Anda di halaman 1dari 3

Cedera kimiawi

Zat kimia menginduksi jejas sel dengan salah satu dari dua mekanisme umum berikut ini:

 Beberapa zat kimia bekerja secara langsung dengan cara bergabung dengan komponen
molecular kritis atau organel seluler. Misalnya, pada keracunan merkuri klorida, merkuri
berikatan dengan gugus sulfhidril berbagai protein membrane sel, menyebabkan inhibisi
transport yang bergantung ATPase dan meningkatkan permeabilitas membrane. Banyak
agen kemoterapik antineoplastik dan antibiotic juga menginduksi kerusakan sel dengan
efek sitoksik langsung yang serupa.
 Antioksidan endogen atau eksogen (missal, vitamin E,A dan C,serta ß-karoten) juga
dapat menghambat pembentukkan radikal bebas atau memulung radikal bebas ketika
selesai dibentuk.
 Meskipun zat besi dan tembaga yang diionisasi bebas dapat mengatalisis pembentukkan
spesies oksigen kreatif, unsure tersebut biasanya diasingkan oleh cadangan dan/atau
protein transport (misalnya, transferin,feritin, dan seruloplasmin).

ADAPTASI SELULAR TERHADAP JEJAS


Adaptasi fisiologis ini biasanya mewakili respons sel terhadap perangsangan
normal oleh hormone atau mediator kimiawi endogen . adaptasi patologik sering berbagi
mekanisme dasar yang sama , tetapi memungknkan sel untuk mengatur lingkungannnya,
dan idealnya melepaskan melepaskan diri dari cedera.
Adaptasi selular dapat didahului oleh sejumlah mekanisme. Beberapa respons
adaptif melibatkan up regulation atau down regulation reseptor selular spesifik. Respon
adaptif lainnya berhubungan dengan induksi sistesis protein syok panas, dapat
melindungi sel dari bentuk cedera tertentu. Masih adaptasi lain, melibatkan pertukaran
dari menghasilkan satu jenis protein menjadi yang lain, atau produksi berlebih protein
tertentu.

Atrofi
Pengerutan ukuran sel dengan hilangnya subtansi sel disebut atrofi. Apabila
mengenai sel dalam jumlah yang cukup banyak, seluru jaringan atau organ berkurangnya
massanya, menjadi atrofi . harus ditegaskan bahwa walaupun dapat menurun fungsinya,
sel atrofi tidak mati. Pada kondisi yang berlawanan, kematian sel terprogram (apoplotik)
bias juga diinduksi oleh sinyal yang sama yang menyebabkan atrofi sehingga dapat
menyebabkan hilangnya sel pada atrofi seluruh organ.
Penyebab atrofi, antara lain berkurangnya beban kerja , hilangnya persarafan,
berkurangnya suplai darah, nutrisi yang tidak adekuat, hilangnya rangsangan endokrin,
dan fisiologis.atrofi menggambarkan pengurangan komponen struktual sel mekanisme
biokimiawi yang mendasari proses tersebut bervariasi, tetapi akhirnya memengaruhi
keseimbangan antara sintesis dan degradasi. Sintesis yang berkurang, peningkatan
katabolisme, atau keduanya, akan menyebabkan atrofi. Pada sel normal, sintesis dan
degradasi isi sel dipengaruhi sejumlah hormone, termasuk insulin, TSH (hormone
perangsang tiroid) dan glukokortikoid.
Pengaturan degradasi protein tampaknya mempunyai peran kunci pada atrofi. Sel
mamalia mengandung dua sistem proteolitik yang menjalankan fungsi degradasi berbeda:
 Lisosom mengandung proteasedan enzim lain pendegradasi molekul yang
diendositosis dari lingkungan ekstrasel, serta mengatabolisme komponen
subselular, seperti organela yang menunjukkan proses penuaan (senescent)
 Jalur ubiquitin-proteasome bertanggung jawab untuk degradasi banyak protein
sitosilik dan inti. Protein yang didegradasi melalui proses ini, secara khas menjadi
sasaran oleh konjugasi ubiquitin, peptide 76-asam amino sitosilik.

Pada banyak situasi, atrofi disertai peningkatan bermakna sejumlah vakuola


autofagik, fusi lisosom dengan organel dan sitosol intrasel memungkinkan katabolisme
dan pembongkaran komponen selnya sendiri pada sel yang atrofi. Beberapa debris sel di
dalam vakuola autfagositik dapat menhana digesti dan menetap sebagai badan residu
yang terikat membrane.

Hipertrofi

Hipertrofi merupakan penambhana ukuran sel dan menyebabkan


penambhaan ukuran organ. Pada, hipertrofi murni, tidak ada sel baru, hanya sel yang
menjadi lebih besar, pembesarannya akibat peningkatan sintesis organel dan protein
struktual. Hipertrofi dapat fisiologik atau patologik dan disebabkan juga oleh peningkatan
kebutuhan fungsional atau rangsangan hormonal spesifik. Hipertrofi dan hyperplasia juga
dapat terjadi bersamaan dan jelas keduanya mengakibatkan pembesaran
organ(hipertrofik).

sel otot lurik, baik pada otor jantung maupun rangka, dapat mengalami hipertrofi
saja akibta respons terhadap peningkatan kebutuhan sel karena pada orang dewasa, sel itu
tidak dapat membelah membentuk sel yang lebih banyak uuntuk membagi bebam
kerjany. Akibatnya, sistesis protein dan miofilamen yang lebih banyak dari tiap sel,
diduga mencapai kesimbangan antara kebutuhan dan kapasitas fungsional sel, hal ini
memungkinkan peningkatan beban kerja dengan tingkat aktivitas metabolic per unit
volume sel yang tidak berbeda dari yang dikeluarkan oleh sel normal.

Mekanisme yang mengatur hipertrofi jantung melibatkan paling sedikit dua


macam sinyal, pemicu mekanisme, seperti regangan, dan pemicu trofik, seperti aktivitas
reseptor ἀ-adrenerik. Apapun mekanisme pasti atau mekanisme hipertrofi, akan tercapai
suatu batas yang pembesaran massa ototnya tidak lagi dapat melakukan komponensasi
untuk peningkatan beban pada kasus jantung, dapat terjadi gagal jantung.
Hyperplasia

Hyperplasia merupakan peningkatan jumlah peningkatan jumlah sel


dalam organ atau jaringan. Hipertrofi dan hyperplasia terkait erat dan sering kali terjadi
bersamaan dalam jaringan sehingga eduanya berperan terhadap penambahan ukuran
organ secara menyeluruh . hyperplasia dapat fisiologik atau patologik hyperplasia
fasiologik dibagi menjadi :

1. Hyperplasia hormonal, ditunjukkan dengan proliferasi epitel kelenjar


payudara perempuan saat masa pubertas dan selama kehamilan
2. Hyperplasia komposensial yaitu hyperplasia yang terjadi saat sebagian
jaringan dibuang atau sakit. Misalnya, saat hati (hepar) , aktivitas mitotic pada
sel yang terisa , berlangsung paling cepat 12 jam berikutnya, tetapi akhirnya
terjadi perbaikkan hati ke berat normal. Rangsangan untuk hyperplasia pada
kondisi ini adalah factor pertumbuhan polipeptida, yang di hasilkan oleh sisa-
sia hepatosit (sel hepar) serta sel nonparenkimia yang idtemukan di hati.
Setelah perbaikan massa hati polferasi sel “dihentikan” oleh berbagai inhibitor
pertumbuhan. Hyperplasia juga merupakan respons kritis sel jaringan ikat
pada penyembuhan luka, pada keadaan tersebut fibroblast yang distimulus
factor pertumbuhan dan pembuluh darah berproliferasi yang mempermudah
perbaikan.

Anda mungkin juga menyukai