Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN AKHIR

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


STASE KEPERAWATAN DASAR PROFESI

OLEH:
Nilam Ganung Permata Mahardita, S.Kep.
NIM 182311101025

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
JEMBER
2018
LAPORAN PENDAHULUAN KDP

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN


TERMOREGULASI PADA PASIEN DENGAN THYPOID DI RUANG
TERATAI RUMAH SAKIT BALADHIKA HUSADA JEMBER

OLEH:

Nilam Ganung Permata Mahardita, S.Kep.


NIM 182311101025

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
JEMBER
2018
LEMBAR PENGESAHAN

Kumpulan laporan kasus yang disusun oleh :


Nama : Nilam Ganung Permata Mahardita, S.Kep.
NIM : 182311101025

Telah diperiksa dan disahkan pada :


Hari :
Tanggal :

Jember, September 2018

FAKULTAS KEPERAWATAN
Mengetahui
PJ Program Profesi Ners, PJMA

Ns. Erti I. Dewi, S.Kep., M.Kep., Sp.Kep.J Ns. Ahmad Rifai, S.Kep.M.S
NIP 19811028 200604 2 002 NIP 19850207 201504 1 001

Menyetujui,
Wakil Dekan I

Ns. Wantiyah, S.Kep., M.Kep


NIP 19810712 200604 2 001

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan berikut disusun oleh:

Nama : Nilam Ganung Permata Mahardita, S.Kep.


NIM : 182311101025
Judul : ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN PEMENUHAN
KEBUTUHAN TERMOREGULASI PADA PASIEN DENGAN
THYPOID DI RUANG TERATAI RUMAH SAKIT
BALADHIKA HUSADA JEMBER

Telah diperiksa dan disahkan oleh pembimbing pada:

Hari :
Tanggal :

Jember, September 2018

TIM PEMBIMBING

Pembimbing Akademik, Pembimbing Klinik,

(Ns. Ahmad Rifa’i, S.Kep., M.S.) (Ns. Siesca Yunita Damayanti, S.Kep.)
NIP 19850207 201504 1 001 NRP 06.06.07.90.16.252

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i


LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
LAPORAN PENDAHULUAN ...................................................................... 1
A. Definisi Gangguan Kebutuhan Termoregulasi ........................................... 1
B. Anatomi Fisiologi Berkaitan dengan Termoregulasi .................................. 1
C. Epidemiologi ............................................................................................... 4
D. Etiologi ........................................................................................................ 4
E. Tanda dan Gejala ......................................................................................... 6
F. Patofisiologi dan Clinical Pathway ............................................................. 7
G. Penatalaksanaan Medis................................................................................ 10
H. Penatalaksanaan Keperawatan .................................................................... 14
a. Diagnosa Keperawatan yang sering muncul (PES) ................................ 14
b. Perencanaan Nursing Care Plan ............................................................. 19
I. Daftar Pustaka ............................................................................................. 22
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS KELOLAAN .................................. 24
A. Pengkajian Keperawatan ............................................................................ 24
B. Problem List ................................................................................................ 35
C. Rumusan Diagnosa Keperawatan ................................................................ 37
D. Perencanaan/ Nursing Care Plan ................................................................ 38
E. Implementasi Keperawatan ......................................................................... 40
F. Catatan Perkembangan/ Progress Note ....................................................... 44

iv
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi Gangguan Kebutuhan Termoregulasi


Termoregulasi adalah suatu proses fisiologis terintegrasi secara aktif pada
setiap individu dalam mempertahankan suhu tubuh internal untuk tetap dalam
suhu tubuh yang normal dengan melawan perubahan suhu lingkungan yang tidak
sesuai dengan kondisi tubuh. Pengaturan termoregulasi berpusat pada hipotalamus
anterior dalam menjaga suhu tubuh individu (Andriyani dkk., 2015). Sebagian
besar panas dibentuk oleh organ dalam terutama hati, jantung, dan otot rangka
selama melakukan aktivitas.

Gambar 1. Batas-Batas Suhu Manusia (Giddens, 2017)


Fungsi fisiologis yang optimal dari tubuh manusia terjadi ketika suhu inti
dapat dipertahankan pada suhu dalam rentang normotermia. Suhu tubuh normal
berkisar antara 36,5 hingga 37,2 , atau rata-rata 37 . Fluktuasi di luar rentang
ini merupakan indikasi proses penyakit, aktivitas berat atau tidak biasa, atau
paparan lingkungan yang ekstrim. Termoregulasi didefinisikan sebagai proses
mempertahankan suhu tubuh inti pada nilai konstan dekat dengan normal. Istilah
normothermia mengacu pada keadaan di mana suhu tubuh berada dalam kisaran
normal. Hipotermia merujuk pada suhu tubuh di bawah kisaran normal (< 36,5 ),
dan hipertermia mengacu pada suhu tubuh di atas kisaran normal (> 37,2 ). Suhu
tubuh yang sangat tinggi disebut hiperpireksia (Giddens, 2017).

B. Anatomi Fisiologi Berkaitan dengan Termoregulasi


Sistem pengatur suhu tubuh terdiri atas tiga bagian yaitu reseptor yang
terdapat pada kulit dan bagian tubuh lainnya yaitu integrator di dalam hipotalamus
dan efektor sistem yang mengatur produksi panas dengan kehilangan panas.
Reseptor sensori yang paling banyak terdapat pada kulit.

1
Gambar 2. Bagian Lapisan Kulit dan Saraf Pada Kulit (Pearce, 2009)
Kulit mempunyai memiliki lebih banyak reseptor untuk dingin dan hangat
dibanding reseptir yang terdapat pada organ tubuh lain seperti lidah, saluran
pernapasan, maupun organ visera lainnya. Bila kulit menjadi dingin melebihi suhu
tubuh maka ada tiga proses yang dilakukan untuk meningkatkan suhu tubuh yaitu
menggigil untuk meningkatkan produksi panas, berkeringat untuk menghalangi
kehilangan panas, dan vasokontriksi untuk menurunkan kehilangan panas. Selain
reseptor suhu permkaan yang dimiliki oleh kulit, terdapat rseptor suhu lain yaitu
reseptor pada inti tubuh yang merespon terhadap suhu pada organ tubuh bagian
dalam, seperti visera abdominal, spinal cord, dan lain-lain. Termoreseptor di
hipotalamus lebih sensitif terhadap suhu inti ini.

Gambar 3. Bagian pada Hipotalamus (Pearce, 2009)

2
Pengaturan termoregulasi berpusat pada hipotalamus anterior dalam
menjaga suhu tubuh individu (Andriyani dkk., 2015). Hipotalamus merupakan
salah satu bagian yang termasuk dalam sistem endokrin manusia. Sistem endokrin
berinteraksi dengan sistem saraf untuk mengatur dan mengkoordinasi aktivitas
tubuh. Pengendalian endokrin diperantarai oleh hormon, yang dilepas oleh
kelenjar endokrin ke dalam cairan tubuh, diabsorbsi ke dalam aliran darah, dan
dibawa melalui sistem sirkulasi menuju sel target. Aktivitas yang diatur atau
dipengaruhi oleh sistem endokrin meliputi: 1) reproduksi dan laktasi; 2) proses
sistem kekebalan; 3) keseimbangan asam-basa; 4) asupan cairan, keseimbangan
volume cairan intraseluler dan ekstraseluler; 5) metabolisme karbohidrat, protein,
lemak, dan asam nukleat; 6) digesti, absorbsi, dan distribusi nutrien; 7) tekanan
darah; 8) tahanan tekanan; 9) adaptasi terhadap perubahan lingkungan (misal:
suhu).

Gambar 4. Bagian Hipofisis Anterior dan Posterior (Pearce, 2009)


Hipotalamus integrator sebagai pusat pengaturan suhu inti berada pada
proptik area hipotalamus. Bila sensitif reseptor panas di hipotalamus dirangsang,
efektor sistem pengirim sinyal memprakarsai pengeluaran keringat dan

3
vasosilatasi perifer. Hal tersebut dimaksudkan untuk menurunkan suhu, seperti
menurunkan produksi panas dan menigkatkan kehilangan panas. Sinyal dari
sensitif reseptor dingin di hipotalamus memprakarsai efektor untuk vasokontriksi,
menggigilm serta melepaskan epineprin yang meningkatkan metabolisme sel dan
produksi panas. Hal tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan produksi panas
danmenurunkan kehilangan panas (Asmadi, 2008).

C. Epidemiologi
Peningkatan suhu tubuh atau demam merupakan masalah yang sering
terjadi unit perawatan intensif dengan angka kejadian sebesar 23% sampai 75%.
Peningkatan suhu tubuh pada pasien disebabkan oleh infeksi atau non infeksi
(Dzulfaijah dkk., 2017). Termoregulasi yang tidak efektif umumnya terjadi pada
kedua ujung spektrum usia yaitu bayi dan orang tua yang memiliki mekanisme
fisiologis kurang efisien untuk kedua memproduksi dan mengkonversi panas
(Giddens, 2017). Secara umum, berbagai penyakit ditandai dengan adanya demam
sebagai tanda dan gejala yang utama seperti pada penyakit typhoid, sepsis, cidera
kepala, stroke, influenza merupakan jenis penyakit yang dapat meningkatkan suhu
tubuh secara drastis. Berkaitan dengan kasus typhoid, Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia melaporkan di tahun 2011 terdapat 16 juta kasus per tahun
dengan angka kematian sebesar 600 kasus akibat typhoid. Thypoid menjadi
penyebab nomor tiga pasien di rawat di rumah sakit dari sepuluh penyakit yang
sering terjadi pada pasien rawat inap (Kemenkes RI, 2013).

D. Etiologi
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi suhu tubuh (Potter &
Perry, 2005). Faktor-faktor tersebut terdiri dari:
1. Usia
Bayi dan balita lebih mudah mengalami perubahan suhu. Hal ini disebabkan
mekanisme pengaturan suhu pada tubuh bayi dan balita masih belum optimal.
Sistem regulasi tubuh akan stabil saat mencapai pubertas. Lansia memiliki
rentang suhu yang sempit dibandingkan dewasa awal.

4
2. Olahraga
Aktivitas otot melibatkan peningkatan suplai darah dan pemecahan
karbohidrat serta lemak sehingga dapat meningkatkan produksi panas. Hal ini
dapat meningkatkan suhu tubuh. Olahraga berat yang lama, seperti lari jaak
jauh, dapat meningatkan suhu tubuh untuk sementara sampai 41 ºC.
3. Kadar hormon
Secara umum, wanita mengalami fruktuasi suhu tubuh yang lebih besar
dibandingkan pria. Variasi hormonal selama siklus menstruasi menyebabkan
fruktuasi suhu tubuh. Kadar progesteron meningkatkan dan menurunkan
secara bertahap selama siklus menstruasi. Bila keadaan progesteron rendah,
suhu tubuh beberapa derajat di bawah kadar batas. Suhu tubuh yang rendah
berlangsung sampai terjadi ovulasi. Selama ovulasi jumlah progesteron yang
lebih besar memasuki sistem sirkulasi dan meningkatkan suhu tubuh sampai
kadar batas atau lebih tinggi. Variasi suhu ini dapat digunakan untuk
memperkirakan masa paling subur pada wanita untuk hamil. Perubahan suhu
juga terjadi pada wanita selama menopause (penghentian menstruasi). Wanita
yang sudah berhenti menstruasi dapat mengalami periode panas tubuh dan
berkeringat banyak, 30 detik-5 menit. Hal tersebut karena kontrol vasomotor
yang tidak stabil dalam melakukan vasodilatasi dan vasokontriksi.
4. Irama Sirkadian
Suhu tubuh berubah secara normal 0,5 ºC sampai ºC selama periode 24 jam.
Bagaimanapun, suhu merupakan irama stabil pada manusia. Suhu tubuh
paling rendah biasanya antara pukul 1:00 dan 4:00 dini hari. Sepanjang hari
suhu tubuh naik, sampai seitar pukul 18:00 dan kemudian turun seperti pada
dini hari. Secara umum, irama suhu sirkadian tidak berubah sesuai usia.
Penelitian menunjukkan, puncak suhu tubuh adalah dini hari pada lansia.
5. Stres
Stres fisik maupun emosional meningkatkan suhu tubuh melalui stimulasi
hormonal dan saraf. Perubahan fisiologis ini meningkatkan metabolisme,
yang akan meningkatkan produksi panas.

5
6. Lingkungan
Lingkungan mempengaruhi suhu tubuh. Tanpa mekanisme kompensasi yang
tepat, suhu tubuh manusia akan berubah mengikuti suhu lingkungan.
7. Demam
Demam merupakan temperatur tubuh di atas suhu tubuh normal (>37,8 )
per oral atau 38,8 per rektal. Demam dapat disebabkan oleh gangguan di
dalam otak atau bahan-bahan toksik yang dapat mengganggu sistem otak.
Demam dapat disebabkan penyakit bakteri, tumor otak, keadaan lingkungan
yang dapat meningkatkan suhu tubuh (panas) (Kukus, 2009).
8. Menggigil
Pada dasarnya temperatur tubuh manusia lebih rendah dibandingkan
temperatur pada hipotalamus yang menyebabkan kenaikan temperatur tubuh.
Selama periode ini tubuh akan menggigil dan merasa kedinginan meskipun
suhu tubuh di atas temperatur normal. Hal ini dapat menyebabkan kulit
menjadi pucat dan dingin sehingga dapat membuat tubuh gemetar dan proses
ini berlangsung secara terus menerus (Kukus, 2009).
Berdasarkan Nield dan Kamat (2011) kondisi medis yang dialami
seseorang juga dapat menyebabkan terjadinya gangguan termoregulasi
diantaranya yaitu:
1. Penyakit autoimun;
2. Penyakit kronis;
3. Cidera;
4. Infeksi virus, bakteri, dan parasit; serta
5. Malnutrisi.

E. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala dari seseorang yang mengalami gangguan termoregulasi
yaitu:
1. Suhu tinggi >37,5 (Hipertermi)
Dalam NANDA (2018) hipertermi dapat ditandai dengan kulit berwarna
kemerahan, kulit terasa hangat saat disentuh, kejang, koma, hipotensi,

6
gelisah, apnea, postur abnormal, stupor, takikardi, latergi, takipnea, dan
vasodilatasi.
2. Suhu tubuh <36,5 (Hipotermi)
Dalam NANDA (2018) menjelaskan bahwa hipotermi dapat ditandai dengan
bradikardi, sianosis pada kuku, hipertensi, hipoglikemi, hipoksia,
meningkatnya konsumsi oksigen, peningkatan laju metabolik, kulit dingin,
menggigil, takikardi, dan vasokonstriksi perifer.
3. Dehidrasi
4. Kehilangan nafsu makan
5. Peningkatan kebutuhan oksigen

F. Patofisiologi dan Clinical Pathway


Pusat pengaturan suhu dalam tubuh manusia yaitu di hipotalamus.
Hipotalamus menerima rangsang suhu tubuh bagian dalam dari suhu darah yang
masuk ke dalam otak dan informasi suhu luar tubuh dari reseptor panas yang
berada di kulit. Tubuh akan berusaha mempertahankan suhu tubuh dalam 37
meskipun suhu lingkungan di luar tubuh banyak yang berubah. Panas dapat
dibuang melalui kulit dan saluran pernafasan serta melalui aliran darah. Kulit
dapat melepaskan panas dengan cara pemancaran (radiasi), konveksi, atau
penghantaran (konduksi) (Kukus, 2009). Titik tetap tubuh dipertahankan agar
suhu tubuh inti konstan pada 36,5-37,5oC. Apabila hipotalamus mendekati suhu
tubuh yang terlalu panas, tubuh akan melakukan mekanisme umpan balik.
Mekanisme umpan balik ini terjadi bila suhu inti tubuh telah melewati batas
toleransi tubuh untuk mempertahankan suhu, yang disebut titik tetap (set point)
yakni pada suhu 370C (Giddens, 2017).
Peningkatan suhu tubuh disebabkan adanya gangguan pada set point pada
hipotalamus yang dapat disebabkan oleh bakteri yang merangsang PMN untuk
menghasilkan piogen. Piogen merupakan substansi yang menyebabkan demam
dan berasal baik dari eksogen maupun endogen. Pirogen eksogen adalah pirogen
yang berasal dari luar tubuh, terutama mikroba dan produk seperti toksin. Pirogen
endogen adalah mikroorganisme atau toksik. Pirogen endogen adalah polipeptida

7
yang dihasilkan oleh jenis sel penjamu terutama monosit, makrofag, pirogen
memasuki sirkulasi dan menyebabkan demam pada tingkat termoregulasi di
hipotalamus. Pirogen endogen terdiri dari interleukin 1, interleukin 6, dan TNF
(tumor necrosis factor) (Kothari dan Karnad, 2005; Sari dkk., 2013).
Hipertermi dapat menyebabkan permasalahan yang serius yaitu
peningkatan curah jantung, konsumsi oksigen, produksi dioksida, dan peningkatan
metabolisme basal (basal metabolic rate/BMR). Pada saat seseorang dalam
kondisi hipertermi maka akan terjadi peningkatan konsumsi oksigen sebesar 10%
per 1 yang dapat menyebabkan kematian. Peningkatan konsumsi oksigen dalam
tubuh dapat menyebabkan hipoksia sel. Hipoksia yang terjadi pada miokard dapat
menyebabkan angini (nyeri dada) dan hipoksia cerebral yang dapat menyebabkan
kecemasan. (Susanti, 2012). Peningkatan kecepatan dan pireksi atau demam akan
mengarah pada meningkatnya kehilangan cairan dan elektrolit. Cairan dan
elektrolit sangat dibutuhkan dalam metabolisme di otak untuk menjaga
keseimbangan termoregulasi di hipotalamus anterior. Apabila seseorang
kehilangan cairan dan elektrolit (dehidrasi), maka elektrolit-elektrolit yang ada
pada pembuluh darah berkurang sehingga mempengaruhi fungsi hipotalamus
anterior dalam mempertahankan keseimbangan termoregulasi dan akhirnya
menyebabkan peningkatan suhu tubuh dan dapat menyebabkan kejang (Kothari
dan Karnad, 2005; Setiawati, 2009).
Hipotermia terjadi akibat kehilangan panas berlebihan, produksi panas
yang kurang serta disfungsi regulasi hipotalamus. Hipotermia dapat terjadi akibat
aksidental ataupun terapeutik. Hipotensi aksidental dapat terjadi akibat paparan
dari lingkungan sedangkan terapeutik dapat terjadi akibat proses tindakan atau
perawatan pada penyakit misalnya pembedahan yang teralalu lama (Giddens,
2009).

8
Clinical Pathway

Faktor Resiko Gangguan Termoregulasi

Infeksi virus,bakteri, parasit Salmonella thyposa Bakteri masuk ke dalam mulut

Autoimun Hipotalamus
Risiko Hipotermia Pengeluaran endotoksin antigen
Cidera

Penyakit Kronis Produksi panas, Pengeluaran fagosit sel darah


penyimpanan panas, putih
Malnutrisi pengeluaran panas Produksi endogenous pyrogen (IL-1, IL-6, TNF, dan IFN)

Usia
Hipotermi Peningkatan produksi prostaglandin
Hormon
Merangsang hipotalamus mencapai set point
Irama Sirkandia Risiko Hipotermia Perioperatif

Stres Peningkatan Hipertermi Kenaikan suhu tubuh Risiko


kehilangan Ketidakefektifan
Demam cairan Termoregulasi
Peningkatan Konsumsi Oksigen Ketidakefektifan
Menggigil Termoregulasi
Dehidrasi
Hipoksia Sel Sesak
Lingkungan

Kekurangan Volume Hambatan


Nyeri Akut
Cairan Pertukaran Gas

9
G. Penatalaksanaan Medis
Berikut merupakan deskripsi dari terapi yang dapat diberikan pada gangguan termoregulasi (Tabel 1).
Tabel 1. Deskripsi Terapi
No. Jenis Terapi Farmakodinamik dan Dosis Rute Indikasi dan Efek samping Implikasi Keperawatan
Farmakokinetik Kontraindikasi
1. Parasetamol Farmakodinamik: Pada anak : Oral Indikasi: 1. Pada dosis besar Perawat perlu mengetahui
atau Parasetamol merupakan penghambat 10- 1. Analgesik/antinyeri (lebih dari 2000 indikasi, kontraindikasi,
acetaminoph COX-1 dan COX-2 yang lemah di 15mg/kgBB/kali (nyeri ringan-sedang : mg per hari) dapat farmakodinamik dan
en jaringan perifer dan hampir tidak tiap 4 jam sakit kepala, mialgia, meningkatkan farmakokinetik serta dosis
memiliki efek anti-inflamasi/anti- (maks. 5 nyeri postpartum, dll) risiko gangguan dan rutenya sebagai salah
radang. Hambatan biosintesis dosis/24 jam) 2. Analgesik pada yang pencernaan bagian satu bentuk peranan
Prostaglandin (PG) hanya terjadi bila Dosis dewasa : kontraindikasi dengan atas, gejala dini perawat yaitu advokasi dan
lingkungan yang rendah kadar peroksid 300 mg-1 g/kali, aspirin (ulkus kerusakan hati edukasi sehingga juga bisa
seperti di hipotalamus sedangkan lokasi maks 4 g/hari peptikum, meliputi mual, mengerti dan mengawasi
inflamasi biasanya mengandung banyak (maks 2 g/hari hipersensitivitas muntah, diare, dan kondisi dari pasien untuk
peroksid yang dihasilkan leukosit, hal untuk alkoholik) aspirin, anak dengan nyeri abdomen. mengurangi adanya
ini lah yang menjelaskan efek demam). 2. Pada dosis terapi, kesalahan dalam pemberian
antiinflamasi parasetamol tidak ada. Sediaan : 3. Antipiretik/antidemam kadang-kadang obat yang membahayakan
Konsentrasi tertinggi dalam plasma tab 500mg, timbul pasien.
dicapai dalam ½-1 jam dan waktu paruh sirup Kontraindikasi: - peningkatan enzim
(t ½) sekitar 2 jam. Obat tersebar ke 120mg/5ml hati tanpa ikterus
seluruh cairan tubuh. Terikat 20-50% (keadaan ini
pada protein plasma. Metabolisme: di reversible bila
hati Glucuronide conjugates (60%); obat dihentikan).
sulfuric acid conjugates (35%). 3. Pada dosis yang
Ekskresi: ginjal dalam bentuk lebih besar, dapat
terkonjugasi dan sebagai parasetamol timbul pusing,
(3%). mudah terangsang,

10
Farmakokinetik: dan disorientasi.
Absorpsi : diberikan peroral, absorpsi 4. Pemakaian dosis
bergantung pada kecepatan tunggal 10-15
pengosongan lambung, dan kadar gram, bisa
puncak dalam darah biasanya tercapai berakibat fatal,
dalam waktu 30-60 menit. kematian
Distribusi : Asetaminofen sedikit terikat disebabkan oleh
dengan protein plasma hepatotoksisitas
Metabolisme : dimetabolisme oleh yang berat dengan
enzim mikrosom hati dan diubah nekrosis lobulus
menjadi asetaminofen sulfat dan sentral, kadang-
glukuronida, yang secara farmakologi kadang
tidak efektif. berhubungan
Ekskresi : diekskresikan ke dalam urin dengan nekrosis
dalam bentuk tidak berubah. tubulus ginjal
akut.
5. Reaksi alergi

2. Ibuprofen Farmakodinamik: Pada Dewasa: Oral Indikasi: Umum: Pepsia, diare, Perawat perlu mengetahui
Mekanisme kerja ibuprofen melalui dosis yang Nyeri ringan sampai mual, muntah, nyeri indikasi, kontraindikasi,
inhibisi sintesa prostaglandin dan dianjurkan 200- sedang antara lain nyeri abdomen, konstipasi, farmakodinamik dan
menghambat siklooksigenase-I (COX I) 250 mg 3-4 kali pada penyakit gigi atau hematemesis, farmakokinetik serta dosis
dan siklooksigenase-II (COX II). sehari. pencabutan gigi, nyeri melena, perdarahan dan rutenya sebagai salah
Namun tidak seperti aspirin hambatan Pada anak: pasca bedah, sakit kepala, lambung, ruam. satu bentuk peranan
yang diakibatkan olehnya bersifat Anak 1-2 tahun, gejala artritis reumatoid, Tidak umum: rinitis, perawat yaitu advokasi dan
reversibel. Dalam pengobatan dengan 50 mg 3-4 kali gejala osteoartritis, gejala ansietas, insomnia, edukasi sehingga juga bisa
ibuprofen, terjadi penurunan pelepasan sehari. 3-7 juvenile artritis reumatoid, somnolen,paraestesi, mengerti dan mengawasi
mediator dari granulosit, basofil dan sel tahun, 100-125 menurunkan demam pada gangguan kondisi dari pasien untuk
mast, terjadi penurunan kepekaan mg 3-4 kali anak. penglihatan dan mengurangi adanya

11
terhadap bradikinin dan histamin, sehari. 8-12 Kontraindikasi: pendengaran, kesalahan dalam pemberian
mempengaruhi produksi limfokin dan tahun, 200-250 Kehamilan trimester akhir, tinnitus, vertigo, obat yang membahayakan
limfosit T, melawan vasodilatasi dan mg 3-4 kali pasien dengan ulkus asma, dispnea, ulkus pasien.
menghambat agregasi platelet sehari. Tidak peptikum (ulkus mulut, perforasi
boleh duodenum dan lambung), lambung, ulkus
Farmakokinetik: dipergunakan hipersensitivitas, polip lambung, gastritis,
Absorpsi : diberikan peroral, diabsorpsi pada anak pada hidung, angioedema, hepatitis, gangguan
oleh saluran gastrointestinal dengan dengan berat asma, rinitis, serta urtikaria fungsi hati, urtikaria,
waktu paruh berkisar antara 2-4 jam. badan kurang ketika menggunakan asam purpura,angioedema,
Distribusi : tinggi berikatan dengan dari 7 kg. asetilsalisilat atau AINS nefrotoksik, gagal
protein plasma Osteoartritis, lainnya. ginjal.
Metabolisme : dimetabolisme oleh hati artritis Jarang: meningitis
menjadi metabolit reumatoid: 1200 aseptik, gangguan
Ekskresi : diekskresikan ke dalam urin mg – 1800 mg 3 hematologi, reaksi
sebagai metabolit inaktif kali sehari. anafilaktik, depresi,
Eksaserbasi kebingungan, neuritis
akut: maks.2400 optik, neuropati
mg/hari, jika optik, edema. Sangat
kondisi stabil jarang: pankreatitis,
selanjutnya gagal hati, reaksi
dosis dikurangi kulit (eritema
hingga maks. multiform, sindroma
1800 mg/hari. Stevens – Johnson,
nekrolisis epidermal
toksik), gagal
jantung, infark
miokard, hipertensi.

12
3. Antrain Farmakodinamik: 1. BB 16-31 Injeksi IV Indikasi: Mulut kering, mual Perawat perlu mengetahui
Metamizol merupakan turunan kg: Merupakan obat analgetik, dan muntah, serta indikasi, kontraindikasi,
pirazolon dengan aksi analgesik dan 250 mg (1/2 antispasmodik, dan konstipasi, farmakodinamik dan
ml)
antipiretik, namun tanpa komponen antipiretik yang digunakan agrunolisitosis, farmakokinetik serta dosis
2. BB 32-46:
anti-inflamasi. Penghambatan aktivitas 500 mg (1 untuk meringankan nyeri ataupun juga reaksi dan rutenya sebagai salah
COX dalam SSP, yang mengurangi ml) dan juga dapat untuk alergi. satu bentuk peranan
sintesis prostaglandin diduga 3. BB 47-62 menurunkan demam. perawat yaitu advokasi dan
merupakan mekanisme kerja kg: edukasi sehingga juga bisa
metamizol.Ada beberapa hipotesis yang 500-750 mg Kontraindikasi: mengerti dan mengawasi
menjelaskan efek analgesik metamizol, (1-1,5 ml) 1. Memiliki riwayat alergi kondisi dari pasien untuk
4. BB 63 kg: metamizol dan turunan
termasuk penghambatan COX mengurangi adanya
750-1000mg pyrazolone lainnya.
isoenzime-3 dan penurunan sintesis (1,5-2 ml) kesalahan dalam pemberian
2. Pirofiria hati akut.
prostaglandin di spinal posterior horn. Pada kasus sakit obat yang membahayakan
3. Penyakit bawaan
Selain itu, metamizol dapat memberikan terus menerus, defisiensi enzim pasien.
efek spasmolitik dalam kondisi kejang dosis dapat glukosa-6-fosfat
pada saluran kemih dan empedu. diulang dalam dehidrogenase
jangka waktu 6- 4. Penyakit ginjal atau hati
Farmakokinetik: 8 jam dan dosis berat
Antrain yang mengandung Metamizole 5. Penyakit hematologi
maksimal yaitu
(anemia aplastik,
Na adalah devirat metansulfanot dari 4 g/hari. leukopenia dan
aminoprin yang mempunyai khasiat agranulositosis)
analgesik. Mekanisme kerjanya adalah 6. Hamil trimester pertama
menghambat transmisi rasa sakit ke dan ketiga.
susunan saraf pusat dan perifer. 7. Pemberian parental
Metamizole Na bekerja sebagai tidak boleh dilakukan
analgesik, diabsorpsi dari saluran pada anak di bawah 1
tahun.
pencernaan mempunyai waktu paruh 1 -
4 jam.

13
H. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Diagnosa Keperawatan yang sering muncul (PES) berfokus pada
Gangguan Termoregulasi
1. Hiportermia
Domain 11 | Kelas 6 | Kode Diagnosis 00006
Definisi:
Suhu inti tubuh di bawah kisaran normal diurnal karena kegagalan
termoregulasi.
Batasan Karakteristik :
a) akrosianosis h) peningkatan laju metabolisme
b) bradikardia i) peningkatan konsumsi oksigen
c) dasar kuku sianotik j) vasokonstriksi perifer
d) penurunan kadar glukosa darah k) piloereksi
e) penurunan ventilasi, hipoksia l) menggigil
f) hipertensi, takikardia m) kulit dingin
g) hipoglikemia n) pengisian ulang kapiler lambar
Faktor yang berhubungan :
a) konsumsi alkohol e) tidak beraktivitas
b) transfer panas konduktif f) kurang pengetahuan pemberi
berlebihan tentang pencegahan hipotermia
c) transfer panas evaporatif g) malnutrisi
berlebihan h) pemakaian pakaian yang tidak
d) transfer panas radiatif adekuat
berlebihan i) suhu lingkungan rendah
Kondisi terkait :
a) kerusakan hipotalamus g) termogenenesis tanpa
b) penurunan laju metabolisme menggigil yang tidak efisien
c) stratum korneum imatur h) agen farmaseutika
d) peningkatan pulmonary vasculer i) terapi radiasi
resistant (PVR) j) trauma
e) kontrol vaskuler tidak efektif

14
2. Hipertermia
Domain 11 | Kelas 6 | Kode Diagnosis 00007
Definisi:
Suhu inti tubuh di atas kisaran normal diurnal karena kegagalan
termoregulasi.
Batasan Karakteristik :
a) postur abnormal g) letargi
b) apnea h) kejang
c) koma i) kulit terasa hangat
d) kulit kemerahan l) stupor
e) hipotensi m) takikardia, vasodilatasi
f) gelisah n) takipnea
Faktor yang berhubungan :
a) dehidrasi
b) pakaian yang tidak sesuai
c) aktivitas berlebihan
Kondisi terkait :
a) penurunan perspirasi d) sepsis
b) penyakit e) trauma
c) peningkatan laju metabolisme f) agen farmaseutika

3. Ketidakefektifan Termoregulasi
Domain 11 | Kelas 6 | Kode Diagnosis 00008
Definisi:
Fluktuasi suhu di antara hipotermia dan hipertermia.
Batasan Karakteristik :
a) dasar kuku sianotik g) piloereksi
b) kulit kemerahan h) penurunan suhu tubuh di
c) hipertensi kisaran normal
d) peningkatan suhu tubuh diatas i) kejang
kisaran normal j) kulit dingin

15
e) peningkatan frekuensi pernapasan k) kulit hangat
g) menggigil ringan l) pengisian ulang kapiler lambat
h) pucat sedang m) takikardia
Faktor yang berhubungan :
a) dehidrasi d) peningkatan kebutuhan O2
b) pakaian yang tidak sesuai e) aktivitas berat
c) fluktuasi suhu lingkungan
Kondisi terkait :
a) gangguan laju metabolisme f) termogenesis tanpa menggigil
b) cedera otak yang tidak efisien
c) gangguan yang memengaruhi g) agen farmaseutika
pengaturan suhu h) sedasi
d) penurunan respons berkeringat i) sepsis
e) penyakit j) trauma

4. Risiko Hiportermia
Domain 11 | Kelas 6 | Kode Diagnosis 00253
Definisi:
Rentan terhadap kegagalan termoregulasi yang dapat mengakibatkan
suhu tubuh di bawah rentang normal diurnal, yang dapat mengganggu
kesehatan.
Faktor Risiko :
a) konsumsi alkohol g) kurang pengetahuan pemberi
b) transfer panas konduktif berlebih asuhan tentang pencegahan
c) transfer panas konveksi berlebih hipotermi
d) transfer panas evaporatif berlebih h) pemakaian pakaian yang tidak
e) tidak beraktivitas adekuat
f) suhu lingkungan rendah i) malnutrisi
Kondisi terkait :
a) kerusakan hipotalamus g) termogenenesis tanpa
b) penurunan laju metabolisme menggigil yang tidak efisien

16
c) stratum korneum imatur h) agen farmaseutika
d) peningkatan pulmonary vasculer resistant (PVR)
e) kontrol vaskuler tidak efektif i) terapi radiasi
f) trauma

5. Risiko Hiportermia Perioperatif


Domain 11 | Kelas 6 | Kode Diagnosis 00254
Definisi:
Rentan terhadap penurunan tiba-tiba suhu inti tubuh di bawah 36oC
yang terjadi satu jam sebelum sampai 24 jam setelah pembedahan, yang
dapat mengganggu kesehatan.
Faktor Risiko :
a) transfer panas konduktif berlebih
b) transfer panas konveksi berlebih
c) transfer panas radiatif berlebih
d) suhu lingkungan rendah
Kondisi terkait :
a) komplikasi kardiovaskuler
b) kombinasi anestesi regional dan umum
c) diabetik neuropatik
d) prosedur bedah

5. Risiko Ketidakefektifan Termoregulasi


Domain 11 | Kelas 6 | Kode Diagnosis 00274
Definisi:
Rentan terhadap fluktuasi suhu di antara hipotermia dan hipertermia,
yang dapat mengganggu kesehatan.
Faktor Risiko :
a) dehidrasi d) peningkatan kebutuhan O2
b) pakaian yang tidak sesuai e) aktivitas berat
c) fluktuasi suhu lingkungan

17
Kondisi terkait :
a) gangguan laju metabolisme f) termogenesis tanpa menggigil
b) cedera otak yang tidak efisien
c) gangguan yang memengaruhi g) agen farmaseutika
pengaturan suhu h) sedasi
d) penurunan respons berkeringat i) sepsis
e) penyakit j) trauma

18
b. Perencanaan Nursing Care Plan
No. Dx Keperawatan NOC NIC
(PES)
1. Hipotermia berhubungan dengan NOC: Hypothermia Treatment:
Faktor yang berhubungan : Thermoregulation Mandiri
a) konsumsi alkohol 1. Bina hubungan saling percaya dengan pasien dan
b) transfer panas konduktif Setelah dilakukan perawatan selama 1x24 keluarga
berlebihan jam, masalah keperawatan hipotermia 2. Monitor suhu tubuh dan tanda-tanda vital
c) transfer panas evaporatif dapat diatasi dengan: 3. Monitor warna kulit dan suhu
berlebihan 4. Selimuti pasien dengan selimut tebal, penutup
d) transfer panas radiatif berlebihan Kriteria Hasil: kepala, dan pakaian hangat
e) tidak beraktivitas 1. Kenaikan suhu tubuh (36,50-37,50C) Promotif
f) kurang pengetahuan pemberi 2. Tidak menggigil 5. Anjurkan pasien mengonsumsi makanan hangat,
tentang pencegahan hipotermia 3. Perubahan warna kulit (tidak pucat, cairan berkarbohidrat tinggi
g) malnutrisi tidak kebiruan) 6. Anjurkan pasien meletakkan botol berisi air
h) pemakaian pakaian yang tidak 4. Perubahan frekuensi pernapasan (12- hangat pada ektremitas
adekuat 20x/menit) Edukatif:
i) suhu lingkungan rendah 5. Perubahan frekuensi nadi radial (80- 7. Ajarkan pasien dan keluarga memodifikasi
100x/menit) lingkungan dan faktor lain yang menyebabkan
ditandai dengan 6. Melaporkan kenyamanan suhu hipotermia
Batasan Karakteristik : Kolaborasi
a) akrosianosis 8. Kolaborasi pemberian cairan IV hangat, warmed
b) bradikardia humid oxygen
c) dasar kuku sianotik
d) penurunan kadar glukosa darah
e) penurunan ventilasi, hipoksia
f) hipertensi, takikardia
g) hipoglikemia

19
h) peningkatan laju metabolisme
i) peningkatan konsumsi O2
j) vasokonstriksi perifer
k) piloereksi
l) menggigil
m) kulit dingin
n) pengisian ulang kapiler lambat
2. Hipertermia berhubungan dengan NOC: Fever Treatment:
Faktor yang berhubungan : Thermoregulation Mandiri
a) dehidrasi 1. Bina hubungan saling percaya dengan pasien dan
b) pakaian yang tidak sesuai Setelah dilakukan perawatan selama 1x24 keluarga
c) aktivitas berlebihan jam, masalah keperawatan hipertermia 2. Monitor suhu tubuh dan tanda-tanda vital
dapat diatasi dengan: 3. Monitor warna kulit dan suhu
ditandai dengan 4. Monitor intake dan otput cairan
Batasan Karakteristik: 5. Selimuti pasien dengan selimut tipis dan pakaian
a) penurunan perspirasi Kriteria Hasil: tipis
b) penyakit 1. Penurunan suhu tubuh (36,50-37,50C) Promotif
c) peningkatan laju metabolisme 2. Berkeringat saat demam 6. Anjurkan pasien minum banyak air (250 ml/2 jam)
d) sepsis 3. Perubahan warna kulit (tidak 7. Anjurkan pasien banyak istirahat, bila perlu batasi
e) trauma kemerahan) aktivitas
f) agen farmaseutika 4. Perubahan frekuensi pernapasan (12- Edukasi
20x/menit) 8. Ajarkan cara melakukan kompres hangat pada
5. Perubahan frekuensi nadi radial (80- pasien saat pasien demam tinggi
100x/menit) Kolaborasi
6. Penurunan gelisah (tenang) 9. Kolaborasi pemberian obat (antipiretik, antibiotik)
7. Melaporkan kenyamanan suhu atau cairan IV
10. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium (darah
lengkap, urin)

20
3. Ketidakefektifan Termoregulasi NOC: Temperature Regulation:
berhubungan dengan Thermoregulation Mandiri
Faktor yang berhubungan: 1. Bina hubungan saling percaya dengan pasien dan
a) dehidrasi Setelah dilakukan perawatan selama 1x24 keluarga
b) pakaian yang tidak sesuai jam, masalah keperawatan 2. Monitor suhu dan tanda-tanda vital setidaknya
c) fluktuasi suhu lingkungan ketidakefektifan termoregulasi dapat setiap 2 jam
d) peningkatan kebutuhan O2 diatasi dengan: 3. Monitor warna kulit dan suhu kulit
e) aktivitas berat 4. Monitor tanda dan gejala hipotermia dan
Kriteria Hasil: hipertermia
ditandai dengan 1. Penurunan suhu tubuh (36,50-37,50C) 5. Sediakan intake nutrisi dan cairan yang adekuat
Batasan Karakteristik: 2. Peningakatan suhu tubuh (36,50- Edukatif
a) dasar kuku sianotik 37,50C) 6. Menginformasikan pasien tanda gejala hipotermia
b) kulit kemerahan 3. Berkeringat saat demam dan penaganan hipotermia
c) hipertensi 4. Menggigil saat dingin 7. Mengajarkan pasien cara mencegah hipotermia
d) peningkatan suhu tubuh diatas 5. Perubahan warna kulit (tidak 8. Mengajarkan pasien untuk mencegah heat stroke
kisaran normal kemerahan, tidak pucat, tidak Promotif
e) peningkatan frekuensi kebiruan) 9. Anjurkan pasien memakai pakaian yang hangat
pernapasan 6. Perubahan frekuensi pernapasan (12- dan selimut untuk menaikkan suhu tubuh
f) piloereksi 20x/menit) Kolaboratif
g) penurunan suhu tubuh di kisaran 7. Perubahan frekuensi nadi radial (80- 10. Kolaborasi pemberian antipiretik atau cairan IV
normal 100x/menit)
h) kejang 8. Penurunan gelisah (tenang)
i) kulit dingin 9. Melaporkan kenyamanan suhu
j) kulit hangat
k) menggigil ringan
l) pengisian ulang kapiler lambat
m) pucat sedang
n) takikardia

21
I. Daftar Pustaka
Andriyani, R., A. Triana, dan W. Juliarti. 2015. Buku Ajar Biologi Reproduksi dan
Perkembangan. Ed. 1. Yogyakarta: Deepublish.
Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan
Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika.
Bulechek, G. M., H. K. Butcher, J. M. Dochteman, C. M. Wagner. 2015. Nursing
Interventions Classification (NIC). Edisi 6. Jakarta: EGC.
Bulechek, G. M., H. K. Butcher, J. M. Dochteman, C. M. Wagner. 2015. Nursing
Outcomes Classification (NOC). Edisi 6. Jakarta: EGC.
Dzulfaijah, N. K., Mardiyono, Sarkum, dan D. Saha. 2017. Combination of Cold
Pack, Water Spray, and Fan Cooling on Body Temperature Reduction and
Level of Success To Reach Normal Temperature in Critically Ill Patients
with Hyperthermia. Belitung Nursing Journal. Vol 3(6): 757-764.
Giddens, Jean Foret. 2017. Concept for Nursing Practice 2nd Edition. Missouri:
Elsevier.
Herdman, T.H. dan S. Kamitsuru. (Ed). 2018. NANDA Internasional Diagnosis
Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2018-2020, Ed. 11. Terjemahan oleh
Budi Anna Keliat et al. Jakarta: EGC.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Laporan Akhir Riset Fasilitas
Kesehatan tahun 2011. Jakarta: Dadan Litbangkes.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Riset Kesehatan Dasar.
Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Kothari, V. M. dan D. R. Karnad. 2005. New Onset Fever in The Intensive Care
Unit. Japi. Vol 53: 949-953.
Kukus, Y., W. Supit., dan F. Lintong. 2009. Suhu Tubuh: Homeostasis dan Efek
terhadap Kinerja Tubuh Manusia. Jurnal Biomedik. Vol 1 (2): 107-118.
Pearce, E.C. 2009. Anatomi dan Fisiologis untuk Paramedis. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Purwanti, S. dan N. W. Ambarwati. 2008. Pengaruh Kompres Hangat terhadap
Perubahan Suhu Tubuh pada Pasien Anak Hipertermia di Ruang Rawat Inap
RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Jurnal Berita Ilmu Keperawatan.

22
Sari, E. K., I. S. Redjeki dan W. Rakhmawati. 2013. Perbandingan pengaruh
water spray dan fan cooling menggunakan air hangat dengan air suhu
ruangan terhadap penurunan suhu tubuh. Jurnal Ilmu Keperawatan. Vol
1(2): 150-156.
Smith, N. 2016. Nursing Practice & Skill Fever: Managing Fever in Older Adults.
EBSCO Information Services.
Susanti, N. 2012. Efektifitas Kompres Dingin Dan Hangat Pada Penataleksanaan
Demam. Sainstis.

23

Anda mungkin juga menyukai