DISUSUN OLEH :
TA 2020/2021
LAPORAN SEMINAR
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASKEP KEPERAWATAN PADA PASIEN NY.N
DENGAN GANGGUAN RASA NYAMAN NYERI SISTEM ENDOKRIN : ULKUS
GANGREN DI RUANG MAWAR RSUD DELI SERDANG
DISUSUN OLEH :
Thasya Nabila
P07520217048
LEMBAR PENGESAHAN
9. Ilham Ramadhan
5. Lokasi Kegiatan
Tempat : RSUD Deli Serdang
Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas berkat dan
rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek Klinik Keperawatan Luka
dilaksanakan pada tanggal 01 Maret – 14 Maret 2021. Laporan ini kami susun untuk
memenuhi tugas Keperawatan Luka dan selesai tepat pada waktunya, dan seminar
dilaksanakan pada tanggal 17 Maret 2021. Adapun laporan ini berisi tentang Asuhan
Keperawatan pada pasien Ny.N dengan Gangguan Rasa Nyaman Nyeri Sistem Endokrin :
Ulkus Gangren Di Ruang Mawar RSUD Deli Serdang.
Dalam penyusunan laporan ini penulis banyak mendapatkan bimbingan dan arahan dari ibu
dosen sepatutnya penulis menghaturkan ucapan rasa terima kasih kepada :
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
A. KONSEP DASAR
a. Epidermis
Epidermis merupakan lapisan teratas pada kulit manusia dan memiliki tebal
yang berbeda-beda: 400-600 μm untuk kulit tebal (kulit pada telapak tangan dan
kaki) dan 75-150 μm untuk kulit tipis (kulit selain telapak tangan dan kaki,
memiliki rambut).
Stratum Korneum
Terdiri atas 15-20 lapis sel gepeng, tanpa inti dengan sitoplasma yang
dipenuhi keratin.
Stratum Lucidum
Terdiri atas lapisan tipis sel epidermis eosinofilik yang sangat gepeng, dan
sitoplasma terdri atas keratin padat. Antar sel terdapat desmosom.
Stratum Granulosum
Terdiri atas 3-5 lapis sel poligonal gepeng yang sitoplasmanya berisikan
granul keratohialin. Pada membran sel terdapat granula lamela yang
mengeluarkan materi perekat antar sel, yang bekerja sebagai penyaring
selektif terhadap masuknya materi asing, serta menyediakan efek pelindung
pada kulit.
Stratum Spinosum
Terdiri atas sel-sel kuboid. Sel-sel spinosum ini banyak terdapat di daerah
yang berpotensi mengalami gesekan seperti telapak kaki.
Stratum Basal/Germinativum
Merupakan lapisan paling bawah pada epidermis, terdiri atas selapis sel
kuboid. stratum ini bertanggung jawab dalam proses pembaharuan sel-sel
epidermis secara berkesinambungan.
b. Dermis
Dermis yaitu lapisan kulit di bawah epidermis, memiliki ketebalan yang
bervariasi bergantung pada daerah tubuh. Dermis terdiri atas dua lapisan dengan
batas yang tidak nyata, yaitu stratum papilare dan stratum reticular.
Stratum papilare
Merupakan bagian utama dari papila dermis, terdiri atas jaringan ikat
longgar. Pada stratum ini didapati fibroblast, sel mast, makrofag, dan
leukosit yang keluar dari pembuluh (ekstravasasi).
Stratum retikulare
Yaitu yang lebih tebal dari stratum papilare dan tersusun atas jaringan ikat
padat tak teratur (terutama kolagen tipe I).
c. Subkutis
Subkutis terdiri dari kumpulan-kumpulan sel-sel lemak dan diantara
gerombolan ini berjalan serabut-serabut jaringan ikat dermis. Lapisan lemak ini
disebut penikulus adiposus yang gunanya adalah sebagai shock breaker atau
pegas bila tekanan trauma mekanik yang menimpa pada kulit, isolator panas
atau untuk mempertahankan suhu, penimbunan kalori, dan tambahan untuk
kecantikan tubuh.
2. PENGERTIAN LUKA
Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh yang
disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia,
ledakan, sengatan listrik atau gigitan hewan (R. Sjamsu Hidayat, 1997). Luka
adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit (Taylor, 1997). Luka
adalah kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ
tubuh lain (Kozier, 2009). Ketika kulit tertembus, proses inflamasi imun
individu bekerja untuk menyingkirkan materi asing, jika mungkin, dan
menyiapkan area tubuh yang cedera untuk penyembuhan. Area tubuh yang
cedera tersebut disebut luka.
Luka kotor atau luka terinfeksi adalah luka dimana organisme yang
menyebabkan infeksi pascaoperatif terdapat dalam lapang operatif sebelum
pembedahan. Hal ini mencakup luka traumatik yang sudah lama dengan jaringan
yang terkelupas tertahan dan luka yang melibatkan infeksi klinis yang sudah ada
atau visera yang mengalami perforasi. Kemungkinan relatif infeksi luka adalah
lebih dari 27 %. (Potter and Perry, 2005).
4. KLASIFIKASI
American Diabetes Association’s Expert Committee on the Diagnosis and
Classification of Diabetes Melitus, menjabarkan 4 kategori utama diabetes,
yaitu: (Corwin, 2009)
a. Tipe I : Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) / Diabetes Melitus
tergantung insulin (DMTI)
Lima persen sampai sepuluh persen penderita diabetik adalah tipe I. Sel-sel
beta dari pankreas yang normalnya menghasilkan insulin dihancurkan oleh
proses autoimun. Diperlukan suntikan insulin untuk mengontrol kadar gula
darah. Awitannya mendadak biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun.
b. Tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)/ Diabetes
Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Sembilan puluh persen sampai 95% penderita diabetik adalah tipe II.
Kondisi ini diakibatkan oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin (resisten
insulin) atau akibat penurunan jumlah pembentukan insulin. Pengobatan
pertama adalah dengan diit dan olah raga, jika kenaikan kadar glukosa darah
menetap, suplemen dengan preparat hipoglikemik (suntikan insulin
dibutuhkan, jika preparat oral tidak dapat mengontrol hiperglikemia).
Terjadi paling sering pada mereka yang berusia lebih dari 30 tahun dan pada
mereka yang obesitas.
c. DM Tipe Lain
Karena kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma pankreatik), obat,
infeksi, antibodi, sindroma penyakit lain, dan penyakit dengan karakteristik
gangguan endokrin.
d. Diabetes Kehamilan: Gestational Diabetes Mellitus (GDM)
Diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap
diabetes.
5. ETIOLOGI
Penyebab dari DM Tipe II antara lain (FKUI, 2011) :
1. Penurunan fungsi cell β pancreas
Penurunan fungsi cell β disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
a) Glukotoksisitas
Kadar glukosa darah yang berlangsung lama akan menyebabkan
peningkatan stress oksidatif, IL-1b DAN NF-kB dengan akibat
peningkatan apoptosis sel β.
b) Lipotoksisitas
Peningkatan asam lemak bebas yang berasal dari jaringan adiposa dalam
proses lipolisis akan mengalami metabolism non oksidatif menjadi
ceramide yang toksik terhadap sel beta sehingga terjadi apoptosis.
c) Penumpukan amyloid
Pada keadaan resistensi insulin, kerja insulin dihambat sehingga kadar
glukosa darah akan meningkat, karena itu sel beta akan berusaha
mengkompensasinya dengan meningkatkan sekresi insulin hingga terjadi
hiperinsulinemia. Peningkatan sekresi insulin juga diikuti dengan sekresi
amylin dari sel beta yang akan ditumpuk disekitar sel beta hingga
menjadi jaringan amiloid dan akan mendesak sel beta itu sendiri
sehingga akirnya jumlah sel beta dalam pulau Langerhans menjadi
berkurang. Pada DM Tipe II jumlah sel beta berkurang sampai 50-60%.
d) Efek incretin
Inkretin memiliki efek langsung terhadap sel beta dengan cara
meningkatkan proliferasi sel beta, meningkatkan sekresi insulin dan
mengurangi apoptosis sel beta.
e) Usia
Diabetes Tipe II biasanya terjadi setelah usia 30 tahun dan semakin
sering terjadi setelah usia 40 tahun, selanjutnya terus meningkat pada
usia lanjut. Usia lanjut yang mengalami gangguan toleransi glukosa
mencapai 50 – 92%. Proses menua yang berlangsung setelah usia 30
tahun mengakibatkan perubahan anatomis, fisiologis, dan biokimia.
Perubahan dimulai dari tingkat sel, berlanjut pada tingkat jaringan dan
ahirnya pada tingkat organ yang dapat mempengaruhi fungsi
homeostasis. Komponen tubuh yang mengalami perubahan adalah sel
beta pankreas yang mengahasilkan hormon insulin, sel-sel jaringan terget
yang menghasilkan glukosa, sistem saraf, dan hormon lain yang
mempengaruhi kadar glukosa.
f) Genetik
2. Retensi Insulin
Penyebab retensi insulin pada DM Tipe II sebenarnya tidak begitu jelas, tapi
faktor-faktor berikut ini banyak berperan :
a) Obesitas
Obesitas menyebabkan respon sel beta pankreas terhadap glukosa darah
berkurang, selain itu reseptor insulin pada sel diseluruh tubuh termasuk di
otot berkurang jumlah dan keaktifannya kurang sensitif.
b) Diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat
c) Kurang gerak badan
d) Faktor keturunan (herediter)
e) Stress
Reaksi pertama dari respon stress adalah terjadinya sekresi sistem saraf
simpatis yang diikuti oleh sekresi simpatis adrenal medular dan bila stress
menetap maka sistem hipotalamus pituitari akan diaktifkan. Hipotalamus
mensekresi corticotropin releasing faktor yang menstimulasi pituitari
anterior memproduksi kortisol, yang akan mempengaruhi peningkatan
kadar glukosa darah.
6. FAKTOR RESIKO
Faktor resiko yang tidak dapat diubah :
1. Usia
2. Jenis Kelamin
3. Keturunan
Faktor resiko yang dapat diubah:
1. Hipertensi
2. Kolesterol tinggi
3. Obesitas
4. Merokok
5. Alkohol
6. Kurang aktivitas fisik
7. PATOFISIOLOGI
Patogenesis diabetes melitus Tipe II ditandai dengan adanya resistensi
insulin perifer, gangguan “hepatic glucose production (HGP)”, dan penurunan
fungsi cell β, yang akhirnya akan menuju ke kerusakan total sel β. Mula-mula
timbul resistensi insulin yang kemudian disusul oleh peningkatan sekresi insulin
untuk mengkompensasi retensi insulin itu agar kadar glukosa darah tetap
normal. Lama kelamaan sel beta tidak akan sanggup lagi mengkompensasi
retensi insulin hingga kadar glukosa darah meningkat dan fungsi sel beta makin
menurun saat itulah diagnosis diabetes ditegakkan. Penurunan fungsi sel beta itu
berlangsung secara progresif sampai akhirnya sama sekali tidak mampu lagi
mensekresi insulin (FKUI, 2011).
Pada diabetes tipe 2 terdapat dua masalah utama yang berhubungan
dengan insulin, yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel.
Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu
rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin
pada diabetes mellitus tipe 2 disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini.
Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan
glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah
terbentuknya glukagon dalam darah harus terdapat peningkatan jumlah insulin
yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini
terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan
dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun
demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan
akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes mellitus
tipe 2. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas
diabetes mellitus tipe 2, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang
adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang
menyertainya. Karena itu, ketoasidosis diabetic tidak terjadi pada diabetes
mellitus tipe II. Meskipun demikian, diabetes mellitus tipe 2 yang tidak
terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom
hiperglikemik hiperosmoler nonketotik (HHNK).
Pada keadaan tertentu glukosa dapat meningkat sampai dengan 1200 mg/dl
hal ini dapat menyebabkan dehidrasi pada sel yang disebabkan oleh
ketidakmampuan glukosa berdifusi melalui membran sel, hal ini akan
merangsang osmotik reseptor yang akan meningkatkan volume ekstrasel
sehingga mengakibatkan peningkatan osmolalitas sel yang akan merangsang
hypothalamus untuk mengsekresi ADH dan merangsang pusat haus di bagian
lateral (Polidipsi). Penurunan volume cairan intrasel merangsang volume
reseptor di hypothalamus menekan sekresi ADH sehingga terjadi diuresis
osmosis yang akan mempercepat pengisian vesika urinaria dan akan merangsang
keinginan berkemih (Poliuria). Penurunan transport glukosa kedalam sel
menyebabkan sel kekurangan glukosa untuk proses metabolisme sehingga
mengakibatkan starvasi sel. Penurunan penggunaan dan aktivitas glukosa dalam
sel (glukosa sel) akan merangsang pusat makan di bagian lateral hypothalamus
sehingga timbul peningkatan rasa lapar (Polipagi).
Pada Diabetes Mellitus yang telah lama dan tidak terkontrol, bisa terjadi
atherosklerosis pada arteri yang besar, penebalan membran kapiler di seluruh
tubuh, dan degeneratif pada saraf perifer. Hal ini dapat mengarah pada
komplikasi lain seperti thrombosis koroner, stroke, gangren pada kaki, kebutaan,
gagal ginjal dan neuropati.
PATHWAY
Pe↓ tingkat
Risiko tinggi cidera Ketoasidosis
kesadaran
Pe↓ resbsorbsi
Kehilangan kalori Glukosuria Tubulus renal
gukosa
Rangsang haus
Diuresis osmotik Polidipsi
Kelemahan
Ulserasi GANGREN
Kerusakan integritas
kulit
Gangguan Perfusi
Jaringan
8. KOMPLIKASI
Beberapa komplikasi yang dapat muncul akibat DM Tipe II, antara lain
(Stockslager L, Jaime & Liz Schaeffer, 2007) :
a. Hipoglikemia
Komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita diabetes yang di obati
dengan insulin atau obat-obatan antidiabetik oral. Hal ini mungkin di
sebabkan oleh pemberian insulin yang berlebihan, asupan kalori yang tidak
adekuat, konsumsi alkohol, atau olahraga yang berlebihan. Gejala
hipoglikemi pada lansia dapat berkisar dari ringan sampai berat dan tidak
disadari sampai kondisinya mengancam jiwa.
b. Ketoasidosis diabetic
Kondisi yang ditandai dengan hiperglikemia berat, merupakan kondisi
yang mengancam jiwa. Ketoasidosis diabetik biasanya terjadi pada lansia
dengan diabetes Tipe 1, tetapi kadang kala dapat terjadi pada individu yang
menderita diabetes Tipe 2 yang mengalami stress fisik dan emosional yang
ekstrim.
c. Sindrom nonketotik hiperglikemi, hiperosmolar (Hyperosmolar
hyperglycemic syndrome, HHNS) atau koma hyperosmolar
Komplikasi metabolik akut yang paling umum terlihat pada pasien
yang menderita diabetes. Sebagai suatu kedaruratan medis, HHNS di tandai
dengan hiperglikemia berat(kadar glukosa darah di atas 800 mg/dl),
hiperosmolaritas (di atas 280 mOSm/L), dan dehidrasi berat akibat deuresis
osmotic. Tanda gejala mencakup kejang dan hemiparasis (yang sering kali
keliru diagnosis menjadi cidera serebrovaskular) dan kerusakan pada tingkat
kesadaran (biasanya koma atau hampir koma).
d. Neuropati perifer
Biasanya terjadi di tangan dan kaki serta dapat menyebabkan kebas
atau nyeri dan kemungkinan lesi kulit. Neuropati otonom juga
bermanifestasi dalam berbagai cara, yang mencakup gastroparesis
(keterlambatan pengosongan lambung yang menyebabkan perasaan mual
dan penuh setelah makan), diare noktural, impotensi, dan hipotensi
ortostatik.
e. Penyakit kardiovaskuler
Pasien lansia yang menderita diabetes memiliki insiden hipertensi 10
kali lipat dari yang di temukan pada lansia yang tidak menderita diabetes.
Hasil ini lebih meningkatkan resiko iskemik sementara dan penyakit
serebrovaskular, penyakit arteri koroner dan infark miokard, aterosklerosis
serebral, terjadinya retinopati dan neuropati progresif, kerusakan kognitif,
serta depresi sistem saraf pusat.
f. Infeksi kulit
Hiperglikemia merusak resistansi lansia terhadap infeksi karena
kandungan glukosa epidermis dan urine mendorong pertumbuhan bakteri.
Hal ini membuat lansia rentan terhadap infeksi kulit dan saluran kemih serta
vaginitis.
9. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan
aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi
komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes
adalah mencapai kadar glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes (FKUI, 2011) :
1. Diet
2. Latihan
3. Pemantauan
4. Terapi (jika diperlukan)
5. Pendidikan
11. PENGKAJIAN
Pengkajian pada pasien dengan Diabetes Mellitus :
1. Aktivitas / istirahat
Gejala :
Lemah, letih, sulit bergerak / berjalan
Kram otot, tonus otot menurun, gangguan tidur
Tanda :
Takikardia dan takipnea pada keadaan isitrahat atau dengan aktivitas
Letargi / disorientasi, koma
- Penurunan kekuatan otot
2. Sirkulasi
Gejala :
Adanya riwayat hipertensi
Klaudikasi, kebas dan kesemutan pada ekstremitas
Ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama
Tanda :
Takikardia
Perubahan tekanan darah postural, hipertensi
Nadi yang menurun / tidak ada
Disritmia
Krekels
Kulit panas, kering, kemerahan, bola mata cekung
3. Integritas Ego
Gejala :
Stress, tergantung pada orang lain
Masalah finansial yang berhubungan dengan kondisi
Tanda :
Ansietas, peka rangsang
4. Eliminasi
Gejala :
Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia
Rasa nyeri / terbakar, kesulitan berkemih (infeksi)
Nyeri tekan abdomen
Diare
Tanda :
Urine encer, pucat, kuning : poliuri
5. Makanan / cairan
Gejala :
Hilang nafsu makan
Mual / muntah
Tidak mengikuti diet : peningkatan masukan glukosa / karbohidrat.
Penurunan BB lebih dari periode beberapa hari / minggu
Haus
Penggunaan diuretic (tiazid)
Tanda :
Disorientasi : mengantuk, letargi, stupor / koma (tahap lanjut). Ganguan
memori (baru, masa lalu) kacau mental.
6. Nyeri / kenyamanan
Gejala :
Abdomen yang tegang / nyeri (sedang/berat)
Tanda :
Wajah meringis dengan palpitasi; tampak sangat berhati-hati
7. Pernafasan
Gejala :
Merasa kekurangan oksigen : batuk dengan / tanpa sputum purulen
(tergantung ada tidaknya infeksi)
Tanda :
Lapar udara
Batuk, dengan / tanpa sputum purulen (infeksi)
Frekuensi pernafasan
8. Keamanan
Gejala :
Kulit kering, gatal; ulkus kulit
Tanda :
Demam, diaphoresis
Kulit rusak, lesi / ilserasi
Menurunnya kekuatan umum / rentang gerak
14. IMPLEMENTASI
Setelah rencana tindakan disusun maka untuk selanjutnya adalah
pengolahan data dan kemudian pelaksanaan asuhan keperawatan sesuai dengan
rencana yang telah di susun tersebut. Dalam pelaksanaan implementasi maka
perawat dapat melakukan observasi atau dapat mendiskusikan dengan klien atau
keluarga tentang tindakan yang akan kita lakukan.
15. EVALUASI
Evaluasi adalah langkah terakhir dalam asuhan keperawatan, evaluasi
dilakukan dengan pendekatan SOAP (data subjektif, data objektif, analisa dan
planning). Dalam evaluasi ini dapat ditentukan sejauh mana keberhasilan
rencana tindakan keperawatan yang harus dimodifikasi.
BAB II
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
1) Identitas Pasien
Nama : Ny N
Umur : 60 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Kristen
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Suku/bangsa : Karo
Status Perkawinan : Kawin
Golongan Darah :A
No RM : 318096
Tanggal Masuk : 06 Maret 2021
Tanggal Pengkajian : 06 Maret 2021
Diagnosa Medis : DM tipe 2 + Ulkus Gangren
Alamat : KM 11, Bangun Mulia
B. PEMERIKSAAN FISIK
1) Keadaan Umum
2) Kesadaran : Compos Mentis
3) Penampilan : Lemah
4) Kepala
Bentuk : Simetris
Warna : Rambut hitam
Tekstur : Sedikit kasar
Penyebaran : Merata, tidak ada ketombe
Keadaan : Bersih
Nyeri Tekan : Tidak ada massa dan nyeri tekan
Benjolan : Tidak ada benjolan
Kebersihan : Bersih
5) Mata
Bentuk : Simetris kiri dan kanan
Sclera : Bersih dan berwarna putih
Konjunctiva : Tidak Anemis
Secret : Kuning
Bengkak : Tidak ada
Benjolan : Tidak ada
Lesi : Tidak ada
Nyeri tekan : Tidak ada
Fungsi Penglihatan : Normal
Reflek Pupil : Berfungsi dengan normal
Kebersihan : Tidak ada sekret
6) Telinga
Bentuk : Simetris kiri dan kanan
Warna : Normal
Sekret : Tidak ada
Bengkak : Tidak ada
Benjolan : Tidak ada
Lesi : Tidak ada
Nyeri Tekanan : Tidak ada
Fungsi Pendengaran : Normal
Kebersihan : Tidak ada polip, sekret dan serumen
7) Hidung
Bentuk : Simetris
Sekret : Tidak ada
Bengkak : Tidak ada
Benjolan : Tidak ada
Lesi : Tidak ada
Nyeri tekan : Tidak ada
FungsiPenciuman : Normal
Kebersihan : Tidak ada sekret
8) Mulut
a) Bibir
Bentuk : Simetris atas dan bawah
Warna : Terlihat pucat
Tekstur : Lembut, Tidak pecah-pecah
Sekret : Tidak ada
Bengkak : Tidak ada
Benjolan : Tidak ada
Lesi : Tidak ada
Nyeri tekan : Tidak ada
Kebersihan : Bersih,Tidak ada stomatitis
b) Gigi
Warna : Putih
Caries : Tidak ada
Jumlah : Normal
Kebersihan : Bersih
c) Lidah
Warna : Merah Muda
Fungsi Pengecapan:Normal
Tekstur : Lembab
Kebersihan : Bersih
9) Leher
Bentuk : Simetris
Thyroid : Tidak ada pembengkakan
Bengkak : Tidak ada massa
Benjolan : Tidak ada
Lesi : Tidak ada
Nyeri tekan : Tidak ada
Kebersihan : Bersih
10) Dada
Bentuk : Simetris
Bunyi jantung : Reguler (Normal), terdengar suara lup-dup
Bunyi paru : Vesikuler ( Normal), antara 100-200 Hz
Frekuensi napas : Normal, antara 12-20 x/mnt
Frekuensi jantung : Normal
Otot otot bantuan pernapasan : Tidak ada pergerakan dinding dada
Bengkak : Tidak ada pembengkakan
11) Abdomen
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan, Tidak terdapat masa
Auskultasi : Bising usus normal 25 x/mnt
12) Ekstremitas
Bentuk : Simetris
Turgor : Normal, kembali dalam waktu <1 detik
Bengkak : Tidak ada masa
Benjolan : Tidak ada
Lesi : Tidak ada
Nyeri tekanan : Tidak ada
Ekstremitas atas : Normal
Ektremitas bawah : Normal
Kekuatan otot : Normal
13) Genetalia : Tidak dikaji
A Pola Nutrisi
1. Makan
Frekuensi ˃ 3x sehari 3x sehari
Jenis Nasi, Lauk pauk, Sayur Diet sesuai anjuran
Porsi ˃ 1 porsi habis 1 porsi habis
Cara Mandiri Dibantu anak
Keluhan - -
2. Minum
Frekuensi 7-8 gelas / hari 4-5 gelas / hari
Jenis Air / The Air putih
Cara Mandiri Dibantu anak
Keluhan - -
B Pola Eliminasi
1. BAB
Frekuensi 1x / hari 1x / hari
Konsistensi Semi solid Solid
Warna, bau Kuning kecoklatan, bau khas Kuning kecoklatan, bau khas
Cara Mandiri Dibantu anak
Keluhan - -
2. BAK
Frekuensi 7x / hari 5x / hari
Warna, bau Kuning jernih, khas urine Kuning gelap, khas urine
Cara Mandiri Dibantu anak
Keluhan - -
D Personal
Hygiene 3x / hari 2x / hari
Mandi, Gosok gigi 2x / hari 1x / hari
Ganti pakaian
Cara Mandiri Dibantu anak
Keluhan - -
B. ANALISA DATA
NO SYMPTOM ETIOLOGI PROBLEM
555 555
444 555
- ADL klien dibantu
keluarga
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
5. Kerusakan Integritas Kulit b.d nekrosis kerusakan jaringan pada luka gangren
6. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuskuler akibat ulkus gangren
7. Resiko infeksi b.d tingginya kadar gula darah
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama : Ny. N No. CM : 318096
Umur : 60 Tahun DX : DM tipe 2 + Ulkus Gangren
Jenis Kelamin : Perempuan Ruang : Mawar
NO DIAGNOSA PERENCANAAN
KEPERAWATAN
TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
1 Kerusakan Setelah dilakukan 1. Kaji 1. Sebagai
integritas kulit b.d tindakan keperawatan 3x karakteristik
indikator
nekrosis kerusakan dalam seminggu selama luka (lokasi,
jaringan 30 menit, diharapkan luas, kedalaman keparahan luka
integritas kulit dapat luka, serta
dan menentukan
dipertahankan dan tidak adanya eksudat,
terjadi kerusakan lebih warna, dan bau) intervensi
lanjut, dengan Kriteria 2. Berikan
selanjutnya
Hasil: perawatan luka
- Regenerasi sel sesuai jenis luka 2. Memberi
dan jaringan dengan teknik
kelembaban
- Perfusi jaringan aseptik
normal 3. Pertahankan pada kulit dan
- Berkurangnya alas kering dan
mencegah resiko
oedema sekitar beba lipatan
luka 4. Anjurkan klien infeksi
- Menunjukkan untuk menjaga
3. Menurunkan
terjadinya proses agar kuku tetap
penyembuhan pendek iritasi dermal
luka 5. Kolaborasi
4. Menurunkan
dengan ahli gizi
pemberian diet resiko cedera
TKTP
pada kulit
5. Makanan TKTP
dapat membantu
penyebuhan
jaringan kulit
yang rusak
2 Gangguan Setelah dilakukan 1. Observasi 1. Mendeteksi
mobilitas fisik b.d tindakan keperawatan 3x kondisi luka adanya tanda-
kerusakan dalam seminggu selama klien tanda infeksi
neuromoskuler 30 menit diharapkan 2. Jaga agar 2. Memberi
akibat ulkus pasien dapat beraktivitas tempat tidur kenyamanan
gangren secara bertahap dengan tetap bersih, pada klien untuk
kriteria hasil: kering dan rapi tirah baring
- Kondisi luka 3. Ubah posisi yang cukuplama
membaik klien setiap 2 3. Mencegah
- Terjadi jam sekali dekubitus
peningkatan rasa 4. Bantu 4. Membantu klien
nyaman pemenuhan dalamberaktivita
- ADL dengan ADL klien s
mandiri 5. Anjurkan klien 5. Membantu
untuk pemulihan
melakukan persendian klien
latihan ROM
secara aktif
maupun
pasifsesuai
indikasi secara
reguler
3 Resiko infeksi b.d Setelah dilakukan 1. Kaji adanya 1. Mengetahui
tingginya kadar tindakan keperawatan 3x tanda-tanda tanda-tanda
gula darah dalam seminggu selama infeksi pada infeksi
30 menit diharapkan luka 2. Memberi
dapat mencegah 2. Anjurkan klien kenyamanan
terjadinya infeksi dengan untuk menjaga pada klien
kriteria hasil: kebersihan diri 3. Mencegah
- Tanda-tanda 3. Lakukan resiko terjadinya
infeksi tidakada perawatan infeksi
- TTV dalambatas secara aseptik
normal
- Keadaan luka
membaik dan
kadar gula darah
normal