Anda di halaman 1dari 61

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tindakan pembedahan merupakan salah salah satu alternatif terapi
pada pasien yang mengalami gangguan kesehatan terus meningkat
insidensinya dari tahun ketahun. Berdasarkan data WHO (Word Health
Organisasion) bahwa selama lebih dari satu abad, perawatan bedah telah
menjadi komponen penting dari perawatan kesehatan di seluruh dunia.
Diperkirakan setiap tahun ada 230 juta tindakan bedah dilakukan di seluruh
dunia pada tahun 2019. Data Tabulasi Nasional Departemen Kesehatan
Republik Indonesia Tahun 2019, menjabarkan bahwa tindakan bedah
menempati urutan ke-11 dari 50 pola penyakit di Indonesia dengan persentase
12,8% dan diperkirakan 32% diantaranya merupakan bedah mayor, dan 25,1%
mengalami kondisi kejiwaan serta 7% mengalami kecemasan (Kemenkes,
2020).
Sebagian besar tindakan pembedahan yang dilakukan pada pasien
menggunakan anastesi umum. Anestesi umum pada pembedahan dapat
menyebabkan permasalahan antara lain mual, muntah, batuk kering, nyeri
tenggorokan, pusing, nyeri kepala, nyeri punggung, gatal-gatal, lebam di area
injeksi serta hilang ingatan sementara. Pasien-pasien dianestesi umum
mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk mengalami mual dan muntah
dibandingkan dengan pasien yang menggunakan jenis anestesi lain (Islam &
Jain, 2004 dalam Rihiyantoro, 2018).
Mual muntah post operasi dikenal dengan istilah Post Operative
Nausea And Vomiting (PONV). Menurut GAN, T.J (2006) dalam ismiatun
(2020). PONV adalah efek samping yang terjadi setelah tindakan anestesi
(Indrawati & Apriliyani, 2010 dalam Rhamadani, 2019). Mual menjadi sensasi
subyektif dari suatu tanda akan muntah, dalam ketidakhadiran gerakan otot
untuk memuntahkan, ketika memberat, dihubungkan dengan meningkatnya
2

pengeluaran air ludah, gangguan vasomotor, dan berkeringat (Mangku, 2010


dalam Rhamadani, 2019).
Post operative nausea and vomiting (PONV) didefinisikan sebagai
mual, muntah atau retching yang terjadi selama 24-48 jam pertama setelah
operasi rawat inap (Pierre, 2013). Menurut Gan., T.J dalam ismiatun (2020)
PONV adalah komplikasi yang sering terjadi pada anestesi umum dalam 24
jam pertama setelah operasi dan terjadi sebanyak 30-70% pada pasien rawat
inap. Insiden PONV terjadi pada 75-80% anestesi dengan eter, 25-30% pasien
pacsa bedah dengan anestesi umum (Kovac, 2003) dan dapat mencapai 70%
pada kelompok pasien resiko tinggi (Mohamed, 2004). Lebih jauh lagi, sekita
0,2% dari seluruh pasien mengalami PONV yang sulit ditangani.
PONV dapat menimbulkan komplikasi medik, efek psikologis,
menghambat proses terapi secara keseluruhan sehingga menurunkan tingkat
kesembuhan pasien pasca operasi dan memberi dampak peningkatan beban
biaya perawatan selama pasien dirawat di rumah sakit (Arisdiani, T., &
Asyrofi, A. (2019). Kejadian mual muntah dapat menimbulkan dampak
negatif, baik bagi pihak pelayanan kesehatan maupun pasien. Pelayanan
kesehatan akan mengalami pemborosan sumber daya, peningkatan biaya
operasional, dan bahkan kehilangan kepercayaan dari pasien. Sementara
dampak negatif dari pihak pasien antara lain ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit yang dapat berdampak lebih lanjut ke masalah dehidrasi,
hiponatremi, hipokalemi, ruptur esofagus, tegangan jahitan, dehiscence,
perdarahan, dan hipertensi. Mual muntah yang tidak tertangani dengan baik
juga akan menyebabkan isi lambung yang dimuntahkan dapat menyumbat
jalan napas dan mengakibatkan asfiksia, hipoksia, dan hiperkapnia. Apabila
terjadi aspirasi paru, maka asam lambung yang masuk akan menyebabkan
pneumonia aspirasi (sindroma Mendelson) dengan gejala: sesak napas, syok,
sianosis, suara ronkhi basah pada kedua paru, edema paru. Sebagian besar
pasien meninggal karena gagal jantung dan paru.
Upaya mengatasi mual muntah banyak hal yang harus dilakukan dari
mulai makan, minum, pengobatan dan tindakan seperti obat, selain obat, rasa
3

mual dapat dikurangi dengan menggunakan terapi komplementer seperti


akupresure, aromaterapi dan lain-lain.
Pemilihan aromaterapi peppermint dan akupresur P6 mengatasi mual
muntah karena aromaterapi peppermint mengandung minyak atsiri menthol
memiliki efek karminatif dan antispasmodik yang bekerja di usus halus pada
saluran pencernaan sehingga mampu mengatasi ataupun menghilangkan mual
dan muntah (Tiran, 2008 dalam Pawitasari, Utami, dan Rahmalia 2014).
Sedangkan pemilihan akupresur P6 adalah beberapa literatur menjelaskan
akupresur lebih efektif mengatasi mual dan muntah (Mareza, 2019).
Akupresur P6 terbukti mampu memperbaiki penurunan dengan gelombang
spike, mengurangi antiperistaltik yang merupakan penyebab mual muntah.
Aroma terapi yang sering digunakan yaitu peppermint (mentha
pipperita) peppermint termasuk dalam marga labiate, yaitu memliki tingkat
keharuman sangat tinggi, serta memiliki aroma yang dingin, menyegarkan,
kuat, bau mentol yang mendalam, essensial oil peppermint adalah
penyembuhan terbaik untuk masalah pencernaan. Minyak ini mengandung
khasiat anti kejang dan penyembuhan yang andal untuk kasus mual, salah
cerna, susah membuang gas di perut, diare, sembelit, juga sama ampuhnya
bagi penyembuhan sakit kepala, migrain, dan juga pingsan, selain itu
peppermint telah lama di kenal memberi efek karnimatif dan antispsamodik,
yang secara khusus bekerja di otot halus saluran gastrointesnal dan seluruh
empedu (Sari, 2018).
Ketika esensial dihirup, maka molekul akan masuk ke rongga hidung
dan merangsang sistem limbik adalah daerah yang mempengaruhi emosi dan
memori serta secara langsung terkait dengan adrenal, kelenjar hipofisis,
hipotalamus, bagian-bagian tubuh yang mengatur denyut jantung, tekanan
darah, stress memori, keseimbangan hormon, dan pernafasan (Sari, 2018)
Aromaterapi memberikan ragam efek bagi penghirupnya. Seperti ketenangan,
kesegaran, bahkan bisa membantu mengatasi mual
Hasil penelitian Kartikasari (2017) menunjukkan sebelum diberikan
aromaterapi peppermint lebih dari sebagian (70%) responden mengalami mual
4

tingkat sedang. Setelah diberikan aromaterapi peppermint hampir seluruhnya


(95%) responden mengalami mual tingkat ringan.
Menstimulasi system regulasi serta mengaktifkan mekanisme endokrin
dan neurologi, yang merupakan mekanisme fisiologi dalam muntah pada
kategori ringan dan sedang (Sulistiarini, Widyawati, & Rahayu, 2018). Proses
dengan teknik akupresur menitik beratkan pada titik-titik saraf tubuh.
Akupresur dipercaya dapat meningkatkan atau menghidupkan organ-organ
yang sakit, sehingga dapat memperlancar peredaran darah yang terganggu
Terapi akupresur menjadi salah satu terapi nonfarmakologis berupa
terapi pijat pada titik meridian tertentu yang berhubungan dengan organ dalam
tubuh untuk mengatasi mual muntah. Terapi ini tidak memasukkan obat–
obatan ataupun prosedur invasif melainkan dengan mengaktifkan sel–sel yang
ada dalam tubuh, sehingga terapi ini tidak memberikan efek samping seperti
obat dan tidak memerlukan biaya mahal. Pada prinsipnya terapi akupresur
sama dengan memijat sehingga tidak memerlukan keterampilan khusus beda
halnya dengan akupuntur yang memerlukan pelatihan. Terapi akupresur untuk
mual muntah dilakukan dengan menekan secara manual pada Pericardium
6/Perikardium 6 (Neiguan) pada daerah pergelangan tangan (Mariza, A., &
Ayuningtias, L. (2019).
Penelitian Alfira (2020) dengan judul Efek Akupresur pada Titik P6
dan ST36 untuk Mencegah Post Operative Nausea and Vomiting pada Pasien
Laparatomi dengan Spinal Anastesi ada pengaruh pemberian tekhnik
akupresur untuk mencegah kejadian post operatif nausea and vomiting pada
pasien laparatomi dengan menggunakan spinal anastesi. (p= 0,001).
Penelitian Muntholib (2018) dengan judul Pengaruh Pemberian Terapi
Akupressur Terhadap Kejadian Mual Muntah Pada Pasien Paska Anestesi
Umum Di RSUD Wates Kulon Progo terdapat pengaruh terapi akupresur
terhadap kejadian mual muntah pasca operasi paska anestesi umum di RSUD
Wates.
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 19-24 Januari
2022 yang dilakukan di RS Abdul moeloek didapat 10 pasien pasca operasi
5

dengan anastesi umum, dengan 8 pasien mengeluh mual (80 %). Selama ini
intervensi yang dilakukan oleh petugas dalam pengurangan mual dengan
memberikan pengobatan seperti injeksi dari intruksi dokter dan belum pernah
dilakukan intervensi seperti aromaterapi atau akupressure dalam tindakan
perawatan yang dilakukan untuk mengatasi mual dan muntah tersebut.
Penelitian ini melakukan intervensi pada pasien post operasi secara
umum tanpa mengkhususkan oprasi tertentu, Dimana terapi sebelumnya lebih
condong pada satu terapi saja, pada penelitian sebelumnya lebih banyak pada
mual muntah pada ibu hamil. pada penelitian ini adalah gabungan dari 2
intervensi yaitu aromaterapi peppermint dan akupresur perikardium 6 (P6)
terhadap nausea vomitus.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang peneliti
lakukan adalah “Apakah ada pengaruh aromaterapi peppermint dan akupresur
perikardium 6 (P6) terhadap nausea vomitus pada pasien post operasi dengan
anastesi umum?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk diketahui pengaruh aromaterapi peppermint dan akupresur P6
terhadap nausea vomitus pada pasien post operasi dengan anastesi umum
di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun 2022.
2. Tujuan khusus
a. Diketahui rata-rata nausea vomitus sebelum intervensi aromaterapi
peppermint dan akupresur P6 pasien post operasi dengan anastesi
umum di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun 2022.
b. Diketahui rata-rata nausea vomitus sesudah intervensi aromaterapi
peppermint dan akupresur P6 pasien post operasi dengan anastesi
umum di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun 2022
6

c. Diketahui Pengaruh aromaterapi peppermint dan akupresur P6


terhadap nausea vomitus pada pasien post operasi dengan anastesi
umum di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun 2022

D. Perumusan Masalah
Pulih dari anestesi umum idelnya secara bertahap dan tanpa keluhan.
Sebagian besar pasien mengalami pemulihan dari anestesi tanpa kejadian-
kejadian khusus seperti mengalami beberapa gangguan diantaranya sebagai
berikut :
1) Gangguan pernapasan
Obstruksi jalan napas parsial atau total, tidak ada ekspirasi (tidak ada suara
napas) paling sering dialami pada pasien pascaanestesi umum yang belum
sadar karena lidah jatuh menutup faring atau edema laring. Penyebab lain
yaitu kejang laring (spasme laring) pada pasien menjelang sadar karena
laring terangsang oleh benda asing, darah atau sekret.
Selain itu, pasien juga dapat mengalami sianosi (hiperkapnea, hiperkarbia)
atau saturasi O2 yang menurun (hipoksemia) yang disebabkan pernapasan
pasien yang lambat dan dangkal (hipoventilasi). Pernapasan lambat dapat
diakibatkan karena pengaruh obat opioid dan dangkal karena pelumpuh
otot yang masih bekerja. Hipoventilasi yang berlanjut akan menyebabkan
asidosis, hipertensi, takikardi yang berakhir dengan depresi sirkulasi dan
henti jantung.
2) Gangguan kardiovaskular
Komplikasi pada sistem sirkulasi yang dapat dijumpai pada pasien dengan
anestesi umum yaitu hipertensi dan hipotensi. Hipertensi dapat disebabkan
oleh nyeri akibat pembedahan, iritasi pipa trakhea, cairan infus berlebihan,
atau aktivasi saraf simpatis karena hipoksia, hiperkapnia, atau asidosis.
Hipertensi akut dan berat yang berlangsung lama akan menyebabkan gagal
ventrikel kiri, infark miokard, disritmia, edema paru, atau perdarahan otak.
Hipotensi disebabkan akibat aliran isian balik vena (venous return)
menurun yang disebabkan perdarahan, terapi cairan kurang adekuat,
7

hilangnya cairan, kontraksi miokardium kurang kuat, atau tahanan


veskular perifer menurun. Hipotensi harus segera ditangani agar tidak
terjadi hipoperfusi organ vital yang berlanjut dengan hipoksemia dan
kerusakan jaringan.
3) Mual muntah
Mual dan muntah pascaanestesi dapat terjadi pada 80% pasien yang
menjalani pembedahan dan anestesi. Beberapa pasien lebih memilih untuk
merasakan nyeri dibandingkan mual dan muntah pasca bedah (Gwinnutt,
2011). Mual dan muntah pasca bedah merupakan efek samping yang
umum terjadi setelah sedasi dan anestesi umum. Insidensinya paling tinggi
dengan anestesi berbasis narkotika dan dengan agen yang mudah menguap
(Gupta dan Jrhee, 2015). Setiap tiga sampai empat pasien mengalami
mual dan muntah pasca bedah setelah anestesi umum (Apfel, Stoecklein,
dan Lipfert, 2005). Risiko mual muntah pasca bedah 9 kali lebih kecil
pada pasien dengan anestesi regional daripada pasien dengan anestesi
umum.
4) Menggigil
Menggigil (shivering) merupakan komplikasi pasien pascaanestesi umum
pada sistem termoregulasi. Hal tersebut terjadi akibat hipotermia atau efek
obat anestesi. Hipotermi dapat terjadi akibat suhu ruang operasi yang
dingin, cairan infus yang dingin, cairan irigasi dingin, bedah abdomen luas
dan lama

E. Manfaat Penelitian
1. Hasil penelitian memberikan informasi dan data dasar untuk penelitian
selanjutnya mengenai pasien post operasi anastesi umum dengan mual
muntah. Hasil ini diharapkan dapat menambah wawasan/pengetahuan
peneliti tentang pasien post operasi anastesi umum dengan mual muntah
2. Bagi pasien post operasi anastesi umum
Penelitian ini dapat menambah wawasan bagi responden untuk mengatasi
keluhan mual muntah yang di alami.
8

3. Bagi Poltekkes Tanjungkarang


Penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam proses pembelajaran pada
pembahasan pasien post operasi anastesi umum dengan mual, dan dapat di
jadikan bahan kajian dalam pemberian penanganan pada paasien dengan
mual muantah.
4. Bagi Rumah Sakit
Penelitian ini dapat di jadikan suatu acuan dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien dengan mual muntah.
5. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini dapat di jadikan suatu acuan dalam penelitian selanjutnya
dan peneliti selanjutnya dapat memberikan alternatif baru mengatasi mual
muntah.

F. Ruang Lingkup
Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh pasien post operasi anastesi
umum dengan objek mual muntah. Tempat penelitian dilakukan di RSUD
Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung. Penelitian akan dilaksanakan
setelah kaji etik disetujui dan surat ijin penelitian dikeluarkan. Penelitian ini
merupakan penelitian kuantitatif, dengan rancangan penelitian quasi
eksperiment atau eksperiment semu. Penelitian ini menggunakan instrumen
yaitu lembar bersedia ikut penelitian, lembar instrumen observasi mual
muntah skala Gordon, lembar identitas responden, SOP intervensi dan lembar
observasi intervensi aroma terapi peppermint dan akupresur P6. Pengumpulan
data di lakukan oleh peneliti. Analisis data di lakukan secara univariat dan
Bivariat.
9

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi konseptual
1. Pembedahan
a. Pengertian
Pembedahan merupakan salah satu tindakan medis yang
bertujuan untuk menyelamatkan nyawa pasien, mencegah kecacatan
dan komplikasi. Namun demikian, operasi atau pembedahan yang
dilakukan dapat menyebabkan komplikasi yang dapat membahayakan
nyawa pasien. Terdapat tiga faktor penting dalam pembedahan yaitu,
penyakit pasien, jenis pembedahan, dan pasien itu sendiri. Bagi pasien
tindakan operasi atau pembedahan adalah hal menakutkan yang pasien
alami. Sangatlah penting melibatkan pasien dalam setiap proses pre
operatif (Haynes et al., 2010). Jadi dapat disimpulkan bahwa operasi
atau pembedahan adalah tindakan medis dengan menggunakan
prosedur invasif yang dilakukan untuk mencegah komplikasi atau
menyelamatkan nyawa pasien, sehingga dalam prosesnya
membutuhkan keterlibatan pasien dan tenaga kesehatan untuk
manajemen pre operatif.

b. Indikasi pembedahan
Beberapa indikasi pasien yang dilakukan tindakan pembedahan
di antaranya adalah:
1) Diagnostik : biopsi atau laparotomi eksploitasi.
2) Kuratif : eksisi tumor atau pengangkatan apendiks yang mengalami
inflamasi.
3) Reparatif : memperbaiki luka multiple.
4) Rekonstruktif/kosmetik : mamaoplasti, atau bedah plastik.
5) Paliatif : menghilangkan nyeri atau memperbaiki masalah,
misalnya pemasangan selang gastrotomi yang dipasang untuk
10

mengkompensasi terhadap ketidakmampuan menelan makanan


(Virginia, 2019)
Indikasi pembedahan merupakan pilihan dan keputusan pribadi yang
biasanya kaitannya dengan estetika, misalnya bedah kosmetik
(Effendy, 2015).

c. Klasifikasi pembedahan
1) Tindakan Pembedahan berdasarkan urgensinya dibagi menjadi
lima tingkatan, antara lain:
a) Kedaruratan/Emergency
b) Urgent
c) Diperlukan pasien harus menjalani pembedahan
d) Efektif
e) Pilihan keputusan tentang dilakukannya pembedahan
sepenuhnya kepada pasien.
2) Menurut faktor resikonya, pembedahan diklasifikasikan menjadi
bedah minor dan bedah mayor, tergantung pada keparahan
penyakit, bagian tubuh yang terkena, tingkat kerumitan
pembedahan, dan lamanya waktu pemulihan (Virginia, 2019).
a) Bedah minor
b) Bedah mayor

d. Tahap-tahap keperawatan perioperatif


Tahap pembedahan dibagi dalam tiga tahap keperawatan
perioperative meliputi tahap pre operatif, tahap intra-operatif dan tahap
post operatif (Maryunani, 2014) :
1) Tahap pre operatif
2) Tahap intra-operatif
3) Tahap post-operatif
11

e. Persiapan pembedahan
Terdapat beberapa persiapan dan perawatan pre operatif, di
antaranya adalah :
1) Persiapan mental
Pasien yang akan dioperasi biasanya menjadi agak gelisah dan
takut. Perasaan gelisah dan takut kadang-kadang nampak tidak
jelas. Tetapi kecemasan itu dapat terlihat jika pasien menanyakan
pertanyaan yang berulang, meskipun pertanyaannya telah dijawab.
Pasien tidak mau berbicara dan memperhatikan keadaan
sekitarnya, tetapi berusaha mengalihkan perhatiannya, atau muncul
gerakan yang tidak terkontrol, dan tidur gelisah. Pasien sebaiknya
diberikan informasi bahwa selama operasi tidak akan merasa sakit
karena sudah dilakukan tindakan bius atau anestesi. Selain itu perlu
dijelaskan kepada pasien, semua operasi besar memerlukan
transfusi darah untuk menggantikan darah yang hilang selama
operasi dan transfusi darah bukan berarti keadaan pasien dalam
kondisi sangat gawat (Apipudin et al., 2017).
2) Persiapan fisik
Pasien yang akan dioperasi diberi makanan yang rendah lemak,
tetapi tinggi karbohidrat, protein, vitamin, dan kalori, pasien harus
puasa 12-18 jam sebelum operasi dimulai. Selain pasien
dipuasakan pasien dilakukan lavemen/klisma untuk mengosongkan
usus besar agar tidak mengeluarkan feses di meja operasi.
Kebersihan mulut juga harus diperhatikan, mulut harus dibersihkan
dan gigi disikat untuk mencegah terjadinya infeksi terutama bagian
paru-paru dan kelenjar ludah. Sebelum dioperasi pasien harus
mandi atau dimandikan. Kuku disikat dan cat kuku harus dibuang
agar ahli anestesi dapat melihat perubahan warna kuku dengan
jelas. Selain itu juga harus memperhatikan bagian yang akan
dioperasi. Berkaitan dengan tempat dan luasnya daerah yang harus
12

dicukur tergantung dari jenis operasi yang akan dilakukan


(Maryunani, 2014).
3) Sebelum masuk kamar bedah
Persiapan fisik pada hari operasi, harus diambil data suhu, tekanan
darah, nadi, dan pernapasan. Operasi yang bukan darurat, bila ada
demam, penyakit tenggorokan atau sedang menstruasi biasanya
ditunda oleh ahli bedah atau ahli anastesi. Pasien yang akan
dilakukan pembedahan harus dibawa ke tempat tepat pada
waktunya. Tidak dianjurkan terlalu cepat, sebab jika terlalu lama
menunggu akan menyebabkan pasien menjadi gelisah dan cemas
(Oswari, 2015)

2. Konsep Anastesi Umum


a. Pengertian
Anestesi umum atau general anestesi merupakan tindakan
meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran yang
dapat pulih kembali (reversible). Anestesi umum menyebabkan mati
rasa karena obat ini masuk ke jaringan otak dengan tekanan setempat
yang tinggi. Anestesi umum disebut juga sebagai narkose atau bius
(Mangku dan Senapathi, 2010).
General anestesi atau anestesi umum bertujuan untuk
menghilangkan nyeri, membuat tidak sadar, dan menyebabkan
amnesia yang bersifat reversible dan dapat diprediksi. Tiga pilar
anestesi umum meliputi hipnotik atau sedatif, yaitu membuat pasien
tertidur atau mengantuk/ tenang, analgesia atau tidak merasa sakit,
rileksasi otot, yaitu kelumpuhan otot skelet, dan stabilitas otonom
antara saraf simpatis dan parasimpatis (Pramono, 2015)

b. Teknik Anestesi Umum


Teknik anestesi umum dapat dilakukan dengan 3 teknik, yaitu :
1) Anestesi umum inhalasi
13

Salah satu teknik anestesi umum yang dilakukan dengan


memberikan kombinasi obat anestesi inhalasi yang berupa gas dan
atau cairan yang mudah menguap melalui alat/ mesin anestesi
langsung ke udara inspirasi. Obat-obat anestesi umum di antaranya
nitrous oksida (N2O), halotan, enfluran, isofluran, sevofluran, dan
desfluran. Berdasarkan khasiatnya, obat-obat tersebut
dikombinasikan saat digunakan. Kombinasi obat tersebut diatur
sebagai berikut
 N2O + halotan atau,
 N2O + isofluran atau,
 N2O + desfluran atau,
 N2O + enfluran atau,
 N2O + sevofluran.
Pemakaian N2O harus dikombinasikan dengan O2 dengan
perbandingan 70 : 30 atau 60 : 40 atau 50 : 50. (Mangku dan
Senapathi, 2010).
Cara pemberian anestesi dengan obat-obatan inhalasi dibagi
menjadi empat sebagai berikut :
 Open drop method
Cara ini dapat digunakan untuk zat anestetik yang menguap,
peralatan sederhana dan tidak mahal. Zat anestetik diteteskan
pada kapas yang ditempelkan di depan hidung sehingga kadar
zat anestetik dihirup tidak diketahui karena zat anestetik
menguap ke udara terbuka.
 Semi open drop method
Cara ini hampir sama dengan open drop, hanya untuk
mengurangi terbuangnya zat anestetik digunakan masker.
Karbondioksida yang dikeluarkan pasien sering terhisap
kembali sehingga dapat terjadi hipoksia, untuk menghindari hal
14

tersebut, pada masker dialirkan oksigen melalui pipa yang


ditempatkan di bawah masker.
 Semi closed method
Udara yang dihisap diberikan bersama oksigen murni yang
dapat ditentukan kadarnya, kemudian dilewatkan pada penguap
(vaporizer) sehingga kadar zat anestetik dapat ditentukan.
Sesudah dihisap pasien, karbondioksida akan dibuang ke udara
luar. Keuntungan cara ini, kedalaman anestesi dapat diatur
dengan memberikan kadar tertentu zat anestetik sehingga
hipoksia dapat dihindari dengan pemberian O2.
 Closed method
Cara ini hampir sama dengan semi closed, hanya udara
ekspansi dialirkan melalui absorben (soda lime) yang dapat
mengikat karbondioksida, sehingga udara yang mengandung
zat anestetik dapat digunakan lagi (Goodman & Gilman, 2012).
2) Anestesi umum intravena
Salah satu teknik anestesi umum yang dilakukan dengan jalan
menyuntikkan obat anestesi parenteral langsung ke dalam
pembuluh darah vena. Obat-obat anestesia intravena di antaranya
ketamin HCl, tiopenton, propofol, diazepam, deidrobenzperidol,
midazolam, petidin, morfin, fentanil/ sufentanil.
3) Anestesi imbang
Teknik anestesi dengan menggunakan kombinasi obat-obatan baik
obat anestesi intravena maupun obat anestesi inhalasi atau
kombinasi teknik anestesi umum dengan analgesia regional untuk
mencapai trias anestesi secara optimal dan berimbang

3. Konsep Nausea Vomitus


a. Pengertian
Mual muntah paska operasi adalah mual dan atau muntah yang
terjadi dalam 24 jam pertama setelah pembedahan (Miller, 2010).
15

Mual dan muntah paska operasi merupakan efek samping yang paling
sering setelah anestesi (Zainumi, 2009). Mual dan muntah paska
operasi atau yang biasa disingkat PONV (Post Operative Nausea and
Vomiting) merupakan dua efek tidak menyenangkan yang menyertai
anestesia dan pembedahan, dimana hal tersebut memicu komplikasi
seperti dehidrasi, kelainan elektrolit, serta masa tinggal yang lama di
rumah sakit. (Utariani, 2021).

b. Patofisiologi nausea vomitus


Pada umunya pusat muntah terletak di lateral formasio retikuler
medulla, yang bertanggung jawab terhadap kontrol dan koordinasi
mual dan muntah. Muntah menjadi proses kompleks yang
terkoordinasi di medulla oblongata, dimana bagian tersebut menerima
masukan impuls dari lima jenis respetor diantaranya:
1) Chemoreceptor Trigger Zone (CTZ) di area postrema
2) Sistem vestibular (yang berhubungan dengan mabuk darat dan
mual karena penyakit telinga tengah)
3) Nervus vagus (yang membawa sinyal dari traktus gastrointestinal)
4) Sistem spinoreticular (yang mencetuskan mual yang berhubungan
dengan cedera fisik)
5) Nukleus traktus solitarius (yang melengkapi refleks dari gag
refleks)
Kelima reseptor ini yang berperan terjadinya mual muntah paska
operasi. Dari organ-organ tubuh seperti usus, saluran napas, saluran
gastrointestinal, dan otak menstimulasi reseptor-reseptor yang akan
memicu rangsangan kelima syaraf diatas. Syaraf-syaraf tersebut akan
mengirimkan neurotransmitter dari zonanya masingmasing ke pusat
muntah di medula oblongata. Rangsangan terhadap syaraf-syaraf
tersebut bisa terjadi bersamaan atau hanya salah satu syaraf yang
terstimulasi (Guyton, Hall, 2008). Setelah stimulus sampai di pusat
16

muntah, medula oblongata akan merespon balik pada syaraf simpatis


dengan terjadinya tiga fase yakni :
1) Nausea/mual adalah sensasi subyektif akan keinginan untuk
muntah tanpa gerakan ekspulsif otot, jika berat akan berhubungan
dengan peningkatan sekresi kelenjar ludah, gangguan vasomotor
(takikardi), dan berkeringat (Miler, 2010).
2) Retching adalah upaya kuat dan involunter untuk muntah, tampak
sebagai gejala awal sebelum muntah. Upaya ini terdiri dari
kontraksi spasmodik otot diafragma dan dinding perut serta dalam
waktu yang sama terjadi relaksasi LES (lower esophageal
sphincter).
3) Vomiting atau muntah adalah keluarnya isi lambung melalui
mulut akibat kontraksi otot esofagus (Miler, 2010).

c. Faktor risiko mual dan muntah paska operasi


Pasca Pembedahan pada pasien terdapat faktor yang
mempengaruhi gejala mual dan muntah pada pasien diantaranya
sebagai berikut :
1) Faktor – faktor pasien
a) Umur : insidensi mual dan muntah paska operasi 5% pada bayi,
25% pada usia dibawah 5 tahun, 42 – 51% pada umur 6 – 16
tahun dan 14 – 40% pada dewasa. Usia dewasa di mulai dari
masa remaja akhir sampai dengan dewasa akhir yakni rentang
usia 18-45 tahun (Depkes, 2009).
b) Gender : wanita dewasa akan mengalami mual dan muntah
paska operasi 2 – 4 kali lebih mungkin dibandingkan laki –
laki, yang disebabkan karena hormon perempuan yang lebih
terpengaruh oleh fluktuasi kadar hormon seperti folicel
stimulating hormone (FSH), progesteron, serta estrogen pada
chemoreceptor trigger zone (CRTZ) dan pusat muntah
mengakibatkan gejala mual muntah tersebut
17

c) Obesitas : dilaporkan bahwa pada pasien tersebut lebih mudah


terjadi mual dan muntah paska operasi baik karena adipos yang
berlebihan sehingga penyimpanan obat – obat anestesi atau
produksi estrogen yang berlebihan oleh jaringan adipos.
d) Motion sickness : pasien yang mengalami motion sickness
seperti mabuk perjalanan sekitar 61 % lebih mungkin terkena
mual dan muntah paska operasi.
e) Perokok : bukan perokok akan lebih cenderung mengalami
mual dan muntah paska operasi sekitar 39 % dibanding
perokok. Hal tersebut disebabkan zat anaestesi yang mudah
menguap dimetabolisme oleh sitokrom P450 2EI diinduksi oleh
nikotin dan hidrokarbon aromatik polisiklik dari merokok.
Nikotin tersebut menghambat fungsi resptor 5HT3 yang akan
mempengaruhi mual dan muntah pasca bedah (Yi, et.al, 2018).
2) Faktor pembedahan
a) Pada pembedahan abdomen sekitar 40-60%. Sedangkan pada
pembedahan ginekologi didapatkan kejadian PONV yang
tinggi yakni 65%. Kejadian PONV dengan pembedahan THT
(tonsilektomi dan adenoidektomi) pada anak-anak lebih tinggi
yakni 76%.
b) Durasi operasi (setiap 30 menit penambahan waktu resiko mual
dan muntah paska operasi meningkat sampai 60%).
3) Faktor anestesi
a) Intubasi : Stimulasi mekanoreseptor faringeal bisa
menyebabkan muntah
b) Kedalaman anestesi atau inflasi gaster pada saat ventilasi
dengan masker bisa menyebabkan muntah
c) Perubahan posisi kepala setelah bangun akan merangsang
vestibular
d) Obat – obat anestesi : Opioid adalah opat penting yang
berhubungan dengan mual dan muntah paska operasi. Obat
18

pelumpuh otot golongan non depolarizing bisa digunakan pada


prosedur anestesi general, dimana terdapat penggunaan obat
penghambat kolinesterase sebagai antagonis obat pelumpuh
otot tersebut. Obat penghambat kolinesterase dapat
meningkatkan mual dan muntah paska operasi. Selain itu obat
anestesi intravena 60% lebih sering menimbulkan respon mual
muntah paska anestesi.
e) Agen anestesi inhalasi : eter dan cyclopropane menyebabkan
insiden mual dan muntah paska operasi yang tinggi karena
katekolamin. Pada sevoflurane, enflurane, desflurane dan
halothane dijumpai angka kejadian mual dan muntah paska
operasi yang lebih rendah. N2O mempunyai peranan yang
dalam terjadinya mual dan muntah paska operasi. Nitrous
oksida juga masuk ke rongga – rongga pada operasi telinga dan
saluran cerna, yang dapat mengaktifkan sistim vestibular dan
meningkatkan pemasukan ke pusat muntah (Gilman, 2012).

d. Klasifikasi mual dan muntah paska operasi


Menurut Asosiasi Perawat Paska Anestesi Amerika (ASPAN),
kejadian mual dan muntah paska operasi berdasarkan waktu timbulnya
digolongkan sebagai berikut :
1) Early
Adalah mual dan muntah paska operasi yang timbul pada 2 – 6 jam
setelah pembedahan, biasanya terjadi pada fase 1 PACU (Post
Anestesi Care Unit). Pada tahap ini respon mual muntah sampai ke
titik puncak karena perubahan hemodinamik yang signifikan
muncul pada fase awal yang memicu mual muntah pada 6 jam
pertama paska anestesi (Gondim, 2009).
2) Late
19

Adalah mual dan muntah paska operasi yang timbul pada 6 – 24


jam setelah pembedahan, biasanya terjadi di ruang pemulihan atau
ruang perawatan paska bedah.

3) Delay
Adalah mual dan muntah yang timbul setelah 24 jam paska
pembedahan.

e. Dampak mual muntah paska operasi


Menurut Gordon dalam Prabowo (2017), mual dan muntah
paska operasi hampir selalu sembuh sendiri dan tidak fatal, namun
mual dan muntah paska operasi dapat menyebabkan dehidrasi, ketidak
seimbangan elektrolit, tegang jahitan, perdarahan, hipertensi pembuluh
darah, ruptur esophagus dan permasalahan jalan nafas. Hal ini
berakibat pada penundaan pemulangan pasien yang berdampak pada
peningkatan biaya perawatan.
Dampak lain mual muntah paska operasi yakni, apabila muntah
masuk ke dalam saluran pernafasan maka dapat berakibat fatal. Dalam
keadaan normal refleks muntah dan batuk dapat mencegahnya, tetapi
apabila pasien sedang diberikan terapi obat-obat anestesi hal ini dapat
mengganggu refleks pelindung tersebut. Pasien biasanya merasakan
sesak nafas. Akibat muntah yang terus menerus dapat menyebabkan
pasien dehidrasi. Hipokalemia terjadi karena lambung kehilangan asam
(proton) dan alkalosis metabolik terjadi karena penurunan klorida
tetapi HCO3- dan CO2 masih tinggi sehingga menyebabkan pH darah
meningkat (Gondim, Japiassu, Portatie, 2009).

f. Penilaian respon mual dan muntah paska operasi


Menurut Gordon (Prabowo : 2017), respon mual dan muntah
paska operasi dalam waktu setelah 6 jam, atau pasien dalam kondisi
sadar dengan anestesi umum dapat dinilai dengan sistim skoring, yaitu:
20

Skor 0 : Bila responden tidak merasa mual dan muntah


Skor 1 : Bila responden merasa mual saja
Skor 2 : Bila responden mengalami retching/muntah

Skor 3 : Bila responden mengalami mual ≥ 30 menit dan muntah ≥


2 kali.
g. Penatalaksanaan Mual dan Muntah Paska Operasi
Penatalaksanaan mual muntah paska operasi dapat
menggunakan pendekatan terapi farmakologi dan nonfarmakologi.
Terapi farmakologi dengan memberikan obat anti emetik dengan
mempertimbangkan kondisi pasien. Sedangkan tindakan
nonfarmakologi yang dapat dilakukan ialah tindakan manajemen
airway dan terapi komplementer (Gan, 2009).
1) Terapi farmakologi
Beberapa obat yang digunakan untuk mengatasi mual muntah
paska operasi adalah golongan kortikosteroid (dexamethasone) dan
golongan antagonis serotonin (ondansentron). Untuk pasien dengan
risiko tinggi mual dan muntah pasca operasi maka dapat
dipertimbangkan penggunaan kombinasi dua atau tiga antiemetik.
Bila terjadi kegagalan profilaksis mual dan muntah pasca operasi
maka dianjurkan jangan diberikan terapi antiemetik yang sama
dengan obat profilaksis, tapi pakai obat yang bekerja pada reseptor
yang berbeda (Goodman & Gilman, 2012).
2) Terapi komplementer
Pengobatan komplementer adalah pengobatan non konvensional
yang ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
meliputi upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang
diperoleh melalui pendidikan terstruktur dengan kualitas,
keamanan, dan efektifitas yang sesuai dengan ilmu biomedik
(Permenkes No. 1109/MENKES/PER/IX/2007). Perawat memiliki
peran penting dalam penyelanggaraan praktik terapi komplementer
21

yakni sesuai dengan Undang-Undang Keperawatan No. 38 tahun


2014 tentang Praktik Keperawatan pasal 30 ayat (2) huruf m yang
berbunyi “dalam menjalankan tugas sebagai pemberi asuhan
keperawatan di bidang upaya kesehatan masyarakat, perawat
berwenang melakukan penatalaksanaan keperawatan
kompelementer dan alternatif”. Terapi komplementer yang dapat
mengurangi mual muntah adalah :
 massage
 aromaterapi
 akupresur
 akupuntur.
Terapi komplementer tersebut dapat digunakan dalam pelayanan
asuhan keperawatan dalam mencegah mual muntah pada pasien
paska operasi untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
(Supatmi, 2015).

4. Konsep Aromaterapi
a. Pengertian
Aromaterapi adalah terapi yang menggunakan minyak essensial
atau sari minyak murni untuk membantu memperbaiki atau menjaga
kesehatan, membangkitkan semangat, menyegarkan serta
menenangkan jiwa dan raga (Astuti, 2015). Beberapa minyak essensial
yang sudah diteliti dan ternyata efektif sebagai sedatif penenang ringan
yang berfungsi nmenenangkan sistem saraf pusat yang dapat
membantu mengatasi insomnia terutama diakibatkan oleh stress,
gelisah, ketegangan, dan depresi. Bentuk aromaterapi ada yang berupa
minyak, sabun, dan lilin aromaterapi. Salah satu jenis macam-macam
aromaterapi dari rumpun tumbuhan adalah citrus aurantium.
Kandungan minyak pada citrus aurantium memiliki efek anti
spasmodik dan obat penenang ringan. Kandungan citrus aurantium
terdiri dari minyak essensial yang disebut dengan neroli. Kandungan
22

tersebut diantaranya adalah limonene (96,24%), linalool (0,44%),


linaly asetat, geranyl asetat, geraniol, nerol, neryl acetate. Dalam jurnal
ilmiah yang ditulis oleh Suci (2016) disebutkan bahwa kandungan
linalool bersifat sebagai penenang (sedatif) dan limonene memiliki
manfaat sebagai melancarkan peredarah darah.
Teknik pemberian aromaterapi citrus aurantium essensial oil
Menurt Koensomardiyansah (2009) ada tiga teknik pemberian citrus
aurantium adalah sebagai berikut :
 Teteskan 3 tetes aromaterapi citrus aurnatium ke atas kassa atau
tissue yang bersih.
 Tisu dapat diletakkan di dada sehingga essensial oil sehingga
masih dapat menguap. Berikan pada jarak 5 – 10 cm
 Anjurkan pasien unutk menghirup aromaterpi selama 10 - 15
menit

b. Manfaat aromaterapi
Manfaat aroma terapi (Setyoadi, 2011) antara lain:
1) Mengatasi insomnia dan depresi, meredakan kegelisahan,
2) Mengurangi perasaan ketegangan,
3) Meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan tubuh, pikiran, dan
jiwa yang sering digabungkan dengan praktik pengobatan
alternatif,
4) Aroma terapi tidak hanya bekerja bila ada gangguan, tetapi juga
dapat menjaga kestabilan ataupun keseimbangan gistem yang
terdapat dalam tubuh sehingga tubuh menjadi sehat dan menarik
5) Merupakan pengobatan holistis untuk menyeimbangkan semua
fungsi tubuh.

c. Indikasi aromaterapi (Setyoadi, 2011)


1) Digunakan untuk semua usia dan hampir semua jenis penyakit
2) Klien lansia dengan artritis yang mengalami nyeri dan kecemasan.
23

3) Klien lansia dengan insomnia dan depresi.


4) Klien yang mengalami kegelisahan dan perasaan ketegangan.

d. Kontraindikasi aromaterapi (Setyoadi, 2011)


1) Klien yang menderita penyakit kanker.
2) Klien dengan gangguan sirkulasi.
3) Klien dengan gangguan jantung.
4) Beberapa keadaan yang fatal kecuali orang tersebut telah lebih dulu
ditangani oleh seorang aromaterapis atau aromatologis.
5) Tidak menggunakan minyak lavender atau minyak esensial lainnya
pada seseorang yang menderita migrain dan jangan digunakan pada
kelainan atau penyakit kulit seperti infeksi, peradangan akibat
gigitan serangga, varises, patah tulang atau jaringan parut yang
baru, luka memar, peradangan akut, atau dalam keadaan demam
merupakan kontraindikasi pemakaian minyak esensial terutama
dalam upaya pemijatan.
6) Klien dengan hipertensi sebaiknya tidak menggunakan minyak
esensial seperti Rosemary dan spike lavender.
7) Klien yang sedang hamil terutama dengan riwayat serangan harus
menghindari emmenogogic seperti pada minyak hisop. Secara
umum, semua minyak harus dihindari selama trimester pertama
kehamilan.
8) Klien dengan asma parah atau riwayat beberapa alergi. Klien
dengan tumor yang tergantung dengan estrogen seharusnya tidak

e. Teknik aromaterapi (Setyoadi, 2011)


1) Minyak esensial (lavender atau atsiri 100%)
2) Tisu atau waslap:
3) Baskom, Pipect tetes, air hangat secukupnya:
4) Lingkungan yang tenang, nyaman, dan ruangan tertutup: Hindari
penggunaan cahaya yang terlalu terang
24

f. Aromaterapi peppermint
Aromaterapi peppermint adalah salah satu aromaterapi yang
dapat digunakan untuk melemaskan otot-otot yang kram, memperbaiki
gangguan ingestion, digestion, menurunkan terjadinya mual dan
muntah serta mengatasi ketidakmampun flatus. (Snyder & Lindquist,
2010 dalam Supatmi & Agustiningsih, 2015). Penelitian terkait yang
dilakukan oleh Supatmi & Agustiningsih (2015) menyimpulkan bahwa
secara umum aromaterapi jenis peppermint yang diberikan secara
inhalasi, efektif menurunkan mual dan muntah. Hasil penelitian oleh
Susanti (2019) juga menunjukan pengaruh yang terhadap penurunan
skala mual antara sebelum dan setelah pemberian aromaterapi
peppermint pada pasien kemoterapi. Hasil penelitian lain oleh Santi
(2013) juga menunjukan pengaruh aromaterapi blended peppermint
dan ginger oil terhadap rasa mual pada ibu hamil trimester.
Aromaterapi peppermint mengandung menthol (35-45%) dan
menthone (10%-30%) sehingga dapat bermanfaat sebagai antiemetik
dan antispasmodik pada lapisan lambung dan usus dengan
menghambat kontraksi otot yang disebabkan oleh serotonin dan
substansi lainnya (Lubis, 2019). Peppermint mengandung minyak
esensial sekitar 1,2-1,5 yang larut dalam etanol 96%, eter dan metilen
klorida, dengan berat jenis relatif 0,900-0,916 dan nilai pH tidak lebih
dari 1,4, mengandung 30-70% menthol bebas dan mentol esters dan
lebih dari 40 senyawa lainnya. Komponen utama Peppermint oil
adalah menthol (29%), menton (20-30%), dan asetat mentil (3-10%).
Senyawa lain yang ditemukan di peppermint adalah flavonoid (12%),
polifenol polimerisasi (19%), karoten, tokoferol, betaine, dan choline
(WHO, 2002; Gardiner, 2000).
25

g. Aromaterapi untuk Nausea Vomitus


Terapi komplementer yang dapat digunakan untuk mencegah
dan mengurangi mual dan muntah post operasi salah satunya yaitu
menggunakan aromaterapi. Beberapa sumber minyak harum yang
digunakan sebagai aroma aromaterapi antara lain berasal dari daun
mint, peppermint, bunga lavender, bunga mawar, jahe dan lemon
(Buckle, 2007 dalam Supatmi dan Agustiningsih, 2015). Daun mint
terdapat menthol (dekongestan alami). Daun mint mempunyai
kandungan minyak esensial menthol dan menthone. Pada daun dan
ujung-ujung cabang tanaman mint yang sedang berbunga mengandung
1% minyak atsiri, 78% menthol bebas, 2% menthol tercampur ester,
dan sisanya resin, tannin, asam cuka (Tjitrosoepomo, 2010).
Aromaterapi memberikan ragam efek bagi penghirupnya
seperti ketenangan, kesegaran, bahkan dapat mengatasi rasa mual dan
muntah post operasi dan saat hamil. Ketika minyak esensial dihirup,
molekul masuk kerongga hidung dan merangsang system limbik
diotak. Sistem limbik adalah daerah yang mempengaruhi emosi dan
memori serta secara langsung terkait dengan adrenal, kelenjar
hipofisis, hipotalamus, bagian-bagian tubuh yang mengatur denyut
jantung, tekanan darah, stress, memori, keseimbangan hormone dan
pernafasan (Santi,2014).Oleh karena itu diperlukan health education,
demonstrasi dan memberikan asuhan keperawatan penanganan PONV.

h. Cara pemberian
Peppermint Essential oil bersifat potensial, sehingga prinsipnya
start low and go slow. Dapat digunakan dengan cara inhalasi dan
topikal. Inhalasi misalnya dihirup secara langsung, teteskan 3 tetes
pada telapak tangan, gosok kedua belah tangan, hirup aroma dari
kedua telapak tangan secara langsung. Sedangkan penggunaan secara
topikal dengan cara dioleskan langsung pada lokasi bagian tubuh yang
diinginkan ataupun menggunakan alat bantu roll on saat mengoleskan.
26

Bagi setiap orang yang baru hendak memulai menggunakan


essential oil ataupun sudah sering menggunakan, disarankan tidak
mengoleskan essential oil di area yang sensitif seperti sekitar mata,
telinga, organ genital, dan membran mukosa (selaput lendir). Lakukan
patch test dengan cara mengoleskan tetesan essential oil pada pangkal
lengan bagian dalam. Biasanya akan timbul reaksi dalam waktu 5-10
menit jika kulit sensitif. Jika terjadi ruam, oleskan carrier oil pada area
yang timbul ruam sesering yang dibutuhkan.
Bacalah terlebih dahulu label petunjuk penggunaan pada setiap
botol produk karena petunjuk tersebut dapat berbeda tergantung cara
penggunaan. Pastikan untuk selalu mengikuti petunjuk pada label demi
kenyamanan dan tujuan penggunaan essential oil bisa diwujudkan.
Tidak disarankan jenis vegetable shortening, butter, margarine ataupun
turunan petroleum sebagai carrier oil. Jangan pernah menggunakan air
kalau mengalami iritasi. Jika tanpa sengaja mengenai mata atau
menimbulkan iritasi pada kulit, bilas dan nyamankan bagian yang
iritasi dengan carrier oil. Ada banyak essential oil yang bisa digunakan
untuk anak-anak, dan pastinya harus diencerkan terlebih dahulu
dengan carrier oil sebelum digunakan.

Gambar 2.1. Akupressure


27

5. Konsep akupressure
a. Pengertian
Akupressure adalah suatu metode teurapeutik yang
mempergunakan tekanan digital dengan cara tertentu pada titik-titik
yang dibuat pada tubuh untuk mengurangi rasa nyeri, mengatur fungsi
tubuh, dan menghasilkan analgesia. Akupressure disebut juga terapi
totok/tusuk jari merupakan salah satu bentuk fisioterapi dengan
memberikan pemijatan dan stimulasi pada titik-titik tertentu atau
accupoint pada tubuh.
Akupresur juga diartikan sebagai menekan titik-titik
penyembuhan menggunakan jari secara bertahap yang merangsang
kemampuan tubuh untuk penyembuhan diri secara alami. Akupressure
memanfaatkan rangsangan pada titik-titik akupuntur tubuh pasien
untuk memengaruhi aliran bio energi tubuh (Setyowati, 2018).

Gambar 2.2. Meridian Pericardium (Pc. Pericardium)

Akupresur merupakan suatu kata yang berasal dari kata accus


yang artinya jarum dan pressure yang artinya menekan. Pada awalnya
28

akupresur sering dikatakan akupuntur, hal ini dikarenakan teori dasar


akupresur berpedoman pada ilmu akupuntur. Perangsangan dengan
menusukkan jarum pada ilmu akupresur diganti dengan penekanan
menggunakan jari atau alat bantu berupa benda tumpul yang tidak
melukai atau mencederai tubuh klien. Sesuai dengan sejarahnya maka
dasar falsafah akupresur adalah falsafah alamiah. Hukum
keseimbangan, sebab akibat, perubahan kualitas dan kuantitas, saling
ketergantungan,holistik, saling mempengaruhi, menjadi pertimbangan
dalam melaksanakan tindakan akupresur.
Akupresur adalah suatu metode teurapeutik yang
mempergunakan tekanan digital dengan cara tertentu pada titik-titik
yang dibuat pada tubuh untuk mengurangi rasa nyeri, mengatur fungsi
tubuh, dan menghasilkan analgesia. Akupresur adalah salah satu
bentuk pelayanan kesehatan tradisional jenis keterampilan dengan cara
merangsang titik tertentu melalui penekanan pada permukaan tubuh
dengan menggunakan jari maupun benda tumpul untuk tujuan
kebugaran atau membantu mengatasi masalah kesehatan (Kemenkes,
2011).
Salah satu poin utama di akupresur adalah titik P6 NeiGuan
yang spesifik untuk mual. Titik ini dapat distimulasi dengan beberapa
cara, termasuk menggunakan akupuntur, akupresur, stimulasi listrik,
dan sebagainya. Stimulasi melalui titik P6 terbukti mampu
memperbaiki penurunan dengan gelombang spike, mengurangi
antiperistaltik yang merupakan penyebab mual muntah. Stimulasi pada
titik P6 juga bermanfaat dalam merangsang pengeluaran Beta
endorphin di hipofise, padaarea sekitar Chemoreseptor Trigger Zone
(CTZ). Beta endorphin merupakan salah satu anti emetik endogen
yang dapat menghambat rangsang mual muntah di pusat muntah dan
CTZ.
Perbedaan akupresur dengan akupunktur, akupresur dilakukan
dengan menggunakan jari tangan sedangkan akupunktur dengan
29

menggunakan jarum, namun menggunakan titik tekan yang sama pada


meridian organnya. Meridian merupakan jalur-jalur aliran energi vital
yang ada pada tubuh manusia yang menghubungkan masing-masing
bagian tubuh membentuk sebuah kesatuan yang utuh dalam tubuh.
Akupresur disebut juga terapi totok/tusuk jari merupakan salah satu
bentuk fisioterapi dengan memberikan pemijatan dan stimulasi pada
titiktitik tertentu atau accupoint pada tubuh. Akupresur juga diartikan
sebagai menekan titik-titik penyembuhan menggunakan jari secara
bertahap yang merangsang kemampuan tubuh untuk penymbuhan diri
secara alami. 35 Akupresur memanfaatkan rangsangan pada titik-titik
akupuntur tubuh pasien untuk memengaruhi aliran bionergi tubuh
(Setyowati, 2018).

b. Manfaat akupressure
Akupresur dapat dimanfaatkan untuk pencegahan penyakit
tekanan darah tinggi, penyembuhan rehabilitasi, cemas,
menghilangkan rasa sakit, serta mencegah kekambuhan penyakit. Di
dalam tubuh manusia terdapat 12 (dua belas) meridian umum dan 2
(dua) meridian istimewa yang mewakili organ-organ dalam tubuh,
yang dapat dimanipulasi untuk melancarkan energi (qi), sehingga
tubuh menjadi seimbang/sehat. akupresur dapat digunakan untuk
meningkatkan stamina tubuh, melancarkan peredaran darah,
memperbaiki kualitas tidur serta mengurangi stres atau menenangkan
pikiran (Yuyun. 2020).

c. Tujuan acupressure
Teknik pengobatan akupresur bertujuan untuk membangun
kembali sel-sel dalam tubuh yang melemah serta mampu membuat
system pertahanan dan meregenerasi sel tubuh. Umumnya penyakit
berasal dari tubuh yang teracuni, sehingga pengobatan akupresur
30

memberikan jalan keluar meregenerasikan sel-sel agar daya tahan


tubuh kuat untuk mengurangi sel-sel abnormal (Yuyun. 2020).

d. Efek Samping acupressure


Akupresur umumnya tidak terasa menyakitkan atau
mengakibatkan efek samping. Oleh sebab itu, ketika di tengah sesi
Anda merasakan sakit, segera beri tahu terapis.Tekanan pada titik
akupresur harus terasa lembut pada area sensitif, contohnya adalah
wajah. Namun, tidak menutup kemungkinan untuk sebagian orang
merasa pusing, nyeri, atau memar pada titik tertentu setelah melakukan
terapi (Adrian, 2019).

e. Pelaksanaan akupressure
Melakukan intervensi di pergelangan titik akupunktur P6 di
pergelangan tangan bagian dalam.
Gambar 2.3. Akupressure

Adapun tahap tindakannya sesuai standar operasional prosedur


(SOP) tindakan medis dan selanjutnya melakukan pemijatan yang
dilakukan pada bagian 3 jari diatas pergelangan tangan dengan cara
melingkar (Mareza, 2019)
31

Muntah terjadi akibat perangsangan pada pusat muntah yang


terletak di daerah postrema medula oblongata di dasar ventrikel ke
empat. Muntah dapat dirangsang melalui jalur saraf aferen oleh
rangsangan nervus vagus dan simpatis atau oleh rangsangan emetik
yang menimbulkan muntah dengan aktivasi chemoreceptor trigger
zone. Stimulus dalam CTZ dihantarkan ke pusat muntah yang
menyebabkan otot dalam saluran gastrointestinal dan pernapasan
memulai terjadinya mual dan muntah (Tiran, 2012) Mual dan muntah
dapat dikurangi dengan pemberian akupresur dengan menggunakan
titik Neiguan (titik P6) yang berlokasi di antara tendon yaitu flexor
carpi radialis dan otot palmaris longus, kirakira 3 jari di atas lipatan
tangan. Efek stimulasi titik tersebut diyakini mampu meningkatkan
pelepasan beta-endorphin di hipofise dan ACTH (Adrenocorticotropic
Hormone) sepanjang Chemoreceptor Trigger Zone (CTZ) menghambat
pusat muntah (Handayani,2019)
Muntah terjadi akibat perangsangan pada pusat muntah yang
terletak di daerah postrema medula oblongata di dasar ventrikel ke
empat. Muntah dapat dirangsang melalui jalur saraf aferen oleh
rangsangan nervus vagus dan simpatis atau oleh rangsangan emetik
yang menimbulkan muntah dengan aktivasi chemoreceptor trigger
zone. Stimulus dalam CTZ dihantarkan ke pusat muntah yang
menyebabkan otot dalam saluran gastrointestinal dan pernapasan
memulai terjadinya mual dan muntah, sehingga dengan menekan titik
P6 dapat menurunkan mual muntah. Penerapan terapi akupresur dapat
dilakukan secara mandiri dengan menekan titik meridian P6 pada
lengan (Maheswara, 2020).

B. Hasil Penelitian yang Relevan


Penelitian Rihiantoro (2018) Pengaruh Pemberian Aromaterapi
Peppermint Inhalasi Terhadap Mual Muntah Pada Pasien Post Operasi Dengan
Anestesi Umum dengan hasil Hasil penelitian menyimpulkan ada perbedaan
32

skor rata-rata PONV sebelum dan sesudah diberikan aromaterapi peppermint


inhalasi pada kelompok eksperimen yaitu 11.10 (p value=0.005), ada
perbedaan skor rata-rata PONV pada pengukuran pertama dan pengukuran
kedua pada kelompok control yaitu 2.20 (p value=0.006), selanjutnya juga ada
perbedaan selisih skor rata-rata PONV pada kelompok eksperimen dengan
kelompok kontrol yaitu 10.00 (p value+0.000). Hasil ini menunjukkan bahwa
aromaterapi peppermint memberikan pengaruh dalam menurunkan skor rata-
rata PONV pada pasien post operasi dengan anastesi umum. Oleh karena itu,
peneliti merekomendasikan untuk penerapan terapi aromatik peppermint pada
pasien post operasi yang mengalami keluhan mual muntah.
Penelitian Dari (2020) dngan judul Perbandingan Efek Aromaterapi
Pepermin Dengan Ondansetron Intravena Terhadap Kejadian Mual Dan
Muntah Paska Operasi (Ponv) Laparotomi Dengan Anestesi Umum dengan
Secara statistik didapatkan perbedaan skor PONV yang bermakna antara
kelompok pepermin dan kelompok ondansetron terjadi pada waktu T1 (15
menit setelah perlakuan), dimana nilai p < 0,05. Sementara pada waktu T0,
T2, T3, secara statistik tidak didapatkan perbedaan yang bermakna pada skor
PONV antara kedua kelompok, dimana nilai p > 0,05. Kesimpulan:
Aromaterapi pepermin lebih baik dalam mengurangi rasa mual dan muntah
paska operasi laparotomi dengan anestesi umum dibandingkan dengan terapi
standar ondansetron 4 mg intravena, terutama pada menit-menit awal setelah
operasi.
Penelitian arlfira (2020) dengan judul Efek Akupresur Pada Titik P6
Dan St36 Untuk Mencegah Post Operative Nausea And Vomiting Pada Pasien
Laparatomi Dengan Spinal Anastesi. Dengan melihat Uji wilcoxon hasil
penelitian menunjukkan ada pengaruh pemberian tekhnik akupresur untuk
mencegah kejadian post operative nausea and vomiting pada pasien laparatomi
dengan menggunakan spinal anastesi. (p= 0,001). Sehingga disimpulkan
bahwa tekhnik akupresur pada titik P6 dan ST36 dapat diterapkan untuk
mencegah post operative nausea and vomiting pada pasien laparatomi dengan
spinal anastesi
33

C. Kerangka Teori
Kerangka teori merupakan visualisasi hubungan antara variable untuk
lebih menjelaskan sebuah fenomena yang diciptakan oleh pakar atau ilmuwan
yang sudah baku dan sudah diakui (Wibowo, 2014). Dari uraian diatas, maka
kerangka teori dalam penelitian ini adalah :

Gambar 2.4 Kerangka Teori

Faktor yang
Mempengaruhi terjadi
Nausea Vomitus :
1. Faktor Anastesi
Umum
a. Intubasi
b. Inflas Gester
c. Posisi Nausea Vomitus
d. Obat-obat
Anastesi
e. Agen Anastesi
Inhalasi

Penanganan Nausea
Vomitus Post Operasi :
1. Terapi Farmakologi
2. Terapi
Komplementer
a. Aromaterapi
b. Akupresur
34

Sumber: (Gilman, 2012), (Mareza, 2019), (Supatmi, 2015), (Astuti, 2015), (Suci,
2019)

D. Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah kerangka yang berhubungan antara konsep-
konsep yang akan diteliti atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan
(Notoatmodjo, 2018). Adapun kerangka konsep penelitian ini adalah sebagai
berikut:
Gambar 2.5
Kerangka Konsep

Pra Intervensi Intervensi Post Intervensi

Nausea Vomitus Aroma Terapi Nausea Vomitus


sebelum diberikan Peppermint dan setelah diberikan
Aroma Terapi Akupresur P6 Aroma Terapi
Peppermint dan Peppermint dan
Akupresur P6 Akupresur P6

E. Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah jawaban yang bersifat sementara terhadap
permasalahan penelitian sampai terbukti melalui data yang terkumpul
(Sugiyono, 2018). Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

Ha: Ada pengaruh aromaterapi peppermint dan akupresur perikardium 6 (P6)


terhadap nausea vomitus pada pasien post operasi dengan anastesi umum di
RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun 2022.
35

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kuantitatif adalah metode penelitian yang dapat diartikan sebagai metode yang
berlandaskan pada filsafat positifisme digunakan untuk meneliti pada
populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen
penelitian analisis data bersifat kuantitatif dengan tujuan untuk menguji
hipotesis yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2018)

B. Desain Penelitian
Desain atau rancangan penelitian analitik pendekatan quasi eksperimen
dengan pendekatan pre post test only design. Penelitian ini sudah dilakukan
observasi pertama (pretest) sehingga peneliti dapat menguji perubahan-
perubahan yang terjadi setelah adanya perlakuan, tetapi dalam desain ini tidak
ada kelompok kontrol (pembanding) (Riyanto, 2017).

C. Tempat dan Waktu Penelitian


1. Waktu Penelitian
Penelitian telah dilaksanakan pada bulan 13 Juli – 1 Agustus 2022
2. Tempat penelitian
Tempat penelitian Di Ruang Perawatan Bedah RSUD Abdul Moeloek
Provinsi Lampung Tahun 2022

D. Populasi dan Sampel Penelitian


36

1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau
subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya (Sugiyono, 2018). Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh pasien mual dan muntah pasca anastesi yang berjumlah 32 orang
pada bulan Mei tahun 2022 di Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Muluk.

2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin
mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan
dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang
diambil dari populasi itu. Apa yang dipelajari dari sampel itu,
kesimpulannya akan dapat diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel
yang diambil dari populasi harus betul-betul representative (Sugiyono,
2018). Besar sampel pada penelitian eksperimen menurut Lameshow
adalah dengan menggunakan rumus:
2 α
Z 1− P ( 1−P ) N
2
n=
α
d 2 ( N−1 ) + Z 2 1− P ( 1−P )
2
Keterangan:
n = Jumlah sampel
α
Z2 1− = Z score pada 1-α/2 tingkat kepercayaan
2
Confidence level (95 %) = 1,962
P = Estimasi Proporsi (32)
d = Presisi absolut (0,5)
N = Jumlah Populasi
1,962 x 0,5 [ 1−0,5 ] 32
n=
0,052 ( 32−1 ) +1,96 2 X 0,5 ( 1−0,5 )
37

3,8416 x 0,25 x 32
n=
0,0025 ( 31 ) +3,8416 x 0,25
30,7328 30,7328
n= n=
0,0775+ 0,9604 1,0379
= 29,6 responden

Maka jumlah sampel 29,6 dan di bulatkan menjadi 30 orang


3. Teknik Sampling
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan teknik Acidental sampling yaitu teknik pengumpulan
sampel berdasarkan kebetulan, responden yang secara kebetulan bertemu
dengan peneliti dapat di gunakan sebagai sampel (Notoatmodjo, 2018).
Pada penelitian ini peneliti melakukan pengambilan dengan accidental
sampling dimana peneliti menunggu pasien operasi bedah di RSUD Abdul
Moeloek selama waktu penelitian, kemudian di lakukan pemilihan calon
responden dengan kriteria tertentu untuk di jadikan responden.

4. Kriteria Sampel
Kriteria inklusi
a. Pasien dengan status fisik berdasarkan American Society of
Anesthesiologists (ASA) 1 dan 2

Klasifikasi ASA dari status fisik

Kelas Status Fisik Contoh


I Pasien normal yang Pasien bugar
sehat

II Pasien dengan Hipertensi esensial, diabetes


penyakit sistemik ringan
ringan

b. Pasien dengan anestesi umum


c. Pasien 6 jam setelah oprasi
38

d. Pasien yang tidak memiliki riwayat penyakit pencernaan


e. Sadar penuh serta mampu mendengar dan berkomunikasi dengan
baik
f. Bersedia mengikuti penelitian
g. Setelah efek obat farmakologi hilang

Kriteria ekslusi
a. Belum pulih total
b. Terdapat luka robek atau lecet pada lokasi titik P6 dan ST36
c. Terdapat pembengkakan pada lokasi titik P6 dan ST36
d. Pasien yang memiliki penyakit infeksi aktif seperti hepatitis dan
HIV
e. Terdiagnosis psikiatri

E. Variabel Penelitian
Variabel adalah apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian.
(Arikunto,2013).
1. Variabel independen
Variabel independen yaitu variabel yang dapat mempengaruhi atau
disebut juga variabel penyebab dan variabel bebas (Arikunto, 2013).
Pada penelitian ini yang merupakan variabel independen adalah
penggunaan aromaterapi peppermint dan akupresur P6.
2. Variabel dependen
Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel
bebas atau variabel independen, disebut juga variabel tergantung atau
variabel terikat (Arikunto, 2013).Variabel dependen : nausea vomitus

F. Definisi Operasional Variabel


39

Definisi operasional variabel penelitian adalah definisi terhadap


variabel berdasarkan konsep teori namun bersifat operasional, agar
variabel tersebut dapat diukur atau bahkan dapat diuji baik oleh peneliti
maupun peneliti lain (Swarjana, 2015)

Tabel 3.1
Definisi operasional variabel
Alat Skala
Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Hasil Ukur
Ukur ukur
Dependen
nausea nausea vomitus yang Instrumen Pengisian 0 : Bila res- 40
Ratio
vomitus dirasakan responden lembar kuisioner ponden tidak 0 -3
setelah 6 jam operasi observasi mengukur merasa mual
mual skala mual dan muntah
muntah muntah 1 : Bila res-
pasca sebelum ponden merasa
operasi dan mual saja
sebelum sesudah 2 : Bila res-
dan intervensi ponden meng-
sesudah alami retching/
intervensi muntah
3 : Bila
responden
mengalami
mual ≥ 30
menit dan
muntah ≥
2 kali.
Independen
Akupresur Tekhnik akupresur di Lembar Pengisian 1=Diberikan Nominal
titik akupresur P6 intervensi lembar 2 =Tidak
dapat meredakan mual intervensi diberikan
dan muntah yaitu diberikan
dengan merangsang atau tidak
perikardium 6 (P6 nei- diberikan
guan), Akupresur
untuk mengatasi mual
dan muntah dapat
dilakukan pemijatan
pada lokasi/titik yang
letaknya 3 jari di atas
pertengahan pergela-
ngan tangan bagian
dalam dan Letakkan
tangan agar telapaknya
menghadap kelangit-
langit. Tempatkan 3
jari pertama dari
tangan satunya diatas
pergelangan.
Sentuhkan ibu jari
kepergelangantangan,
tepat dibawah jari
telunjuk agar terba 2
tendon besar disini.
Tekan pakai ibu jari
sampai keluar putih
diujung jari, putar
secara perlahan ber-
balik arah jarum jam
sebanyak 30 hitungan.
Saat melakukan
akupresur, lihat wajah
pasien apakah pasien
merasa nyaman atau
tidak. Lakukan teknik
yang sama pada
pergelangan tangan
sebelahnya.
Peppermint Pepermit berbentuk Lembar Pengisian 1=Diberikan Nominal
minyak essensial intervensi lembar 2 =Tidak
dalam kemasan botol intervensi diberikan
pipet. Teteskan 3 tetes diberikan
41

G. Teknik Pengumpulan Data


Pada penelitian ini teknik pengumpulan data yaitu untuk variabel
independent dilakukan dengan menggunakan lembar observasi dan kuesioner,
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Persiapan
a. Peneliti sudah menyiapkan lembar observasi mual muntah skor
penilaian Gordon
b. Peneliti sudah menyiapkan lembar intervensi pemberian aromaterapi
dan akupresur P6
c. Peneliti sudah menyiapkan lembar observasi/instrumen penelitian
identitas responden
d. Menyiapkan essensial peppermint oil, botol dan potongan tissu, hand
sanitizer dan hand schoend
e. Peneliti mengidentifikasi dan melihat catatan medis pasien untuk
mengetahui pasien yang memenuhi kriteria inklusi yang telah
ditentukan.
f. Peneliti membuat kontrak waktu dengan responden untuk dilakukan
intervensi pemberian aromaterapi peppermint dan akupresur P6
2. Perijinan
a. Surat ijin Penelitian sudah diterima peneliti dan mendapat ijin
penelitian dari RSUD Dr.H.Abdul Moeloek tanggal 13 Juli 2022
sampai dengan 13 Agustus 2022.
b. Peneliti sudah mengikuti program pelatihan Akupresur Terapan dan
sudah mempunyai lisensi/bersertifikat No.202/LKP.BHC/RegVII/2022
3. Proses
a. Membina hubungan saling percaya dengan pasien dan keluarga pasien
post operasi dengan anastesi umum.
b. Peneliti menjelaskan SOP tindakan yang akan dilakukan kepada
pasien.
c. Jika bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini, responden
menandatangani informed consent.
42

d. Pengisian lembar Observasi dan kuesioner oleh peneliti yang sudah di


siapkan dengan melakukan tanya jawab.
e. Peneliti memberikan pre-test sebelum melakukan intervensi.
1) Aromaterapi peppermint
 Pemberian aromaterapi peppermint dan akupresur P6 selama
30 menit
 Setelah dilakukan intervensi pemberian aromaterapi
peppermint dan akupresur P6, peneliti memberikan post-test
kepada responden untuk mengukur pengaruh pemberian
aromaterapi peppermint
2) Akupresur P6
 Melakukan pemijatan yang dilakukan pada bagian 3 jari diatas
pergelangan tangan dengan cara melingkar
 Dilakukan selama 3 menit
 Teknik ini dilakukan selama pasien dirawat dan dilakukan oleh
peneliti yang sudah mempunyai lisensi/bersertifikat.
f. Evaluasi dilakukan 12 jam pasca operasi 10 menit setelah intervensi.
4. Intervensi
a. Intervensi Aromaterapi Peppermint
Pepermit berbentuk minyak essensial dalam kemasan botol pipet.
Teteskan 3 tetes aroma terapi peppermint di atas tissue lalu
dimasukkan kedalam botol plastik yang telah disiapkan. Dekatkan
botol kearah hidung pasien dengan jarak 5 cm dari hidung.
Instruksikan pasien menghirup napas dalam sebanyak 3 kali. Lakukan
teknik ini dengan frekuensi 2 kali dalam sehari
b. Intervensi akupresur
Cari titik-titik rangsangan yang ada ditubuh, menekannya hingga
masuk ke sistem saraf. Bila penerapan akupuntur memakai jarum,
akupresur hanya memakai gerakan dan tekanan jari, yaitu jenis tekan
putar, tekan titik, dan tekan lurus. Tentukan lokasi PC 6 2 cun diatas
pertengahan pergelangan tangan bagian dalam, kemudian lakukan
43

Penekanan pada titik PC 6 atau pintu dalam, yaitu titik tekan yang
dapat meredakan mual. Letakkan 3 jari tangan yang lain di bawah
lipatan pergelangan tangan. Letakkan ibu jari tepat di bawah ketiga
jari, di tengah-tengahnya, tepat diantara dua otot tendon besar.
c. Evaluasi
Pengambilan data dilakukan setelah dilakukannya pemberian
akupresur P6 dan aromaterapi peppermint sesuai SOP kemudian
melakukan penilaian mual muntah dengan lembar observasi
menggunakan skala gordon. Evaluasi dilakukan setelah 10 menit
pemberian intervensi dengan nilai 0-3.

H. Pengolahan data
Setelah lembar observasi diisi, dilakukan pengolahan data dengan
sistem komputer melalui tahap-tahap sebagai berikut (Hastono, 2016):
a. Editing
Peneliti melakukan pengecekan isian lembar observasi apakah
jawaban yang ada di lembar observasi sudah lengkap, jelas relevan
dan konsisten.
b. Coding
Peneliti melakukan coding sesuai dengan coding variabel dimana
variabel vomitus : 0 : Bila responden tidak merasa mual dan muntah
1 : Bila responden merasa mual saja, 2 : Bila responden mengalami
retching/ muntah , 3 : Bila responden mengalami mual ≥ 30 menit dan
muntah ≥ 2 kali. Dan pada variabel Acupresure dan papermint dengan
coding 1=Diberikan 2 =Tidak diberikan.
c. Processing
Peneliti melakukan processing dengan data dari masing-masing
responden yang dalam bentuk angka hasil dari nausea dan vomitus
dimasukkan ke dalam program atau software komputer.
d. Cleaning
44

Dilakukan pengecekan data yang sudah di-entry apakah ada kesalahan


atau tidak. Jika semua data dari setiap sumber telah dimasukkan, perlu
di cek kembali untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan.

I. Analisa Data
Analisa data pada penelitian ini dengan memanfaatkan perangkat
lunak komputer, setelah data yang didapat dilakukan pengolahan editing,
processing dan cleaning maka dimasukkan dalam program komputer untuk
dianalisi selanjutnya. Adapun analisis yang dilakukan terbagi dua, yaitu:
1. Analisis Univariat
Untuk menggambarkan distribusi frekuensi masing-masing variabel
dependen dan independen. Analisa univariat adalah analisis satu
variabel dapat disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi, ukuran
penyebaran dan nilai rata-rata (Supardi, 2013). Analisa univariat
digunakan untuk mempersiapkan analisis selanjutnya. Penghitungan
rata-rata dilakukan dengan menjumlahkan seluruh nilai data suatu
kelompok sampel ditambah karakteristik (jenis kelamin, usia,
pendidikan), jumlah dan prosentase. Pada penelitian ini yang akan
dianalisis atau dilihat nilai rata – rata mual muntah sebelum dan setelah
dilakukan intervensi aromaterapi peppermint dan akupresur.
2. Analisis Bivariat
Dalam penelitian ini, setelah data dari mual muntah, maka :
a. Langkah awal adalah data hasil skala ditabulasikan pada tabel.
b. Langkah selanjutnya adalah membandingkan nilai pre dan post.
c. Sebelum peneliti melanjutkan ke analisis bivariat, peneliti akan
melakukan uji normalitas data untuk menentukan pengujian
hipotesis yang akan digunakan, dalam penelitian ini direncanakan
akan melakukan uji normalitas data menggunakan Shapiro wilk,
menurut Dahlan (2016), uji shapiro wilk pada umumnya digunakan
untuk sampel yang jumlahnyakecil (kurang dari 50 resonden)
45

sementara jika jumlah besar (lebih dari 50 responden) maka uji


normalitas menggunakan tekhnik kolmogorov smirnov.
d. Hasil uji normalitas diketahui menyatakan tidak berdistribusi
normal sehingga dilakukan uji non parametrik (Wilxocon), karena
menurut Hastono (2016) Wilxocon digunakan sebagai alternatif
untuk T-test ketika data termasuk dalam distribusi tidak normal,
dengan tingkat kemaknaan 0,05 pengertian apabila :
1) P value ≤ 0,05 maka terdapat pengaruh yang bermakna atau Ha
diterima.
2) P value > 0,05 maka pengaruh tidak bermakna atau Ha ditolak.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Penelitian


1. Sejarah Berdiri Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. H.
Abdul Moeloek
Rumah Sakit Umum Daerah Dr.H.Abdul Moeloek Provinsi
Lampung didirikan sejak Tahun 1914 oleh perkebunan (Onderneming)
pemerintah Hindia Belanda untuk merawat buruh perkebunan, waktu
itu bangunan Rumah Sakit semi permanen dengan kapasitas 100
tempat tidur.
Pada tahun 1942-1945 sebagai rumah sakit untuk merawat
tentara jepang. Dari tahun 1945-1950 sebagai Rumah Sakit Umum
dikelola oleh Pemerintah Pusat Republik Indonesia. Dari tahun 1950-
1964 sebagai Rumah Sakit Umum dikelola Pemerintah Provinsi
Sumatera Selatan. Dari ahun 1964-1965 sebagai Rumah Sakit Umum
dikelola Kotamadya Tanjung Karang, sejak tahun 1965 sampai
sekarang Rmah Sakit Umum Provinsi Lampung dikelola oleh
Pemerintah Provinsi Lampung.
Tahun 1984 berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Provinsi
Lampung No:G/180/b/HK/1984 Pada tanggal 17 Agustus 1984 nama
46

Rumah Sakit Umum Provinsi Lampungdiganti menjadi Rumah Sakit


Umum Daerah Dr.H.Abdul Moeloek. Berdasarkan Surat Keputusan
menteri keseatan RI No.1163/MenKes/SK/XII/1993 ditetapkan
menjadi Rumah Sakit Kelas B Non Pendidikan. Berdasarkan Peraturan
daerah Provinsi Lampung Nomor : 8 Tahun 1995RSU Dr.H.Abdul
Moeloek Provinsi Daerah Tingkat I Lampung diubah menjadi
Dr.H.Abdul Moeloek Provinsi daerah tingkat I Lampung, disahkan
oleh Menteri dalam Negeri dengan Surat Keputusan Nomor : 168
Tanggal 28 November 1995.
RSUD Dr.H.Abdul Moeloek Provinsi Lampung melalui
peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor : 12 tahun 2000 tanggal 8
Juni 2000 (Persetujuan DPRD Provinsi Lampung Nomor 13 Tahun
2000 tanggal 8 Juni 2000) ditetapkan menjadi Rumah Sakit Unit
Swadana Daerah. Dalam rangka tertib pelaksanaannya telah
dikeluarkan Petunjuk Pelaksanaan (JUKLAK) melalui Keputusan
Gubernur Provinsi Lampung Nomor 25 tahun 2000 tanggal 25 Juli
tahun 2000 tentang JUKLAK Perda Nomor 12 tahun 2000.
Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 10
Tahun 2007 tentang pembentukan organisasi dan tata kerja lembaga
teknis daerah Provinsi lampung maka RSUD Dr.H.Abdul Moeloek
ditetapkan sebagai suatu lembaga teknis daerah Provinsi Lampung
yang merupakan unsure pendukung tugas Gubernur dan berkedudukan
dibawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur melaui Sekretaris
Daerah dan telah diubah dengan Perda No.12 tanggal 9 Desember
tahun 2009 tentang Organisasi dan Tatakerja Inspektorat , Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah dan Lembaga Teknis Daerah
Provinsi Lampung.
Pada tahun 2008 Rumah Sakit Umum Dr.H.Abdul Moeloek
telah ditetapkan sebagai Rumah sakit Tipe B Pendidikan dengan Surat
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.HK/03.05/I/2603/2008Tentang Penetapan Rumah Sakit Umum
47

Dr.H.Abdul Moeloek Provinsi Lampung sebagai Rumah Sakit


pendidikan. Saat ini RSUDAM telah menetapkan PPK-BLUD dengan
Surat Keputusan Gubernur Lampung tanggal 24 September 2009
Nomor : G/605/B.V/HK/2009 Tentang Penetapan Rumah Sakit Umum
Daerah (RDUD) Dr.H.Abdul Moeloek Provinsi Lampung Sebagai
Instansi Pemerintah Daerah Provinsi Lampung yang Menerapkan Pola
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK-BLUD).
Sejak Berdiri hingga saat ini RSUD Dr.H.Abdul Moeloek telah
mengalami lebih dari 20 kali pergantian Direktur RSUDAM, yang
paling lama menjabat sebagai Direktur adalah Dr.H.Abdul Moeloek
yaitu selama 17 tahun, dan saat ini beliau diabadikan menjadi nama
rumah sakit (RSUD Dr.H.Abdul Moeloek).

2. Visi, Misi dan Moto Rumah Sakit Abdul Moeloek


 Visi
Adapun Visi dari Rumah Sakit Dr. H. Abdul Moeloek adalah :
“MenjadiRumah Sakit Profesional Kebanggaan Masyarakat
Lampung”
 Misi
Misi Dari Rumah Sakit Dr. H Abdul Moelek yaitu :
1) Memberikan Pelayanan Prima disegala bidang.
2) Menyelenggarakan dan mengembangkan pusat pelayanan
unggulan.
3) Membentuk sumber dayaprofessional bidang kesehatan.
4) Menjadikan pusat penelitian bidang kesehatan.
 Moto
Moto dari Rumah Sakit Abdul Moeloek adalah :
“ASRI(Aktif, Segera, Ramah, dan Inovatif)”.

3. Fasilitas
a. Pelayanan Medis
48

1) Instalasi Gawat Darurat


Layanan Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUDAM Provinsi
Lampung dilayani Dokter Spesialis on-site setiap Hari Pukul
17.00-06.00 WB terdiri dari :
 dr. Spesialis Bedah
 dr. Spesialis Anestesi
 dll
2) Instalasi Rawat Jalan
Instalasi Rawat Jalan memiliki Jenis Pelayanan Poliklinik
seperti dibawah ini :
 Poliklinik Bedah Thorak Kardiovaskuler (BTKV)
 Poliklinik Bedah Syaraf
 dll
3) Pelayanan Rehabilitasi Medik
4) Perinatologi
b. Pelayanan Penunjang
1) Pelayanan Laboratorium
2) Farmasi
3) Radiologi

4. Karakteristik Responden
Tabel 4.1
Karakteristik Pasien Post Op Dengan Anastesi Umum di RSUD
Dr.H.Abdul Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2022

Variabel Kategori Jumlah %


Pendidikan SD 3 6,7
SMP 2 10,0
SMA 19 63,3
Sarjana 6 20,0
Jenis kelamin Laki-laki 17 56.7
Perempua 13 43.3
n
Usia < 20 3 10,0
20-40 15 50,0
49

>40 12 40,0
Total 30 100

Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa sebagian besar responden dengan


pendidikan jenjang SMA, yaitu sebanyak 63,3%, Jenis Kelamin Laki- laki
sebanyak 56,7% dan sebanyak 50% dengan rentang usia 20-40 tahun.

B. Hasil Penelitian dan Pembahasan


1. Hasil Penelitian
Penelitian telah dilaksanakan tanggal 13 Juli – 1 Agustus 2022
digambarkan secara Univariat dan Bivariat
a. Analisis Univariat
1) Rata-rata nausea vomitus sebelum intervensi aromaterapi
peppermint dan akupresur P6 pada pasien post operasi dengan
anastesi umum di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi
Lampung tahun 2022
Tabel 4.2
Distribusi Rata Rata Nausea Vomitus Sebelum Intervensi
Pada Pasien Post Operasi Dengan Anastesi Umum
di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung
Tahun 2022

Nausea vomitus Mean SD Min - Max


Sebelum 2.33 0.4 2-3

Berdasarkan tabel 4.2 diatas diketahui rata-rata nausea vomitus


sebelum intervensi adalah 2,33, dengan nilai standar deviation
0,4, nilai minimal 2 dan nilai maksimal 3.
2) Rata-rata nausea vomitus sesudah intervensi aromaterapi
peppermint dan akupresur P6 pada pasien post operasi dengan
anastesi umum di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi
Lampung tahun 2022
Tabel 4.3
Distribusi Rata Rata Nausea Vomitus Sesudah Intervensi
Pada Pasien Post Operasi Dengan Anastesi Umum
50

di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung


Tahun 2022

Nausea vomitus Mean SD Min-Max


Sesudah 1.13 0.7 0-3

Berdasarkan tabel 4.3 diketahui rata-rata nausea vomitus


sesudah intervensi adalah 1,13, dengan nilai standar deviation
0,7, nilai minimal 0 dan nilai maksimal 3.

b. Uji Normalitas
Pengujian analisis pada penelitian ini jelas sudah dipenuhi karena
sampel penelitian diambil secara acak terhadap pasien mual dan
muntah pasca anastesi di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek. Diketahui
tingkat ketepatan dalam pengambilan sampel, maka dilakukan
pengujian persyaratan analisis yang lain yaitu uji normalitas
menggunakan nilai Shapiro-Wilk, bila nilai Shapiro-Wilk > 0,05,
maka distribusinya normal (Hastono, 2016). Uji normalitas data
menggunakan Shapiro-Wilk tersebut untuk variable baik pada
kelompok intervensi sebelum dan sesudah diperoleh nilai
signifikan < 0,05 yang artinya data tersebut tidak normal.
c. Uji Bivariat
Pengaruh aromaterapi peppermint dan akupresur P6 terhadap
nausea vomitus pada pasien post operasi dengan anastesi umum di
RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun 2022
Tabel 4.4
Distribusi Rata Rata Nausea Vomitus Sebelum dan Sesudah
Intervensi Pada Pasien Post Op Dengan Anastesi Umum
di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung
Tahun 2022
Medi Min- Mean Z Nilai
Variabel Mean
an Max Rank Score P
51

Sebelum
2.33 2.0 2-3
intervensi 13,50 4,617 0,0000
Sesudah
1.13 1.0 0-3
intervensi

Berdasarkan tabel 4.4, dengan menggunakan uji wilcoxon


diketahui hasil uji statistik p -value = 0,000 (p-value < α = 0,05)
yang berarti ada pengaruh aromaterapi peppermint dan akupresur P6
terhadap nausea vomitus pada pasien post operasi dengan anastesi
umum di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun
2022
2. Pembahasan
a. Analisis Univariat
1) Rata-rata nausea vomitus sebelum intervensi aromaterapi
peppermint dan akupresur P6 pada pasien post operasi
dengan anastesi umum di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek
Provinsi Lampung tahun 2022.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui rata-rata nausea
vomitus sebelum intervensi adalah 2,33, dengan nilai standar
deviation 0,4, nilai minimal 2 dan nilai maksimal 3.
Sejalan dengan penelitian dari Rihiantoro (2018)
diketahui bahwa skor rata-rata PONV sebelum diberikan
aromaterapi peppermint inhalasi adalah 14.40 dengan standar
deviasi 4.90, skor PONV terendah adalah 8 dan skor PONV
tertinggi adalah 22.. Penelitian Kartikasari (2017) menunjukkan
sebelum diberikan aromaterapi peppermint lebih dari sebagian
(70%) responden mengalami mual tingkat sedang.
Mual muntah post operasi dikenal dengan istilah Post
Operative Nausea And Vomiting (PONV). Menurut GAN, T.J
(2006) dalam ismiatun (2020). PONV adalah efek samping
yang terjadi setelah tindakan anestesi (Indrawati & Apriliyani,
2010 ; Rhamadani, 2019). Mual menjadi sensasi subyektif dari
52

suatu tanda akan muntah, dalam ketidakhadiran gerakan otot


untuk memuntahkan, ketika memberat, dihubungkan dengan
meningkatnya pengeluaran air ludah, gangguan vasomotor, dan
berkeringat (Mangku, 2010 ; Rhamadani, 2019).
Berdasarkan Hasil penelitian bahwa responden sebagian
besar responden dengan pendidikan jenjang SMA, yaitu
sebanyak 63,3%, Jenis Kelamin Laki- laki sebanyak 56,7% dan
sebanyak 50% dengan rentang usia 20-40 tahun. Pada
penelitian ini tidak tampak perbedaan derajat kejadian PONV
pada ketiga klasifikasi usia yang peneliti lakukan. Dimana
semakin tinggi usia seseorang semakin tinggi kejadian mual
dan muntah pasca operasi. Begitu juga dengan mual dan
muntah tidak memandang tingkt pendidikan yang di miliki,
seluruh respnden memiliki tingkat mual muntah yang sama
tanpa membedakan tingkat pendidikan.
Responden dengan jenis kelamin perempuan yang
mengalami mual muntah pasca operasi, sehingga dapat
disimpulkan bahwa perempuan lebih rentan mengalami mual
muntah pasca operasi. Hal ini terjadi dikarenakan oleh
pengaruh hormon pada wanita, seperti yang dijelaskan oleh
Lenka Doubravska et al. dalam penelitian Sholihah et al.
(2014) yaitu tingginya frekuensi jenis kelamin perempuan yang
mengalami mual muntah pasca operasi diakibatkan adanya
pengaruh hormonal yang berkontribusi dalam sensitivitas
terhadap kejadian mual muntah pasca operasi.
Hasil penelitian di dapatkan bahwa Adapun variabel
usia, lama tindakan operasi, riwayat mual muntah pada operasi
sebelumnya, riwayat merokok, nyeri post operasi memiliki
memiliki korelasi terhadap kejadian PONV. Kejadian mual
muntah post operasi dapat disebabkan oleh factor farmakologi
misalnya akibat penggunaan jenis anestesi tertentu atau efek
53

dari suatu obat. sedangkan dari factor non farmakologi,


kejadian mual muntah dapat berasal dari factor pasien itu
sendiri. Penelitian bertujuan untuk menganalisis hubungan usia,
usia, jenis kelamin, lama tindakan operasi, riwayat mual
muntah pada operasi sebelumnya, riwayat merokok, nyeri post
operasi terhadap kejadian mual muntah post operasi.
Menurut peneliti Setiap faktor memiliki peluang untuk
menjadi predisposisi terhadap kejadia mual muntah post
operasi. Perawat dapat mempertimbangkan faktor yang dapat
dikendalikan dan faktor yang tidak dapat dikendalikan dalam
kejadian PONV. Upaya mengatasi mual muntah banyak hal
yang harus dilakukan dari mulai makan, minum, pengobatan
dan tindakan seperti obat, selain obat, rasa mual dapat
dikurangi dengan menggunakan terapi komplementer seperti
akupresure, aromaterapi dan lain-lain.

2) Rata-rata nausea vomitus sesudah intervensi aromaterapi


peppermint dan akupresur P6 pada pasien post operasi
dengan anastesi umum di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek
Provinsi Lampung tahun 2022.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui rata-rata nausea
vomitus sesudah intervensi adalah 1,13, dengan nilai standar
deviation 0,7, nilai minimal 0 dan nilai maksimal 3.
Sejalan dengan penelitian Kartikasari (2017)
menunjukkan setelah diberikan aromaterapi peppermint hampir
seluruhnya (95%) responden mengalami mual tingkat ringan.
Penelitian dari Rihiantoro (2018) skor rata-rata PONV setelah
diberikan aromaterapi peppermint inhalasi adalah 3.30 dengan
standar deviasi 2.21, skor PONV terendah adalah 0 dan skor
PONV tertinggi adalah 7.
Mual muntah post operasi dikenal dengan istilah Post
Operative Nausea And Vomiting (PONV). Menurut GAN, T.J
54

(2006) dalam ismiatun (2020). PONV adalah efek samping


yang terjadi setelah tindakan anestesi (Indrawati & Apriliyani,
2010 ; Rhamadani, 2019). Mual menjadi sensasi subyektif dari
suatu tanda akan muntah, dalam ketidakhadiran gerakan otot
untuk memuntahkan, ketika memberat, dihubungkan dengan
meningkatnya pengeluaran air ludah, gangguan vasomotor, dan
berkeringat (Mangku, 2010 ; Rhamadani, 2019).
Upaya mengatasi mual muntah banyak hal yang harus
dilakukan dari mulai makan, minum, pengobatan dan tindakan
seperti obat, selain obat, rasa mual dapat dikurangi dengan
menggunakan terapi komplementer seperti akupresure,
aromaterapi dan lain-lain.
Pemilihan aromaterapi peppermint dan akupresur P6
mengatasi mual muntah karena aromaterapi peppermint
mengandung minyak atsiri menthol memiliki efek karminatif
dan antispasmodik yang bekerja di usus halus pada saluran
pencernaan sehingga mampu mengatasi ataupun
menghilangkan mual dan muntah (Tiran, 2008 dalam
Pawitasari, Utami, dan Rahmalia 2014). Sedangkan pemilihan
akupresur P6 adalah beberapa literatur menjelaskan akupresur
lebih efektif mengatasi mual dan muntah (Mareza, 2019).
Akupresur P6 terbukti mampu memperbaiki penurunan dengan
gelombang spike, mengurangi antiperistaltik yang merupakan
penyebab mual muntah.
Aromaterapi yang sering digunakan yaitu peppermint
(mentha pipperita) peppermint termasuk dalam marga labiate,
yaitu memliki tingkat keharuman sangat tinggi, serta memiliki
aroma yang dingin, menyegarkan, kuat, bau mentol yang
mendalam, essensial oil peppermint adalah penyembuhan
terbaik untuk masalah pencernaan. Minyak ini mengandung
khasiat anti kejang dan penyembuhan yang andal untuk kasus
55

mual, salah cerna, susah membuang gas di perut, diare,


sembelit, juga sama ampuhnya bagi penyembuhan sakit kepala,
migrain, dan juga pingsan, selain itu peppermint telah lama di
kenal memberi efek karnimatif dan antispsamodik, yang secara
khusus bekerja di otot halus saluran gastrointesnal dan seluruh
empedu.
Setelah melakukan intervensi kombinasi pijatan
akupresur dan aromaterapi peppermint pada responden, peneliti
melakukan post test, dimana hasilnya menunjukkan bahwa
mengalami kecenderungan penurunan dimana dilihat dari hasil
score nausea vomitus. Hal ini menjelaskan bahwa intervensi
kombinasi pijatan akupresur dan aromaterapi peppermint,
mampu membuat partisipan menjadi lebih rileks, sehingga
kondisi fisiologis dari mual dan muntah menjadi menurun
karena tubuh dan pikiran merasa santai. Hasil penelitian ini
juga diperkuat dengan diadakannya kegiatan sharing singkat
dan tanya jawab yang dilakukan setelah diberikannya
perlakuan. Beberapa partisipan mengatakan setelah diberikan
kombinasi pijatan akupresur dan aromaterapi peppermint
partisipan merasa lebih rileks, mual dan muntah berkurang atau
hilang sama sekali, maka dapat disimpulkan bahwa aroma
terapi dan akupresur P6 efektif dalam menurunkan frekuensi
nausea vomitus
b. Analisis Bivariat
Pengaruh aromaterapi peppermint dan akupresur P6 terhadap
nausea vomitus pada pasien post operasi dengan anastesi
umum di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung
tahun 2022
Berdasarkan hasil uji wilcoxon diketahui hasil uji statistik p
-value = 0,000 (p-value < α = 0,05) yang berarti ada pengaruh
aromaterapi peppermint dan akupresur P6 terhadap nausea vomitus
56

pada pasien post operasi dengan anastesi umum di RSUD Dr. H.


Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun 2022.
Sejalan dengan penelitian Dari (2020) Secara statistik
didapatkan perbedaan skor PONV yang bermakna antara kelompok
pepermin dan kelompok ondansetron terjadi pada waktu T1 (15
menit setelah perlakuan), dimana p.value < 0,05. Sementara pada
waktu T0, T2, T3, secara statistik tidak didapatkan perbedaan yang
bermakna pada skor PONV antara kedua kelompok, dimana nilai p
> 0,05. Kesimpulan: Aromaterapi pepermin lebih baik dalam
mengurangi rasa mual dan muntah paska operasi laparotomi
dengan anestesi umum dibandingkan dengan terapi standar
ondansetron 4 mg intravena, terutama pada menit-menit awal
setelah operasi. Penelitian Rihiantoro (2018) hasil penelitian
menyimpulkan ada perbedaan skor rata-rata PONV sebelum dan
sesudah diberikan aromaterapi peppermint inhalasi pada kelompok
eksperimen yaitu 11.10 (p value=0.005), ada perbedaan skor rata-
rata PONV pada pengukuran pertama dan pengukuran kedua pada
kelompok control yaitu 2.20 (p value=0.006), selanjutnya juga ada
perbedaan selisih skor rata-rata PONV pada kelompok eksperimen
dengan kelompok kontrol yaitu 10.00 (p value+0.000). Hasil ini
menunjukkan bahwa aromaterapi peppermint memberikan
pengaruh dalam menurunkan skor rata-rata PONV pada pasien post
operasi dengan anastesi umum. Penelitian Alfira (2020) ada
pengaruh pemberian tekhnik akupresur untuk mencegah kejadian
post operatif nausea and vomiting pada pasien laparatomi dengan
menggunakan spinal anastesi. (p= 0,001).
Pemilihan aromaterapi peppermint dan akupresur P6
mengatasi mual muntah karena aromaterapi peppermint
mengandung minyak atsiri menthol memiliki efek karminatif dan
antispasmodik yang bekerja di usus halus pada saluran pencernaan
sehingga mampu mengatasi ataupun menghilangkan mual dan
57

muntah (Tiran, 2008 dalam Pawitasari, Utami, dan Rahmalia


2014). Sedangkan pemilihan akupresur P6 adalah beberapa
literatur menjelaskan akupresur lebih efektif mengatasi mual dan
muntah (Mareza, 2019). Akupresur P6 terbukti mampu
memperbaiki penurunan dengan gelombang spike, mengurangi
antiperistaltik yang merupakan penyebab mual muntah.
Aromaterapi yang sering digunakan yaitu peppermint
(mentha pipperita) peppermint termasuk dalam marga labiate, yaitu
memliki tingkat keharuman sangat tinggi, serta memiliki aroma
yang dingin, menyegarkan, kuat, bau mentol yang mendalam,
essensial oil peppermint adalah penyembuhan terbaik untuk
masalah pencernaan. Minyak ini mengandung khasiat anti kejang
dan penyembuhan yang andal untuk kasus mual, salah cerna, susah
membuang gas di perut, diare, sembelit, juga sama ampuhnya bagi
penyembuhan sakit kepala, migrain, dan juga pingsan, selain itu
peppermint telah lama di kenal memberi efek karnimatif dan
antispsamodik, yang secara khusus bekerja di otot halus saluran
gastrointesnal dan seluruh empedu (Sari, 2018).
Ketika esensial dihirup, maka molekul akan masuk ke
rongga hidung dan merangsang sistem limbik adalah daerah yang
mempengaruhi emosi dan memori serta secara langsung terkait
dengan adrenal, kelenjar hipofisis, hipotalamus, bagian-bagian
tubuh yang mengatur denyut jantung, tekanan darah, stress
memori, keseimbangan hormon, dan pernafasan (Sari, 2018)
Aromaterapi memberikan ragam efek bagi penghirupnya. Seperti
ketenangan, kesegaran, bahkan bisa membantu mengatasi mual
Menurut pendapat peneliti, pada penelitian ini terdapat 4
responden yang tidak mengalami penurunan nausea vomitus, hal
ini dikarenakan adanya beberapa faktor yang tidak diambil dalam
penelitian seperti faktor stres yang memicu nausea vomitus selain
itu adanya faktor dukungan keluarga saat pendampingan.
58

Menurut peneliti Pada hasil penelitian ini menunjukkan


bahwa terjadi penurunan intensitas mual muntah sebelum dan
sesudah diberikan peppermint. terapi komplementer dengan
menggunakan tanaman herbal yang bisa digunakan untuk
mengurangi mual muntah yaitu peppermint. Peppermint juga
diketahui bisa menjadi obat yang aman dan efektif untuk
mengobati mual muntah. Daun mint mengandung minyak atsiri
yaitu menthol yang memiliki efek anastesi ringan untuk
meringankan kejang perut atau kram. Daun mint juga memiliki
efek karminatif dan antispasmodik yang bekerja diusus halus pada
saluran gastrointestinal sehingga mampu mengatasi atau
menghilangkan mual muntah dan memperlancar sistem
pencernaan. daun mint mengandung menthol yang dapat
mempercepat sirkulasi, meringankan kembung, mual dan kram.
Daun mint mengandung minyak atsiri yaitu menthol yang
berpotensi memperlancar sistem pencernaan dan meringankan
kejang perut atau kram karena memiliki efek anastesi ringan serta
mengandung efek karminatif dan antispasmodik yang bekerja di
usus halus pada saluran gastrointestinal sehingga mampu
mengatasi atau menghilangkan mual muntah.
Menurut pendapat peneliti pijat akupresur merupakan cara
lembut membantu responden merasa lebih segar, rileks, dan
nyaman. Pemijatan akupressur yang dilakukan pada responden
bertujuan untuk untuk membangun kembali sel- sel dalam tubuh
yang melemah serta mampu membuat system pertahanan dan
meregenerasi sel tubuh. Umumnya penyakit berasal dari tubuh
yang teracuni, sehingga pengobatan akupresur memberikan jalan
keluar meregenerasikan sel–sel agar daya tahan tubuh kuat untuk
mengurangi sel–sel abnormal. Dalam pengobatan akupresur tidak
perlu makan obat–obatan, jamu dan ramuan sebab dengan terapi
akupresur tubuh kita sudah lengkap kandungan obat dalam tubuh
59

jadi tinggal diaktifkan oleh sel–sel syaraf dalam tubuh. Tubuh


manusia memiliki kemampuan memproduksi zat–zat tertentu yang
berguna untuk ketahanan tubuh. Jika ditambah obat– obatan, yang
terjadi adalah kelebihan dosis yang justru akan mengakibatkan
kerusakan organ tubuh terutama ginjal. Berdasarkan uraian diatas,
mual dan muntah bisa diatasi dengan tindakan aromaterapi
peppermint dan pijatan ringan titik Perikardium 6 (P6). Dari
pengalaman dan penelitian ternyata kombinasi pijatan akupresur
dan aromaterapi peppermint mempunyai hasil yang cukup baik.
Hal ini disebabkan karena pijatan titk P6 karena dengan
menggunakan pijat ini membantu responden merasa lebih segar,
rileks dan nyaman sehingga dapat menurunkan nausea vomitus.
Hal itu terjadi karena terapi akupressur ini menstimulasi sistem
regulasi dan mengaktifkan mekanisme endokrin dan neurologi
untuk mempertahankan keseimbangan.
60

BAB V
PENUTUP

A. Simpulan
1. Rata-rata nausea vomitus sebelum intervensi adalah 2,33, dengan nilai
standar deviation 0,4, nilai minimal 2 dan nilai maksimal 3.
2. Rata-rata nausea vomitus sesudah intervensi adalah 1,13, dengan nilai
standar deviation 0,7, nilai minimal 0 dan nilai maksimal 3.
3. Ada perbedaan rata-rata nausea vomitus sebelum dan sesudah intervensi
pada pasien post operasi dengan anastesi umum di RSUD Dr. H. Abdul
Moeloek Provinsi Lampung tahun 2022 ( Z Score = 4,617, p-value =
0,000).

B. Saran
1. Informasi yang di dapatkan dari penelitian ini dapat di jadikan sebagai
salah satu pertimbangan perawat dalam melaksanakan pengembangan ilmu
agar dapat di terapkan di pelayanan kesehatan
2. Pasien post operasi dengan anastesi umum dapat melakukan terapi
aromaterapi peppermint secara mandiri sebagai salah satu uapaya dalam
menurunkan mual dan muntah
61

3. Poltekkes Tanjung Karang dapat lebih banyak menyiapkan literatur


mengenai upaya keperawatan non farmakologi pada pasien post operasi
dengan anastesi umum agar dapat di lakukan pengembangan ilmu oleh
perawat
4. RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung diharapkan untuk
membuat SOP dan menyediakan aromaterapi peppermint dan akupresur
P6 serta menyediakan aromaterapi peppermint dan akupresure di ruang
perawatan pasien.
5. Peneliti selanjutnya dapat melakukan inovasi penelitian pada penanganan
mual muntah pasien post operasi dengan anastesi umum dengan cara yang
mudah, efektif dan dapat di lakukan secara mandiri

Anda mungkin juga menyukai