Anda di halaman 1dari 10

PAPPER

MEKANISME ADAPTASI SEL

DOSEN PEMBIMBING

Maulidta Karunianingtyas W, Ns., M.Kep

DISUSUN OLEH

Warisah Handayani (2105003)

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN BISNIS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS WIDYA HUSADA SEMARANG

2021/2022
URAIAN MATERI
A. Struktur Sel
Struktur fisik yang terorganisir pada sel disebut sengan
organel . Organel tersebut terdiri dari dua bagian utama, yaitu
inti (Nucleus) dan Sitoplasma (Cytoplasma) yang dipisahkan
oleh membrane inti.

Berikut bagian-bagian sel dan fungsinya yang perlu


diketahui :
1. Endoplasmic Reticulum (metikulum endoplasma)
berfungsi dalam mensintesis protein, lipid dan enzim.
2. Mitochondrion (mitokondria) berfungsi sebagai energi
dalam sel. Sebagai sumber tenaga dari sel karena diolah
berbagai zat makanan untuk menghasilkan tenaga
penggerak bagi kegiatan lain dari sel.
3. Lisosom sebagai organ pencernaan sel
4. Nucleus (inti) berfungsi sebagai pusat pengaturan atau
pengawasan sel serta mengandung DNA yang disebut
gen.

B. Cidera Sel (Jejas sel)


Tubuh manusia mendapat berbagai macam cidera yang
dialami oleh sel. Cidera sel terjadi Ketika dimana sel tidak
dapat beradaptasi terhadap rangsangan. Hal tersebut terjadi
apabila rangsangan terlalu lama atau terlalu berat. Sel dapat
pulih dari
cidera atau mati tergantung pada sel tersebut dan besar serta
jenis cidera yang dialami.
Berikut berbagai penyebab cidera sel (Price, 2007) :
1. Hipoksia
Merupakan cidera sel yang diakibatkan oleh
penurunannya konsentrasi oksigen yang terjadi karena
hilangnya perbekalan darah akibat gangguan aliran darah.
Selain itu, hipoksia juga bisa terjadi karena hilangnya
kemampuan darah mengangkut oksigen seperti karena
keracunan atau anemia. Adaptasi sel terhadap hipoksia
merespon tergantung pada tingkat keparahan dari hipoksia.
2. Bahan kimia
Bahan kimia (obat-obatan) menyebabkan perubahan
terhadap berbagai fungsi sel, seperti fungsi penghasil
energy, mencerna lipid dan protein sehingga sel menjadi
rusak dan mati. Sebagai contoh luka pada lambung (ulkulus
lambung) yang terjadi karena sering mengkonsumsi obat
kortikosteroid dan analgetik. Hal tersebut mengakibatkan sel
mukosa lambung cidera dan rusak dan akhirnya terjadi ulkus
(luka).
3. Agen fisik
Agen fisik seperti suhu rendah, trauma mekanik suhu
terlalu tinggi dan suhu rendah, trauma listrik dan radiasi.
Semua agen fisik tersebut dapat mengakibatkan pergeseran
atau perubahan struktur sel yang menyebabkan
terganggunya fungsi sel yang akhirnya menyebabkan
kematian pada sel.
4. Agen mikrobiologi
Agen mikrobiologi merupakan berbagai jenis
mikoplasma, klamida,virus, bakteri,jamur dan protozoa yang
mengeluarkan eksotoksin yang dapat merusak dinding sel
sehingga dinding fungsi sel terganggu dan akhirnya
menyebabkan kematian pada sel.
5. Mekanisem imun
Penyebab kerusakan pada sel sering terjadi akibat reaksi
imun. Sebagai contoh penyakit alergi yang sering dialami
pasien lansia atau karena reaksi imun lain yang dapat
menimbulkan gatal atau kerusakan sel kulit.
6. Mekanisme Adaptasi Sel
Sel harus melakukan mekanisme adaptasi saat
mendapatkan cidera sehingga sel dapat bertahan hidup agar
sel terus menjalankan fungsinya. Adaptasi sel dapat dibagi
menjadi dua ditinjau dari beban kerja sel,yaitu :
1. Adaptasi terhadap peningkatan beban kerja sel
2. Adaptasi terhadap penurunan beban kerja sel
Bentuk adaptasi yang dilakukan sel (Nair, 2015)
adalah sebagai berikut :
1) Hipertrofi (menambah ukuran sel)
Merupakan sebagai pembesaran
jaringan atau organ karena pembesaran
selnya yang tidak disertai peningkatan
fungsi jaringan atau organ tersebut.
Hipertrofi dapat bersifat patologik dan
fisiologik. Sebagai contoh kondisi hipertrofi
patologik seperti pada pasien yang bertahun-
tahun menderita
hipertensi, dapat dilihat pada jaringan otot
jantung yang mengalami peningkatan beban
kerja. Sedangkan kondisi hipertrofi
fisiologik seperti pada binaragawan,yaitu
otot rangka yang memang sengaja dibentuk
sebagai hasil mengangkat beban berat.
2) Atropi (mengurangi ukuran sel)
Dapat terjadi karena jaringan atau
organ yang terbentuk tumbuh diatas batas
normal tetap kemudian mengalami
penyusutan. Sifatnya dapat fisiologik,
misalnya pada proses aging (penuaan) yang
mana seluruh bagian tubuh tampak mengecil
bertahap. Lebih jelas jika dilihat pada lansia
yang mengalami atrofi endokrin yang
berakibat produk hormonnya menurun.
Atropi patologik dapat terjadi pada otot
individu yang mengalami immobilisasi
sehingga otot tidak pernah digerakkan yang
berakibat otot akan semakin mengecil.
3) Hyperlansia (menambah jumlah sel)
Hyperplasia terjadi karena kenaikan
dimana absolute pada sebuah jaringan atau
organ yang menyebabkan pembesaran
jaringan atau organ tersebut dan fungsi
organ atau jaringan tersebut meningkat, hal
tersebut yang mengakibatkan terjadinya
hyperlansia.
Hal tersebut hanya dapat terjadi pada sel
labil seperti sel epidermis atau sel darah.
Tidak terjadi pada sel permanent seperti sel
otot rangka, jantung dan saraf. Contoh
hiperplasi patologik biasanya terjadi karena
rangsangan hormonal berlebih, sebagai
contoh hyperplasia endometrium akibat
pengeluaran hormon estrogen yang tidak
terkendali dan merupakan prekursor
terjadinya proliferasi keganasan. Sedangkan
hiperplasi fisiologik adalah pembesaran sel
uterus pada saat seorang wanita hamil
sehingga janin dapat tumbuh membesar
didalamnya.
4) etaplasia (merubah sel)
Bentuk dari adaptasi ini terjadi berupa
perubahan sel matur jenis tertentu menjadi
sel matur jenis lainnya. Misalnya pada
saluran pernafasan seorang perokok.Pada
seorang perokok sel epitel torak yang dapat
bersekresi digantikan oleh sel epitel gepeng
berlapis yang tidak dapat bersekresi. Hal
tersebut tidak bermanfaat dikarenakan
lender yang merupakan alat dari proteksi
saluran pernafasan terhadap bakteri debu
atau benda asing tidak terbentuk sehingga
dapat menyebabkan saluran pernafasan
mudah mengalami infeksi.
C. Kematian Sel
Sebelumnya telah dijelaskan bahwa cidera dan kematian
sel dapat terjadi karena kekurangan oksigen (hipoksia), bahan
kimia, agen fisik, agen mikrobiologi dan mekanisme imun.
Cedera atau jejas sel dikelompokkan menjadi 2 kategori utama
berdasarkan tingkat kerusakannya, yaitu jejas degenerasi sel
(reversible) dan kematian sel (jejas irreversible). Jejas
reversible (kematian sel) adalah keadaan dimana sel dapat
kembali ke fungsi dan morfologi semula jika rangsangan
perusak ditiadakan. Sedangkan jejas irreversible adalah suatu
keadaan saat kerusakan berlangsung secara terus-menerus, yang
mengakibatkan sel tidak dapat kembali ke keadaan semula
bahkan sel itu akan mati.
Hipoksia (Kekurangan oksige) adalah penyebab paling
umum cedera dan kematian selular. Kondisi tersebut dapat
menimbulkan masalah seperti emboli, iskemia, trombosis,
nekrosis dan infark (Tambayong, 2016). Cedera ini sifatnya
reversible pada beberapa keadaan, atau dapat berlanjut menjadi
permanen (ireversibel).
a. Iskemik
Iskemik adalah kekurangan suplai darah pada area
terlokalisasi. Keadaan tersebut bersifat reversible, yaitu
jaringan kembali pada fungsi normal setelah oksigen
dialirkan kembali. Iskemik pada umumnya terjadi karena
adanya aterosklerosis, yaitu penyempitan pada pembuluh
darah akibat penimbunan lipid atau lemak. Contoh
keadaan tersebut adalah angina pektoris pada jantung
yang memiliki gejala klinik seperti rasa nyeri pada
bagian dada sebelah kiri dan menghilang ketika istirahat.
b. Trombosi
Trombosis merupakan pembentukan bekuan pada
lapisan dalam (endotel) pembuluh darah. Trombosis
dapat menurunkan aliran darah atau secara total dapat
menyumbat pembuluh darah. Trombsis juga dapat terjadi
pada lapisan endotel jantung. Trombosis pada arteri dapat
menghentikan aliran darah ke area yang dialiri oleh
pembuluh tersebut dan menyebabkan iskemik atau infark
pada area tersebut.
c. Emboli
Emboli merupakan kumpulan thrombus (bekuan
darah) atau bisa juga dari substansi lain seperti kolesterol
yang terlepas dari pembuluh darah utama dan memasuki
aliran darah yang dapat menuju kemana saja serta
menyebabkan berbagai masalah termasuk stroke, jantung
koroner, gagal ginjal maupun emboli paru.
d. Nekrosis
Nekrosis merupakan suatu keadaan terjadinya perubahan
biokimia dan morfologik (tampilan) sel akibat cidera
yang fatal pada sel sehingga tidak dapat pulih kembali
(ireversibel). Nekrosis disebut juga dengan kematian sel
(celluler death) yang dapat terjadi pada seluruh tubuh
(somatic death) atau terbatas mengenai suatu jaringan
hanya pada sel tertentu saja.
REFERENS

Setyawan,Budi Annaas, dan Yani. 2020. Patofisiologi untuk


Mahasiswa Keperawatan. Banyumas: CV. Pena Persada.

Anda mungkin juga menyukai