Anda di halaman 1dari 4

1.

Hipertrofia

Hipertrofia adalah meningkatnya ukuran sel yang mengakibatkan organ bertambah besar.
Sebaliknya hiperplasia (dibahas berikut) adalah penambahan jumlah sel yang terjadi karena
proliferasi sel yang telah mengalami diferensiasi dan penggantian sel oleh sel punca (stem cell).
Dengan kata lain pada hipertrofia murni tidak dibentuk sel baru, hanya sel bertambah besar
mengandungi protein dan organel struktural yang meningkat. Hiperplasia merupakan respons
adaptasi pada sel yang dapat melakukan replikasi, sedangkan hipertrofia terjadi pada set yang
mempunyai kemampuan pertambahan yang terbatas. Hipertrofia dan hiperplasia juga dapat terjadi
bersama-sama dan keduanya akan mengakibatkan organ bertambah besar.

Hipertrofia dapat terjadi secara fisiologis atau patologis dan disebabkan oleh kebutuhan
fungsional yang meningkat atau stimulasi faktor pertumbuhan atau hormonal.

 Pembesaran fisiologis uterus selama kehamilan terjadi karena hipertrofia otot polos dan
hiperplasia otot polos akibat pengaruh estrogen (Gambar 1-3). Keadaaan berlawanan dalam
respons terhadap tuntutan meningkat terjadi pada otot serat lintang di otot skeletal dan
jantung yang hanya dapat melakukan hipertrofia karena set otot dewasa mempunyai
kapasitas bertambah yang terbatas, sehingga seorang atlet angkat besi pembesaran ototnya
karena proses hipertrofia.
 Contoh hipertrofia sel patologis adalah pembesaran jantung akibat hipertensi atau penyakit
katup aorta (Gambar 1-2).
Mekanisme yang mengakibatkan hipertrofia jantung melibatkan setidaknya dua jenis
rangsangan: rangsangan mekanik, seperti peregangan, dan rangsangan trofik, yang
merupakan mediator yang mudah larut dan merangsang pertumbuhan sel, misalnya faktor
pertumbuhan dan hormon yang bersifat seperti adrenalin. Stimulus ini akan merangsang
jalur yang mengakibatkan terjadinya induksi sejumlah gen, yang kemudian akan merangsang
sintesa berbagai protein sel, termasuk faktor pertumbuhan dan protein struktural. Hasilnya
akan terjadi pertambahan sintesa protein dan miofilamen tiap sel, yang akan memperkuat
kemampuan pada tiap kontraksi, memungkinkan sel memenuhi peningkatan kebutuhan
yang dihadapi. Dapat pula terjadi perubahan protein kontraktil dari bentuk dewasa ke fetal
atau neonatal. Contoh, selama masa hipertrofia otot, miosin alfa rantai berat akan diganti
dengan miosin beta rantai berat yang akan menghasilkan kontraksi yang lebih lambat dan
lebih menghemat energi.
Walaupun terjadi mekanisme hipertrofia, akan dicapai batas di mana pembesaran
massa otot tidak mampu lagi mengkompensasi beban yang meningkat. Apabila hal ini terjadi
di jantung, beberapa perubahan degeneratif akan terjadi pada serat miokardium, yang
terpenting ialah terjadinya fragmentasi dan hilangnya elemen kontraktil miofibril. Variabel
yang membatasi terjadinya hipertrofia dan mengakibatkan kelainan regresif tidak
seluruhnya dipahami. Serat yang membesar mengakibatkan terjadinya keterbatasan
vaskular mitokondria untuk menghasilkan adenosin trifosfat (ATP), atau gangguan biosintesa
untuk menghasilkan protein kontraktil atau elemen sitoskeletal lain. Hasil akhir kelainan ini
adalah dilatasi ventrikel dan disusul dengan gagal jantung, suatu urutan kejadian yang
menggambarkan bagaimana suatu adaptasi terhadap stres dapat berakhir dengan
kerusakan fungsi sel, apabila stres tidak dapat ditanggulangi.
2. Hiperplasia
Seperti pembahasan sebelumnya, hiperplasia terjadi apabila jaringan mengandungi
populasi sel yang mampu bereplikasi. Hal tersebut dapat terjadi bersama dengan hipertrofia dan
sering terjadi karena stimulus yang sama.
Hiperplasia dapat terjadi fisiologis ataupun patologis. Pada kedua keadaan proliferasi sel
dirangsang oleh faktor pertumbuhan yang dihasilkan oleh berbagai jenis sel.
• Dua jenis hiperplasia fisiologis ialah: (1) hiperplasia hormonal, contoh pada proliferasi
epitel kelenjar-kelenjar payudara saat pubertas dan saat kehamilan dan (2) hiperplasia
kompensatorik, keadaan dimana jaringan sisa akan bertambah setelah pengeluaran atau
hilangnya bagian dari suatu organ. Contoh apabila sebagian organ hati direseksi, aktivitas
mitosis pada sel yang tersisa akan dimulai dalam waktu 12 jam, sampai terjadi pemulihan hati
mencapai berat normal semula. Stimulus untuk hiperplasia pada proses ini adalah faktor
pertumbuhan polipeptida yang dihasilkan oleh sel hati dan juga oleh sel non parenkim di hati
(Bab 2). Setelah proses restorasi jaringan hati, proliferasi sel akan dihentikan oleh berbagai
inhibitor pertumbuhan.
• Umumnya hiperplasia patologis disebabkan oleh stimulus hormon dan faktor
pertumbuhan yang meningkat. Contoh setelah siklus haid normal akan terjadi pertambahan
proliferasi epitel uterus yang biasanya dipengaruhi ketat oleh hormon hipofisis dan hormon
estrogen ovarium dan dihambat oleh progesteron. Namun apabila terjadi gangguan
keseimbangan estrogen dan progesteron akan terjadi hiperplasia endometrium, yang
merupakan penyebab tersering dari gangguan siklus haid. Hiperplasia juga merupakan respons
penting sel jaringan ikat pada penyembuhan Iuka, di mana proliferasi fibroblas dan pembuluh
darah menopang terjadinya pemulihan jaringan (Bab 2). Pada proses ini faktor pertumbuhan
dihasilkan oleh sel darah putih (leukosit) dalam respons terhadap jejas dan matriks ekstrasel.
Rangsangan faktor pertumbuhan juga terjadi pada hiperplasia yang dikaitkan dengan infeksi
virus; contoh virus papiloma yang mengakibatkan kutil kulit dan lesi mukosa yang terjadi atas
hiperplasia epitel. Pada keadaan ini faktor pertumbuhan disandi oleh gen virus atau gen sel
pejamu yang terkena infeksi.
Gambar 1-4 Atrofia otak. A, Otak normal dewasa muda. B, Atrofia otak pada seorang
laki-laki usia 82 tahun dengan penyakit aterosklerosis. Atrofia otak terjadi karena proses
penuaan dan menurunnya suplai darah. Perhatikan bahwa berkurangnya jaringan otak akan
menyempitkan girus dan melebarnya sulkus. Jaringan meningen telah dilepas dari dasar pada
tiap sediaan untuk menunjukkan permukaan otak.
Hal penting pada semua keadaan di atas, proses hiperplasia tetap terkendali; apabila
sinyal yang memulai kejadian itu menghilang, maka hiperplasia juga akan berhenti. Kemampuan
merespons terhadap mekanisme regulasi normal ini yang membedakan hiperplasia patologis
dengan kanker. Pada kanker, mekanisme pengaturan pertumbuhan mengalami gangguan atau
menjadi tidak efektif (Bab 5). Sekalipun demikian, dalam banyak kasus, hiperplasia patologis
merupakan lahan yang subur untuk timbulnya kanker. Contoh, pasien hiperplasia endometrium
mempunyai risiko yang meningkat untuk menjadi kanker endometrium (Bab 18).
3. Atrofia
Melisutnya ukuran sel akibat hilangnya substansi sel disebut atrofia. Apabila mengenai
jumlah sel yang cukup banyak, seluruh jaringan atau organ akan mengecil ukurannya, menjadi
atrofik (Gambar 1-4). Walaupun sel-sel atrofik menurun fungsinya, sel tersebut tidak mati.
Termasuk penyebab atrofia, ialah berkurangnya beban kerja (misal: imobilisasi tungkai untuk
memungkinkan penyembuhan fraktur), hilangnya persarafan, berkurangnya suplai darah, nutrisi
yang tidak adekuat, hilangnya stimulasi endokrin, dan penuaan (atrofia senilis). Walaupun
beberapa stimulus tersebut bersifat fisiologis (misal: berkurangnya stimulasi hormonal pada
menopause) dan lainnya patologis (misal: denervasi), kelainan dasar sel bersifat identik.
Perubahan itu menggambarkan kemunduran sel menjadi ukurannya lebih kecil namun sel dapat
bertahan hidup; suatu keseimbangan baru terwujud antara ukuran sel dan berkurangnya suplai
darah, nutrisi atau stimulasi trofik.
Mekanisme atrofia merupakan kombinasi antara sintesa protein yang menurun dan
degradasi protein dalam sel.
• Sintesa protein menurun karena aktivitas metabolit menurun.
• Degradasi protein sel terutama terjadi melalui jalur ubiquitinproteasome. Defisiensi
nutrien dan kurang dipakai akan mengaktifkan ligase ubiquitin, yang akan menggabungkan
beberapa peptida ubiquitin kecil dengan protein sel agar terjadi degradasi dalam proteasomes.
Jalur ini diperkirakan berperan pada peningkatan proteolisis pada berbagai kondisi katabolik,
termasuk keadaan kaheksia pada kanker.
• Pada banyak keadaan, atrofia juga diiringi dengan peningkatan autofagia, yang
meningkatkan vakuol autofagia. Autofagia ("memakan diri sendiri") merupakan proses yaitu sel
yang kelaparan akan memakan komponennya sendiri dalam usaha untuk bertahan hidup. Hal ini
akan dibahas kemudian pada bab ini.
4. Metaplasia
Metaplasia adalah perubahan reversibel yaitu satu jenis sel dewasa (sel epitel atau
mesenkim) digantikan oleh sel dewasa jenis lain. Dalam adaptasi sel ini, suatu sel yang sensitif
terhadap suatu stres tertentu diganti oleh sel lain yang lebih mampu bertahan terhadap
lingkungan yang tidak menopang. Metaplasia diperkirakan terjadi karena sel punca (stem)
diprogram kembali agar mengikuti jalur baru dan bukan perubahan fenotipe (perubahan
diferensiasi) daripada set yang telah mengalami diferensiasi.
Metaplasia epitel ditunjukkan dengan perubahan epitel skuamosa yang terjadi pada
epitel saluran napas seorang perokok menahun (Gambar 1-5). Sel epitel kolumnar bersilia
normal pada trakea dan bronkus akan diganti setempat atau mengenai daerah luas dengan
epitel berlapis skuamosa. Epitel berlapis skuamosa yang tebal ini dapat bertahan terhadap zat
kimia yang membahayakan pada asap rokok dibandingkan epitel bronkus semula yang tidak
mampu bertahan. Walaupun epitel skuamosa metaplastik mempunyai daya pertahanan hidup
yang menguntungkan, beberapa mekanisme protektif menghilang, misalnya sekresi mukus dan
silia pembersih terhadap benda partikel. Walaupun epitel skuamosa metaplastik mempunyai
daya pertahanan hidup yang menguntungkan, beberapa mekanisme protektif menghilang,
misalnya sekresi mukus dan silia pembersih terhadap benda partikel. Metaplasia epitel
merupakan pedang bermata dua. Akibat lain, pengaruh yang menginduksi perubahan
metaplastik, apabila menetap, merupakan predisposisi perubahan keganasan pada epitel.
Kenyataanya, metaplasia skuamosa epitel saluran pernapasan sering dijumpai bersamaan
dengan kanker paru yang terdiri atas epitel skuamosa yang ganas. Diperkirakan merokok akan
mengakibatkan metaplasia skuamosa pada tahap awal dan kanker akan timbul pada daerah ini
kemudian. Karena vitamin A dibutuhkan untuk diferensiasi normal epitel, defisiensi vitamin ini
akan mengakibatkan metaplasia skuamosa pada epitel saluran napas. Metaplasia tidak harus
mengakibatkan epitel kolumnar menjadi epitel skuamosa; pada refluks gaster kronik, epitel
skuamosa esofagus bagian bawah mengalami transformasi metaplastik menjadi epitel gaster
atau epitel kolumnar intestinal. Metaplasia dapat pula terjadi pada sel mesenkim, tetapi
keadaan ini biasanya terjadi akibat reaksi terhadap perubahan patologis dan bukan respons
adaptif terhadap stres. Contoh, tulang kadang-kadang dibentuk pada jaringan ikat, terutama
pada lokasi jejas.

Metaplasia: perubahan fenotipe sel yang telah berdiferensiasi, sering akibat iritasi kronik, sehingga sel
lebih mampu menghadapi stres; biasanya diinduksi melalui jalur diferensiasi sel stem yang berubah;
dapat mengakibatkan fungsi yang menurun atau peningkatan kecenderungan transformasi menjadi
ganas.

Anda mungkin juga menyukai