Anda di halaman 1dari 16

CEDERA SEL

Imran Tumenggung

 Pendahuluan

Jejas berasal dari kata injury yang artinya rangsangan terhadap sel hingga terjadi perubahan fungsi dan
bentuk sel. Cedera menyebabkan hilangnya pengaturan pada bagian-bagian sel.

 Macam cedera sel

 Hipoksia dan anoksia

 Agent fisik

 Agent kimiaa

 Mikrobiologis

 Reaksi imunologis

 Kerusakan genetika

 Ketidakseimbangan makanan

 Penuaan/ degeneratif

 Mekanisme cedera sel

Hanya beberapa agen penyebab cedera sel yang telah diketahui mekanisme kerjanya antara lain :

1. Toxin : menyerang mitokondria sel dengan cara mengganggu proses glikolisis, siklus asam sitrat,
dan oksidasi fosforilasi

2. Cianida : menyerang lisosom dengan cara menginaktifkan enzym sitokrom oksidase

3. Clostridium perfringens : menyerang membran sel dengan cara menghasilkan fosfolipase yang
merusak fosfolipid

 Anoksia

Anoksia dapat menimbulkan efek - efek yaitu :

1. Pembentukan ATP berhenti

2. Pemanfaatan energi dari glikolisis anaerob meningkat sehingga asam laktat menumpuk. Suasana
asam dapat menyebabkan coiling dan clumping DNA sehingga inti menjadi piknotik

3. Sintesa protein terganggu

4. Akhirnya sel mengalami kematian


 Hipoksia (pengurangan oksigen) terjadi sebagai akibat

a. Iskemia (kehilangan pasokan darah),

b. Oksigenisasi tidak mencukupi (mis kegagalan jantung paru), atau

c. Hilangnya kapasitas pembawa oksigen darah (misalnya anemia, keracunan karbon monoksida).

 Ketidakseimbangan makanan

Hiperlipidemia dapat menimbulkan jejas pada sel berupa perlemakan sampai nekrosis

 Ketidakseimbangan hormonal
• Rangsangan hormon parathyroid yang berlebihan dapat menyebabkan kalsifikasi pada endotel
pembuluh darah dan usus halus
• Defisiensi insulin dapat menimbulkan ketoasidosis yang merusak neuron
 Jejas neural dan neurotransmitter

 Denervasi otot rangka sebagai akibat dari operasi atau infeksi virus menyebabkan massa serat
fiber menurun

 Rangsangan katekolamin yang berlebihan menyebabkan nekrosis otot jantung dan otot pembuluh
darah

 Jenis – jenis Jejas

1. Jejas iskemik dan Hipoksik

a. Jejas Reversibel

Mula-mula hipoksia menyebabkan hilangnya fosforilasi oksidatif dan pembentukan ATP oleh
mitokondria. Penurunan ATP (dan peningkatan AMP secara bersamaan) merangsang fruktokinase
dan fosforilasi, menyebabkan glikolisis aerobic. Glikogen cepat menyusut, dan asam laktat dan fosfat
anorganik terbentuk, sehingga menurunkan pH intrasel. Pada saat ini, terjadi penggumpalan kromatin
inti.

b. Jejas Ireversibel

Jejas ini ditandai oleh vakuolisasi keras mitokondria, kerusakan membrane plasma yang luas,
pembengkakan lisosom, dan terlihatnya densitas mitokondria yang besar dan amorf. Jejas membrane
lisosm disusul oleh bocornya enzim ke dalam sitoplasma, dan karena aktivitasnya terjadi pencernaan
enzimatik komponen sel dan inti.

2. Jejas Sel Akibat Radikal Bebas

Radikal bebas adalah molekul yang sangat reaktif dan tidak stabil yang berinteraksi dengan
protein, lemak, dan karbohidrat dan terlibat dalam jejas sel yang disebabkan oleh bermacam-macam
kimiawi dan biologik.
Terjadinya radika bebas dimulai dari:

• Absorpsi energi sinar (cahaya UV, sinar X)

• Reaksi oksidatif metabolik

• Konversi enzimatik zat kimia eksogen atau obat (CCl4 menjadi CCl3).

• Radikal yang berasal dari oksigen adalah jenis toksik yang paling penting.

• Superoksid terbentuk langsung selama auto-oksidasi dalam mitokondria, atau secara ensimatik
oleh oksidase.

3. Jejas Kimiawi

Zat kimiawi menyebabkan jejas sel melalui 2 mekanisme:

• Secara langsung, misalnya, Hg dari merkuri klorida terikat pada grup SH protein membrane sel,
menyebabkan peningkatan permeabilitas dan inhibasi transport yang bergantung kepada ATPase.

• Melalui konversi ke metabolic toksis reaktif. Sebaliknya metabolic toksik menyebabkan jejas sel
baik melalui ikatan kovalen langsung kepada protein membrane dan lemak, atau lebih umum
melalui pembentukan radikal bebas reaktif, seperti yang diuraikan sebelumnya.

 Bentuk adaptasi sel

 Atrofi

 Hipertrofi

 Hiperplasia

 Metaplasia

 Kalsifikasi

 Perubahan hialin

 Atrofi

 Respon penurunan atau pengkerutan ukuran sel dengan pengurangan substansi sel (RE,
mikrofilamen dll)

 Sering mengenai otot rangka, otot jantung dan otak

 Penyebab :

1. Penurunan beban
2. Persediaan darah yang kurang

3. Nutrisi yang tidak memadai

4. Penurunan rangsang hormonal dan syaraf

5. Proses penuaan

 Hipertrofi

 Peningkatan ukuran sel

 Tidak memerlukan pembelahan sel

 Tidak ada sel baru yang terbentuk

 Sering mengenai otot jantung dan sel ginjal

 Berkaitan dengan penimbunan protein intra sel, bukan peningkatan jumlah cairan intra sel

 Hiperplasia

 Peningkatan jumlah sel

 Terjadi pada sel sel yang mampu meningkatkan sintesis DNA

 Sering terjadi bersama dengan hipertrofi

 Dapat terjadi karena untuk keperluan regenerasi atau awal dari neoplasia

 Dibagi menjadi 2 yaitu :

1. Hiperplasia fisiologis

2. Hiperplasia patologis

 Hiperplasia fisiologis
- Hiperplasia kompensata
- Hiperplasia hormonal
 Hiperplasia kompensata
- Terjadi sebagai bentuk adaptasi kompensasi dari sel melalui regenerasi agar fungsi organ tetap
homeostatis
- Contoh : pengambilan 70 % jaringan hati akan terjadi regenerasi lengkap 2 minggu karena pada
hati terdapat HGF (Hepatosit Growth Factor)
- Sel permanen (sel syaraf, otot jantung) tidak dapat melakukan regenerasi
 Hiperplasia hormonal

 Terutama terjadi pada organ estrogen-dependent


 Contoh : proliferasi epitel kelenjar payudara saat pubertas dan hamil

 Hiperplasia patologis

 Terjadi karena proliferasi yang abnormal

 Disebabkan oleh rangsangan hormonal atau faktor pertumbuhan yang berlebihan

 Contoh :

- hiperplasia patologis dari endometrium pada penyakit endometriosis

- pembesaran kelenjar tiroid

 Metaplasia

Perubahan suatu jenis sel digantikan oleh jenis sel yang lain.

- Bronkitis kronis (perokok).

- Iritasi kronis serviks uteri.

 Kalsifikasi

1. Kalsifikasi distrofik

 Terutama terjadi pada daerah nekrosis koagulatif, kaseosa dan liqu0efektif

 Kadar kalsium darah normal

2. Kalsifikasi metastastik

 Terjadi pada sel normal dengan hiperkalsemia seperti pada hiperthyroid, keracunan vitamin D,
sarkoidosis sistemik dan sindroma susu alkali

 Perubahan hialin

 Pengendapan hialin dalam sel, di antara sel dan dalam jaringan

 Struktur sel yang diserang

Ada 4 fungsi intra seluler yang peka terhadap cedera/ jejas :

1. Pemeliharaan integritas membran sel

2. Respirasi aerobik yang terkait produksi ATP

3. Sintesis protein enzimatik dan struktural


4. Perserverasi integritas genetik sel

System-sistem ini terkait erat satu dengan lain sehingga jejas pada satu lokus membawa efek
sekunder yang luas. Konsekuensi jejas sel bergantung kepada jenis, lcama, dan kerasnya gen penyebab
dan juga kepada jenis, status, dan kemampuan adapatasi sel yang terkena. Perubahan morfologi jejas sel
menjadi nyata setelah beberapa system biokimia yang penting terganggu.

 Sel yang Cedera

 Efek pertama sel yang cedera adalah: lesi biokimia → yaitu perubahan reaksi kimia / metabolik
didalam sel

 Kerusakan biokimia dapat menyebabkan gangguan fungsi sel (fisiologi)

 Kelainan biokimia dan fungsional dapat menyebabkan perubahan morfologik (anatomi)

 Serangan pada sel tidak selalu mengakibatkan gangguan fungsi, umumnya ada mekanisme
adaptasi seluler terhadap stimulus

 Misal otot yang mendapat tekanan → adaptasinya hipertropi (misal pada hipertensi →
pembesaran jantung)

 Perubahan pada sel yang mengalami cedera awalnya biokimia → fungsional (fisiologi) →
morfologik (lesi)

 CEDERA DAN KEMATIAN SEL

 Iskemia

Iskemia merupakan kekurangan suplay darah pada area terlokalisasi. Keadaan ini bersifat
reversibel, yaitu jaringan kembali pada fungsi normal setelah oksigen dialirkan kembali kepadanya.
Iskemia biasanya terjadi karena adanya aterosklerosis, yaitu penimbunan lipid di tunika intima dan tunika
media pembuluh darah. Akibatnya lumen menyempit atau terbentuk trombus. Gejala kliniknya berupa
timbul rasa sakit pada organ yang bersangkutan pada saat aktif dan menghilang setelah istirahat. Contoh :
angina pektoris pada jantung, dan klaudikasi intermiten pada kaki. Penyebab lain iskemia adalah
vasospasme (tanpa aterosklerosis), misalnya pada arteri koronaria, yang diakibatkan oleh nikotin,
kedinginan, dan kadang-kadang stres.

 Trombosis

Pembentukan bekuan pada lapisan intima pembuluh darah, dapat menurunkan aliran darah atau
secara total menyumbat pembuluh darah. Trombosis juga dapat terjadi pada lapisan endotel jantung
(trombosis mural). Trombus sering terjadi pada vena profunda kaki. Bila terjadi di jantung, dapat terlepas
menjadi emboli yang menyangkut di sirkulasi paru. Trombosis pada arteri dapat menghentikan aliran
darah ke area yang disuplai dan menyebabkan iskemia atau infark pada area tsb.
 Embolisme

Trombus yang terlepas menjadi massa yang berkeliling di dalam darah. Tipe emboli paling umum
berasal dari trombus, tetapi dapat berasal dari substansi lain seperti lemak, deposit pada katup jantung
yang terlepas, atau partikel asing. Bila embolus timbul dalam peredaran vena, maka akan terperangkap
dalam sirkulasi paru. Bila embolus berasal dari jantung kiri, dapat terjadi embolisme di sembarang tempat
sepanjang aliran arteri.

 Infark

Penutupan aliran darah berakibat infark, yaitu matinya sel-sel yang diperdarahi, disebut juga
dengan nekrosis iskemik. Infark miokard adalah kematian sel-sel otot jantung akibat sumbatan aliran
darah koronaria. Gangren adalah contoh infark di mana kematian sel iskemik diikuti oleh pertumbuhan
bakteri.

 Nekrosis

Nekrosis mengacu pada kematian jaringan yang dikarakteristikkan oleh kematian struktural,
sering terjadi sebagai akibat infark pada organ seperti jantung dan ginjal.
KESEIMBANGAN CAIRAN TUBUH,

DEHIDRASI DAN EDEMA

Imran Tumenggung

 Pendahuluan

Sel-sel hidup dalam tubuh diselubungi cairan interstisial yg mengandung nutrien, gas dan elektrolit yg
dibutuhkan utk mempertahankan fungsi normal sel.

Kelangsungan hidup sel memerlukan lingkungan internal yg konstan (homeostasis).

Mekanisme regulator penting utk mengendalikan keseimbangan volume, komposisi, dan keseimbangan
asam basa cairan tubuh selama fluktuasi metabolik normal atau saat terjadi abnormalitas.

 CAIRAN TUBUH

Air tubuh total (total body water/TBW) bergantung pd usia, BB, jenis kelamin, dan derajat obesitas.

Bayi, sekitar 80% berat badannya adalah air.

Dewasa, laki-laki muda TBW 60% BB (sekitar 40 L), dan wanita muda TBW 50% BB (sekitar 30 L).

Obesitas, TBW berkisar 25-30% BB.

Lansia > 65 tahun, TBW 40-50% BB

Bayi, lansia, dan obesitas sangat rentan terhadap kehilangan air.

Distribusi, TBW 50% dalam otot, 20% dalam kulit, 20% dalam organ lain, dan 10% dalam darah.

 PORSI CAIRAN TUBUH ORANG DEWASA ( 70 kg )

Total Body Water 49 L 70 % X BB

Ekstra sel 14 L 16-23 % X BB

1. Intravaskuler 3L 4 – 5 % X BB

2. Ekstravaskuler 11 L 12 –18% X BB

Intra sel 35 L 50 % X BB


Fungsi cairan tubuh :

 Sarana untuk mengangkut zat-zat makanan ke sel-sel

 Mengeluarkan buangan-buangan sel

 Membantu dalam metabolisme sel

 Sebagai pelarut untuk elektrolit dan non elektrolit

 Membantu memelihara suhu tubuh

 Membantu pencernaan

 Mempermudah eliminasi

 Mengangkut zat-zat seperti hormon, enzim, SDP, SDM.

 Distribusi cairan tubuh dipengaruhi oleh :


• Sistem saluran limfe
• Tekanan darah
• Permeabilitas kapiler
• Protein plasma
• Retensi air dan garam

Kompartemen cairan tubuh

1. Kompartemen cairan intraselular (CIS) mengacu pada cairan dalam miliaran sel tubuh, sekitar
2/3 cairan tubuh.

2. Kompartemen cairan ekstraselular (CES) terdiri dari seluruh cairan tubuh di luar sel, sekitar
1/3 cairan tubuh.

CAIRAN TUBUH

Cairan ekstraselular, tdd :

a. Cairan interstisial adalah cairan di sekitar sel tubuh, dan cairan limfe adalah cairan dalam pembuluh
limfatik, keduanya mencapai ¾ CES.

b. Plasma darah adalah bagian cair dari darah dan mencapai ¼ CES.

c. Cairan transelular, sekitar 1-3% BB, meliputi seluruh cairan tubuh yg dipisahkan dari CES oleh
lapisan sel epitel, meliputi keringat; cairan serebrospinal; cairan sinovial; cairan dlm peritoneum,
perikardiak, dan rongga pleura; cairan dalam ruang-ruang mata; dan cairan dlm sistem pernapasan,
pencernaan, dan urinaria.
Komposisi kompartemen cairan

a. CES

Plasma darah dan cairan interstisial memiliki isi yg sama yaitu ion natrium dan klorida serta ion
bikarbonat dlm jumlah besar, tetapi sedikit ion kalium, kalsium, magnesium, fosfat, sulfat, dan asam
organik.

Plasma mengandung lebih banyak protein dan cairan interstisial sangat sedikit protein.

b. CIS

Berbeda dengan CES, konsentrasi ion kalium intraselular tinggi, dan ion natrium intraselular
rendah. Konsentrasi protein intraselular tinggi, yaitu sekitar 4 kali konsentrasi dalam plasma.

Ion-ion dalam kompartemen

Cairan intrasellular
Mg ++

K+ Fosfat
organik

SO4¯

Protein¯

Cairan jaringan
Cl¯

Na + H
CO3¯

K+
Plasma
Cl¯

Na + H CO3¯

Protein¯

K+

 Pergerakan cairan antar kompartemen

a. Antara sel dan CES

1) Distribusi air di dalam dan di luar sel bergantung pada tekanan osmotik.

2) Tekanan osmotik berkaitan dengan konsentrasi zat terlarut total (osmolalitas) di dalam dan di luar
sel. Air akan bergerak dari regia yang berosmolalitas rendah ke regia yang berosmolalitas tinggi.

3) Normalnya, osmolalitas di dalam dan di luar sel adalah sama dan tidak ada penarikan atau pengeluaran
air menuju dan keluar sel.

b. Antara plasma dan cairan interstisial

1) Pergerakan air menembus membran sel kapiler diatur oleh tekanan hidrostatik dan osmotik.

2) Kecepatan berlangsungnya ultrafiltrasi menembus kapiler bergantung pada perbedaan tekanan


hidrostatik dan osmotik koloid kapiler dan cairan interstisial.

3) Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler atau penurunan tekanan osmotik koloid plasma
mengakibatkan cairan bergerak dari kapiler menuju cairan interstisial. Sebaliknya, penurunan tekanan
hidrostatik kapiler atau peningkatan tekanan osmotik koloid plasma menyebabkan pergerakan cairan
interstisial ke dalam kapiler.
Gaya-gaya yg bekerja di membran kapiler cenderung memindahkan cairan keluar atau masuk
melalui pori membran

Tekanan Tekanan osmotik


kapiler (Pc) koloid plasma (Лp)

Tekanan
cairan
interstisial Tekanan osmotik koloid
(Pif) cairan interstisial (Лif)
Empat gaya yg menentukan filtrasi cairan melalui membran kapiler :

1. Tekanan hidrostatik kapiler (Pc), yg mendorong cairan keluar melalui membran kapiler.

2. Tekanan hidrostatik cairan interstisial (Pif), yg mendorong cairan masuk melalui membran
kapiler jika Pif positif, tetapi keluar kedalam interstisium jika Pif negatif.

3. Tekanan osmotik koloid plasma (Лp), yg cenderung menyebabkan osmosis cairan masuk melalui
membran kapiler.

4. Tekanan osmotik koloid cairan interstisial (Лif), yg cenderung menyebabkan osmosis cairan
keluar menembus membran kapiler.

 Pengaturan keseimbangan air

1. Asupan dan output air harian

Asupan air 24 jam

1. Makanan 700 ml

2. Air & minuman lain 1.500 ml

3. Air metabolik 300 ml

Total 2.500 ml

Keluaran air 24 jam


1. Ginjal 1.500 ml

2. Kulit 500 ml

3. Paru 300 ml

4. Saluran cerna 200 ml

Total 2.500 ml

 Pengaturan keseimbangan air

2. Haus atau keinginan secara sadar untuk mendapatkan air adalah pengatur utama asupan air.

a. Pengaturan haus

Mekanisme haus dikendalikan oleh pusat haus dalam hipotalamus yg mengandung saraf spesifik
yg disebut osmoreseptor.

b. Stimulus haus

1) Peningkatan osmolalitas CES.

2) Penurunan volume darah.

3) Mulut dan kerongkongan kering.

Pengaturan keseimbangan air

2. Pengaturan hormonal

a. ADH (antidiuretic hormone), diproduksi untuk merespons stimulus osmotik dan nonosmotik,
yg mengakibatkan retensi air oleh ginjal dan pengurangan keluaran urine. Stimulus :

1) Peningkatan osmolalitas plasma.

2) Penurunan volume darah.

b. Mekanisme renin-angiotensin-aldosteron, mengendalikan reabsorpsi ginjal terhadap ion


natrium dan ekskresi ion kalium. Karena air secara osmotik mengikuti natrium, maka terjadi
retensi air.

Gangguan keseimbangan air

1. Dehidrasi

adalah kekurangan air dalam satu periode waktu yg tidak dapat diganti melalui mekanisme regulator
normal.

Tubuh berada dalam keseimbangan air yg negatif.


Kehilangan air akibat kondisi abnormal terjadi melalui hemoragi, demam, luka bakar, hiperventilasi,
muntah, diare, atau keringat yg berlebihan.

Kehilangan air berlebihan dari CES mengakibatkan peningkatan osmolalitasnya. Air intraselular masuk
ke CES melalui osmosis untuk menjaga agar osmolalitas tetap sama. ADH distimulasi untuk menahan air,
tetapi efek keseluruhannya tetap saja penurunan TBW.

DEHIDRASI

( Vol sirkulasi efektif ↓ )

Osmolalitas plasma ↑

Thirst ↑ ADH ↑

Water ingesti ↑ Water exc ↓

Water retensi

Osmolalitas plasma ↓

Vol sirkulasi ↑

• DEHIDRASI

Tubuh kekurangan cairan

Etiologi kekurangan cairan :

o Melalui sal cerna


• Muntah
• Bocor
• perdarahan
o Melalui sal kencing
• Pemakaian diuretik
• Penyakit ginjal
• diabetes
o Melalui kulit
• Luka bakar
• Keringat ↑↑
o Perpindahan keruang dalam badan
• Peritonitis
• Pankreatitis
 Gejala dehidrasi :

lesu akral dingin

tek darah ↓ mukosa kering


nadi halus cepat turgor ↓

urin ↓

 Pengobatan :
• Sesuai penyakit dasar
• Pemberian cairan oral - parenteral

Gangguan keseimbangan air

2. Overhidrasi (intoksikasi air)

adalah suatu keadaan akibat kelebihan cairan ekstraselular secara keseluruhan atau kelebihan cairan baik
dalam kompartemen plasma maupun kompartemen cairan interstisial.

Asupan air ekstra yg cepat (mis pemasukan air 1 liter sekaligus) mengakibatkan penghambatan ADH
dan diuresis air, yi ekskresi urine encer dalam volume yg besar.

Penyakit ginjal atau kardiovaskular berkaitan dengan overhidrasi dan ditandai dengan edema
(akumulasi cairan interstisial yg berlebihan).

 EDEMA

Patogenesis

1. ↑ tekanan darah hidrostatik kapiler

1. Payah jantung

2. Sirosis hati

3. Obstruksi vena lokal

2. ↓ tekanan koloid osmotik plasma ( alb↓ )

1. Sind. Nefrotik

2. Sirosis hepatis

3. Malnutrisi

3. Permeabilitas kapiler ↑

1. Trauma

2. Radang

3. Luka bakar

4. Alergi
4. ↑ tekanan koloid osmotik intertitial

1. Sumbatan sal limfe

Pengobatan :

Sesuai penyakit dasar

Simptomatis

1. Diit RG

2. Diuretik

Anda mungkin juga menyukai