Anda di halaman 1dari 9

Laporan PSP2N Stase Keperawatan Gerontik – Fakultas Keperawatan Universitas Jember

| 2022

PENGARUH PEMBERIAN TERAPI RELAKSASI OTOT


PROGRESIF TERHADAP TEKANAN DARAH SISTOLE DAN
DIASTOLE PADA LANSIA DI WISMA SERUNI UPT PSTW
JEMBER
Ika Triwulandari1, Qulud Arum Pratiwi2, Selvia Anggun Fitriana3, Evi
Nursyafitri4, Jasmine Praditha Sari5

Fakultas Keperawatan Universitas Jember


Jl. Kalimantan 37 Jember
Email: selviaanggun370@gmail.com, quludarump22@gmail.com

ABSTRAK

Pendahuluan: Lansia rentan mengalami masalah kesehatan yang disebabkan oleh


proses penuaan salah satunya hipertensi. Masalah yang sering terjadi pada lansia
hipertensi adalah sulitnya menjaga ketidakstabilan tekanan darah. Salah satu
upaya yang bisa dilakukan oleh lansia untuk menjaga kestabilan tekanan darah
adalah dengan terapi relaksasi otot progresif. Terapi relaksasi otot progresif
bermanfaat untuk menurunkan resistensi perifer dan menaikkan elastisitas
pembuluh darah.
Metode: Penelitian ini dilakukan secara kuantitatif, menggunakan jenis penelitian
Quasi eksperiment dengan pendekatan pre-post test one group design. Sampel
yang digunakan adalah seluruh lansia di Wisma Seruni UPT PSTW Jember yang
berjumlah 12 lansia. Uji statistik yang digunakan adalah paired t test untuk
mengetahui perubahan tekanan darah sebelum dan setelah dilakukan intervensi
relaksasi otot progresif pada lansia.
Hasil: Lansia di Wisma Seruni UPT PSTW Jember 100% berjenis kelamin
perempuan yang berusia 49-100 tahun. Berdasarkan hasil uji T-Test dependen
sebelum dan sesudah dilakukan intervensi yaitu 0,022 (p<0,005) dan 0,029
(p<0,005) yang berarti terdapat pengaruh.
Pembahasan : Relaksasi otot progresif mampu mempengaruhi tekanan darah
dengan semakin sering melakukan terapi relaksasi otot progresif maka tekanan
darah dapat terkontrol dengan baik.
Kesimpulan : Terdapat pengaruh pada pemberian terapi relaksasi otot progresif
terhadap tekanan darah sistolik dan diastolik pada lansia di Wisma Seruni UPT
PSTW Jember.

Kata Kunci : Lansia, Hipertensi, Relaksasi Otot Progresif


Laporan PSP2N Stase Keperawatan Gerontik – Fakultas Keperawatan Universitas Jember
| 2022

ABSTRACT

Introduction : The elderly are susceptible to health problems caused by the aging
process, one of which is hypertension. The problem that often occurs in the
elderly with hypertension is the difficulty of maintaining blood pressure
instability. One of the efforts that can be done by the elderly to maintain blood
pressure stability is progressive muscle relaxation therapy. Progressive muscle
relaxation therapy is useful for reducing peripheral resistance and increasing
blood vessel elasticity.
Method : This research was conducted quantitatively, using a quasi-experimental
type of research with a pre-post test one group design approach. The sample used
was all the elderly at Wisma Seruni UPT PSTW Jember, totaling 12 elderly. The
statistical test used was the paired t test to determine changes in blood pressure
before and after the progressive muscle relaxation intervention in the elderly.
Results : The elderly at Wisma Seruni UPT PSTW Jember are 100% female, aged
49-100 years. Based on the results of the dependent T-Test before and after the
intervention, namely 0.022 (p < 0.005) and 0.029 (p < 0.005), which means there
is an effect.
Discussion : Progressive muscle relaxation is able to affect blood pressure. The
more often you do progressive muscle relaxation therapy, the blood pressure can
be well controlled.
Conclusions : There is an effect on the provision of progressive muscle relaxation
therapy on systolic and diastolic blood pressure in the elderly at Wisma Seruni
UPT PSTW Jember.

Keywords : Elderly, Hypertension, Progressive Muscle Relaxation


Laporan PSP2N Stase Keperawatan Gerontik – Fakultas Keperawatan Universitas Jember | 2022

Pendahuluan

Lansia merupakan kelompok yang rentan sekali terkena penyakit menular ataupun tidak
menular karena dengan bertambahnya umur seseorang akan mengalami penurunan atau
perubahan fungsi seperti fisik, psikis, biologis, spiritual, serta hubungan sosialnya, dan
tentunya memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek kehidupanya,salah satunya kondisi
kesehatannya (Fitrianti & Putri, 2018). Adapun akibat dari penurunan fungsi tubuh pada
lansia menyebabkan timbulnya masalah kesehatan yang disebabkan oleh proses penuaan
salah satunya hipertensi (Agnes dkk, 2019).

Hipertensi adalah penyakit tekanan darah tinggi yang abnormal dengan tekanan darah
sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg yang diukur paling
tidak pada tiga kali pada kesempatan yang berbeda (Agnes dkk, 2019). Terjadinya hipertensi
pada lansia disebabkan oleh pola kehidupan sehari-hari seperti, konsumsi makanan manis,
asin, berlemak, makanan yang diawetkan, minuman berkafein secara berlebihan serta kurang
konsumsi serat dari sayur atau buah. Gaya hidup seperti aktivitas fisik, kebiasaan merokok,
dan stres juga dapat memicu peningkatan tekanan darah pada lansia. Masalah yang sering
terjadi pada lansia yang mengalami hipertensi adalah sulitnya menjaga ketidakstabilan
tekanan darah. salah satunya adalah lansia tidak rutin mengkonsumsi obat penurun tekanan
darah dengan alasan bosan untuk minum obat sebagai terapi utama dan minum jika merasa
ada keluhan saja (Dewi & Widari, 2018).

Berdasarkan data World Health Organization (WHO) di seluruh dunia sekitar 972 juta
orang atau 26,4% penduduk dunia menderita hipertensi, angka ini kemungkinan akan
meningkat menjadi 29,2% pada tahun 2025. Dari 972 juta penderita hipertensi, 333 juta
berada di negara maju dan 639 sisanya berada di negara berkembang termasuk Indonesia.
Penyakit pada lansia terbanyak berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2013 adalah hipertensi,
dengan prevalensi 45,9% pada usia 55-64 tahun, 57,6% pada usia 65,74% dan 63,8% pada
usia 75 tahun (Lubis dan Siregar, 2019). Hipertensi adalah penyakit yang paling banyak
diderita oleh lansia di indonesia dibuktikan dengan hasil Riskedas 2013 tentang 10 masalah
kesehatan lansia yang tercantum di InfoDATIN Situasi Lanjut Usia (pusat data dan informasi
kementrian kesehatan RI) di Indonesia bahwa penyakit Hipertensi menempati urutan pertama
sebagai penyakit lansia yaitu dengan prevalensi usia 55 – 64 tahun sebanyak 45,9%, usia 65 –
74 tahun sebanyak 57,6%, dan usia 75+ tahun sebanyak 63,8% (Fitrianti & Putri, 2018).
Menurut Riskesdas tahun 2018 penyakit tertinggi yang diderita lansia usia 55-64 tahun adalah
hipertensi dengan prevalensi 55,2% (Kemenkes RI, 2018).

Pada lansia, penyebab hipertensi terjadi akibat perubahan pada penurunan elastisitas
dinding aorta, katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung memompa
darah, kehilangan elastisitas pembuluh darah dan meningkatnya resistensi pembuluh darah
perifer. Setelah usia 20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun 1% tiap tahun
sehingga menyebabkan menurunya kontraksi dan volume. Selain penurunan fisiologis sistem
kardiovaskuler seorang lanjut usia juga telah menghadapi banyak situasi yang penuh tekanan
dalam kehidupan seharihari yang menimbulkan respons stres (Fitrianti & Putri, 2018).
Laporan PSP2N Stase Keperawatan Gerontik – Fakultas Keperawatan Universitas Jember | 2022

Salah satu terapi non-farmakologis yang biasanya dilakukan untuk hipertensi antara
lain diet rendah garam, kolesterol, lemak jenuh, olah raga, perbaikan pola makan, dan
melakukan teknik relaksasi. Relaksasi merupakan cara yang diperlakukan untuk menurunkan
ketegangan otot yang dapat memeperbaiki denyut nadi, tekanan darah dan pernafasan. Teknik
relaksasi otot progresif adalah teknik relaksasi otot dalam yang tidak memerlukan imajinasi,
ketekunan, atau sugesti yang juga memiliki tujuan merelakskan dan menghilangkan
ketegangan. Progressive muscle relaxation (Relaksasi Otot Progresif), teknik ini melibatkan
ketegangan yang lambat dan kemudian memisahkan setiap kelompok otot, dimulai dari otot
jari kaki dan berakhir dikepala (Dewi & Widari, 2018).

Terapi relaksasi otot progresif bermanfaat untuk menurunkan resistensi perifer dan
menaikkan elastisitas pembuluh darah. Otot-otot peredaran darah akan lebih sempurna dalam
mengambil dan mengedarkan oksigen serta relaksasi otot progresif dapat bersifat vasodilator
yang efeknya memperlebar pembuluh darah dan dapat menurunkan tekanan darah secara
langsung. Tujuan dari terapi relaksasi otot progresif bertujuan untuk mencapai keadaan rileks
yang ditandai dengan penurunan frekuensi denyut jantung (mencapai 24 kali per menit),
penurunan frekuensi napas (sampai 4-6 kali per menit), penurunan ketegangan otot, dan
peningkatan temperature pada ekstremitas (Agnes dkk, 2019).Terapi relaksasi otot progresif
dilakukan dalam dua bagian, yaitu bagian pertama dengan setiap kelompok otot ditegangkan
selama 5-7 detik dan direlaksasikan selama 10-20 detik. Waktu yang diperlukan untuk
melakukan relaksasi otot progresif agar mencapai efek yang maksimal adalah selama 1-2
minggu dan dilaksanakan 2 kali 15 menit per hari (Agnes dkk, 2019). Hasil penelitian
Rahayu dkk (2020) menunjukkan nilai rata-rata tekanan darah sebelum dan sesudah
dilakukan relaksasi otot progresif menunjukkan nilai p-value 0,000 < α (0,05) maka dapat
disimpulkan bahwa berarti ada pengaruh teknik relaksasi otot progresif terhadap nilai tekanan
darah pada lansia penderita hipertensi.

Hasil pengkajian yang dilakukan oleh mahasiswa PSP2N angkatan 28 Stase Gerontik
Kelompok 4 Periode 4 di Wisma Seruni pada tanggal 13 Juni 2022 didapatkan data yaitu dari
12 lansia terdapat 8 lansia dengan hipertensi dengan nilai rata rata tekanan darah dari 8 lansia
dengan hipertensi yaitu 140/86 mmHg. Kebanyakan dari lansia tersebut mengeluhkan pusing
di kepala bagian belakang dan terasa berat. Para lansia mengatakan bahwa untuk mengatasi
keluhan tersebut mereka akan meminta obat kepada petugas kesehatan. Kebanyakan dari
lansia hipertensi tidak menyadari terkait tekanan darah mereka yang tinggi sehingga
terkadang saat diperiksa akan ditemukan nilai tekanan darah yang tidak terkontrol.
Berdasarkan pemasalahan tersebut, peneliti tertarik untuk memberikan terapi relaksasi otot
progresif sehingga membantu menurunkan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi di
Wisma Seruni UPT PSTW Jember.

Metode

Penelitian ini dilakukan secara kuantitatif, menggunakan jenis penelitian Quasi


eksperiment dengan pendekatan pre-post test one group design. Kegiatan ini merupakan
Laporan PSP2N Stase Keperawatan Gerontik – Fakultas Keperawatan Universitas Jember | 2022

terapi aktivitas kelompok pada lansia di Wisma Seruni di UPT PSTW Jember dengan
intervensi relaksasi otot progresif (ROP) selama 30 menit. Sebelum dilakukan intervensi
lansia diukur tekanan darahnya terlebih dahulu menggunakan tensimeter dan setelah
dilakukan intervensi dilakukan pengukuran tekanan darah kembali (one group pre-test dan
post test design). Kegiatan ini melibatkan semua lansia yang berada di Wisma Seruni UPT
PSTW Jember berjumlah 12 lansia dan semua lansia terlibat dalam kegiatan tersebut dan
sangat kooperatif. Data yang diperoleh kemudian dioleh dengan IBM SPSS 22 dengan uji
statistik paired t test untuk mengetahui perubahan tekanan darah sebelum dan setelah
dilakukan intervensi relaksasi otot progresif pada lansia.

Hasil

Hasil penelitian terkait intervensi pemberian terapi relakasasi otot progresif yang diberikan
kepada lansia di wisma Seruni UPT PSTW Jember didapat hasil sebagai berikut :

Karakteristik responden

Tabel 1. Distribusi lansia berdasarkan usia dan jenis kelamin (n=12)

Variabel Kategori Frekuensi Persentase (%)


Usia 49-59 tahun 2 16,6
60-70 tahun 5 41,7
71-100 tahun 5 41,7
Total 12 100
Jenis kelamin Perempuan 12 100
Laki-laki 0 0
Total 12 100
Sumber : Data primer 13 Juni 2022

Pada tabel 1. didapatkan hasil bahwa rentang usia lansia di Wisma Seruni UPT PSTW
Jember pada kategori usia 49-59 tahun sebanyak 2 lansia (16,6%), usia 60-70 tahun sebanyak
5 lansia (41,7%) sedangkan usia 71-100 tahun juga sebanyak 5 lansia (41,7%) dan semua
lansia berjenis kelamin perempuan sebanyak 12 lansia dengan persentase 100%.

Perbedaan Tekanan Darah Sebelum dan Sesudah Terapi Relaksasi Otot Progresif

Tabel 2. Hasil nilai tekanan darah pada sistole dan diastole sebelum dan sesudah terapi
relakasasi otot progresif di Wisma Seruni UPT PSTW Jember

Variabel Mean SD Min Max


Sistole Sebelum 145 22,474 121 190
Sistole Sesudah 135 18,356 110 174
Diastole Sebelum 84 7,542 70 101
Diastole Sesudah 79 6,603 66 90
Sumber : Data primer 17 Juni 2022
Laporan PSP2N Stase Keperawatan Gerontik – Fakultas Keperawatan Universitas Jember | 2022

Pada tabel 2. didapatkan hasil nilai rata-rata tekanan darah sistolik sebelum melakukan
terapi relaksasi otot progresif adalah 145 mmHg dengan nilai minimum 121 mmHg dan nilai
maksimum 190 mmHg. Nilai rerata tekanan darah sistolik setelah melakukan terapi relaksasi
otot progresif adalah 135 mmHg dengan nilai minimum 110 mmHg dan nilai maksimum 174
mmHg. Sedangkan nilai rata-rata tekanan darah diastolik sebelum melakukan terapi relaksasi
otot progresif adalah 84 mmHg dengan nilai minimum 70 mmHg dan nilai maksimum 101
mmHg. Nilai rerata tekanan darah diastolik setelah melakukan terapi relaksasi otot progresif
adalah 79 mmHg dengan nilai minimum 66 mmHg dan nilai maksimum 90 mmHg.

Tabel 3. Hasil uji statistik paired t-test pada sistole dan diastole sebelum dan sesudah terapi
relakasasi otot progresif di Wisma Seruni UPT PSTW Jember

Kategori Mean SD Sig. (2-tailed)


TD Sistole sebelum-TD 10 13,701 0,022
Sistol Sesudah
TD Diastole sebelum-TD 5 6,889 0,029
Diastol Sesudah
Sumber : Data primer 17 Juni 2022

Berdasarkan tabel 3. didapatkan hasil uji statistik paired t-test pada sistole sebelum dan
sesudah dilakukan terapi relaksasi otot progresif dengan nilai p value = 0,022<0,05 berarti
bahwa terdapat pengaruh terapi tersebut dengan penurunan tekanan darah sistole. Sedangkan
pada diastole didapatkan nilai p value = 0,029<0,05 berarti bahwa terdapat pengaruh juga
terapi relaksasi otot progresif dengan penurunan tekanan darah diastole.

Pembahasan

Hipertensi merupakan kondisi tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah
diastolic ≥ 90 mmHg pada pemeriksaan berulang. Hipertensi dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor yang dapat diklasifikasikan sebagai faktor yang dapat dirubah dan faktor yang tidak
dapat dirubah. Jenis kelamin merupakan faktor yang tidak dapat dirubah dan juga menjadi
faktor yang mempengaruhi tekanan darah. Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa Lansia di
Wisma Seruni berjenis kelamin perempuan dan sebesar 66% lansia tersebut mengalami
hipertensi. Hal ini sejalan dengan penelitian Yunus dkk. (2021) yang menyebutkan bahwa
perempuan akan mengalami peningkatan tekanan darah khususnya sistolik setelah berumur
55 tahun. Hal ini diakibatkan adanya perubahan hormonal yang dialami wanita menopause.
Produksi hormone estrogen menurun saat perempuan mengalami menopause sehingga
tekanan darah akan meningkat. Namun laki-laki juga berpotensi mengalami tekanan darah
tinggi, hanya saja laki-laki akan mengalami peningkatan risiko terkena hipertensi pada usia
akhir 30 tahunan. Hal ini didukung oleh penelitian Aristoteles (2018) yang menyebutkan
bahwa prevalensi terjadinya hipertensi pada pria hampir sama dengan perempuan, namun
perempuan terlindungi dari penyakit kardiovaskular sebelum menopause. Hormone estrogen
Laporan PSP2N Stase Keperawatan Gerontik – Fakultas Keperawatan Universitas Jember | 2022

memiliki peran dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL) dan
menyebabkan elastisitas pada pembuluh darah.

Selain jenis kelamin, faktor yang dapat mempengaruhi tekanan darah yaitu umur. Umur
merupakan faktor yang tidak dapat dirubah. Semakin bertambahnya umur maka akan terjadi
perubahan pada arteri dalam tubuh menjadi lebar dan kaku. Hal tersebut akan mengakibatkan
kapasitas dan recoil darah yang diakomodasikan pembuluh darah menjadi berkurang.
Pengurangan tersebut dapat menyebabkan tekanan darah sistolik bertambah. Hasil penelitian
pada Wisma Seruni menyebutkan bahwa rata-rata lansia berumur 60 tahun keatas dan 8 dari
12 lansia mengalami hipertensi. Hasil penelitian Nuraeni (2019) menyebutkan bahwa usia ≥
45 tahun lebih berisiko 8.4 kali dibandingkan dengan usia ≤ 45 tahun. Peningkatan risiko
tekanan darah yang berkaitan dengan usia sebagian besar menjelaskan tentang hipertensi
sistolik terisolasi dan dihubungkan dengan peningkatan peripheral vascular resistance
(hambatan aliran darah dalam pembuluh darah perifer) dalam arteri (Aristoteles, 2018).
Namun peningkatan risiko terjadinya hipertensi dipengaruhi oleh banyak hal dan risiko
tersebut akan terus meningkat akibat ketidakmampuan dalam mengendalikan faktor penyebab
yang dapat dirubah seperti faktor stress, obesitas, dan gaya hidup.

Relaksasi otot progresif merupakan suatu cara untuk menurunkan tekanan darah dengan
melakukan penagangan dan relaksasi otot tubuh mulai dari otot wajah, mulut, dahi, bahu,
tangan, dada, perut dan kaki. Relaksasi otot progresif merupakan teknik sistematis untuk
mencapai keadaan rileks dengan latihan bertahap dan berkesinambungan pada otot skeletal
dengan cara menegangkan dan melepaskannya. Pada penelitian yang dilakukan di Wisma
Seruni UPT PSTW Jember ini didapatkan hasil bahwa terdapat penurunan tekanan darah
sistolik setelah diberikan relaksasi otot progresif. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Widana dan Setiadi (2019) yang menyebutkan adanya pengaruh pemberian
relaksasi otot progresif terhadap penurunan tekanan darah. Penelitian lain juga menyebutkan
bahwa relaksasi otot progresif mampu mempengaruhi tekanan darah dengan semakin sering
melakukan terapi relaksasi otot progresif maka tekanan darah dapat terkontrol dengan baik
(Waryantini dan Amelia, 2021). Menurut Edmund Jacobson, teknik relaksasi otot progresif
merupakan teknik relaksasi otot yang tidak memerlukan imajinasi, ketekunan, atau sugesti.
Relaksasi otot progresif akan menurunkan denyut nadi dan tekanan darah, juga mengurangi
keringat dan frekuensi nafas. Tekanan darah sistolik merupakan salah satu yang dipengaruhi
oleh psikologis sehingga dengan relaksasi akan memperoleh ketenangan dan tekanan sistolik
menurun. Selain itu, tekanan darah sistolik dipengaruhi oleh sirkulasi sistemik dan sirkulasi
pulmonal sehingga terapi ini mampu mengendalikan tekanan darah sistolik diakibatkan
bantuan dari pengaturan pernafasan (Karang dan Rizal, 2017).

Kesimpulan

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa karakteristik responden ada 12 lansia yang
berjenis kelamin perempuan (100%) berada pada rentang usia 49-59 tahun sebanyak 2 lansia
(16,6%), usia 60-70 tahun sebanyak 5 lansia (41,7%) dan usia 71-100 tahun juga sebanyak 5
Laporan PSP2N Stase Keperawatan Gerontik – Fakultas Keperawatan Universitas Jember | 2022

lansia (41,7%). Hasil rata-rata tekanan darah sistolik dan diastolik sebelum di berikan
relaksasi otot progresif yaitu 145 dan 84 mmHg. Setelah diberikan senam relaksasi otot
progresif, didapatkan hasil rata-rata tekanan darah sitolik dan diastolik lansia di Wisma
Seruni yaitu 135 dan 79 mmHg. Berdasarkan hasil uji T-Test dependen sebelum dan sesudah
dilakukan intervensi yaitu 0,022 (p<0,005) dan 0,029 (p<0,005) yang berarti terdapat
pengaruh pemberian relaksasi otot progresif terhadap tekanan darah sistolik dan diastolik
lansia di Wisma Seruni UPT PSTW Jember.

Saran

Terapi relaksasi otot progresif bisa dijadikan salah satu program latihan rutin di PSTW
Jember sehingga dapat mengontrol tekanan darah dan meningkatkan kesehatan pada lansia.
Latihan relaksasi otot progresif dapat dilakukan rutin setiap satu hingga dua kali dalam satu
hari bisa secara mandiri ataupun bersama-sama karena tidak menyebabkan efek samping
seperti obat-obatan antihipertensi.

Daftar Pustaka

Agnes, M. T., dan A. Rizal. 2019. Terapi Relaksasi Otot Progresif Terhadap Penurunan
Tekanan Darah Pada Lansia Dengan Hipertensi. Jurnal Ilmiah Ilmu Keperawatan
Indonesia. 7(4): 339-345.
Aristoteles. 2018. Korelasi umur dan jenis kelamin dengan penyakit hipertensi di emergency
center unit rumah sakit islam siti khadijah palembang 2017. Indonesia Jurnal Perawat.
3(1):9–16.
Dewi, E. U., N. P. Widari. 2018. Teknik Relaksasi Autogenik Dan Relaksasi Otot Progresif
Terhadap Tekanan Darah Pada Lansia Dengan Hipertensi. Jurnal Publikasi Ilmiah. 68-
79.
Fitrianti, S., dan M. E. Putri. 2018. Pemberian Relaksasi Otot Progresif Pada Lansia Dengan
Hipertensi Essensial Di Kota Jambi. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi. 18(2):
368-374.
Karang, M. T. A. J. dan A. Rizal. 2017. Efektifitas terapi relaksasi otot progresif terhadap
penurunan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi. Jurnal Ilmiah Ilmu
Keperawatan Indonesia. 7(4):339–345.
Kemenkes, R. I. 2018. Hasil utama RISKESDAS 2018.
Lubis, N.L. and Siregar, F.A., 2019. Factors Associated With Hypertension Among Elderly
In Medan, Indonesia. Journal of Epidemiology and Public Health, 4(3), pp.215-221.
Nuraeni, E. 2019. Hubungan usia dan jenis kelamin beresiko dengan kejadian hipertensi di
klinik x kota tangerang. Jurnal JKFT. 4(1):1–6.
Rahayu, S. M., N. I. Hayati, S. L. Asih. 2020. Pengaruh Teknik Relaksasi Otot Progresif
Laporan PSP2N Stase Keperawatan Gerontik – Fakultas Keperawatan Universitas Jember | 2022

Terhadap Tekanan Darah Lansia Dengan Hipertensi. Jurnal Media Karya Kesehatan.
3(1): 91-98.
Waryantini dan R. Amelia. 2021. Pengaruh relaksasi otot progresif terhadap tekanan darah
pada lansia dengan hipertensi. Healthy Journal. 9(1):43–53.
Widana, L. C. dan T. H. Setiadi. 2019. Hubungan antara relaksasi otot progresif dengan
penurunan tekanan darah pasien hipertensi di rsud kabupaten biak papua periode januari
– februari 2016. Tarumanagara Medical Journal. 2(1):99–104.
Yunus, M., I. W. C. Aditya, dan D. R. Eksa. 2021. Hubungan usia dan jenis kelamin dengan
kejadian hipertensi di puskesmas haji pemanggilan kecamatan anak tuha kab. lampung
tengah. Jurnal Ilmu Kedokteran Dan Kesehatan. 8(3):229–239.

Anda mungkin juga menyukai