dismenore primer sering terjadi, kemungkinan
lebih dari 50 % wanita menglaminya dan 15% diantaranya mengalami
nyeri pada saat menstruasi yang hebat. Biasanya dismenore primer
timbul pada masa remaja, yaitu sekitar 2-3 tahun setelah menstruasi
pertama. Nyeri pada dismenore primer diduga bersal dari kontraksi
rahim yang dirangsang oleh prostaglandin. Nyeri dirasakan semakin
hebat ketika bekuan atau potongan jaringan dari laisan Rahim
melewati srviks (leher rahim), terutama jika saluran serviknya sempit.
Faktor lainnya yang bisa memperburuk dismenore adalah :
a) Rahim yang menghadap ke belakang (retroversi)
b) Kurang berolahraga
c) Stress psikis atau stress sosial.

Pertambahan umur dan kehamilan akan menyebabkan


menghilangnya dismenore primer. Hal ini diduga terjadi karena
adanya kemunduran saraf rahim akibat penuaan dan hilangnya
sebagian saraf pada akhir kehamilan.

Perbedaan beratnya nyeri saat menstruasi tergantung kepada


kadar prostaglandin. Wanita yang mengalami dismenore/ nyeri
menstruasi memiliki kadar prostaglandin yang 5-13 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan wanita yang tidak mengalami dismenore.
Dismenore sangat mirip dengan nyeri yang dirasakan oleh wanita
hamil yang mendapatkan suntikan prostaglandin untuk merangsang
persalinan.

Bukti saat ini menunjukkan bahwa patogenesis dismenore primer


adalah karena prostaglandin F2alpha (PGF2alpha), suatu stimulant
myometrium kuat dan vasokonstriktor, di endometrium. 10 Sekretorik
respon tehadap inhibitor prostaglandin pada pasien dengan dismenore
mendukung pernyataan bahwa dismenore adalah dimediasi
prostaglandin. Substansial bukti atribut dismenore untuk kontraksi
rahim yang bekepanjangan dan menurunnya aliran darah ke
miometrium.

Peningkatan kadar prostaglandin ditemukan dalam cairan


endometrium wanita dengan dismenore dan berkolerasi dengan baik
dan meingkat 3 kali lipat, di prostaglandin endometrium terjadi dari
fase folkuler pada fase luteal, dangan peningkatan lebih lanjut terjadi
selama menstruasi. Peningkatan prostaglandin pada endometrium
berikut penurunann progesteron dalam hasil fase luteal dalam
myometrium uterus meningkat dan berlebih kontraksi leukotrin yang
telah dirumuskan untuk meningkatkan sensitivitas dari serat nyeri di
dalam rahim. Jumlah signifikan leukotrin telah ditunjukkan dalam
endometrium wanita dengan dismenore primer yang tidak menanggapi
pengobatan dengan prostaglandin antagonsi. (Sukarni, 2013)

2) Dismenore sekunder
Dismenore sekunder adalah nyeri saat menstruasi yang
disebabkan oleh kelainan ginekologi atau kandungan. Pada umumnya
tejadi pada wanita yang berusia lebih dari 25 tahun. Tipe nyeri dapat
menyerupai nyeri menstruasi dismenore primer, namun lama nyeri
dirasakan melebihi periode menstruasi dan dapat pula tejadi bukan
pada saat menstruasi. Permberian terapi NSAIDs dan pil kontrasepsi
tidak memberikan banyk manfaat. Nyeri haid yang disbabkan oleh
patologi pelvis secara anatomis atau makroskopis dan terutama terjjadi
pada wanita berusia 30-45 tahun.(Widjanarko dalam Sukarni dan
Wahyu, 2013)
Dismenore sekunder disebabkan oleh kondisi iatrogenik dan
patologis yang beraksi di uterus, tuba falopi, ovarium, atau pelvis
peritoneum. Secara umum, nyeri datang ketika terjadi proses yang
mengubah tekanan di dalam atau di sekitar pelvis, perubahan atau
terbatasnya aliran darah, atau karena iritsi peritoneum pelvis. Proses
ini berkombinasi dengan fisiologi normal dari menstruasi sehingga
menimbulkan ketidaknyamanan. Ketika gejala ini terjadi pada saat
menstruasi, proses ini menjadi sumber rasa nyeri. Penyebab dismenore
sekunder dapat diklasifikasikan dalam 2 golongan, yaitu penyebab
intrauterine dan penyebab ekstrauterin.
Tanda dan gejala pada dismenore sekunder dan nyeri pelvis
dapat beragam dan banyak. Umumnya gejala tersebut sesui dengan
penyebabnya. Keluhan yang biasanya muncul adalah gejala pada
gastrointestinal, kesulitan berkemih, dan masalah pada punggung.
Keluhan menstruasi berat yang disertai nyeri menandakan adanya
perubahan kondisi uterus seperti adenomyosis, myomas, atau polip.
Keluhan nyeri pelvis yang berat atau perubahan kontur abdomen
meningkatkan neoplasi inta-abdominal. Demam, menggigil, dan
malaise menandakan adanya proses inflamasi. Keluhan yang
menyertai infetilitas menandakan kemungkinann terjadinya
endometriosis. (Smith dalam Sukarni dan Wahyu, 2013)
Penyebab dari dismenore sekunder antara lain infeksi,
ademoniosisi, mioma uteri, salpingitis kronis, stenosis servisis uteri,
kista ovarium, polip uteri, dan lain-lain. Faktor-faktor resiko
dismenore sekunder antara lain infeksi pelvis, penyakit menular
seksual, dan endometiosis. Terapi dismenore sekunder berdasarkan
penyakit dasarnya. Selain obat-obatan terkadang perlu dilakukan
tindakan bedah. (Sukarni dan Wahyu, 2013)
c. Etiologi dan Gejala-Gejala Dari Dismenore
1) Dismenore Primer
Rasa nyeri di perut bagian bawah, menjalar ke daerah pinggang dan
paha. Kadang-kadang disertai mual, muntah, diare, sakit kepala dan
emosi yang labil. Nyeri timbul sebelum haid dan berangsur hilang
setelah darah haid keluar. Etiologinya belum jelas tetapi umumnya
berhubungan dengan siklus ovulatorik. Beberapa faktor yang diduga
berperan dalam timbulnya dismenore primer yaitu :
a) Prostaglandin
Penyelidikan dalam tahun-tahun terakhir menunjukkkan bahwa
peningkatan kadar prostaglandin (PG) penting peranannya sebagai
penyebab terjadinya dismenore. Atas dasar itu disimpulkan bahwa
PS yang dihasilkan uterus berperan dalam menimbulkan
hiperaktivitas miometrium. Selanjutnya kontraksi miometrium
yang disebabkan oleh PG akan mengurangi aliran darah, sehingga
terajadi iskemia sel-sel miometrium yang mengakibatkan
timbulnya nyeri spasmodik. Jika PG dilepaskan dalam jumlah
berlebih ke dalam peredaran darah, maka selain dismenore timbul
pula pengaruh umum lainnya seperti diare, mual, muntah.
b) Hormon steroid seks
Dismenore primer hanya terjadi pada siklus ovulatorik. Artinya,
dismenore hanya timbul bila uterus berada di bawah pengaruh
progesterone. Sedangkan sintesis PG berhubungan dengan fungsi
ovarium. Kadar progesterone yang rendah akibat regresi corpus
luteum menyebabkan terganggunya stabilitas membrane lisosom
dan juga meningkatkan pelepasan enzim fosfolipase-A2 yang
berperan sebagai katalisator dalam sintesis PG melalui perubahan
fosfolipid menjadi asam arakhidonat. Ylikorkala,dkk pada
penelitiannya menemukan bahwa kadar estradiol lebih tinggi pada
wanita yang menderita dismenore dibandingkan wanita normal.
Estradiol yang tinggi dalam darah vena uterina dan vena ovarika
disertai kada PGF-alfa yang juga tinggi dalam endometrium. Hasil
terpenting dari penelitian ini adalah ditemukannya perubahan
nisbah E2/P.
c) Sistim saraf (neurologik)
Uterus dipersarafi oleh sistim saraf otonom yang terdiri dari sistim
saraf simpatis dan parasi
mpatis. Jeffcoate mengemukakan bahwa dismenore ditimbulkan
oleh ketidakseimbangan pengendalian SSO terhadap miometrium.
Pada keadaan ini terjadi perangsangan yang berlebihan oleh saraf
simpatik sehingga serabut-serabut sirkuler pada istmus dan ostium
uteri internum menjadi hipertonik.
d) Vasoperin
Akarluad, dkk pada penelitiannya mendapatkan bahwa wanita
dengan dismenore primer ternyata memiliki kadar vasopressin
yang sangat tinggi, dan berbeda bermakna dari wanita tanpa
dismenore. Ini menunjkkkan bahwa vasopressin dapat merupakan
faktor etiologi yang penting pada dismenore primer. Pemberian
vasopressin pada saat haid menyebabkan meningkatnya kontraksi
uterus dan berkurangnya darah haid. Namun demikian peranan
pasti vasopressin dalam mekanisme dismenore sampai saat ini
belum jelas.
e) Psikis
Semua nyeri tergantung pada hubungan susunan saraf pusat,
khusunya thalamus dan korteks. Derajat penderita yang dialami
akibat rangsang nyeri tergantung pada latar belakang pendidikan
penderita. Pada dismenore faktor pendidikan dan faktor psikis
sangat berpengaruh, nyeri dapat dibangkitkan atau diperberat oleh
keadaan psikis penderita. Seringkali segera setelah perkawinan
dismenore hilang, dan jarang masih menetap setelah melahirkan.
Mungkin kedua keeadaan tersbut membawa perubahan fisiologik
pada genetalia maupun perubahan psikis.
2) Dismenore Sekunder
Nyeri mulai pada saat haid dan meningkat bersamaan dengan
keluarnya darah haid. Dapat disebabkan oleh antara lain :
a) Endometriosis
b) Stenosisi kanalis servikalis
c) Adanya AKDR
d) Tumor ovarium

d. Gejala Disminore
Menyebabkan nyeri pada perut bagian bawah, yang bisa menjalar ke
punggung bagian bawah dan tungkai. Nyeri dirasakan sebagai kram yang
hilang timbul atau sebagai nyeri tumpul yang terus menerus ada.
Biasanya nyeri mulai timbul sesaat sebelum atau selama menstruasi,
mencapai puncaknya dalam waktu 24 jam dan setelah 2 hari akan
menghilang. Dismenore juga seing disertai oelh sakit kepala, mual,
sembelit atau diare dan sering berkemih.Gejala utama dari nyeri dismenore
terkonsentrasi di perut bagian bawah, di daerah umbilikalis atau daerah
suprapubik perut.
Hal ini juga sering dirasakan di perut kanan atau kiri. Hal itu dapat
memancarkan ke paha dan punggung bawah. Gejala lain mungkin
termasuk mual dan muntah, diare atau sembelit, sakit kepala, pusing,
disorentasi, hipersensitivitas terhadap suara, cahaya, baud an sentuhan,
pingsan dan kelelahan.
Gejala dismenore sering dimulai segera setelah ovulasi dan dapat
berlangsung sampai akhir menstruasi. Ini karena dismenore sering
dikaitkan dengan perubahan kadar hormon dalam tubuh yang terjadi
dengan ovulasi. Penggunaan bebrapa jenis pil KB dapat mencegah gejala
dismenore, karena pil KB mencegah terjadinya ovulasi.
B. Kerangka Teori

Primer

Dismenorea

Sekunder

Nyeri

Ringan Sedang Berat

Faktor-faktor yang
Deep Breathing Exercise
mempengaruhi nyeri :
dengan Dzikir
1. Faktor Fisiologis
Sebuah metode bernafas
dengan cara menarik napas 2. Faktor Sosial
dalam hitungan 3 detik dan
saat ekspirasi pelan-pelan 3. Faktor Psikologis
melalui mulut dalam
4. Faktor Budaya
hitungan 3 detik dan
mengucapkan dzikir
astaghfirullahhaladzim 3
kali sampai seterusnya
dnegan dzikir yang
berbeda. Latihan pernfasan
selama tiga puluh detik
sampai dengan dua kali-
lima kali sehari yang
dilakukan secara rutin

Sumber Sukarni dan Wahyu (2010)


C. Kerangka KOnsep Penelitian

Deep Breathing Exercise dengan


Skala Nyeri Haid
Dzikir
X Y

D. Hipotesis
Ha : Ada pengaruh pemberian deep breathing exercise dengan dzikir terhadap
skala nyeri haid pada remaja putri di SMP N 1 Banguntapan
Ho : Tidak ada pengaruh pemberian deep breathing exercise denggan dzikir
terhadap skala nyeri haid pada remaja putri di SMP N 1 Banguntapan
DAFTAR PUSTAKA

Alhamuddin dkk.2015.Agama dan Pecandu Narkoba.

Arma dkk.2015.Bahan Ajar Obstetri Fisiology. Yogyakarta : Deepublish

Glasier,Anna dan Gebbie, Ailsa.2012.Keluarga Berencana & Kesehatan


Reproduksi.Jakarta : EGC

Nurwana.2016.Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Dismenore Pada


Remaja Putri.Jimkesmas. Vol 2 No.6.

Potter & Perry.2010.Fundamental Keperawatan edisi 7.Jakarta:Salemba Medika

Sarqawi.2013.”Zikrullah Urgensinya dalam Kehidupan”. Bandung : PT Remaja


Rosdakarya:

Sukarni dan Wahyu.2013.Buku Ajar Keperawatan Maternitas.Yogyakarta : Nuha Medika

Sulistyo.2012.Kebutuhan Dasar Manusia (Oksigenasi).Yogyakarta : Graha Ilmu

Trinabari dan Wahyu.2018.Manfaat Deep Breathing Exercise Terhadap Nyeri Haid


Primer Pada Mahasiswi S1 Fisioterapi Universitas Muhammadiyah Surakarta.University
Research Colloquium.

WHO.2012.Dismenore. Diakses pada tanggal 10 Oktober 2019.


http:/www.who.int/gho/mdg/poverty_hunger/disminorea_text/en/index

Anda mungkin juga menyukai