Anda di halaman 1dari 6

ADAPTASI JEJAS

Adaptasi seluler adalah keadaan yang berada diantara kondisi normal dan sel yang tidak stres dan
cedera sel yang stres berlebihan. Adaptasi seluler didahului oleh mekanisme. Ada beberapa respons
adaptif yang melibatkan down regulation reseptor seluler spesifik dan ada juga respon
adaptiflainnya yang berhubungan dengan induksi sintesis protein baru oleh sel target. Protein ini,
misalnya protein syok panas, dapat melindungi sel dari bentuk cedera tertentu (Kumar et al, 2007).

Jadi respon adaptif seluler ini dapat terjadi disetiap tahap, termasuk ikatan reseptor, transduksi
sinyal atau transkipsi, translasi atau ekspor protein. Jika energi sel tidak tersedia dalam jumlah yang
cukup dan tubuh tidak mendeteksi abnormalitas, maka sel beradaptasi dengan menjadi atrofi,
hipertrofi, hiperplasia, metaplasia, dan displasia (Kowalak et al, 2011). Adaptasi seluler pada jejas
dapat dilihat pada gambar

1. Atrofi
Pengerutan ukuran sel dengan hilangnya subtansi. Apabila mengenai sel dalam
jumlah yang cukup banyak seluruh jaringan atau organ ditegaskan bahwa walaupun
dapat menurun fungsinya, sel atrofi tidak mati. Penyebab atrofi berkurangnya beban
kerja, hilangnya persarafan, berkurangnya suplai darah, nutrisi yang tidak adekuat,
hilangnya rangsangn endrokrin, dan penuaan (Kumar et al, 2007)
2. Hipertrofi
Penambahan ukuran sel atau jaringan. Hipertrofi merupakan suatu respon adaptif
yang terjadi apabila terdapat peningkatan beban kerja suatu sel.
Terdapat tiga hipertrofi secara umum yaitu,
a. Fisiologik terjadi akibat dari peningkatan beban kerja suatu sel secara sehat.
b. Patologik terjadi karena respons terhadap suatu keadaan sakit.
c. Kompensasi terjadi sewaktu sel tumbuh untuk mengambil alih peran sel lain yang
telah mati (Robiins dan Kumar, 1992).
3. Hiperplasia
Peningkatan jumlah sel dalam organ atau jaringan. Hipertofi dan hiperplasia saling
terkait erat dan sering kali terjadi bersamaan dalam jaringan sehingga keduanya
berperan terhadap penambahan ukuran organ secara menyeluruh (Kumar et al, 2007).
Hiperplasia terbagi menjadi 3 yaitu:
a. Fisiologik, merupakan respon adaptif terhadap perubahan normal. Contohnya
pada pertumbuhan jumlah sel uterus setiap bulan.
b. Patologik, merupakan respon stimulasi produksi hormon pertumbuhan yang
abnormal. Contohnya akromegali produksi hormon pertumbuhan yang berlebihan
yang menuebabkan pembesaran tulang.
c. Kompensatorik, terjadi pada beberapa organ untuk mengganti jaringan yang
rusak. Contohnya, sel – sel hati yang terjadi regenerasi ketika sebagian hati
diangkat dengan pembedahan (Kowalak et al, 2011).
4. Metaplasia
Merupakan reversibel pada perubahan tersebut satu jenis sel dewasa (epitelial
atau mesenkimal) digantikan oleh jenis sel dewasa yang lain. Metaplsaia merupakan
adaptasi seluler, yang selnya sensitif terhadapstres tertentu, digantikan oleh jenis sel
yang lain lebih mampu bertahan pada lingkungan kebalikan (Kumar et al, 2007).
Penyebab umunya adalah iritasi atau cedera yang terus-menerus memicu
respon inflamasi. Tipe sel yang baru dapat bertahan lebih baik menghadapi stres
akibat inflamasi kronis. Metaplasia dapat bersifat fisiologik atau patologik.
1. Fisiologik merupakan respon normal terhadap perubahan keadaan dan
umumnya bersifat sepintas.
2. Patologik merupakan respon terhadap toksin dari luar atau stresor dan
umumnya bersifat ireversibel (Kowalak et al, 2011).
5. Displasia
Kerusakan pertumbuhan sel yang menyebabkan lahirnya sel yang berbeda ukuran, bentuk
dan penampakannya dibandingkan sel asalnya.Displasia tampak terjadi pada sel yang
terpajan iritasi dan peradangan kronik (Robiins dan Kumar, 1992).

PROSES KEMATIAN SEL

Akibat dari jejas yang paling ekstrim dapat menyebabkan kematian sel. Kematian sel dapat mengenai
seluruh tubuh dan dapat pula setempat, terbatas mengenai suatu daerah jaringan teratas atau hanya
pada sel-sel tertentu saja. Terdapat dua jenis utama kematian sel, yaitu apoptosis dan nekrosis.
Apoptosis merupakan kematian sel terprogram, yang normal terjadi dalam perkembangan sel untuk
menjaga keseimbangan pada organisme multiseluler. Sel-sel yang mati adalah sebagai respons dari
beragam stimulus dan selama apoptosis kematian sel-sel tersebut terjadi secara terkontrol dalam
suatu regulasi yang teratur (Robiins dan Kumar, 1992).

1. Cedera pada Sel


Cedera pada setiap komponen sel dapat menimbulkan keadaan sakit karena sel
kehilangan kemampuannya untuk beradaptasi. Salah satu penyebab awal cedera sel
adalah lesi biokimia yang ditemukan pada sel di tempat terjadinya cedera.
Penyebab Cedera Sel
a. Toksin
Subtansi yang berasal dari dalam tubuh (endongus) atau dari luar tubuh
(eksongus) dapat menyebabkan cedera toksin. Toksin endongus sering ditemukan
pada produk kesalahan metabolik yang ditentukan secara genetik, malformasi
yang nyata, dan reaksi hipersensitivitas. Sedangkan toksin eksogenus meliputi
alkohol, timbal, karbon monoksida, dan obat-obatan yang mengubah fungsi sel.
b. Infeksi
Meliputi virus, fangus, protozoa, dan bakteri dapat menimbulkan cedera sel
atau kematian sel.organisme ini akan mempengaruhi integritas atau keutuhan sel
dengan mengganggu proses pembelahan sel sehingga bentuk sel-sel yang
nonviabel dan mutan.
c. Cedera Fisik
Terjadi karena kerusakan pada sel atau kerusakan yang berkaitan dengan
organel intrasel. Dua tipe utama cedera fisik adalah cedera termal dan mekanis.
Penyebab cedera termal meliputi luka bakar, terapi radiasi untuk kanker, sinar X,
dan radiasi ultraviolet. Penyebab cedera mekanis meliputi pembedahan, trauma
akibat kecelakaan kendaraan dan frosibite.
d. Cedera Defisit
Ketika terjadi kekurangan air, oksigen atau nutrien atau ketika suhu yang
konstan dan pembuangan limbah yang adekuat tidak dapat dipertahankan,
metabolisme sel yang normal tidak bisa berlangsung. Kekurangan salah satu ari
tiga kebutuhan dasar ini dapat menyebabkan disrupsi atau kematian sel. Penyebab
kekurangan tau defisit tersebut meliputi hipoksia (pasokan oksigen tidak adekuat),
iskemik (pasokan darah tidak adekuat), dan mal nutrisi.

Nekrosis
kematian sel dan jaringan akibat jejas saat individu masih hidup dan juga merupakan kematian sel
akibat dari adanya kerusakan sel akut atau trauma.

Nekrosis

Terdapat banyak cara di mana sel mengalami cedera atau mati tetapi bentuk-bentuk luka yang
pen-ting hanya dibagi dalam beberapa kategori. Salah satu faktor yang paling sering yang dapat
melukai sel adalah defisiensi oksigen atau bahan makanan. Sel-sel khususnya bergantung pada
suplai oksigeny a n g k o n t i n y u , s e b a b e n e r g i d a r i r e a k s i - r e a k s i k i m i a
o k s i d a t i f l a h y a n g m e n g g e r a k k a n s e l d a n mempertahankan integritas
berbagai komponen sel. Karena itu, tanpa oksigen berbagai
a k t i v i t a s pemeliharaan dan sintesis sel berhenti dengan cepat.
Sebab kedua yang penting yang dapat melukai sel adalah agen fisik, yang
sebenarnya me-nyangkut robeknya sel, atau paling sedikit adanya gangguan hubungan spasial
antara berbagai organelaatau gangguan integritas struktural dari salah satu organela atau lebih.
Jadi, cedera akibat mekanik dan Suhu penting sebagai penyebab penyakit pada manusia.

Agen-agen menular yang hidup merupakan kategori ketiga dari sebab cedera, dan
terdapatbanyak cara di mana organisme tertentu menimbulkan cedera pada sel.
Agen kimia s e r i n g d a p a t m e l u k a i s e l . Z a t - z a t t o k s i k i n i t i d a k s a j a m a s u k
k e d a l a m s e l d a r i lingkungan melainkan merupakan akumulasi zat -zat endogen
(seperti "kesalahan" metabolisme yang ditentukan secara genetik) dapat melukai sel-sel
dengan cara yang sama.

E. KEMATIAN SEL
Jika pengaruh berbahaya pada sebuah sel cukup hebat atau berlangsung cukup lama, maka
selakan mencapai titik di mana sel tidak lagi dapat mengkompensasi dan tidak
dapat melangsungkan metabolisme. Pada hipotesis yang tidak dapat dibantah, proses-proses
ini menjadi ireversibel dan selsebetulnya mati. Pada saat kematian hipotetik ini,
sewaktu sel tepat mencapai titik di mana sel tidak dapat kembali lagi, secara morfologis
tidak mungkin untuk mengenali bahwa sel itu sudah mati secaraireversibel. Namun, jika
sekelompok sel yang sudah mencapai keadaan ini masih tetap berada dalam hospes yang hidup
selama beberapa jam saja, maka terjadi hal -hal tambahan yang
mempermudah identifikasi apakah sel-sel atau jaringan tersebut sudah mati. Semua sel memiliki
berbagai enzim yang banyak di antaranya bersifat litik. Sewaktu sel hidup, enzim-enzim ini tidak
menimbulkan kerusakanpada sel, tetapi enzim-enzim ini dilepaskan pada saat kematian sel, dan
mulai melarutkan berbagai unsur s e l . S e l a i n i t u , p a d a s a a t s e l m a t i
berubah secara kimiawi, jaringan hidup yang
b e r s e b e l a h a n memberikan respon terhadap perubahan -perubahan itu dan
menimbulkan reaksi peradangan akut (materi tentang radang dibahas tersendiri). Bagian
dari reaksi yang terakhir ini adalah pengiriman banyakleukosit atau sel darah putih ke daerah itu,
dan sel-sel leukosit ini membantu pencernaan sel-sel yangmati. Jadi, oleh karena enzim-enzim
pencernaan tersebut atau sebagai akibat proses peradangan, makas e l - s e l y a n g s u d a h
mencapai titik puncak di mana sel tidak dapat kembali lagi mulai
m e n g a l a m i perubahan morfologis yang dapat dilihat
Bila sebuah sel atau sekelompok sel a tau jaringan dalam hospes yang hidup
diketahui mati, mereka disebut nekrotik Nekrosis merupakan kematian sel lokal.

Perubahan morfologis pada nekrosis


Umumnya, walaupun perubahan -perubahan lisis yang terjadi dalam jaringan
nekrotik dapat melibatkan sitoplasma sel, intilah yang paling jelas menunjukkan perubahan-
perubahan kematian sel.Biasanya inti sel yang mati itu menyusut, batasnya tidak teratur, dan
berwarna gelap dengan zat warnayang biasanya digunakan oleh para ahli patologi.
Proses ini dinamakan piknosisdan intinya disebut piknotik
. Kemungkinan lain, inti dapat hancur, dan meninggalkan pecahan-pecahan zat kromatin
yangtersebar di dalam sel. Proses ini disebut karioreksis. Akhirnya, pada beberapa keadaan, inti
sel yangmati kehilangan kemampuan untuk diwarnai dan menghilang begitu saja, proses ini disebut
kariolisis (Gambar 4).
.Perubahan inti pada kematian sel. Perubahan morfologis paling jelas
y a n g m e n u n j u k k a n k e m a t i a n s e l adalah perubahan morfologi pada inti. (A) inti normal;
(B) inti piknotik; (C) inti karioreksis; (D) inti yangsudah mengalami kariolisis.
Penampilan morfologis jaringan nekrotik berbeda -beda tergantung pada akibat
kegiatan litik dalam jaringan mati. Jika kegiatan enzim-enzim litik dihambat oleh keadaan lokal,
maka sel-sel nekrotikitu akan mempertahankan bentuk mereka, dan jaringannya akan
mempertahankan ciri-ciri arsitekturnya selama beberapa waktu. Jenis nekrosis ini
dinamakan nekrosis koagulativa dan khususnya seringdijumpai bila nekrosis
disebabkan oleh hilangnya suplai darah. Nekrosis koagulativa adalah jenis nekrosis
yang paling sering dijumpai.
Dalam beberapa keadaan jaringan nekrotik sedikit demi sedikit mencair akibat
kerja enzim,proses ini dinamakan nekrosis liquefaktiva. I n i k h u s u s n y a s e r i n g
t e r j a d i p a d a d a e r a h o t a k y a n g nekrotik, dan akibatnya secara harafiah adalah lubang
dalam otak yang terisi oleh cairan.
Pada keadaan lain sel-sel nekrotik itu hancur, tetapi pecahan-pecahan sel yang terbagi halus
itutetap berada di daerah itu selama berbulan-bulan sampai bertahun-tahun, jelas tidak dapat
dicernakan.Jenis nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa karena kenyataan bahwa daerah
yang terkena tampak seperti keju yang hancur jika dilihat secara makroskopik. Prototipe
keadaan yang menimbulkan nekrosiskaseosa adalah tuberkulosis, walaupun jenis nekrosis ini dapat ditemukan
pada banyak keadaan lain..

Nekrosis liquefaktiva. Di sebelah kiri pada bagian otak ini terlihat


d e f e k b e s a r . S u b s t a n s i o t a k d i d a e r a h ini mengalami nekrosis disebabkan oleh
hilangnya suplai darah. Seperti pada organ ini jaringan yangnekrotik sedikit demi
sedikit menjadi lunak, kemudian mencair, dan meninggalkan defek yang permanen.
Keadaan lokal khusus tertentu dapat menimbulkan jenis nekrosis lain.Gangren merupakan salah satu
jenis nekrosis koagulativa, biasanya disebab kan oleh tidak adanya suplai darah,
disertai per -tumbuhan bakteri saprofit. Gangren timbul pada jaringan nekrotik
yang terbuka terhadap bakteri yang h i d u p . I n i k h u s u s n y a s e r i n g d i j u m p a i
pada ekstremitas atau pada segmen usus yangnekrotik. Kadang -kadang
jaringan berwarna hitam yang mengkerut dari daerah gangren
p a d a ekstremitas dimasukkan digolongkan sebagai gangren kering, sedangkan
daerah bagian dalam yangtidak dapat kering disebut gangren basah. Pada kedua
keadaan ini proses melibatkan pertumbuhan bakteri saprofit di atas jaringan nekrotik.
Jaringan adipo sa yang nekrotik merupakan kasus istimewa lain. Jika sistem saluran
pankreasp e c a h , b a i k o l e h t r a u m a a t a u p a d a p e n y a k i t p a n k r e a s y a n g
s p o n t a n , m a k a e n z i m p a n k r e a s y a n g biasanya mengalir dalam saluran dapat tercecer
ke sekitarnya. Sekret pankreas itu mengandung banyakenzim hidrolisis yang kuat, termasuk
lipase yang memecah lipid dari jaringan adiposa. Jika pembelahanini terjadi, maka asam -
asam berlemak terbentuk oleh kerja enzim dan dengan cepat digabungkandengan
kation (seperti io n kalsium) di daerah itu sehingga menimbulkan endapan -endapan
sabun.Nekrosis lemak enzimatik(atau pankreatik) sebagian besar terbatas di
rongga abdo men karena merupakan daerah yang terbuka terhadap kebocoran enzim pankreas.
Jika jaringan adiposa di tempatlain menjadi nekr otik, ceceran lipid dari sel -sel yang
mati itu dapat menimbulkan respo n peradangan,tetapi tidak ada pembentukan
endapan-endapan kuning berkapur, yang khas untuk nekrosis lemak enzimatik.
. Gangren. Jari jari kaki ini sudah menjadi nekrotik karena
s u p l a i d a r a h y a n g b u r u k . M i k r o o r g a n i s m e saprofit tumbuh pada jaringan
mati yang menghitam. Pada ekstremitas gangren semacam ini disebut kering.
Tentu saja akibat nekrosis yang paling nyata adalah hilangnya fungsi daerah yang mati itu.
Jika jaringan yang nekrotik itu merupakan sebagian kecil dari organ dengan cadangan yang
besar (umpamanya, ginjal), mungkin tidak ada pengaruh fungsional padatubuh.
Sebaliknya, jika daerahnekrosis merupakan bagian otak, maka akibatnya adalah
defisit neurologisyang hebat atau bahkanmungkin kematian. Selain itu, daerah
nekrotik dalam beberapa keadaan dapat menjadi fokus infeksi,merupakan medium
pembiakan yang baik sekali bagi pertumbuhan organisme tertentu yang kemudiandapat
menyebar ke tempat lain dala m tubuh. Tanpa terkena infeksi pun, adanya jaringan
nekrotik didalam tubuh dapat menimbulkan perubahan sistemik tertentu, seperti demam,
leukositosis, dan berbagaigejala subyektif. Akhirnya, jaringan yang nekrosis sering membocorkan
enzim-enzim yang dikandungnyake dalam aliran darah karena sel-sel mati dan permeabilitas
membran sel bertambah, memungkinkanu n t u k m e n g a n a l i s a c o n t o h d a r a h d a n
menentukan kadar berbagai enzim seperti CPK (kreatininphosphokinase),
LDH (laktat dehidrogenase), atau GOT (glutamik -oksaloasetik
t r a n s a m i n a s e ) . Kemudian, peningkatan dari salah satu enzim atau enzim lain dapat
menunjukkan bahwa si penderitat e r n y a t a b e t u l m e m p u n y a i d a e r a h n e k r o s i s
y a n g t e r s e m b u n y i j a u h d a l a m j a r i n g a n . P r i n s i p i n i menimbulkan bidang
diagnostik yang penting, enzimologi klinis.

http://www.scribd.com/doc/114995592/03-Cedera-Dan-Kematian-Sel
Robiins dan Kumar. 1992. Buku Ajar Patologi I. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai