Anda di halaman 1dari 51

MAKALAH

“MATERI PATOLOGI ANATOMI SEMESTER DUA”

DISUSUN OLEH:

NAMA : Elprisdat Raja Sitorus


STAMBUK : N 101 18 005

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2023
“ADAPTASI SEL”

A. Latar Belakang
Sel adalah unit fungsional terkecil suatu organisme. Sel-sel yang
memiliki asal embrionik atau fungsi yang sama akan membentuk suatu
organisasi yang memiliki fungsional lebih besar yaitu jaringan. Jaringan ini
kemudian akan bergabung untuk membentuk struktur tubuh dan organ-organ.
Meskipun sel-sel di setiap jaringan dan organ memiliki variasi struktur dan
fungsi yang berbeda, ada beberapa karakteristik umum yang dimiliki semua
sel. Sel memiliki kemampuan untuk mendapatkan energi dari nutrien organik
di sekitarnya, mensintesis berbagai kompleks molekul, dan bereplikasi
Salah satu kemampuan sel adalah beradaptasi dengan lingkungannya.
Kemampuan sel untuk beradaptasi sangat penting karena setiap hari, bahkan
hampir setiap detik, sel-sel tubuh terpapar oleh berbagai kondisi. Adaptasi
juga dibutuhkan oleh sel untuk menghadapi suatu kondisi fisiologis tubuh itu
sendiri, contohnya perbesaran ukuran uterus saat wanita hamil. Terkadang
gangguan proses adaptasi ini bisa menjadi awalan dari suatu mekanisme awal
terjadinya suatu penyakit. Oleh karena itu sangat penting untuk mempe lajari
adaptasi sel agar pembe lajaran mengenai mekanisme terjadinya suatu
penyakit dapat lebih mudah dipahami.

B. Pembahasan
 Struktur Sel
Struktur Sel Sel mengandung struktur fisik yang terorganisir
dinamakan organel yang terdiri dari dua bagian utama yaitu inti (Nucleus)
dan Sitoplasma (Cytoplasma) keduanya dipisahkan oleh membrane inti.
Bagian sel Beberapa bagian sel penting dan fungsinya yang harus
diketahui:
1. Retikulum endoplasma (Endoplasmic Reticulum) berfungsi dalam
mensintesis protein, lipid dan enzim.
2. Mitokondria (mitochondrion) berfungsi untuk energi dalam sel.
Merupakan sumber tenaga dari sel karena diolah berbagai zat makanan
untuk menghasilkan tenaga penggerak bagi kegiatan lain dari sel.
3. Lisosom merupakan organ pencernaan sel.
4. Inti (nucleus) berfungsi sebagai pusat pengawasan atau pengaturan sel
dan mengandung DNA yang disebut gen.

 Adaptasi Sel
Sel beradaptasi dengan perubahan dalam lingkungan internal,
seperti total organisme beradaptasi dengan perubahan dalam lingkungan
eksternal. Sel dapat beradaptasi dengan melakukan perubahan ukuran,
jumlah, dan jenis. Perubahan ini, yang terjadi secara tunggal atau dalam
kombinasi, dapat menyebabkan atrofi, hipertrofi, hiperplasia, metaplasia,
dan dysplasia.
Dalam kondisi normal, sel harus secara konstan beradaptasi terhadap
perubahan lingkungannya. Adaptasi fisiologis biasanya mewa kili respon
sel terhadap perangsangaan normal oleh hormon atau mediator kimiawi
endogen (misalnya, pembesaran payudara dan induksi laktasi oleh
kehamilan). Adaptasi patologik sering berbagi mekanisme dasar yang
sama tetapi memungkinkan sel untuk mengatur lingkungannya, dan
idealnya melepask an diri dari cedera. Jadi, jadi adaptasi selular merupaka
n keadaan yang berada di antara kondisi normal, sel yang tidak stres dan
sel cedera yang stres berlebihan.
Adaptasi selular dapat didahului oleh sejumlah mekanisme.
Beberapa respons adaptif melibatkan up regulation atau down regulation
reseptor selular spesifik; misalnya reseptor permukaan sel yang terlibat
pada pengambilan LDL (low denisty lipoproein) normalnya dow-
regulated saat selkelebihankolesterol.Respon adaptif lainnya berhubungan
dengan induksi sintesis protein baru oleh  sel target . Protein ini, misalnya
protein syok panas, dapat melindungi sel dari bentuk cedera tertentu.
Masih adapta si lain, melibatkan pertukaran dari menghasilkan satu jenis
protein menjadi yang lain, atau produksi berlebih protein yang tertentu;
contoh kasus adalah pada sel yang menyintesis berbagai kolagen dan
matriks protein ekstrasel pada inflamasi kronik dan fibrosis. Jadi, respon
adaptif selular dapat terjadi di setiap tahap, termasuk ikatan reseptor;
tranduksi sinyal; atau transkripsi, translasi atau ekspor, protein.

 Proses Adaptasi Sel


Adaptasi sel dibagi menjadi beberapa kategori yaitu :
1. Atrofi
Adalah berkurangnya ukuran suatu sel atau jaringan. Atrofi dapat
terjadi akibat sel atau jaringan tidak digunakan misalnya, otot individu
yang mengalami imobilisasi atau pada keadaan tanpa berat (gravitasi 0).
Atrofi juga dapat timbul sebagai akibat penurunan rangsang hormon
atau saraf terhadap sel atau jaringan.
2. Hipertrofi
Adalah bertambahnya ukuran suatu sel atau jaringan. Hipertrofi
merupakan suatu respon adaptif yang terjadi apabila terdapat
peningkatan beban kerja suatu sel. Terdapat 3 jenis utama hipertrofi
yaitu :
a. Hipertrofi fisiologis terjadi sebagai akibat dari peningkatan beban
kerja suatu sel secara sehat.
b. Hipertrofi patologis terjadi sebagai respons terhadap suatu keadaan
sakit
Hipertrofi kompensasi terjadi sewaktu sel tumbuh untuk mengambil
alih peran sel lain yang telah mati.
3. Hiperplasia
Adalah peningkatan jumlah sel yang terjadi pada suatu organ akibat
peningkatan mitosis. Hiperplasia dapat terbagi 3 jenis utama yaitu :
a. Hiperplasia fisiologis terjadi setiap bulan pada sel endometrium
uterus selama stadium folikuler pada siklus mentruasi.
b. Hiperplasia patologis dapat terjadi akibat kerangsangan hormon
yang berlebihan.
c. hiperplasia kompensasi terjadi ketika sel jaringan bereproduksi
untuk mengganti jumlah sel yang sebelumnya mengalami
penurunan.
4. Metaplasia
Adalah berbahan sel dari satu subtipe ke subtipe lainnya. Metaplasia
terjadi sebagai respon terhadap cidera atau iritasi continue yang
menghasilkan peradangan kronis pada jaringan.
5. Displasia
Adalah kerusakan pertumbuhan sel yang menyebabkan lahirnya sel
yang berbeda ukuran, bentuk dan penampakannya dibandingkan sel
asalnya.Displasia tampak terjadi pada sel yang terpajan iritasi dan
peradangankronik.

 Mekanisme Adaptasi Sel


Agar sel terus menjalankan fungsinya maka sel harus melakukan
mekanisme adaptasi saat mendapatkan cidera sehingga sel dapat bertahan
hidup. Ditinjau dari beban kerja sel, maka adaptasi sel dapat dibagi menjadi:
1. Adaptasi terhadap peningkatan beban kerja sel
2. Adaptasi terhadap penurunan beban kerja sel
Berikut ini adalah bentuk adaptasi yang dilakukan sel:
1. Menambah ukuran sel (hipertrofi) Didefinisikan sebagai pembesaran
jaringan atau organ karena pembesaran selnya yang tidak disertai
peningkatan fungsi organ atau jaringan tersebut. Hipertrofi dapat
bersifat fisiologik dan patologik. Sebagai contoh kondisi hipertrofi
patologik dapat dilihat pada jaringan otot jantung yang mengalami
peningkatan beban kerja seperti pada pasien yang bertahun-tahun
menderita hipertensi. Sedangkan kondisi hipertrofi fisiologik seperti
otot rangka pada binaragawan yang memang sengaja dibentuk sebagai
hasil mengangkat beban berat.
2. Mengurangi ukuran sel (Atropi) Kejadian dimana organ atau jaringan
yang terbentuk tumbuh mencapai batas normal tetap kemudian
mengalami penyusutas. Sifatnya dapat fisiologik misalnya pada proses
aging (penuaan) dimana seluruh bagian tubuh tampak mengecil
bertahap. Lebih jelas jikadilihat pada usia lanjut yang mengalami atrofi
endokrin sehingga produk hormonnya menurun. Atropi patologik dapat
terjadi pada otot individu yang mengalami immobilisasi sehingga otot
tidak pernah digerakkan sehingga otot akan semakin mengecil.
3. Menambah jumlah sel (hyperplasia) Hiperplasia terjadi karrena
kenaikan absolute pada sebuah jaringan atau organ sehingga
menyebabkan pembesaran jaringan atau organ tersebut dan fungsi organ
atau jaringan tersebut juga meningkat. Hal ini hanya dapat terjadi pada
sel labil seperti sel epidermis atau sel darah. Tidak terjadi pada sel
permanent seperti sel otot rangka, saraf dan jantung. Contoh hiperplasi
fisiologik adalah pembesaran sel uterus pada saat seorang wanita hamil
sehingga janin dapat tumbuh membesar didalamnya. Sedangkan
hiperplasi patologik biasanya terjadi karena rangsangan hormonal
berlebih misalnya hyperplasia endometrium akibat pengeluaran hormon
estrogen yang tidak terkendali dan merupakan prekursor terjadinya
proliferasi keganasan.
4. Merubah sel (metaplasia) Bentuk adaptasi yang terjadi berupa
perubahan sel matur jenis tertentu menjadi sel matur jenis lain.
Misalnya sel epitel torak yang dapat bersekresi diganti oleh sel epitel
gepeng berlapis yang tidak dapat bersekresi yang terjadi pada saluran
pernafasan seorang perokok. Hal ini tidak menguntungkan karena
lender yang merupakan alat proteksi saluran pernafasan terhadap
bakteri debu dan benda asing tidak terbentuk sehingga saluran
pernafasan mudah mengalami infeksi.
C. PENUTUP
 Kesimpulan
Sel adalah unit structural dan fungsional terkecil dari tubuh manusia,
kerusakan pada sel dapat dapat berlanjut menjadi kerusakan jaringan.
Adaptasi sel merupakan respons sel terhadap cedera yang tidak mematikan
dan bersifat menetap (persistent). Sel harus melakukan mekanisme adaptasi
dalam berbagai bentuk seperti atropi, hyperplasia, hipertropi dan metaplasia.
Agar sel terus menjalankan fungsinya maka sel harus melakukan
mekanisme adaptasi saat mendapatkan cidera sehingga sel dapat bertahan
hidup. Ditinjau dari beban kerja sel, maka adaptasi sel dapat dibagi menjadi:
1. Adaptasi terhadap peningkatan beban kerja sel
2. Adaptasi terhadap penurunan beban kerja sel
“JEJAS SEL”

A. Latar Belakang
Penyakit apapun yang diderita oleh pasien pada dasarnya yang diserang
adalah sel dan sel akan melakukan adapatasi (menyesuaikan diri). Sel normal
merupakan mikrokosmos yang berdenyut tanpa henti, secara tetap mengubah
stuktur dan fungsinya untuk memberi reaksi terhadap tantangan dan tekanan
yang selalu berubah. Bila tekanan atau rangsangan terlalu berat, struktur dan
fungsi sel cenderung bertahan dalam jangkauan yang relatif sempit. Tubuh kita
terdiri dari satuan dasar yang hidup yakni berupa sel-sel. Kemudian sel-sel
tersebut akan berkelompok membentuk jaringan yang berbeda-beda yang saling
menghubungkan satu sama lainnya.
Setiap sel dapat beradaptasi dan berkemampuan untuk berkembang biak.
Bila sel tersebut rusak dan mati, maka sel-sel yang masih hidup akan terus
membelah diri terus menerus sampai jumlahnya mencukupi kembali.
Penyesuaian sel mencapai perubahan yang menetap, mempertahankan
kesehatan sel meskipun tekanan berlanjut. Tetapi bila batas kemampuan adaptasi
tersebut melampaui batas maka akan terjadi jejas sel atau cidera sel bahkan
kematian sel. Dalam bereaksi terhadap tekanan yang berat maka sel akan
menyesuaikan diri, kemudian terjadi jejas sel atau cidera sel yang akan dapat
pulih kembali dan jika tidak dapat pulih kembali sel tersebut akan mengalami
kematian sel.

B. PEMBAHASAN
 Pengertian Jejas Sel
Jejas sel (cedera sel) terjadi apabila suatu sel tidak lagi dapat
beradaptasi terhadap rangsangan. Hal ini dapat terjadi bila rangsangan
tersebut terlalu lama atau terlalu berat. Sel dapat pulih dari cedera atau mati
bergantung pada sel tersebut dan besar serta jenis cedera. Apabila suatu sel
mengalami cedera, maka sel tersebut dapat mengalami perubahan dalam
ukuran, bentuk, sintesis protein, susunan genetik, dan sifat transportasinya.
Berdasarkan tingkat kerusakannya, cedera atau jejas sel dikelompokkan
menjadi 2 kategori utama yaitu jejas reversible (degenerasi sel) dan jejas
irreversible (kematian sel). Jejas reversible adalah suatu keadaan ketika sel
dapat kembali ke fungsi dan morfologi semula jika rangsangan perusak
ditiadakan. Sedangkan jejas irreversible adalah suatu keadaan saat kerusakan
berlangsung secara terus-menerus, sehingga sel tidak dapat kembali ke
keadaan semula dan sel itu akan mati. Cedera menyebabkan hilangnya
pengaturan volume pada bagian-bagian sel.

 Jenis-Jenis Jejas
1. Jejas Reversible
Jejas reversibel Jejas reversibel menunjukkan perubahan sel yang
dapat kembali menjadi normal jika rangsangaan dihilangkan atau
penyebab jejasnya ringan. Manifestasi jejas reversibel yang sering terjadi
awal adalah pembengkakan sel akut yang terjadi ketika sel tidak mampu
mempertahankan homeostatsis ionik dan cairan. Ini disebabkan:
a. Kegagalan transpor membran sel aktif Na K ATPase, menyebabkan
natrium masuk ke dalam sel, kalium berdifusi ke luar sel dan terjadi
pengumpulan air isosmotik.
b. Pengikatan muatan osmotik intraseluler kerena akumulasi fosfat
inorganik, laktat dan purin nukleosida. Bila semua sel pada orang
tersebut terkena, terdapat warna kepucatan, peningkatan turgor dan
penambajan berat organ. Secara mikroskopik, tampak
pembengkakan sel disertai vakuola kecil dan jernih di dalam
sitoplasma yang menggambarkan segmen retikulum endoplasma
yang berdistensi.
Perubahan ini umumnya merupakan akibat adanya gangguan
metabolisme seperti hipoksia atau keracunan bahan kimia dan bersifat
reversibel, walaupun dapat pula berubah menjadi irreversibel apabila
penyebab menetap
2. Jejas Irreversible
Jejas irreversibel terjadi jika stresornya melampaui kemampuan sel
untuk beradaptasi dan menunjukkan perubahan patologik permanen yang
menyebabkan kematian sel. Jejas irreversibel ditandai oleh vakuolisasi
berat pada mitokondria, kerusakan membran plasma yang luas,
pembengkakan lisosom dan tampak kepadatan yang besar, amorf dalam
mitokondria. Jejas pada membran lisosom menyebabkan kebocoran
enzim ke dalam sitoplasma.
a. Selanjutnya enzim tersebut diaktifkan dan menyebabkan digesti
enzimatik sel dan komponen ini yang mengakibatkan perubahan ini
karakteristik untuk kematian sel. Ada beberapa mekanisme biokimia
yang berperan penting dalam jejas atau kematian sel yaitu (Robbins,
2010): Deplesi ATP Penurunan sintesis ATP dan deplesi ATP
merupakan konsekuensi yang umum terjadi karenan jejas iskemia
maupun toksik. Hipoksia akan meningkatkan glikolisis anaerob
dengan deplesi glikogen, meningkatkan produksi asam laktat atau
asidosis intrasel. Berkurangnya sintesis ATP akan berdampak besar
terhadap transpor membran, pemeliharaan gradien ionik (khusus
Na+, K+ dan Ca2+) dan sintesis protein.
b. Akumulasi radikal bebas yang berasal dari oksigen Iskemia yang
terjadi dapat menyebabkan jejas sel dengan mengurangi suplai
oksigen seluler. Jejas sel tersebut juga dapat mengakibatkan
rekruitmen sel radang yang terjadi lokal dan selanjutnya sel radang
tersebut akan melepaskan jenis oksigen reaktif berkadar tinggi yang
akan mencetuskan kerusakan membran dan transisi permeabilitas
mitokondria. Disamping itu, sel yang mengalami jejas juga memiliki
pertahanan antioksidan yang terganggu.
c. Influks kalsium intrasel dan gangguan homeostasis kalsium Kalsium
bebas sitosol dipertahankan pada kadar yang sangat rendah oleh
transportasi kalsium yang terganggu ATP. Iskemia atau toksin dapat
menyebabkan masuknya kalisum ekstrasel melintasi membran
plamsa dan diikuti dengan pelepasan kalsium dari deposit
intraseluler di mitokondria serta retikulum endoplasma. Penginkatan
kalsium sitosol dapat mengaktifkan enzim fosfolpase (mencetuskan
kerusakan membran), protease (mengkatabolis protein membran
serta sitoskeleton), ATPase (mempercepat depleso ATP) dan
endonuklease (menyebabkan fragmentasi kromatin).
d. Defek pada permeabilitas membran plasma Membran plasma dapat
berlangsung dirusak oleh toksin bakteri tertentu seperti protein virus,
komponen komplemen, limfosit sitolitik atau sejumlah agen fisik dan
kimiawi. Perubahan permeabilitas membran bisa juga sekunder yang
disebabkan oleh hilangnya sintesis fosfolipid yang berkaitan dengan
deplesi ATP atau disebabkan oleh aktivasi fosfolipase yang
dimediasi kalsium yang mengakibatkan degradasi fosfolipid.
Hilangnya barier membran menimbulkan kerusakan gradien
konsentrasi metabolit yang diperlukan untuk mempertahankan
aktivitas metabolik sel.
e. Kerusakan mitokondria Sel-sel tubuh sangat bergantung pada
metabolisme oksidatif, maka keutuhan mitokondria sangat penting
bagi pertahanan hidup sel. Kerusakan mitokondria dapat terjadi
langsung karenan hipoksia atau toksin atau sebagai akbiat
meningkatnya Ca2+ sitosol, stress oksidatif intrasel atau pemecahan
fosfolipid dapat menyebabkan akumulasi pada saluran membran
mitokondria interna yang nantinya akan mencegah pembentukan dari
ATP.

 Penyebab Jejas Sel


Tubuh seorang manusia mudah mendapat berbagai macam cidera setiap
saat, ini beraarti cidera tersebut dialami oleh sel. Jejas sel (cidera sel) terjadi
apabila suatu sel tidak lagi dapat beradaptasi terhadap rangsangan. Hal ini
dapat terjadi bila rangsangan tersebut terlalu lama atau terlalu berat. Sel dapat
pulih dari cidera atau mati bergantung pada sel tersebut dan besar serta jenis
cidera Berikut ini berbagai penyebab cidera sel:
1. Hipoksia
Hipoksia adalah cidera sel akibat penurunan konsentrasi oksigen.
Hipoksia bisa terjadi karena hilangnya perbekalan darah akibat gangguan
aliran darah. Dapat juga karena hilangnya kemampuan darah mengangkut
oksigen seperti karena anemia atau keracunan. Respon adaptasi sel
terhadap hipoksia tergantung pada tingkat keparahan hipoksia.
2. Bahan kimia
Bahan kimia termasuk obat-obatan menyebabkan perubahan terhadap
berbagai fungsi sel, seperti fungsi penghasil energy, mencerna lipid dan
protein sehingga sel menjadi rusak dan mati. Sebagai contoh ulkus
lambung (luka pada lambung) yang sering terjadi karena sering
mengkonsumsi obat analgetik dan kortikosteroid. Hal tersebut
menyebabkan sel mukosa lambung cidera dan rusak dan akhirnya terjadi
ulkus (luka).
3. Agen fisik
Agen fisik seperti trauma mekanik, suhu rendah dan suhu terlalu tinggi,
radiasi dan trauma listrik. Semua agen fisik tersebut dapat menyebabkan
perubahan atau pergeseran struktur sel yang mengakibatkan
terganggunya fungsi sel yang akhirnya menyebabkan kematian sel.
4. Agen mikrobiologi
Agen mikrobiologi adalah berbagai jenis bakteri, virus, mikoplasma,
klamida, jamur dan protozoa yang mengeluarkan eksotoksin yang dapat
merusak dinding sel sehingga dinding fungsi sel terganggu dan akhirnya
menyebabkan kematian sel.

5. Mekanisem imun
Reaksi imun sering menjadi penyebab kerusakan pada sel. Sebagai
contoh penyakit alergi yang sering dialami pasien usia lanjut atau karena
reaksi imun lain yang menimbulkan gatal atau kerusakan sel kuliT.
C. PENUTUP
 Kesimpulan
Jejas sel adalah cedera pada sel karena suatu sel tidak lagi dapat
beradaptasi terhadap rangsangan. Hal ini dapat terjadi bila rangsangan
tersebut terlalu lama atau terlalu berat. Sel dapat pulih dari cedera atau mati
bergantung pada sel tersebut dan besar serta jenis cedera. Apabila suatu sel
mengalami cedera, maka sel tersebut dapat mengalami perubahan dalam
ukuran, bentuk, sintesis protein, susunan genetik, dan sifat transportasinya.
Penyebab jejas sel antara lain: Hipoksia (pengurangan oksigen),
Faktor fisik, termasuk trauma, panas, dingin, radiasi, dan tenaga listrik,
Bahan kimia dan obat-obatan, Bahan penginfeksi, Reaksi imunologik,
Kekacauan genetic, Ketidakseimbangan nutrisi dan Penuaan. Proses
kematian sel dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu Nekrosis dan Apoptosis.
Akibat dari kematian sel dalam jumlah besar disebut Gangren.
“INFLAMASI”

A. Latar Belakang
Inflamasi adalah suatu respon protektif setempat yang ditimbulkan oleh
kerusakan pada jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang
merusak, atau zat mikrobiologik. Inflamasi berfungsi untuk menghancurkan,
mengurangi, atau melokalisasi (sekuster) baik agen yang merusak maupun
jaringan yang rusak. Tanda terjadinya inflamasi adalah pembengkakan/edema,
kemerahan, panas, nyeri, dan perubahan fungsi.
Di Indonesia kasus penyakit yang melibatkan proses peradangan di
masyarakat, angka kejadian yang terbentuk cukup tinggi. Prevalensi nasional
penyakit kanker dan tumor 0,4%, hepatitis 1,2%, penyakit diabetes melitus
adalah 2,1%, pneumonia 2,13%, asma 4,5%, dermatitis 6,8%, penyakit sendi
24,7% dan pada penyakit infeksi saluran pernafasan akut 25,50%. Penyakit yang
telah disebutkan merupakan penyakit yang dalam mekanismenya melalui tahap
adanya inflamasi.
Inflamasi menyebabkan banyak zat-zat yang dikeluarkan secara endogen,
dikenal sebagai mediator inflamasi. Asam arakidonat merupakan salah satu
mediator inflamasi yang penting, asam arakidonat berperan dalam biosintesis
prostaglandin melalui jalur siklooksigenase. Siklooksigenase-1 (COX-1)
berperan pada fungsi fisiologis normal seperti sekresi mukus untuk melindungi
mukosa pencernaan dan untuk memelihara fungsi ginjal. Siklooksigenase-2
(COX-2) merupakan enzim yang keberadaanya dipengaruhi adanya rangsangan
pada jaringan. Rangsangan tersebut dapat berupa sitokin, lipopolisakarida
bakteri, inflamasi atau keadaan patologis lainnya. Inflamasi juga mengakibatkan
penimbunan sel darah putih, terutama neutrofil dan monosit pada lokasi jejas
untuk menghilangkan atau membatasi agen penyebab jejas. Neutrofil akan
melakukan marginasi, emigrasi, kemotaksis dan fagositosis.
Obat antiinflamasi yang biasa digunakan dibagi menjadi dua, yaitu
antiinflamasi steroid dan antiinflamasi nonsteroid. Namun kedua golongan obat
tersebut memiliki banyak efek samping. Antiinflamasi steroid dapat
menyebabkan tukak peptik, penurunan imunitas terhadap infeksi, osteoporosis,
atropi otot dan jaringan lemak, meningkatkan tekanan intra okular, serta bersifat
diabetik, sedangkan antiinflamasi nonsteroid dapat menyebabkan tukak lambung
hingga pendarahan, gangguan ginjal, dan anemia. Berdasarkan hal tersebut maka
banyak dilakukan pengembangan antiinflamasi yang berasal dari bahan alam,
terutama pada tanaman. Bagian tanaman yang dapat digunakan sebagai bahan
obat diantaranya buah, daun, kulit batang, rimpang, dan bunga.
Kontrol terhadap rasa sakit dan edema akan meningkatkan respon imun
dalam penyembuhan luka sehingga penyembuhan luka berlangsung lebih baik.
Salah satu cara mengontrol rasa sakit dan edema adalah dengan menghambat
enzim siklooksigenase. Obat anti inflamasi non steroid (AINS), contohnya
ibuprofen bekerja sebagai antiinflamasi dengan cara menghambat enzim
siklooksigenase dan menghambat migrasi sel-sel inflamasi dan ekspresi adhesi
sel. Penggunaan AINS dapat menimbulkan efek samping, diantaranya dapat
menyebabkan terjadinya perdarahan gastrointestinal, memperlama waktu
perdarahan, serta dapat merusak fungsi ginjal.
Penggunaan tanaman tradisional lebih aman dari pada penggunaan obat
kimiawi sintetis. Salah satu tanaman obat tradisional yang mempunyai potensi
sebagai antiinflamasi adalah rosela. Adanya kandungan komponen-komponen
kimia alami seperti fenol, alkaloid, tanin, flavanoid, saponin dan antioksidan
yang tinggi dalam rosela menyebabkan rosela memiliki khasiat untuk mencegah
berbagai penyakit seperti kanker, hipertensi, diabetes, kolesterol, gangguan liver,
asam urat, anti virus, anti bakteri dan anti inflamas.

B. PEMBAHASAN
 Inflamasi
Inflamasi adalah suatu respon protektif setempat yang ditimbulkan oleh
kerusakan pada jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang
merusak, atau zat mikrobiologik. Inflamasi berfungsi untuk menghancurkan,
mengurangi, atau melokalisasi (sekuster) baik agen yang merusak maupun
jaringan yang rusakTanda terjadinya inflamasi adalah pembengkakan/edema,
kemerahan, panas, nyeri, dan perubahan fungsi. Inflamasi merupakan respons
fisiologis terhadap berbagai rangsangan seperti infeksi dan cedera jaringan.
Inflamasi lokal, sistemik, akut dan kronis yang dapat menimbulkan kelainan
patologis.

 Jenis-Jenis Inflamasi
Jenis inflamasi dibedakan menjadi dua macam:
1. Inflamasi akut
Pada inflamasi akut proses berlangsung singkat beberapa menit
hingga beberapa hari, dengan gambaran utama eksudasi cairan dan
protein plasma serta emigrasi sel leukosit terutama neutrofil. Rubor,
kalor, dan tumor pada inflamasi akut terjadi karena peningkatan aliran
darah dan edema. Inflamasi akut biasanya terjadi tiba-tiba, ditandai oleh
tanda-tanda klasik, dimana proses eksudatif dan vaskularnya domina.
Inflamasi akut Pada umumnya respons inflamasi akut menunjukkan
awitan yang cepat dan berlangsung sementara. Inflamasi akut biasanya
disertai reaski sistemik yang disebut respons fase akut yang ditandai oleh
perubahan cepat dalam kadar beberapa protein plasma. Reaksi dapat
menimbulkan reaksi berantai dan rumit yang berdampak terjadinya
vasodilatasi, kebocoran vaskulator mikro dengan eksudasi cairan dan
protein serta infiltrasi lokal sel-sel inflamasi.
Inflamasi akut merupakan respons khas imunitas nonspesifik.
Inflamasi akut adalah respons cepat terhadap kerusakan sel, berlangsung
cepat (beberapa jam-hari) dan dipacu oleh sejumlah sebab seperti
kerusakan kimiawi dan termal serta infeksi. Efek jaringan lokal dapat
ditemukan antara peningkatan produksi mukus kelenjar dan remodeling
jaringan atas pengaruh fibroblast dan sel endotel, yang akhirnya
menimbulkan pembentukan jaringan parut. Elemen sistemik dengan
peningkatan sistesis protein fase akut juga sering ditemukan. Mekanisme
yang berperan dalam terjadinya perubahan inflamasi akut lokal adalah:
a. Mediator preformed yang dilepas oleh jaringan dan sel imun
b. Sintesis mediator inflamasi baru
c. Aktivasi kaskade reaksi larut

2. Inflamasi Kronik
Inflamasi kronik terjadi bila penyembuhan pada radang akut tidak
sempurna, bila penyebab jejas menetap atau bila penyebab ringan dan
timbul berulang-ulang. Dapat pula diakibatkan oleh reaksi immunologik.
Radang berlangsung lama (berminggu-minggu, berbulanbulan). Radang
kronik ditandai dengan lebih banyak ditemukan sel limfosit, sel plasma,
makrofag, dan biasanya disertai pula dengan pembentukan jaringan
granulasi yang menghasilkan fibrosis.
Inflamasi kronis dapat dianggap sebagai inflamasi memanjang
(berminggu-minggu hingga berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun).
Inflamasi kronis terjadi bila proses inflamasi akut gagal, bila antigen
menetap. Inflamasi akut berbeda dengan inflamasi kronis. Antigen yang
persisten menimbulkan aktivasi dan akumulasi makrofag yang terus
menerus. Hal ini menimbulkan terbentuknya sel epiteloid (makrofag
yang sedikit diubah) dan granuloma TNF diperlukan untuk pembentukan
dan mempertahankan granuloma. IFN-γ dilepas sel T yang diaktifkan
menimbulkan transformasi makrofag menjadi sel epiteloid dan sel
multinuklear (sel datia) yang merupakan fusi dari beberapa makrofag.
Sitokin terutama IFN-γ dan TNF-a berperan pada inflamasi kronis.
Th1, sel NK dan sel Tc melepas IFN- γ, sementara makrofag yang
diaktifkan melepas TNF-a. Anggota famili glikoprotein (TNF-a dan
TNF-b) dilepas sel terinfeksi virus dan memberikan proteksi antivirus
pada sel sekitar. IFN-a diproduksi leukosit, IFN-β sering disebut
interferon fibroblast, IFN-γ hanya diproduksi sel T dan sel NK. IFN- γ
menunjukkan sifat pleiotropik yang dapat dibedakan dari IFNα dan IFN-
β dan berperan pada proses inflamasi. Salah satu efek IFN-γ adalah
kemampuannya mengaktifkan makrofag.
IFN-a merupakan sitokin utama yang dilepas makrofag yang
diaktifkan. Endotoksi memacu makrofag yang memproduksi TNF-α.
Yang akhir memiliki sifat sitotoksik direk terhadap beberapa sel tumor
tetapi tidak teradap sel normal. TNF-α juga berperan dalam kehilangan
material jaringan (seperti mengurus) yang 16 merupakan ciri inflamasi
kronis. TNF-α bekerja sinergistik dengan IFN-γ dalam inisiasi respons
inflamasi kronis. Kedua sitokin bersama menginduksi peningkatan yang
lebih besar dari ICAM-1, E-selektin dan MCH-1 dibanding masing-
masing sitokin sendiri.

 Tanda dan Gejala Inflamasi


Tanda dan Gejala terjadinya suatu inflamasi ialah :
a. Rubor (kemerahan), terjadi pada tahap pertama dari inflamasi. Darah
berkumpul pada daerah cedera jaringan akibat pelepasan mediator
kimia tubuh (kimia, prostaglandin, histamin).
b. Tumor (pembengkakan), merupakan tahap kedua dari inflamasi, plasma
merembes ke dalam jaringan intestinal pada tempat cidera. Kinin
mendilatasi asteriol, meningkatna permeabilitas kapiler.
c. Kalor (panas), dapat disebabkan oleh bertambahnya pengumpulan darah
atau mungkin karena pirogen yaitu substansi yang menimbulkan
demam, yang mengganggu pusat pengaturan panas pada hipotalamus.
d. Dolor (nyeri), Rasa sakit akibat radang dapat disebabkan karena adanya
peregangan jaringan akibat adanya edema sehingga terjadi peningkatan
tekanan lokal yang dapat menimbulkan rasa nyeri, dan adanya pengeluaran
zat–zat kimia atau mediator nyeri seperti prostaglandin, histamin, bradikinin
yang dapat merangsang saraf perifer di sekitar radang sehingga dirasakan
nyeri
e. Functio Laesa (hilangya fungsi), disebabkan oleh penumpukan cairan
pada cidera jaringan dan karena rasa nyeri. Keduanya mengurangi
mobilitas pada daerah yang terkena.
 Mediator Inflamasi
Mediator Inflamasi Pada tahap awal terjadinya radang, jaringan
mengeluarkan stimulus yang dapat memicu pelepasan mediator kimia plasma
atau jaringan ikat. Mediator tersebut berpengaruh terhadap respon vaskular
maupun selular berikutnya. Respon radang akan berakhir jika stimulus
inflamasi jaringan dan mediatornya hilang, dikatabolisme tubuh atau
dihambat pengeluarannya.
Mediator kimiawi pada inflamasi dihasilkan oleh sel yang mengalami
jejas atau dapat juga berupa faktor plasma. Mediator yang dihasilkan oleh sel
antara lain vasoactive amines (histamin, serotonin), metabolit asam
arakidonat (prostaglandin, leukotrien), faktor neutrophil (protease), dan
lymphokine. Faktor plasma terdiri dari komplemen, kinin (bradykinin), faktor
koagulasi, dan sistem fibrinolitik.
Berdasarkan jenisnya, mediator inflamasi dibagi menjadi 2 yaitu
mediator lokal yang disintesis secara lokal oleh sel di tempat inflamasi dan
mediator sistemik yang bisa sirkulasi di dalam plasma dan disintesis oleh hati.
Peranan mediator kimia pada inflamasi akut meliputi beberapa fungsi dalam
dilatasi vaskular, peningkatan permeabilitas, dan kemotaksis. Fungsi dalam
dilatasi vaskular diperankan oleh histamin, serotonin, bradikinin, dan
prostaglandin. Mediator kimia untuk peningkatan permeabilitas adalah
histamin, serotonin, bradikinin, komplemen 3a, komplemen 5a,
prostaglandin, leukotriene, protease lisosomal, dan oksigen radikal.
Sementara itu, mediator yang berperan dalam kemotaksis adalah komplemen
5a, prostaglandin, leukotrien, komplemen 3b (opsonin), dan bradikinin
Berikut ini adalah mediator-mediator inflamasi beserta efeknya:
a. Vasodilatasi : prostaglandin dan nitrit oksida
b. Peningkatan permeabilitas vaskular : histamin, serotonin, bradikinin,
leukotrien C4, leukotrien D4, dan leukotrien E4
c. Kemotaksis, aktivasi leukosit : leukotrien B4, kemokin (misalnya:
interleukin 8 [IL-8])
d. Demam : IL-1, IL-6, prostaglandin, faktor nekrosis tumor (TNF)
e. Nyeri: prostaglandin dan bradikini
f. Kerusakan jaringan: nitrit oksida, enzim lisosom neutrofil dan makrofag.

 Perjalanan inflamasi
Proses inflamasi akan berjalan sampai antigen dapat disingkirkan, hal
tersebut pada umumnya terjadi cepat berupa inflamasi akut yang berlangsung
beberapa jam sampai hari. Inflamasi akan pulih setelah mediator-mediator
diinaktifkan. Bila penyebab inflamasi tidak dapat disingkirkan atau terjadi
pajanan berulang-ulang dengan antigen, akan terjadi inflamasi kronis yang
dapat merusak jaringan dan kehilangan fungsi sama sekali.

C. PENUTUP
 Kesimpulan
Inflamasi merupakan suatu respon terhadap cedera jaringan dan infeksi di
dalam sel tubuh. Proses inflamasi menyebabkan reaksi vaskular dimana cairan
elemen-elemen darah, sel darah putih (leukosit), dan mediator kimia berada
pada tempat jaringan yang cedera atau yang mengalami infeksi. Proses
tersebut merupakan suatu perlindungan dari tubuh untuk menetralisir dan
membasmi agenagen berbahaya yang menyebabkan cedera jaringan atau
infeksi agar kembali normal dan bekerja pada fungsinya. Pada bentuk akutnya
ditandani dengan tanda klasik : nyeri (dolor), panas (calor), kemerahan
(rubor), bengkak (tumor) dan hilangnya fungsi (fungio lesa).
“SISTEM METABOLIK”

A. Latar Belakang
Kelainan metabolisme seringkali disebabkan oleh kelainan genetik yang
mengakibatkan hilangnya enzim tertentu yang diperlukan untuk merangsang
suatu proses metabolisme. Sedangkan metabolisme sendiri adalah proses penting
yang terjadi pada tubuh manusia, sebagai proses pengolahan baik pembentukan
dan penguraian zat-zat yangdiperlukan oleh tubuh agar tubuh dapat menjalankan
fungsinya dengan baik (Soentoko, 2022).
Metabolisme adalah proses yang diperlukan tubuh untuk menghasilkan
energi dari makanan yang masuk. Pada makanan terdapat protein, karbohidrat,
dan lemak. Bahan kimia yang terdapat di dalam sistem pencernaan mampu
memecah makanan tersebut menjadi energi tubuh (Evelyn, 2018).
Kelainan metabolik seringkali disebabkan oleh kelainan genetik yang
mengakibatkan hilangnya enzim tertentu yang diperlukan untuk merangsang
suatu proses metabolisme. Kelainan metabolisme dibedakan menjadi beberapa
macam berdasarkan zat yang mengalami kegagalan dalam metabolisme
diantaranya kelainan metabolisme lemak, protein, karbohidrat, pirivat dan asam
amino. Gangguan metabolik dapat terjadi saat adanya reaksi kimia abnormal
pada tubuh terkait proses tersebut. Kelainan ini dapat membuat seseorang
memiliki terlalu banyak atau terlalu sedikit berbagai zat yang dibutuhkan untuk
tetap sehat. Gangguan ini umumnya terjadi akibat kelainan genetik
mengakibatkan kelainan pada metabolisme. Dengan begitu, enzim yang
berperan dalam proses metabolisme sel hilang atau rusak. Selain itu, dapat juga
yang diakibatkan oleh makanan, toksin, infeksi, dan lain-lain. Gangguan
metabolik merupakan penyakit yang saat ini banyak diderita oleh penduduk
dunia, tidak terkecuali Indonesia. (Ramdhani et al., 2020).
B. PEMBAHASAN
 Definisi Metabolisme
Metabolisme adalah pertukaran zat antara suatu sel atau suatu
organisme secara keseluruhan dengan zat antara suatu sel atau organisme
secara keseluruhan dengan lingkungannya. Metabolisme juga merupakan
proses penting yang terjadi pada tubuh manusia, sebagai proses pengolahan
baik pembentukan dan penguraian zat-zat yang diperlukan oleh tubuh agar
tubuh dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Terdapat beberapa contoh
dari metabolisme, yaitu:
- Proses memecah karbohidrat, protein, dan lemak dalam makanan untuk
menghasilkan energi.
- Proses mengubah nitrogen yang berlebihan menjadi zat limbah di dalam
urine.
- Proses memecah dan mengubah kimia kedalam zat lain dan
menyalurkannya kedalam sel-sel tubuh.
Gangguan metabolic adalah kelainan medis yang mempengaruhi
produksi energy di dalam sel tubuh manusia. Umumnya, kelainan genetic
mengakibatkan gangguan pada metabolism, sehingga enzim yang berperan
dalam proses metabolisme sel hilang ataurusak. Selain itu dapat juga
diakibatkan oleh makanan, toksin, infeksi, dan lain-lain. Gangguan
metabolisme memiliki berbagai macam bentuk antara lain:
- Kehilangan enzim atau vitamin yang diperlukan tubuh untuk reaksi yang
penting.
- Reaksi kimia abnormal yang menghambat proses metabolisme.
- Terdapat beberapa penyakit yang terlibat dalam proses metabolisme
sepertihati, pankreas, kelenjar endokrin, dll.
- Kekurangan gizi
-
 Penyebab Gangguan Metabolik
Gangguan metabolisme paling sering disebabkan oleh kelainan genetik
yang diturunkan dalam keluarga. Kelainan genetik ini memengaruhi kinerja
kelenjar endokrin dalam menghasilkan enzim yang digunakan dalam proses
metabolisme. Akibatnya jumlah enzim yang dihasilkan akan berkurang atau
bahkan tidak diproduksi sama sekali dan kelainan genetic ini menimbulkan
hilangnya atau terjadi kelainan fungsi enzim yang penting. Sehingga kondisi
ini dapat mengganggu serangkaian proses kimia.
Hilang atau rusaknya enzim pencernaan juga menyebabkan zat-zat
beracun di dalam tubuh tidak dapat dikeluarkan dan menumpuk di aliran
darah. Kondisi ini dapat memengaruhi fungsi organ dalam tubuh dan
mengganggu proses metabolisme dalam tubuh.
Terdapat beberapa gangguan metabolisme tubuh yang terjadi karena
mutasi gen yang diturunkan. Hal ini didukung oleh National Institutes of
Health yang mengatakan bahwa terdapat gen etnis tertentu yang dapat
memicu terjadinya kelainan metabolisme bawaan,seperti penyakit anemia sel
sabit pada keturunan Afrika dancystic fibrosis pada keturunan Eropa Utara.
Umumnya, sejak bayi baru dilahirkan gejala akan gangguan metabolic
sudah muncul, sehingga dapat didiagnosis dengan melakukan tes skrining
rutin. Jika saatlahir gangguan metabolic gagal dideteksi, biasanya tidak akan
didiagnosis hingga pengidap merasakan gejalanya untuk pertama kali. Jika
pengidap sudah mengeluhkan gejalanya, dokter bisa mendiagnosis sebagian
besar gangguan metabolic melalui DNA.

 Jenis-Jenis Gangguan Metabolisme Tubuh


Adapun gangguan metabolisme tubuh dibagi atas beberapa macam yaitu
kelainan metabolisme karbohidrat, kelainan metabolisme lemak, kelainan
metabolisme protein.
1. Kelainan Metabolisme Karbohidrat
Karbohidrat adalah gula, diantaranya adalah glukosa, sukrsa dan
fruktosa. Fungsi utama karbohidrat adalah menyediakan energi bagi
tubuh. Sebagian karbohidrat di dalam tubuh berada dalam sirkulasi darah
sebagai glukosa untuk keperluan energi segera, sebagian disimpan
sebagai glikogen dalam hati dan jaringan otot, dan sebagian diubah
menjadi lemak untuk kemudian disimpan sebagai cadangan energi di
dalam jaringan lemak. Beberapa gula (misalnya sukrosa) harus diproses
oleh enzim di dalam tubuh sebelum bisa digunakan sebagai sumber
energi. Jika enzim yang diperlukan tidak ada, maka gula akan tertimbun
dan menimbulkan masalah kesehatan.
a. Galaktosemia
Galaktosemia (kadar galaktosa yang tinggi dalam darah) biasanya
disebabkan olehkekurangan enzim galaktose 1-fosfat uridil
transferase. Kelainan ini merupakan kelainan bawaan. Sekitar 1 dari
50.000-70.000 bayi terlahir tanpa enzim tersebut. Pada awalnya
mereka tampak normal, tetapi beberapa hari atau beberapa minggu
kemudian, nafsumakannya akan berkurang, muntah, tampak kuning
(jaundice) dan pertumbuhannya yangnormal terhenti. Hati
membesar, di dalam air kemihnya ditemukan sejumlah besar
proteindan asam amino, terjadi pembengkakan jaringan dan
penimbunan cairan dalam tubuh.
b. Glikogenosis
Glikogenosis (Penyakit penimbunan glikogen) adalah sekumpulan
penyakit keturunan yang disebabkan oleh tidak adanya 1 atau
beberapa enzim yang diperlukan untuk mengubah gula menjadi
glikogen atau mengubah glikogen menjadi glukosa (untuk digunakan
sebagaienergi). Pada glikogenosis, sejenis atau sejumlah glikogen
yang abnormal diendapkan didalam jaringan tubuh, terutama di hati.
Gejalanya timbul sebagai akibat dari penimbunan glikogen atau hasil
pemecahan glikogen atau akibat dari ketidakmampuan untuk
menghasilkan glukosa yang diperlukan oleh tubuh. Usia ketika
timbulnya gejala dan beratnya gejala bervariasi, tergantung kepada
enzimapa yang tidak ditemukan.
c. Intoleransi Fruktosa Herediter
Intoleransi Fruktosa Herediter adalah suatu penyakit keturunan
dimana tubuh tidak dapat menggunakan fruktosa karena tidak
memiliki enzim fosfofruktaldolas. Sebagai akibatnya, fruktose 1-
fosfatase (yang merupakan hasil pemecahan dari fruktosa) tertimbun
didalam tubuh, menghalangi pembentukan glikogen dan
menghalangi perubahan glikogen menjadi glukosa sebagai sumber
energi. Mencerna fruktosa atau sukrosa (yang dalam tubuh akan
diuraikan menjadi fruktosa,kedua jenis gula ini terkandung dalam
gula meja) dalam jumlah yang lebih, bisamenyebabkan:
- Hipoglikemia (kadar gula darah yang rendah) disertai keringat
dingin
- Tremor (gerakan gemetar diluar kesadaran)
- Linglung
- Mual
- Muntah
- Nyeri Perut
- Kejang (Kadang-kadang)
- Koma
Jika penderita terus mengkonsumsi fruktosa, bisa terjadi kerusakan
ginjal dan hatiserta kemunduran mental.
d. Fruktosuria
Fruktosuria merupakan suatu keadaan yang tidak berbahaya, dimana
fruktosa dibuang ke dalam air kemih. Fruktosuria disebabkan oleh
kekurangan enzim Fruktokinase yang sifatnya diturunkan. 1 dari
130.000 penduduk menderita fruktosuria. Fruktosuria tidak
menimbulkan gejala, tetapi kadar fruktosa yang tinggi di dalam
darah dan air kemih dapat menyebabkan kekeliruan diagnosis
dengan diabetes mellitus. Tidak perlu dilakukan pengobatan khusus.
e. Pentosuria
Pentosuria adalah suatu keadaan yang tidak berbahaya, yang ditandai
dengan ditemukannya gula xylulosa di dalam air kemih karena tubuh
tidak memiliki enzim yang diperlukan untuk mengolah xylulosa.
Pentosuria hampir selalu hanya ditemukan pada orang Yahudi.
Pentosuria tidak menimbulkan masalah kesehatan, tetapi adanya
xylulosa dalam air kemih bisa menyebabkan kekeliruan diagnosis
dengan diabetes melitus tidak perlu dilakukan pengobatan khusus.
f. Diabetes Mellitus (Hiperglykemia)
Gejala klinis penyakit :
- Hiperglikemia
- Glikosuria
- Dapat diikuti gangguan sekunder metabolisme protein dan lemak
- Dapat berakhir dengan kematian5)Insiden terbanyak pada usia 50
– 60 thn
- Penyakit ini diturunkan secara autosomal resesif
Etiologi
- Berhubungan dengan kelainan hormonal
- Insulin
- Growth hormone
- Hormon steroid
Keadaan diabetes timbul akibat ketidakseimbangan dalam interaksi
pankreas, hipofisis dan adreanalin.
a. Pankreas
b. Pankreas mempunyai pulau Langerhans yang mana didalamnya
ada sel beta dan selalpha. Sel beta berfungsi menghasilkan
hormon insulin sedangkan sel alpha menghasilkan hormon
glukgon. Efek anti insulin berfungsi sebagai faktor
hiperglikemik dan glikogenolitik meningkatkan kadar gula
darah. Ada dua cara kerja insulin dalam pankreas, yaitu :
- Teori 1 (Teori Levine)
Insulin mentransfer glukosa melalui membran sel otot serat
lintang, tetapi tidak menggangu perpindahan glukosa
melalui sel membran hati.
- Teori 2
Insulin diperlukan untuk fosforilasi glukosa dalam sel
menghasilkan glukosa 6 posfatase. Untuk pengikatan ini
dibutuhkan enzim hexokinase yang dihasilkan oleh sel
hati.A.Kelenjar hipofisis menghasilkan zat inhibitor
hexokinase. Insulin merupakan zat antagonisterhadap
hexokinase
c. Kelenjar hipofisis
Adanya Growth hormon dan hormon ACTH. Efeknya dapat
menghambat enzimhexoki nase. Bila kelenjar hipofisis
hiperaktif akan menyebabkan terjadi diabetes.
d. Kelenjar Adrenal
Glukoneogenesis yaitu perubahan bentuk protein menjadi
karbohidrat. Karena pengaruh hormon steroid yang dihasilkan
oleh kortex adrenal. Bila berlangsung terusmenerus maka akan
menekan sel beta pankreas sehingga menimbulkan difesiensi
insulin permanen. Aktivitas adrenal bergantung kepada kelenjar
hipofisis anterior.

2. Kelainan Metabolisme Lemak


a. Kelebihan lemak (Obesitas) Terjadi kalori didapat lebih dari kalori
yg dimetabolisme (hipometabolisme). Kalori yg dibutuhkan
menurun, sehingga berat badan naik, meskipun diberi makan tidak
berlebihan. Lemak ditimbun pada jaringan subkutis, jaringan
retroperitoneum, peritoneum, omentum, pericardium, pankreas.
Obesitas akan memperberat hipertensi, diabetes, penyakit jantung.
b. Hiperlipemia
Jumlah lipid darah total dan kolesterol meningkat terdapat pada:
- Diabetes melitus tidak diobati
- Hipotiroidisme
- Nefrosis lupoid.
- Penyakit hati
- Sirhrosis biliaris
- Xantomatosa Penimbunan lemak terjadi di dinding pembuluh
darah dan itu dinamakan denganarteriosklerosis.
c. Defisiensi lemak terjadi pada :
- Kelaparan (starvation)
- Gangguan penyerapan (malabsorption) : penyakit celiac, sprue,
penyakit Whipple. Tubuh terpaksa mengambil kalori dari
simpanannya karena intake kurang. Yang mula-mula
dimobilisasi oleh karbohidrat dan lemak, dan hanya pada
keadaan gizi buruk akhirnya protein diambil dari jaringan. Pada
penyakit Whipple selain difisiensi lemak, juga difisensi protein,
karbohidrat dan vitamin.

3. Gangguan Metabolisme Protein


Protein tersusun atas sejumlah asam amino yang membentuk suatu
untaian(polimer) dengan ikatan peptida. Selain itu, protein juga memiliki
gugus amina (-NH2)dan gugus karboksil (-COOH). Asam amino dapat
dibedakan menjadi:
a. Peptida jika terdiri atas untaian pendek asam amino (2 - 10 asam
amino).
b. Polipeptida jika terdiri atas 10 - 100 asam amino.
c. Protein jika terdiri atas untaian panjang lebih dari 100 asam amino.
Metabolisme protein merupakan metabolisme dari asam amino itu
sendiri. Kira-kira 75% asam amino digunakan untuk sintesis protein.
Asam-asam amino dapatdiperoleh dari protein yang kita makan atau dari
hasil degradasi protein di dalam tubuhkita. Degradasi ini merupakan
proses kontinu. karena protein di dalam tubuh secara terusmenerus
diganti. Beberapa jenis protein antara lain:
a. Glikoprotein yaitu protein yang mengandung karbohidrat.
b. Lipoprotein yaitu protein yang mengandung lipid.
Asam amino selanjutnya digunakan untuk sintesis protein,
diperoleh dari makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan (protein
nabati), dan makanan darihewan (protein hewani). Fungsi protein bagi
tubuh antara lain:
- Membangun sel-sel yang rusak.
- Membentuk zat-zat pengatur seperti enzim dan hormon.
- Membentuk zat inti energi (1 gram energi kira-kira akan
menghasilkan 4,1 kalori).
Gangguan metabolism protein terjadi pada:
a. Kreatin dan kreatinin
Kreatin disintesis di hati dari asam amino methionin, glisin, dan
arginin. Di ototskelet, kreatin mengalami posforilasi menjadi
posfokreatin yang merupakan sumber energi penting di otot skelet.
ATP yang berasal dari proses glikolisis dan posforilasi oksidatif.
ATP bereaksi dengan kreatin membentuk ADP dan sejumlah besar
posfokreatin. Kreatinin dalamurin berasal dari pemecahan
posfokreatin. Kreatinuria secara normal dapat terjadi pada anak-
anak, wanita selama mengandung dan setelah melahirkan. Pada laki-
laki sangat jarang terjadi kecuali pada kondisi kerja yang berlebihan.
Kreatinuria pada laki-laki biasanya terjadi akibat kelaparan,
tirotoksikosis, DMyang tidak terkontrol, dan kerusakan otot
(myopati).
b. Asam Urat
Asam urat berasal dari basa nitrogen penyusun asam nukleat (RNA
dan DNA) yaitu purin dan pirimidin. Asam nukleat dalam makanan
setelah di pencernaan, kemudian diabsorpsi dan sebagian besar purin
dan pirimidin dimetabolisme oleh hati. Purin sebagiankecil
dikeluarkan lewat urin terutama setelah diubah menjadi asam urat.
Asam urat ini merupakan hasil akhir dari pada metabolisme purin.
Sebagian asam urat ini dioksidasi menjadi ureum dan diekskresi.
Kadar asam urat normal dalam darah adalah 4 mg/dL (0,24 mmol/L).
Di ginjal asamurat difiltrasi, kemudian 98% direabsorpsi dan sisanya
2% diekskresikan. Penimbunan asamurat di persendian, ginjal, dan
atau jaringan lainnya akan menimbulkan nyeri sendi atau disebut
gout. Persendian yang biasanya terkena adalah metatarsophalangeal
(ibu jari kaki). Ada 2 jenis gout yaitu:
- Gout primer terjadi karena abnormalitas enzim yang menyebabkan
produksi asam uratmeningkat.
- Gout sekunder karena penurunan ekskresi asam urat atau kenaikan
produksi asam uratkarena meningkatnya penghancuran sel darah
putih yang banyak mengandung asam uratseperti penyakit ginjal,
leukemia, dan pneumonia.

 Tanda dan Gejala Kelainan Metabolik


Gejala kelainan metabolisme genetik sangat bervariasi tergantung pada
masalah metabolisme yang ada. Beberapa gejala umum dari kelainan
metabolisme antara lain:
- Nafsu makan menurun
- Lesu dan letih
- Muntah
- Penurunan berat badan
- Penyakit kuning
- Gagal menambah berat badan
- Keterlambatan perkembangan tubuh
- Kejang
- Koma
- Tidak normalnya aroma keringat, urine, nafas, atau air liur.
Gejala dapat datang tiba-tiba atau berkembang perlahan. Gejala dapat
ditimbulkan oleh makanan, obat-obatan, dehidrasi, penyakit ringan, atau
faktor lainnya dan gejala muncul dalam beberapa minggu setelah kelahiran
dalam banyak kondisi. Gangguan metabolisme bawaan lainnya mungkin
membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk gejala berkembang.
 Pencegahan Gangguan Metabolik
Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh pengidap gangguan metabolic
seperti :
- Menghindari konsumsi makanan yang sulit untuk diproses oleh seluruh
tubuh secaranormal.
- Mengganti enzim yang terhilanng dari tubuh dengan cara mengonsumsi
suplemen pengganti enzim tersebut, agar proses metabolism dapat
membaik.
- Melakukan diet khusus yang dapat dikonsultasikan dengan dokter atau
ahli giziterlebih dahulu.

 Pengobatan Gangguan Metabolik


Karena sebagian besar jenisnya tidak dapat disembuhkan, gangguan
metabolic hanyadapat ditangani secara terbatas. Beberapa prinsip umum yang
biasanya diikuti dalam penanganan gangguan metabolic, seperti :
- Mengurangi atau menghilangkan asupan makanan atau obat-obatan yang
tidak dapat dimetabolisme dengan benar dan baik oleh tubuh.
- Mengganti enzim atau kimia lainnya yang hilang atau tidak aktif,
sehinggametabolisme dapat mencapai angka normal.
- Mengeluarkan zat racun yang gagal dikeluarkan oleh tubuh.d.Membuat
menu makan khusus dengan menghilangkan kandungan nutrisi tertentu.
Sedangkan tindakan-tindakan pengobatannya bisa meliputi :
- Mengonsumsi suplemen pengganti enzim untuk membantu proses
metabolism.
- Mengeluarkan zat berbahaya hasil metabolisme dari darah menggunakan
zat kimiatertentu.
- Diet khusus yang menghilangkan beberapa jenis nutrisi yang tidak dapat
diserap dengan baik oleh tubuh.
C. PENUTUP
 Kesimpulan
Kelainan metabolise seringkali disebabkan oleh kelainan genetic yang
mengakibatkan hilangnya enzim tertentu yang diperlukan untuk merangsang
suatu proses metabolism. Sedangkan metabolisme sendiri adalah proses
penting yang terjadi pada tubuh manusia, sebagai proses pengolahan baik
pembentukan dan penguraian zat-zat yangdiperlukan oleh tubuh, agar tubuh
dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Kelainan genetik ini
memengaruhi kinerjakelenjar endokrin dalam menghasilkan enzim yang
digunakan dalam proses metabolisme.
Beberapa gejala umum dari kelainan metabolisme antara lain: nafsu
makanmenurun, lemah, muntah, penurunan berat badan, keterlambatan
perkembangan tubuh dll. Gejala dapat datang tiba-tiba atau berkembang
perlahan. Gejala dapat ditimbulkanoleh makanan, obat-obatan, dehidrasi,
penyakit ringan, atau faktor lainnya dan gejala muncul dalam beberapa
minggu setelah kelahiran dalam banyak kondisi.
Beberapa cara mengobati gangguan metabolic yaitu : kurangi atau
hilangkan asupan makanan atau obat apapun yang tidak dapat
dimetabolisme dengan benar, ganti enzim atau bahan kimia, jangan
menggunakan produk yang mengandung bahan bebahaya dan diet khusus.
“PENYAKIT LINGKUNGAN”

A. Latar Belakang
Penyakit berbasis lingkungan terjadi pada kelompok masyarakat yang
memiliki keterkaitan dengan satu atau lebih komponen lingkungan di tempat
masyarakat tinggal dalam jangka waktu tertentu. Penyakit berbasis lingkungan
dapat dicegah dengan merubah kondisi lingkungan yang dapat menjadi faktor
munculnya penyakit tersebut.
Sanitasi merupakan salah satu komponen dari kesehatan masyarakat.
Perilaku sengaja untuk membudidayakan hidup bersih untuk mencegah manusia
bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan buangan bahaya. Sanitasi
meliputi penyediaan air, pengelolaan limbah, control vector, pencegah dan
pengontrolan pencemaran tanah, sanitasi makanan, serta pencemaran udara.
Kesehatan lingkungan di Indonesia sangat memprihatinkan. Belum optimalnya
sanitasi ditandai dengan masih tingginya angka kejadian infeksi dan penyakit
menular seperti demam berdarah, kusta, serta hepatitis A yang tidak ada
habisnya Kondisi sanitasi sangat menentukan keberhasilann dari paradigma
pembangunan sehat yang lebih menekankan upaya promotif dan preventif tanpa
mengesampingkan upaya kuratif dan rehabiliaif. Kenyatannya sekarang, kondisi
sanitasi di Indonesia cukup tertinggal dari Malaysia dan Singapura yang lebih
bekomitmen menjaga kebersihan lingkungan.
Penyakit-penyakit berbasis lingkungan masih merupakan penyebab
utama kematian di Indonesia. Kecenderungan ini juga semakin mendapatkan
legitimasi seiring dengan munculnya Flu Burung dan Flu Babi, dua penyakit
yang sangat berkaitan dengan sanitasi lingkungan.
Bahkan pada kelompok bayi dan balita, penyakit-penyakit berbasis
lingkungan menyumbangkan lebih 80% dari penyakit yang diderita oleh bayi
dan balita. Keadaan tersebut mengindikasikan masih rendahnya cakupan dan
kualitas intervensi kesehatan lingkungan. Munculnya kembali beberapa
penyakit menular sebagai akibat dari semakin besarnya tekanan bahaya
kesehatan lingkungan yang berkaitan dengan masalah sanitasi cakupan air
bersih dan jamban keluarga yang masih rendah, perumahan yang tidak sehat,
pencemaran makanan oleh mikroba, telur cacing dan bahan kimia, penanganan
sampah dan limbah yang belum memenuhi syarat kesehatan, vektor penyakit
yang tidak terkendali (nyamuk, lalat, kecoa, ginjal, tikus dan lain-lain),
pemaparan akibat kerja (penggunaan pestisida di bidang pertanian, industri
kecil dan sektor informal lainnya), bencana alam, serta perilaku masyarakat
yang belum mendukung ke arah pola hidup bersih dan sehat.

B. PEMBAHASAN
 Pengertian Penyakit Berbasis Lingkungan
Pengertian Penyakit adalah suatu kondisi patologis berupa kelainan
fungsi atau morfologi suatu organ dan/atau jar tubuh. Lingkungan adalah
segala sesuatu yg ada disekitarnya (benda hidup, mati, nyata, abstrak) serta
suasana yg terbentuk karena terjadi interaksi antara elemen-elemen di alam
tersebut.
Penyakit Berbasis Lingkungan adalah suatu kondisi patologis berupa
kelainan fungsi atau morfologi suatu organ tubuh yang disebabkan oleh
interaksi manusia dengan segala sesuatu disekitarnya yang memiliki potensi
penyakit.

 Faktor Munculnya Penyakit Berbasis Lingkungan


Faktor yang menunjang munculnya penyakit berbasis lingkungan antara lain :
1. Ketersediaan dan akses terhadap air yang aman Indonesia adalah salah
satu negara yang kaya akan sumber daya air dimana ketersediaan air
mencapai 15.500 meter kubik per kapita per tahun, jauh di atas
ketersediaan air rata-rata di dunia yang hanya 8.000 meter kubik per
tahun. Namun demikian, Indonesia masih saja mengalami persoalan air
bersih. Sekitar 119 juta rakyat Indonesia belum memiliki akses terhadap
air bersih, sebagian besar yang memiliki akses mendapatkan air bersih
dari penyalur air, usaha air secara komunitas serta sumur air dalam. Dari
data Bappenas disebutkan bahwa pada tahun 2009 proporsi penduduk
dengan akses air minum yang aman adalah 47,63%. Sumber air minum
yang disebut layak meliputi air ledeng, kran umum, sumur bor atau
pompa, sumur terlindung , mata air terlindung dan air hujan. Dampak
kesehatan dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar terhadap air bersih
dan sanitasi diantaranya nampak pada anak-anak sebagai 6 kelompok
usia rentan. WHO memperkirakan pada tahun 2005, sebanyak 1,6 juta
balita (ratarata 4500 setiap tahun) meninggal akibat air yang tidak aman
dan kurangnya higienitas.
2. Akses sanitasi dasar yang layak Kepemilikan dan penggunaan fasilitas
tempat buang air besar merupakan salah satu isu penting dalam
menentukan kualitas sanitasi. Namun pada kenyataannya dari data
Susenas 2009, menunjukkan hampir 49% rakyat Indonesia belum
memiliki akses jamban. Ini berarti ada lebih dari 100 juta rakyat
Indonesia yang BAB sembarangan dan menggunakan jamban yang tak
berkualitas. Angka ini jelas menjadi faktor besar yang mengakibatkan
masih tingginya kejadian diare utamanya pada bayi dan balita di
Indonesia.
3. Penanganan sampah dan limbah Tahun 2010 diperkirakan sampah di
Indonesia mencapai 200.000 ton per hari yang berarti 73 juta ton per
tahun. Pengelolaan sampah yang belum tertata akan menimbulkan
banyak gangguan baik dari segi estetika berupa onggokan dan serakan
sampah, pencemaran lingkungan udara, tanah dan air, potensi pelepasan
gas metan (CH4) yang memberikan kontribusi terhadap pemanasan
global, pendangkalan sungai yang berujung pada terjadinya banjir serta
gangguan kesehatan seperti diare, kolera, tifus penyakit kulit,
kecacingan, atau keracunan akibat mengkonsumsi makanan
(daging/ikan/tumbuhan) yang tercemar zat beracun dari sampah.
4. Vektor penyakit semakin sulit diberantas, hal ini dikarenakan vektor
penyakit telah beradaptasi sedemikian rupa terhadap kondisi lingkungan,
sehingga kemampuan bertahan hidup mereka pun semakin tinggi. Hal ini
didukung faktor lain yang membuat perkembangbiakan vektor semakin
pesat antara lain : perubahan lingkungan fisik seperti pertambangan,
industri dan pembangunan perumahan; sistem penyediaan air bersih
dengan perpipaan yang belum menjangkau seluruh penduduk sehingga
masih diperlukan container untuk penyediaan air; sistem drainase
permukiman dan perkotaan yang tidak memenuhi syarat; sistem
pengelolaan sampah yang belum memenuhi syarat, penggunaan pestisida
yang tidak bijaksana dalam pengendalian vektor; pemanasan global yang
meningkatkan kelembaban udara lebih dari 60%dan merupakan keadaan
dan tempat hidup yang ideal untuk perkembang-biakan vektor penyakit.
5. Perilaku masyarakat Perilaku Hidup Bersih Sehat belum banyak
diterapkan masyarakat, menurut studi Basic Human Services (BHS) di
Indonesia tahun 2006, perilaku masyarakat dalam mencuci tangan
adalah:
- Setelah buang air besar
- Setelah membersihkan tinja bayi dan balita
- Sebelum makan
- Sebelum memberi makan bayi
- Sebelum menyiapkan makanan
Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisir
terjadinya penyakit berbasis lingkungan, diantaranya :
- Penyehatan Sumber Air Bersih (SAB), yang dapat dilakukan melalui
Surveilans kualitas air, Inspeksi Sanitasi Sarana Air Bersih,
Pemeriksaan kualitas air, dan Pembinaan kelompok pemakai air.
- Penyehatan Lingkungan Pemukiman dengan melakukan pemantauan
jamban keluarga (Jaga), saluran pembuangan air limbah (SPAL), dan
tempat pengelolaan sampah (TPS), penyehatan Tempat-tempat
Umum (TTU) meliputi hotel dan tempat penginapan lain, pasar,
kolam renang dan pemandian umum lain, sarana ibadah, sarana
angkutan umum, salon kecantikan, bar dan tempat hiburan lainnya.
- Dilakukan upaya pembinaan institusi Rumah Sakit dan sarana
kesehatan lain, sarana pendidikan, dan perkantoran.
- Penyehatan Tempat Pengelola Makanan (TPM) yang bertujuan
untuk melakukan pembinaan teknis dan pengawasan terhadap tempat
penyehatan makanan dan minuman, kesiap-siagaan dan
penanggulangan KLB keracunan, kewaspadaan dini serta penyakit
bawaan makanan.
- Pemantauan Jentik Nyamuk dapat dilakukan seluruh pemilik rumah
bersama kader juru pengamatan jentik (jumantik), petugas sanitasi
puskesmas, melakukan pemeriksaan terhadap tempat-tempat yang
mungkin menjadi perindukan nyamuk dan tumbuhnya jentik.

 Jenis-jenis Penyakit Berbasis Lingkungan


 Biologis
Penyakit berbasis lingkungan yang menular melalui  agen biologis
membutuhkan peran agen makhluk hidup seperti virus, bakteri, jamur,
prozoa dan cacing untuk melakukan infeksi. Beberapa penyakit menular
yang ditimbulkan oleh agen biologis, yaitu:
a) Penyakit Virus
1) Influenza
2) Varicella atau Cacar Air
3) Variola
b) Penyakit Bakteri
1) TBC Paru
2) Difteri
3) Meningitis
c) Penyakit Jamur
1) Askariasis
d) Penyakit Protozoa
1) Toksoplasmosis
 Kimia
1) Asbestosis
Asbestosis adalah suatu penyakit saluran pernafasan yang terjadi akibat
menghirup serat-serat asbes, dimana pada paru-paru terbentuk jaringan
parut yang luas. Asbestos terdiri dari serat silikat mineral dengan
komposisi kimiawi yang berbeda. Jika terhisap, serat asbes mengendap
di dalam dalam paru-paru, menyebabkan parut. Menghirup asbes jugs
dapat menyebabkan penebalan pleura atau selaput yang melapisi paru-
paru.
 Fisika
a) Kebisingan
1) Sensorineural hearing loss
Gangguan pendengaran sensorineural (HPS) adalah jenis gangguan
pendengaran di mana akar penyebab terletak pada saraf
vestibulocochlear ( saraf kranial VIII), bagian dalam telinga, atau
pusat-pusat pengolahan sentral dari otak. Gangguan pendengaran
sensorineural dapat ringan, sedang, atau berat, termasuk tuli total.
b) Suhu
1) Hipotermia
Hipotermia adalah kondisi darurat medis yang terjadi ketika tubuh
kehilangan panas lebih cepat dari pada saat tubuh  menghasilkan
panas sehingga suhu tubuh pun menjadi sangat  rendah. Penderita
hipotermia suhu tubuhnya di bawah 36 derajat Celcius padahal suhu
tubuh manusia normal adalah 37 derajat Celcius.

C. PENUTUP
 Kesimpulan
Penyakit berbasis lingkungan terjadi pada kelompok masyarakat
yang memiliki keterkaitan dengan satu atau lebih komponen lingkungan
di tempat masyarakat tinggal dalam jangka waktu tertentu. Penyakit
berbasis lingkungan dapat dicegah dengan merubah kondisi lingkungan
yang dapat menjadi faktor munculnya penyakit tersebut.
Penyakit Berbasis Lingkungan merupakan suatu kondisi patologis
berupa kelainan fungsi atau morfologi suatu organ tubuh yang
disebabkan oleh interaksi manusia dengan segala sesuatu disekitarnya
yang memiliki potensi penyakit. Ada 3 macam agent yang dapat
menyebabkan penyakit berbasis lingkungan, yaitu: secara biologis,
kimia, dan fisik, serta kita juga dapat mengetahui jenis-jenis penyakit
berbasis lingkungan tersebut.
“TUBERCULOSIS”

A. Latar Belakang
Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis. Terdapat beberapa spesies Mycobacterium, antara
lain: M. tuberculosis, M. africanum, M. bovis, M. Leprae dsb. Yang juga dikenal
sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA). Kelompok bakteri Mycobacterium selain
Mycobacterium tuberculosis yang bisa menimbulkan gangguan pada saluran
nafas dikenal sebagai MOTT (Mycobacterium Other Than Tuberculosis) yang
terkadang bisa mengganggu penegakan diagnosis dan pengobatan TBC. Hingga
saat ini, Tuberkulosis tercatat sebagai salah satu masalah kesehatan dunia yang
masuk dalam Millennium Development Goals (MDGs).
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI masih terus menggaungkan
Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas). Hal itu untuk mengantisipasi
terjadinya masalah kesehatan terutama Stunting, TBC, dan penyakit yang dapat
dicegah dengan imunisasi. Masalah kesehatan tersebut diupayakan selesai pada
2019 sebagaimana hasil Rapat Kerja Kesehatan (Rakerkesnas) 2018 yang digelar
pada 5-8 Maret 2018 di Tangerang, Banten. Karenanya, diharapkan pemahaman
dan pengaplikasian Germas dilakukan secara merata oleh seluruh masyarakat
Indonesia.1 Germas merupakan gerakan nasional yang diprakarsai oleh Presiden
RI Joko Widodo dengan mengedepankan upaya promotif dan preventif, serta
melibatkan seluruh komponen bangsa dalam memasyarakatkan paradigma sehat.
Lintas sektor diharapkan dapat membuat kebijakan yang dapat mendukung
pengimplementasian Germas. Germas meliputi kegiatan aktivitas fisik, konsumsi
buah dan sayur, tidak merokok, memeriksakan kesehatan secara rutin,
membersihkan lingkungan, dan menggunakan jamban. Germas secara nasional
dimulai dengan berfokus pada 3 kegiatan, yakni melakukan aktivitas fisik 30
menit per hari, mengkonsumsi buah dan sayur, dan memeriksakan kesehatan
secara rutin minimal 6 bulan sekali sebagi upaya deteksi dini penyakit.Terkait
TBC, sesuai data WHO Global Tuberculosis Report 2016, Indonesia menempati
posisi kedua dengan beban TBC tertinggi di dunia. Tren insiden kasus TBC di
Indonesia tidak pernah menurun, masih banyak kasus yang belum terjangkau
dan terdeteksi, kalaupun terdeteksi dan telah diobati tetapi belum dilaporkan.
TBC di Indonesia merupakan salah satu jenis penyakit penyebab kematian
nomor empat setelah penyakit stroke, diabetes dan hipertensi. Kasus penyakit
TBC di Indonesia masih terbilang tinggi yakni mencapai sekitar 450 ribu kasus
setiap tahun dan kasus kematian akibat TBC sekitar 65 ribu orang. Penyakit
TBC lebih banyak menyerang orang yang lemah kekebalan tubuhnya, lanjut
usia, dan pasien yang pernah terserang TBC pada masa kanakkanaknya.
Penyebab penyakit TBC adalah infeksi yang diakibatkan dari kuman
Mycobaterium tuberkulosis yang sangat mudah menular melalui udara dengan
sarana cairan yang keluar saat penderita bersin dan batuk, yang terhirup oleh
orang sekitarnya.
Seseorang yang terinfeksi TB paru akan menimbulkan berbagai dampak di
kehidupannya, baik secara fisik, mental, maupun sosial. Secara fisik, seseorang
yang telah terinfeksi TB paru akan sering batuk, sesak nafas, nyeri dada, berat
badan dan nafsu makan menurun, serta berkeringat di malam hari. Semua hal itu
tentunya akan mengakibatkan seseorang tersebut menjadi lemah. Secara mental,
seseorang yang telah terinfeksi TB paru umumnya akan merasakan berbagai
ketakutan di dalam dirinya, seperti ketakutan akan kematian, pengobatan, efek
samping dalam melakukan pengobatan, kehilangan pekerjaan, kemungkinan
menularkan penyakit ke orang lain, serta ketakutan akan ditolak dan
didiskriminasi oleh orang-orang yang ada di sekitarnya

B. Pembahasan
 Pengertian Tuberculosis
Penyakit tuberkulosis Tuberkulosis (TBC) paru adalah penyakit
infeksi yang disebabkan oleh kuman Mycrobacterium tuberculosis yang
menyerang paru-paru dan bronkus. TBC paru tergolong penyakit air borne
infection, yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara pernapasan ke
dalam paru-paru. Kemudian kuman menyebar dari paru-paru ke bagian
tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, melalui
bronkus atau penyebaran langsung ke bagian tubuh lainnya.
(TBC) paru adalah suatu penyakit infeksi kronis yang sudah sangat
lama dikenal pada manusia, misalnya dia dihubungkan dengan tempat
tinggal di daerah urban, lingkungan yang padat, dibuktikan dengan adanya
penemuan kerusakan tulang vertebra otak yang khas TBC dari kerangka
yang digali di Heidelberg dari kuburan zaman neolitikum, begitu juga
penemuan yang berasal dari mumi dan ukuriran dinding piramid di Mesir
kuno pada tahun 2000 – 4000 SM. Hipokrates telah memperkenalkan
sebuah terminologi yang diangkat dari bahasa Yunani yang menggambarkan
tampilan penyakit TBC paru ini.

 Etiologi TBC
TBC paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh basil TBC
(Mycrobacterium Tuberculosi Humanis). Mycrobacterium tuberculosis).
Merupakan jenis kuman berbentuk batang berukuran sangat kecil dengan
panjang 1-4 µm dengan tebal 0,3-0,6 µm. Sebagian besar komponen
Mycrobacterium tuberculosis adalah berupa lemak atau lipid yang
menyebabkan kuman mampu bertahan terhadap asam serta zat kimia dan
faktor fisik. Kuman TBC bersifat aerob yang membutuhkan oksigen untuk
kelangsungan hidupnya. Mycrobacterium tuberculosis banyak ditemukan di
daerah yang memiliki kandungan oksigen tinggi. Daerah tersebut menjadi
tempat yang kondusif untuk penyakit TB. Kuman Mycrobacterium
tuberculosis memiliki kemampuan tumbuh yang lambat, koloni akan tampak
setelah kurang dari dua minggu atau bahkan terkadang setelah 6-8 minggu.
Lingkungan hidup optimal pada suhu 37°C dan kelembaban 70%. Kuman
tidak dapat tumbuh pada suhu 25°C atau lebih dari 40°C.

 Patogenesis TBC
TBC paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh basil TBC
(Mycrobacterium Tuberculosi Humanis). Karena ukurannya yang sangat
kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirup, dapat
mencapai alveolus. Masuknya kuman TBC ini akan segera diatasi oleh
mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit
kuman TBC dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman
TBC. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu
menghancurkan kuman TBC dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag.
Kuman TBC dalam makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan
membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TBC di
jaringan paru disebut Fokus Primer. Waktu yang diperlukan sejak masuknya
kuman TBC hingga terbentuknya kompleks primer secara lengkap disebut
sebagai masa inkubasi TBC. Hal ini berbeda dengan pengertian masa
inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak
masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TBC
biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara
2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai
jumlah 103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons
imunitas seluler

 Tanda dan Gejala TBC


Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus
yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak
terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk
menegakkan diagnosa secara klinik
- Gejala sistemik atau umum:
1. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan
darah)
2. Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya
dirasakan malam hari disertai keringat malam. Terkadang serangan
demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul
3. Penurunan nafsu makan dan berat badan
4. Perasaan tidak enak (malaise), lemah
- Gejala khusus:
1. Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi
sumbatansebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru)
akibat penekanankelenjar getah bening yang membesar, akan
menimbulkan suara “mengi”,suara nafas melemah yang disertai
sesak.
2. Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat
disertaidengan keluhan sakit dada.
3. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi
tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan
bermuara pada kulit diatasnya, pada muara ini akan keluar cairan
nanah.
4. Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak)
dandisebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya
adalah demamtinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-
kejang.
Keluhan-keluhan seorang penderita TBC sangat bervariasi, mulai dari
sama sekali tak ada keluhan sampai dengan adanya keluhan-keluhan
yang serba lengkap. Keluhan umum yang sering terjadi adalah malaise
(lemas), anorexia, mengurus dan cepat lelah. Keluhan karena infeksi
kronik adalah panas badan yang tak tinggi (subfebril) dan keringat
malam (keringat yang muncul pada jam-jam 02.30-05.00). Keluhan
karena ada proses patologik di parudan/atau pleura adalah batuk dengan
atau tanpa dahak, batuk darah, sesak, dan nyeri dada. Makin banyak
keluhan-keluhan ini dirasakan, makin besar kemungkinan TBC.
Departemen Kesehatan dalam pemberantasan TBC di Indonesia
menentukan anamnesis resmi lima keluhan utama yaitu batuk-batuk lama
(lebih dari 2 minggu), batuk darah, sesak, panas badan, dan nyeri dada
 Pencegahan TBC
Tindakan pencegahan dapat dikerjakan oleh penderitaan, masayarakat dan
petugas kesehatan.
- Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan
1. Oleh penderita, dapat dilakukan dengan menutup mulut sewaktu
batuk dan membuang dahak tidak disembarangan tempat.
2. Oleh masyarakat dapat dilakukan dengan meningkatkan dengan
terhadap bayi harus diberikan vaksinasi BCG (Bacillus Calmete
Guerin).
3. Oleh petugas kesehatan dengan memberikan penyuluhan tentang
penyakit TBC yang antara lain meliputi gejala bahaya dan akibat
yang ditimbulkannya
4. Isolasi, pemeriksaan kepada orang–orang yang terinfeksi,
pengobatan khusus TBC. Pengobatan mondok dirumah sakit hanya
bagi penderita yang kategori berat yang memerlukan pengembangan
program pengobatannya yang karena alasan – alasan sosial ekonomi
dan medis untuk tidak dikehendaki pengobatan jalan.
5. Des-Infeksi, Cuci tangan dan tata rumah tangga keberhasilan yang
ketat, perlu perhatian khusus terhadap muntahan dan ludah (piring,
tempat tidur, pakaian) ventilasi rumah dan sinar matahari yang
cukup.
6. Imunisasi orang–orang kontak. Tindakan pencegahan bagi orang–
orang sangat dekat (keluarga, perawat, dokter, petugas kesehatan
lain) dan lainnya yang terindikasinya dengan vaksi BCG dan tindak
lanjut bagi yang positif tertular.
7. Penyelidikan orang–orang kontak. Tuberculin-test bagi seluruh
anggota keluarga dengan foto rontgen yang bereaksi positif, apabila
cara–cara ini negatif, perlu diulang pemeriksaan tiap bulan selama 3
bulan, perlu penyelidikan intensif. 8) Pengobatan khusus. Penderita
dengan TBC aktif perlu pengobatan yang tepat obat–obat kombinasi
yang telah ditetapkan oleh dokter di minum dengan tekun dan
teratur, waktu yang lama (6 atau 12 bulan). Diwaspadai adanya kebal
terhadap obat-obat, dengan pemeriksaaan penyelidikan oleh dokter.
- Tindakan pencegahan.
1. Status sosial ekonomi rendah yang merupakan faktor menjadi
sakit, seperti kepadatan hunian, dengan meningkatkan pendidikan
kesehatan.
2. Tersedia sarana-sarana kedokteran, pemeriksaan pnderita, kontak
atau suspect gambas, sering dilaporkan, pemeriksaan dan
pengobatan dini bagi penderita, kontak, suspect, perawatan.
3. Pengobatan preventif, diartikan sebagai tindakan keperawatan
terhadap penyakit inaktif dengan pemberian pengobatan INH
(Isoniazid) sebagai pencegahan.
4. BCG, vaksinasi diberikan pertama-tama kepada bayi dengan
perlindungan bagi ibunya dan keluarganya. Diulang 5 tahun
kemudian pada 12 tahun ditingkat tersebut berupa tempat
pencegahan.
5. Memberantas penyakit TBC pada pemerah air susu dan tukang
potong sapi dan pasteurisasi air susu sapi
6. Tindakan mencegah bahaya penyakit paru kronis karena
menghirup udara yang tercemar debu para pekerja tambang,
pekerja semen dan sebagainya.
7. Pemeriksaan bakteriologis dahak pada orang dengan gejala TBC
paru
8. Pemeriksaan screening dengan tuberculin test pada kelompok
beresiko tinggi, seperti para emigrant, orang–orang kontak
dengan penderita, petugas dirumah sakit, petugas/guru disekolah,
petugas foto rontgen.
9. Pemeriksaan foto rontgen pada orang–orang yang positif dari
hasil pemeriksaan tuberculin tes
C. Penutup
 Kesimpulan
Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang adalah TBC) adalah
penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
tuberculosis tipe humanus. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat
kuat sehingga memerlukan waktu lama untuk mengobatinya. Bakteri ini lebih
sering menginfeksi organ paru-paru dibandingkan bagian lain tubuh manusia.
Gejala umum dari penyakit TBC : 1) Demam tidak terlalu tinggi yang
berlangsung lama, biasanya dirasakan pada malam hari disertai keringat. 2)
Penurunan nafsu makan dan berat badan. 3) Batuk-batuk selama lebih dari 3
minggu (dapat disertai dengan darah). 4) Perasaan tidak enak (malaise),
lemah.
Gejala khusus dari penyakit TBC : 1) Tergantung dari organ tubuh
mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus akibat penekanan
kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi",
suara nafas melemah yang disertai sesak. 2) Kalau ada cairan dirongga pleura
dapat disertai dengan keluhan sakit dada. 3) Bila mengenai tulang, maka akan
terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk
saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan
nanah. 4) Pada anak-anak dapat mengenai otak dan disebut sebagai
meningitis gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan
kejang-kejang.
Pencegahan penyakit TBC dengan cara melakukan imunisasi BCG
sebanyak 1 kali ketika bayi berumur 2 bulan, perhatikan kebersihan rumah,
jangan dibiasakan meludah di sembarang tempat, segera periksa ke
Puskesmas jika ditemukan tanda- tanda TBC.
.
DAFTAR PUSTAKA

Abdulkhaleq L. A., Assi M., Abdullah R. et al, 2018, The Crucial Roles of
Inflammatory Mediators in Inflammation: A Review, Vet World, Volume
11 (5), pp. 627-635

Anna, Budi Setyawan. 2020. Patofisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan.


Cetakan Pertama. Purwokerto. CV. Pena Persada

Ardianto dan Yudhastuti. 2012. Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut pada
Pekerja Pabrik. Jurnal Kesmas Nasional Vol.6 No.5 April 2012.

Baratawidjaja KG, Rengganis I. Imunologi Dasar. Edisi 10. Jakarta: Balai


Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2012

Crowin, Elisabeth J. 2009.  Buku Saku Patofisiologi Edisi 3 Rev isi . Jakarta:
EGC

Cut, Sriyanti. 2016 Patologi. Jakarta. PPSDM Kemenkes RI

Dyah Ayu Woro Setyaningrum. 2011. Sel Si Kecil Beradaptasi. Jakarta.

Evelyn, Theresia. 2017. Berbagai Penyakit Akibat Gangguan Metabolisme.


https://uzone.id/berbagai-penyakit-akibat-gangguan-metabolisme

F. Fenty, W. A, V. DM, and H. P, “METABOLIC SYNDROME AMONG


ADULTS IN RURAL AREAS (Sindrom Metabolik pada Dewasa di
Daerah Pedesaan),” Indones. J. Clin. Pathol. Med. Lab., vol. 22, no. 3, p.
254, 2018, doi: 10.24293/ijcpml.v22i3.1241.

Guyton & H al.2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, edisi 11. Jakarta : EGC

Hammer.et.al. 2018. Risk Factors and Risk Factor Cascades for Communicable
Disease Outbreak in Complex Humanitarian Emergencies: A
QualitativeSystematic Review.BMJGlob Health Doi:10.1136/bmjgh-2017-
00064

Hikmah Nurul, Fitriyanti & Ika Astuti, K., 2020. Efek Antiinflamasi Infusa Bunga
Asoka (Ixora coccinea l) pada Tikus Jantan yang Diinduksi Karagenan.
Jurnal Sains Kesehatan 2. Vol 2. No 4. p-ISSN: 2303-0267, e-ISSN: 2407-
608

Irianto, K. (2009). Panduan Praktikum Parasitologi Dasar Untuk Paramedic dan


Nonmedis. Bandung:

Kemenkes Ri. 2013. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Balitbang


Kemenkes Ri

Kusumawati Endha. 2014. Ekspresi COX-2 dan Jumlah Neutrofil Fase Inflamasi
pada Proses Penyembuhan Luka Setelah Pemberian Sistemik Ekstrak
Etanolik Rosela (Hibiscus sabdariffa) (studi in vivo pada Tikus Wistar).
Maj Ked Gi. Juni 2014; 21(1): 13-19

Kumar V, Cotran R.S, Robbins S.L. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins Edisi .
Jakarta. EGC 2.

Mitchell R., Kumar V., Abbas A. K. et al, 2015, Inflammation and Repair, In :
Robbins and Cotran Pathologic Basis Of Disease, Philadelphia: Elsavier
Saunders, pp.31-40.

Murray Robert. K, dkk .2009. Biokimia Harper, edisi 27. Jakarta : EGC.

Nair, Muralitharan. Peate, Ian. 2015. Dasar-Dasar Patofisiologi Terapan. Jakarta.


EGC 3.

Purnama, Sang Gede. 2016. Buku Ajar Penyakit Berbasis Lingkungan. Jakarta.

Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit. Volume 2 Edisi 6. Jakarta: EGC 4.

Pober J. S., Sessa W. C., 2015, Inflammation and the Blood Microvascular
System. Cold Spring Harb Perspect Biol, Volume 7(1), pp. 1-1

Porth, C, Mattson.2006.  Essential Conce pts of Disease Processes and


Altered  Health States . Publisher: Lippincott Williams & Wilkins; 2
edition
Ramadhani Nur & Adi Sumiwi, S., 2016. AKTIVITAS ANTIINFLAMASI
BERBAGAI TANAMAN DIDUGA BERASAL DARI. Farmaka
Suplemen Volume 14 Nomor 2

Ramdhani, A., Handayani, H., & Setiawan, A. (2020). Hubungan Pengetahuan


Ibu Dengan Kejadian Stunting. Semnas Lppm, ISBN: 978-, 28–35.

Robbins. Kumar. Cotran. 2010. Buku Ajar Patology. EGC. Jakarta

Robiins dan Kumar. 1992.  Buku Ajar Patologi I. Jakarta : EGC.

Riset Kesehatan Dasar. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan


Kementrian Kesehatan RI Tahun 2013. Jakarta

Safar, R. (2010). Parasitologi Kedokteran: Protozoologi, Helmintologi,


Entomologi. Bandung:

Setyawan, A. B., 2020. Patofisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Cetakan


Pertama. CV. Pena Persada Redaksi

Suryanto. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan Patologi.


Jakarta:BPPSDMK

Sugiyarto & Ayu Natalia. 2022. Efek Samping Hipoglikemi yang Dialami oleh
Pasien Geriatri yang Berisiko Sindrom Metabolik. Jurnal Sains
Kesehatan. 2022. Vol 4. No 4. p-ISSN: 2303-0267, e-ISSN: 2407-6082

Soentoko Soraya. 2022. Meningkatkan Kualitas Hidup Penderita Gangguan


Metabolik di Klinik Pratama Semarang melalui Pelatihan Pengaturan Diet
dan Senam Kaki. Jurnal ABDIMAS-KU: Jurnal Pengabdian Masyarakat
Kedokteran Volume 01, No. 03, Tahun 2022 ISSN: 2809-915X

Widodo, H. (2013). Parasitologi Kedokteran. Jogjakarta: D-Medika

William F. Ganong.2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 22. Jakarta. EGC.

Wijaya L., Saleh I., Theodorus et al, 2015. Efek Antiinflamasi Fraksi Daun
Andong (Cordyline fructicosa l) Pada Tikus Putih Jantan (Rattus
Novergicus) Galur Sprague Dawley, Biomedical Journal of Indonesia,
Vol.1(1), pp. 16 – 24

Tambayong, Jan. 2016. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai