Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sel merupakan unit organisasi terkecil yang menjadi dasar kehidupan


dalam arti biologis. Semua fungsi kehidupan diatur dan berlangsung di dalam
sel. Karena itulah, sel dapat berfungsi secara autonom asalkan seluruh
kebutuhan hidupnya terpenuhi. Di dalam badan terdapat berbagai jenis sel
dengan fungsi-fungsi yang sangat khusus, semua sel sampai suatu taraf
tertentu, mempunyai gaya hidup dan unsur structural yang serupa. Sel terdiri
atas nucleus, sitoplasma, lisosom, mitokondria, membran sel, RE dan Badan
golgi yang semua bagian tersebut memiliki fungsinya masing-masing. Namun
umur dari setiap sel tidaklah sama, tergantung dari seberapa cepat sel tersebut
beregenerasi.

Perkembangan penyakit amat pesat. Penyakit tersebut dapat


menyebabkan kematian sel. Banyak agen yang dapat menyebabkan kematian
sel, salah satunya adalah mikroba. Mikroba patogen dapat menyebabkan suatu
penyakit dalam tubuh manusia.Salah satu caranya yaitu dengan merusak sel
dan organelnya. Kemudian respon sel yang utama adalah atrofi, hipertrofi,
hiperplasia, dan metaplasia. Jika respon berlebihan akan terjadi jejas (cedera
sel) dan berlanjut pada kematian sel (Kumar; Cotran & Robbins, 2008).

Terdapat banyak cara dimana sel dapat mengalami kerusakan atau


mati, tetapi modalitas yang penting dari cedera cenderung dibagi menjadi
beberapa kategori. Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan cederanya sel,
salah satunya defisiensi oksigen atau bahan makanan kritislain, sebab tanpa
oksigen berbagai aktifitas pemeliharaan dan sintetis dari sel berhenti dengan
cepat.

1
Suatu jenis cedera kedua yang penting adalah fisik, yang sebenarnya
menyangkut robeknya sel, atau paling sedikit gangguan hubungan special
umum antara berbagai organel atau integritas struktur salah satu organel atau
lebih. Ada banyak bentuk kerusakan sel yang di bagi menjadi dua yaitu,
bentuk umum dan bentuk khusus. Bentuk umum terdiri dari; degenerasi atau
infiltrasi, nekrosisdan apoftosis. Sedangkan bentuk khusus terdiri dari gangren
dan infark. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis akan membahas
beberapa hal mengenai cedera sel secara mendalam.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu cedera sel?
2. Bagaimana bentuk-bentuk cedera sel?
3. Bagaimana proses terjadinya cedera sel?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi cedera sel
2. Untk mengetahui bentuk-bentuk cedera sel
3. Untuk mengetahui Proses teradinya cedera sel

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi Cedera Sel


Jejas sel (cedera sel) terjadi apabila suatu sel tidak lagi dapat
beradaptasi terhadap rangsangan. Hal ini dapat terjadi bila rangsangan
tersebut terlalu lama atau terlalu berat. Sel dapat pulih dari cedera atau mati
bergantung pada sel tersebut dan besar serta jenis cedera. Apabila suatu sel
mengalami cedera, maka sel tersebut dapat mengalami perubahan dalam
ukuran, bentuk, sintesis protein, susunan genetik, dan sifat transportasinya.
Berdasarkan tingkat kerusakannya, cedera atau jejas sel
dikelompokkan menjadi 2 kategori utama yaitu jejas reversible (degenerasi
sel) dan jejas irreversible (kematian sel). Jejas reversible adalah suatu keadaan
ketika sel dapat kembali ke fungsi dan morfologi semula jika rangsangan
perusak ditiadakan. Sedangkan jejas irreversible adalah suatu keadaan saat
kerusakan berlangsung secara terus-menerus, sehingga sel tidak dapat kembali
ke keadaan semula dan sel itu akan mati. Cedera menyebabkan hilangnya
pengaturan volume pada bagian-bagian sel.
Kerusakan sel merupakan kondisi dimana sel sudah tidak dapat lagi
melakukan fungsinya secara optimal dikarenakan adanya penyebab-penyebab
seperti defisiensi oksigen atau bahan makanan yang dibutuhkan oleh sel untuk
beregenerasi kurang. Sehingga fungsi dari sel lama kelamaan akan menurun
dan terkadang menyebabkan gangguan morfologis.

B. Bentuk-bentuk Cedera Sel


1. Degenerasi
Degenerasi yaitu kemerosotan, perubahan fungsi dari yang
lebih tinggi ke bentuk yang lebih rendah, terutama perubahan jaringan
yang kurang fungsional. Perubahan subletal pada sel secara tradisional
disebut degenerasi ataupun perubahan degeneratif. Walaupun tiap sel

3
dalam badan menunjukan perubahan-perubahan semacam itu, sel-sel
yang secara metabolis aktif seperti pada hati, ginjal dan jantung sering
terserang. Perubahan-perubahan degeneratif cenderung melibatkan
sitoplasma sel, sedangkan nukleus mempertahankan integritas mereka
selama sel tidak mengalami cedera letal.
Bentuk perubahan degeneratif sel yang paling sering dijumpai
adalah menyangkut penimbunan air di dalam sel yang terkena. Cedera
menyebabkan hilangnya pengaturan volum pada bagian-bagian sel.
Biasanya dalam rangka untuk menjaga kestabilan lingkungan internal
sel harus mengeluarkan energi metabolik untuk memompa ion natrium
keluar dari sel. Ini terjadi pada tingkat membran sel.
2. Nekrosis
Nekrosis adalah kematian sel yang disebabkan oleh; (1).
Iskemia : kekurangan oksigen, metabolik lain, (2). Infektif : bakteri,
virus, dll, (3). Fisiko-kimia : panas, sinar X, asam, dll. Terdapat 2 tipe
nekrosis diantaranya :
a. Nekrosis koagulatif
Disebabkan oleh denaturasi protein sekular yang
menimbulkan massa padar, menetap berhari-hari/berminggu-
minggu larut dan dikeluarkan dari lisis enzimatik.Tipe ini
ditemukan setelah kehilangan pasokan darah, contoh pada
infark.
b. Nekrosis kolikuatif
Terjadi pelaritan yang cepat dari sel yang mati.
Terutama terjadi pada susunan saraf pusat. Pemecahan mielin
perlunakan otak, likuefaksi.

4
Ada beberapa penyebab nekrosis yaitu :

1) Iskhemi

Iskhemi dapat terjadi karena perbekalan (supply) oksigen


dan makanan untuk suatu alat tubuh terputus. Iskhemi terjadi pada
infak, yaitu kematian jaringan akibat penyumbatan pembuluh
darah. Penyumbatan dapat terjadi akibat pembentukan trombus.
Penyumbatan mengakibatkan anoxia. Nekrosis terutama terjadi
apabila daerah yang terkena tidak mendapat pertolongan sirkulasi
kolateral. Nekrosis lebih mudah terjadi pada jaringan-jaringan
yang bersifat rentan terhadap anoxia. Jaringan yang sangat rentan
terhadap anoxia ialah otak.

2) Agen biologik
Toksin bakteri dapat mengakibatkan kerusakan dinding
pembuluh darah dan trombosis. Toksin ini biasanya berasal dari
bakteri-bakteri yang virulen, baik endo maupun eksotoksin. Bila
toksin kurang keras, biasanya hanya mengakibatkan radang. Virus
dan parasit dapat mengeluarkan berbagai enzim dan toksin, yang
secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi jaringan,
sehingga timbul nekrosis.

3) Agen kimia
Dapat eksogen maupun endogen. Meskipun zat kimia
merupakan juga merupakan juga zat yang biasa terdapat pada
tubuh, seperti natrium dan glukose, tapi kalau konsentrasinya
tinggi dapat menimbulkan nekrosis akibat gangguan keseimbangan
kosmotik sel. Beberapa zat tertentu dalam konsentrasi yang rendah
sudah dapat merupakan racun dan mematikan sel, sedang yang lain
baru menimbulkan kerusakan jaringan bila konsentrasinya tinggi.

5
4) Agen fisik
Trauma, suhu yang sangat ekstrem, baik panas maupun dingin,
tenaga listrik, cahaya matahari, tenaga radiasi. Kerusakan sel dapat
terjadi karena timbul kerusakan potoplasma akibat ionisasi atau
tenaga fisik, sehingga timbul kekacauan tata kimia potoplasma dan
inti. Sebagian besar agen fisik menyebabkan kerusakan sel pasif
oleh gangguan membran kasar atau kerusakan fungsional
katastropik. Trauma dan cedera termal menyebabkan kematian sel
dengan mengganggu sel dan mendenaturasi protein. Pembekuan
merusak sel secara mekanis karena membrannya dilubangi oleh
kristal es. Cedera rudal menggabungkan efek trauma dan panas;
banyak energi yang dihamburkan ke jaringan di sekitar trek.
Cedera ledakan adalah hasil dari gaya geser, di mana struktur
kepadatan dan mobilitas yang berubah dipindahkan satu sama lain:
amputasi traumatis adalah contoh nyata. Gelombang mikro
(panjang gelombang dalam kisaran dari 1 mm hingga 1 m)
menyebabkan cedera termal. Sinar laser jatuh ke dalam dua
kategori besar: energi yang relatif rendah menghasilkan pemanasan
jaringan, dengan koagulasi misalnya; cahaya energi yang lebih
tinggi memecah tikungan intramolekul dengan reaksi fotokimia,
dan secara efektif menguapkan jaringan. radiasi lonising
dipertimbangkan pada hal.

5) Kerentanan (hypersensitivity)
Kerentanan jaringan dapat timbul spontan atau secara didapat
(acquired) dan menimbulkan reaksi imunologik. Pada seseorang
bersensitif terhadap obat-obatan sulfa dapat timbul nekrosis pada
epitel tubulus ginjal apabila ia makan obat-obatan sulfa. Juga dapat
timbul nekrosis pada pembuluh-pembuluh darah. Dalam imunologi
dikenal reaksi Schwartzman dan reaksi Arthus.

6
C. Proses Teradinya Cedera Sel
1. Atrofi
Atrofi adalah berkurangnya ukuran suatu sel atau jaringan.
Atrofi dapat terjadi akibat sel atau jaringan tidak digunakan misalnya,
otot individu yang mengalami imobilisasi atau pada keadaan tanpa
berat (gravitasi 0). Atrofi juga dapat timbul sebagai akibat penurunan
rangsang hormon atau saraf terhadap sel atau jaringan.

2. Hipertrofi
Hipertrofi adalah bertambahnya ukuran suatu sel atau jaringan.
Hipertrofi merupakan suatu respon adaptif yang terjadi apabila
terdapat peningkatan beban kerja suatu sel. Terdapat 3 jenis utama
hipertrofi yaitu :
a. Hipertrofi fisiologis terjadi sebagai akibat dari peningkatan
beban kerja suatu sel secara sehat.
b. Hipertrofi patologis terjadi sebagai respons terhadap suatu
keadaan sakit
c. Hipertrofi kompensasi terjadi sewaktu sel tumbuh untuk
mengambil alih peran sel lain yang telah mati.
3. Hiperplasia
Hiperplasia adalah peningkatan jumlah sel yang terjadi pada
suatu organ akibat peningkatan mitosis. Hiperplasia dapat terbagi 3
jenis utama yaitu :
a. Hiperplasia fisiologis terjadi setiap bulan pada sel
endometrium uterus selama stadium folikuler pada siklus
mentruasi.
b. Hiperplasia patologis dapat terjadi akibat kerangsangan
hormon yang berlebihan.

7
c. hiperplasia kompensasi terjadi ketika sel jaringan bereproduksi
untuk mengganti jumlah sel yang sebelumnya mengalami
penurunan.

4. Metaplasia
Metaplasia adalah berbahan sel dari satu subtipe ke subtipe
lainnya. Metaplasia terjadi sebagai respon terhadap cidera atau iritasi
continue yang menghasilkan peradangan kronis pada jaringan.

5. Displasia
Displasia adalah kerusakan pertumbuhan sel yang
menyebabkan lahirnya sel yang berbeda ukuran, bentuk dan
penampakannya dibandingkan sel asalnya.Displasia tampak terjadi
pada sel yang terpajan iritasi dan peradangan kronik.

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Jejas sel (cedera sel) terjadi apabila suatu sel tidak lagi dapat
beradaptasi terhadap rangsangan. Hal ini dapat terjadi bila rangsangan
tersebut terlalu lama atau terlalu berat. Bentuk cedera sel yaitu degenerasi
dan nekrosis. proses terjadinya cedera sel dapat berlangsung secara atropi,
hipertropi, hiperplasia, metaplasia, dan displasia.
B. Saran
Sebagai mahasiswa keperawatan diharapkan dapat memahami
tentang cedera dan kematian sel untuk menambah pengetahuan dan
wawasan, serta lebih mudah memahami kasus-kasus yang berhubungan
dengan cedera dan kematian sel kedepannya.

9
DAFTAR PUSTAKA

Kumar, Vinay; Ramzi S. Cotran; Stanley L. Robbins. 2008. Buku Ajar Patologi
Robbins, Ed.7, Vol.1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Pringgoutomo, S.; S. Himawan; A. Tjarta. 2012. Buku Ajar Patologi I. Jakarta:


Sagung Seto.

Sarjadi. 2009. Patologi Umum. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Underwood, J.C.E, Cross,S.S. (2009). General and Systematic Pathology (fifth


edition). Churchill Livingstone: Elsevier (UK): Elsevier Limited

10

Anda mungkin juga menyukai