Anda di halaman 1dari 24

Makalah Jejas, Adaptasi dan kematian sel

PATOLOGI
JEJAS, ADAPTASI DAN KEMATIAN SEL

BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang
Sel normal merupakan mikrokosmos yang berdenyut tanpa henti, secara tetap mengubah

stuktur dan fungsinya untuk memberi reaksi terhadap tantangan dan tekanan yang selalu
berubah. Bila tekanan atau rangsangan terlalu berat, struktur dan fungsi sel cenderung
bertahan dalam jangkauan yang relatif sempit.
Penyesuaian sel mencapai perubahan yang menetap, mempertahankan kesehatan sel
meskipun tekanan berlanjut. Tetapi bila batas kemampuan adaptasi tersebut melampaui batas
maka akan terjadi jejas sel atau cedera sel bahkan kematian sel. Dalam bereaksi terhadap
tekanan yang berat maka sel akan menyesuaikan diri, kemudian terjadi jejas sel atau cedera
sel yang akan dapat pulih kembali dan jika tidak dapat pulih kembali sel tersebut akan
mengalami kematian sel. Dalam makalah ini akan membahas tentang mekanisme jejas,
adaptasi dan kematian sel.
B.

Rumusan Masalah

1. Apa pengertian jejas sel ?


2. Apa penyebab jejas sel ?
3.

Bagaimana proses adaptasi pada sel ?

4.

Bagaimana proses terjadinya kematian pada sel ?

C. Tujuan Penulisan
1.

Mengetahui pengertian jejas sel.

2.

Mengetahui penyebab jejas sel.

3.

Menjelaskan proses adaptasi pada sel.

4.

Menjelaskan proses terjadinya kematian pada sel.

BAB II
PEMBAHASAN

A.

Pengertian Jejas Sel


Jejas sel (cedera sel) terjadi apabila suatu sel tidak lagi dapat beradaptasi terhadap

rangsangan. Hal ini dapat terjadi bila rangsangan tersebut terlalu lama atau terlalu berat. Sel
dapat pulih dari cedera atau mati bergantung pada sel tersebut dan besar serta jenis cedera.
Apabila suatu sel mengalami cedera, maka sel tersebut dapat mengalami perubahan dalam
ukuran, bentuk, sintesis protein, susunan genetik, dan sifat transportasinya.
Berdasarkan tingkat kerusakannya, cedera atau jejas sel dikelompokkan menjadi 2 kategori
utama yaitu jejas reversible (degenerasi sel) dan jejas irreversible (kematian sel). Jejas
reversible adalah suatu keadaan ketika sel dapat kembali ke fungsi dan morfologi semula jika
rangsangan perusak ditiadakan. Sedangkan jejas irreversible adalah suatu keadaan saat
kerusakan berlangsung secara terus-menerus, sehingga sel tidak dapat kembali ke keadaan
semula dan sel itu akan mati. Cedera menyebabkan hilangnya pengaturan volume pada
bagian-bagian sel.
B.

Penyebab Jejas Sel

Penyebab terjadinya jejas sel (cedera sel) :


1.

Hipoksia (pengurangan oksigen) terjadi sebagai akibat dari :

a.

Iskemia (kehilangan pasokan darah)

Dapat terjadi bila aliran arteri atau aliran vena dihalangi oleh penyakit vaskuler atau bekuan
didalam lumen.
b.

Oksigenisasi tidak mencukupi karena kegagalan kardiorespirasi. Misalnya pneumonia.

c.

Hilangnya kapasitas pembawa oksigen darah misalnya anemia, keracunan karbon

monooksida.
Tergantung pada derajat keparahan hipoksi, sel-sel dapat menyesuaikan, terkena jejas atau
mati. Sebagai contoh, bila arteri femoralis menyempit, sel-sel otot skelet tungkai akan
mengisut ukurannya (atrofi). Penyusutan massa sel ini mencapai keseimbangan antara
kebutuhan metabolik dan perbekalan oksigen yang tersedia. Hipoksi yang lebih berat
tentunya akan menyebabkan jejas atau kematian sel.
2.

Faktor fisik

a.

Trauma

Trauma mekanik dapat menyebabkan sedikit pergeseran tapi nyata, pada organisasi organel
intrasel atau pada keadaa lain yang ekstrem, dapat merusak sel secara keseluruhan.
b.

Suhu rendah

Suhu rendah mengakibatkan vasokontriksi dan mengacaukan perbekalan darah untuk sel.
Jejas pada pengaturan vasomotor dapat disertai vasodilatasi, bendungan aliran darah dan
kadang-kadang pembekuan intravaskular. Bila suhu menjadi cukup rendah aliran intrasel
akan mengalami kristalisasi.
c.

Suhu Tinggi

Suhu tinggi yag merusak dapat membakar jaringan, tetapi jauh sebelum titik bakar ini
dicapai, suhu yang meningkat berakibat jejas dengan akibat hipermetabolisme.
Hipermetabolisme menyebabkan penimbunan asam metabolit yang merendahkan pH sel
sehingga mencapai tingkat bahaya.
d.

Radiasi

Kontak dengan radiasi secara fantastis dapat menyebabkan jejas, baik akibat ionisasi
langsung senyawa kimia yang dikandung dalam sel maupun karena ionisasi air sel yang
menghasilkan radikal panas bebas yang secara sekunder bereaksi dengan komponen
intrasel. Tenaga radiasi juga menyebabkan berbagai mutasi yang dapat menjejas atau
membunuh sel.
e.

Tenaga Listrik

Tenaga listrik memancarkan panas bila melewati tubuh dan oleh karena itu dapat
menyebabkan luka bakar dan dapat mengganggu jalur konduksi saraf dan berakibat kematian
karena aritmi jantung.
3.

Bahan kimia dan obat-obatan


Banyak bahan kimia dan obat-obatan yang berdampak terjadinya perubahan pada beberapa

fungsi vital sel, seperti permeabilitas selaput, homeostasis osmosa atau keutuhan enzim dan
kofaktor. Masing-masing agen biasanya memiliki sasaran khusus dalam tubuh, mengenai
beberapa sel dan tidak menyerang sel lainnya. Misalnya barbiturat menyebabkan perubahan
pada sel hati, karena sel-sel ini yang terlibat dalam degradasi obat tersebut. Atau bila merkuri
klorida tertelan, diserap dari lambung dan dikeluarkan melalui ginjal dan usus besar. Jadi
dapat menimbulkan dampak utama pada alat-alat tubuh ini. Bahan kimia dan obat-obatan lain
yang dapat menyebabkan jejas sel :
a.

Obat terapeotik misalnya, asetaminofen (Tylenol).

b.

Bahan bukan obat misalnya, timbale dan alkohol.

4.

Bahan penginfeksi atau mikroorganisme


Mikroorganisme yang menginfeksi manusia mencakup berbagai virus, ricketsia, bakteri,

jamur dan parasit. Sebagian dari organisme ini menginfeksi manusia melalui akses langsung
misalnya inhalasi, sedangkan yang lain menginfeksi melalui transmisi oleh vektor perantara,

misalnya melalui sengatan atau gigitan serangga. Sel tubuh dapat mengalami kerusakan
secara langsung oleh mikroorganisme, melalui toksis yang dikeluarkannya, atau secara tidak
langsung akibat reaksi imun dan perandangan yang muncul sebagai respon terhadap
mikroorganisme.
5.

Reaksi imunologik, antigen penyulut dapat eksogen maupun endogen. Antigen endogen

(misal antigen sel) menyebabkan penyakit autoimun.


6.

Kekacauan genetik misalnya mutasi dapat menyebabkan mengurangi suatu enzim

kelangsungan.
7.

Ketidakseimbangan nutrisi, antara lain :

a.

Defisiensi protein-kalori.

b. Avitaminosis.
c. Aterosklerosis, dan obesitas.
8.

Penuaan.

C.

Proses Adaptasi Sel

Adaptasi sel dibagi menjadi beberapa kategori yaitu :


1. Atrofi
Adalah berkurangnya ukuran suatu sel atau jaringan. Atrofi dapat terjadi akibat sel atau
jaringan tidak digunakan misalnya, otot individu yang mengalami imobilisasi atau pada
keadaan tanpa berat (gravitasi 0). Atrofi juga dapat timbul sebagai akibat penurunan rangsang
hormon atau saraf terhadap sel atau jaringan.

2.

Hipertrofi
Adalah bertambahnya ukuran suatu sel atau jaringan. Hipertrofi merupakan suatu respon

adaptif yang terjadi apabila terdapat peningkatan beban kerja suatu sel. Terdapat 3 jenis
utama hipertrofi yaitu :
a.

Hipertrofi fisiologis terjadi sebagai akibat dari peningkatan beban kerja suatu sel secara

sehat.
b.

Hipertrofi patologis terjadi sebagai respons terhadap suatu keadaan sakit

c.

Hipertrofi kompensasi terjadi sewaktu sel tumbuh untuk mengambil alih peran sel lain

yang telah mati.


3.

Hiperplasia
Adalah peningkatan jumlah sel yang terjadi pada suatu organ akibat peningkatan mitosis.

Hiperplasia dapat terbagi 3 jenis utama yaitu :


a.

Hiperplasia fisiologis terjadi setiap bulan pada sel endometrium uterus selama stadium

folikuler pada siklus mentruasi.


b.

Hiperplasia patologis dapat terjadi akibat kerangsangan hormon yang berlebihan.

c.

hiperplasia kompensasi terjadi ketika sel jaringan bereproduksi untuk mengganti jumlah

sel yang sebelumnya mengalami penurunan.


4.

Metaplasia
Adalah berbahan sel dari satu subtipe ke subtipe lainnya. Metaplasia terjadi sebagai respon

terhadap cidera atau iritasi continue yang menghasilkan peradangan kronis pada jaringan.

5.

Displasia
Adalah kerusakan pertumbuhan sel yang menyebabkan lahirnya sel yang berbeda ukuran,

bentuk dan penampakannya dibandingkan sel asalnya.Displasia tampak terjadi pada sel yang
terpajan iritasi dan peradangan kronik.
D.

Proses Kematian Sel


Akibat jejas yang paling ekstrim adalah kematian sel ( cellular death ). Kematian sel dapat

mengenai seluruh tubuh ( somatic death ) atau kematian umum dan dapat pula setempat,
terbatas mengenai suatu daerah jaringan teratas atau hanya pada sel-sel tertentu saja. Terdapat
dua jenis utama kematian sel, yaitu apoptosis dan nekrosis. Apoptosis (dari bahasa yunani
apo = dari dan ptosis = jatuh) adalah kematian sel terprogram (programmed cell death),
yang normal terjadi dalam perkembangan sel untuk menjaga keseimbangan pada organisme
multiseluler. Sel-sel yang mati adalah sebagai respons dari beragam stimulus dan selama
apoptosis kematian sel-sel tersebut terjadi secara terkontrol dalam suatu regulasi yang teratur.
1. Apoptosis
Adalah suatu proses yang ditandai dengan terjadinya urutan teratur tahap molekular yang
menyebabkan disintegrasi sel. Apoptosis tidak ditandai dengan adanya pembengkakan atau
peradangan, namun sel yang akan mati menyusut dengan sendirinya dan dimakan oleh oleh
sel di sebelahnya. Apoptosis berperan dalam menjaga jumlah sel relatif konstan dan
merupakan suatu mekanisme yang dapat mengeliminasi sel yang tidak diinginkan, sel yang
menua, sel berbahaya, atau sel pembawa transkripsi DNA yang salah.

Kematian sel terprogram dimulai selama embriogenesis dan terus berlanjut sepanjang
waktu hidup organisme. Rangsang yang menimbulkan apoptosis meliputi isyarat hormon,
rangsangan antigen, peptida imun, dan sinyal membran yang mengidentifikasi sel yang
menua atau bermutasi. Virus yang menginfeksi sel akan seringkali menyebabkan apoptosis,
yang pada akhirnya akan menyebabkan kematian virus dan sel pejamu (host). Hal ini
merupakan satu cara yang dikembangkan oleh organisme hidup untuk melawan infeksi virus.
Perubahan morfologi dari sel apoptosis diantaranya sebagai berikut :
a.

Sel mengkerut

b.

Kondesasi kromatin

c.

Pembentukan gelembung dan apoptotic bodies

d.

Fagositosis oleh sel di sekitarnya

2.

Nekrosis
Adalah kematian sekelompok sel atau jaringan pada lokasi tertentu dalam tubuh. Nekrosis

biasanya disebabkan karena stimulus yang bersifat patologis. Faktor yang sering
menyebabkan kematian sel nekrotik adalah hipoksia berkepanjangan, infeksi yang
menghasilkan toksin dan radikal bebas, dan kerusakan integritas membran sampai pada
pecahnya sel. Respon imun dan peradangan terutama sering dirangsang oleh nekrosis yang
menyebabkan cedera lebih lanjut dan kematian sel sekitar. Nekrosis sel dapat menyebar di
seluruh tubuh tanpa menimbulkan kematian pada individu. Istilah nekrobiosis digunakan
untuk kematian yang sifatnya fisiologik dan terjadi terus-menerus. Nekrobiosis misalnya
terjadi pada sel-sel darah dan epidermis. Indikator Nekrosis diantaranya hilangnya fungsi
organ, peradangan disekitar nekrosis, demam, malaise, lekositosis, peningkatan enzim serum.

Dua proses penting yang menunjukkan perubahan nekrosis yaitu :


a.

Disgestif enzimatik sel baik autolisis (dimana enzim berasal dari sel mati) atau

heterolysis(enzim berasal dari leukosit). Sel mati dicerna dan sering meninggalkan cacat
jaringan yang diisi oleh leukosit imigran dan menimbulkan abse.
b.

Denaturasi protein, jejas atau asidosis intrasel menyebabkan denaturasi protein struktur

dan protein enzim sehingga menghambat proteolisis sel sehingga untuk sementara morfologi
sel dipertahankan.
Kematian sel menyebabkan kekacauan struktur yang parah dan akhirnya organa sitoplasma
hilang karena dicerna oleh enzym litik intraseluler (autolysis).
3. Akibat Kematian Sel

Kematian sel dapat mengakibatkan gangren. Gangren dapat diartikan sebagai kematian sel
dalam jumlah besar. Gangren dapat diklasifikasikan sebagai kering dan basah. Gangren
kering sering dijumpai diektremitas, umumnya terjadi akibat hipoksia berkepanjangan.
Gangren basah adalah suatu area kematian jaringan yang cepat perluasan, sering ditemukan
di organ dalam dan berkaitan dengan infasi bakteri kedalam jaringan yang mati tersebut.
Gangren ini menimbulkan bau yang kuat dan biasanya disertai oleh manivestasi sistemik.
Gangren basah dapat timbul dari gangren kering. Gangren ren gas adalah jenis gangren
khusus yang terjadi sebagai respon terhadap infeksi jaringan oleh suatu jenis bakteri anaerob
yang disebut clostridium. Gangren gas cepat meluas kejaringan disekitarnya sebagai akibat
dikeluarkannya toksin yang mematikan oleh bakteri yang membunuh sel-sel disekitarnya.
Sel-sel otot sangat rentan terhadap toksin ini dan apabila terkena akan mengeluarkan gas
hidrogen sulfida yang khas. Gangren jenis ini dapat mematikan.

HASIL DISKUSI KELOMPOK PRAKTIKUM 1 FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS INDONESIA ANGGOTA: 1. Erna Silvia Budi, 1106004701 2. Eva
Prasetnya Maulina,1106003604 3. Hutami Lestyo Rahayu, 1106021903 4. Iin Nur Indah Sari,
1106008012 5. Lina Iffata Fauziya, 11060 6. Ratna Susiyanti, 11060 7. Shara Ati Kurnia
Dewi, 11060 TOPIK : Adaptasi, Jejas dan Kematian Sel 1.2 Adaptasi Selular Sel mampu
mengatur dirinya dengan cara mengubah struktur dan fungsinya sebagai respon terhadap
berbagai kondisi fisologis maupun patologis. Kemampuan ini disebut dengan adaptasi selular.
Terdapat 4 tipe adaptasi selular, yaitu: a) Hipertrofi Hipertrofi adalah Pertambahan besar
organ akibat adanya pertambahan ukuran sel pada organ. Hipertrofi adalah suatu respons
adaptif yang terjadi apabila terdapat peningkatan beban kerja suatu sel. Kebutuhan sel akan
oksigen dan zat gizi meningkat, menyebabkan pertumbuhan sebagian besar struktur dalam
sel. Contoh hipertrofi yang menguntungkan adalah yang terjadi pada jaringan yang terdiri
atas sel permanen misalnya otot skelet pada binaragawan. Hipertrofi yang bersifat patologis
contohnya adalah jantung yang dipotong melintang, kapasitas jadi lebih kecil dan kerja
jantung jadi lebih berat. b) Metaplasia Metaplasia adalah perubahan sel dari satu subtype ke
subtype lainnya. Metaplasia biasanya terjadi sebagai respons terhadap cedera atau iritasi
kontinu yang menghasilkan peradangan kronis pada jaringan. Dengan mengalami metaplasia,
sel-sel yang lebih mampu bertahan terhadap iritasi dan peradangan kronik akan
menggantikan jaringan semula. Contoh metaplasia yang paling umum adalah perubahan sel
saluran pernapasan dari sel epitel kolumnar bersilia menjadi sel epitel skuamosa bertingkat
sebagai respons terhadap merokok jangka panjang.Contoh lain yang dapat kita amati pada
kasus kanker serviks. Pada perubahan sel kolumnar endoserviks menjadi sel skuamosa
ektoserviks terjadi secara fisiologis pada setiap wanita yang disebut sebagai proses
metaplasia. Karena adanya faktor-faktor risiko yang bertindak sebagai ko-karsinogen, proses
metaplasia ini dapat berubah menjadi proses displasia yang bersifat patologis. Displasia
merupakan karakteristik konstitusional sel seperti potensi untuk menjadi ganas. Jadi, intinya
metaplasia bisa terjadi dalam bentuk fisiologis namun hanya sesaat saja karena pasti akan ada
factor yang menyebabkan metaplasia ini berubah sifat menjadi patologis. contoh kasus
peradangan kronis pada jaringan Salah satu contoh peradangan kronis misalnya pada
penyakit gastritis. Gastritis adalah suatu peradanganpada dinding gaster terutama pada
lapisan mukosa gaster. Salah satu etiologi terjadinya gastritis adalah Helycobacter pylory
( pada gastritis kronis ). Helicobacter pylori merupakan bakteri gram negatif. Organisme ini
menyerang sel permukaan gaster, memperberat timbulnya desquamasi sel dan muncullah
respon radang kronispada gaster yaitu: destruksi kelenjar dan metaplasia. Metaplasia adalah

salah satu mekanisme pertahanan tubuh terhadap iritasi, yaitu dengan mengganti sel mukosa
gaster misalnya dengan sek squamosa yang lebih kuat. Karena sel squamosa lebih kuat maka
elastisitasnya juga berkurang. pada saat mencerna makanan, lambung melakukan gerakan
peristaltik tetapi karena sel penggantinya tidak elastis maka akan timbul kekakuan yang pada
akhirnya akan menimbulkan rasa nyeri. Metaplasia ini juga menyebabkan hilangnya sel
mukosa pada lapisan lambung, sehingga akan mengakibatkan kerusakan pembuluh darah
lapisan mukosa. Kerusakan pembuluh darah ini akan menimbulkan perdarahan. Gastritis akut
gastritis akut yang bersifat peradangan terjadi di mukosa atau sub mukosa yang bersifat iritasi
lokal, gejala biasanya ringan seperti : rasa tidak enak di daerah epigastrik, kram di perut /
tegang juga dapat menimbulkan terjadinya perdarahan, di samping itu pada gastritis dapat
terjadi peningkatan yang dapat dapat menimbulkan mual dan muntah juga dapat
menyebabkan rasa nyeri. Rasa nyeri ini ditimbulkan oleh karena kontak HCL dengan mukosa
gaster. c) Atrofi Atrofi merupakan pengurangan ukuran yang disebabkan oleh mengecilnya
ukuran sel atau mengecilnya/berkurangnya (kadang-kadang dan biasa disebut atrofi numerik)
sel parenkim dalam organ tubuh (Syhrin, 2008). Atrofi dapat disebabkan oleh berbagai faktor
tergantung pada jenis atrofi tersebut. Sebelum membahas mengenai penyebab terjadinya,
maka harus diketahui terlebih dahulu jenis-jenis atrofi agar pembahsannya lebih spesifik.
Secara umum, terdapat dua jenis atrofi, yaitu atrofi fisiologis dan atrofi patologis. Atrofi
fisiologis merupakan atrofi yang bersifat normal atau alami. Beberapa organ tubuh dapat
mengecil atau menghilang sama sekali selama masa perkembangan atau pertumbuhan, dan
jika alat tubuh tersebut organ tubuh tersebut tidak menghilang ketika sudah mencapai usia
tertentu, malah akan dianggap sebagai patologik ( Saleh, 1973). Contoh dari atrofi fisiologis
ini yaitu proses penuaan (aging process) dimana glandula mammae mengecil setelah laktasi,
penurunan fungsi/produktivitas ovarium dan uterus, kulit menjadi tipis dan keriput, tulangtulang menipis dan ringan akaibat resorpsi. Penyebab proses atrofi ini bervariasi, diantaranya
yaitu berkurangnya/hilangnya stimulus endokrin, involusi akibat menghilangnya rangsanrangsang tumbuh (growth stimuli), berkurangnya rangsangan saraf, berkurangnya perbekalan
darah, dan akibat sklerosis arteri. Penyebab-penyebab tersebut terjadi karena peoses normal
penuaan (Saleh, 1973). Berbeda dengan atrofi fisiologis, atrofi patologis merupakan atrofi
yang terjadi di luar proses normal/alami. Secara umum, atrofi patologis dan fisiologis terbagi
menjadi lima jenis, yaitu atrofi senilis, atrofi local, atrofi inaktivas, atrofi desakan, dan atrofi
endokrin. Secara umum, atrofi patologis dan fisiologis terbagi menjadi lima jenis, yaitu atrofi
senilis, atrofi local, atrofi inaktivas, atrofi desakan, dan atrofi endokrin. 1. Atrofi senilis Atrofi
senilis terjadi pada semua alat tubuh secara umum, karena atrofi senilis termasuk dalam atofi

umum (general atrophy). Atropi senilis tidak sepenuhnya merupakan atropi patologis karena
proses aging pun masuk ke dalam kelompok atrofi senilis padahal proses aging merupakan
atropi fisiologis. Contoh atropi senilis yang merupakan proses patologik yaitu starvation
(kelaparan). Starvation atrophy terjadi bila tubuh tidak mendapat makanan/nutrisi untuk
waktu yang lama. Atropi ini dapat terjadi pada orang yang sengaja berpuasa dalam jangka
waktu yang lama (tanpa berbuka puasa), orang yang memang tidak mendapat makanan sama
sekali (karena terdampar di laut atau di padang pasir). Orang yang menderita gangguan pada
saluran pencernaan misalnya karena penyempitan (striktura) esophagus. Pada penderita
stiktura esophagus tersebut mungkin mendapatkan suplai makanan yang cukup, namun
makanan tersebut tidak dapat mencapai lambung dan usus karena makanan akan di
semprotkan keluar kembali. Karena itu, makanan tidak akan sampai ke jaringan-jaringan
tubuh sehingga terjadilah emasiasi, inanisi, dan badan menjadi kurus kering. 2. Atrofi Lokal
Atrofi local dapat terjadi akibat keadaan-keadaan tertentu. 3. Atropi inaktivitas Terjadi akibat
inaktivitas organ tubuh atau jaringan. Misalnya inaktivitas otot-otot mengakibatkan otot-otot
tersebut mengecil. Atropi otot yang paling nyata yaitu bila terjadi kelumpuhan otot akibat
hilangnya persarafan seperti yang terjadi pada poliomyelitis. Atrofi inaktivitas disebut juga
sebagi atrofi neurotrofik karena disebabkan oleh hilangnya impuls trofik. Tulang-tulang pada
orang yang karena suatu keadaan terpaksa harus berbaring lamaocclusion) pada saluran
keluar pancreas, sel-sel asinus pancreas (eksokrin) menjadi atrofik. Namun, pulau-pulau
Langerhans (endokrin) yang membentuk hormon dan disalurkan ke dalam darah tidak
mengalami atrofi. mengalami atrofi inaktivitas. Akibatnya, tulang-tulang menjadi berlubanglubang karena kehilangan kalsiumnya sehingga tidak dapat menunjang tubuh dengan baik.
Sel-sel kelenjar akan rusak apabila saluran keluarnya tersumbat untuk waktu yang lama. Ini
misalnya terjadi pada pankreas. Jika terjadi sumbatan ( 4. Atrofi desakan Atrofi ini terjadi
akibat desakan yang terus-menerus atau desakan dalam waktu yang lama dan yang mengenai
suatu alat tubuh atau jaringan. Atrofi desakan fisiologik terjadi pada gusi akibat desakan gigi
yang mau tumbuh dan dan yang mengenai gigi (pada nak-anak). Atroi desakan patologik
misalnya terjadi pada sternum akibat aneurisma aorta. Pelebaran aorta di daerah substernal
biasanya terjadi akibat sifilis. Karena desakan yang tinggi dan terus menerus mengakibatkan
sternum menipis. Atrofi desakan ini pun dapat terjadi pada ginjal. Parenkim ginjal dapat
menipis akibat desakan terus-menerus. Ginjal seluruhnya berubah menjadi kantung berisi air,
yang biasanya terjadi akibat obstruksi ureter, yang biasanya disebabkan oleh batu. Atrofi
dapat terjadi pada suatu alat tubuh kerena menerima desakan suatu tumor didekatnya yang
makin lama makin membesar ( Saleh, 1973). 5. Atrofi endokrin Terjadi pada alat tubuh yang

aktivitasnya bergantung pada rangsangan hoemon tertentu. Atrofi akan terjadi jika suplai
hormon yang dibutuhkan oleh suatu organ tertentu berkurang atau terhenti sama sekali. Hal
ini misalnya dapat terjadi pada penyakit Simmonds. Pada penyakit ini, hipofisis tidak aktif
sehingga mrngakibatkan atrofi pada kelenjar gondok, adrenal, dan ovarium. Secara umum,
atrofi dapat terjadi karena hal-hal/kondisi berikut. 1. Kurangnya suplai Oksigen pada
klien/seseorang 2. Hilangnya stimulus/rangsangan saraf 3. Hilangnya stimulus/rangsangan
endokrin 4. Kekurangan nutrisi 5. Disuse/inaktivitas (organ tidak sering digunakan, maka
akan mengakibatkan pengecilan organ tersebut). Mekanisme atropi secara singkat adalah
sebagai berikut. Secara umum, seluruh perubahan dasar seluler (dalam hal ini merupakan
perubahan ke arah atropi) memiliki proses yang sama, yaitu menunjukkan proses
kemunduran ukuran sel menjadi lebih kecil. Namun, sel tersebut masih memungkinkan untuk
tetap bertahan hidup. Walupun sel yang atropi mengalami kemunduran fungsi, sel tersebut
tidak mati. Atropi menunjukkan pengurangan komponen-komponen stutural sel. Sel yang
mengalami atropi hanya memiliki mitokondria dengan jumlah yang sedikit, begitu pula
dengan komponen yang lain seperti miofilamen dan reticulum endoplasma. Akan tetapi ada
peningkatan jumlah vakuola autofagi yang dapat memakan/merusak sel itu sendiri. d)
Hiperplasia Hiperplasia merupakan suatu kondisi membesarnya alat tubuh/organ tubuh
karena pembentukan atau tumbuhnya sel-sel baru (Saleh, 1973). Sama halnya dengan atrofi,
terdapat dua jenis hyperplasia, yaitu hyperplasia fisiologis dan patologis. Contoh yang sering
kita temukan pada kasus hyperplasia fisiologis yaitu bertambah besarnya payudara wanita
ketika memasuki masa pubertas. Sedangkan hyperplasia patologis sering kita temukan pada
serviks uterus yang dapat mengakibatkan kanker serviks. Sel-sel pada serviks tersebut
mengalami penambahan jumlah. Biasanya hyperplasia ini diakibatkan oleh sekresi hormonal
yang berlebihan atau faktor pemicu pertumbuhan yang besar. `1.2.1. Artrofi (e) Definisi :
Mengecilnya ukuran sel atau berkurangnya sel parenkim dalam organ tubuh (Syhrin, 2008).
Etiologi : Disebabkan oleh berbagai faktor tergantung pada jenis atrofi tersebut. Atrofi
fisiologis : beberapa organ tubuh dapat mengecil atau menghilang sama sekali selama masa
perkembangan atau pertumbuhan ( Saleh, 1973). Artrofi patologis : jika alat tubuh tersebut
organ tubuh tersebut tidak menghilang ketika sudah mencapai usia tertentu ( Saleh, 1973).
Contoh : Salah satu contoh penyebab atrofi adalah kurangnya nutrisi dalam tubuh.
Mekanisme : kekurangan nutrisi yang sebagian besar (nutrisi tersebut) berasal dari protein
saat proses sintesis protein pada ribosom. Saat terjadi kekurangan nutrisi maka akan
mengakibatkan terganggunya proses sintesis protein yang terjadi di ribosom dalam sel tubuh.
Terganggunya proses sintesis protein mengakibatkan ribosom tidak berfungsi pula, saat

dirobosom tidak berfungsi maka lama-kelamaan ribosom akan semakin sedikit dan jumlah
volume sel semakin sedikit atau bahkan hilang. Ketika seseorang mengalami kekurangan
nutrisi dalam tubuhnya maka berisiko mengalami komplikasi dari penyakit seperti campak,
pneumonia, dan diare lebih tinggi. Lalu dapat terjadi depresi, berisiko hipotermia, imunitas
menurun sehingga meningkatkan risiko terjadi infeksi, penyembuhan penyakit dan luka lebih
lama serta masalah terhadap kesuburan. Untuk mengetahui seseorang kekurangan gizi dapat
diperiksa dengan menghitung indeks massa tubuh, yaitu dengan menghitung berat badan
(dalam kilogram) dibagi tinggi badan kuadrat (dalam meter persegi). Nilai normal pada
wanita adalah 19-24, dan pria adalah 20-25. Di bawah nilai tersebut dikatakan kekurangan
gizi dan diatas nilai tersebut dikatakan kelebihan gizi. f) Atrofi pada Testis Testis mengalami
atrofi karena berbagai hal. Kebanyakan, atrofi testis diawali dengan orkitis yaitu peradangan
pada testis yang disebabkan oleh infeksi. Biasanya, infeksi tersebut ditandai dengan gejala
pembengkakan testis. Pada orkitis dapat terjadi kerusakan pembuluh darah pada korda
spermatic (saluran yang berisi pembuluh darah, persarafan, kelenjar getah bening, dan saluran
sperma) yang dapat menyebabkan atrofi testis. Akibatnya, testis tersebut mengalami
kegagalan fungsi untuk memproduksi sperma. Sehingga akan terjadi gangguan dalam
menghasilkan keturunan. - Atrofi pada Otak, Penderita Alzheimer Alzheimer termasuk salah
satu kepikunan berbahaya yang dapat menurunkan daya pikir dan kecerdasan seseorang.
Fenomena alzheimer ditandai dengan adanya kemunduran fungsi intelektual dan emosional
secara progresif dan perlahan sehingga mengganggu kegiatan sosial sehari-hari (Quartilosia,
2010). Secara anatomi, serebrum mengalami atrofi, yaitu girus serebrum menjadi lebih
kecil/menciut sedangkan sulkusnya melebar. Penderita Alzheimer biasanya akan sulit
mengingat nama atau lupa meletakkan suatu barang. Orang-orang di sekitar penderita,
biasanya akan mengalami kekhawatiran terhadap penderita alzheimer. Ini merupakan akibat
atrofi otak yang sangat mematikan, karena sel-sel saraf pada otaknya mati. Atrofi pada Otot
Bisep Telihat dengan jelas bahwa lengan atasnya mengalami pengecilan. Pada umumnya,
kondisi ini disebabkan oleh inaktivitas/disuse otot lengan tersebut. Lengan tersebut jarang
digunakan untuk mengankat beban, atau jarang digunakan untuk bekerja sehingga mengalami
penyusutan. Atrofi ini disebut atrofi inaktivitas patologik. Seseorang yang mengalami atrofi
otot akan mengalami penurunan kekuatan bahkan yang lebih fatal yaitu dapat mengakibatkan
kelumpuhan. Namun, ada cara-cara mengatasinya diantaranya yaitu, dilakukannya program
olah raga rutin dengan pengontrolan terapis, perawat, atau dokter; latihan dalam air untuk
mengurangi beban kerja otot; dan mengonsumsi makanan bergizi seimbang (obatpenyakit.com, 2010). Penyebab terjadinya atrofi Sebelumnya harus diketahui terlebih dahulu

jenis-jenis atrofi agar pembahasannya lebih spesifik. Secara umum, terdapat dua jenis atrofi,
yaitu atrofi fisiologis dan atrofi patologis. Atrofi fisiologis merupakan atrofi yang bersifat
normal atau alami. Beberapa organ tubuh dapat mengecil atau menghilang sama sekali
selama masa perkembangan atau pertumbuhan. Contohnya yaitu proses penuaan yaitu
penurunan fungsi/produktivitas ovarium dan uterus, kulit menjadi tipis dan keriput, tulangtulang menipis dan ringan akaibat resorpsi. Penyebabnya macam-macam, misal
berkurangnya/hilangnya stimulus endokrin, involusi akibat menghilangnya rangsan-rangsang
tumbuh, berkurangnya rangsangan saraf, berkurangnya perbekalan darah, dan akibat sklerosis
arteri. Kalau atrofi patologis merupakan atrofi yang terjadi di luar proses normal/alami. Lalu
seperti yang disebutkan Saudari Hutami, ada beberapa jenis atrofi yang nantinya bisa kita
identifikasi menurut jenisnya. 1.2.2 Hiperplasia dan Hipertrofi (g) Perbedaan *Hiperplasi :
jumlah sel bertambah sehingga organ membesar. Contoh : Fisiologis : Membesarnya
payudara pada wanita saat memasuki masa pubertas, Patologis : Hipertensi. *Hipertrofi :
bertambahnya isi/volume suatu jaringan sehingga organ membesar. Contoh : Fisiologis :
Membesarnya uterus Ibu hamil, Patologis : Membesarnya kelenjar prostat. h. Pada kondisi
apakah yang menyebabkan kelainan diatas? kondisi diatas merupakan hipertropi patologis
jantung. pada gambar tersebut terjadi peningkatan ukuran sel atau pebengkakan jantung yang
ditandai dengan ventrikel kiri , hal ini disebabkan beban kerja jantung meningkat.
Kardiomiopati hipertrofik bisa terjadi sebagai suatu kelainan bawaan. Penyakit ini dapat
terjadi pada orang dewasa dengan akromegali (kelebihan hormon pertumbuhan di dalam
darah) atau penderita hemokromositoma (suatu tumor yang menghasilkan adrenalin). i.
Pahami bahwa hipertrofi yang terjadi pada otot skelet binaragawan dan hipertrofi yang terjadi
pada sel organ vital seperti jantung memberi dampak yang sangat berbeda bagi klien.
Menurut anda apakah dampak hipertrofi ventrikel bagi klien penderita? Dampak hipertrofi
ventrikel bagi klien penderita yaitu jantung menebal dan lebih kaku dari normal dan lebih
tahan terisi oleh darah dari paru-paru. Sebagai akibatnya terjadi tekanan balik ke dalam venavena paru, yang dapat menyebabkan terkumpulnya cairan di dalam paru-paru, sehingga
penderita mengalami sesak nafas yang sifatnya menahun. Penebalan dinding ventrikel juga
bisa menyebabkan terhalangnya aliran darah, sehingga mencegah pengisian jantung yang
sempurna.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/evaprasetyamaulinafikui2011/adaptasi-jejasdan-kematian-sel_550e976a813311c32cbc6495

http://kedokteranebook.blogspot.co.id/2013/09/jejas-adaptasi-dan-kematian-sel.html

1. B. Jejas Dan Kematian Sel


Terdapat dua pola morfologik kematian sel, yaitu nekrosis dan apoptosis. Nekrosis adalah
bentuk yang lebih umum setelah rangsang eksogen dan berwujud sebagai pembengkakan,
denaturasi dan koagulasi protein, pecahnya organel sel, dan robeknya sel. Apoptosis ditandai
dengan pemadatan kromatin dan fragmentasi, terjadi sendiri atau dalam kelompok kecil sel,
dan berakibat dihilangkannya sel yang tidak dikehendaki selama embryogenesis dan dalam
berbagai keadaan fisiologik dan patologik.
PENYEBAB JEJAS SEL
1. Hipoksia (pengurangan oksigen) terjadi sebagai akibat (a) iskemia (kehilangan
pasokan darah), (b) oksigenisasi tidak mencukupi (misalnya, kegagalan jantung paru),
atau (c) hilangnya kapasitas pembawa oksigen darah (misalnya, anemia, keracunan
karbon monooksida).
2. Faktor fisik, termasuk trauma, panas, dingin, radiasi, dan renjatan listrik
3. Bahan kimia dan obat-obatan, termasuk :
1. Obat terapeotik (misalnya, asetaminofen [Tylenol]).
2. Bahan bukan obat (misalnya, timbale, alkohol).
3. Bahan penginfeksi, termasuk virus, ricketsia, bakteri, jamur, dan parasit.
4. Reaksi imonologik.
5. Kekacauan genetik.
6. Ketidakseimbangan nutrisi.
JEJAS SEL DAN NEKROSIS MEKANISME UMUM
System intra sel tertentu terutama rentan terhadap jejas sel

Pemeliharaan integritas membran sel.

Respirasi aerobic dan produksi ATP.

Sintesis enzim dan protein berstruktur.

Preservasi integritas aparat genetik.

System-sistem ini terkait erat satu dengan yang lain sehingga jejas pada satu lokus membawa
efek sekunder yang luas. Kensekuensi jejas sel bergantung kepada jenis, lama, dan kerasnya
gen penyebab dan juga kepada jenis, status, dan kemampuan adaptasi sel yang terkena.
Empat aspek biokimia yang penting sebagai perantara jejas dan kematian sel antara lain :
1. Radikal bebas berasal dari oksigen yang terbentuk pada banyak keadaan patologik

dan menyebabkan efek yang merusak pada struktur dan fungsi sel
2. Hilangnya homeostasis kalsium, dan meningkatnya kalsium intrasel.
3. Deplesi ATP. Karena dibutuhkan untuk proses yang penting seperti trasportasi pada

membran, sintesis protein, dan pertukaran fosfolipid.


4. Defek permeabilitas membran. Membran dapat dirusak langsung oleh toksin, agen

fisik dan kimia, komponen komplemen litik, dan perforin, atau secara tidak langsung
seperti yang diuraikan pada kejadian sebelumnya.
JEJAS ISKEMIK DAN HIPOKSIK
Jejas Reversible
Mula-mula hipoksia menyebabkan hilangnya fosforilasi oksidatif dan pembentukan ATP oleh
mitokondria. Penurunan ATP (dan peningkatan AMP secara bersamaan) merangsang
fruktokinase dan fosforilasi, menyebabkan glikolis aerobik. Glikogen cepat menyusut, dan
asam laktat dan fosfat anorganik terbentuk sehingga menurunkan PH intrasel.
Manifestasi awal dan umum pada jejas hipoksit non letal ialah pembengkakan sel akut. Ini
disebabkan oleh :

Kegagalan transportasi aktif dalam membran dari pada ion Na +, ion K+-ATPase yang
sensitif-ouabain, menyebabkan natrium masuk kedalam sel, kalium keluar dari dalam
sel dan bertambahnya air secara isosmotik.

Peningkatan beban osmotik intrasel karena penumpukan fosfat dan laktat anorganik,
serta nukleusida purin.

Jejas Ireversibel
Jejas ireversibel ditandai oleh valkuolisasi keras metokondria, kerusakan membran plasma
yang luas, pembengkakan lisosom, dan terlihatnya densitas mitokondria yang besar dan
amort. Jejas membram lisosom disusul oleh bocornya enzim ke dalam sitoplasma, dan karena
aktivasinya terjadi pencernaan enzimatik komponen sel dan inti.
Ada dua peristiwa yang penting pada jejas ireversibel. Depresi ATP dan kerusakan membran
sel .

Deplesi ATP. Peristiwa awal pada jejas sel yang berperan pada konsekuensi hipoksia
iskemik yang fungsional dan struktural, dan juga pada kerusakan membran, walaupun
demikian, masalah menimbulkan pertanyaan apakah hal ini sebagai akibat atau
penyebab ireversibilitas.

Kerusakan membran sel. Jejas ireversibelberhubungan dengan defek membran sel


fungsional dan struktural.

1. Kehilangan fosfolipid yang progesif, disebabkan oleh :

Aktivasi fosfolipid membran oleh peningkatan kalsium sitosolik, disusul oleh


degradasi fosfolipid dan hilangnya fosfolipid, atau

Penurunan realisasi dan sintesi fosfolipid, mungkin berhubungan dengan hilangnya


ATP.

1. Abnormalitas sitoskeletal. Aktivasi protease intrasel, didahului oleh peningkatan

kalsium sitosolik, dapat menyebabkan pecahnya elemen sitoskeletal intermediate,


menyebabkan membran sel rentan terhadap terikan dan robekan, terutama dengan
adanya pembengkakan sel.
2. Produk pemecahan lipid. Asam lemak bebas dan lisofosfolipid berkumpul dalam sel

iskemik sebagai akibat degradasi fosfolipid dan langsung bersifat toksin terhadap
membran.
3. Hilangnya asam amino intrasel. Seperti glisin dan L-alanin yang penyebabnya

belum diketahui.

JEJAS SEL AKIBAT RADIKAL BEBAS


Radikal bebas adalah molekul yang sangat reaktif dan tidak stabil yang berinteraksi dengan
protein, lemak, dan karbohidrat, dan terlibat dalam jejas sel yang disebabkan oleh bermacam
kejadian kimiawi dan biologik.
Terjadinya radikal bebas dimulai dari :

Absorpsi energi sinar (cahaya UV, sinar X).

Reaksi oksidatif metabolik.

Konversi enzimatik zat kimia eksogen atau obat.

JEJAS KIMIAWI
Zat kimia menyebabkan jejas sel melalui 2 mekanisme

Secara langsung misalnya, Hg dari merkuri klorida terikat pada grup SH protein
membran sel, menyebabkan peningkatan permeabilitas dan inhibisi transport yang
bergantung pada ATPase.

Melalui kenversi ke metabolik toksin reaktif. Sebaliknya metabolik toksin


menyebabkan jejas sel baik melalui ikatan kovalen langsung kepada protein membran
dan lemak, atau lebih umum melalui pembentukan radikal bebas aktif.

MORFOLOGI JEJAS SEL REVERSIBEL DAN NEKROSIS


Perubahan ultrastruktur telah diuraikan sebelumnya pembengkakan sel merupakan
manifestasi hampir universal dari pada jejas reversible pada mikroskopi cahaya. Pada sel
yang terlibat dalam metabolisme lemak. Perlemakan juga menunjukkan tanda jejas
reversibel.
Nekrosis merupakan perubahan morfologik yang menyusul kematian sel pada jaringan
atau organ hidup.
Dua proses menyebabkan perubahan morfologik dasar pada nekrosis

Denaturasi protein.

Pencernaan enzimatik organel dan sitosol.

JENIS NEKROSIS

Nekrosis koagulativa. Pola nekrosis iskemik yang lazim ini yang diuraikan
sebelumnya terjadi pada miokard, ginjal, hati, dan organ lain.

Nekrosis mencari. Terjadi bila autolisis dan heterolysis melebihi denaturasi protein.

Nekrosis perkijuan. Khas pada lesi tuberculosis, makroskopik, dan secara


mikroskopik sebagai bahan amorf eosinofilik dengan debris sel.

Nekrosis lemak. Nekrosis pada jaringan lemak, disebabkan oleh kerja lipase (yang
berasal dari sel pancreas rusak atau makrofag) yang mengkatalisis dekomposisi
trigliserid menjasi asam lemak, yang kemudian bereaksi dengan kalsium membentuk
sabun kalsium.

APOPTISIS
Bentuk kematian sel ini berbeda dengan nekrosis dalam beberapa segi (table 1-1) dan terjadi
dalam keadaan ini :

Destruksi sel terprogram selama embryogenesis.

Involusi jaringan bergantung kepada hormone (misalnya, endometrium prostate) pada


usia dewasa.

Delesi sel pada populasi sel berproliferasi (misalnya, epitelkripta intestine), tumor,
dan organ limfoid.

Atrifo patologik organ perenkimal akibat obstruksi duktus.

Kematian sel oleh sel T sitotoksit.

Jejas sel pada penyakit virus tertentu.

Kematian sel karena beberapa stimulus yang merusak yang terjadi pada takaran
rendah.

Cirri morfologik apoptosis meliputi :

Penyusutan sel.

Kondensasi dan fragmentasi kromatin.

Pembentukan gelembung sitoplasma dan jisim apoptotic.

Fagositosis jisim apototik oleh sel sehat didekatnya atau makrofag.

Tidak adanya peradangan.

Stimulus

Nekrosis

Apoptosis

Hipoksia, toksin

Fisiologik dan patologik

Pembengkakan selNekrosis
Histologi

koagulasi
Gangguan organel

Pemecahan DNA Acak, difus

Sel tunggalKondensasi kromatin


Jisim apoptotik
Internukleosom

Deplesi ATPJenis membran


Mekanisme

Kerusakan radikal

Aktivasi genEndonuklease

bebas
Reaksi jaringan

peradangan

Tidak ada peradanganFegositosis jizim


Apoptotik

PERUBAHAN SUBSELULER PADA JEJAS SEL LISOSOM

Heterofagi adalah ambilan bahan dari lingkungan luar dengan fogositosis

Autofagi adalah fagositosis oleh lisosom organel intrasel yang sedang rusak, termasuk
mitokondria dan reticulum endoplasmik.

AKUMULASI INTRA SELULER


Protein, karbohidrat, dan lipid dapat berakumulasi dalam sel dan kadang-kadang
menyebabkan jejas pada sel. Dapat berupa :

Isi sel normal yang terkumpul berlebihan

Bahan abnormal, biasanya produk metabolisme abnormal

Suatu pigmen

Proses yang berakibat akumulasi intraseluler abnormal meluputi :

Metabolisme abnormal suatu bahan endogen abnormal (misalnya, perlemakan)

Kekurangan enzim yang dibutuhkan untuk metabolisme bahan endogen normal atau
abnormal (misalnya, penyakit timbunan lisosomal).

Deposisi bahan eksogen abnormal (misalnya, makrofag berisi karbon)

STEATOSIS PERLEMAKAN
Ini menggambarkan bahan normal (trigliserid) yang terakumulasi berlebihan dan mengarah
kepada peningkatan absolute lipid intrasel. Berakibat pembentukan vakuol lemak intrasel
terjadi pada hampir semua organ, tetapi paling sering dalam hati, bila berlebihan bias
mengarah pada silosis.
PATOGENESIS PERLEMAKAN HATI
Penyebab perlemakan hati meliputi penyalahgunaan alkohol, malnutrisi protein, diabetes
mellitus, obesitas, hepatotoksin, dan obat. Hati tampak membesar, kuning dan berlemak
secara mikroskopik terlihat sebagai vakuol besar.

Masuknya asam lemak bebas berlebihan kedalam hati (misalnya, pada kelaparan,
terapi kortikosteroid).

Sintesis asam lemak meningkat.

Oksidasi asam lemak berkurang.

Esterifikasi asam lemak menjadi trigliserid meningkat, karena meningkatnya alfagliserofosfat (alkohol).

Sintesis apoprotein berkurang (keracunan karbon tetraklorida).

Sekresi lipoprotein yang terganggu dari hati(alkohol. Pemberian asam orotat)

KOLESTEROL DAN ESTER KOLESTEROL

Pada aterosklerosis, lipid ini terakumulasi dalam sel otot polos dan makrofag.
Kolesterol intrasel terkumpul dalam bentuk vakuol sitoplasma kecil. Kolesterol

ekstrasel memberikan gambaran karakteristik sebagai ruang seperti celah yang


tebentuk oleh kristal kolesterol yang larut.

Pada hiperlipidemia terdapat herediter, lipid terakumulasi dalam makrofag dan sel
mesenkim.

Pada fokus jejas dan peradangan, makrofag terisi-lipid terbentuk dari fagositosis lipid
membran yang berasal dari sel yang rusak.

AKUMULASI INTRASELULER LAIN

Protein. Contoh : proteinuria, reabsorbsi membentuk butiran dalam tubulus proksimal

Glikogen. Contoh : penyakit penimbunan genetik

Kompleks lipid dan polisakarid. Contoh : penyakit gaucher, penyakit niemann-pick

Pigmen eksogen.

Hemosiderosis lokal yang terjadi karena pendarahan luas atau robeknya pembuluh darah
kecil karena kongesti vaskuler.
Hemosiderosis sistemik terjadi saat :

Absorbsi besi dari makanan meningkat (hemokromatosis primer).

Penggunaan besi yang terganggu (misalnya, pada talasemia).

Anemia hemolitik yang mengakibatkan pemecahan sel darah merah berlebih.

Transfuse yang menyebabkan besi eksogen.

KALSIFIKASI PATOLOGIK
Kalsifikasi patologik menunjukkan deposisi abnormal dari garam kalsium dalam jaringan
lunak. Dalam jaringan yang mati atau yang akan mati pada keadaan kadar kalsium serum
normal. Pada kalsifikasi metastatik, deposisi garam kalsium berada dalam jaringan vital dan
selalu dihubungkan dengan hiperkalsemia.
PERUBAHAN HIALIN

Hialin dihubungkan dengan segala perubahan dalam sel atau di daerah ekstraseluler atau
struktur yang homogen, yang memberikan gambaran merah muda mengkilat pada pulasan
HE sediaan histologik rutin.
1. Absorpsi protein menyebabkan titik hialin proksimal dari sel epitel ginjal.
2. Jisim russell dalam sel plasma.
3. Inklusi virus dalam sitoplasma.
4. Sejumlah filament intermediate yang terganggu (seperti pada hialin alkohol).
Hialin ekstraseluler terjadi pada hialin arteriolosclerosis. Aterosklerosis, dan glomerulus
yang rusak.
PENUAAN SELULAR
Dengan bertambahnya usia, terjadi perubahan fisiologik dan struktural pada hampir semua
organ. Penuaan terjadi karena faktor genetik, diet, keadaan sosial, dan adanya penyakit yang
berhubungan dengan ketuaan seperti arteriosclerosis, diabetes dan arthritis. Perubahan sel
dirangsang oleh usia yang menggambarkan akumulasi progresif dari jejas subletal atau
kematian sel selama bertahun-tahun, diperkirakan merupakan komponen penting dalam
penuaan.
Perubahan fungsional dan morfologik yang terjadi pada sel yang menua adalah :

Penurunan fosforilasi oksidatif pada mitokondria.

Berkurangnya sintesis DNA dan RNA untuk protein dan reseptor sel struktural dan
enzimatik.

Menurunnya kemampuan ambilan makanan dan perbaikan kerusakan kromosom.

Nucleus berlobus tidak teratur dan abnormal.

Mitokondria pleomorfik, reticulum-endoplasama menurun, dan jisim Golgi berubah


bentuk.

Akumulasi pigmen lipofusin secara menetap.

PERTUMBUHAN DAN DEFERENSASI SELULER :

REGULASI DAN ADAPTASI NORMAL


Penggantian sel yang rusak atau mati penting untuk menjaga kelangsungan hidup. Perbaikan
jaringan meliputi dua proses yang berbeda. Yaitu : (1) regenerasi, yang berarti penggantian
sel mati dengan proliterasi sel yang jenisnya sama, dan (2) pengantian oleh jaringan ikat
atau fibroplasia.
PENGONTROLAN PERTUMBUHAN SEL
Faktor yang paling penting dalam pengontrolan pertumbuhan sel adalah faktor yang
mengambil sel diam (autescent) (G0) untuk masuk kedalam siklus sel.
SIKLUS SEL DAN JENIS SEL
Sel dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan kemampuan proliferatifnya dan hubungannya
dengan siklus sel :

Sel yang terus membelah secara berkesinambungan (sel labil), seperti epitel
permukaan, dan sel sumsum tulang serta hematopoietik.

Sel diam (stabil), yang secara normal lambat mengalami pergantian tetapi dapat
membelah dengan cepat sebagai respons terhadap berbagai rangsangan-misalnya sel
hati, ginjal, fibroblas, otot polos, dan endotel.

Sel yang tidak membelah (permanen), yang tidak dapat membelah setelah lahircontohnya, sel syaraf (neuron), otot rangka dan otot jantung.

https://sababjalal.wordpress.com/2012/10/20/jejas-dan-kematian-sel/

Anda mungkin juga menyukai