Anda di halaman 1dari 10

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadiran Tuhan YME karena berkat rahmatnya
saya dapat menelesaikan tugas ketiga saya. Pada tugas ini saya membahas
tentang Nilai Budaya Terhadap Upacara Adat Suku Kaili Masa Kehamilan dan
Kelahiran Bayi. Indonesia mempunyai berbagai jenis macam suku dan budaya,
yang masing-masing memiliki keunikan dan nilai plus tersendiri. Saya memilih
adat Suku Kaili karena begitu banyak hal tentang keunikan pada Adat Suku Kaili
yang menarik perhatian saya untuk mengkaji lebih dalam lagi. Begitu banyak
aturan adat Kaili Perempuan yang sedang hamil, begitu juga masa kelahiran
seorang bayi. Semua menarik perhatian saya, bahkan bukan hanya masa
kehamilan dan kelahiran seorang bayi saja, tetapi pernikahan dan kematian pun
juga ada aturan adatnya. Namun kali ini saya hanya membahas tentang adat
istiadat Suku Kaili pada masa kehamilan dan kelahiran bayi.
Saya mengucapkan banyak terimakasih kepada sumber yang telah
membantu saya dalam menyelesaikan makalah ini. Semoga makalah ini bisa
menambah pengetahuan pembaca tentang budaya dan adat istiadat Suku Kaili
agar selalu bersejarah.
BAB I
DAFTAR ISI
PEDAHULUAN
1.Latar Belakang
2.Tujuan
BAB II
1.Pengertian Suku Kaili
2.Pengobatan Ibu Hamil
3. Upacara Anak Menigkat Dewasa.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
2. Saran
DAFTAR PUSTAKA

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Anak adalah anugerah yang paling indah dari Tuhan, semua pasangan suami
isteri begitu mendambakan kehadiran seorang anak untuk menjadi pelengkap
keluarganya. Masa-masa kehamilan adalah masa yang tidak akan terlupakan
bagi seorang ibu, mengandung bayi selama 9 bulan, mengidam dan merasakan
mual menjadi hal yang harus dihadapi. Pada saat melahirkan seorang ibu harus
berjuang mati-matian demi mengeluarkan malaikat kecil dari perutnya, nyawa
yang menjadi taruhannya. Ketika bayi lahir dengan selamat dan ibu pun sehat
adalah saat-saat yang paling membahagiakan bagi pasangan suami isteri
beserta keluarga besarnya.
Bagi masyarakat Sumatra Utara khususnya suku Batak salah satu upacara
adat melahirkan adalah upacara Mangharaon. Upacara ini dilakukan pada saat si
ibu telah melahirkan, maka dengan segera si bapak menjatuhkan kayu besar
dari atap rumah ke halaman lalu mengapaknya (Manaha Saganon), dimana kayu
tersebut nantinya akan dibakar di atas tataring (tungku perapian), suara kampak
ini merupakan tanda pengumuman pada seisi kampong bahwa seorang bayi
telah lahir.
Setelah upacara itu selesai, tibalah masa krisis yang dinamakan Roburobuan
lamanya 7 hari 7 malam. Selama masa krisis ini, seluruh penduduk/warga desa
berkumpul di rumah si bayi tiap malam, agar selalu ada orang yang menjaga
sehingga roh dan hantu jahat (Boru Sirumata atau Boru Sibalikhunik) jangan
sampai mengganggu atau mengambil si bayi.
Setelah semua itu selesai ada upacara Martutuaek, upacara Mengebang, dan
upacara Khitanan, yang masing-masing memiliki waktu upacara dan tradisinya
masing-masing.
Bukan hanya masyarakat Batak saja yang mempunyai upacara adat
kelahiran, tetapi adat Jawa juga mempunyai tradisi dan upacara adat kelahiran
sendiri. Salah satu contoh misalnya Barokahan, Sepasaran dan lain-lain.
Itulah Indonesia, begitu banyak ragam tradisi adat istiadat yang turun
temurun menjadi nilai tambah kebudayaan Indonesia.
2. Tujuan
Tujuan pembuatan makalah kali ini adalah sebagai berikut:
a.
Mengetahui pengertian budaya
b.
Mengetahui pengertian adat istiadat
c.
Mengetahui lebih dalam lagi tradisi adat istiadat kehamilan dan
kelahiran anak di Suku Kaili.

BAB II
1. Penertian Suku Kaili
Suku Kaili adalah suku bangsa di Indonesia yang secara turun-temurun tersebar
mendiami sebagian besar dari Provinsi Sulawesi Tengah, khususnya wilayah
Kabupaten Donggala, Kabupaten Sigi, dan Kota Palu, di seluruh daerah di lembah
antara Gunung Gawalise, Gunung Nokilalaki, Kulawi, dan Gunung Raranggonau.
Mereka juga menghuni wilayah pantai timur Sulawesi Tengah, meliputi
Kabupaten Parigi-Moutong, Kabupaten Tojo-Una Una dan Kabupaten Poso.
Masyarakat suku Kaili mendiami kampung/desa di Teluk Tsomini yaitu
Tinombo,Moutong,Parigi, Sausu, Ampana, Tojo dan Una Una, sedang di
Kabupaten Poso mereka mendiami daerah Mapane, Uekuli dan pesisir Pantai
Poso.
2. Pengobatan Ibu Hamil
Upacara Novero (upacara pengobatan apabila sang ibu yang hamil
kurang sehat)
Upacara ini dapat juga dilaksanakan bagi ibu yang tidak hamil, namun ada
perbedaan-perbedaan yang tidak berarti.
1.

Maksud Penyelenggaraan Upacara


Novero (mengobati penyakit) atau moragi ose (memberi warna warni

beras) bertujuan untuk menyembuhkan ibu hamil dari penyakit yang dideritanya
karena nilindo nuviata (diganggu mahluk halus).
2.

Waktu Penyelenggaraan Upacara


Upacara ini sering dilaksanakan serentak dengan upacara nolama, yaitu

bila ibu hamil kelihatannya kurang sehat. Perbedaannya ialah nolama lebih dekat
kepada pemujaan arwah nenek moyang, sedangkan novero lebih berorientasi
kepada mahluk-mahluk halus yang dianggap jahat.
3.

Tempat Penyelenggaraan Upacara


Tempat upacara diadakan di luar rumah, di tempat yang dipercayai

sebagai tempat hunian mahluk halus, seperti di tepi sungai, tepi pantai, di
pohon-polion besar, dan sebagainya. Dan di sini pula dibuat suampela, sebuah
tempat penyimpangan sesajian yang dibuat dari kayu bertiang tiga. Pada bagian
atas dibuat sebuah anyaman dari ranting kayu atau bambu tempat sesajian itu

disimpan, dan kulili (kayu yang dibuat seperti model parang, yang diberi warna
belang hitam putih). Ketiganya (suampela, kulili, dan berbagai jenis makanan)
merupakan perlengkapan upacara novero tersebut termasuk ose ragi (beras
yang telah diberi warna-warni) seperti disebutkan di atas.
4.

Penyelenggara Teknis Upacara


Yang berperan dalam upacara ini ialah seorang dukun wanita sejak awal

sampai dengan upacara ini selesai. Pihak-pihak lain yang terlibat terbatas dalam
lingkungan keluarga terdekat saja, yang mempersiapkan perlengkapan upacara
adat lainnya.

5.

Persiapan dan Perlengkapan Upacara


Perlengkapan-perlengkapan selain yang telah disebutkan di atas ialah

membuat pekaolu nuvayo (tempat berlindungnya bayangan), maksudnya tempat


roh kita berlindung bila mendapat gangguan mahluk halus. Juga perlengkapan
yang disebut toge, yang dibuat semacam janur dari daun kelapa seperti bentuk
tombak, kepala kuda yang berkepala dua dan berkepala sebelah dan lain-lain.
Pada bagian bawah janur tersebut bersusun 4-5 dan yang terakhir inilah yang
disebut pekaolu nuvayo. Perlengkapan lainnya ialah tuvu mbuli seperti yang
telah disebutkan terdahulu.
Di dalam rumah disiapkan mbara-mbara (barang perhiasan/pakaian adat)
yaitu vuya (sarung), baju, dan bulava (emas). Ketiganya disimpan di atas dula
palangga (dulang berkaki).
6.

Jalannya Upacara
Membuat persiapan-persiapan seperti yang telah disebutkan di atas, yang

dilaksanakan bersama dukun dan keluarga di rumah ibu yang hamil, termasuk
moragi ose (memberi macam warna beras sesajian).
Mengambil banja mpangana (mayang pinang) lalu direndam dalam air 3
malam dicampur dengan daun-daun yang wangi seperti bunga mbalu, daun
pandang, tamadi, tulasi, dan sebagainya. Baru ose ragi tersebut dibungkus
dengan kain putih, disimpan di tiang tengah rumah di mana ibu hamil itu akan
tidur di dekat barang-barang tersebut.

Tiap bangun pagi selama tiga hari ibu hamil makan makanan yang
disiapkan dalam bambu dengan sebiji telur rebus dan mencuci muka dengan air
yang disiapkan dan diberi bahan-bahan yang wangi tersebut.
Kegiatan selanjutnya ialah membuat suampela tempat sesajian itu
disimpan, melalui suatu cara-cara tertentu dan dengan gane-gane (mantera).
Pada ketiga diadakan upacara mandi bagi ibu hamil tersebut dengan air wangi
yang direndam dengan daun-daun wangi tersebut di atas. Seusai mandi
sebatang mayang pinang yang belum berkembang, dipecahkan di atas kepala.
Benda tersebut dianggap memberikan kekuatan untuk tubuh, sambil
memecahkan sebatang mayang pinang yang masih belum berkembang tersebut,
dukun berkata : "niratamo sumangana dako ripue ngayu, ripue ntana" (sudah
diketemukan kembali semangatnya dari penghuni pohon kayu dan penghuni
bumi).
Selanjutnya adalah nantau (membawa turun) seluruh bahan-bahan
perlengkapan tersebut di atas ke tanah dan ke tempat upacara di mana
suampela tersebut dibuat. Di tempat sesajian itu dukun nogane memanggil
arwah dan roh-roh halus dan berkata : "Seimo konisa miu, tavala miu, toge ante
kalili miu. Aku mompatolo yanu (si anu), bekaka maimo vayona, rapakalompemo
yanu" (Telah kupersembahkan kepadamu makanan, tombak, toge, kulili. Aku
menolong si Anu (menyebut nama). Berikan kepadanya kembali sumber
kekuatan hidup, sembuhkanlah ia dari penyakit).
Selanjutnya diadakan acara noronde (dialog dukun dengan orang-orang
yang ada dalam rumah). Dialog tersebut terjadi sebagai berikut:
Dukun : "Nolompemo yanu!!" (Si Anu sudah sembuh). Orang di rumah
menjawab : "Yo nalompemo" (Ya sudah), eva apu nitulaka uve (seperti api kena
air), eva kuni niboli toila (seperti kunyit diberi kapur). Dukun naik ke rumah
sambil berkata kepada ibu hamil: "niratakumo vayo miu, naialaku riviata,
rikarampua, rirate njae, rirate vou" (saya sudah menemukan sumber kekuatan
hidup yang hilang dari viata (setan/jembalang) dari para dewa dan roh-roh nenek
moyang yang telah lama dan baru meninggal).
Acara terahir ialah noave ose niragi, bila ibu telah melahirkan dengan
selamat, maka ose niragi (beras 4 warna) yang disebutkan di atas valas suji
(semacam rakit kecil). Noave (mengalirkan) barang tersebut mengandung arti
nompakatu (mengirimkan sesajian) tersebut kepada pue ntasi (penghuni laut)

diiringi pula dengan mantera-mantera yang isinya minta segera ibu hamil yang
sakit segera sembuh, dan karena penyakit sudah terbawa ke laut, pergi bersama
penyakit.
Dengan selesainya acara ini, selesailah upacara novero tersebut bagi
seorang ibu hamil yang kurang sehat.
7.

Pantangan-pantangan yang Dihindari


Dalam upacara adat nolama, hampir tidak ada pantangan yang berarti,

tetapi selama ibu hamil dijumpai sejumlah pantangan-pantangan. Pantangan


tersebut tidak saja berlaku untuk sang ibu yang hamil, tetapi juga berlaku bagi
sang suami. Pantangan-pantangan bagi ibu hamil tersebut antara lain:
a)

Duduk di muka pintu atau pada anak tangga (mungkin suatu upaya

preventif).
b)

Pantang minum air terlalu banyak karena bila melahirkan terlalu banyak air

dan atau beranak kembar.


c)

Pantang makan gula merah atau tebu serta nenas karena dapat membuat

perut sakit.
d)

Pantang mencela, mengejek orang-orang yang cacat jasmani karena dapat

melahirkan bayi yang cacat.


e)

Pantang mengurai rambut pada sore hari karena dapat di ganggu mahluk

halus.
f)

Pantang makan ikan cumi-eumi karena dapat melahirkan bayi dalam

bentuk cumi-cumi dan sebagainya.


g)

Pantang duduk di sembarang tempat.

h)

Tidak boleh kikir (nemo masina), agar sifat/watak anaknya tidak seperti itu.

i)

Tidak boleh menggulung handuk di leher (moveve handuri tambolo), agar

bayi bakal lahir tidak tercekik pada bagian lehernya.


j)

Tidak boleh melicinkan tempurung (mo gau bobo/banga), agar rambut

anak tidak akan botak.


k)

Pantang mandi pada sore hari, dapat membuat kelamin bengkok karena

ilirasi pue nu tive (disetubuli oleh hantu penghuni air) atau mandi dipagi buta
karena bayi kedinginan dan lahir dalam keadaan lemah

8.

Pantangan bagi sang suami adalah:

a)

Menyembelih atau membunuh binatang karena dapat mengakibatkan bayi

nantolu moro (kemarahan)


b)

Pantang memakai celana bila istri dalam keadaan melahirkan

c)

Pantang menginjak papan penutup liang lahat (dindi ngari) sebab dapat

membuat bayi lahir dalam keadaan lemah.


Lambang-Lambang atau Makna yang Terkandung dalam Unsur-unsur Upacara
Dari uraian-uraian terdahulu telah disebut kan beberapa jenis
perlengkapan upacara adat yang merupakan simbol tertentu dalam upacara
tersebut, baik dalam bentuk nama, sifat, ataupun keadaan benda itu.

3.

Upacara ketika anak meningkat dewasa

Bagi masyarakat Sulawesi Tengah secara keseluruhan, selalu ada upacaranya:


Dalam catatan sejarah upacara adat masyarakat Sulawesi Tegah, ketika seorang
anak meningkat dewasa, yakni sekitar umur 12 tahun ke atas, diadakan upacara
Nakeso dan Naloso.
Upacara ini merupakan yang sangat besar dan dibesarkan karena saat ini
putra putri telah mengakhiri masa kanak-kanaknya, sehingga kepadanya
diharuskan mengikuti upacara ini, dan mereka diberi nama Toniasa. Artinya, Tona
nipaka asa atau orang dibuat tenang atau didewasakan.
Selama satu bulan sebelum upacara ini, Toniasa ini dikurung dalam suatu tempat
tertutup dan tidak boleh keluar serta menginjak tanah.
Dalam kurungan ini mereka harus melaksanakan peraturan dan disiplin
yang diajarkan menurut adat, sedangkan untuk keperluan mereka seperti
makan, minum dan lainnya, harus didahului dengan memukul tambur atau
membunyikan seruling dari bambu.
Arifin Sunusi, pengurus Dewan Kesenian Palu mengatakan, dahulu yang
digunakan untuk mengurung putra-putri tersebut adalah bangunan bertangga
bambu yang disebut Songi, dan ditutup dengan mbesa sejenis kain kulit kayu
yang khusus dipakai untuk upacara adat. Puncak upacara adalah setelah Toniasa
mengakhiri latihan Songi, pada malam hari kuku-kuku tangan dan kaki diberi
pacar, sementara selama pemberian pacar berlangsung diperdengarkan lagu
Rano yang dinyanyikan secara bersahut-sahutan oleh orang-orang tua

denganiringanbunyi-bunyian.
Pagi harinya, toniasa digendong ke sungai untuk dimandikan dan
selanjutnya diberi pakaian adat seperti halnya orang dewasa. Selanjutnya
dilakukan upacara Nakeso, yakni menggosok gigi atau pemotongan gigi dengan
menggunakan bebatuan khusus dan disaksikan banyak orang. "Biasanya, nakeso
itu dilakukan di bantaya atau Baruga (balai pertemuan adat) yang
dilakukanolehkepalaadat,"katanya.
Selanjudnya toniasa diturunkan dan diarak mengelilingi balai adat atau
bantaya yang sudah dihiasi daun kelapa dan bambu kuning.
Upacara ini diebut Naloso. Terakhir kepala Toniasa yang tertua diharuskan
menombak kerbau yang diikuti oleh mereka yang menjalani upacara ini sampai
kerbau tersebut mati. Kemudian kepala kerbau diambil dan diletakkan di depan
balai adat, dan Toniasa duduk di atas kepala kerbau didampingi Toniasa yang
lain,Putra maupun putri.
Saat itulah, putra-putra itu pun dilantik dan dinyatakan sudah menjadi
orang dewasa. Apabila mereka melanggar adat, maka kepalanya sebagai
pengganti kepala kerbau ini," ujarnya.Semua tradisi masyarakat Sulawesi
Tengah, masih tetap dipertahankan hingga kini. Bahlan, untuk
mempopulerkannya kepada publik, semua jenis upacara ini selalu diadakan di
berbagai media, tidak hanya di kampung-kampung, tapi sudah ke panggungpanggung hiburan dan festival
BAB III
PENUTUP
A.

Kesimpulan
Suku Kaili adalah suku bangsa di Indonesia yang secara turun-temurun

tersebar mendiami sebagian besar dari Provinsi Sulawesi Tengah, khususnya


wilayah Kabupaten Donggala, Kabupaten Sigi, dan Kota Palu, di seluruh daerah di
lembah antara Gunung Gawalise, Gunung Nokilalaki, Kulawi, dan Gunung
Raranggonau.
Budaya kaili Sebagaimana suku-suku lainnya diwilayah persada Nusantara,
Suku Kaili juga mempunyai adat istiadat sebagai bagian kekayaan budaya di
dalam kehidupan sosial, memiliki Hukum Adat sebagai aturan dan norma yang
harus dipatuhi, serta mempunyai aturan sanksi dalam hukum adat.
Bagi suku kaili apa bila ada anggota dari sukunya yang hamil maka kehamilan itu
harus di jaga. Dalam adat istiadat suku k

aili apa bila seseorang hamil maka akan diadakan upacara selamatan
kandungan pada masa hamil pertama (Nolama Tai). Upacara ini apabila
kandungan berusia 7 bulan. Upacara ini sering dinamakan No jemparaka
manu (memisah-misahkan bagian daripada daging ayam) atau biasa
disebut mantale (membuat sesajian).
Selain itu ada juga Upacara novero (upacara pengobatan apabila
sang ibu yang hamil kurang sehat) atau moragi ose adalah suatu upacara
pengobatan yang bila ibu hamil kurang sehat dan lemah, yang dianggap
sebagai gangguan mahluk halus yang jahat. Novero (mengobati penyakit)
atau moragi ose (memberi warna warni beras) bertujuan untuk
menyembuhkan ibu hamil dari penyakit yang dideritanya karena nilindo
nuviata (diganggu mahluk halus)
B.

Saran
Di indonesia banyak keragaman budaya dan adat istiadat dari

berbagai suku yang tanpa disadari sebenarnya itu adalah kekeyaan bagi
negara indonesia itu sendiri. Dan budaya dan adat istiadat tersebut bisa
berkaitan dengan ilmu kesehatan.
mengambil hal-hal yang positif dari kebudayaan dan adat istiadat
tersebut dalam ilmu kesehatan. Dan kita sebagai warga indonesia harus
selalu menjaga kekayaan budaya dan adat istiadat di indonesia ini.

DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Kaili, di akses pada 8 maret 2012
http://www.google.co.id/search?q=gambar+suku+kaili,diakses pada 6
maret 2012

novero,http://www.disnakerpalu.com/tlp/rubrikview.php?
id=634&topik=8&hal=1&ss6c5bb6a5161c4889ad86afd0be2b60a7, di
akses pada 6 maret 2012
http://www.anneahira.com/suku-kaili-7441.htm
http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Kaili

Anda mungkin juga menyukai