Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH KELAINAN RETROGRESIF

DISUSUN OLEH:

1. ANGGA RUDIANTO
2. HARISMA AMALIA
3. HENY RISKI SAPUTRI
4. LIA RISNIA DEWI
5. TITIN MUNAFIROH
6. TRI ASTUTI
7. WULANDARI

AKADEMI KEPERAWATAN KARYA BAKTI HUSADA

BANTUL YOGYAKART
BAB I
PENADAHULUAN

A.  Latar Belakang
Patologi adalah salah satu dasar ilmu kedokteran, dan memiliki peranan yang
sangat fundamental. Sering kali diagnosis pasti suatu penyakit ditegakkan dengan
patologi (histopatologi). Sedangkan pengertian Patologi dalam arti yang luas adalah
bagian dari ilmu kedokteran yang mengamati sebab dan akibat dari terjadinya penyakit
atau kelainan pada tubuh. Namun pengertian patofisiologi sendiri adalah reaksi fungsi
tubuh terhadap suatu penyakit yang masuk ke dalam tubuh. Mekanisme adaptasi sel
terdiri dari organisasi sel yaitu unit kehidupan, kesatuan lahiriah yang terkecil
menunjukkan bermacam-macam fenomena yang berhubungan dengan hidup.dan selalu
berhubungan dengan karakteristik makhluk hidup yaitu : bereproduksi, tumbuh,
melakukan metabolisme dan beradaptasi terhadap perubahan internal dan eksternal.
Regenerasi adalah proses pertumbuhan dan perkembangan sel yang bertujuan untuk
mengisi ruang tertentu pada jaringan atau memperbaiki bagian yang rusak. Nekrosis
adalah kematian yang utama. Sel yang mengalami kematian secara nekrosis umumnya
disebabkan oleh factor dari luar secara langsung,misalnya : kematian sel di karenakan
kecelakaan, infeksi virus, radiasi sinar radio aktif atau keracunanzat kimia. Tanpa adanya
tekanan dari luar, sel tidak akan dapat mati secara nekrosis.

B.     Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dibahas di antaranya adalah:
1.      Pengertian hipertropi, hyperplasia, metaplasia, displasi.
Atropi.
2. Macam-macam contoh kelainan retrogresif.

C.     Tujuan
Untuk mngetahui tentang kelainan retrogresif.

D.     Manfaat
Kita dapat megetahui tentang kelainan retrogresif.
BAB II

KAJIAN TEORI

A.  Pengertian Retrogresif
Kelainan Regresif  = Retrogresif = Proses kemunduran

Nekrosis
Akibat jejas yang paling ekstrim adalah kematian sel. (celluler death). Celluler
death dapat mengenai seluruh tubuh (somatic death) atau kematian umum dan dapat
pula setempat. Terbatas mengenai suatu daerah jaringan teratas atau hanya pada sel-sel
tertentu saja. Perubahan Morfologi yang terjadi pada kematian sel dalam jaringan pada
tubuh yang hidup disebut nekrosis.
Sel yang diawetkan dalam larutan fiksatif(contoh formalin) adalah sel mati tapi tidak
mengalami nekrosis sebab sel tersebut tidak menunjukkan perubahan morfologi sel. 
Dua proses yang menyebabkan perubahan pada nekrosis adalah :
1. akibat dari pencernaan oleh enzim yang ada dalam sel
2.  denaturasi protein.

Apoptosis
Apoptosis dan nekrosis sama-sama merupakan proses kematian sel . Apoptosis
adalah kematian sel per sel , sedangkan nekrosis melibatkan sekelompok sel. Membran
sel yang mengalami apoptosis akan mengalami penonjolan-penonjolan keluar tanpa
disertai hilangnya integritas membran. Sedangkan pada nekrosis akan mengalami
kehilangnya integritas membran. Sel yang mengalami apoptosis akan menciut dan
membentuk badan apoptosis. Pada nekrosis sel akan membengkak (proses peradangan)
untuk kemudian mengalami lisis. Sel aportosis lisosomnya utuh  pada nekrosis
mengalami kebocoran lisosom. Sel yang mengalami apoptosis biasanya akan dimakan
oleh sel yang berdekatan atau yang berbatasan langsung dengannya dan beberapa
makrofag. Nekrosis akan dimakan oleh makrofag. Secara biokimia apoptosis terjadi
sebagai respon dari dalam sel yang mungkin merupakan proses fisiologis sedangkan
nekrosis terjadi karena trauma nonfisiologis
BAB III

PEMBAHASAN

KELAINAN RETROGESIF

A.     Pengertian Retrogresif
Kelainan Regresif  = Retrogresif = Proses kemunduran
termasuk di dalamnya :
1.      Atropi
2.      Degenerasi dan Infiltrasi
3.      Gangguan Metabolisme
4.      Kematian sel ; Nekrosis
5.      Apoptropi
6.      Postmortal
7.      Penimbunan pigment
8.      Melanin
9.      Mineral
10.  Defisiensi

Setiap sel melaksanakan kebutuhan fisiologik yang normal yang disebut


Homeostasis normal.  Sel memiliki fungsi dan struktur yang terbatas, dalam
metabolisme, difrensiasi, dan fungsi lainnya karena pengaruh dari sel-sel sekitarnya dan
tersedianya bahan-bahan dasar metabolisme.
Sel mendapatkan stimulus yang patologik , fisiologik dan morphologic. Bila
stimulus patologik diperbesar hingga melampaui adaptasi sel maka timbul jejas sel atau
sel yang sakit (cell injury) yang biasanya bersifat sementara (reversible). Namun jika
stimulus tetap atau bertambah besar , sel akan mengalami jejas yang menetap
(irreversible) yaitu sel yang mati atau nekrosis. Perubahan-perubahan tersebut hanya
mencerminkan adanya “cedera-cedera biomolekuler”, yang telah berjalan lama dan baru
kemudian dapat dilihat. Adaptasi, jejas dan nekrosis dianggap sebagai suatu tahap
gangguan progresif dari fungsi dan struktur normal suatu sel. Kelainan retrogesif
(regresif) adalah merupakan suatu proses kemunduran.
Yang termasuk kelainan retrogesif (regresif) :
1.   Atropi
Atropi adalah perubahan ukuran sel dari normal menjadi lebih kecil akibat
berkurangnya substansi sel sehingga jaringan yang disusun oleh sel tersebut menjadi
lebih kecil. Mengecilnya alat tubuh tersebut karena sel-sel yang menjalankan fungsi alat
tubuh tersebut mengecil. Jadi bukan mengenai sei-sel jaringan ikat atau stroma alat
tubuh tersebut. Stroma tampaknya bertambah yang sebenarnya relative karena stroma
tetap.
Atropi dibedakan menjadi :

a. Atropi fisiologik
Atropi fisiologik adalah atropi yang merupakan proses normal pada manusia.
Beberapa alat tubuh dapat mengecil atau menghilang sama sekali selama masa
perkembangan kehidupan, dan jika alat tubuh tersebut tidak menghilang pada usia
tertentu malah dianggap patologik. Contoh : kelenjar thymus, ductus thyroglosus. 
Misalnya pada atropi senilis, organ tubuh pada usia lanjut akan mengalami pengecilan.
Atropi senilis juga dapat disebut atropi menyeluruh(general) karena terjadi pada seluruh
organ tubuh. Atropi menyeluruh juga terjadi pada keadaan  kelaparan (Starvation).

Penyebab atropi senilis adalah :


1.      Involusi akibat menghilangnya rangsang tumbuh (growth stimuli),
2.      berkurangnya perbekalan darah akibat arteriosclerosis
3.      berkurangnya rangsang endokrin

Vaskularisasi berkurang karena arteriosklerosis akan menyebabkan kemunduran


pada otak sehingga menimbulkan kemunduran kejiwaan yang disebut demensia senilis.
Begitu pula rangsang endokrin yang berkurang pada masa menopause menyebabkan
payudara menjadi kecil, ovarium dan uterus menjadi tipis dan keriput.
Starvation atropi terjadi bila tubuh tidak mendapat makanan untuk waktu yang
lama misainya pada yang tidak mendapatkan asupan makanan seperti orang terdampar
dilaut, padang pasir, atau pada orang yang mengalami gangguan saluran pencernaan
seperti pada striktura oesofagus. Karena itu alat-alat tubuh tidak mendapat makanan
cukup dan mengecil.

2. Atropi patologik
Atropi patologik dapat dibagi beberapa kelompok :
1.  Atropi disuse adalah atropi yang terjadi pada organ yang tidak beraktifitas dalam
jangka waktu lama.
2.   Atropi desakan terjadi pada suatu organ tubuh yang terdesak dalam waktu lama.
3.   Atropi endokrin terjadi pada organ tubuh yang aktivitasnya tergantung pada
rangsang hormon tertentu.
4.   Atropi vaskuler terjadi pada organ yang mengalami penurunan aliran darah hingga
dibawah nilai krisis.
5.   Atropi payah (exhaustion atrophy) terjadi karena kelenjar endokrin yang terus
menghasilkan hormone yang berlebihan akan mengalami atropi payah.
6.   Atropi serosa dari lemak terjadi pada malnutrisi berat atau pada kakheksia. Jaringan
lemak yang mengalami atropi akan menjadi encer seperti air atau lender.
7.    Atropi coklat juga memiliki hubungan dengan malnutrisi berat atau kakheksia dan
organ yang mengalami atropi adalah jantung dan hati.

2. Degenerasi dan Infiltrasi


Degenerasi Ialah perubahan-perubahan morfologik akibat jejas-jejas yang
nonfatal. Perubahan perubahan tersebut masih dapat pulih (reversible). Meskipun sebab
yang menimbulkan perubahan tersebut sama, tetapi apabila berjalan lama dan
derajatnya berlebih akhirnya mengakibatkan kematian sel atau yang disebut nekrosis.
Jadi sebenarnya jejas sel (cellular injury) dan kematian sel merupakan kerusakan sel
yang berbeda dalam derajat kerusakannya.Pada jejas sel yang berbentu degenerasi
masih dapat pulih, sedangkan pada nekrosis tidak dapat pulih (irreversible).
Infiltrasi terjadi akibat gangguan yang sifatnya sitemik dan kemudian mengenai
sel-sel yang semula sehat akibat adanya metabolit –metabolit yang menumpuk dalam
jumlah berlebihan. Karena itu perubahan yang awal adalah ditemukannya metabolit-
metabolit didalam sel. Benda-benda ini kemudian merusak struktur sel.
Jadi degenerasi terjadi akibat jejas sel, kemudian baru timbul perubahan
metabolisme, sedangkan infiltrasi mencerminkan adanya perubahan metabolisme yang
diikuti oleh jejas seluler. Degenerasi dan infiltrasi dapat terjadi akibat gangguan yang
bersifat biokomiawi atau biomolekuler. Sebagai contoh degenerasi dapat terjadi akibat
anoxia. Infiltrasi dapat terjadi akibat penumpuka glikogen didalam sel, karena itu
disebut infiltrasi glikogen.

3. Gangguan Metabolisme
Memang setiap sel selalu terancam mengalami kerusakan, tetapi sel hidup
mempunyai kemampuan untuk coba menanggulanginya. Jejas ini kemudian
mengakibatkan gangguan dalam metabolisme karbohidrat, protein dan lemak pada sel.
Gangguan  metabolisme  intraseluler ini akhirnya mengakibatkan perubahan pada
struktur sel.
4.            Nekrosis
Akibat jelas yang paling ekstrim adalah kematian sel. (celluler death). Celluler
death dapat mengenai seluruh tubuh (somatic death) atau kematian umum dan dapat
pula setempat. Terbatas mengenai suatu daerah jaringan teratas atau hanya pada sel-sel
tertentu saja. Perubahan Morfologi yang terjadi pada kematian sel dalam jaringan pada
tubuh yang hidup disebut nekrosis.
Sel yang diawetkan dalam larutan fiksatif(contoh formalin) adalah sel mati tapi
tidak mengalami nekrosis sebab sel tersebut tidak menunjukkan perubahan morfologi
sel. 
Dua proses yang menyebabkan perubahan pada nekrosis adalah :
1.akibat dari pencernaan oleh enzim yang ada dalam sel
2. denaturasi protein.

Enzim katalitik berasal dari lisosom sel itu sendiri yang mati, kemudian mencerna
selnya sendiri, proses ini disebut autolysis. Selain autolysis dapat juga terjadi
heterolysis, yaitu sel yang mati dicerna oleh enzim yang berasal dari lisosom sel
leukosit yang datang kedaerah nekrotik. Proses morfologi nekrosis tergantung dari
peristiwa mana yang lebih berpengaruh pada nekrosis tersebut apakah pencernaan oleh
enzim atau denaturasi protein. Jika denaturasi protein lebih berpengaruh pada proses
nekrosis, terjadilah proses nekrosis yang disebut nekrosis koagulativa. Namun
sebaliknya, bila pencernaan oleh enzim katalitik pada struktur sel lebih berpengaruh
disebut nekrosis liquefaktif atau nekrosis kolikuativa. 
Massa yang terdiri dari sel-sel nekrotik akan menunjukkan gambaran morfologi
antara lain :
1)      Nekrosis  Koagulativa : proses nekrosis koagulativa khas untuk kematian hipoksia
sel pada semua jaringan kecuali otak .Infark miokardium merupakan contoh utama.
2)      Nekrosis likuefaktif : sebagai akibat autolysis atau heterolisis terutama khas pada
infeksi fokal kuman ,karena kuman memiliki rangsang kuat pengumpulan sel darah
putih .
3)      Nekrosis Lemak, trauma jaringan lemak, enzim lipase     
4)      Nekrosis Gangrenosa : berawal dari nekrosis koagulativa hipoksia yang
dimodifikasi oleh tindakan likiefaktif enzim-enzim yang berasal dari kuman dan sel
darah putih sehingga dapat masuk kejaringan nekrosis . Bila gambaran koagulativa
menonjol , dinamakan gangren kering.Bila invasi kuman mengakibatkan likuefaksi
yang berarti disebut gangren basah
5)      Nekrosis Fibrinoid : paling sering diterapkan dalam jejas imunolgi terhadap arteri
dan arteriol yang ditandai oleh penimbunan masafibrin yang berwarna merah muda
homogen, protein plasma,imonoglobulin, dalam dinding pembuluh yang terkena
sesungguhnya pembuluh menjadi nekrosis dan ini adalah gabungan kematian sel
dan endapan bahan menyerupai fibrin yang menimbulkan istilah nekrosis fibrinoid.
Nekrosis dapat disebabkan oleh :
1)       Ishkemi : perbekalan (supply) oksigen dan makanan untuk suatu alat terputus.
2)        Agens biologik : Toksin bakteri yang dapat mengakibatkan kerusakan dinding
pembuluh darah dan thrombosis.
3)        Agens Kimia : dapat eksogen maupun endogen. Meskipun zat kimia yang biasa
terdapat dalam tubuh , seperti natrium dan glucose, tapi kalau konsentrasinya tinggi
dapat mengakibatkan nekrosis akibat gangguan osmotik sel. Produk-produk
metabolisme tubuh sendiri dapat bertindak sebagai racun, yang disebut
autointoksikasi, misalnya pada wanita hamil dengan keracunan kehamilan (toxemia
gravidarum), pada payah ginjal dapat menyebabkan uremi. Gas chloroform tidak
merusak paru-paru tetapi setelah diserap dapat merusak hati.
4)        Agen fisik : Trauma, suhu yang sangat ekstrim baik panas atau dingin, tenaga
listrik, cahaya matahari, tenaga radiasi. Kerusakan sel dapat terjadi karena timbul
kerusakan protoplasma akibat ionisasi atau tenaga fisik, sehingga timbul kekacauan
tata kimia protoplasma dan inti.
5)        Kerentanan (Ihypersensitivity) : kerentanan jaringan dapat timbul spontan atau
secara didapat(accuired) dan menimbulkan reaksi imunologik.

5.  Apoptosis
Apoptosis dan nekrosis sama-sama merupakan proses kematian sel . Apoptosis
adalah kematian sel per sel , sedangkan nekrosis melibatkan sekelompok sel. Membran
sel yang mengalami apoptosis akan mengalami penonjolan-penonjolan keluar tanpa
disertai hilangnya integritas membran. Sedangkan pada nekrosis akan mengalami
kehilangnya integritas membran. Sel yang mengalami apoptosis akan menciut dan
membentuk badan apoptosis. Pada nekrosis sel akan membengkak (proses peradangan)
untuk kemudian mengalami lisis. Sel aportosis lisosomnya utuh  pada nekrosis
mengalami kebocoran lisosom. Sel yang mengalami apoptosis biasanya akan dimakan
oleh sel yang berdekatan atau yang berbatasan langsung dengannya dan beberapa
makrofag. Nekrosis akan dimakan oleh makrofag. Secara biokimia apoptosis terjadi
sebagai respon dari dalam sel yang mungkin merupakan proses fisiologis sedangkan
nekrosis terjadi karena trauma nonfisiologis.
6. Postmortal
Kematian bukanlah akhir dari proses dalam tubuh yang mengalami
kematian.Tubuh akan terus mengalami perubahan. Perubahan ini dipengaruhi oleh :
1.      Suhu lingkungan sekitarnya
2.      Suhu tubuh saat terjadi kematian
3.       Ada tidaknya infeksi umum

Serangkaian perubahan yang terjadi setelah kematian tubuh antara lain :


a.       Autolisis ; jaringan yang mati dihancurkan oleh enzim-enzim antara lain enzim dari
lisosom, mikroorganisme yang mengifeksi jaringan mati. Tubuh yang mati akan
mencair, kecuali jika dicegah dengan pengawetan atau pendinginan.
b.        Algor Mortis ; suhu tubuh menjadi dingin sesuai suhu lingkungan memerlukan
waktu 24 s/d 48 jam untuk menjadi dingin sesuai suhu lingkungan. Suhu tubuh
menjadi dingin karena proses metabolisme terhenti. Jika ditempat yang dingin
maka akan lebih cepat dingin, tetapi jika ditempat yang panas akan lebih lambat.
c.       Rigor Mortis (kaku mayat); timbul setelah 2 s/d 4 jam setelah kematian. Mencapai
puncak setelah 48 jam dan kemudian menghilang selama 3 sampai 4 hari.
d.      Livor Mortis (lebam mayat) ; Nampak setelah 30 menit kematian dan mencapai
puncaknya setelah 6 hingga 10 jam.Lebam mayat timbul pada bagian bawah tubuh.
e.       Pembekuan Darah postmortal ; beku darah post mortal berkonsistensi lunak, elastic
dan seperti gel, berbeda dengan thrombus yang konsistensinya keras dan kering.
f.        Jejas postmortal ; enzim dalam tubuh masih aktif untuk beberapa waktu setelah
kematian. Jejas postmortal tidak dijumpai reaksi radang pada jejas, sedangkan pada
lesi antemortal Nampak reaksi radang.
g.       Pembusukan ; hancurnya tubuh yang mati karena invasi bakteri. Kulit menjadi
kehijauan setelah 1 sampai 2 minggu.

7.   Penimbunan pigmen
Pigment adalah substansi berwarna yang dapat merupakan bahan normal dalam
sel. Pigmen yang ada dalam tubuh dapat berasal dari endogen yang disintesa dalam
tubuh, dan eksogen berasal dari luar tubuh.

1.      Pigmen eksogen dari luar tubuh misal :


a.       debu carbon
b.      perak, masuk kedalam tubuh sebagai obat-obatan
c.       tanda rajah (tattoo)
2.      Pigmen endogen
Hampir seluruhnya berasal dari peruntuhan haemoglobin, meliputi  :
         Hemosiderin  ; adalah pigmen yang berbentuk granular atau kristal dan berwarna
kuning keemasan hingga coklat dan banyak mengandung zat besi didalam sel
(intraselular). Haemosiderin dibentuk dalam 24 jam.
         Hematoidin ; pigmen bentuk Kristal berwarna coklat keemasan, tidak mengandung
zat besi dan identik dengan bilirubin. Hematoidin merupakan pigmen ekstraselular.
Haemotoidin dibentuk dalam 7 hari.
         Bilirubin ; pigmen normal yang dijumpai pada empedu, berasal dari haemoglobin
tetapi tidak mengandung besi. Jika konsentrasi pigmen  dalam sel dan jaringan
meningkat, terjadi pigmentasi warna kuning yang disebut ikterus. Meskipun
didistribusikan keseluruh tubuh namun jumlah terbanyak ditemukan dalam hati
dengan produksi normal 0,2 – 0,3 gram, berasal dari penghancuran sel eritrosit
yang sudah tua oleh proses fagosif mononuclear di limpa, hati dan sumsum tulang.

8.      Melanin
Melanin merupakan pigmen endogen yang berwarna coklat-hitam dan dapat
dijumpai pada rambut, kulit, iris mata dan lain-lain.
Pigmen melanin berasal dari yang oleh enzim tirosin oksidase diubah menjadi 3,4-
dihidroksifenilalanin (DOPA), selanjutnya DOPA oleh enzim DOPA oksidase diubah
menjadi melanin. Untuk kerja dari enzim tirosin oksidase dan  enzim DOPA oksidase
diperlukan tirosinase (Cu).
Beberapa hal yang dapat mengurangi pengurangan pigmen melanin  :
   Faktor yang menghalangi kualitas enzim tirosinase.
   Defisiensi tembaga (Cu)
   Zat yang mengandung belerang seperti glutation dan sistein.
Substansi yang mengandung belerang akan mengikat tembaga yang diperlukan
untuk pembentukan melanin. Meningkatnya suhu dan sinar ultraviolet menyebabkan
hyperpigmentasi.
Kegunaan pigmen melanin adalah melindungi tubuh dari sinar. Hal ini didukung
oleh tingginya karsinoma kulit pada kulit putih disbanding kulit hitam. Berikut kelainan
yang terjadi pada melanin :
 hiperpigmentasi menyeluruh,  misal chloasma gravidarum,  ACTH >> à
penyakit Addison
 hiperpigmentasi lokal, misal bercak tanpa penambahan melanosit (ephelides),
neurofibromatosis
 hipopigmentasi menyeluruh pada albino
 hipopigmentasi lokal, misal vitiligo, bekas luka

9.      Mineral
Selain zat karbon, hydrogen, nitrogen dan oksigen yang merupakan bagian
terpenting dalam jaringan pada tubuh terdapat 13 macam unsur lain yang juga sangat
penting dalam kehidupan manusia, 7 diantaranya terdapat dalam jumlah banyak yaitu
kalsium, fosfor, magnesium, natrium, kalium, chlor, dan sulfur. Sedangkan 6 lainnya
merupakan ‘trace elements” tetapi vital yaitu besi, tembaga, mangan, yodium, kobal
(Co), dan seng (Zn). Dalam makanan sehari-hari sudah cukup, tetapi pengeluaran
berlebihan (muntah, diare) atau gangguan penyerapan dapat menimbulkan defisiensi.
Sebaliknya jumlah yang berlebihan dalam makanan atau gangguan ekskresi,
menimbulkan penimbunan yang berlebihan pada jaringan atau cairan tubuh dan dapat
menyebabkan gangguan metabolik, susunan kimiawi dan gejala klinik yang nyata.

10.    Defisiensi
Ketidak seimbangan nutrisi merupakan penyebab utama jejas sel antara lain
defisiensi protein, vitamin dan mineral. Jumlah lipid yang berlebihan merupakan faktor
pendukung terjadinya arteriosklerosis yang dapat menyebabkan sel/jaringan mengalami
defisiensi oksigen dan makanan. Jejas yang disebabkan oleh defisiensi nutrisi antara lain
Starvation, marasmus, kwashiorkor atau yang lebih dikenal gangguan nutrisi.

     ADAPTASI SEL
Betuk reaksi sel jaringan organ / system tubuh terhadap jejas :
1.      retrogresif, jika terjadi proses kemunduran (degenerasi/ kembali kearah yang
kurang kompleks).
2.      Progresif, berkelanjutan berjaklan terus kearah yang lebih buruk untuk penyakit

3.      Adaptasi (penyesuaian) : atropi, hipertropi, hiperplasi, metaplasi


Sel-sel menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan mikronya. 

a)      Atropi

 Suatu pengecilan ukuran sel bagian tubuh yang pernah berkembang sempurna
dengan ukuran normal.
 Merupakan bentuk reaksi adaptasi. Bila jumlah sel yg terlibat cukup, seluruh
jaringan dan alat tubuh berkurang atau mengalami atropi.
 Sifat :

  fisiologik seluruh bagian tubuh tampak mengecil secara bertahap misalnya aging
proses

 patologik (pasca peradangan), misal keadaan kurus kering akibat marasmus dan
kwashiorkor, emasiasi / inanisi (menderita penyakit berat), melemahnya fungsi
pencernaan atau hilangnya nafsu makan

 umum atau local.penurunan aktivitas endokrin dan pengaruhnya atas target sel dan
target organ.

 Penyebab atropi :

  berkurangnya beban kerja

  hilangnya persarafan

  berkurangnya perbekalan darah

  hilangnya rangsangan hormone

b)      Hipertropi

Yaitu peningkatan ukuran sel dan perubahan ini meningkatkan ukuran alat tubuh 
(Ukuran sel jaringan atau organ yg menjadi lebih besar dari ukuran normalnya.
Bersifat fisiologik dan patologik, umum atau local)
Hipertropi dapat memberi variasi fungsional : 
jika yang sel parenkim yg membesar/meningkat 
- jika hipertropi akibat proliferasi unsure stroma atau menurun penurunan fungsi. sel
parenkim terdesak substansi antar sel 
- Normal -- > hipertropi murni jika terjadi pada jaringan atas sel permanent dan dipicu
oleh pengngkatan fungsi.missal otot rangka pada binaragawan

c)      Hiperplasia
Dapat disebabkan oleh adanya stimulus atau keadaan kekurangan secret atau produksi sel terkai.
 Hanya dapat tetrjadi pada populasi sel labil ( dalam kehidupan ada siklus sel periodic, sel
epidermis, sel darah) . atau sel stabil (dalam keadaan tertentu masih mampu berproliferasi,
misalnya : sel hati sel epitel kelenjar.
Tidak terjadi pada sel permanent (sel otot rangka, saraf dan jantung)
d)      Metaplasia
Ialah bentuk adaptasi terjadinya perubahan sel matur jenis tertentu menjadi sel matur jenis lain :
Misalnya sel epitel torak endoservik daerah perbatasan dgn epitel skuamosa, sel epitel bronchus
perokok.

e)      Displasia
• Sel dalam proses metaplasia berkepanjangan tanpa mereda dapat melngalami ganguan polarisasi
pertumbuhan sel reserve, sehingga timbul keadaan yg disebut displasia.
• Ada 3 tahapan : ringan, sedang dan berat
• Jika jejas atau iritan dpt diatasi seluruh bentuk adaptasi dan displasia dapat noemal kembali.
• Tetapi jika keadaan displasia berat keganasan intra epithelial/insitudan tdk ditanggulangi

f)       Degenarasi 
o Yaitu keadaan terjadinya perubahan biokimia intraseluler yang disertai perubahan morfologik,
akibat jejas nin fatal pada sel.
o Dalam sel jaringan terjadi :
o  akumulasi cairan atau zat dalam organel sel Storage (penimbunan) sel
mengembung/bengkak.perubahan morfologik terurama dlm sitoplasma 
disebut degenerasi bengkak keru (claude swelling). o Sitoplasma keruh atau granuler kasar 
- Ditemukan kerusakan reticulum endoplasma dan filament mitokondria 
- Terbentuk fragmen-partikel yg mengandung unsur lipid dan protein edema intrasel,
disebut peningkatan tekanan osmosis (albumin) degenerasi albumin.
- Jika hal ini berlanjut maka akan terjadi pembengkakan vesikel , akan tampak vakaula intra sel
kemunduran ini disebut degenarasi vakuoler atau hidrofik
o Kedua proses degenerasi tersebut masih reversible.
o Reaksi sel terhadap jejas yang masih reversible disebut degenerasi
o Reaksi sel terhadap jejas yang ireversible menuju kematian disebut nekrosis

g)      Infiltrasi 
Bentuk retrogresidgn penimbunan metabolit sistemik pada sel normal (tdk jika melampaui
batasmengalami jejas langsung seperti pd degenerasi) maka sel akan pecah. Dan debris el akan
ditanggulangi oleh system makrofag.

Anda mungkin juga menyukai