Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sel adalah unit pembentuk semua makhluk hidup. Setiap sel adalah suatu sistem lengkap
(self contained) yang melaksanakan berbagai fungsi yaitu membentuk dan menggunakan
energi, melakukan respirasi, reproduksi dan ekskresi. Sel-sel bergabung utuk membentuk
jaringan, jaringan-jaringan bersatu untuk membetuk organ, dan organ-organ membentuk
sistem tubuh. Sel selalu terpajan terhadap kondisi yang terus-menerus berubah dan terhadap
Rangsangan yang berpotensi merusak. Apabilla perubahan dan rangsangan bersifat ringan atau
singkat, maka sel akan mudah beradaptasi. Rangsangan yang lebih lama atau lebih kuat dapat
menyebabkan cedera pada sel atau bahkan kematian.
Sel normal merupakan mikrokosmos yang berdenyut tanpa henti, secara tetap mengubah
stuktur dan fungsinya untuk memberi reaksi terhadap tantangan dan tekanan yang selalu
berubah. Bila tekanan atau rangsangan terlalu berat, struktur dan fungsi sel cenderung bertahan
dalam jangkauan yang relatif sempit.
Penyesuaian sel mencapai perubahan yang menetap, mempertahankan kesehatan sel
meskipun tekanan berlanjut. Tetapi bila batas kemampuan adaptasi tersebut melampaui batas
maka akan terjadi jejas sel atau cedera sel bahkan kematian sel. Dalam bereaksi terhadap
tekanan yang berat maka sel akan menyesuaikan diri, kemudian terjadi jejas sel atau cedera sel
yang akan dapat pulih kembali dan jika tidak dapat pulih kembali sel tersebut akan mengalami
kematian sel. Dalam makalah ini akan membahas tentang mekanisme jejas, adaptasi dan
kematian sel.
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan kematian jaringan / nekrosis bagaimana mekanismenya?
b. Apa yang dimaksud dengan hipertrofi dan bagaimana mekanismenya?
c. Apa yang dimaksud dengan hiperplapasi bagaimana mekanismenya?
d. Apa yang dimaksud dengan metaplasi bagaimana mekanismenya?
e. Apa yang dimaksud dengan displasi bagaimana mekanismenya?
f. Apa yang dimaksud dengan atrofi bagaimana mekanismenya?

1
1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui dan memahami mekanisme kematian jaringan/nekrosis
b. Untuk mengetahui dan memahami mekanisme hipertrofi
c. Untuk mengetahui dan memahami mekanisme hiperplapasi
d. Untuk mengetahui dan memahami mekanisme metaplasi
e. Untuk mengetahui dan memahami mekanisme displasi
f. Untuk mengetahui dan memahami mekanisme atrofi
1.4 Manfaat
a. Dapat megetahui dan memahami mekanisme kematian jaringan/nerosis
b. Dapat mengetahui dan memahami mekanisme hipertrofi
c. Dapat mengetahui dan memahami mekanisme hiperplapasi
d. Dapat mengetahui dan memahami mekanisme metaplasi
e. Dapat mengetahui dan memahami mekanisme displasi
f. Dapat mengetahui dan memahami mekanisme atrofi

2
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Kematian sel / Nekrosis
Nekrosis merupakan proses kematian sel. Nekrosis melibatkan sekelompok sel,
mengalami kehilangan integritas membrane, sel yang mengalami nekrosis akan terlihat
membengkak untuk kemudian mengalami lisis. Kerusakan membran ini disebabkan adanya
aktivitas enzim lisozim. Aktivitas enzim lisozim dapat terjadi karena adanya kerusakan system
membran, oleh factor tertentu yang mengakibatkan membran pembungkus enzim
lisozimtersebut mengalami kebocoran. Kebocoran ini mengakibatkan lisozim tumpah ke
sitosol dan akhirnya mencerna protein – protein baik yang berada pada sitosol maupun protein
– protein penyusun sistem membran dari sel tersebut. (Sudiana, 2008)
Nekrosis merupakan jumlah perubahan morfologik yang terjadi setelah kematian sel
dalam jaringan atau organ hidup. Ada dua proses yang mendasari perubahan morfologik yang
dasar, yaitu:
• Denaturasi protein , jejas atau asidosis intrasel menyebabkan denaturasi protein struktur dan
protein enzim yang menghambat proteolisis sel sehingga untuk sementara morfologi sel
dipertahankan.
• Pencernaan (digestif) enzimatik pada organel dan komponen sitosol lainnya, baik autolisis
(dimana enzim berasal dari sel mati) atau heterolysis (enzim berasal dari leukosit). Sel mati
dicerna dan sering meninggalkan cacat jaringan yg diisi oleh leukosit imigran dan
menimbulkan abses.
Jika proses digestif enzimatik sel lebih dominan pada sel nekrotik akan terjadi nekrosis
lekuefaktif. Jika denaturasi protein lebih dominan akan terjadi nekrosis koagulatif.
Ada beberapa ciri yang membedakan sel nekrotik berwarna lebih eosinofilik (merah
muda) dan tampak lebih berkilau karena kehilangan glikogen dan mengalami vakuolisasi serta
membrane sel mengalami fregmentasi. Sel nekrotik dapat menarik garam kalsium; keadaan ini
benar terutama untuk sel lemak yang nekrotik (membentuk fatty soaps). Perubahan nucleus
meliputi piknosis (nukleus kecil serta padat), kariolisis (nukleus yang melarut serta terlihat
kabur) dan karioreksis (nukleus yang terfragmentasi). Pola nekrosis pada jaringan yang umum
meliputi:
1. Nekrosis koagulatif merupakan pola yang paling sering ditemukan dan terutama
didominasi oleh denaturasi protein dengan tetap mempertahankan sel dan kerangka
jaringan. Pola ini khas pada kematian hipoksik dalam semua jaringan kecuali otak.

3
Jaringan nekrotik mengalami heterolisis (dicerna oleh enzim lisosomal dari leukosit
yang menginvasi) atau autolisis (dicerna oleh enzim – enzim lisosomnya sendiri).
2. Nekrosis likuefaktif terjadi ketika heterolysis atau autolysis lebih dominan daripada
denaturasi protein. Daerah yang nekrotik teraba lunak dan terisi cairan. Tipe nekrosis
ini paling sering terlihat pada infeksi bakteri setempat (abses) dan dalam otak.
3. Nekrosis kaseosa merupakan ciri khas lesi Tuberculosis. Lesi ini terlihat secara
makroskopis sebagai materi yang lunak, rapuh serta menyerupai keju, dan secara
mikroskopis sebagai materi amorf eosinofilik dengan debris sel.
4. Nekrosis lemak terlihat dalam jaringan adipose; aktivasi lipase (misalnya dari sel
pankreas makrofag atau yang jejas) melepaskan asam lemak dari trigliserida yang
kemidian membentuk kompleks dengan kalsium untuk membentuk sabun. Secara
makroskopis terlihat area berwarana putih seperti kapur (saponifikasi lemak). Secara
histologis ditemukan garis sel yang kabur dan pengendapan kalsium (Mitchel, dkk.,
2008).

Perkembangan Jaringan Nekrotik :


• timbul respon peradangan
• jaringan nekrotik hancur dan hilang

Akibat nekrosis :
– Kehilangan fungsi : misalnya defisit neurologis
– Menjadi fous infeksi, medium pembiakan penyebaran mikroorganisme tertentu
– Perubahan – perubahan sistemik tertentu, misalnya demam, leukositosis
– Pengeluaran enzim-enzim yangg dikandungnya ke dalam darah akibat sel mati dan
peningkatan permeabilitas membran.

2.2 Hipertrofi

Hipertrofi adalah bertambahnya ukuran suatu


sel atau jaringan. Hipertrofi adalah suatu respon adaptif
yang teradi apabila terdapat peningkatan beban suatu
kerja sel. Kebutuhan sel akan oksigen zat gizi
meningkat, menyebabkan pertumbuhan sebagian besar
4
struktur intrasel, termasuk mitokondria, retikulum endoplasma, vesikel intrasel, dan protein
kontraktil ini membuat sintesis protein meningkat.
Hipertrofi terutama dijumpai pada sel-sel yang tidak dapat beradaptasi terhadap peningkatan
beban kerja dengan cara meningkatkan julah mereka (hiperplasia) melalui mitosis. Contoh sel
yang tidak dapat mengalami mitosis, tetapi mengalami hipertofi adalah sel otot rangka dan
jantung. Otot polos dapat mengalami hipertrofi maupun hiperplasia. Terdapat tiga jenis utama
hipertrofi: fisiologis, patologis dan kompensasi.

a. Hipertrofi fisiologis, terjadi sebagai akibat dari peningkatan beban kerja suatu sel secara
sehat (yi.,peningkatan massa/ukuran otot setelah berolahraga)
b. Hipertrofi patologis, terjadi sebagai respons terhadap suatu keadaan sakit, misalnya,
hipertrofi ventrikel kiri sebagai respon terhadap hipertensi kronik dan peningkatan
beban jantung.
c. Hipertrofi kompensasi, terjadi sewaktu sel tumbuh untuk mengambil alih peran sel lain
yang telah mati. Contoh, hilangnya satu ginjal menyebabkan sel sel di ginjal yang masih
ada mengalami hipertrofi sehingga terjadi peningkatan ukuran ginjal secara bermakna.

Hipertrofi adalah peningkatan volume organ atau jaringan akibat pembesaran komponen
sel. Ia berbeda dengan hiperlapsia, yang dalam kondisi ini ukuran sel tetap tetapi jumlah sel
bertambah. Meskipun hipertrofi dan hiperlapsia adalah dua proses yang berbeda, seringkali
muncul bersamaan, seperti dalam kasus proliferasi yang dirangsang hormon serta perbesaran
sel pada rahim saat kehamilan.

a. Hipertrofi otot adalah suatu bentuk paling umum dari hipertrofi organ, muncul pada
organ otot rangka sebagai respon atas latihan fisik/beban. Tergantung jenis latihannya,
hipertrofi otot dapat muncul melalui meningkatnya volume sarkoplasma atau
meningkatnya protein kontraktil.
b. Hipertrofi ventrikular adalah membesanya ukuran ventrikel Jantung. Perubahan ini
sangat baik untuk kesehatan jika merupakan respon atas latihan aerobik, akan tetapi
hipertrofi ventrikular juga dapat muncul akibat penyakit seperti tekanan darah tinggi.
c. Hipertrofi payudara adalah pertumbuhan ekstreem payudara, sebagai contoh masing
masing payudara seberat 5kg atau lebih. Gigantomasia dapat terjadi akibat komplikasi
saat kehamilan, atau seringkali gigantomastia anak saat pubertas.

5
d. Hipertrofi klitoris adalah gejala interseksualitas, karena klitoris membesar sehingga
menyerupai penis.

2.3 Hiperplasia

Hiperplasia adalah peningkatan jumlah sel yang terjadi pada suatu organ akibat
peningkatan mitosis. Hiperlapsia dijumpai pada sel sel yang dirangsang oleh peningkatan
beban kerja, sinyal hormon, atau sinyal yang dihasilka secara lokal sebagai respons terhadap
penurunan kepadatan jaringan. Hiperplasia hanya dapat terjadi pada sel yang mengalami
mitosis. Misalnya sel, hati, ginjal dan jaringan ikat. Hiperplasia dapat bersifat fisiologis,
patologis, atau dapat terjadi sebagai kompenasasi terhadap kehilangan atau cedera jaringan.
Berdasarkan penyebab terjadinya, hiperplasia dapat terbagi atas 3, yaitu :
1. Hiperplasi fisiologis
Adalah hiperplasi yang terjadi setiap bulan pada sel-sel jaringan endometrium uterus
(rahim) selama stadium folikular pada siklus menstruasi atau rangsangan hormon pada
kehamilan dan laktasi menimbulkan proliferasi yang luas pada unsur-unsur epitel kelenjar
mamae disertai pembesaran jaringan kelenjar mamae.
2. Hiperplasi patologis
Adalah hiperplasi yang dapat terjadi karena perangsangan hormon yang berlebihan.
Contoh peristiwa ini terjadi pada kasus akromegali, suatu penyakit yang terjadi pada
jaringan ikat yang ditandai oleh meningkatnya hormon pertumbuhan. Contoh lainnya adalah
pembesaran kelenjar prostat pada pria lanjut usia dan kalus yang merupakan penebalan kulit
akibat rangasngan mekanik. Pemeriksaan mikroskopis pada kalus menunjukan kenaikan
nyata jumlah sel epidermis dan jumlah lapisan sel di dalam episermis dan jelas merupakan
respon adaptasi.
3. Hiperplasi kompensasi
Adalah hiperplasi yang terjadi karena sel jaringan berproliferasi untuk menggantikan
jumlah sel yang telah mengalami penurunan pada jaringan tertentu. Hiperplasia ini ditemui

6
pada sel-sel hati setelah pengangkatan sebagian jaringan hati melalui pembedahan.
Hiperplasia ini terjadi dengan kecepatan yang signifikan.

Seperti pada hipertrofi, jika keadaan yang abnorml hilang maka sinyal agar sel berpoliferasi
akan berhenti, dan terjadi regresi sehingga kembali ke kondisi yang lebih normal. Pada contoh
diatas, kelenjar mamae yang membesar akan menyusut sampai ke ukuran yang normal setelah
berhenti menyusui dan kalus sedikit demi sedikit akan menghilang jika tidak ada lagi rangsang
mekanis pada kulit tersebut. Sayangnya, rangsang yang menyebabkan hiperplasia prostat tidak
diketahui dan jaringan yang berlebihan tersebut seringkali harus dioperasi.

2.4 Metaplasia

Metaplasia adalah perubahan suatu jenis sel normal menjadi sel normal lainnya.
Metaplasia sering terjadi sebagai suatu proses maturasi sel atau sebagai mekanisme
adaptasi terhadap stimulus dari luar tubuh

Ditandai dengan berubahnya suatu tipe sel dewasa menjadi tipe sel dewasa yang lain dan
bersifat reversible sehingga fungsi sel juga berubah pertumbuhan abnormal sel
yang terkendali.

Terjadi pada :

 Jaringan mesebkimal/penyangga (otot, lemak, tulang)


 Jaringan epitel penutup
 Jaringan epitel kelenjar
Contoh :

1. Transformasi epitel kolumnar/silindris epitel skuamus


Pola metaplasia ini dapat dilihat pada :

7
Kantung empedu , trakea, bronkus, bronkiolus, kelenjar endoserviks dan duktus
ekskretorius kelenjar dalam tubuh bila tempat tersebut terjadi radang atau
iritasi kronis.
Misalnya : metaplasia cervix uteri
Epitel silindris pada kelenjar endoserviks yang normal diganti dengan epitel
skuamus berlapis. Dikarenakan adanya peradangan (injury) kronis
(Cervicitis Chronica).
 Terlalu banyak anak
 Terlalu banyak berhubungan seksual

2. Transformasi epitel skuamus epitel silindris intestinal


Misalnya : metaplasia oesophagus
Epitel skuamus normal pada oesophagus diganti epitel usus (selapis
silindris/intestinal) refluks getah lambung kronis (Esophagus Barrett).

3. Transformasi otot serat lintang Tulang


Misalnya : metaplasia otot lurik
Otot serat lintang diganti jaringan fibrosa yang mengandung trabekula tulang
(Miositis Ossifikans) jejas traumatik otot yang menimbulkan lesi.
Metaplasia epitel hampir selalu reversible, tetapi metaplasia jaringan ikat yang
membentuk tulang biasanya irreversible dan meninggalkan bekas menetap pada
tempat jejas yang terdahulu.

METAPLASIA ATIPIK
Merupakan peralihan antara metaplasia (pola teratur) dengan displasia (pola
tidak teratur).
Misalnya : metaplasia skuamosa atipik epitel
Bronkus pada perokok sigaret sering merupakan pendahulu Karsinoma
bronkogenik sel Skuamosa.

8
2.5 Displasi

Displasia adalah merujuk kepada pembentukan dan perkembangan sel secara


tdak beraturan.
Bukan merupakan suatu proses adaptasi tetapi erat hubungannya dengan
metaplasia Metaplasia atipik.
Displasia :
Hilangnya keseagaman sel secara individu dan juga hilangnya orientasi susunan
sel-sel tersebut.
1. Perubahan sifat sel sehingga bervariasi dalam ukuran, bentuk, dan
susunannya.
2. Mempunyai inti sel berwarna gelap, ukurannya lebih besar dan abnormal
3. Mitosis lebih banyak dijumpai pada tempat abnormal diantara sel-sel epitel
4. Displasia = pertumbuhan yang kacau
5. Berhubungan erat dengan iritasi/radang kronik yang berkepanjangan
6. Proses yang reversible
7. Permulaan dari timbulnya keganasan (pendahulu kanker)

Displasia dapat dijumpai pada :

 Serviks
 Saluran pernafasan bronkitis kronik dan bronkiektasis (perokok sigaret)
 Rongga mulut
 Kantung empedu

9
2.6 Atrofi

Atrofi adalah berkurangnya ukuran suatu sel atau jaringan. Atrofi dapat menjadi suatu
respon adaptif yang timbul sewaktu terjadi penurunan beban kerja sel atau jaringan. Dengan
meurunnya beban kerja, maka kebutuhan akan oksigen dan gizi juga berkurang. Hal ini
menyebabkan sebagian besar struktur intrasel, termasuk mitokondria, retikulum endoplasma,
vesikel intrasel dan protein kontraktif, menyusut.

Atrofi dapat terjadi akibat jaringan yang tidak digunakan misalnya, otot individu yang
mengalami imobilisasi atau pada keadaan tanpa berat (gravitasi 0). Atrofi juga dapat timbul
seagai akibat penurunan rangsangan hormon atau saraf terhadap sel atau jaringan, hal ini
tampak ada payudara wanita pascamenopouse atau atrofi pada otot rangka setelah
pemotongan korda spinalis. Atrofi lemak dan otot terjadi sebagai respons terhadap defisiensi
nutrisi dan dijuampai pada orang ang mengalami malnutrisi atau kelaparan. Atrofi dapat
terjadi akibat insufiensi suplai darah ke sel, sehingga pemberian zat gizi vital dan oksigen
terhambat.
Atrofi adalah pegecilan ukuran suatu sel atau jaringan. Atrofi otot dapat tejadi akibat tidak
digunakannya otot atau teradi pemutusan saraf yang mempersarafi otot tersebut. Pada
atropiotot, ukuran miofibril mengurang walaupun tulang tidak mengalami atrofi, densietas
tulang dapat berkurang akibat tidak digunakannya tulang tersebut atau adanya penyakit atau
defisiensi metabolik

Mengecilnya alat tubuh tersebut terjadi karena sel sel spesifik yaitu sel parenchym yang
menjalankan fungsi alat tubuh mengecil.

Macam-macam atrofi
1. Atrofi fisiologis adalah alat tubuh yang dapat mengecil atau menghilang sama sekali
selama masa perkembangan atau kehidupan. Misal: pengecilan kelenjar thymus,
ductus omphalomesentricus, ductus thyroglossus.

10
2. Atrofi senilis adalah mengecilnya alat tuuh pada orang yang sudah berusia lanjut
(aging process).
3. Atrofi inaktifitas (disuse atrophy) adalah atrofi yang terjadi akibat in aktifitas otot-otot
yang mengakibatkan otot-otot tersebut mengecil. Misal:pada kelumpuhan otot akibat
hilangnya persarafan seperti pada poliomyelitis (atrofi neutrofik)
4. Atrofi desakan (pressure atrophy) adalah atrofi yang terjadi karena desakan yang terus
menerus atau desakan untuk waktu yang lama atauu mengenai suatu alat tubuh atau
jaringan. Misal: Atrofi desakan fisiologis, pada gusi akibat desakan gigi yang mau
tumbuh (pada anak-anak) | Atrofi desakan patologis, pada sternum akibat aneurisma
aorta. Pelebaran aorta di daerah substernal akibat syphilis. Akibat desakan yang tinggi
terus menerus mengakibatkan sternum menipis.
5. Atrofi endokrin disebabkan oleh penurunan stimulasi hormon. Misal penurunan
estrogen dan progesteron akan mengakibatkan atrofi payudara dan uterus.

11
BAB III
PENUTUP
3.1 Keseimpulan
 Nekrosis merupakan proses kematian sel. Nekrosis melibatkan sekelompok sel,
mengalami kehilangan integritas membrane, sel yang mengalami nekrosis akan
terlihat membengkak untuk kemudian mengalami lisis.
 Hipertrofi adalah bertambahnya ukuran suatu sel atau jaringan. Hipertrofi adalah
suatu respon adaptif yang teradi apabila terdapat peningkatan beban suatu kerja sel.
 Hiperplasia adalah peningkatan jumlah sel yang terjadi pada suatu organ akibat
peningkatan mitosis.
 Metaplasia adalah perubahan suatu jenis sel normal menjadi sel normal
lainnya.
 Atrofi adalah berkurangnya ukuran suatu sel atau jaringan.

12
Daftar Pustaka

Corwin, E.J. (2007). Buku Saku Patofisiologi, EGC, Jakarta


Sumber : Kimball, John W. 1998. Biologi Edisi Kelima Jilid 2. Jakarta : Erlangga.
Price, Sylvia A., Lorraine M. Wilson. 2002. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit. EGC: Jakarta.

13

Anda mungkin juga menyukai