Disusun Oleh:
Esa Paska Manurung P07520217015
PENGERTIAN SEL
Respon adaptasi utama adalah atrofi, hipertrofi, hyperplasia, dan metaplasia. Jika
kemampuan adaptatif berlebihan, sel mengalami jejas. Dalam batas waktu tertentu
cedera bersifat reversible dan sel yang terkena mati. Dua pola dasar kematian sel yaitu
1. Nekrosis (khususnya nekrosis koagulatif) terjadi setelah suplai darah hilang atau setelah
terpajan toksin dan ditandai dengan pembengkakan sel, denaturasi protein dan kerusakan
organel.
2. Apoptosis terjadi akibat program "bunuh diri " yang dikontrol secara internal, setelah sel
mati yang disingkirkan dengan gangguan minimal dari jaringan sekitarnya.
Pengerutan ukuran sel dengan hilangnya subtansi sel disebut atrofi. Apabila
mengenai sel dalam jumlah yang cukup banyak, seluru jaringan atau organ berkurangnya
massanya, menjadi atrofi . harus ditegaskan bahwa walaupun dapat menurun fungsinya,
sel atrofi tidak mati. Pada kondisi yang berlawanan, kematian sel terprogram (apoplotik)
bias juga diinduksi oleh sinyal yang sama yang menyebabkan atrofi sehingga dapat
menyebabkan hilangnya sel pada atrofi seluruh organ.
Hipertrofi
Hipertrofi merupakan penambahan ukuran sel dan menyebabkan penambahan
ukuran organ. Pada, hipertrofi murni, tidak ada sel baru, hanya sel yang menjadi lebih
besar, pembesarannya akibat peningkatan sintesis organel dan protein struktual.
Hipertrofi dapat fisiologik atau patologik dan disebabkan juga oleh peningkatan kebutuhan
fungsional atau rangsangan hormonal spesifik. Hipertrofi dan hyperplasia juga dapat
terjadi bersamaan dan jelas keduanya mengakibatkan pembesaran organ(hipertrofik).
Mekanisme yang mengatur hipertrofi jantung melibatkan paling sedikit dua macam
sinyal, pemicu mekanisme, seperti regangan, dan pemicu trofik, seperti aktivitas reseptor
ἀ-adrenerik. Apapun mekanisme pasti atau mekanisme hipertrofi, akan tercapai suatu
batas yang pembesaran massa ototnya tidak lagi dapat melakukan komponensasi untuk
peningkatan beban pada kasus jantung, dapat terjadi gagal jantung.
Hyperplasia
Metaplasia
Metaplasia adalah perubahan reoersibel, pada perubahan tersebut satu jenis sel
dewasa (epiterlial atau mesenkimal) digantikan oleh jenis sel dewasa lain. Metaplasia
merupakan adaptasi selular, yang selnya sensitif terhadap stres tertentu, digantikan oleh
jenis sel lain yang lebih mampu bertahan pada lingkungan kebalikan. Metaplasia
diperkirakan berasal dari “pemrograman kembali” genetik sel stem epitelial atau sel
mesenkimal jaringan ikat yang tidak berdiferensiasi.
Metaplasia epitelial ditunjukkan dengan perubahan epitel gepeng yang terjadi pada epitel
saluran napas perokok kretek (kebiasaan). Sel epitel silindris bersilia normal pada trakea
dan bronkus, secara fokal atau luas, diganti dengan sel epitel gepeng bertingkat.
Defisiensi vitamin A juga dapat menginduksi metaplasia silindris pada epitel respirasi.
Walaupun epitel metaplastik adaptif mungkin mempunyai keuntungan dalam daya tahan
hidup, mekanisme perlindungan yang penting hilang, seperti sekresi mukus dan
pembersihan silia material berukuran partikel. Oleh karena itu, metaplasia epitel
merupakan pedang bermata dua: selain itu, pengaruh yang menginduksi transformasi
metaplastik, jika menetap, dapatvmenginduksi transformasi metaplastik, jika meneta,
dapat menginduksi transformasi kanker pada epitel yang metaplastik. Jadi, pada bentuk
umum kanker paru, metaplasia skuamosa epitel pernafasan sering kali muncul
bersamaan dengan penyusun sel skuamosa, dan kanker terjadi kemudian pada beberapa
fokus yang berubah itu. Metaplasia tidak selalu terjadi pada epitel silindris menjadi
gepeng : pada refluks lambung kronik, epitel skuamosa bertingkat normal pada esofagus
bawah dapat mengalami transformasi metaplastik menjadi epitel silindris tipe usus halus
atau lambung.
Katabolisme Lisosomal.
Lisosom primer adalah organela intrasel yang dilapisi membran yang mengandung
beragam enzim hidrolitik, lisosom berfusi dengan vakuola yang berisi material yang
berfungsi sebagai pencerna pembentuk lisosom sekunder, atau fragolisosom. Lisosom
terlibat dalam pemecahan material yang dicerna melalui satu dari dua cara: heterofagi
atau autofagi.
Heterofagi
Material dari lingkungan eksterna diambil melalui suatu proses yang secara
umum disebut endostitosis, pengambilan material yang berukuran lebih besar disebut
fagositosis, dan pengambilan makromolekul yang dapat larut yang lebih kecil dinamakan
pinositosis. Vakuola yang mengalami endositosis dan isinya, akhirnya berfusi dengan
lisosom,menyebabkan degradasi material yang dapat ditelan.walaupun hal itu terjadi pada
beberapa tingkatan di semua jenis sel, heterofagi merupakan hal yang paling mencolok
dalam fagosit “profesional”, bakteri diingesti(dicerna) dan didegradasi oleh neutrofil, dan
makrofag menelan dan mengatabolisme sel nekrotik.
Autofagi
Pada proses ini, organela intraselular dan sebagian sitosol terasing dari
sitoplasma dalam vakuola autofagik yang terbentuk dari regio bebas ribosom RER.
Kemudian, berfusi dengan lisosom primer yang sebelumnya telah ada, membentuk
autofagolisosom. Autofagi merupakan fenomena umum yang terlibat dalam penyingkiran
organela rusak atau mati, dan pada perbaikan kembali (remodelling) sel yang disertai
diferensiasi sel.
Enzim dalam lisosom dapat mengatabolisme lengkap sebagian besar protein dan
karbohidrat, walaupun beberapa lipid masih tidak dapat dicerna. Lisosom dengan debris
yang tidak dicerna, yang dihasilkan dari peroksidasi lipid intrasel, dan pigmen tertentu
yang tidak dapat dicerna, seperti partikel karbon yang diinhalasi dari atmosfer atau
pigmen yang diinokulasi pada tato, dapat menetap dalam fagolisosom suatu magrofag
selama beberapa dekade (akan dibahas kemudian).
Lisosom juga merupakan gudang penimbunan material sel terasering yang tidak
dapat dimetabolisme dengan sempurna. Gangguan penyimpanan lisosom herrediter,
disebabkan oleh defisiensi enzim yang mendegradasi berbagai makromolekul,
menyebabkan penimbunan metabolit intramedia abnormal lisosom sel di seluruh tubuh,
neuron paling teratur terhadap cedera letal akibat akumulasi.
Perubahan Mitokondrial.
Disfungsi mitokondrial berperan penting pada jejas sel akut dan kematian sel.
Namun, pada beberapa kondisi patologik nonletal terjadi berbagai perubahan jumlah,
ukuran, bentuk, dan barangkali juga bisa terjadi perubahan fungsi mitokondria. Misalnya
pada hipertrofi selular terdapat penambahan jumlah mitokondria dalam sel, sebaliknya,
jumlah mitokondria berkurang selama atrofi sel (kemungkinan melalui heterofagi).
Abnormalitas Sitoskeletal.
Sitoskeleton mengandung filamen aktin dan miosin, mikrotubulus, dan berbagai
kelas filamen intermedia , beberapa bentuk nonfilamentosa dan nonpolimerisasi pada
protein kontraktil juga berperan pada perancah selular. Sitoskeleton penting untuk
Transpor intraselular organel dan molekul
Mempertahankan arsitektur sel darah ( misalnya, polaritas sel, membedakan atas
bawah)
Membawa sinyal sel-sel dan sel-matriks ekstraselmenuju nukleus.
Kekuatan mekanis untuk keutuhan jaringan
Mobilitas sel
Fagositosis
Akumulasi Intrasel
Sel dapat mengakumulasikan sejumlah zat abnormal. Akumulasi tersebut dapat
membahayakan berbagai tingkat cidera. Lokasi substansi tersebut di dalam sitoplasma,
organel(khususnya lisosom), atau dalam nukleus. Zat dapat di sintesis oleh sel yang
terkena atau dapat diproduksi di tempat lain.
Terdapat tiga jalur umum yang selnya dapat menmbah akumulasi intrasel
abnormal.
Zat normal diproduksi dengan kecepatan normal atau kecepatan yang meningkat,
tetapi kecepatan metabolik tidak adekuat untuk menyingkirkannya suatu contoh
untuk jenis proses tersebut adalah perlemakan hati.
Zat endogen normal atau abnormal menumpuk karena defek genetik atau didapat
pada metabolisme, pengemasan, transpor, atau sekresinya.satu contohnya adalah
defek enzimatik genetikpada jalur metabolik spesifik, gangguan yang dihasilkan
disebut penyakit simpanan . pada khasus lain, mutasi menyebabkan defek
pelipatan dan transpor, dan akhirnya akumulasi protein ( misal, defisiensi a1-
antitripsin )
Zat eksogen abnormal disimpan dan menumpuk karena sel tidak memiliki mesin
enzimatik.
Mendegradasi zat, dan banyak juga tidak mampu mengangkutnya ke tempat lain.
Akumulasi partikel karbon atau silika merupakan contoh jenis perubahan tersebut.
Protein.
Secara morfologis, akumulasi protein yang terlihat lebih jarang terjadi
dibandingkan akumulasi lipid; akumulasi protein dapat terjadi karena kelebihan protein
disajikan pada sel atau karena sel atau karena sel menyababkan protein dalam jumlah
yang berlebih. Di ginjal melunturkan sejumlah kecil albumin yang disaring melewati
glonerulus secara normal direabsorpsi oleh pinositosis pada tubulus kontorius
prokalimbium. Namun, pada gangguan dengan kebocoran perikambium berat melewati
filter ginjal (missalnya ,sindrom terisilin) terdapat peningkatan yang sepadan pada
reabsobsi pinositik protein. Fusi vesikel pinositik dengan lisosom menghasilkan gambaran
histologik berwarna merah muda, droplet sitoplasma hialin. Proses inireversibel, jika
proteinuria berkurang. Droplet protein dimetabolisme dan menghilang. Contoh lain adalah
akumulasi nyata imunoglobulin yang baru disintesis yang dapat terjadi di RER beberapa
sel plasma, menghasilkan brudan riassel easinofilik bulat.
Akumulasi protein intrasel juga tampak pada jenis tertentu jejas sel. Misalnya, badan
mallory, atau “hialinalkoholik”, merupakan inklusi esosinofilik intraritoplasmik dalam sel
hati, yang sangat khas untuk penyakit hati alkoholik. Inklusi tersebut terutama tersusun
atas filamen intermedia prekeratin yang teragregasi, yang agaknya menahan degradasi.
Contoh lain adalah kekusutan neurofibrilar yang terdapat pada penyakit alzheimer; inklusi
protein tragregasi tersebut mengandung protein yang berhubungan dengan mikrotubulus
dan neurofilamen, suatu refleksi gangguan sitiskleleton neuronal.
Glikogen.
Deposit glikogen intrasel yang berlebih disebabkan oleh abnormalitas
metabolisme glukosa atau glikogen. Pada diabetes melitus yang tidak terkontrol baik,
contoh utama penyimpangan metabolisme glukosa adalah akumulasi glikogen di epitel
tubulus ginjal, miosit jantung, dan sel beta pulau langerhans. Glikogen juga berakumulasi
dalam sel di sekolmpok gangguan genetik yang terkait erat yang secara kolektif disebut
penyakit penimbunan glikogen, atau glikogenosis. Pada penyakit tersebut, defak enzim
pada sintesis atau pemecahan glikogen menghasilkan pertumbuhan masif, dengan
cedera skunder dan kematian sel.
Pigmen
Pigmen merupakan substansi berwarna yang bersifat eksogen, berasal dari luar
tubuh, atau endogen, disentis dalam tubuh sendiri.
Pigmen eksogen yang tersering adalah karbon (misalnya, debu batu bara), suatu
polutan udara yang ada di sekeliling kehidupan perkotaan. Bila terinhalasi, debu tersebut
difagositosis oleh makrofag alveolar dan diangkut melalui saluran limfantik menuju
kelenjar getah bening trakeobronkial regional. Agregat pigmen nyata sekali
menghitamkan aliran kelenjar getah bening dan prenkim paru. Akumulasi berat yang
dapat mengakibatkan penyakit paru serius, disebut pneournokoniosis paru penambang
batu bara.
Kalsifikasi Distrofik.
Klasifikasi distorik ditemukan di bagian area nekrosis jenis apa pun. Kelasifikasi
tersebut sebenarnya pasti terjadi pada ateroma alerosklerosis lanjut, area jejasintima di
aorta dan arteri.
MORFOLOGI
Tanpa memandang tempat, garam kalsium tampak jelas sebagai granula atau gumpalan
putih halus, yang sering teraba seperti deposit berpasir. Kadang, kelenjar getah bening
bertuberkel secara mendasar diubah menjadi batu. Secara histologis, klarifikasi tampak
sebagai deposit basofillik intrasel dan/atau ekstrasel pada saatnya, tulang heterotopik
dapat terbentuk pada lokus kalsifikasi
Klarifikasi metastatik.
Klarifikasi metastatik dapat terjadi di jaringan normal setiap kali terdapat
hiperkalsemia;jelas, hiperkalsemia juga memperburuk klarifikasi distrofik. Empat
penyebab utama hiperkalsemia adalah (1) peningkatan hormon paratirosil, akibat tumor
paratiroid primer atau produksi oleh tumor ganas lain(2) destruksi tulang akibat pengaruh
penggantian yang terakselerasi (misalnya, penyakit paget ), imobilisasi, atau tumor
( peningkatan katabolisme tulang yang disebabkan oleh multipelmieloma, leukimia, atau
metastasis skeretal difusi);(3) gangguan yang berhubungan dengan vitamin D, termasuk
intoksikasi vitamin D dan sarcaidosis (magrofag mengaktifkan prekursor vitamin D); dan
(4) gagal ginjal, yang retensi fosfatnya menimbulkan hiperparatiroidisme sekunder.
JEJAS SEL REVERSIBEL DAN IREVESIBEL
Mekanisme molekular yang menghubungkan sebagian besar bentuk jejas sel dengan
kematian sel. Pertama, jelas terdapat banyak cara untuk membuat sel cedera , tidak
semuanya bersifat fatal. Kedua, banyak makromolekul, enzim dan organela dalam sel
sangat bergantungan sehingga sukar untuk membedakan efek reaksi cedera primer
dengan cedera sekunder (dan tidak perlu relevan). Ketiga, “point of ni retrun” (titik tidak
dapat kembali normal lagi) pada kerusakan ireversibel yang te;ah terjadi mesih tidak
dapat ditentukan;jadi, kami tidak memiliki acuan (titik potong) penentuan yang tepat untuk
menentukan penyebab dan akibatnya. Akhirnya, kemungkinan tidak terdapat jalur akhir
kematian sel.
Empat sistem sel yang paling mudah terkena jejas (1) intregitas membran sel yang
penting bagi homeotasis ionik dan osmosik selular; (2) pembentukan ATP, sebagian
besar melakukan respirasi aerobik mitrokondria. (3) sintetis protein, dan (4) integritas
apparatus genetik. Dalam keterkaitan sel dapat mengompensasi gangguan tersebut, dan
jika rangsangan yang membuat jejas dihilangkan, sel kembali ke keadaan normal. Namun
begitu, cedera yang persistem atau berlebihan menyebabkan sel melewati ambang batas
dan masuk ke kondisi jejas ireversibilitas. Keadaan tersebut disertai kerusakan lain pada
semua membran, pembengkakan lisosom, vakuolisasi mitokondria, sehingga terjadi
penurunan kapasitas untuk membentuk ATP, kalsium ekstrasel masuk ek dalam sel, dan
cadangan kalsium intrasel dikeluarkan, mengakibatkan aktivitas enzim yang dapat
mengatabolisai membran, protein, ATP, dan asam nukleat. Jadi, salah satu penanda
ultrastruktur jelas irevisibel yang paling dini adalah akumulasi densitas amorf, kaya
kalsium dalam matrika mitrokondria.. setelah itu, terdapat kehilangan kontinu protein,
koenzim esensial, dan asam ribonukleat dan membran plasma yang hipermeabel, dengan
sel yang kurang metabolit vital untuk membentuk kembali ATP, dan selanjutnya
mengosongkan fosfat berenergi tinggi intrasel. Jejas pada membran lissosomal
menyebabkan kebocoran ke dalam sitoplasma; asam hidrolase diaktivasi pada penurunan
pH intrasel pada sel yang iskemik dan mengdegradasi komponen sitloplasma dan
nuklear.
Setelah kematian sel, kandungan sel secara progesif terdigesti oleh hidrolase
lisosomal; selanjutnya terjadi kebocoran luas enzim sel yang berpotensi destruktif, masuk
kedalam ruang ekstrasel. Sel mati akhirnya dapat digantikan dengan massa fosfolipid
berulir besar yang disebut gambaran mielin. Presipitat fosfolipid tersebut kemudian
difagositosis oleh sel lain atau selanjutnya didegradasi menjadi asam lemak. Klarifikasi
residu asam lemak seperti itu menghasilkan pembentukkan sabun kalsium. Penting
memprtahankan bahwa kebocoran protein intrasel melintasi membran sel yang terdegrasi
ke dalam sirkulasi perifer, menunjukkan suatu cara deteksi jejas sel spesifik jaringan dan
kematian sel, dengan menggunakan sampel serum darah. Otot jantung, misalnya,
mengandung isoform khusus enzim kreatinin kinase dan troponin protein kontraktil; hati
(dan khususnya epitel duktus biliaris) mengandung isofrom enzim alkaline fosfatase yang
tahan temperatur. Jejas irevesibel dan kematian sel dalam jaringan ini akhirnya
dicerminkan dengan peninggian kadar protein tersebut dalam sirkulasi umum.
Rangkaian biokimiawi kejadian yang disebabkan oleh jejas sel yang telah dibahas
terdahulu sebagai kelanjutan dari onset sampai pencernaan akhir sel yang mengalami
jejas secara letal oleh enzim lisosomal. Namun begitu, di mana keadaan “point of no
retrun” (titik yang tidak dapat kembali normal lagi) yang selnya mengalami destruksi ? dan
kapan sel benar-benar mati ? dua fenomena yang secara konsisten menandai keadaan
irevesibel. Pertama-tama adalah ketidakmampuan memperbaiki disfungsi mitokondria
(kekurangan fosforilasi oksidatif dan pembentukkan ATP), bahkan setelah resolusi jejas
adal (misal, restorasi aliran darah). Keuda adalah terjadinya gangguan fungsi membran
yang besar. Walaupun deplesi ATP sendiri memungkinkan kejadian yang letal, kiktinya
masih diperdebatkan; secara eksperimental memungkinkan untuk mendisosiasikan
perubahan morfologik dan deplesi ATP, dari kematian sel yang tidak dapat dihindari.
Terdapat beberapa penyebab potensial kerusakan embran, dan semua mempunyai
peran pada bentuk tertentu jejas.
Kehilangan progesif fosfolipid membran. Pada hati yang iskemik. Jejas ireversibel
dihubungkan dengan penurunan mencolok fospolipid membra. Satu penjelasan
mungkin berupa peningkatan degradasi yang disebabkan oleh aktivitas fosfolipase
endogren akibat peningkatan kalsium sotosol yang diinduksi iskemia. Kehilangan
fospolipid yang progesif dapat juga terjadi akibat penurunan realasi yang
dependen ATP atau berkurangnya sintetis fosfolipid de novo.
Abnormalitas sitoskeletal. Aktivitasi protase dengan peningkatan kalsium intrasel
bisa menyebabkan kerusakan sitoskleton. Pada kondidi pembengkakkan sel, jejas
seperti itu dapat menyebabkan pelepasan emmbran sel dari sitoskleton,
menyebabkan membran rentan terhadap regangan dan ruptur.
Radikal oksigen toksik. Speis oksigen yang tereduksi sebagian sangat toksik dan
menyebabkan jejas pada membran sel dan isi sel lainnya. Radikal oksigen
tersebut meningkat pada jaringan iskemik, terutama setelah perbaikan aliran
darah dengan rekrutmen leukosit dan mekanisme lain yag telah dibahas pada
bagian” jejas iskemia/reperfusi”.
Produksi pemecahan lipid. Produk katabolik ini berakumulasi dalam sel isemik
sebagai akibat degradasi fosfolipid dan memiliki efek pembersih pada membran.
Pola kedua adalah Piknosis ditandai dengan melisutnya inti sel dan peningkatan
basofil,DNA berkondensasi menjadi massa yang melisut padat.
Pada pola ketiga kario-roksis fragmen inti sel yang peknotik Dalam 1-2 hari. Inti dalam
sel yang mati benar benar menghilang.
Massa jaringan nekrotik dapat memperlihatkan pola morfologik berbeda bergantung pada
katabolisme enzimatik atau denaturasi protein, apabila denaturasi merupakan pola
primer,disebut nekrosis koagulatif. Pada keadaan tertentu bisa saja terjadi nekrosis
kaseosa atau nekrosis lemak.
Nekrosis koagulatif menunjukkan secara tidak langsung pemeliharaan kerangka
struktural dasar sel.nekrosis liquefatik khas untuk infeksi bakterialfokal atau kadang
tunggal,karena memberikan rangsang yang sangat kuat untuk akumulasi sel darah putih.
Apapun patogenesis nyali quefaksi (pencairan) sepenuh nya mencerna sel mati walaupun
nekrosis gangronosa bukan merupakan pola jenis praktik pembedahan istilah tersebut
menunjukkan nekrosis koagulativaiskemik.
Saat terjadi infeksi yang menumpang dengan komponen liquefaksi, lesi disebut gangren
basah
Nekrosis kaseosa adalah bentuk tersendiri nekrosis yang paling sering di temukan pada
fokus infeksi tuberkulosis. Istilah kaseosa berasal dari gambaran makroskopikputih,
seperti keju didaerah nekrotik tersusun atas debris granularamort tanpa struktur
terlingkupi dalam cincin inflamasigranulomatosa tersendiri.
Nekrosis lemak adalah nekrosis yang di sebabkan oleh pelepasan patologi enzim
pankreatik yang teraktivitasikedalam parenkim yang berdekatan atau cabumperitonel.
Nekrosis lemak terjadi pada kegawatdaruratan abdomen yang membahayakan da dikenal
sebagai pankreatis akut.
Apoptosis adalah cara kematian sel yang penting dan tersendiri yang seharusnya
di bedakan dengan nekrosis, meskipun beberapa gambaran mekanistiksama.
Apoptosis adalah jalur bunuh diri sel bukan pembunuhan , sel yang terjadi pada kematian
sek nekrotik.
Proses fisiologik meliputi:
1. Kerusakan sel terprogram selama embriogenesis . Seperti yang terjadi pada
implantasi , organogenesis dan terjadinya involusi.
2. Involusi fisiologik bergantung hormon seperti involusi endometrium selama siklus
menstruasi atau payudara dimasa laktasi setelah atrofi patologikseperti pada
prostat.
3. Delesi sel pada populasi yang berfroliferaseperti epitel kripta ,usus atau kematian
sel.
Mekanisme Apoptosis
1. Signaling(pemberian signal), apoptosis dapat dipicu dengan berbagai sinyal yang berkisar
dari kejadian terprogram intrinsik (misalnya pada perkembangan), kekurangan faktor
tumbuh.
2. Kontrol dan integrasi, di lengkapi oleh protein spesifik yang menghubungkan sinyal
kematian asli dengan program eksekusi akhir.
3. Jalur akhir apoptosis ini ditandai dengan konstelasi dengan kejadian biokimiawi khas
yang dihasilkan dari sintesis dan/atau aktivitasi sejumlah enzim katobolik sitosoloik.
Walaupun terdapat variasi yang tidak kentara, eksekusi final jalur lintas itu
memperlihatkan pola-pola pokok yang umumnya bisa diaplikasikan pada semua bentuk
apoptosis.
Pemecahan protein oleh satu golongan protease yang baru dikenal, dinamakan caspase ,
disebut dimikian karena protein itu mempunyai sistein sisi aktif dan pecah setelah residu
asam aspartat. Pada sistem eksperimental, ekspresi berlebih setiap kaspase
mengakibatkan apoptosis selular, mengesankan bahwa dalam kondisis normal, protein
tersebut harus dikontrol dengan ketat. Aktivasi satu atau lebih enzim kaspase secara tak
terduga menimbulkan rentetan bertingkat aktivasi protease lain, puncak yang tak bisa
ditawar lagi berupa bunuh diri sel. Sebagai contoh, aktivasi endonuklease down-stream
mengakibatkan fragmentasi DNA khan, selama perubahan volume dan bentuk sel
sebagian dapat disebabka oleh pemecahan komponen sitoskeleton
Ikatan sikang protein yang luas melalui aktivasi transglutaminase mengubah
protein sitosplasmik mudah larut dan terutama protein sitoskletal menjadi selubung
memadat berikatan secara kovalen yang dapat berfragmentasi menjadi badan-
badan apoptotic
Pemecehan DNA menjadi fragmen berpasangan dengan basa 180 sampai 200
(jarak antar nukleosom) . keadaan tersebut dapat digambarkan sebagai
“penjengjangan” DNA acak (yang membentuk suatu “apusan” pada gel agarosa)
yang secara khas tampak pada sel nekrotik. Seharusnya diperhatikan bahwa
penjejangan juga dapat terlihat pada stadium dini nekrosis.
4. Pengangkatan sel mati. Sel apoptotik dan fragmennya memiliki molekul penanda
pada permukaannya, yang mempermudah pengambilan dan pembuangan oleh sel
yang berdekatan atau fagosit. Keadaan tersebut terjadi dengan membalikkan
fosfatidiliserin dari permukaan sitoplasmik interna dari sel apoptotik ke permukiaan
ekstra sel. Perubahan tersebut dan perubahan lainnya memungkinkan pengenalan
dan fagositosis dini sel apoptotik tanpa pelepasan mediator proinflamasi. Proses
sangat efisien sehingga sel mati menghilang tanpa meninggalkan bekas, dan
inflamasi benar-benar tidak ada.
Penuaan Sel
Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
I.
Identitas
Nama : Ny.S
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 27 tahun
Status : Menikah
Agama : Kristen
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Medan . Jl Bunga Ncole Kec.Medan tuntungan
Tanggal masuk : 20 juli 2018
NO. Register : 04062
Ruang/Kamar : RB III /18
Golongan Darah : B
Tanggal Pengkajian : 2 Agustus 2018
Tanggal Operasi : 23Juli 2018
Dx Medis : Fraktur Open (L) femur + open (L) fibula
Penanggung Jawab
Nama : Tn.S
Hubungan : Suami
Pekerjaan : Guru
Alamat : Medan. Jl Bunga Ncole Kec. Medan tuntungan
:
Diagnose keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang, dan
cedera pada jaringan, alat traksi/immobilisasi, stress, ansietas
b. Kerusakan Mobilitas Fisik Berhubungan dengan Kerusakan Rangka
Neusomuskuler Trauma,resiko
3. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang, dan
cedera pada jaringan, alat traksi/immobilisasi, stress, ansietas
Intervensi Rasional
Kaji lokasi, intensitas dan tipe nyeri Untuk menentukan tindakan
Imobilisasi bagian yang sakit keperawatan yang tepat
Tinggikan dan dukung ekstremitas yang Untuk mempertahankan posisi
terkena fungsional tulang
Dorong menggunakan teknik manajemen Untuk memperlancar arus balik
relaksasi vena
Berikan obat analgetik sesuai indikasi Agar klien rileks
Untuk mengurangi nyeri
Implementasi :
Hari 1 s/d 3:
Pukul 17.00
Mengkaji keadaan umum pasien : keadaan umum lemah, akelauhan umum nyeri
Pukul 17.20
Mengkaji nyeri : lokasi di daerah sendi femur proksimal sampai daerah gips
Intensitas nyeri : 3
Menganjurkan pasien untuk mendengar musica yang disukai
Pukul 17.40
Hari ketiga
Pasien kehilangan alat music
Menganjurkan pasien menarik nafas dalam (nyeri masih sedikit terasa)
Pukul 18.00
Memberi diet MB pasien
Pukul 19.00
Membantu pasien miki miki