Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Degenerasi merupakan kelainan sel yang terjadi akibat cedera ringan. Perubahan
morfologi dan fungsi yang sifatnya reversibel (bisa kembali menjadi normal).
Degenerasi sel atau jaringan dapat diamati dari komponen komponen yang ada pada sel
seperti membran sel, inti sel, dan sitoplasmanya.

Degeneratif juga sering disebut sebagain penyakit yang mengiringi proses


penuaan. Penyakit ini terjadi seiring bertambahnya usia. Ada sekitar 50 penyakit
degeneratif, diantaranya penyakit jantung, diabetes, stroke dan osteoporosis.

Kematian sekelompok sel atau jaringan pada lokasi tertentu dalam tubuh disebut
nekrosis. Nekrosis biasanya disebabkan karena stimulus yang bersifat patologis. Selain
karena stimulus patologis, kematian sel juga dapat terjadi melalui mekanisme kematian
sel yang sudah terprogram dimana setelah mencapai masa hidup tertentu maka sel akan
mati.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa itu Degenerasi dan Infiltrasi?
2. Apakah Nekrosis sel itu?
3. Apa itu kematian somatik dan perubahan Postmortem?

1.3 Tujuan

1. Menjelaskan tentang Degenerasi dan Ilfiltrasi.

2. Menjelaskan tentang Nekrosis sel.

3. Menjelaskan tentang kematian somatik dan perubahan Postmortem.

1
1.4 Manfaat

1. Menambah ilmu dan wawasan penulis khususnya pembaca mengenai proses


degeneratif.
2. Sebagai bahan acuan bagi kita sebagai seorang tenaga kesehatan khususnya dan

untuk masyarakat luas.

2
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Degenerasi dan Infiltrasi
2.1.1 Pengertian Degenerasi dan Infiltrasi
Degenerasi adalah perubahan-perubahan morfologik akibat trauma yang
nonfatal atau Degenerasi sel (kemunduran sel) adalah kelainan sel yang terjadi
akibat cedera ringan. Cedera ringan yang mengenai struktur dalam sel seperti
mitokondria dan sitoplasma akan mengganggu proses metabolisme sel. Kerusakan
reversibel artinya bisa diperbaiki apabila penyebabnya segera dihilangkan.
Apabila tidak dihilangkan, atau bertambah berat, maka kerusakan menjadi
reversibel, dan sel akan mati.
Infiltrasi terjadi akibat gangguan yang sifatnya sitemik dan kemudian
mengenai sel-sel yang semula sehat akibat adanya metabolit-metabolit yang
menumpuk dalam jumlah berlebihan. Karena itu perubahan yang awal adalah
ditemukannya metabolit-metabolit didalam sel. Benda-benda ini kemudian
merusak struktur sel.
Jadi degenerasi terjadi akibat trauma sel, kemudian baru timbul perubahan
metabolisme, sedangkan infiltrasi mencerminkan adanya perubahan metabolisme
diikuti oleh trauma sel. Degenerasi dan infiltrasi dapat terjadi akibat gangguan
yang bersifat bikimiawi dan biomolekuler.
1. Macam-macam Degenerasi
a. Degenerasi Albumin (cloudi swelling = bengkak keruh)
Merupakan Degenerasi yang paling ringan bersifat reversibel. Perubahan
kemunduran akibat jejas yang tidak keras. Ditandai dengan adanya timbunan
albumin dalam sitoplasma serta tampak keruh dan membengkak. Sering
ditemukan pada sel tubulus ginjal, sel hati dan sel otot jantung. Penyebab
infeksi, demam, keracunan, suhu yang terlalu rendah/tinggi, anoxia, gizi
buruk, dan gangguan sirkulasi.
b. Degenerasi Hidrofik (Degenerasi Vakuolar)
Degenerasi hidrofik merupakan jejas sel yang reversible dengan
penimbunan intraselular yang lebih parah jika dengan degenerasi albumin.
Etiologinya sama dengan pembengkakan sel hanya intensitas
rangsangan patologik lebih berat dan jangka waktu terpapar rangsangan
3
patologik lebih lama. Secara miokroskopik organ yang mengalami degenerasi
hidrofik menjadi lebih besar dan lebih berat daripada normal dan juga nampak
lebih pucat. Nampak juga vakuola-vakuola kecil sampai besar
dalam sitoplasma.
c. Degenerasi Lemak
Sering terjadi pada parenkim, otot jantung, hati (paling sering), yang
mempunyai metabolik rata-rata tinggi. Karena ketidakmampuan jaringan non-
lemak memetabolik sejumlah lemak sehingga tertimbun dalam sitoplasma
yang mengakibatkan sitoplasma membesar ketepi. Jika degenerasi lemak ini
terjadi dihati maka hati akan tertimbun lemak dapat berkembang menjadi
cirrosis hepatis dan hati mengecil (carsinoma hep/hepatoma)
d. Degenerasi Mukoid (musin & lendir)
Degenerasi Mukoid adalah Suatu perubahan yang sering terjadi pada
tumor epitel yg mensekresi musin. Epitel yang degenerasi melarut dalam
musin.Kadang-kadang jaringan ikat nampak mensekresi musin yang mengisi
ruang antaranya yang disebut myxomatous.
Contoh : FAM (Fibroma Adeno Mamae)
e. Degenerasi Hialin
Degenerasi Hialin adalah timbunan hialin (jaringan ikat), sering pada
otot uterus yang mengalami tumor jinak (mioma). Merupakan degenerasi
paling buruk yang bersifat irrevesibel. Tidak menunjukkan timbunah bahan
tertentu, yang memberikan gambaran masa yg mengkilap, homogen
(bermacam-macam/tidak jelas). Degenerasi hialin ini banyak ditemukan dalam
bentuk massa kolagen yang padat pada tumor jinak otot, contoh : Mioma Uteri
f. Degenerasi Amnoid
Degenerasi Amnoid adalah timbunan berupa bahan-bahan lilin terdiri
dari protein abnormal di jaringan ekstra sel, terutama : sekitar jaringan
penyokong pembuluh darah, sekitar membran basalis. Bersifat amiloid
tidak gampang rusak, tidak gampang bergerak timbunan tersebut mengeras.
Degenerasi amnoid ini dibagi menjadi dua tipe:
Primer (tdk diketahia sebabnya)
Sekunder (mengikuti penyakit kronik spt TBC, sifilis, rheumatik

4
2.2 Nekrosis/kematian Sel
Nekrosis merupakan kematian sel sebagai akibat dari adanya kerusakan sel akut atau
trauma (misalnya: kekurangan oksigen, perubahan suhu yang ekstrem,dan cedera
mekanis), kematian sel tersebut terjadi secara tidak terkontrol yang dapat menyebabkan
rusaknya sel, adanya respon peradangan dan sangat berpotensi menyebabkan masalah
kesehatan yang serius. Stimulus yang terlalu berat dan berlangsung lama serta melebihi
kapasitas adaptif sel akan menyebabkan kematian sel di mana sel tidak mampu lagi
mengompensasi tuntutan perubahan. Sekelompok sel yang mengalami kematian dapat
dikenali dengan adanya enzim-enzim lisis yang melarutkan berbagai unsur sel serta
timbulnya peradangan. Leukosit akan membantu mencerna sel-sel yang mati dan
selanjutnya mulai terjadi perubahan-perubahan secara morfologis.
Nekrosis biasanya disebabkan karena stimulus yang bersifat patologis. Selain karena
stimulus patologis, kematian sel juga dapat terjadi melalui mekanisme kematian sel yang
sudah terprogram di mana setelah mencapai masa hidup tertentu maka sel akan mati.
Mekanisme ini disebut apoptosis, sel akan menghancurkan dirinya sendiri (bunuh
diri/suicide), tetapi apoptosis dapat juga dipicu oleh keadaan iskemia.
Pengaruh nekrosis yang paling jelas adalah hilangnya fungsi pada daerah yang mati.
Jika jaringan nekrotik merupakan fraksi kecil sebuah organ dengan cadangan yang besar
(misalnya ginjal) maka tidak terdapat pengaruh fungsional pada tubuh, sedangkan jika
daerah nekrosis merupakan bagian di otak, maka dapat mengakibatkan defisit neurologik
berat atau bahkan kematian. Selain itu, pada beberapa keadaan, daerah nekrotik dapat
menjadi fokus infeksi yang merupakan medium pembiakan yang sangat baik bagi
pertumbuhan organisme tertentu yang kemudian dapat menyebar ke tempat lain di dalam
tubuh. Bahkan tanpa infeksi pun, adanya jaringan nekrotik di dalam tubuh dapat
mencetus perubahan sistemik tertentu (misalnya demam), peningkatan jumlah leukosit
didalam sirkulasi, dan berbagai gejala subjektif. Akhirnya enzim-enzim yang di kandung
di dalam jaringan nekrotik sering bocor ke dalam aliran darah seiring dengan matinya sel
dan meningkatnya permeabilitas membran sel.

2.2.1 Perubahan morfologis pada nekrosis


Umumnya, walaupun perubahan-perubahan lisis yang terjadi dalam jaringan
nekrotik dapat melibatkan sitoplasma sel, perubahan-perubahan paling jelas
bermanifestasi pada inti, menunjukkan kematian sel. Secara tipikal, inti sel yang
mati akan menyusut, memiliki batas yang tidak teratur, dan berwarna gelap
5
dengan zat warna yang biasa digunakan oleh para ahli patologi. Proses ini
dinamakan piknosis, dan inti disebut piknotik. Kemungkinan lain, inti dapat
hancur, dan membentuk fragmen-fragmen materi kromatin yang tersebar didalam
sel. Proses ini disebut sebagai karioreksis. Akhirnya, pada beberapa keadaan, inti
sel-sel yang mati tidak dapat diwarnai lagi dan benar-benar hilang, proses ini
disebut sebagai kariolisis.
Tampilan morfologik jaringan nekrotik berfariasi, tergantung pada hasil
aktivitas litik didalam jaringan mati. Jika aktivitas enzim-enzim litik dihambat
oleh kondisi-kondisi lokal, sel-sel nekrotik akan mempertahankan bentuk dan
jaringan akan mempertahankan ciri-ciri arsitekturnya selama beberapa waktu.
Jenis nekrosis ini disebut nekrosis koagulatif dan terutama sering dijumpai jika
nekrosis disebabkan oleh hilangnya suplai darah. Umumnya nekrosis koagulatif
merupakan jenis nekrosis yang paling sering dijumpai. Pada beberapa keadaan,
jaringan nekrotik secara bertahap mengalami pencairan akibat kerja enzim; proses
ini disebut nekrosis liquefaktif. Keadaan ini tampaknya terjadi di daerah otak
yang nekrotik dan akibatnya adalah adanya lubang didalam otak yang terisi
cairan. Pada keadaan-keadaan lain, sel-sel nekrotik itu hancur, tetapi pecahan-
pecahan sel terbagi menjadi fragmen-fragmen halus itu tetap berada didaerah ini
lama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun, hampir tidak dapat di cerna.
Nekrosis jenis ini disebut nekrosis kaseosa karena jika dilihat secara makroskopik
daerah yang terkena tampak seperti keju yang hancur. Keadaan standar yang
menimbulkan nekrosis kaseosa adalah tuberkulosis walaupun jenis nekrosis ini
dapat ditemukan pada banyak keadaan lain.
Keadaan lokal khusus tertentu dapat menimbulkan nekrosis jenis lain.
Gangren didefinisikan sebagai nekrosis koagulatif, biasanya oleh berkurangnya
suplai darah, disertai pertumbuhan bakteri saprofit berlebihan. Gangren terjadi di
jaringan nekrotik yang terpajan bakteri hidup. Keadaan ini sering terjadi pada
ekstremitas atau segmen usus yang terjadi nekrotik. Jaringan yang mengerut
berwarna hitam didaerah gangren pada ekstremitas sering digambarkan sebagai
golongan gangren kering, sedangkan daerah bagian dalam yang tidak dapat
kering disebut gangren basah. Pada kedua keadaan ini proses melibatkan
pertumbuhan bakteri saprofit di atas jaringan nekrotik.
Jaringan adiposa yang nekrotik merupakan kasus khusus lain. Jenis sistem
saluran pankreas mengalami ruptur, baik akibat trauma atau perjalanan penyakit
6
pankreas yang spontan, enzim-enzim pankreatik yang biasanya mengalir didalam
duktus dapat keluar ke jaringan disekitarnya. Sekresi pankreas mengandung
banyak enzim hidrolisis yang kuat, termasuk lipase yang memecah lipid dari
jaringan adiposa. Jika pemecahan ini terjadi, maka asam-asam lemak dibentuk
oleh kerja enzimatik dan asam-asam lemak digabungkan dengan cepat dengan
kation (ion-ion kalsium) di daerah itu, menimbulkan deposit-deposit sabun.
Nekrosis lemak enzimatik (pankreatik) secara luas terbatas di rongga abdomen,
karena daerah ini merupakan daerah terpajan dengan kebocoran enzim-enzim
pankreas. Jika jaringan adiposa di tempat lain menjadi nekrotik, lipid yang keluar
dari sel-sel mati dapat menimbulkan respon peradangan, tetapi tidak ada
pembentukan endapan-endapan kuning berkapur yang khas untuk nekrosis lemak
enzimatik.
2.2.2 Perkembangan jaringan nekrotik
Dalam kaitannya dengan pertumbuhan dan perkembangan sel, kematian
menjadi salah satu aspek yang tidak terelakkan.
Pada sel hewan, penuaan dan kematian sel dan jaringan dapat melalui dua
proses,yaitu nekrosis atau apoptosis.
Secara Nekrosis, kematian sel dan jaringan secara tidak alami.
Urutan kronologis tahapan yang terjadi antara lain:
1. pembengkakan sel
2. digesti kromatin
3. rusaknya membran (plasma dan organel)
4. hidrolisis DNA
5. vakuolasi oleh ER
6. penghancuran organel
7. lisis sel

2.2.3 Gangrene
Gangrene adalah sebuah kondisi peradangan akut yang terjadi hingga
memunculkan kematian jaringan berat. Serangan penyakit gangrene bisa menjadi
sangat berat hingga beberapa kasus harus dituntaskan dengan pemotongan dan
pengambilan jaringan rusak, atau kerusakan jaringan akan menyebar ke area
jaringan sehat di sekitarnya.

7
Kemunculan gangrene bisa saja berawal dari luka kecil. Beberapa kasus
Gangrene hanya berasal dari sebuah luka lecet pada telapak kaki. Namun luka
tidak kunjung kering, malah semakin meluas dalam tempo singkat dan
menimbulkan luka yang lebih dalam dan meradang. Pada akhirnya beberapa sel
mengalami kerusakan akut sampai kematian jaringan yang dapat berkembang dan
meluas. Kadang kerusakan ini tembus hingga sisi dalam dari luka.
Pada umumnya penyakit gangrene dikenali dari bentuk luka yang unik.
Kadang dengan jelas Anda bisa melihat batas luka dengan jaringa rusak dan area
dengan jaringan yang sehat. Perubahan warna terlihat jelas dengan luka yang
dalam dan tampak seperti tergali. Namun beberapa luka gangrene justru terlihat
seperti luka menciut, mengecil dan kering.
Untuk pengenal lain, kasus gangrene akan disertai rasa nyeri hebat yang
bersumber pada area luka. Aroma dari gangrene cenderung tajam dan tidak sedap,
mendekati aroma apek dan busuk. Dan biasanya kasus penyakit gangrene juga
akan ditandai oleh demam tinggi. Perbedaan bentuk penyakit Gangrene ini
kebanyakan dikarenakan faktor penyebabnya yan berbeda. Gangrene sendiri
terbagi dalam beberapa bentuk sebagai berikut:

Gangrene kering

Gangrene ini memiliki tampilan luka yang menggelap terlihat kering dan
menciut. Kalau disentuh terasa jaringan kering yang muncul dan cenderung
tidak terlalu beraroma. Biasa terjadi justru karena kurangnya suplai darah
menuju jaringan karena kerusakan jaringan pembuluh darah menuju luka.

Gangrene basah

Gangrene ini tampak seperti lebam dan bengkak dengan efek bingkas
bila disentuh. Mengeluarkan aroma tajam membusuk bila didekati dan kadang
mengeluarkan cairan bening serta kekuningan nanah. Biasanya luka tampak
berubah warna menjadi kegelapan, beberapa gangrene sampai kehitaman atau
keunguan,tampak basah pada area luka yang menggelap dengan bagian kulit
disekitar luka yang pucat. Biasanya kondisi ini disebabkan oleh masalah luka
yang sulit sembuh dan banyak muncul karena munculnya luka pada penderita
diabetes.

8
Gas gangrene

Gangrene ini kadang muncul berawal dari sekedar gangrene basah biasa,
yang terinfeksi bakteri Clostridium Perfringens, sejenis bakteri yang memakan
sel-sel rusak dan menghasilkan sejenis gas beraroma busuk. Kadang juga
muncul pada luka bekas operasi yang tidak dirawat dengan tepat. Beberapa
kasus memunculkan gas yang tersimpan di balik kulit sehingga kerap kali
beberapa Gangrene jenis ini diketahui terlambat. Kadang tampak pembengkakan
dengan kulit bingkas dan efek gelembung yang samar terlihat dibalik kulit.
Gangrene ini bisa lebih berbahaya dari gangrene basah dan sangat mudah
menular.

Gangrene internal

Beberapa kasus gangrene terjadi di dalam organ dalam tubuh, karena


infeksi kronis yang tidak segera diatasi. Beberapa kasus infeksi terjadi menahun
dimana di dalam infeksi tersimpan ratusan bahkan ribuan bakteri. Ketika terjadi
persebaran, maka infeksi bisa menjadi akut dan merusak organ dengan cepat.
Biasanya terjadi ketika infeksi apendiks yang pecah atau pada kasus radang usus
berat. Kasus ini juga bisa berkaitan dengan kerusakan jaringan pembuluh darah
menuju satu organ yang menyebabkan kematian sel pada organ tersebut.

Fournier Gangrene

Jenis gangrene ini unik, terjadi pada area genital yang menyangkut pada
fungsi genital seseorang. Biasa menyerang para pria dan dengan mudah menular
pada wanita yang melakukan hubungan seksual dengan pria pengidap gangrene.
Kerusakan sel sangat berkaitan dengan efek penyakit kelamin, masalah seranga
bakteri dan virus dan beberapa kondisi akut pada area genital lain.

Kasus gangrene kerap kali terdiagnosa terlambat karena posisi gangrene


yang tersembunyi atau karena kesadaran masyarakat yang rendah. Banyak
pengidap diabetes yang mengabaikan luka kecil mereka sampai akhirnya
berkembang menjadi gangrene berat. Padahal untuk mengatasi gangrene perlu

9
diadakan pengambilan jaringan mati yang bisa berujung pada pengambilan
organ atau pemotongan kaki atau tangan.

Dan tidak sedikit pula kasus penyakit gangrene yang berakhir pada
kematian. Karena kerusakan sel akan terus berkembang dan menjalar sampai
menyerang jaringan pusat seperti otak, kelenjar getah bening dan jantung.

2.3 Kematian Soamatik dan Perubahan Postmortem


2.3.1 Kematian Somatik

Kematian seluruh individu, berbeda dengan kematian sel atau nekrosis,


kematian seluruh individu ini disebut kematian somatik. Seseorang dinyatakan
meninggal jika sungi fital sperti kerja jantung dan respirasi tanpa ada
kemungkinan untuk berfungi kembali. Jadi, jika seseorang berhenti bernafas dan
tidak dapat diresusitasi, maka jantung dengan cepat berhenti berdenyut akibat
anoksia, dan orang tersebut tidak dapat disangkan lagi akan mati. Saat
ini,dengan kemajuan teknologi seorang pasien dengan di bantu ventilator
mekanis jika pernafasan berhenti. Jika denyut jantung pasien mulai lemah, maka
dapat dipasang alat picu jantung elektronik. Dengan tersedianya peralatan untuk
mempetahankan hidup semacam ini, maka definisi kematian menjadi berbeda.
Sebenarnya, tidak semua sel tubuh mati secara serentak. Sudah dibuat jaringan
hidup dari jaringan-jaringan yang diambil dari mayat. Di rumah sakit, definisi
umum mengenai kematian somatik memberi perhatian kepada aktivitas sistem
saraf pusat, khususnya otak. Jelas, jika otak akhirnya mati, tidak ada kesempatan
bagi orang tersebut untuk kembali ke keadaan sadar. Kematian otak seperti ini
meliputi hilangnya responsivitas yang ireversibel, termasuk refleks-refleks kunci
tertentu, hilangnya aktifitas listik ireversibel seperti yang di tujukan pada
pembacaan elektroensefalogram (EEG) yang diisoelektrik atau datar. Jika
hilangnya aktifitas listrik terjadi selama jangkau waktu yang sudah ditentukan
secara ketat, maka para dokter berwenang mengangap pasien meninggal,
walaupun paru-paru dan jantung masih dapat terus berkeja secara buatan untuk
beberapa waktu.

10
2.4.2 Perubahan Postmortem

Setelah kematian, terjadi perubahan-perubahan tertentu yang disebut


perubahan postmortem. Karena reaksi kimia pada otot orang mati, timbul
kekakuan yang disebut rigor mortis. Istilah rigor mortis menunjukkan
mendinginnya orang yang sudah mati karena suhu tubuh mendekati suhu
lingkungan. Perubahan lain disebut sebagai livor mortis atau lividitas
postmortem. Secara umum, lividitas ini terjadi karena pada saat sirkulasi
berhenti, darah di dalam pembluh mengambil tempat menurut daya tarik
gravitasi dan jaringan-jaringan tubuh yang terletak paling bawah berwarna
menjadi ungu karena bertambahnya kandungan darah. Secara mikroskopik,
karena tiap jaringan pada mayat telah mati, enzim-enzimnya di lepas secara
lokal dan mulai terjadi reaksi litik. Reaksi-reaksi ini disebut autolisis
postmortem (pencairan diri) sama dengan perubahan yang di amati pada
jaringan nekrotik tetapi, tidak disertai peradangan. Akhirnya jika tidak dicegah
dengan tindakan-tindakan tertentu (pembalseman) akan terjadi pertumbuhan
bakteri secara berlebih dan pembusukan. Kecepatan mulai timbulnya berbagai
perubahan postmortem sangat bervariasi, bergantung pada individu dan sifat-
sifat lingukngan sekitarnya. Dengan demikian, penentuan waktu kematian yang
tepat oleh dokter dalam cerita fiksi detektif memang hanya merupakan fiksi.

11
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Degenerasi terjadi akibat trauma sel, kemudian baru timbul perubahan metabolisme,
sedangkan infiltrasi mencerminkan adanya perubahan metabolisme diikuti oleh
trauma sel. Degenerasi dan infiltrasi dapat terjadi akibat gangguan yang bersifat
bikimiawi dan biomolekuler.

2. Nekrosis merupakan kematian sel sebagai akibat dari adanya kerusakan sel akut atau
trauma (misalnya: kekurangan oksigen, perubahan suhu yang ekstrem,dan cedera
mekanis)

3. Kematian Somatik adalah berhentinya fungsi vital seperti kerja jantung dan respirasi
tanpa ada kemungkinan untuk berfungi kembali. Setelah kematian, terjadi perubahan-
perubahan tertentu yang disebut perubahan postmortem

3.2 Saran

Semoga makalah ini berguna bagi pembaca. Khususnya bagi kita sebagai calon
perawat. Namun, manusia tidaklah ada yang sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
sangat di perlukan guna untuk memperbaiki makalah ini.

12

Anda mungkin juga menyukai