OLEH:
Kelompok 4
Faizah Wahyuningprianti, S.Kep. NIM 182311101016
Iqbal Luthfi Nauri, S.Kep. NIM 182311101028
Mega Rani Wulandari, S.Kep. NIM 182311101024
Nilam Ganung Permata Mahardita, S.Kep. NIM 182311101025
Nuzulul Kholifatul Fitriyah, S.Kep. NIM 182311101042
Yunizar Firda Alfianti, S.Kep. NIM 182311101050
Depi Lestari, S.Kep. NIM 182311101061
Farida Nur Qomariyah, S.Kep NIM 182311101092
OLEH:
Kelompok 4
Faizah Wahyuningprianti, S.Kep. NIM 182311101016
Iqbal Luthfi Nauri, S.Kep. NIM 182311101028
Mega Rani Wulandari, S.Kep. NIM 182311101024
Nilam Ganung Permata Mahardita, S.Kep. NIM 182311101025
Nuzulul Kholifatul Fitriyah, S.Kep. NIM 182311101042
Yunizar Firda Alfianti, S.Kep. NIM 182311101050
Depi Lestari, S.Kep. NIM 182311101061
Farida Nur Qomariyah, S.Kep NIM 182311101092
1
LEMBAR PENGESAHAN
Nama : Kelompok 4
Ruang : Teratai
Judul : ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN KEBUTUHAN
OKSIGENASI: KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN JALAN
NAPAS DI RUANG TERATAI RUMAH SAKIT BALADHIKA
HUSADA JEMBER
(Ns. Ahmad Rifa’i, S.Kep., M.S.) (Ns. Siesca Yunita Damayanti, S.Kep.)
NIP 19850207 201504 1 001 NRP 06.06.07.90.16.252
2
LEMBAR PENGESAHAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
Mengetahui
PJ Program Profesi Ners, PJMA
Ns. Erti I. Dewi, S.Kep., M.Kep., Sp.Kep.J Ns. Ahmad Rifai, S.Kep.M.S
NIP 19811028 200604 2 002 NIP 19850207 201504 1 001
Menyetujui,
Wakil Dekan I
3
DAFTAR ISI
4
LAPORAN PENDAHULUAN
5
B. Anatomi Fisiologi Sistem Respirasi
Respirasi adalah pertukaran gas, yaitu oksigen (O2) yang dibutuhkan
tubuh untuk metabolisme sel dan karbondioksida (CO2) yang dihasilkan dari
metabolisme tersebut dikeluarkan dari tubuh melalui paru. Sistem respirasi terdiri
dari sistem respirasi bagian atas dan bawah.
6
d. Laringofaring (terjadi persilangan antara aliran udara dan aliran makanan)
2. Saluran nafas bagian bawah
a. Laring
Terdiri dari tiga struktur yang penting yaitu tulang rawan krikoid, selaput/pita
suara, epiglotis dan glotis
b. Trakhea
Merupakan pipa silider dengan panjang ± 11 cm, berbentuk ¾ cincin tulang
rawan seperti huruf C. Bagian belakang dihubungkan oleh membran
fibroelastic menempel pada dinding depan eusofagus.
c. Bronkhi
Merupakan percabangan trakhea kanan dan kiri. Tempat percabangan ini
disebut karina. Brochus kanan lebih pendek, lebar dan lebih dekat dengan
trachea. Bronchus kanan bercabang menjadi : lobus superior, medius, inferior.
Brochus kiri terdiri dari : lobus superior dan inferior
d. Alveoli
Terdiri dari membran alveolar dan ruang interstisial.
1) Membran alveolar :
a) Small alveolar cell dengan ekstensi ektoplasmik ke arah rongga alveoli
b) Large alveolar cell mengandung inclusion bodies yang menghasilkan
surfactant.
c) Anastomosing capillary, merupakan system vena dan arteri yang saling
berhubungan langsung, ini terdiri dari : sel endotel, aliran darah dalam
rongga endotel
2) Interstitial space merupakan ruangan yang dibentuk oleh : endotel kapiler,
epitel alveoli, saluran limfe, jaringan kolagen dan sedikit serum.
C. Epidemiologi
Gangguan pernapasan masih merupakan masalah kesehatan yang penting
karena menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1
dan 4 kematian yang terjadi. Data yang diperoleh dari kunjungan ke puskesmas
mencapai 40 – 60 % adalah oleh penyakit pernapasan. Dari seluruh kematian yang
7
disebabkan gangguan pernapasan adalah karena pneumonia dan pada bayi
berumur kurang 2 bulan. Hingga saat ini angka mortalitas akibat gangguan
pernapasn yang berat masih sangat tinggi, kematian seringkali disebabkan karena
penderita datang untuk berobat dalam keadaan berat dan sering disertai penyulit-
penyulit kurang gizi. Data morbiditas penyakit pernapasan di Indonesia per tahun
berkisar antara 10 – 20 % dan populasi balita. Bila kita mengambil angka
morbiditas 10% pertahun, berarti setiap tahun jumlah penderita gangguan
pernapasan di Indonesia berkisar 2,3 juta (Asmadi, 2008; Dinkes, 2012).
D. Etiologi
a. Fisiologi
Ketidakmampuan tubuh dalam mengikat oksigen dapat mengakibatkan
terjadinya anemia, yang diikuti dengan menurunnya konsentrasi oksigen yang
dibawa oleh darah yang dapat menyebabkan terjadinya hipoksia. Selain itu respon
tubuh yang tidak mampu membawa oksigen dalam darah dapat menyebabkan
hipotermia maupun hipertermia, sebab darah dan oksigen menjadi salah satu
indikasi sistem termoregulasi tubuh secara normal. Bernapas abnormal seperti
pernapasan cuping hidungakibat dari sesak napas mempengaruhi proses
pernapasan karena akibat dari denyut jantung yang meningkat dan usaha inspirasi
yang meningkat. Adanya sumbatan pada jalan napas akan mempengaruhi proses
keluar masuknya oksigen, jika sumbatan tersebut tidak ditangani maka akan
mengakibatkan dispnea (Potter & Perry, 2005).
b. Perkembangan
1) Bayi premature yang disebabkan kurangnya pembentukan surfaktan.
2) Bayi dan toddler, adanya resiko infeksi saluran pernapasan akut.
3) Usia sekolah dan remaja, resiko infeksi saluran pernapasan dan merokok.
4) Dewasa muda dan pertengahan, diet yang tidak sehat, kurang aktivitas, stress
yang mengakibatkan penyakit jantung dan paru-paru.
5) Dewasa tua, adanya proses penuaan yang mengakibatkan kemungkinan
arteriosklerosis, elastisitas menurun, ekspansi paru menurun.
8
c. Lingkungan
Lingkungan seperti ketinggian, suhu kamar yang panas atau dingin, serta
polusi udara akibat gas karbondioksisa mempengaruhi proses bernapas. Jika pada
ketinggian, semakin tinggi daratan maka PaO2 semakin rendah dan kebutuhan
oksigen pun akan rendah. Jika pada lingkungan dingin, akan memicu terjadinya
kontriksi pembuluh darah yang akan mengurangi kebutuhan oksigen sehingga
badan akan terasa dingin. Lingkungan sosial yang tidak sehat (terjadi bullying/
stressor tinggi) dapat menjadi pemicu terjadinya gangguan pola napas yang
diakibatkan karena cemas dapat meningkatkan metabolisme tubuh (Potter &
Perry, 2005).
d. Perilaku
Aktivitas dan latihan fisik mempengaruhi laju kedalaman pernapasan dan
denyut jantung, seperti orang dengan kebiasaan merokok dan berdebu maka akan
menjadi faktor presdiposisi penyakit paru (Potter & Perry, 2005).
9
2. Insufisiensi pernapasan
1) Kondisi yang menyebabkan hipoventilasi alveolus: kelumpuhan otot
pernapasan (misal poliomielitis, transeksi servikal), penyakit yang
meningkatkan kerja ventilasi (misal asma, emfisema, TB, dan lainnya).
2) Kelainan yang menurunkan kapasitas difusi paru: kondisi yang
menyebabkan luas permukaan difusi berkurang (misal kerusakan jaringan
paru, kanker, TB), kondisi yang menyebabkan penebalan membran
pernapasan (misal edema paru, pneumonia), kondisi yang menyebabkan
rasio ventilasi dan perfusi yang tidak normal (misal trombosis paru)
3) Kondisi yang menyebabkan terganggunya pengangkutan oksigen dari
paru-paru ke jaringan: anemia (berkurangnya jumlah Hb untuk transpor
oksigen), keracunan karbondioksida (Hb tidak dapat mengangkut oksigen),
dan penurunan aliran darah ke jaringan (disebabkan curah jantung
menurun).
3. Hipoksia, yaitu kekurangan oksigen di jaringan
1) Hipoksemia: kekurangan oksigen di darah arteri, ada dua jenis yaitu
hipoksia hipotonik yang terjadi di mana tekanan oksigen darah arteri rendah
karena karbondioksida dalam darah tinggi dan hipoventilasi, dan hipoksia
isotonik terjadi karena oksigen normal tapi jumlah yang diikat hemoglobin
sedikit.
2) Hipoksia hipokinetik: terjadi akibat adanya sumbatan,
3) Overventilasi hipoksia: terjadi karena aktivitas yang berlebihan sehingga
penyediaan oksigen lebih rendah.
4) Hipoksia histotoksik: keadaan darah kapiler mencukupi tapi jaringan tidak
dapat menggunakan oksigen karena keracunan sianida.
10
F. Patofisiologi dan Clinical Pathway
Aterosklerosis, trombosis, Beban ventrikel
konstruksi arteri koronaria
Penyempitan lumen
Suplai dan kebutuhan O2 ke
ventrikel kanan
jantung tidak adekuat
Splenomegali
Gangguan Edema paru
pertukaran gas
Mendesak
Ronkhi basah diafragma
11
darah menjadi lamban dan berat untuk dipompa oleh jantung. Lambannya suplai
darah dalam aliran peredaran darah ini menyebabkan suplai oksigen ke jaringan
perifer juga terganggu. Akibatnya tekanan kapiler paru meningkat sehingga
menyebabkan masalah keperawatan gangguan pertukaran gas. Adanya
peningkatan kapiler di paru dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan adanya
inflamasi atau peradangan pada saluran pernapasan. Sebagai bentuk respon dari
adanya inflamasi, makrofag menyebarkan sel T untuk melakukan proses
fagositosis dan mengeluarkan hasilnya dalam bentuk mukus. Mukus ini jika tidak
dapat dikeluarkan dapat menyebabkan penumpukan sehingga didapatkan masalah
keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan napas.
G. Penatalaksanaan Medis
1. Pemantauan Hemodinamika
2. Pengobatan bronkodilator
3. Melakukan tindakan delegatif dalam pemberian medikasi oleh dokter, misal
nebulizer, kanula nasal, dan masker untuk membantu pemberian oksigen jika
diperlukan.
4. Penggunaan ventilator mekanik
5. Fisoterapi dada (Potter & Perry, 2005).
H. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Pengkajian (Setiawati, 2007):
A. Pengkajian Pasien Gangguan Pulmonal
Riwayat Kesehatan
Perawat perlu mengkaji tanda-tanda distress pernafasan akut sebelum
mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Tanda-tanda distress pernafasan
antara lain pasien payah, gelisah, tidak dapat mengikuti percakapan dan
pernafasan gaduh. Bila mendapat pasien seperti ini, segera beri bantuan
bila mungkin lakukan wawancara dengan keluarga untuk mengetahui
12
masalah/riwayat kesehatan sekarang dan sewaktu pasien sudah tenang,
pengumpulan riwayat kesehatan lengkap dapat dilakukan.
Pengumpulan data riwayat kesehatan dimulai dengan mengamati
faktor-faktor umum yang mempengaruhi fungsi pernafasan, seperti usia,
jenis kelamin, dan keadaan lingkungan tempat tinggal pasien. Kemudian
ajukan pertanyaan yang berkaitan dengan masalah pernafasan. Data
riwayat kesehatan yang dikumpulkan meliputi: keadaan kesehatan
sekarang, kesehatan dulu, kesehatan keluarga, sistem fisiologis,
perkembangan, pola pemeliharaan kesehatan, serta pola berhubungan
peran.
Status perkembangan juga merupakan factor yang harus menjadi
pertimbangan dalam mengumpulkan data riwayat kesehatan. Misalnya ibu
yang melahirkan bayi premature perlu ditanya apakah sewaktu hamil
mempunyai masalah-masalah resiko dan apakah usia kehamilan cukup. Ini
penting karena bayi premature dapat memiliki gangguan perkembangan
system pernafasan sewaktu lahir. Pada usia lanjut perlu ditanya apakah
ada perubahan pola nafas, cepat lelah sewaktu naik tangga, sulit bernafas
sewaktu berbaring, atau apakah bila flu sembuhnya lama. Ini penting
diajukan karena pasien usia lanjut mudah mengalami gangguan pernafasan
karena adanya keterbatasan dinding dada dan kelemahan otot pernafasan.
Perubahan system imunitas juga menyebabkan usia lanjut mudah
mengalami flu dan infeksi.
Data pola pemeliharaan kesehatan diperoleh dengan memberi
pertanyaan pada pasien tentang pekerjaan, obat yang tersedia di rumah,
pola tidur-istirahat dan stress. Untuk mengetahui pola peranan-kekerabatan
maka pasien ditanya adakah pengaruh dari gangguan/penyakitnya terhadap
dirinya dan keluarga, serta apakah gangguan yang dialami mempunyai
pengaruh terhadap peran sebagai istri/suami, dan dalam melakukan
hubungan seksual.
13
B. Pemeriksaan Fisik Tanda dan Gejala (head to toe) Sistem Pernafasan
1) Inspeksi Dada Posterior dan Anterior
a) Sianosis.
b) Peningkatan diameter anteroposterior (AP) dada (mis., peningkatan
dalam ukuran dada dari depan ke belakang) yang disebabkan oleh
ekspansi maksimal paru pada penyakit paru obstruksi, tetapi peningkatan
dalam diameter AP juga dapat terjadi pada pasien yang mengalami
kifosis (lengkung ke depan pada tulang belakang. Deformitas dan
jaringan parut dada penting dalam membantu menentukan penyebab
distres paru. Postur pasien juga harus dikaji, karena pasien dengan
penyakit paru obstruktif sering duduk dan menyangga diri dengan tangan
atau menyangga dengan siku di meja sebagai upaya untuk tetap-
mengangkat klavikula sehingga memperluas kernampuan ekspansi dada.
c) Posisi trakea. Apakah trakea pada garis tengah leher atau deviasi ke satu
sisi? Efusi pleural atau tekanan pnernotoraks selalu membuat deviasi
trakea ke sisi jauh dari yang sakit. Pada atelektasis, trakea sering tertarik
pada sisi yang sakit.
d) Observasi ekspansi dada, secara normal kita mengharapkan kurang lebih
3 inci ekspansi pada ekspirasi maksimal ke inspirasi maksimal
e) Efektivitas dan frekwensi batuk pasien penting untuk dilaporkan, juga
karakteristik sputum seperti jumlah, warna, dan konsistensi.
2) Palpasi Dada Posterior dan Anterior
Palpasi dada, menentukan apakah fremitus taktil ada. Kita melakukan
ini dengan meminta pasien mengatakan “sembilan-sembilan.” Secara
normal, bila pasien mengikuti instruksi itu, vibrasi terasa pada luar dada
di tangan pemeriksa.
3) Perkusi Dada Posterior dan Anterior
Normalnya dada mempunyai bunyi resonan atau gaung perkusi. Pada
penyakit dimana ada peningkatan udara pada dada atau paru-paru seperti
pada pneumotoraks dan emfisema dapat terjadi hiperesonan (bahkan lebih
seperti bunyi drum).
14
4) Auskultasi Dada Posterior dan Anterior
Secara umum, ada tiga tipe bunyi yang terdengar pada dada normal:
a) bunyi napas vesikuler, yang terdengar pada perifer paru normal;
b) bunyi napas bronkial, yang terdengar di atas trakea;
c) bunyi napas bronkovesikuler yang terdengar pada kebanyakan area paru
dekat jalan napas utama
Bunyi lain yang terdengar dengan stetoskop meliputi crackles, mengi,
dan gesekan.
a) Crackles adalah bunyi yang jelas, bunyi terus menerus terbentuk oleh
jalan napas kecil yang terbuka kembali atau tertutup kembali selama
akhir inspirasi. Crackles terjadi pada pnernonia, gagal jantung kongestif,
dan fibrosis pulmonalis. Baik crackles inspirasi maupun ekspirasi dapat
terauskultasi pada bronkiektaksis. Crackles keras dapat terdengar pada
edema pulmonalis dan pada pasien sekarat. Seringkali crackles keras
dapat terdengar tanpa stetoskop karena ini terjadi padajalan napas besar.
b) Dispnea
Dispnea (kesulitan bernapas atau pernapasan labored, napas pendek)
adalah gejala umum pada banyak kelainan pulmonal dan jantung
terutama jika terdapat peningkatan kekakuan paru dan tahanan jalan
napas. Dispnea mendadak pada individu normal dapat menunjukkan
pneumotoraks (udara dalam rongga pleura). Pada pasien yang sakit atau
setelah menjalani pembedahan disonea mendadak menunjukkan adanya
embolisme pulmonal.
c) Orthopnea (tidak dapat bernapas dengan mudah kecuali dalam posisi
tegak, mungkin ditemukan pada orang yang mengidap penyakit jantung
dan penyakit obstruktif paru menahun (PPOM). Pernapasan bising dapat
dijumpai akibat penyempitan jalan napas atau obstruksi setempat bronkus
besar oleh tumor atau benda asing.
d) Bunyi ekstra seperti mengi berarti adanya penyempitan jalan napas. Ini
dapat disebabkan oleh asma, benda asing, mukus di jalan napas, stenosis,
dan lain-lain. Bila mengi terdengar hanya pada ekspirasi, disebut mengi;
15
bila bunyi mengi terjadi pada inspirasi dan ekspirasi, biasanya
berhubungan dengan tertahannya sekresi.
e) Friction rub terdengar bila ada penyakit pleural seperti emboli pulmonal,
pnemonia perifer, atau pleurisi, dan ini sering sulit untuk
membedakannya dari ronki. Bila bunyi abnormal makin jelas setelah
batuk, biasanya berarti bunyi tersebut lebih sebagai ronki daripada
friction rub.
16
b) Volume cadangan inspirasi (VCI) menunjukkan jumlah udara dimana
seseorang dapat dengan sekuat-kuatnya menghirup udara setelah
inspirasi tidal normal. VC1 biasanya kira-kira 3.000 MI.
c) Volume cadangan ekspirasi (VCE) adalah volume udara dimana
seseorang dapat dengan sekuat-kuatnya mengeluarkan udara setelah
ekshalasi tidal normal. VCE biasanya kira-kira 1. 100 MI.
d) Volume residu (VR) adalah volume udara sisa setelah ekspirasi kuat.
Volume ini dapat diukur hanya dengan spirometer tak langsung,
sedangkan yang lain dapat diukur secara langsung.
3) Kapasitas Paru
Pengukuran kapasitas menghitung sebagian siklus paru-paru. Ini diukur
sebagai kombinasi volume sebelumnya.
a) Kapasitas inspirasi (KI) adalah jumlah udara yang dapat diinhalasi
(dihirup) sengan kuat bila mulai dari tingkat ekspirasi normal. Ini sama
dengan VT ditambah VCI dan kurang lebih 3.500 ml.
b) Kapasitas residu fungsional (KRF) adalah j umlah sisa udara pada akhir
ekspirasi normal. Ini adalah jumlah dari VCE dan VR dan kurang lebih
2.300 ml.
c) Kapasitas vital (KV) adalah jumlah maksimal udara yang dapat dengan
kuat diekspirasi setelah inspirasi kuat maksimal. Ini jumiah dari VD
VT, dan VCE. Volume ini kurang lebih 4.600 ml pada pria normal.
d) Kapasitas paru total (KPT) sama dengan volume dimana paru-paru
dapat diekspansi dengan upaya inspirasi paling kuat. Volume kapasitas
kurang lebih 5.800 ml.
4) Pengkajian Diagnostik Fungsi Pernafasan
Pemeriksaan fungsi paru menentukan kemampuan paru-paru untuk
melakukan pertukaran oksigen dan karbon dioksida secara efisien.
Pemeriksaan ventilasi dasar dilakukan dengan mengguna¬kan spirometer
dan alat pencatat sementara khen bernapas melalui masker mulut
(mouthpiece) yang dihubungkan dengan selang penghubung. Pengukuran
yanc, dilakukan mencakup volume tidal (Vt), volume reserve inspirasi
17
(IRV), volume residual (VR), dan volume ekspirasi yang dipaksa selama 1
detik (FEV1).
Ansietas Hiperventilasi
Posisi tubuh yang menghambat Obesitas
ekspansi paru Nyeri
Keletihan Keletihan otot pernapasan
Kondisi terkait:
18
b. Ketidakefektifan bersihan jalan napas (00031)
Definisi: Ketidakmampuan membersihkan sekresi atau obstruksi dari
saluran napas untuk mempertahankan bersihan jalan napas
Batasan karakteristik:
Tidak ada batuk Dispnea
Suara napas tambahan Sputum dalam jumlah yang berlebih
Perubahan pola napas Batuk tidak efektif
Perubahan frekuensi napas Ortopnea
Sianosis Gelisah
Kesulitan verbalisasi Mata terbuka lebar
Penurunan bunyi napas
Faktor yang berhubungan:
Mukus berlebihan Sekresi yang tertahan
Terpajan asap Perokok pasif
Benda asing dalam jalan napas Perokok
Kondisi terkait:
Spasme jalan napas Hiperplasia dinding bronkus
Jalan napas alergik Infeksi
Asma Disfungsi neuromuskular
PPOK Adanya jalan napas buatan
Eksudat alveoli
19
Warna kulit abnormal Iritabilitas
Konfusi Napas cuping hidung
Perunan CO2 Gelisah
Diaforesis Somnolen
Dispnea Takikardia
Sakit kepala saat bangun Gangguan penglihatan
Kondisi terkait:
Perubahan membran alveolar- Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
kapiler
20
3. Perencanaan/Nursing Care Plan
21
Dispnea saat istirahat
Dispnea dengan aktivitas
ringan
2 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1. Manajemen jalan napas Faizah
3x24 jam, klien dapat mencapai kepatenan jalan 2. Penghisapan lendir pada jalan napas
napas, dengan kriteria hasil: 3. Manajemen alergi
Status pernapasan: Kepatenan Jalan Napas 4. Manajemen anafilaksis
Indikator: 1 2 3 4 5 5. Pengurangan kecemasan
Frekuensi pernapasan 6. Manajemen jalan napas buatan
Irama pernapasan 7. Manajemen asma
Kedalaman inspirasi 8. Manajemen batuk
Kemampuan mengeluarkan 9. Manajemen ventilasi mekanik
sekret
10. Pemberian obat
Ansietas
Ketakutan 11. Terapi oksigen
Tersedak 12. Monitor pernapasan
Suara napas tambahan 13. Monitor TTV
Pernapasan cuping hidung
Mendesah
Dispnea saat istirahat
Dispnea dengan aktivitas
ringan
Penggunaan otot bantu napas
Batuk
Akumulasi sputum
Respirasi agonal
22
3 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1. Manajemen asam basa Faizah
3x24 jam, klien dapat mencapai pertukaran gas 2. Monitor asam basa
yang efektif, dengan kriteria hasil: 3. Manajemen jalan napas
Status pernapasan: Pertukaran Gas 4. Tes lab
Indikator: 1 2 3 4 5 5. Terapi oksigen
Tekanan PaO2 6. Monitor pernapasan
Tekanan PaCO2 7. Manajemen asma
pH arteri 8. Fisioterapi dada
Saturasi oksigen 9. Peningkatan koping
Tidal CO2 akhir 10. Manajemen disritmia
Hasil rontgen dada 11. Menejemen energi
Keseimbangan ventilasi dan 12. Manajemen cairan
perfusi 13. Manajemen nutrisi
Dispnea saat istirahat 14. Manajemen nyeri
Dispnea dengan aktivitas 15. Manajemen syok
ringan 16. Bantuan penghentian merokok
Perasaan kurang istirahat 17. Bantuan ventilasi
18. Terapi IV
Sianosis
19. Monitor hemodinamik
Mengantuk
20. Pengaturan posisi
Gangguan kesadaran
4 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1. Manajemen asam basa Faizah
3x24 jam, klien dapat mencapai ventilasi spontan, 2. Monitor asam basa
dengan KH: 3. Manajemen jalan napas
23
Status pernapasan: Ventilasi 4. Penghisapan lendir pada jalan napas
Indikator: 1 2 3 4 5 5. Pengurangan kecemasan
Frekuensi pernapasan 6. Pencegahan aspirasi
Irama pernapasan 7. Teknik menenangkan
Kedalaman inspirasi 8. Fisioterapi dada
Suara perfusi napas 9. Dukungan emosional
Volume tidal 10. Manajemen energi
Kapasitas vital 11. Manajemen lingkungan
Hasil rontgen dada 12. Manajemen elektrolit/cairan
Tes faal paru 13. Manajemen cairan
Penggunaan otot bantu 14. Monitor cairan
pernapasan 15. Manajemen ventilasi mekanik
Suara napas tambahan 16. Pemberian obat
17. Pemeliharaan kesehatan mulut
Restraksi dinding dada
18. Terapi oksigen
Pernapasan bibir
19. Pegaturan posisi
Dispnea saat istirahat
20. Monitor pernapasan
Dispnea dengan aktivitas
21. Monitor TTV
ringan
22. Peningkatan keselamatan
Ortopnea
23. Peningkatan koping
Taktil fremitus
24. Sentuhan
Pengembangan dinding dada
25. Bantuan perawatan diri
simetris
Gangguan vokalisasi
Akumulasi sputum
24
Gangguan ekspirasi
Gangguan suara saat auskultasi
Atelektasis
Intervensi dilakukan 30 menit sebelum pasien minum obat. Durasi treatment dilakukan satu kali sehari selama 15 – 20 menit selama 3
hari. Langkah-langkah melakukan terapi ACBT, yaitu :
25
1. Breathing control : pasien diposisikan duduk rileks diatas tempat tidur atau di kursi, kemudian dibimbing untuk melakukan
inspirasi dan ekspirasi secara teratur dan tenang, yang diulang sebanyak 3 – 5 kali oleh pasien. Tangan peneliti diletakkan pada
bagian belakang toraks pasien untuk merasakan pergerakan yang naik turun selama pasien bernapas.
2. Thoracic Expansion Exercises : masih dalam posisi duduk yang sama, pasien kemudian dibimbing untuk menarik napas dalam
secara perlahan lalu menghembuskannya secara perlahan hingga udara dalam paru-paru terasa kosong. Langkah ini diulangi
sebanyak 3 – 5 kali oleh pasien, jika pasien merasa napasnya lebih ringan, pasien dibimbing untuk mengulangi kembali dari
kontrol pernapasan awal.
3. Forced Expiration Technique : setelah melakukan dua langkah diatas, selanjutnya pasien diminta untuk mengambil napas dalam
secukupnya lalu mengkontraksikan otot perutnya untuk menekan napas saat ekspirasi dan menjaga agar mulut serta tenggorokan
tetap terbuka. Huffing dilakukan sebayak 2 – 3 kali dengan cara yang sama, lalu diakhiri dengan batuk efektif untuk mengeluarkan
sputum. Bila ketiga langkah diatas telah dilakukan oleh pasien, selanjutnya peneliti membimbing pasien untuk merilekskan otot-
otot pernapasannya dengan tetap melakukan kontrol pernapasan dan kemudian mengulangi siklus tersebut 3 hingga 5 siklus atau
sampai pasien merasa dadanya telah bersih dari sputum.
Beberapa penelitian menyatakan bahwa ACBT merupakan teknik yang efektif dalam pembersihan sputum, dengan rata-rata
perbedaan menunjukkan peningkatan jumlah sputum yang dapat dikeluarkan selama dan sampai satu jam setelah diberikan ACBT
(Melam et al, 2012: Lewis et al, 2012). Active Cycle of Breathing Technique (ACBT) sebagai salah satu terapi nonfarmakologi
mempunyai tujuan utama membersihkan jalan nafas dari sputum yang merupakan produk dari infeksi atau proses patologi penyakit
tersebut yang harus dikeluarkan dari jalan nafas agar diperoleh hasil pengurangan sesak nafas, pengurangan batuk, perbaikan pola
26
nafas, serta meningkatkan mobilisasi sangkar thoraks (Lestari, 2015; Pawadshetty et al, 2016). Latihan ACBT yang diberikan kepada
responden, sangat membantu responden dalam usahanya untuk mengeluarkan sputum yang menumpuk dan lengket tanpa
menimbulkan rasa tidak nyaman pada tenggorokan dan dada mereka. Hal ini dibuktikan dengan peningkatan jumlah sputum yang
mampu dikeluarkan oleh responden, serta laporan responden yang mengatakan bahwa dengan menerapkan langkah-langkah yang
diajarkan dalam latihan ACBT membuatnya dapat mengeluarkan sputum dengan lebih mudah dan tidak merasa perih pada
tenggorokannya dan sakit pada dada. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Lestari pada tahun 2015 yang mendapatkan hasil
bahwa jumlah sputum yang dapat dikeluarkan responden setelah penatalaksanaan ACBT meningkat, yaitu sebanyak 1,00 ml pada
saat pre tes menjadi 6,56 ml pada saat post tes. Eaton et al menyatakan studi pertama yang secara sistematis mengevaluasi
penerimaan akut dan keadaan yang dapat ditoleransi sebagai efek akut dari teknik bersihan jalan napas (Flutter dan ACBT dengan
dan tanpa postural drainage) pada bronkiektasis. ACBT dengan postural drainage (PD) lebih unggul dibanding pemberian ACBT
saja yang diukur dengan produksi sputum. ACBT secara signifikan lebih nyaman daripada ACBT dengan PD yang menyebabkan
gangguan yang lebih besar dengan kehidupan sehari-hari (Eaton et al, 2007).
27
DAFTAR PUSTAKA
Bulechek, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., dan Wagner, C.M. 2017.
Nursing Intervention Classification (NIC), 6th edition.United Kingdom:
Mosby.
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, 2012. Profil Kesehatan Provinsi Jawa
Timur 2011. Dinkes Provinsi Jawa Timur, Surabaya.
Huriah, T., Ningtias, D.W. 2017. Pengaruh Active Cycle Of Breathing Technique
Terhadap Peningkatan Nilai VEP1, Jumlah Sputum, dan Mobilisasi Sangkar
Thoraks Pasien PPOK. Indonesia Journal of Nursing Practices 1(2):44-54.
Moorhead, S., Johnson, M., Meridean L. Maas., & Swanson, E. 2013. Nursing
Outcome Classification. Oxford: Elcevier.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M.L., dan Swanson, E. 2017. Nursing
Outcomes Classification (NOC), 5th edition.United Kingdom: Mosby.
Potter, P.A. & Perry, A.G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,
Proses, dan Praktik.Edisi 4.Volume 2.Alih Bahasa : Renata
Komalasari,dkk. Jakarta: EGC.