Anda di halaman 1dari 76

PENGARUH TERAPI AKUPRESUR TERHADAP INTENSITAS NYERI

DISMENOREA PADA REMAJA DI MTs.S HAJIJAH AMALIA SARI


KOTA PADANGSIDIMPUAN TAHUN 2021

PROPOSAL

OLEH
NOVITA PUTRI LUBIS
19060042P

PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA


FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS AUFA ROYHAN
DI KOTA PADANGSIDIMPUAN
2021
PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA
UNIVERSITAS AUFA ROYHAN PADANGSIDIMPUAN
Laporan Penelitian, Agustus 2021
Novita Putri Lubis

PENGARUH TERAPI AKUPRESUR TERHADAP INTENSITAS NYERI


DISMENOREA PADA REMAJA DI MTS.S HAJIJAH AMALIA SARI
KOTA PADANGSIDIMPUAN
Abstrak

Nyeri haid (dismenorea) merupakan gangguan fisik yang sangat menonjol pada
wanita yang sedang mengalami berupa gangguan nyeri/kram pada perut. Nyeri haid
(dismenora) memiliki dampak yang cukup besar bagi remaja putri karena
menyebabkan terganggunya aktivitas sehari-hari. Pengobatan nyeri desmenore
dengan teknis akupresur. Penelitian ini berjenis kuantitatif dengan dengan desain
quasy eksperimen yang rancangannya menggunakan the one group pretest-posttest
design. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling dengan
sampel sebanyak 15 responden. Penelitian ini dilakukan di MTs.S Hajijah Amalia
Sari Kota Padangsidimpuan pada bulan Januari-Juni 2021. Hasil menggunakan uji
Wilcoxon diperoleh Pvalue = 0,002(<0,05). Kesimpulan bahwa ada perbedaan
rerata intensitas nyeri dismenorea setelah diberikan terapi akupresur.

Kata Kunci : Terapi akupresur, intensitas nyeri, dismenorea


Daftar Pustaka : 23 (2012-2020)
MIDWIFE PROGRAM OF HEALTH FACULTY
AT AUFA ROYHAN UNIVERSITY IN PADANGSIDIMPUAN

Report of the Research, August 2021


Novita Putri Lubis

The Effect Of Acupressure Therapy On Pain Intensity Dysmenorrhea In


Adolescents In Mts.s Hajijah Amalia Sari Padangsidimpuan

Abstract

Menstrual pain (dysmenorrhea) is a physical disorder very prominent in women who are
experiencing in the form of pain / cramps in the stomach. Menstrual pain (dysmenorrhea)
have an impact big enough for young women for causing disruption of daily activities.
Desmenorrhea pain treatment with acupressure techniques. This research is quantitative
with with experimental quasi design whose design using the one group pretest-posttest
design. The sampling technique used is purposive sampling with sample as many as 15
respondents. This research was conducted at MTs.S Hajijah Amalia Sari
Padangsidimpuan in January-June 2021. The Results using the Wilcoxon test obtained P
value = 0.002 (<0.05). The conclusion that there is difference in the mean intensity of
dysmenorrheal pain after acupressure therapy.

Keywords : Acupressure therapy, pain intensity, dysmenorrhea


Bibliography : 23 (2012-2020)
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Nyeri haid (dismenorea) merupakan gangguan fisik yang sangat

menonjol pada wanita yang sedang mengalami menstruasi berupa gangguan

nyeri/kram pada perut (Rohmat, 2013). Nyeri haid (dismenorea) memiliki dampak

yang cukup besar bagi remaja putri karena menyebabkan terganggunya aktivitas

sehari-hari. Remaja putri yang mengalami nyeri haid (dismenorea) pada saat

menstruasi akan merasa terbatas dalam melakukan aktivitas khususnya aktivitas

belajar di sekolah. Penanganan non-farmakologis yang dapat dilakukan untuk

mengatasi nyeri seperti kompres hangat, istirahat, olahraga, minum air putih,

melakukan pemijatan, melakukan yoga, teknik relaksasi, dan melakukan

akupresur. Tujuan dari pengobatan nyeri dismenorea dengan teknik akupresur

adalah untuk menyeimbangkan hormon yang berlebihan karena pada dasarnya

dismenorea merupakan sakit yang berhubungan dengan ketidakseimbangan

hormon (Laila, 2011).

Menurut Word Health Organization (WHO) angka dismenore di dunia

sangat besar rata-rata lebih dari 50% perempuan di setiap Negara mengalami

dismenore. Di Amerika Serikat diperkirakan hampir 90% wanita mengalami

dismenore dan 10-15% mengalami dismenore berat, yang menyebabkan mereka

tidak mampu melakukan kegiatan apapun dan ini akan menurunkan kualitas hidup.

Bahkan di Amerika diperkirakan perempuan kehilangan 1,7 juta hari kerja setiap

bulan akibat dismenore. Dismenore menyebabkan 14% dari pasien remaja sering
tidak hadir di sekolah dan tidak menjalani kegiatan sehari-hari.( Wariyah, Sugiri H,

Makhrus I, 2019).

Sementara di Indonesia angkanya diperkirakan 55 % perempuan usia

produktif yang tersiksa oleh nyeri selama menstruasi. Angka kejadian (prevalensi)

nyeri menstruasi berkisar 45-95% dikalangan wanita usia produktif . Prevalensi

angka kejadian dismenorea di Indonesia menurut Jurnal Occupational

Environtmental cukup tinggi yaitu 54,98 % dismenorea primer dan 9,36%

dismenorea sekunder (Malinda R, 2013).

Berdasarkan data Sumatera Utara dari penelitian tentang dismenore di Kota

Medan seperti dilakukan Sirait (2014) bahwa proporsi prevalens dismenore pada

remaja putri di SMA Negeri 2 Medan tahun 2014 adalah (85,9%). Dengan proporsi

tertinggi pada kelompok umur 14-15 tahun (86,0%), umur menarche <12 tahun

(87,7%), lama menstruasi <7 hari (86,3%), siklus menstruasi normal (87,4%),

sering berolahraga (96,9%), status gizi lebih (100%), dan ada riwayat keluarga

(90,5%).( Sirait D shinta, Hiswani, Jemadi, 2014)

Beberapa penelitian tentang disemenore di Kota Medan seperti dilakukan

Sirait (2014) bahwa proporsi remaja putri berdasarkan siklus menstruasi di SMA

Negeri 2 Medan tahun 2014 yang paling banyak adalah siklus menstruasi normal

(25–32 hari) yaitu 103 orang (80,5%) dan yang paling sedikit adalah siklus

menstruasi tidak normal (kurang dari 25 atau lebih dari 32 hari) yaitu 25 orang

(19,5%). Pada tahun 2012, hasil penelitian Novia menunjukkan 84,4% remaja di

SMA St. Thomas 1 Medan mengalami dismenore dengan intensitas nyeri ringan

46,7%, nyeri sedang 30,0%, dan nyeri berat 23,3%.


Di lingkungan sekolah SMAN 3 Padangsidimpuan diperkirakan 35% siswi

sering mengalami nyeri menstruasi pada saat menstruasi dan sekitar 5% sisiwi

SMAN 3 tidak bisa melakukan aktivitas seperti biasanya disebabkan nyeri

menstruasi (Ratni Siregar, dkk, 2014).

Hasil penelitian Ridwan M (2015), teori yang menjelaskan akupresur

pada titik tertentu misalnya titik taichong/daichong (Lr3/Lv3) sangat efektif dalam

mengurangi nyeri haid pada perempuan, murah (tanpa biaya) dan dapat dilakukan

sendiri (secara mandiri).

Hasil penelitian Rahmawati DT (2019), pada penelitian ini telah terbukti

bahwa akupresur efektif terhadap penurunan nyeri dismenorea. Selain itu,

akupresur juga merupakan terapi yang mudah dipelajari (praktis),aman dan tanpa

biaya serta perlu dilakukan secara mandiri dan berkesinambungan untuk

meningkatkan kesehatan reproduksi perempuan.

Rata-rata kualitas nyeri setelah dilakukan terapi akupresur berbeda secara

signifikan antara kelompok yang dilakukan akupresur dengan kelompok yang

tidak dilakukan akupresur, dengan kata lain secara signifikan bahwa akupresur

dapat menurunkan rata-rata kualitas nyeri sebesar 0,577 poin. Penelitian yang

mendukung penelitian efek terapi akupresur terhadap dismenore dan memaparkan

pengaruh akupresur terhadap kualitas nyeri yang dilakukan Hasanah (2010)

Penelitian ini dilakukan terapi akupresur pada titik Taichong (LR3). Penekanan

dilakukan fase lutheal. Hasil akhir menunjukkan bahwa responden merasakan

nyeri menstruasi berkurang, atau dengan kata lain secara signifikan bahwa

akupresur dapat menurunkan rata-rata kualitas nyeri sebesar 1,852 poin.


Berdasarkan data awal yang didapatkan pada lokasi penelitian, jumlah

remaja putri di MTs S Hajijah Amalia Sari adalah 36 orang dan yang mengalami

menstruasi 33 orang, kemudian yang mengalami dismenore primer adalah

sebanyak 15 orang siswi. Lama terjadinya dismenore atau nyeri haid yang

dirasakan berdasarkan hasil wawancara pada remaja putri ini adalah berkisar 2-3

hari setelah keluarnya darah menstruasi, adapun cara menghilangkan nyeri yang

mereka biasa lakukan adalah dengan cara membiarkan nyeri, dan ada juga yang

mengkonsumsi obat herbal maupun obat farmakologi.

Berdasarkan data-data dan penjelasan yang telah dipaparkan

diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Pengaruh terapi

Akupresur terhadap intensitas nyeri dismenorea pada remaja di MTs.S Hajijah

Amalia Sari Kota Padangsidimpuan tahun 2021”.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah ada pengaruh terapi Akupresur terhadap intensitas nyeri

dismenorea pada remaja di MTs.S Hajijah Amalia Sari Kota Padangsidimpuan

tahun 2021?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui Pengaruh terapi Akupresur terhadap intensitas nyeri

dismenorea pada remaja MTs.S Hajijah Amalia Sari Kota Padangsidimpuan tahun

2021.
1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi intensitas skala nyeri dismenorea yang dialami

sebelum dilakukan terapi akupresur pada remaja di MTs.S Hajijah

Amalia Sari Padangsidimpuan.

b. Mengidentifikasi intensitas nyeri dismenorea yang dialami oleh remaja

sesudah dilakukan terapi akupresur pada remaja di MTs.S Hajijah

Amalia Sari Padangsidimpuan.

c. Untuk mengetahui pengaruh terapi akupresur untuk meredakan nyeri

dismenorea.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Sebagai pengembangan keilmuan khususnya faktor risiko yang berperan

dalam mengurangi nyeri dismenorea pada remaja dengan terapi akupresur.

1.4.2 Manfaat praktisi

Hasil penelitian ini diharapkan bisa dipergunakan sebagai masukan dan

menjadi bahan pertimbangan bagi pengambil kebijakan dalam upaya peningkatan

kualitas pelayanan kesehatan dalam bidang kebidanan khususnya pengetahuan

tentang cara terapi akupresur untuk mengurangi nyeri dismenorea .


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Menstruasi

2.1.1 Defenisi Menstruasi

Haid atau menstruasi adalah pengeluaran darah dan sel-sel tubuh dari

vagina yang berasal dari dinding rahim perempuan secara periodik. Defenisi lain

bisa juga diartikan sebagai siklus alami yang terjadi secara regular untuk

mempersiapkan tubuh perempuan setiap bulannya. Rata-rata masa haid

perempuan 3-8 hari dengan siklus rata-rata 28 hari pada setiap bulannya. Dan

batas maksimal masa haid adalah 15 hari. Selama darah yang keluar belum

melewati batas tersebut, maka darah yang keluar adalah darah haid (Rustam

E,2014).

Biasanya menstruasi di awali pada usia remaja 9-12 tahun, ada sebahagian

perempuan yang mengalami haid lebih lambat dari itu (13-15 tahun). Kondisi

remaja yang sudah mengalami haid secara emosional tidak stabil. Sebahagian

dapat juga menimbulkan gejala-gejala seperti pegal pada bagian paha, sakit pada

daerah payudara, lelah, mudah tersinggung, kehilangan keseimbangan, ceroboh

dan gangguan tidur, bahkan pada sebahagian perempuan ada yang mengalami rasa

sakit saat haid yang disebut dengan dismenorea.

2.1.2 Siklus Menstruasi

Fase menstruasi yaitu peristiwa luruhnya sel ovum matang yang tidak

dibuahi bersamaan dengan dinding endometrium yang robek. Dapat di akibatkan


juga karena berhentinya sekresi hormon estrogen dan progresteron sehingga

kandungan hormon dalam darah menjadi tidak ada (Proverawati, 2016).

Siklus menstruasi dibagi menjadi empat fase yang ditandai dengan

perubahan pada endometrium uterus (1) fase menstruasi, (2) fase proliferasi, (3)

fase ovulasi, (4) fase pasca ovulasi (Proverawati, 2016).

a. Menstruasi

Fase menstruasi yaitu peristiwa luruhnya sel ovum matang yang tidak dibuahi

bersamaan dengan dinding endometrium yang robek. Dapat diakibatkan juga

karena berhentinya sekresi hormone estrogen dan progresteron sehingga kandungan

hormon dalam darah menjadi tidak ada (Proverawati, 2016).

b. Fase Proliferasi (hari ke-5 sampai hari ke-14)

Fase proliferasi fase folikuler ditandai dengan menurunnya hormon

progesteron sehingga memacu kelenjar hipofisis untuk mensekresikan FSH dan

merangsang folikel dalam ovarium, serta dapat membuat hormone estrogen

diproduksi kembali. Sel folikel berkembang menjadi folikel de Graaf yang masak

dan menghasilkan hormon estrogern yang merangsangnya keluarnya LH dari

hipofisis. Estrogen dapat menghambat sekersei FSH tetapi dapat memperbaiki

dinding endometrium yang robek (Proverawati, 2016).

c. Fase Ovulasi/ Luteal (hari ke-14 sampai hari ke-28)

Fase ovulasi/ fase luteal ditandai dengan sekresi LH yang memacu matangnya

sel ovum pada hari ke-14 sesudah mentruasi. Sel ovum yang matang akan

meninggalkan folikel dan folikel akan mengkerut dan berubah menjadi corpus

luteum. Corpus luteum berfungsi untuk menghasilkan hormon progesteron yang


berfungsi untuk mempertebal dinding endometrium yang kaya akan pembuluh

darah (Proverawati, 2016).

d. Fase Pasca Ovulasi/ Fase Sekresi

Fase pasca ovulasi/ fase sekresi ditandai dengan Corpus luteum yang

mengecil dan menghilang dan berubah menjadi Corpus albicans yang berfungsi

untuk menghambat sekresi hormon estrogen dan progesteron sehingga hipofisis

aktif mensekresikan FSH dan LH. Dengan terhentinya sekresi progesteron maka

penebalan dinding endometrium akan terhenti sehingga menyebabkan

endometrium mengering dan robek. Terjadilah fase pendarahan menstruasi

(Proverawati, 2016).

Gambar 2.1 : Siklus menstruasi


2.1.3 Masalah Menstruasi

Periode menstruasi yang tidak teratur atau masalah lainnya merupakan

permasalahan paling sering pada wanita dan paling sering menyebabkan mereka

mencari pertolongan pada d sistem pelayanan kesehatan. Kelainan menstruasi

yang sering terjadi di antaranya amenore, dismenore, sindrom premenstrual,

menoragia, atau metroragia (Lowdermilk, 2016).

a. Amenore

Amenore secara tradisional di bagi menjadi 2 kategori: primer dan

sekunder. Amenore primer di definisikan sebagai tidak adanya menstruasi sejak

usia menarche yang seharusnya 16-17 tahun di sertai berkembangnya payudara

atau pada usia 14-15. Amenore sekunder di definisikan sebagai hilangnya

menstruasi setelah menarche lebih dari 6 bulan berturut-turut dengan riwayat

menstruasi yang teratur atau lebih dari 12 bulan dengan riwayat yang tidak teratur

(Rudolph, 2016).

b. Dismenore

Dismenorea adalah kondisi medis yang terjadi sewaktu haid atau

menstruasi yang dapat mengganggu aktifitas dan memerlukan pengobatan.

Dismenorea ditandai dengan nyeri atau rasa sakit di daerah perut atau pinggul,

nyeri haid yang bersifat kram dan berpusat pada perut bagian bawah. Nyeri kram

yang terasa sebelum atau selama menstruasi bisa juga nyeri pada pantat. Rasa

nyeri pada bagian dalam perut, mual, muntah, diare, pusing atau bahkan pingsan.

Nyeri haid atau disminorea merupakan kondisi yang menganggu sebagian besar

wanita saat menstruasi tanpa memandang usia dengan presentase terbanyak di usia

remaja awal yang baru mengalami menarche. Disminorea dikenal juga dengan
istilah gangguan yang bersifat symptomatic artinya kelainan ini bukan merupakan

suatu penyakit tetapi hanya salah satu gejala yang muncul dan dapat menyebabkan

rasa ketidaknyamanan (Cunningham, 2016).

Dismenorea, baik primer atau sekunder, merupakan salah satu penyebab

utama keluhan sistem reproduksi pada remaja perempuan yang mengalami

menstruasi serta merupakan penyebab utama hilangnya waktu sekolah.

Dismenorea primer merupakan bagian adanya kontraksi miometrium yang

dirangsang oleh prostaglandin yang terasa nyeri. Prostaglandin menginduksi

kontraksi miometrium dan diproduksi dalam jumlah banyak pada endometrium

perempuan yang mengalami nyeri menstruasi.Sebagian besar prostaglandin

dilepas dalam 2 hari pertama siklus menstruasi, bersamaan dengan bertambahnya

rasa tidak enak. Karena berkaitan dengan siklus ovulasi, dismenorea primer tidak

menjadi masalah, sampai satu tahun atau lebih setelah menarche. Dismenore

sekunder berhubungan dengan fisiologik dan patologik spesifik termasuk infeksi

pelvis, kehamilan ektopik, kehamilan intrauterin, endometriosis, AKDR, dan

kelainan anatomik.(Rudolph, 2016).

Proses terjadinya nyeri haid atau disminorea yaitu pada fase poliferasi

menuju fase sekresi terjadi peningkatan kadar prostaglandin di endometrium

secara berlebihan yang dapat mengakibatkan terja-dinya kontraksi miometrium

sehingga terjadi iskemik yang di ikuti dengan penurunan kadar progesteron pada

akhir fase luteal. Hal ini menyebabkan rasa nyeri pada otot uterus sebelum, saat,

dan setelah haid (Nugroho, 2015). Kerugian kesehatan seseorang wanita yang

mengalami dismenorea jika dilihat dari segi ekonomi yaitu biaya obat, perawatan

medis, dan penurunan produktivitas. Beberapa literatur menyatakan variasi


prevalensi secara substansial. Dismenorea membuat wanita terutama siswi tidak

dapat beraktifitas secara normal, sebagai contoh siswi yang mengalami

dismenorea primer tidak dapat berkonsentrasi dalam belajar dan motivasi belajar

menurun karena nyeriyang dirasakan ( Ju H,et al, 2013, Parke, 2010). Dismenorea

atau nyeri haid dibagi menjadi dua yaitu dismenore primer dan disminorea

sekunder. Dismenorea primer jika terjadi nyeri saat haid tetapi tidak ditemukan

kelainan pada genetalia, sementara dismenorea sekunder terjadi nyeri saat haid

tetapi terdapat yang menyertai seperti keputihan (Irianto, 2015).

Nyeri dismenorea primer diduga berasal dari kontraksi rahim yang

dirangsang oleh prostaglandin. Nyeri dirasakan semakin hebat ketika bekuan atau

potongan jaringan dari lapisan rahim melewati serviks (Nugroho, Taufan 2014).

Kekakuan atau kejang di bagian bawah perut merupakan gejala yang dirasakan

saat dismenorea. Ketidaknyamanan saat dismenorea menyebabkan mual, muntah,

mudah marah, gampang tersinggung, mual, muntah, kenaikan berat badan, perut

kembung, punggung terasa nyeri, sakit kepala, timbul jerawat,tegang, lesu, dan

depresi. Gejala ini datang sehari sebelum haid dan berlangsung 2 hari sampai

berakhirnya masa haid. (Marlina, 2012).

Berdasarkan penelitian Parker MA et al. terdapat beberapa gangguan

psikologi yakni dilaporkan 73% merasa ingin marah-marah, 65% depresi, 52%

merasa sangatsedih, 32% merasa kewalahan, dan 25% merasaingin bersembunyi

(Parker, 2010). Nyeri haid (dismenorea) dapat dikurangi dengan pengobatan

secara farmakologi dan non-farmakologi. Pengurangan nyeri disminorea secara

farmakologi dengan menggunakan obat-obatan hanya dapat diberikan sesuai

dengan gejala yang timbul, karena setiap obat dapat menimbulkan efek samping
yang tidak di kehendak. Tindakan kebidanan harusnya lebih mengutamakan yang

lebih alamiah secara non-farmakologi yaitu salah satunya dengan akupresur untuk

mencegah / meringankan gejala dismenorea (Ernawati,et al 2017).

c. Sindrom premenstrual

Sindrom sebelum menstruasi atau biasa dikenal dengan Pre Menstrual

Syndrome (PMS) sering berhubungan dengan naik turunnya kadar estrogen dan

progesteron yang terjadi selama siklus menstruasi. Estrogen berfungsi untuk

menahan cairan yang dapat menyebabkan bertambahnya berat badan,

pembengkakan jaringan, nyeri payudara, hingga perut kembung.Penyebab

sindrom sebelum menstruasi yang paling sering berhubungan dengan faktor-

faktor sosial, budaya, biologis, dan masalah psikis emosional. PMS sering terjadi

pada perempuan usia subur dengan jumlah sekitar 70%-90%. Kondisi ini lebih

sering ditemukan pada perempuan yang berumur 20-40 tahun.

Jenis dan berat gejalanya tidak sama pada setiap perempuan, tergantung

pada kesehatan dan kondisi masing-masing. Gejala-gejala yang sering dialami

pada saat terjadi di PMS adalah sakit punggung, perut kembung, payudara terasa

penuh dan nyeri, perubahan nafsu makan (dapat bertambah ataupun tidak mau

makan sama sekali), sakit kepala, pingsan, daerah panggul terasa sakit dan

tertekan, kulit pada wajah dan leher menjadi bengkak dan terasa memerah, sulit

tidur, tidak bertenaga, mual maupun muntah, serta kelelahan yang luar biasa, dan

munculnya jerawat. Selain itu, PMS juga disertai perubahan emosional, seperti

mudah marah, cemas, mudah tersinggung, depresi, stress, sulit berkonsentrasi, dan

bisa menjadi pelupa (Anurogo, 2016).


d. Menoragia/ hipermenore

Menoragia adalah pengeluaran darah menstruasi yang terlalu banyak dan

biasanya disertai dengan pada siklus yang teratur. Menoragia biasanya

berhubungan dengan nokturagia yaitu suatu keadaan dimana menstruasi

mempengaruhi pola tidur wanita dimana wanita harus mengganti pembalut pada

tengah malam. Menoragia juga berhubungan dengan kram selama menstruasi

yang tidak bisa dihilangkan dengan obat-obatan.Penderita juga sering merasakan

kelemahan, pusing, muntah dan mual berulang selama menstruasi (Irianto, 2015).

e. Metroragia

Metroragia adalah perdarahan dari vagina yang tidak berhubungan

dengan siklus menstruasi. Perdarahan ovulatori terjadi pada pertengahan siklus

sebagai suatu spotting dan dapat lebih diyakinkan dengan pengukuran suhu basal

tubuh. Penyebabnya adalah kelainan organik (polip endometrium, karsinoma

endometrium, karsinoma serviks), kelainan fungsional dan penggunaan estrogen

eksogen (Irianto, 2015).

2.1.4 Fisiologi Menstruasi

Fisiologi menstruasi (Kusmiran, 2019).

a. Stadium Menstruasi

Stadium ini berlangsung selama 3-7 hari. Pada saat itu, endometrium

(selaput rahim) dilepaskan sehingga timbul perdarahan. Hormone-hormon

ovarium berada pada kadar paling rendah .


b. Stadium Proliferasi

Stadium ini berlangsung pada 7-9 hari. Dimulai sejak berhentinya darah

menstruasi sampai hari ke-14. Setelah menstruasi berakhir, dimulailah fase

proliferasi dimana terjadi pertumbuhan dari desidua fungsionalis yang

mempersiapkan rahim untuk perlengketan janin. Pada fase ini endometrium

tumbuh kembali. Antara hari ke 12 sampai 14 dapat terjadi pelepasan sel

telur dari indung telur (disebut ovulasi).

c. Stadium Sekresi

Stadium sekresi berlangsung 11 hari. Masa sekresi adalah masa sesudah

terjadinya ovulasi. Hormone progesterone dikeluarkan dam mempengaruhi

pertumbuhan endometrium untuk membuat kondisi rahim siap untuk

implantasi (perlengketan janin ke rahim).

d. Stadium Premenstruasi

Stadium yang berlangsung selama 3 hari. Ada infiltrasi sel-sel darah putih,

bisa sel bulat. Stroma mengalami disintegrasi dengan hilangnya cairan dan

secret sehingga akan terjadi kolaps dari kelenjar dan arteri. Pada saat ini

terjadi vasokontriksi, kemudian pembuluh darah itu bereklasasi dan

akhirnya pecah.

2.1.5 Faktor yang Mempengaruhi Menstruasi

Menurut (Rosyida, 2019) ada beberapa faktor yang mempengaruhi

menstruasi, antara lain :


a. Faktor Hormon

Hormon-hormon yang mempengaruhi terjadinya haid paa seorang wanita

yaitu :

1. Follicle Stimulating Hormone (FSH) yang dikeluarkan oleh hipofisis.

2. Esterogen yang dihasilkan oleh ovarium.

3. Luteinizing Hormone (LH) yang dihasilkan oleh hipofisis.

4. Progesterone yang dihasilkan oleh ovarium.

b. Faktor Enzim

Enzim hidrolik yang terapat dalam endometrium merusak sel yang berperan

dalam system protein, yang menganggu metabolisme sehingga

mengakibatkan regrresi endometrium dan perdarhan.

c. Vaktor Vaskular

Saat fase proliferasi, terjadi pembentukan system vaskularisasi dalam

lapisan fungsional endometrium. Pada pertumbuhan endometrium ikut

tumbuh pada arteri-arteri, vena-vena, dan hubungan diantara keduanya.

Dengan regresi endometrium, timbul statis dalam vena-vena serta saluran-

saluran yang juga menghubungkan dengan arteri, dan akhirnya terjadi

nekrosis dan perdarhan dengan pembentukan hematoma baik dari arteri

maupun vena.

d. Faktor Prostaglandin

Endometrium mengandung prostaglandin E2 dan F2. Dengan adanya

desintegrasi endometrium, prostaglandin terlepas dan menyebabkan

kontraksi miometrium sebagai suatu faktor untuk membatasi perdarahan

pada haid.
2.2 Dismenore

2.2.1 Defenisi Dismenore

Dismenore berasal dari bahasa Yunani dys yang berarti sulit, nyeri,

abnormal, meno berarti bulan, dan rhea berarti aliran. Dysmenorhea atau

dismenore dalam bahasa Indonesia berarti nyeri pada saat menstruasi. Hampir

semua wanita mengalami rasa tidak enak pada perut bagian bawah saat menstruasi.

Namun, istilah dismenore hanya dipakai bila nyeri begitu hebat sehingga

mengganggu aktivitas dan memerlukan obat-obatan. Uterus atau rahim terdiri atas

otot yang juga berkontraksi dan relaksasi. Pada umumnya, kontraksi otot uterus

tidak dirasakan, namun kontraksi yang hebat sering menyebabkan aliran darah ke

uterus terganggu sehingga timbul rasa nyeri (Sukarni, 2013).

Dismenore didefinisikan sebagai gejala kekambuhan, atau istilah medisnya

disebut catmenial pelvic pain, merupakan keadaan seorang perempuan mengalami

nyeri saat menstruasi yang berefek buruk menyebabkan gangguan melakukan

aktivitas harian karena nyeri yang dirasakannya. Kondisi ini dapat berlangsung 2

hari atau lebih dari lamanya hari menstruasi yang dialami setiap bulan. Keadaan

nyeri saat menstruasi dapat terjadi pada segala usia (Afiyanti;Anggi Pratiwi, 2016).

Gangguan yang sering timbul saat menstruasi salah satunya adalah nyeri

haid/dismenorea. Nyeri haid/dismenorea merupakan keluhan ginekologis akibat

ketidak seimbangan hormon progesteron dalam darah sehingga mengakibatkan

timbul rasa nyeri yang paling sering terjadi pada wanita (Lestari, 2013).

Dismenore merupakan nyeri perut bagian bawah terkadang rasa nyeri

tersebut meluas kepinggang, punggung, bagian bawah dan paha, kontraksi otot
uterus tidak dirasakan, namun kontraksi hebat sering menyebabkan aliran darah ke

uterus terganggu sehingga menimbulkan nyeri (Febuarnti Sofia, dkk, 2017).

Menurut Laila (2012) dismenore adalah sakit saat menstruasi yang dapat

menyebabkan gangguan fisik seperti mual, lemas, dan diare dan dapat menganggu

aktivitas. Perempuan yang mengalami dismenore akan mengalami gangguan

aktivitas belajarnya karena belajar merupakan kegiatan yang melibatkan kerja fisik

dan juga otak.

2.2.2 Etiologi Dismenore

Etiologi dismenorea primer meliputi beberapa faktor resiko, seperti

menarche usia dini (<12 tahun), nullipara, aliran menstruasi yang berat, merokok,

riwayat keluarga dismenorea, obesitas (Anton dan Rivlin, 2015).

Beberapa faktor penyebab dari dismenore primer, yaitu :

a. Faktor Endokrin

Rendahnya kadar progesteron pada akhir fase corpus luteum.

Hormon progesteron menghambat atau mencegah kontraktilitas

uterus, sedangkan hormon estrogen merangsang kontraktilitas

uterus. Di sisi lain, endometrium dalam fase sekresi memproduksi

prostaglandin F2 sehingga menyebabkan kontraksi otot-otot polos.

Jika kadar prostaglandin yang berlebihan memasuki peredaran

darah, maka selain dysmenorrhea dapat juga dijumpai efek lainnya

seperti nausea (mual), muntah, dan diare.

b. Kelainan Organik
Ditemukan adanya kelainan pada rahim seperti kelainan letak arah

anatomi uterus, hypoplasia uteri (keadaan perkembangan rahim

yang tidak lengkap), obstruksi kanalis servikalis (sumbatan saluran

jalan lahir), mioma submukosa bertangkai ( tumor jinak yang terdiri

dari jaringan otot), dan polip endometrium.

c. Faktor kejiwaan atau gangguan psikis

Adanya perasaan yang mengganggu dari psikis seseorang remaja

yang memberikan efek negatif terhadap diri, sehingga menyebabkan

nyeri dismenorea.

d. Faktor konstitusi

Anemia dan penyakit menahun juga dapat mempengaruhi timbulnya

dysmenorrhea.

e. Faktor alergi

Adanya hubungan antara dismenorea dengan urtikaria (biduran),

migrain dan asma (Anurogo, 2011).

Sedangkan beberapa faktor penyebab dari dismenore sekunder adalah :

a. Infeksi : Nyeri sudah terasa sebelum haid

b. Myoma submucosa, polyp corpus uteri : Nyeri bersifat kolik

c. Endometriosis

d. Retroflexio uteri fixate

e. Stenio kanalis servikalis

f. Adanya AKDR : Tumor ovarium (Aspiani, 2017).


2.2.3 Klasifikasi

Nyeri haid dapat digolongkan berdasarkan jenis nyeri dan ada tidaknya

kelainan yang dapat diamati. Berdasarkan jenis nyeri, nyeri haid dapat dibagi

menjadi, nyeri spasmodik dan nyeri kongestif (Nugroho dan Utama, 2014).

1. Nyeri Spasmodik

Nyeri spasmodik terasa di bagian bawah perut dan berawal sebelum masa

haid atau segera masa haid mulai. Banyak perempuan terpaksa harus

berbaring karena terlalu menderita nyeri tersebut sehingga tidak dapat

melakukan berbagai aktifitas. Ada diantara penderita nyeri ini hingga tidak

sadarkan diri, merasa mual dan muntah. Kebanyakan penderitanya adalah

perempuan muda namun tidak dapat menutup kemungkinan terdapat pada

kalangan yang berusia >40 tahun. Dismenorea spasmodik dapat diobati atau

paling tidak dikurangi dengan lahirnya bayi pertama walaupun banyak pula

perempuan yang tidak mengalami hal tersebut.

2. Nyeri Kongesif

Penderita dismenorea kongestif yang biasanya akan megetahui sejak

berhari-hari sebelumnya bahwa masa haidnya akan segera tiba. Dia

mungkin akan mengalami pegal, sakit pada buah dada, perut kembung tidak

menentu, sakit kepala, sakit punggung, pegal pada paha, merasa lelah atau

sulit dipahami, mudah tersinggung, kehilangan keseimbangan, terganggu

tidur, atau muncul memar di paha dan lengan atas. Semua itu merupakan

gejala pegal menyiksa yang berlangsung antara dua dan tiga hari sampai

kurang dari dua minggu. Proses menstruasi mungkin tidak terlalu

menimbulkan nyeri jika telah berlangsung. Bahkan setelah hari pertama


masa haid, seseorang yang menderita dismenorea kongestif akan merasa

lebih baik.

Sedangkan, berdasarkan ada tidaknya kelainan atau sebab yang diamati,

nyeri haid dapat dibagi menjadi, dismenorea primer dan dismenorea sekunder

(Nugroho dan Utama, 2014).

1. Dismenore Primer

Dismenorea primer adalah nyeri haid yang dijumpai tanpa kelainan pada

alat-alat genital yang nyata. Dismenorea primer sering dimulai pada

waktu perempuan mendapatkan haid pertama dan sering bersamaan

dengan rasa mual, muntah dan diare. Nyeri haid primer hampir selalu

hilang sesudah perempuan tersebut melahirkan anak pertama.

2. Dismenore Sekunder

Dismenorea sekunder adalah nyeri haid yang disertai kelaianan

anatomis genitalis. Dismenorea sekunder tidak terbatas pada haid, serta

tidak terdapat hubungan dengan hari pertama haid pada perempuan

dengan usia >30 tahun dan dapat disertai dengan gejala yang lain

(dispareunia, kemandulan dan perdarahan yang abnormal).

2.2.4 Gambaran Klinis

Dismenorea primer harus dibedakan dari dismenorea sekunder atas dasar

klinis. Gambaran klinis dismenorea primer meliputi berikut ini, yaitu:

1. Onset segera setelah menarche (≤6 bulan).


2. Durasi biasanya 48-72 jam (sering mulai beberapa jam sebelum atau sesaat

setelah menstruasi).

3. Riwayat nyeri perut bagian bawah yang konstan,menjalar ke punggung atau

paha, kram atau nyeri labor-like. Gejala umum yang terkait, seperti rasa

tidak enak, kelelahan (85%), mual dan muntah (89%), diare (60%), nyeri

punggung bawah (60%), dan sakit kepala (45%), dapat terjadi pada

dismenorea primer. Pusing, gugup, dan bahkan pingsan juga terkait dengan

dismenorea (Josimovich, 2013).

Sedangkan, gambaran klinis dismenorea sekunder, meliputi:

1. Dismenorea dimulai pada 20-an atau 30-an, setelah siklus relatif tanpa rasa

sakit sebelumnya.

2. Aliran menstruasi yang berat atau perdarahan tidak teratur.

3. Dismenorea terjadi selama siklus pertama atau kedua setelah menarche.

4. Terdapat kelainan panggul dengan pemeriksaan fisik.

5. Respon yang buruk terhadap obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) atau

kontrasepsi oral (KO).

6. Infertilitas, dispareunia, dan keputihan (Anton dan Rivlin, 2015).

2.2.5 Patofisiologi Dismenore

2.2.5.1 Dismenore Primer


Mekanisme terjadinya nyeri pada dismenore primer diterangkan sebagai

berikut. Bila tidak terjadi kehamilan, maka korpus luteum akan mengalami regresi

dan hal ini akan mengakibatkan penurunan kadar progesteron. Penurunan ini akan

mengakibatkan labilisasi membran lisosom, sehingga mudah pecah dan

melepaskan enzim fosfolipase A2. Enzim ini akan menghidrolisis senyawa

fosfolipid yang ada di membran sel endometrium; menghasilkan asam arakhidonat.

Adanya asam arakhidonat bersama dengan kerusakan endometrium akan

merangsang kaskade asam arakhidonat yang akan menghasilkan prostaglandin,

antara lain PGE2 dan PGF2 alfa. Wanita dengan dismenore primer didapatkan

adanya peningkatan kadar PGE dan PGF2 alfa di dalam darahnya, yang akan

merangsang miometrium dengan akibat terjadinya peningkatan kontraksi dan

disritmi uterus. Akibatnya akan terjadi penurunan aliran darah ke uterus dan ini

akan mengakibatkan iskemia. Prostaglandin sendiri dan endoperoksid juga

menyebabkan sensitisasi dan selanjutnya menurunkan ambang rasa sakit pada

ujung – ujung saraf aferen nervus pelvicus terhadap rangsang fisik dan kimia

(Aspiani, 2017).

2.2.5.2 Dismenore Sekunder

Dismenore sekunder dapat terjadi kapan saja setelah haid pertama, tetapi

yang paling sering mucul di usia 20 – 30 tahunan, setelah tahun – tahun normal

dengan siklus tanpa nyeri. Peningkatan prostaglandin dapat berperan pada

dismenore sekunder. Namun, penyakit pelvis yang menyertai haruslah ada.

Penyebab yang umum, di antaranya termasuk endometriosis (kejadian di mana

jaringan endometrium berada di luar rahim, dapat ditandai dengan nyeri haid),
adenomyosis (bentuk endometriosis yang invasive), polip endometrium (tumor

jinak di endometrium), chronic pelvic inflammatory disease (penyakit radang

panggul menahun), dan penggunaan peralatan kontrasepsi atau IU(C)D

[intrauterine (contraceptive) device]. Hampir semua proses apapun yang

memengaruhi pelvic viscera (bagian organ panggul yang lunak) dapat

mengakibatkan nyeri pelvis siklik (Anurogo & Wulandari, 2011).

2.2.6 Intensitas Dismenore

Tabel 2.1 Intensitas Dismenore (Ayu & Bagus, 2010).

INTENSITAS KETERANGAN

• Terjadi sejenak dapat pulih kembali


Ringan • Tidak memerlukan obat untuk meredakan
rasa nyeri, rasa nyeri hilang sendiri
• Tidak mengganggu pekerjaan sehari-hari
• Memerlukan obat-obatan untuk meredakan
Sedang rasa nyeri
• Tidak perlu meninggalkan pekerjaan
• Rasa sakit yang sangat hebat, sehingga tidak
Berat mampu melakukan tugas harian,
memerlukan istirahat
• Memerlukan obat-obatan dengan intensitas
tinggi
• Diperlukan tindakan operasi bila
penyebabnya kondisi patologis

2.2.7 Faktor Risiko


Perdarahan menstruasi yang berat dan durasi perdarahan menstruasi yang

lebih lama sering dikaitkan dengan dismenorea. Melahirkan adalah faktor yang

sangat berpengaruh untuk penurunan dismenorea. Meningkatnya usia juga

berhubungan dengan dismenorea yang lebih ringan, meskipun studi longitudinal

menemukan bahwa proporsi wanita dengan dismenorea sedang sampai berat tetap

konstan dengan bertambahnya usia 5 tahun. Onset awal nyeri dikaitkan dengan

nyeri yang lebih berat, dan riwayat keluarga dismenorea dikaitkan dengan

prevalensi dismenorea yang secara signifikan lebih tinggi. Karena kecemasan dan

depresi sering dikaitkan, dismenorea dapat menjadi bagian dari sindrom

somatoform (Bernardi et al., 2017).

2.2.8 Diagnosis

Secara ringkas, menurut Anton dan Rivlin (2015), anamnesis yang perlu

ditanyakan kepada pasien dengan keluhan dismenorea adalah sebagai berikut :

1. Usia menarche.

2. Frekuensi menstruasi tiap bulan, durasi menstruasi, banyak darah yang

keluar.

3. Onset, durasi, ciri khas, dan derajat nyeri yang dirasakan.

4. Adanya faktor eksternal yang menyebabkan nyeri.

5. Pengaruh terhadap aktivitas sehari-hari.

6. Adanya riwayat keluarga.

Dismenorea primer dapat dibedakan dari dismenorea sekunder dengan ciri

berikut:
1. Onset terjadi lebih kurang enam bulan setelah menarke.

2. Durasi 48-72 jam

3. Nyeri kram dan menyerupai nyeri ingin partus

4. Nyeri pada bagian bawah abdomen dan menjalar kebelakang bahkan

kebagian paha dalam.

5. Tidak ada keluhan yang berkaitan dengan kelainan panggul.

Dismenore sekunder memiliki cirri khas berikut :

1. Onset pada usia 20-30 tahun tanpa adanya keluhan di awal menarche

2. Perdarahan berlebihan dan irregular

3. Kelainan patologis panggul ketika pemeriksaan fisik

4. Infertilitas

5. Dispareuni

6. Vaginal discharge

Selain anamnesis, perlu dilakukan pemeriksaan fisik secara lengkap,

terutama untuk dewasa muda yang baru menstruasi. Pemeriksaan dapat berupa :

1. Inspeksi pada genitalia eksterna , untuk melihat apakah ada rash,

pembengkakan, dan perubahan warna kulit.

2. Inspeksi apakah ada vaginal discharge, darah ataupun benda asing.

3. Inspeksi pada serviks , apakah ada massa ataupun benda asing.

4. Pemeriksaaan palpasi bimanual, apakah ada nyeri tekan atau adanya

massa pada pelvic (Anton dan Rivlin, 2015).

2.2.9 Penatalaksanaan Dismenore


2.2.9.1 Tindakan Farmakologi

Terapi pengobatan dismenore adalah menekan ovulasi dengan memberikan

kontrasepsi oral atau memberikan salah satu inhibitor sintetase prostaglandin

NSAIDS (Non-Steroidal Anti Infalamation Drug) seperti Asam mefenamat, Ibu

profen, Natriun diclofenac atau naproxen, Paracetamol dan obat anti nyeri lainnya

(Sandra, dkk, 2016).

2.2.9.2 Tindakan Non Farmakologi

Penanganan dismenore dengan cara non farmakologis dapat diatasi dengan

bimbingan antisipasi, kompres panas dan dingin, stimulasi saraf elektris transkutan

(TENS), distraksi, relaksasi, imajinasi terbimbing, hipnosis, akupuntur, umpan

balik biologis, dan massage effleurage. Massage effleurage merupakan salah satu

metode non farmakologis yang dianggap efektif dalam menurunkan nyeri

(Trisnowiyoto, 2012).

2.3 Konsep Dasar Nyeri

2.3.1 Pengertian Nyeri

Nyeri merupakan salah satu gangguan yang dirasakan setiap orang akibat

kerusakan jaringan yang actual dan potensial. International Association for the

Studyof pain (IASP) mengartikan nyeri sebagai suatu gangguan yang dirasakan

pada beberapa waktu yang disebabkan karena adanya sensori subyektif dan keadaan

emosional yang bukan berarti adanya kerusakan pada jaringan atau potensial

(Judha, 2012).
Rasa nyeri merupakan mekanisme pertahanan tubuh, timbul bila ada

jaringan rusak dan hal ini akan menyebabkan individu bereaksi dengan

memindahkan stimulus nyeri. Nyeri adalah pengalaman sensori nyeri dan

emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual

dan potensial yang terlokalisasi pada suatu bagian tubuh. Seringkali dijelaskan

dalam istilah proses distruktif, jaringan seperti ditusuk-tusuk, panas terbakar, melilt,

seperti emosi, perasaan takut, mual dan takut (Judha, 2012).

2.3.2 Patofisiologi Nyeri

Secara umum, munculnya nyeri berhubungan dengan adanya rangsangan

dan reseptor di dalam tubuh. Rangsangan yang dimaksud dapat berupa rangsangan

termal, listrik, mekanik atau kimiawi. Rangsangan nyeri oleh zat kimiawi dapat

berupa histamin, bradikinin, prostaglandin, macam-macam asam seperti asam

lambung yang meningkat ataupun stimulasi lain yang di lepas akibat terjadinya

kerusakan pada jaringan. Rangsangan-rangsangan ini akan mengaktifkan reseptor

nyeri yaitu nociceptor yang merupakan ujung-ujung saraf bebas yang tersebar di

permukaan kulit dan pada struktur tubuh yang lebih dalam seperti tendon, fasia serta

organ interna lainnya ( Tamsuri, 2012).

Rangsangan nyeri yang di terima oleh reseptor akan ditransmisikan

kesumsum tulang belakang oleh dua jenis serabut yang berdiameter kecil yaitu

serabut A delta dan serabut C. Reseptor berdiameter kecil ini berfungsi untuk

mentransmisikan nyeri yang sifatnya keras. Disamping itu, tubuh juga memiliki

reseptor yang berdiameter besar atau yang disebut dengan serabut A Beta. Reseptor

Abeta ini selain berfungai untuk mentransmisikan rangsangan lain seperti sentuhan,
getaran, panas, dingin, dan lain-lain. Implus serabut A Beta ini bersifat inhibitor

atau menghambat rangsangan yang ditransmisikan serabut C dan A Delta (Tamsuri,

2012).

Saat ada rangsangan, kedua serabut akan membawa rangsangan kekornu

dorsalis yang terdapat pada medula spinalis. Ketika sampai di medula spinalis inilah

terjadi interaksi antara serabut yang berdiameter besar dan serabut yang berdiameter

kecil pada area yang disebut dengan substansia gelatinosa (SG). Di dalam SG inilah

dapat terjadi perubahan, modifikasi serta pengaruh apakah sensasi nyeri yang

diterima oleh medula spinalis akan diteuskan ke otak atau akan dihambat (Tamsuri,

2012).

Bila tidak ada stimulasi atau rangsangan yang adekuat dari serabut besar,

maka implus nyeri dari serabut kecil akan langsung dihantar keotak yang akhirnya

menimbulkan sensasi rasa nyeri yang akan dirasakan oleh tubuh. Hal ini

menyebabkan sensasi nyeri yang di bawah serabut kecil akan berkurang atau

bahkan tidak dihantarkan ke otak sehingga tubuh tidak merasakan nyeri. Keadaan

seperti ini disebut dengan “Pintu Gerbang Tertutup” (Tamsuri, 2012).

2.3.3 Faktor-faktor yang mempengeruhi nyeri

Faktor yang mempengaruhi nyeri diantaranya persepsi nyeri, usia, jenis

kelamin, faktor sosiobudaya, pengalaman masa lalu (Black & Hawks, 2014 dalam

Mulyanto dkk, 2014; Potter & Perry, 2010 ; Lusianah dkk, 2012).

a. Persepsi nyeri

Persepsi nyeri merupakan persepsi individu menerima dan

menginterpretasikan nyeri berdasarkan pengalaman masing-masing.


Nyeri yang dirasakan tiap individu berbeda-beda. Persepsi nyeri

dipengaruhi oleh toleransi individu terhadap nyeri.

b. Faktor social budaya

Faktor sosiobudaya merupakan faktor penting dalam respons individu

terhadap nyeri. Respon terhadap nyeri cenderung merefleksikan moral

dan budaya masing-masing.

c. Usia

Usia dapat mengubah persepsi dan pengalaman nyeri. Individu yang

berumur lebih tua mempunyai metabolisme yang lebih lambat dan rasio

lemak tubuh terhadap masa otot lebih besar dibanding individu berusia

lebih muda, sehingga analgesik dosis kecil mungkin cukup untuk

menghilangkan nyeri.

d. Jenis kelamin

Jenis kelamin dapat menjadikan faktor yang dapat mempengaruhi

respon nyeri. Pada dasarnya pria lebih jarang melaporkan nyeri

dibandingkan wanita.

e. Pengalaman masa lalu

Pengalaman sebelumnya mengenai nyeri mempengaruhi persepsi akan

nyeri yang dialami saat ini. Individu yang memiliki pengalaman negatif

dengan nyeri pada masa kanak-kanak dapat memiliki kesulitan untuk

mengelola nyeri.

f. Ansietas (kecemasan)

Hubungan antara nyeri dengan kecemasan bersifat kompleks.

Kecemasan terkadang meningkatkan persepsi terhadap nyeri, tetapi


nyeri uga menyebabkan perasaan cemas. Dalam teorinya melaporkan

bahwa stimulus nyeri yang mengaktivasi bagian dari sistem limbic

dipercaya dapat mengontrol emosi, terutama kecemasan. Sistem limbik

memproses reaksi emosional terhadap nyeri, apakah dirasa mengganggu

atau berusaha untuk mengurangi nyeri.

g. Suku bangsa

Nilai-nilai dan kepercayaan terhadap budaya mempengaruhi bagaimana

seseorang individu mengatasi rasa sakitnya. Individu belajar tentang apa

yang diharapkan dan diterima oleh budayanya, termasuk bagaimana

reaksi terhadap nyeri. Beberapa budaya percaya bahwa menunjukan rasa

sakit adalah suatu hal yang wajar. Sementara budaya yang lain lebih

cenderung untuk tertutup. Ada perbedaan makna dan perilaku yang

berhubungan dengan nyeri antara beragam kelompok budaya. Suatu

pemahaman yang baik tentang makna nyeri berdasarkan budaya

seseorang akan membantu perawat dalam membuat rencana asuhan

keperawatan yang lebih relevan untuk nyeri yang dialami.

h. Perhatian

Tingkat perhatian seseorang terhadap nyeri akan mempengaruhi

persepsi nyeri yang dirasakan, sedangkan upaya pengalihan (distraksi)

dihubungkan dengan respon nyeri. Konsep inilah yang mendasari

berbagai terapi untuk menghilangkan nyeri, seperti relaksasi, teknik

imajinasi terbimbing (guided imagery), dan masase. Dengan

memfokuskan perhatian dan konsentrasi klien terhadap stimulus lain,

kesadaran mereka akan adanya nyeri menjadi menurun.


i. Kelemahan (fatigue)

Kelemahan akan meningkatkan persepsi seseorang terhadap nyeri dan

dapat menurunkan kemampuan untuk mengatasi suatu masalah. Apabila

kelemahan terjadi disepanjang waktu istirahat, persepsi terhadap nyeri

akan lebih besar.

j. Tekhnik koping

Teknik koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk mengatasi

nyeri. Seseorang yang memiliki koping yang baik mereka dapat mengontrol

rasa nyeri yang dirasakan. Tetapi sebaliknya, jika seseorang yang memiliki

koping yang buruk mereka akan merasa bahwa orang lainlah yang akan

bertanggung jawab terhadap nyeri yang dialaminya. Konsep inilah yang

dapat diaplikasikan dalam penggunaan analgesik yang dikontrol pasien

(patient-controlled analgesia/PCA).

k. Keluarga dan dukungan social

Seseorang yang merasakan nyeri terkadang bergantung kepada anggota

keluarga yang lain atau teman dekat untuk memberikan dukungan,

bantuan, atau perlindungan. Walaupun rasa nyeri masih terasa, tetapi

kehadiran keluarga ataupun teman terkadang dapat membuat

pengalaman nyeri yang menyebabkan stress sedikit berkurang.

Kehadiran orang tua sangat penting bagi anak-anak yang mengalami

nyeri.

2.3.4 Tanda dan gejala nyeri

Tanda dan gejala nyeri ada bermacam-macam perilaku yang tercermin dari

pasien, namun beberapa hal yang sering terjadi misalnya :

a. Suara : menangis, merintih, manarik/menghembuskan nafas.


b. Ekspresi wajah : menringis, mengigit lidah, mengatupkan gigi, dahi

berkerut, tertutup rapat/membuka mata atau mulut dan mengigit bibir.

c. Pergerakan tubuh : kegelisahan, mondar-mandir, gerakan menggosok

atau berirama, bergerak melindungi bagian tubuh, immobolisasi, otot

tegang.

d. Interaksi social : menghindari percakapan dan kontak social, berfocus

aktivitas untuk mengurangi nyeri dan disorientasi waktu (Judha, 2012).

2.3.5 Pengkajian terhadap nyeri

Individu yang mengalami nyeri adalah sumber informasi terbaik untuk

menggambarkan nyeri yang dialaminya. Beberapa hal yang harus dikaji untuk

menggambarkan nyeri seseorang (Judha, 2012), antara lain :

a. Intensitas nyeri

Minta individu untuk membuat tingkatan nyeri pada skala verbal. Misal:

tidak nyeri, sedikit nyeri, nyeri sedang, nyeri berat, hebat atau sangat

nyeri, atau dengan membuat skala nyeri yang sebelumnya bersifat

kualitatif menjadi bersifat kuantitatif dengan menggunakan skala 0-10

yang bermakna 0= tidak nyeri dan 10=nyeri sangat hebat.

b. Karakteristik nyeri

karakteristik nyeri dapat dilihat atau diukur berdasarkan lokasi nyeri,

durasi nyeri (menit, jam, hari atau bulan), irama/periodenya (terus

menerus, hilang timbul, periode bertambah atau berkurangnya

intensitas) dan kualitas (nyeri seperti ditusuk, terbakar, sakit nyeri dalam

atau superfisial atau bahkan seperti di gencet).


2.3.6 Pengukuran skala nyeri

Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan

oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual, serta

kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua

orang yang berbeda (Mubarak, 2015).

Intensitas nyeri (skala nyeri) adalah gambaran tentang seberapa parah

tingkatan nyeri yang dirasakan individu, pengukuran intensitas nyeri sangat

subjektif dan individual dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama

dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan

pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respons fisiologi

tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan teknik ini juga tidak

dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri. Penilaian intensitas

nyeri dapat dilakukan dengan menggunakan skala yaitu Numeric Rating Scale

(NRS) (Andarmoyo, 2013).

Numeric Rating Scale (NRS) adalah suatu alat ukur yang meminta pasien

untuk menilai rasa nyerinya sesuai dengan level intensitas nyerinya pada skala

numeral dari 0-10 atau 0-100. Angka 0 berarti “no pain” dan 10 atau 100 berarti

“severe pain” (nyeri hebat). NRS lebih digunakan sebagai alat pendeskripsi kata.

NRS ini dilakukan oleh klien untuk menilai skala nyeri yang mereka rasakan. Skala

paling efektif di gunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah

intervensi terapeutik. Apabila digunakan skala untuk menilai nyeri, maka di

rekomendasikan patokan 10 cm (Potter & perry, 2005 dalam Judha, 2012).


Gambar 2.2 Numeral Rating Scale (NRS)
Sumber: Judha, 2012

Tabel 2.2 Keterangan skala nyeri (Ma’rifah & Surtiningsih, 2013).


Skala nyeri Keterangan (kriteria nyeri)
0 Tidak ada keluhan nyeri haid/kram di area perut bagian
(Tidak Nyeri) bawah, wajah tersenyum, vocal positif, bergerak dengan
mudah, tidak menyentuh atau menunjukkan area yang
nyeri.
1-3 Terasa kram pada perut bagian bawah, tetapi masih dapat
(Nyeri Ringan) ditahan, masih dapat melakukan aktivitas, masih dapat
berkonsentrasi belajar.
4-6 Terasa kram di area perut bagian bawah, kram/nyeri
(Nyeri Sedang) tersebut menyebar ke pinggang, kurang nafsu makan,
sebagian aktivitas dapat terganggu, sulit/susah
nerkonsentrasi belajar, terkadang merengek kesakitan,
wajah netral, tubuh bergeser secara netral,
menepuk/meraih area yang nyeri.
7-9 Terasa kram berat pada perut bagian bawah, nyeri
(Nyeri Berat) menyebar ke pinggang, paha atau punggung, tidak ada
nafsu makan, mual, badan lemas, tidak kuat beraktivitas,
tidak dapat berkonsentrasi belajar, menangis, wajah
merengut/menangis, kaki dan tangan tegang/tidak dapat
digerakkan.
10 Terasa kram yang berat sekali pada perut bagian bawah,
(Nyeri Sangat nyeri menyebar kepinggang, kaki, dan punggung, tidak
Berat) mau makan, mual, muntah, sakit kepala, badan tidakn ada
tenaga, tidak bisa berdiri atau bangun dari tempat tidur,
tidak dapat beraktivitas, tangan menggenggam,
mengatupkan gigi, menjerit, terkadang bisa sampai
pingsan.

Skala numerik lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsian kata.

Klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala ini paling efektif

digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi

(Andarmoyo, 2013).

2.4 Teknik Terapi Akupresur

Akupresur adalah salah satu bentuk fisioterapi dengan memberikan

pemijatan dan stimulasi pada titik-titik tertentu pada tubuh. Akupresur berguna

untuk mengurangi bermacam-macam sakit dan nyeri serta mengurangi

ketegangan kelelahan dan penyakit (Tania, 2016).

Akupresur pada penelitian ini menggunakan teknik tuina disebut juga

anmo yaitu bagian terpenting dari Traditional Chinese Medicine (TCM).

Manipulasi atau gerakan yang dilakukan dapat berupa mendorong, memegang,

menggosok, menekan, memijat, memukul, dan tindakan sederhana lain pada titik

akupoin atau daerah tertentu pada permukaan tubuh. Penekanan yang dilakukan

pada titik dapat menekan prostaglandin sehingga jumlah prostaglandin menurun

dan merangsang tubuh untuk menghasilkan endorphin (Hendrata,2012).

Salah satu efek penekanan titik akupresur dapat meningkatkan kadar

endorfin yang berguna untuk pereda nyeri yang diproduksi tubuh dalam darah.

Jaringan syaraf akan memberi stimulus pada sistem endokrin untuk melepaskan

endorfin sesuai kebutuhan tubuh dan diharapkan dapat menurunkan rasa nyeri saat

menstruasi (Widyaningrum,2013). Tujuan dari pengobatan nyeri dismenorea


dengan teknik akupresur untuk menyeimbangkan hormon yang berlebihan karena

pada dasarnya dismenorea merupakan sakit yang berhubungan dengan ketidak

seimbangan hormon (Laila, 2011).

Terapi akupressure yang dapat diberikan pada ibu hamil trimester I dengan

keluhan mual dan muntah yaitu titik pericardium 6 (titik Neiguan) yang terletak

pada lengan pasien dengan menempatkan 3 jari di bawah lipatan pergelangan

tangan dan pusatkan ibu jari kanan dibawahnya di antara dua tendon besar palmaris

longus dan radial fleksor karpi dengan menggunakan ibu jari, telunjuk atau jari

tengah untuk menekan dengan kuat pada titik acupressure disaat ibu hamil merasa

mual selama 10 menit dan ulangi proses tersebut untuk pergelangan tangan satunya

dengan total periode perawatan sekitar 60 menit selama 7 hari berturut-turut (Mady

et al, 2019).

Pijatan bisa dilakukan setelah menemukan titik meridian yang tepat yaitu

timbulnya reaksi pada titik pijat berupa rasa nyeri, linu atau pegal. Dalam terapi

akupresur pijatan bisa dilakukan dengan menggunakan jari tangan (jempol dan

jari telunjuk). Semua titik pijat berpasangan kecuali untuk jalur meridian Ren dan

Tu. Lama dan banyaknya tekanan (pemijatan) tergantung pada jenis pijatan.

Pijatan untuk menguatkan (Yang) dapat dilakukan dengan maksimal 30 kali

tekanan, untuk masing masing titik- titik dan pemutaran pemijatannya

secara jarum jam sedangkan pemijatan yang berfungsi melemahkan (Yin)

dapatdilakukan dengan minimal 50 kali tekanan dan cara pemijatannya

berlawanan jarum jam (Fengge 2012).


Gambar 2.3: Lokasi Pemijatan Akupresur (Fengge, 2012)

Menurut Fengge 2012, terdapat tiga macam titik akupresur yaitu 3:

1. Titik akupresur umum Titik akupresur umum ini terdapat di sepanjang saluran

meridian. Setiap titik umum diberi nama oleh penemunya dalam bahasa

Tionghoa yang memiliki arti tersendiri dan diberi nomor yang bersifat universal.

Misalnya titik Hegu yang memiliki arti kumpulan jurang. Hegu sama dengan

titik usus besar dengan nomor 4 (UB.4) dan dalam bahasa Inggris disebut Large

Intestine no.4 (LI.4).

2. Titik akupresur istimewa Titik akupresur istimewa adalah titik yang berserakan

(tidak menentu), ada yang dijalur meridian dan ada pula yang di luar jalur
meridian. Tiap-tiap titik umum mempunyai nama dan fungsi masing-masing.

Misalnya, Lamwei, berfungsi sebagai titik untuk mengobati penyakit usus

buntu..

3. Titik Nyeri (yes point) Titik nyeri berada di daerah keluhan (daerah yang

mengalami masalah) misalnya sakit perut, sakit kepala, dan lain-lain. Untuk

menemukan titik nyeri ini adalah dengan meraba keluhan kemudian cari titik

yang paling sensitifatau nyeri. Titik ini hanya berfungsi sebagai penghilang rasa

sakit setempat saja, tetapi sering juga berpengaruh pada jaringan tubuh lainnya.

Teknik akupresur untuk mengatasi dismenorea titik-titik akupresur yang

digunakan pada penelitian sebelumnya terkait efek akupresur pada dismenorea

adalah titik yang biasa juga digunakan untuk mengatasi masalah ginekologis,

diantaranya adalah :

Teknik akupresur untuk mengatasi dismenore titik-titik akupresur yang

digunakan pada penelitian sebelumnya terkait efek akupresur pada dismenorea

adalah titik yang biasa juga digunakan untuk mengatasi masalah ginekologis,

diantaranya adalah :

1. Titik Sanyinjiao (SP6) Titik ini terletak sekitar tiga cun atau sekitar empat jari di

atas malleolus internus, tepat di ujung tulang kering (Hartono, 2012). Penekanan

pada titik ini terbukti dapat mengurangi dismenore. Penelitian yang dilakukan

(Kashefi, 2016), membuktikan akupresur pada titik SP6 menyebabkan

penurunan tingkat keparahan dismenore segera setelah intervensi, akupresur di

titik Sanyinjiao (SP6) juga efektif serta hemat biaya.


Gambar 2.4 : Titik Sanhinjao (SP6).

2. Titik Sacral Points (B27-B34) Titik sacral points (B27-B34), yaitu titik yang

terletak pada daerah sakral atau di sekitar tulang sacrum. Pijatan pada titik ini

membantu mengurangi rasa sakit pada saat dismenore, pegal pada pinggang, dan

mengurangi nyeri saat persalinan (Aprillia, 2010). Penelitian Mardiatun (2013).

Penelitian ini digunakan untuk Sembilan responden dengan one group pre-

posttest dengan melakukan penekanan pada titik lumbal 4 dan 5 pada meridian

kandung kemih 3-5 menit selama 3 hari pertama fase menstruasi. Hasil

menunjukkan bahwa intensitas nyeri berkurang secara signifikan.

Gambar 2.5 : Sacral Points (B27-B34).

Titik Taichong/Daichong (LR3/LV3)

Keistimewaan titik ini merupakan titik utama dari meridian hati dan

merupakan jalur utama dari aktivitas Chi. Efek penekanan pada titik ini dapat
meredakan spasme, ketegangan dan kekakuan (Aprillia, 2010). Pengobatan

tradisional Cina menggunakan titik ini untuk menangani berbagai masalah

kesehatan seperti stres, nyeri punggung ,tekanan darah tinggi, dismenorea, nyeri

tungkai, insomnia, dan kecemasan. Titik taichong ini terletak pada punggung kaki

yakni dua jari diatas titik pertemuan antara ruas jempol dan jari kaki sebelahnya

(Wirakhmi dkk., 2018).

gambar 2.6 : Titik taichong/daichong (LR3/LV3)

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di SMK Muhammadiyah 2

Pekanbaru didapatkan hasil bahwa terjadi penurunan rata-rata intensitas nyeri

dismenore sebesar 0,615 poin, sehingga dapat disimpulkan akupresur efektif


dalam mengurangi intensitas nyeri pada dismenore. Penelitian yang mendukung

efek terapi akupresur terhadap dismenore adalah penelitian yang dilakukan oleh

Hasanah (2010) yang dilakukan pada 54 responden. Penelitian ini dilakukan terapi

akupresur pada titik meridian taichong (LR3). Hasil akhir menunjukkan secara

signifikan akupresur dapat menurunkan ratarata intensitas nyeri sebesar 1,037 poin .

gambar 2.7 : Titik thaichong / daichongn(LR3/LV3)

2.5 Remaja

Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia.

Masa ini merupakan masa perubahan atau masa peralihan dari masa kanak-kanak

ke masa dewasa yang meliputi perubahan biologis, perubahan psikologis dan

perubahan sosial. Di sebagian besar masyarakat dan budaya, masa remaja pada

umumnya dimulai pada usia 10-13 tahun dan berakhir pada usia 18-22 tahun

(Notoatmodjo,2011).

2.5.1 Masa pubertas

Pubertas ialah suatu periode dimana kematangan kerangka dan seksual

terjadi dengan pesat terutama pada awal masa remaja. Kematangan seksual
merupakan suatu rangkaian dari perubahan-perubahan yang terjadi pada masa

remaja, yang ditandai dengan perubahan pada seks primer (Primary Sex

Characteristics) dan perubahan pada seks sekunder (Secondary Sex

Characteristics). Meskipun perkembangan ini biasanya mengikuti suatu urutan

tertentu, namun urutan dari kematangan seksual tidak sama pada setiap anak, dan

terdapat perbedaan individual dalam umur dari perubahan-perubahan. Pubertas

biasanya berlangsung pada umur 13-20 tahun dan fase yang lebih matang dimana

dari implus yang tenang menjadi menonjol sehingga dinamis. Saat remaja

pertumbuhan fisik baik laki-laki maupun perempuan sangatlah cepat tumbuhnya.

Pada saat ini pertumbuhan tinggi badan terjadi amat cepat. Perbedaan pertumbuhan

fisik laki-laki dan perempuan adalah pada organ reproduksinya, dimana akan

diproduksi hormon yang berbeda, penampilan yang berbeda, serta bentuk tubuh

yang berbeda akibat berkembangnya tanda seks sekunder.

2.5.2 Ciri-ciri pubertas

Perubahan fisik pada masa remaja terjadi ketika seseorang mengalami

perubahan struktur tubuh dari kanak-kanak menuju dewasa (pubertas). pada masa

ini terjadi perubahan fisik yang cepat disertai banyak perubahan, termasuk di

dalamnya pertumbuhan organ-organreproduksi (organ seksual) untuk mencapai

kematangan yang ditunjukkan dengan kemampuan melaksanakan fungsi

reproduksi (Kumalasari dan Andhyantoro, 2012 ).

Pubertas adalah masa ketika seorang anak mengalami perubahan fisik,

psikis, dan kematangan fungsi seksual. Istilah pubertas dapat digunakan untuk

menyatakan perubahan bilogis yang meliputi morfologi dan fisiologi yang terjadi

dengan pesat dari masa anak menuju dewasa, terutama pada perubahan kelamin dari
tahap anak ke dewasa. Pertumbuhan organ reproduksi mengalami perubahan yang

sangat cepat dan sudah memiliki kemampun untuk bereproduksi tetapi fenomena

untuk memperlihatkan sebagai remaja belum mengetahui tentang kesehatan

reproduksi. Banyak remaja putri yang tidak menyadari bahwa telah memproduksi

sel telur, yang remaja khawatirkan takut akan menghadapi pubertas (Suparyanto,

2012).

A. Pubertas pada anak perempuan

Ciri dan tanda pubertas yang pertama muncul:

a. Payudara mulai tumbuh

b. Kedua payudara kadang tumbuh tidak bersamaan dan sangat halus

c. Rambut pubik mulai tumbuh

d. Rambut di kaki dan lengan tumbuh lebih banyak pada beberapa anak

perempuan.

Ciri dan tanda pubertas yang muncul kemudian:

a. Payudara terus tumbuh dan menjadi lebih penuh

b. Sekitar dua tahun setelah mulai pubertas, anak perempuan mulai

mengalami menstruasi atau haid setiap bulan

c. Rambut pubik menjadi lebih kasar dan keriting

d. Rambut di bawah lengan mulai tumbuh

e. Pada beberapa anak perempuan, rambut juga tumbuh di bibir atas dan ini

adalah hal normal

f. Berkeringat lebih banyak dan mulai muncul jerawat dalam bentuk bintik

putih, hitam, dan pustula yang biasa dipecah atau mengalami erupsi
g. Mengalami keputihan

h. Anak perempuan tumbuh makin tinggi sejak mulai datang bulan sekitar

5-7,5 sentimeter tiap 1-2 tahun hingga mencapai umur dewasa

i. Bobot bertambah seiring perubahan bentuk tubuh dengan pinggul

melebar dan pinggang makin kecil. Lemak tubuh makin banyak di

punggung dan lengan bagian atas serta paha.

B. Pubertas pada anak laki-laki

Ciri dan tanda pubertas yang pertama muncul:

a. Testis makin besar serta skrotum makin tipis dan makin merah

b. Rambut pubik mulai muncul pada pangkal penis

Ciri dan tanda pubertas yang muncul kemudian:

a. Penis dan testis terus tumbuh serta skrotum menjadi makin gelap

b. Rambut pubik makin tebal dan keriting

c. Rambut di bawah lengan mulai tumbuh

d. Berkeringat lebih banyak

e. Bagian dada mulai tumbuh yang tidak sama dengan payudara laki-laki

(man boobs)

f. Mengalami mimpi basah

g. Suara anak laki-laki pecah dan cenderung nge-bass, tidak cempreng seperti

sebelumnya. Pada tahap awal, anak laki-laki merasa suaranya nge-bass

selama beberapa menit dan kembali cempreng di waktu berikutnya

h. Berjerawat
2.6 Kerangka Konsep

Variabel Dependent Pre Test Varibel Dependent Post Test

Intensitas nyeri disminore Intensitas nyeri disminore setelah


sebelum terapi terapi

Terapi Akupresure

Variabel Indepent

Skema 2.2 : kerangka konsep

2.7 Hipotesis / Pertanyaan Penelitian

Hipotesis adalah asumsi/perkiran/dugaan sementara atas pertanyaan atau

maslah penelitian atau penjelasan sementara untuk menerangkan fenomena yang

diamati atau suatu pernyatan tentang hubungan yang diharapkan terjadi antara dua

variable atau lebih yang perlu diuji kebenarannya.

Jenis-jenis Hipotesis

1. Hipotesis nihil (Ho) yakni hipotesis yang menerangkan tidak terdapat

pengaruh atau akibat antara variabel dengan variabel lain.

2. Hipotesis pengganti (Ha) ialah hipotesis yang menerangkan adanya pengaruh

atau akibat antara variabel dengan variabel lain.


BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Desain Penelitian

Penelitian ini berjenis kuantitatif dengan dengan desain quasy eksperimen

yang rancangannya menggunakan the one group pretest-posttest design, karena

penelitian ini bertujuan untuk membandingkan hasil pretest kelompok intervensi

dan posttest kelompok intervensi (Arikunto, 2016).

Rancangan tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 3.1 Desain Penelitian

Group Pretest Perlakuan Posttest


Intervensi O1 X O2
Keterangan :

O1 : Pretest kelompok intervensi

X : Intervensi (Terapi Akupresur)

O2 : Posttest kelompok intervensi

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan desain quasi eksperimen

dilakukan di MTs.S Hajijah Amalia Sari Kota Padangsidimpuan. Adapun alasan

peneliti memilih tempat penelitian di MTs.S Hajijah Amalia Sari Kota

Padangsidimpuan, karena sebagian masih mengalami nyeri dismenorea, dan

ditempat ini belum pernah dilakukan penelitian yang berjudul pengaruh terapi

akupresur terhadap intensitas nyeri dismenorea pada remaja.

3.2.2 Rencana Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada Januari 2021 sampai dengan Juni 2021,

mulai dari pengajuan judul sampai dengan seminar hasil penelitian. Uraian kegiatan

penelitian dapat dilihat pada tabel.

Tabel 3.2 Rencana Jadwal Penelitian


Kegiatan Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agust Sept
2021 2021 2021 2021 2021 2021 2021 2021 2021
Pengajuan judul
Penyusunan
proposal
Seminar proposal
Perbaikan proposal
hasil seminar
Penelitian
Proses bimbingan
hasil penelitian
Sidang penelitian
3.3 Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian. Apabila seseorang ingin

meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya

merupakan penelitian populasi (Arikunto, 2016). Populasi dalam penelitian ini

adalah semua siswi yang mengalami nyeri disminore yaitu sebanyak 36 orang.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian adalah keseluruhan objek diteliti dan dianggap

mewakili seluruh populasi (Setiadi, 2016) yaitu sebanyak 15 responden. Jenis

sampel penelitian ini adalah Porbality sampling dengan menggunakan tekhnik

Purposive sampling, yaitu penentuan sampel dengan cara menetapkan ciri-ciri yang

khusus, yang sesuai dengan tujuan penelitian sehingga diharapkan dapat menjawab

masalah penelitian (Saryono, 2015). Melibatkan siswa yang mengalami dismenorea

yaitu peserta yang yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

• Kriteria Inklusi

a. Dapat berkomunikasi dengan baik dan kooperatif

b. Siswi yang usia 12-14 tahun yang mengalami nyeri dismenorea

c. Siswi yang tidak menggunakan obat penurunan nyeri dismenorea

3.4 Etika Penelitian

Setelah memperoleh persetujuan dari pihak Universitas dan permintaan

izin Kepada Rektor Universitas Aufa Royhan Padangsidimpuan, kemudian peneliti

melakukan penelitian dengan menekankan pada masalah etik yang meliputi:


1. Permohonan menjadi responden

Sebelum dilakukan pengambilan data pada responden, peneliti mengajukan

lembar permohonan kepada calon responden yang memenuhi kriteria inklusi

untuk menjadi responden. Dengan memberikan penjelasan tentang tujuan dan

manfaat penelitian ini.

2. Informed Consent

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan

responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan.

3. Confidentiality (kerahasiaan)

Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan kerahasiaan

hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya (Hidayat,

2011).

3.5 Defenisi Operasional Variabel Penelitian

Defenisi operasional adalah mendefenisikan variabel secara operasional

berdasarkan karakteristik yang diamat, yang memungkinkan peneliti untuk

melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau

fenomena .

Tabel 3.3 Defenisi Operasional

Variabel Defenisi Alat ukur Skala Hasil Ukur


Operasional ukur
Terapi Teknik terapi Lembar Interval
yang observasi
akupresure
dilakukan dari
untuk kegiatan
meredakan terapi
nyeri dengan akupresure
sentuhan sesuai
tangan untuk SOP
menimbulkan
efek relaksasi
Intensitas Tingkat yang Kuesioner Interval 0-10
Nyeri dirasakan Numeric
Menstruasi wanita saat RAting
menstruasi Scale
akibat (NRS).
kontraksi
uterus.

3.6 Intrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari :

1. Kuesioner

Kuesioner adalah alat ukur yang berupa kumpulan beberapa pertanyaan,

bisa digunakan bila jumlah responden besar dan dapat mengungkapkan hal-

hal yang rahasia (Sugiono,2016).

2. Terapi Akupresur menggunakan Standar Operasional Prosedur (SOP) dan

Baby Oil.

3. Menggunakan lembar observasi atau formulir lain untuk mencatat data

4. Menggunakan Numeric Rating Scale (NRS)

3.7 Prosedur Pengumpulan Data


1. Peneliti meminta surat ijin penelitian kepada Universitas Aufa Royhan

Padangsidimpuan

2. Peneliti datang ke MTs.S Hajijah Amalia Sari Kota Padangsidimpuan untuk

meminta izin mengadakan penelitian di tempat tersebut dengan membawa

surat ijin dari Un iversitas Aufa Royhan Kota Padangsidimpuan.

3. Sebelum penelitian dilakukan, peneliti berkoordinasi dengan guru untuk

mengumpulkan semua siswi.

4. Setelah semua siswi terkumpul, peneliti menjelaskan tentang penelitian yang

akan dilakukan.

5. Penelitian kemudian mendata semua siswi yang sering mengalami nyeri

menstruasi

6. Setelah terkumpul, peneliti memberitahu semua siswi yang sering mengalami

nyeri dismenorea, untuk tetap tinggal di tempat. Peneliti bertanya kapan

biasanya siswi mengalami menstrusi, menstruasi teratur atau tidak dan

menghimbau agar tidak mengkonsumsi obat penghilang nyeri dismenorea.

Peneliti dan seluruh siswi yang sering mengalami nyeri disminore kemudian

melakukan senam dismenorea secara bersama-sama

7. Saat penelitian, bagi siswi yang bersedia menjadi responden, siswi tersebut

dipersilahkan untuk mengisiinformed consent.

8. Peneliti mengambil data awal yaitu data skala nyeri menstruasi sebelum

dilakukan intervensi dengan memberikan lembar pengukuran skala nyeri

NRS pada masing-masing siswi untuk di isi sesuai dengan nyeri yang

dirasakan .
9. Kemudian setelah data terkumpul, peneliti memandu secara langsung

intervensi yang dilakukan sesuai dengan terapi akupresur pada titik thaicong/

daichong (LR3/LV3) dengan melakukan penekanan 3 kali dan memutar

berlawanan arah jarum jam selama 5 menit berturut-turut yang di lakukan

selama 2 hari .

10. Setelah intervensi selesai peneliti memberikan lembar pengukuran skala

nyeri kembali untuk pengambilan data akhir.

11. Peneliti mengumpulkan lembar pengukuran yang telah di isi oleh responden

dan memeriksa kelengkapannya.

12. Peneliti melakukan pengolahan dan analisa data dari data awal dan akhir

dari responden.

3.8 Pengolahan Dan Analisa Data

3.8.1 Pengolahan Data

Langkah-langkah pengolahan data dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1) Editing (memeriksa data)

Editing adalah kegiatan untuk pengecekan danperbaikan isian kuesioner

tersebut. Dilakukan memeriksa kelengkapan, kejelasan, relevansi, konsistensi

masing-masing jawaban dari kuesioner.

2) Coding ( pemberian kode)

Pemberian kode pada variabel – variabel yang diteliti.

3) Entering
Proses memasukkan data kedalam komputer untuk selanjutnya dilakukan

analisa data dengan komputerisasi.

4) Cleaning (Pembersihan Data)

Penelitian menghilangkan data-data yang tidak diperlukan dan mengecek

kembali data-data yang sudah di entering. Apakah ada kesalahan atau tidak

(Notoatmodjo, 2016).

5) Processing

Setelah lembar kuesioner terisi penuh, serta sudah melewati pengkodean, maka

langkah selanjutnya adalah memproses data agar yang sudah di entri dapat di

analisis.Processing dilakukan dengan cara mengentri data dari kuesioner ke

paket program computer yaitu SPSS 17

3.8.2 Analisis Univariat

Analisis univariat bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik setiap

variabel penelitian (Notoatmojo,2016).Terdapat dua variabel dependen dalam

penelitian ini yaitu terapi akupresur dan intensitas nyeri disminore. Adapun

karakteristik responden meliputi, umur, riwayat menstruasi. Penurunan nyeri

menstruasi sebelum dan sesudah dilakukan intervensi pada remaja di MTs.S

Hajijah Amalia Sari Kota Padangsidimpuan. Dalam penelitian ini, peneliti

mendeskripsikan data interval menggunakan nilai mean, mean, simpangan baku,

nilai minimal dan maksimal.

3.8.3 Analisis Bivariat


Dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berpengaruh atau berkolerasi

(Notoatmojo,2016). Peneliti melakukan analisis bivariat yaitu menggunakan uji

independent T test untuk mengetahui perbedaan nyeri menstruasi primer sebelum dan

sesudah dilakukan terapi akupresur dengan menggunakan derajat kemaknaan 95%

atau dapat pula dengan perbandingan p-value dimana nilai a=0.05. Sementara

Paired sample T test digunakan untuk mengetahui pengaruh terapi akupresur terhadap

intensitas nyeri dismenore.

1. Apabila P< 0,05 artinya ada pengaruh terapi akupresur terhadap intensitas nyeri

disminore pada remaja di MTs.S Hajijah Amalia Sari Kota Padangsidimpuan

2. Apabila P> 0,05 artinya tidak ada pengaruh ada pengaruh terapi akupresur

terhadap intensitas nyeri disminore pada remaja di MTs.S Hajijah Amalia Sari

Kota Padangsidimpuan.

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di MTs.S Hajijah amalia sari, Jl. Raja Inal

Siregar, Lingk. III Batunadua Julu (Eks Siparau) Kec. Padangsidimpuan Batunadua

Kota Padangsidimpuan Sumatera Utara.

a. Sebelah Timur berbatas dengan perbatasan dengan persawahan warga.

b. Sebelah Barat berbatasan dengan perkampungan/Desa Batunadua Julu

c. Sebelah Selatan berbatasan dengan perkampungan/Desa Batunadua Julu

d. Sebelah Utara berbatasan dengan DesanBalakka Nalomak.


4.2 Analisa Univariat

4.1.1 Karakteristik Responden

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada 15 responden di MTs S

Hajijah Amalia Sari Padangsidimpuan, maka di peroleh data karakteristik

responden yang meliputi sebagai berikut:

Tabel4.1 Distribusi frekuensi berdasarkan karakteristik responden (f=15)


Variabel F %
Usia
12 tahun 9 60,0
13 tahun 4 26,7
14 tahun 2 13,3
Riwayat keluarga
Ya 6 40,0
Tidak 9 60,0
Total 15 100,0

Berdasarkan distribusi karakteristik responden yang dilibatkan dalam

penelitian ini adalah sebanyak 15 orang dan dibagi menjadi 3 kelompok umur yaitu

12 tahun, 13 tahun, dan 14 tahun. Dari tabel diatas dapat diketahui mayoritas

responden berumur 12 tahun sebanyak 9 orang (60,0%), dan minoritas berumur 14

tahun sebanyak 2 orang (13,3%), serta berumur 13 tahun sebanyak 4 orang (26,7%).

Berdasarkan tabel diatas dilihat dari riwayat keluarga dibagi atas dua

kategori yaitu Ya dan Tidak, mayoritas responden dengan riwayat keluarga

dismenore yaitu tidak sebanyak 9 orang (60,0%) dan minoritas riwayat keluarga

dengan Ya sebanyak 6 orang (40,0%).

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Rerata Terapi Akupresur Pada Remaja


Terhadap Penurunan Skala Nyeri Dismenore
Variabel Kelompok Mean Selisih SD Min Max
mean
Skala nyeri Pre test 1.9333 0.6666 .59362 1.00 3.00
Post test 1.2667 .45774 1.00 2.00

Berdasakan tabel diatas menunjukkan bahwa rata-rata skala nyeri sebelum

diberikan terapi akupresur adalah 1.9333 dan rata – rata skala nyeri setelah

diberikan terapi akupresur adalah sebesar 1.2667 dengan selisih mean 0.6666.

4.2 Analisis Bivariat

Analisa bivariat digunakan untuk melihat pengaruh antara variabel

independen. Uji statistik yang digunakan adalah Wilcoxon. Ada tidaknya pengaruh

terapi akupresur terhadap penurunan skala nyeri dismenore pada remaja.

Sebelum dilakukan analisa bivariat terlebih dahulu dilakukan uji normalitas

data dengan uji Shapiro wilk pada skala nyeri sebelum dan setelah diberikan terapi

akupresur yang bertujuan untuk mengetahui sebaran data penelitian normal atau

tidak. Apabila nilai p>0,05, maka data tersebut normal. Berikut adalah tabel uji

normalitas setiap variabel.

4.1.2.1 Uji Normalitas Data

Tabel 4.4 Hasil uji normalitas data Skala Nyeri sebelum dan sesudah
diberikan Massage Effleurage
Variabel Mean Selisih mean Pvalue
Skala nyeri pre test 1.9333 0.6666 0,000
Skala nyeri post test 1.2667 0,024
*distribusi normal (p>0,05)

Hasil analisis data dengan uji shapiro wilk terhadap skala nyeri sebelum

intervensi diperoleh nilai p=0,000 (p>0,05) dan sesudah intervensi diperoleh nilai

p=0,024 (p>0,05). Dari hasil uji normalitas data tidak berdistribusi normal.

Tabel 4.5 Hasil Uji Statistik Data Skala Nyeri Sebelum Dan Sesudah Diberikan
Terapi Akupresur
Variabel Mean SD Pvalue
Skala nyeri pre test 1.9333 .59362 0,002
Skala nyeri post test 1.2667 .45774
Berdasarkan hasil analisis tabel pada kelompok sebelum dan sesudah

diberikan intervensi dengan menggunakan Wilcoxon diperoleh Pvalue = 0,002

(p<0,05), maka dapat diambil kesimpulan terdapat pengaruh terapi akupresur

terhadap penurunan skala nyeri dismenore.

BAB 5

PEMBAHASAN

5.1. Analisa Univariat

Berikut gambaran dan penyajian karakteristik data umum serta penyajian

hasil pengukuran yang seluruhnya akan di paparkan dalam bab ini.

Pada penelitian ini, peneliti ingin mengetahui apakah ada pengaruh terapi

akupresur terhadap penurunan skala nyeri dismenore di MTs S Hajijah Amalia Sari

Padangsidimpuan. Adapun yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah 15

orang. Berdasarkan hasil penelitian yang dideskripsikan mengenai pengaruh terapi

akupresur terhadap penurunan skala nyeri dismenore di MTs S Hajijah Amalia Sari

Padangsidimpuan.

Adapun pembahasan hasil penelitian yang telah di ketahui sebagai berikut:

1. Umur
Berdasarkan distribusi karakteristik responden yang dilibatkan dalam

penelitian ini adalah sebanyak 15 orang dan dibagi menjadi 3 kelompok umur yaitu

12 tahun, 13 tahun, dan 14 tahun. Dari tabel diatas dapat diketahui mayoritas

responden berumur 12 tahun sebanyak 9 orang (60,0%), dan minoritas berumur 14

tahun sebanyak 2 orang (13,3%).

Hal ini sejalan dengan penelitian Sianipar (2015) yang menunjukkan adanya

hubungan yang signifikan antara umur dengan dismenorea. Teori yang menyatakan

bahwa perempuan semakin tua, lebih sering mengalami menstruasi maka leher

rahim bertambah lebar, sehingga pada usia tua kejadian dismenorea

jarang ditemukan (Bare & Smeltzer, 2012). Yustianingsih 2014, bahwa dismenore

primer dapat dijumpai pada wanita muda yang telah berusia antara usia 11-25 tahun

dan akan menghilang pada usia akhir 30-an tanpa ditemukan kelainan alat genital

pada pemeriksaan ginekologi. Dengan bertambahnya umur nyeri haid akan semakin

berkurang dan hilang dengan sendirinya (Proverawati dan misaroh, (2009).

Wahit.et.al. (2007), yang menyatakan bahwa faktor umur adalah variabel penting

yang mempengaruhi respon nyeri.

Menurut peneliti pada periode umur tersebut merupakan masa remaja akhir

dimana pada tahap ini merupakan masa berfikir khayal pada remaja sehingga

dibutuhkan pengarahan mengenai menstruasi seperti masalah dismenorea, ini

berarti pada umur yang masih muda dimana pada penelitian ini umur responden 15

– 18 tahun menurut WHO masih tergolong ke dalam kelompok remaja sehingga

masih tinggi tingkat dismenorea.

2. Riwayat Keluarga
Berdasarkan tabel diatas dilihat dari riwayat keluarga dibagi atas dua

kategori yaitu Ya dan Tidak, mayoritas responden dengan riwayat keluarga

dismenore yaitu tidak sebanyak 9 orang (60,0%) dan minoritas riwayat keluarga

dengan Ya sebanyak 6 orang (40,0%).

Hal ini sesuai dengan penelitian Andriani (2013) bahwa riwayat

keluarga mempunyai peran untuk terjadinya dismenorea primer. Menurut

penelitian Ika dan Nunik (2017) hasil penelitian menunjukkan bahwa

riwayat keluarga atau keturunan mempunyai pengaruh terhadap kejadian dismenore

primer. Riwayat keluarga merupakan faktor risiko yang dapat meningkatkan

kemungkinan terjadinya dismenore primer. Dua dari tiga wanita yang menderita

dismenore primer mempunyai riwayat dismenore primer

pada keluarganya. Banyak gadis yang menderita dismenore primer dan sebelumnya

mereka sudah diperingatkan oleh ibunya bahwa kemungkinan besar akan menderita

dismenore primer juga seperti ibunya (Coleman, 2014).

Menurut peneliti berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa riwayat

keluarga sangat berpengaruh terhadap dismenorea, maka daripada itu

disarankan bagi para wanita untuk melakukan upaya preventif terhadap

dismenorea primer yang sering terjadi saat wanita mengalami menstruasi terutama

bagi wanita yang mempunyai riwayat keluarga positif dismenorea primer.

3. Terapi Akupresur Pada Remaja Terhadap Penurunan Skala Nyeri

Dismenore

Hasil menunjukkan bahwa rata-rata skala nyeri sebelum diberikan terapi

akupresur adalah 1.93 dan rata – rata skala nyeri setelah diberikan terapi akupresur

adalah sebesar 1.27 dengan selisih mean 0.66.


Berdasarkan teori bahwa secara umum nyeri digambarkan sebagai keadaan

yang tidak nyaman, akibat dari luka paksa dari jaringan. Nyeri adalah

pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan

jaringan yang aktual dan potensial yang teralokasi pada suatu bagian tubuh,

jaringan seperti ditusuk-tusuk, panas terbakar, melilit, seperti emosi, perasaan takut,

mual. Ada beberapa cara untuk mengatasi gejala-gejala yang timbul akibat

dismenorea yaitu dengan terapi medis dan non medis. Obat medis yang sering

digunakan berupa analgesik dan anti inflamasi seperti asam mefenamat, ibuprofen

dan antagonis kalsium, seperti verapamil dan nifedipin yang dapat menurunkan

aktivitas dan kontraktilitas uterus. Selain itu nyeri dapat ditangani dengan terapi

non medis yang aman dilakukan dengan exercise, mand air hangat atau sauna,

memakai buli-buli hangat, meditasi, serta dapat juga dengan pemberian suplemen,

pengobatan herbal ala jepang, terapi horizon, terapi bedah, akupuntur dan

akupresure (Aprillia, 2010).

Akupresur merupakan konduktor listrik pada permukaan kulit yang dapat

menyalurkan energi penyembuhan yang paling efektif, sehingga penyembuhan

energi yang pailing bagus dengan menggunakan titik-titik akupresur. Acupoint

bersifat biolistrik memiliki ciri-ciri papilaekulit-kulit kali 2 kali lebih lebih banyak,

mengandung kapiler teranyam dengan syaraf sensoris, ujung -ujung saraf simpatis

sehingga menaikkan konduktivitas kulit diatasnya karena tekanan listriknya rendah

(Aprillia, 2010).

Acupoint terletak dipermukaan tubuh, terutama pada lokasi dimana bundle

saraf menembus fascia otot atau secaraa histologis merupakan struktur neodermal

dengan densitas lokal yang tinggi yang banyak mengandung serabut saraf simpatik
(Heni, 2018). Beberapa penelitian meyakinkan bahwa acupoint memang ada dan

dapat diketahui serta dapat dibuktikan secara ilmiah. Titik Akupunktur dapat

memberikan tanggapan terhadap berbagai jenis rangsangan. Rangsangan tersebut

dapat berupa mekanis, termis, listrik, magnet maupun perpaduan keempat

rangsangan tersebut ( Heni, 2018).

Akupresur berperan dalam proses penurunan skala dismenore, hal ini

sejalan dengan penelitian Renityas (2017) yang melakukan intervensi akupresur

kepada 22 respsonden dengan hasil penelitian intensitas nyeri dismenore sebelum

dilakukan akupresur di dapatkan skala nyeri dismenore 1 (3 responden), skala nyeri

dismenore 2 (9 Responden), skala nyeri 4 dismenore (10 orang). Dan intensitas

nyeri dismenore setelah dilakukan akupresur di titik sp6 adalah skala nyeri 1 (9

orang), skala nyeri 2(8 orang), skala nyeri 4 (5 orang) (Renityas, 2017).

Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Panggabean

(2019) yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan skala dismenore antara pretest

dan posttest pada kelompok intervensi sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat

pengaruh akupresur terhadap dismenore pada remaja di SMP IT Siti Hajar Medan

(Panggabean, 2019).

Hal yang sama juga dijelaskan oleh Hartono (2012), bahwa terapi akupresur

secara empiris terbukti dapat membantu produksi hormon endorphin pada otak

yang secara alami dapat membantu menawarkan rasa sakit saat menstruasi.

Penekanan titik akupresurdapat berpengaruh terhadap produksi endorphin dalam

tubuh. Endorphin adalah pembunuh rasa nyeri yang dihasilkan sendiri oleh tubuh.

Endorphin merupakan molekul-molekul peptid atau protein yang dibuat dari zat
yang disebut betalipoptropin yang ditemukan pada kelenjar pituitary (Hartono,

2012).

5.2. Analisa Bivariat

1. Pengaruh Terapi Akupresur Terhadap Penurunan Skala Nyeri

Dismenore

Pada kelompok sebelum dan sesudah diberikan intervensi dengan

menggunakan Wilccoxon diperoleh Pvalue = 0,002 (p<0,05), maka dapat diambil

kesimpulan terdapat pengaruh terapi akupresur terhadap penurunan skala nyeri

dismenore.

Akupresur dapat digunakan untuk mengatasi pada saat dismenore dan

distres menstrual. Akupresur selain ini juga terbukti mengatasi nyeri yang bersifat

umum, juga terbukti mengatasi nyeri selama persalinan dan memperlancar proses

persalinan (Heni, 2018).

Penelitian lain yang berjudul “Effects of SP6 acupressure on pain and

menstrual distress in young women with dysmenorrhea”(2010) menjelaskan bahwa

menurut pengobatan Cina, rahim merupakan salah satu organ yang terhubung

dengan jantung dan ginjal melalui saluran khusus,serta suplai

darah pada hati disuplai ke rahim. Apabila suplai darah ke hati sedikit, maka darah

yang di suplai ke rahim pun juga sedikit, hal ini lah yang dianggap menjadi

penyebab timbulnya nyeri dismenore. Berdasarkan prinsip-prinsip Pengobatan

Tradisional Cina (TCM), akupresur pada titik Sanyinjiao berfungsi untuk

memperkuat limpa, dan mengembalikan keseimbangan Yin dan darah, hati, dan

ginjal, sehingga hal tersebut dapat memperkuat pasokan darah dan memperlancar

peredaran darah, dengan demikian akupresur pada titik sanyinjiao dapat


mengurangi nyeri dismenore (Wong, 2010). Hal tersebut dikarenakan efek

penekanan di titik akupresur terkait dengan dampaknya terhadap produksi

endorphin dalam tubuh.

Endorphin adalah pembunuh rasa nyeri yang dihasilkan

sendiri oleh tubuh. Endhorpin merupakan molekul – molekul peptid atau protein

yang dibuat dari zat yang disebut beta- lipoptropin yang ditemukan pada kelenjar

pituitary. Selain itu endorphin dapat mempengaruhi daerah daerah pengindra nyeri

di otak dengan cara yang serupa dengan obat-obat opiate seperti morfin. Pelepasan

endorphin dikontrol oleh sistem saraf, saraf sesitif dengan nyeri rangsangan dari

luar dan begitu dipicu dengan menggunakan teknik akupresur, akan

menginstruksikan sistem endokrin untuk melepas sejumlah endorphin sesuai

kebutuhan tubuh (Ody dalam Hasanah, 2010).

Endorphin adalah pembunuh rasa nyeri yang dihasilkan sendiri oleh tubuh.

Pelepasan endorphin dikontrol oleh sistem saraf ,saraf sesitif dengan nyeri

rangsangan dari luar dan begitu dipicu dengan menggunakan teknik akupresur, akan

menginstruksikan sistem endokrin untuk melepas sejumlah endorphin sesuai

kebutuhan tubuh (Nurdin, 2013).

Penelitian lain yang dilakukan oleh (Ariska, 2014) pada remaja putri di

SMAN 1 Pekalongan menemukan dari 21 orang yang dilakukan akupresur 80,95%

terjadi penurunan tingkat nyeri dan perbedaan rata-rata intensitas nyeri sebelum dan

sesudah terapi akupresur sebesar 1,810 (Ariska, 2014).

Penelitian lain yang dilakukan oleh Natalia (2020) menyatakan bahwa

terdapat penurunan nyeri haid antara terapi akupresur sanyinjiao point dengan

relaksasi nafas dalam. Pemberian Terapi akupresur 2 kali lebih efektif dibandingkan
teknik relaksasi nafas dalam terhadap penurunan nyeri haid (dismenore) primer

pada remaja putri (Natalia, 2020).

Menurut peneliti, saat ini banyak orang menggangap tidak ada obat

alternatif atau non farmakologi untuk mengatasi nyeri haid, akan tetapi dimana

seseorang mengalami nyeri haid pasti tidak akan nyaman dan dapat berdampak

pada aktifitasnya sehari-hari, maka dari itu perlunya akan pengetahuan tentang

akupresur dan pengobatan alternatif lain, untuk upaya mengurangi rasa nyeri saat

menstruasi. Selain dianggap lebih aman dibandingkan obat sintetik, biaya yang

dibutuhkan jauh lebih rendah. Dengan demikian ada hubungan signifikan pengaruh

akupresur terhadap dismenore.


BAB 6

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

1. Berdasakan rata-rata skala nyeri sebelum diberikan terapi akupresur adalah

1.93 dan rata – rata skala nyeri setelah diberikan terapi akupresur adalah

sebesar 1.27 dengan selisih mean 0.66.

2. Berdasarkan hasil analisis tabel pada kelompok sebelum dan sesudah

diberikan intervensi dengan menggunakan Wilcoxon diperoleh Pvalue =

0,002 (p<0,05), maka dapat diambil kesimpulan terdapat pengaruh terapi

akupresur terhadap penurunan skala nyeri dismenore.

6.2 Saran

6.2.1 Bagi responden penelitian

Diharapkan bagi peneliti lain agar dapat melakukan penelitian tentang terapi

akupresur yang nantinya mungkin akan ditemukan manfaat selain untuk penurunan

skala nyeri dismenore.

6.2.2 Bagi pelayanan kesehatan

Bagi pelayanan kesehatan diharapkan hasil penelitian ini digunakan sebagai

obat terapi nonfarmakologi untuk menurunkan skala nyeri dismenore.

6.2.3 Bagi Instansi Pendidikan

Bagi instansi pendidikan hasil penelitian ini diharapkan menjadi referensi

dan bahan masukan dalam kegiatan proses belajar, dan perlu menambah referensi

tentang obat-obatan herbal atau terapi untuk menurunkan skala nyeri dismenore.
6.2.4 Bagi Penderita Nyeri Dismenore

Diharapkan kepada pasien nyeri dismenore dengan nyeri yang berat dapat

menerapkan terapi akupresur untuk menurunkan skala nyeri.


DAFTAR PUSTAKA

Abel Zulia, Heni Setyowati Esti Rahayu.2020. Akupresur efektif mengatasi


dismenorea. JPPNI Vol.02/No.01/April-Juli/2017.

Anton, CK., Rivlin., ME. (2015). Dismenorea: Practice Essentials, Background,


Pathophysiolgy. Medscep (Internet).

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu pendekatan Praktik. Jakarta Rineka


Cipta.

Ayu & Bagus, (2010). Buku Ajar Penuntun Kuliah Ginekologi. Jakarta. ITM.

Erlina, Rustam . 2014. Gambaran Pengetahuan Remaja Puteri Terhadap Nyeri


Haid (Dismenore) dan Cara Penanggulangannya. Jurnal Kesehatan
Andalas.

Febrianti R .(2018). Akupresur titik SP10 menurunkan tingkat nyeri menstruasi


pada mahasantri pondok pesantren K.H Sahlan Rosjidi. Jurnal Ners

Fitria, Arinal Haqqattiba’ah . 2019. Pengaruh Akupresur Dengan Teknik Tuina


Terhadappengurangan Nyeri Haid (Disminore) Pada Remaja Putri.
Jurnal Ners dan Kebidanan

Ivan M. (2019). Aplikasi akupresur titik taichong pada penderita hipertensi untuk
mencegah resiko ketidak efektifan perfusi jaringan otak. Karya tulis
ilmiah

Jasomovich, JB. (2013). Gynecologic Endocrinology.

Judha, M. (2012). Teori Pengukuran Nyeri & Nyeri Persalinan. Yogyakarta: Nuha
Medika

Khoirul Bariyyah Hidayati. 2016. Konsep Diri, Adversity Quotient dan


Penyesuaian Diri pada Remaja. Persona, Jurnal Psikologi
IndonesiaMei 2016, Vol. 5, No. 02, hal 137 -144.
Mouliza, Nurul. (2020). Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Dismenore
Pada Remaja Putri Di MTS Negeri 3Medan Tahun 2019. Jurnal
Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, 20(2), Juli 2020, 545-550.

Nasution Nila Sari. 2019 . Pengaruh Akupresur Dalam Penurunan Frekuensi Emesis
Gravidarum Pada Primigravida Trimester Satu. Skripsi S1 Ilmu
Keperawatan USU

Nugroho, T Utama, I.B. (2014). Masalah Kesehatan Reproduksi Wanita.


Yogyakarta: Nuha Medika.

Paryono, Dwi Retna Prihati . 2016. Pengaruh Pijat Refleksi Terhadap Penurunan
Nyeri Haid Pada Wanita Di Panti Yatim Putri Daerah Klaten Tahun
2016. Jurnal terpadu Ilmu Kesehatan,Volume 6, No 2,November
2017, Hlm 118-240.

Raden Khairiyatul Afiyah. 2019. Efektivitas Pijat Pada Titik Akupuntur Guanyuan
(Rn4) Dan Qihai (Rn6) Terhadap Dismenore Pada Siswi Smkn1
Surabaya. Jurnal Ners LENTERA, Vol. 7, No. 2, September 2019

Ratni Siregar, dkk. (2015). Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap
Nyeri Menstruasi Pada Siswi SMA 3 Kota Padangsidimpuan 2014.
Jurnal Ilmiah PANNMED, Vol. 9, No. 3, Januari-April 2015.

Ridwan, Herlina 2015. Metode Akupresur Untuk Meredakan Nyeri Haidm.Jurnal


Kesehatan Metro Sai Wawai Volume Viiino.1 Edisi Juni 2015, ISSN:
19779

Sirait D Shinta, Hiswani, Jemadi. Faktor-faktor yang berhubungan dengan


Kejadian dismenore Pada Siswi SMA Negeri 2 Medan Tahun 2014. J
USU [Internet]. 2014;1. Available from:
http://jurnal.usu.ac.id/index.php/gkre/article/view/8583.

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (2017): Kesehatan Reproduksi Remaja.


2017;

Tamsuri, A. (2012). Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta: EGC


Wahyuni, S. Wahyuningsih, E. (2015). Pengaruh Massage Effleurage Terhadap
Tingkat Nyeri Persalinan Kala I Fase Aktif Pada Ibu Bersalin di RSU
PKU Muhammadiyah Kelanggu Klaten 2015.
(http://www.ejurnal.com). Diakses pada tanggal 25 April 2021.

Widia Natalia, Sri Komalaningsih.2020 Perbandingan Efektivitas Terapi


Akupresur Sanyinjiao Point dengan Teknik Relaksasi Nafas dalam
untuk Menurunkan Nyeri Menstruasi pada Putri Remaja di Pesantren
Asshiddiqiyah 3 Karawang
Frequencies
Notes

Output Created 30-Aug-2021 13:53:10

Comments

Input Active Dataset DataSet0

Filter <none>

Weight <none>

Split File <none>

N of Rows in Working Data File 15

Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated as
missing.

Cases Used Statistics are based on all cases with valid


data.

Syntax FREQUENCIES VARIABLES=umur


riwayatkeluarga
/ORDER=ANALYSIS.

Resources Processor Time 0:00:00.000

Elapsed Time 0:00:00.010

[DataSet0]
Statistics

umur riwayatkeluarga

N Valid 15 15

Missing 0 0

Frequency Table
umur

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 12 tahun 9 60.0 60.0 60.0

13 tahun 4 26.7 26.7 86.7

14 tahun 2 13.3 13.3 100.0

Total 15 100.0 100.0


riwayatkeluarga

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Ya 6 40.0 40.0 40.0

Tidak 9 60.0 60.0 100.0

Total 15 100.0 100.0

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

nyeridismenoreprettest 15 1 3 1.93 .594

nyeridismenoreposttest 15 1 2 1.27 .458

Valid N (listwise) 15

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
predanpost
test Statistic df Sig. Statistic df Sig.

nyeri dismenore pret test .345 15 .000 .763 15 .001

post test .453 15 .000 .561 15 .000

a. Lilliefors Significance Correction

NPar Tests
Notes

Output Created 31-Aug-2021 13:10:17

Comments

Input Active Dataset DataSet2

Filter <none>

Weight <none>

Split File <none>

N of Rows in Working Data File 15

Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated as
missing.

Cases Used Statistics for each test are based on all cases
with valid data for the variable(s) used in that
test.

Syntax NPAR TESTS


/WILCOXON=nyeridismenorepretest WITH
nyeridismenoreposttest (PAIRED)
/STATISTICS DESCRIPTIVES
/MISSING ANALYSIS.

Resources Processor Time 0:00:00.016

Elapsed Time 0:00:00.016

Number of Cases Alloweda 112347

a. Based on availability of workspace memory.

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

nyeridismenorepretest 15 1.9333 .59362 1.00 3.00

nyeridismenoreposttest 15 1.2667 .45774 1.00 2.00

Wilcoxon Signed Ranks Test


Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

nyeridismenoreposttest - Negative Ranks 10a 5.50 55.00


nyeridismenorepretest
Positive Ranks 0b .00 .00

Ties 5c

Total 15

a. nyeridismenoreposttest < nyeridismenorepretest

b. nyeridismenoreposttest > nyeridismenorepretest

c. nyeridismenoreposttest = nyeridismenorepretest

Test Statisticsb

nyeridismenorepost
test -
nyeridismenorepret
est

Z -3.162a

Asymp. Sig. (2-tailed) .002

a. Based on positive ranks.

b. Wilcoxon Signed Ranks Test

Anda mungkin juga menyukai